MANAJEMEN PIUTANG NEGARA pupn dalam

Andry Martha
Asmiyudi

M 4N4 J3 M3 N
P1UT4N6
KELOMPOK 9

MANAJEMEN PIUTANG DALAM MANAJEMEN
PERBENDAHARAAN DI INDONESIA.
• Prinsip-Prinsip Pengelolaan Piutang dan
Pengendaliannya.
• Pengertian Piutang Negara dan JenisJenis Piutang Negara.
• Kerangka Umum
Pengelolaan/Pengurusan Piutang Negara.
• Gambaran Umum Pengurusan Piutang
Negara oleh Departemen Keuangan RI..
• Penyelesaian Kerugian Negara.
• Tata Cara Penghapusan Piutang
Negara/Daerah.

FILOSOFI

“Memberdayakan orang yang
memiliki
hutang
hingga
menjadi mampu membayar
hutang lebih baik daripada
memberi
sejumlah
uang
kepada pengemis yang tidak
akan pernah berganti profesi “

Kieso and Weygandt (1995)
• MENDEFINISIKAN PIUTANG
(RECEIVABLES) SEBAGAI SUATU
KLAIM/HAK MENAGIH KEPADA
PELANGGAN ATAU PIHAK LAIN
BERUPA UANG, BARANG,
ATAUPUN JASA.


KRONOLOGIS PIUTANG
Munculnya
piutang
mengindikasikan
pula munculnya hak pada pihak yang
bersangkutan untuk menagih sesuatu
berupa uang, barang, ataupun jasa
kepada pihak lain. Sebaliknya, akan
terdapat pihak yang memiliki kewajiban
untuk
memberikan
uang,
barang,
ataupun
jasa
sebagai
bentuk
penyelesaian klaim pihak lain. Pihak
yang
terakhir

ini
disebut
debitur.
Hubungan antara hak dan kewajiban
memang
tidak
dapat
dipisahkan.
Hubungan ini memiliki pertalian erat

PIUTANG NEGARA
• Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, adalah jumlah
uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah
Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang
dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau akibat lainnya yang sah.


PIUTANG DAERAH
• Jumlah uang yang wajib dibayar kepada
Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah
Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai
akibat
perjanjian
atau
akibat
lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN PIUTANG
DAN PENGENDALIANNYA
Pengelolaan piutang yang timbul dari aktivitas utama
biasanya mempunyai sejumlah persoalan penting.
1. Persoalan pertama adalah penetapan kebijakan
pemberian pinjaman ataupun penetapan perjanjian
yang berakibat pada munculnya piutang.
2. Persoalan kedua menyangkut cara penanganan

piutang
sebaik-baiknya
demi
kesinambungan
hubungan baik dengan para debitur.
3. Pada institusi pemerintahan, pengelolaan piutang
muncul dari berbagai transaksi penyelenggaraan
kegiatan kenegaraan, diantaranya: kegiatan sektor
perbankan, kegiatan perpajakan, kegiatan sektor
kehutanan,
kegiatan
sektor
kesehatan,
dan
sebagainya.

PADA DASARNYA,
PENGELOLAAN PIUTANG MELIPUTI
TIGA TAHAP :


• Tahap
pertama
menyangkut
kondisi-kondisi
yang
menyebabkan
timbulnya
piutang.
• Tahap kedua ialah mengenai
administrasi
dan
pengorganisasian piutang.
• Tahap
terakhir
menyangkut
rangkaian kegiatan pelunasan
piutang.

PRINSIP-PRINSIP PENGENDALIAN YANG DAPAT
DILAKUKAN ATAS TIMBULNYA PIUTANG


• Reviu oleh pejabat yang
independen serta prosedur
persetujuan kredit.
• Penentuan tersedianya produk
(barang/jasa).
• Otorisasi mengenai harga (nilai
kontrak) dan syarat-syarat
penjualan/pemberian jasa.
• Penggunaan salinan dokumendokumen disesuaikan dengan

TAHAP ADMINISTRASI PIUTANG
Administrasi piutang dilakukan mulai saat
timbulnya piutang dan diteruskan dengan
pengurusan piutang hingga piutang tersebut
dibayar atau dihapuskan. Pengadministrasi
yang baik terhadap piutang akan sangat
menentukan pengelolaan piutang itu sendiri
oleh institusi yang terkait. Hal ini juga akan
berpengaruh

pada
kegiatan
pemantauan
tanggal-tanggal jatuh tempo piutang dan
pelaksanaan penagihannya. Pembuatan sistem
dan
prosedur
yang
memadai
dalam
pengadministrasian piutang merupakan upaya
mempermudah pengelolaan piutang itu sendiri.

Prinsip-prinsip pengendalian pada
tahap Administrasi Piutang meliputi:
• Penyelenggaraan
catatancatatan perkiraan piutang secara
independen
• Pencatatan yang mutakhir dari
perkiraan piutang

• Pelaporan yang memadai dan
segera
• Pemberitahuan berkala kepada
Penanggung Hutang (debitur).

TAHAP PELUNASAN PIUTANG
Berkurang atau hapusnya piutang dapat
disebabkan oleh hal-hal :

• Adanya pelunasan piutang.
• Penghapusan piutang karena tak dapat
ditagih
• Adanya retur barang atau pembatalan
perjanjian.

