Pengaruh IMF terhadap Negara Berkembang

Pengaruh IMF terhadap Negara Berkembang: Studi Kasus Bantuan IMF di
Ethiopia
Oleh: M Musa Al Hasyim
(1113113000049)
Hubungan Internasional, FISIP, UIN Jakarta

Abstrak
IMF memberikan bantuan ke berbagai negara yang membutuhkan bantuan. Ethiopia
sebagai salah satu negara termiskin dunia merupakan salah satu contoh negara yang
diberikan bantuan dana dari IMF. Namun kehadiran IMF tidak bisa menyelesaikan
berbagai masalah yang ditimbulkan akibat dari kemiskinan seperti kelaparan, penyakit,
minimnya fasilitas-fasilitas, dan berbagai permasalahan lain yang ditimbulkan oleh
kemiskinan. IMF justru membebankan Ethiopia dengan berbagai persyaratan yang
berat. Selain terdapat peran yang kurang signifikan ada pula kepentingan IMF yang
justru berkiblat pada negara-negara maju karena dibukanya pasar liberalisasi di
Ethiopia.

Kata Kunci : Bantuan, Ethiopia, IMF, Kemiskinan

1


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
Negara berkembang terutama di Afrika menjadi hal yang penting

untuk dikaji. Kemiskinan memunculkan berbagai masalah baru yang
lebih panjang seperti kelaparan, penyakit kekurangan gizi, penyakit
lainnya, tidak teraturnya infrastuktur dan minimnya pendidikan. Hal
tersebut menjadi lumrah di daerah Afrika terutama Ethiopia.
Namun semua itu juga berawal dari lemahnya mata uang Negara
Ethiopia. Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak terlalu melimpah
berbeda

dengan

negara-negara


di

Afrika

seperti

Nigeria,

Angola,Algeria, dan Gabon yang mana menjadi eksportir minyak ke
Amerika Serikat terbesar keempat di Afrika.1 Sehingga untuk menjaga
perekonomian di Ethiopia dibutuhkannya pinjaman yang besar dari
badan keuangan internasional seperti IMF.
Ethiopia sebagai salah satu negara yang mempunyai pendapatan
perkapita hanya sebesar 110 dolar setahun dan negara tersebut telah
lama

menderita

karena


kekeringan

dan

kelaparan

yang

berkepanjangan dan telah menewaskan 2 juta orang. Selain itu
kekacauan yang diakibatkan perekonomian yang lemah juga sering
terjadi di Ethiopia.2
Pemerintah Ethiopia memiliki dua sumber pendapatan yakni pajak
dan bantuan asing. Ehtiopia sebagaimana halnya negara-negara
berkembang lainnya mendapatkan sebagian besar pendapatnya dari
bantuan asing. IMF menghawatirkan bahwa jika bantuan tersebut
1 Thomas Lum, et al, China’s Foreign Aid Activities in Africa, Latin America and Southeast Asia, (CRS
Reportfor Congress, Washington, D.C.: Congressional Research Service, 2009), hal.2-3
2 Joseph E.Stiglitz, Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional,(Jakarta: Ina
Publikatama,2003). Hal.35


2

habis, Ethiopia akan berada dalam masalah. Maka pengeluaran
Ethiopia dibatasi sebesar pajak-pajak yang diperolehnya.3
IMF sebagai instansi finansial global menyadari bahwa masih
banyak kemiskinan di dunia apalagi 1,2 miliar orang di dunia hidup
dengan kurang dari satu dolar sehari. Jadi sekitar 45 populasi di dunia
dihuni oleh orang-orang miskin salah satunya Ethiopia. Namun badan
tersebut yang harusnya mengemban salah satu fungsi meningkatkan
pertumbuhan

dan

mengurangi

kemiskinan

justru

semakin


memperkaya negara-negara maju. Negara maju semakin maju dan
negara miskin semakin miskin karena terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhinya.4

1.2. Pertanyaan Penelitian
Untuk memahami makalah berjudul “Pengaruh IMF terhadap
Negara

Berkembang:

Studi

Kasus

Bantuan

IMF

di


Ethiopia”

dibutuhkan beberapa pertanyaan penelitian yang relevan yakni:
1. Bagaimana kondisi negara Ethiopia sehingga memerlukan
bantuan IMF?
2. Apa saja peran dan kepentingan bantuan IMF di Ethiopia?
1.3.

Kerangka Teori
Kemiskinan yang selalu diidentikan dengan dunia selatan berbeda jauh dengan

dunia utara yang memiliki kemajuan tinggi di bidang teknologi maupun ekonomi. Dari
hubungan dunia selatan dan dunia utara ini membuat ketergantungan yang lebih besar
pada dunia selatan agar bisa terbebas dari masalah kemiskinan. Kemudian dunia utara
ikut terlibat dalam usaha membangun dunia, terutama dalam hubungannya dengan
politik internasional.

3 Ibid, hal.38
4 Ibid, hal.38


3

Robert Giplin menjelaskan bahwa perspektif kaum Liberalis (teori moderenisasi)
dan Marxis (teori dependensi) dalam menyikapi isu kekayaan (wealth), equility yang
kemudian berkembang menjadi isu ketergantungan (dependency), dan development.
Secara umum, Gilpin mengidentikkan perspektif para liberalis sebagai mereka yang
mempercayai bahwa interaksi ekonomi antarnegara bersifat saling menguntungkan dan
harmonis, sedangkan para Marxis menganggap interaksi yang dihasilkan bersifat
konfliktual dan penuh eksploitasi. Kedua teori ini berbeda dalam memberikan jalan
keluar persoalan keterbelakangan negara Dunia Ketiga.5
Teori dependensi atau teori ketergantungan menitikberatkan pada persoalan
keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan
bahwa teori ketergantungan mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk
menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori
ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga, sebagai negara
periphery, dengan negara core di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan
karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga.6
Teori moderenisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara
berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi,

pertukaran budaya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori ketergantungan
memberikan anjuran yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus
untuk mengurangi ketergantungan negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga
memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses
dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.7

5 Robert Gilpin, "The Issue of Dependency and Economic Development". Dalam The Political Economy
of International Relations,(Princeton: Princeton University Press, 1987), hal. 265.
6 Ibid, hal.274

7 Ankie Hoogvelt,"Neo-colonialism, Moderenisation and Dependency". Dalam Globalization and The
Postcolonial World: The New Political Economy of Development, (Baltimore: The John Hopkins
University Press, 1997), hal. 29-43.

4

BAB II
PENGARUH BANTUAN IMF DI ETHIOPIA
2.1. Kondisi Perekonomian Ethiopia
Ethiopia sebagai salah satu negara di benua Afrika dinobatkan menjadi salah

satu dari lima negara dengan nilai perekonomian terendah. Bank Dunia menyusun
daftar peringkat tersebut berdasarkan hasil kajian data ekonomi yang mengacu pada
nilai tukar dan perbandingan daya beli masyarakat antar negara.

8

Hal ini

menyebabkan Ethiopia tidak bisa mengembangkan perekonomian domestik tanpa
bantuan dari negara lain atau badan keuangan internasional.
Perekonomian Ethiopia didapatkan sebagian besar dari dua sumber pendapatan
yakni pajak dan bantuan asing. Anggaran pemerintah biasanya dalam posisi
seimbang selama pendapatannya sama dengan pengeluaranya. Ethiopia sebagaimana
negara berkembang lainnya mendapatkan sebagian besar pendapatannya dari
sumber bantuan asing.9 Bantuan asing tersebut akan sulit dikembalikan oleh
Ethiopia manakala tidak digunakan untuk anggaran pemerintah dan rentan terhadap
korupsi.
Pendapatan perkapita di Ethiopia sangat rendah yakni sebesar 110 dollar
pertahun sehingga jumlah yang pendapatan yang rendah tersebut mengakibatkan
bencana kelaparan dan kekeringan berkepanjangan dan menewaskan lebih dari 2

juta orang. Perdana Menteri Ethiopia Meles Zenawai yang merupakan seorang
dokter dan juga ahli ekonomi berusaha membangun kembali perekonomian
negaranya. Sebelumnya rezim berdarah Marxisme Mengitsu Haile Mariam tidak
banyak merubah Ethiopia dan malah menjadikan korupsi merajalela.10
Perdana Menteri Meles Zenawai berusaha membangun asas-asas demokrasi
yang dimulai di ibukota Addis Ababa. Kemudian mulai menerapkan sistem
8 http://bisnis.liputan6.com/read/2043907/5-negara-paling-mahal-di-dunia?page=2, diakses pada 3
Januari 2015 pukul 16.00 WIB
9 Joseph E.Stiglitz, Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional,(Jakarta: Ina
Publikatama,2003). Hal.38
10 Ibid, hal.35

5

desentraliasi yang bertujuan untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya dan
menjamin bahwa pemerintah pusat tidak akan kehilangan kendali atas wilayahwilayah yang terpisah. 11
Pada 1997, Perdana Menteri Meles Zenawai terlibat perdebatan sengit dengan
IMF sehingga lembaga keuangan tersebut menunda program pinjamannya. Hasilnya
ekonomi makro Ethiopia tumbuh secara signifikan, tidak ada inflasi, harga-harga
kebutuhan pokok turun. Dari kemajuan yang dicapai sehingga menggulingkan rezim

Mengitsu. Males optimis bahwa dengan menerapkan kebijakan-kebijakan domestik
yang baik akan menumbuhkan perekonomian bahkan di negara miskin sekalipun.12
Seiring berjalannya waktu ditandai dengan masuknya perusahan-perusahan
asing di Ethiopia, pembangunan ekonomipun semakin meningkat sehingga bantuan
internasional, investasi asing mulai berdatangan ke Ethiopia. Program Enhanced
Structural Adjustment Facility (ESAF) dari IMF turut memberikan program
pinjaman senilai 127 juta dengan tingkat subsidi yang tinggi untuk membantu
negara-negara yang sangat miskin. Selain itu ada pula pinjaman dari World Bank.13
2.2.

Peran dan Kepentingan IMF di Ethiopia
Ethiopia mengalami depresi ekonomi yang besar. Perekonomian domestik tidak

mampu lagi memenuhi kebutuhan sehari-hari warganya. Aktifitas ekspor yang
rendah dan impor yang tinggi menunjukkan Ethiopia belum mandiri dalam ekonomi
domestiknya. Selain itu faktor sumber daya alam Ethiopia yang tidak terlalu banyak
membuat kawasan di Ethiopia kurang dilirik oleh investor-investor. Akibatnya
Ethiopiapun mengajukan beberapa bantuan ke luar negeri.
Bantuan luar negeri di Ethiopia berdatangan dari bebagai negara seperti investasi
India, dari organisasi EU dan yang paling penting adalah bantuan dari IMF. Ratarata bantuan tersebut selain bersifat materi juga sebagai syarat agar Ethiopia bisa
menuntaskan masalah-masalah kemanusiaan yang kerap kali terjadi. Sehingga
awalnya banyak dari elit-elit Afrika khususnya Ethiopia menolak bantuan dari luar
dikarenakan sanksi yang berat jika Ethiopia tidak melakukan kewajiban yang
dituntut oleh IMF apalagi jika Ethiopia harus menerapkan sistem demokrasi yang
11 Ibid, hal.36
12 Ibid,hal.37
13 Ibid,hal.37

6

utuh sedangkan banyak dari elit-elit yang tidak menerapkan sistem demokrasi dan
banyak terjadi korupsi yang merajalela.14
Kemudian IMF keberatan jika Ethiopia melunasi hutangnya lebih cepat. Hal
tesebut dikarenakan Ethiopia tidak meminta ijin dahulu dari IMF. Tapi anehnya
sebuah negara berdaulat haruskah meminta ijin IMF setiap kali tindakan yang
hendak dilakukannya. IMF seolah-olah meremehkan kemampuan Ethiopia jika
melunasi hutang sebelum jatuh tempo. Apalagi jika melihat keadaan Ethiopia yang
tidak mengalami perubahan signifikan dari tahun ke tahun.15
Sebagian besar kebijakan yang diambil Ethiopia tidak melalui perizinan dari
IMF. Tetapi IMF sebagai badan keuangan internasional resmi merasa negara-negara
yang menerima pinjaman darinya berkewajiban untuk melaporkan segala bentuk
kebijakan yang diambil. Apabila tidak memberikan laporan maka IMF akan
menghentikan program bantuan tanpa memperdulikan negara tersebut miskin
sekalipun dan membutuhkan dana bantuan dari IMF. Ethiopia beranggapan bahwa
turut campur tersebut menandakan bentuk penjajahan baru.16
Di sisi lain ketika Ethiopia diwajibkan transparan IMF justru menutup-nutupi
dan kurang transparan dan hanya sedikit informasi yang bisa dibocorkan kepada
dunia luar khususnya negara penerima bantuan. Sehingga akan sulit bagi Ethiopia
untuk mengetahui apapun di balik persyaratan yang diajukan IMF. Sifat tertutup dari
IMF yang tidak mau mendengarkan saran yang disampaikan oleh perdana menteri
Ethiopia dari tahun ke tahun membuat rasa percaya yang berkurang dari warga
maupun pemerintah Ethiopia.17
Kepentingan IMF di Ethiopia ini juga dibuktikan dengan dipaksanya liberalisasi
keuangan Ethiopia dengan membuka pasar modal sehingga terdapat kesenjangan
antara negara-negara maju dan berkembang. IMF menginginkan Ethiopia tidak
hanya membuka pasar uangnya bagi masuknya pesaing dari Barat tetapi juga
memecah sejumlah bank besarnya menjadi beberapa bagian. Sehingga bank-bank
14 Ian Taylor, The Internastional Relations of Sub-Saharan Africa, (New York: The Continuum
International Publishing Group, 2010), hal.110
15 Ibid, hal.111
16 Ibid, hal.111
17 Ibid, hal.112

7

lokal tidak mampu bersaing dengan bank-bank sekelas Citibank. Dari sinilah
mereka lebih memberikan kemudahan pinjaman bagi perusahaan-perusahaan
multinasional ketimbang kepada usaha kecil dan beberapa petani lokal.18
IMF sebagai badan keuangan internasional berkomitmen membantu negaranegara miskin namun krisis legitimasi masih melanda IMF. Beberapa usulan
berdatangan agar diadakannya reformasi pada IMF bahkan usulan pembubaran IMF
pun terdengar. IMF dinilai gagal dalam mengantisipasi berbagai krisis yang melanda
dunia termasuk krisis yang melanda Ethiopia.19
Bagi IMF, lunasnya hutang negara-negara berkembang seperti Ethiopia malah
membuatnya tidak terbantu dan malah membuatnya memasuki fase krisis. Tak salah
jika IMF dikatakan hidup dari negara miskin yang terkena krisis.

20

Negara-negara

miskin tersebut merasa sulit dengan persyaratan yang diajukan oleh IMF dan IMF
hanya menguntungkan negara-negara maju dan memiliki teknologi tinggi.
Kehadiran IMF selain memberikan bantuan namun juga berbahaya bagi sebuah
negara yakni :
1. IMF menyebabkan terjadinya pelembagaan suatu sistem kolonialisme baru.
2. IMF menyebabkan makin dominannya peranan TNC (konglomerasi
internasional).
3. IMF mendorong

dikorbankannya

kepentingan

rakyat

banyak

untuk

menyelamatkan para bankir.
4. IMF menyebabkan meningkatnya komersialisasi pelayanan publik.
5. IMF menyebabkan semakin meluasnya pengangguran.
6. IMF menyebabkan semakin merosotnya upah buruh.
7. IMF menyebabkan semakin terpinggirkannya kaum perempuan.
8. IMF menyebabkan semakin rusaknya lingkungan.
9. IMF menyebabkan semakin melebarnya kesenjangan kaya miskin.
10. IMF menyebabkan semakin parahnya krisis ekonomi.21
Dalam sebuah program penyesuaian struktural IMF menyebabkan 8 juta orang
Ethiopia kelaparan, meskipun produksi pangan di negara tersebut mencapai 90%
18 Ibid, hal.42
19 Prasetyantoko, Krisis Finansial, ( Jakarta:Kompas,2009), hal.192
20 Ibid, hal.193
21 http://jurnal-ekonomi.org/imf-dan-bahaya-yang-ditimbulkannya, diakses pada 3 Januari 2015 pukul
17.00 WIB

8

kebutuhannya dan di beberapa tempat di negeri tersebut malah terjadi surplus
produksi pangan. Hal ini membuktikan bahwa bantuan IMF dalam memberikan
bantuan kerap kali malah memberatkan bagi negara penerima bantuan.22

BAB III
PENUTUP

22 Ibid

9

3.1. Kesimpulan
Ethiopia merupakan salah satu negara di Afrika yang sangat membutuhkan
bantuan dari negara asing dan badan keuangan internasional salah satunya IMF.
Bantuan yang diberikan IMF tidak terlepas dari berbagai kepentingan sehingga
bantuan tersebut tidak menuntaskan masalah kemiskinan di Ethiopia dan malah
memperburuk keadaan.
Ethiopia sebagai salah satu negara miskin di dunia hanya bisa bertumpu pada
dua sumber pendapatan utama seperti pajak dan bantuan asing. Bantuan IMF
yang memiliki berbagai peraturan yang ketat membuat Ethiopia hanya bisa
pasrah. Ethiopia harus melaporkan setiap kebijakan yang dilakukannya pada
IMF sedangkan IMF bertindak kurang transparan terhadap Ethiopia.
IMF tidak menerima saran dari berbagai elit maupun intelektual dari
Ethiopia meskipun saran tersebut sangat baik. IMF melakukan caranya sendiri.
Seolah-olah IMF adalah badan pemberi dana bantuan dan satu-satunya pemberi
saran yang paling baik.

Daftar Pustaka
Buku

10

1. Gilpin, Robert, 1987. "The Issue of Dependency and Economic
Development". Dalam The Political Economy of International Relations.
Princeton: Princeton University Press.
2. Hoogvelt, Ankie, 1997. "Neo-colonialism,

Moderenisation

and

Dependency". Dalam Globalization and The Postcolonial World: The New
Political Economy of Development. Baltimore: The John Hopkins University
Press.
3. Lum, Thomas, et al, 2009. China’s Foreign Aid Activities in Africa, Latin
America and Southeast Asia. CRS Reportfor Congress, Washington, D.C.:
Congressional Research Service.
4. Prasetyantoko, 2009. Krisis Finansial. Jakarta:Kompas.
5. Stiglitz, Joseph E, 2003. Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga
Keuangan Internasional. Jakarta: Ina Publikatama.
6. Taylor, Ian, 2010. The Internastional Relations of Sub-Saharan Africa. New
York: The Continuum International Publishing Group.
Internet
1. http://bisnis.liputan6.com/read/2043907/5-negara-paling-mahal-di-dunia?
page=2, diakses pada 3 Januari 2015 pukul 16.00 WIB
2. http://jurnal-ekonomi.org/imf-dan-bahaya-yang-ditimbulkannya,diakses

pada 3 Januari 2015 pukul 17.00 WIB

11