Pengertian Piutang Negara







Samsul Chorib, dkk (2006) mengungkapkan bahwa
pengertian piutang Negara dapat ditemukan pada dua
buah undang-undang yang saat ini masih berlaku, yaitu
Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang
Panitia Urusan Piutang Negara dan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang
Nomor
49
Prp.
Tahun
1960
mendefinisikan piutang negara atau hutang kepada
negara sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada
negara atau badan-badan yang baik secara langsung
atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan
suatu peraturan, perjanjian, atau sebab apapun.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mendefinisikan

piutang negara sebagai jumlah uang yang wajib dibayar
kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah
Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya

JENIS-JENIS

PIUTANG NEGARA

Ditinjau dari kegiatan yang mengakibatkan muncul
piutang bagi negara, terdapat dua jenis piutang yang
menjadi bagian dalam piutang negara, yaitu Piutang
Negara Perbankan (PNP) dan Piutang Negara Non
Perbankan (PNNP)
PIUTANG NEGARA PERBANKAN
Piutang yang timbul dari pelaksanaan kegiatan
perbankan yang dilakukan oleh bank-bank pemerintah
maupun oleh bank-bank swasta yang mendapatkan
dana tertentu dari pemerintah (bank sentral). Piutang
jenis ini biasanya berupa kredit macet bank-bank
pemerintah dan penunggakan pengembalian bantuan
dana (kredit) likuiditas kepada bank sentral.
PIUTANG NEGARA NON PERBANKAN
Piutang
yang
menjadi
beban
negara
untuk
menagihnya yang berasal dari transaksi- transaksi
yang dilakukan institusi pemerintah selain perbankan.
Piutang jenis ini berasal dari operasionalisasi
perusahaan negara (BUMN dan BUMD), kewajiban

KERANGKA UMUM PENGELOLAAN/PENGURUSAN
PIUTANG NEGARA
Pengelolaan keuangan negara dalam rangka
mewujudkan tujuan bernegara dapat menimbulkan
hak Pemerintah Pusat/Daerah. Di antara hak
pemerintah tersebut termasuk didalamnya adalah
piutang negara/daerah. Piutang-piutang tersebut
perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan
keuangan negara dengan melaksanakan kaidahkaidah administrasi keuangan negara, terutama
yang mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas,
profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan
dalam pengelolaan keuangan negara. Prinsipprinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip
utama
dalam
Corporate
Governance
yaitu
transparansi,
akuntabilitas,
fairness,
responsibilitas, dan responsivitas.

UPAYA PERCEPATAN DAN EFEKTIVITAS PENGURUSAN PIUTANG
NEGARA TERSEBUT MEMILIKI TUJUAN MASING-MASING, YANG
BILA
DICERMATI
KEDUANYA
BERMUARA
PADA
UPAYA
PENYELAMATAN KEUANGAN NEGARA

Tujuan tersebut adalah :
• Upaya percepatan proses pengurusan negara
ditujukan untuk efisiensi sumber daya yang
digunakan, seperti waktu, biaya, dan tenaga.
Efisiensi tersebut tidak lain adalah bagian dari
upaya penghematan keuangan negara, yang
pada gilirannya dapat diartikan sebagai salah
satu bentuk penyelamatan keuangan negara.
• Upaya peningkatan efektivitas pengurusan
piutang negara ditujukan untuk memaksimalkan
hasil pengurusan piutang negara. Semakin
maksimal hasil pengurusan yang diperoleh,
maka semakin banyak kekayaan negara yang
diselamatkan dari piutang macet.

INSTITUSI YANG DAPAT MELAKUKAN
PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

Pengadilan Negeri
Kejaksaan
Badan Arbitrase
Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN)
 Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)





ATURAN MAIN YANG MASIH BERLAKU TERSEBUT MENENTUKAN BATAS
YURISDIKSI UNTUK SETIAP BADAN PERADILAN. KHUSUS MENGENAI
PERMASALAHAN SENGKETA PERKREDITAN, YURISDIKSI TERMASUK
KEWENANGAN LINGKUNGAN PERADILAN UMUM, SEHINGGA BADAN
PERADILAN YANG SECARA RESMI BERTUGAS MENYELESAIKAN KREDIT
MACET BILA DISENGKETAKAN ADALAH

NEGERI

PENGADILAN

PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT MACET DAPAT DISELESAIKAN
MELALUI PERADILAN UMUM DENGAN BEBERAPA CARA, YAITU :

 Pemilik Piutang menggugat nasabah karena
telah melakukan wanprestasi atas perjanjian
kredit yang telah disepakati. Pemilik Piutang
(Kreditur) dapat menggugat debitur yang
melakukan
wanprestasi
dengan
tidak
membayar hutang pokok maupun bunga ke
Pengadilan Negeri.
 Pemilik
Piutang
meminta
penetapan
Pengadilan Negeri tentang sita eksekusi
terhadap barang agunan debitur yang telah
diikat secara sempurna.
 Pemilik Piutang bersama dengan satu atau
lebih kreditur lain yang memiliki tagihan
kepada debitur yang sama mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Niaga (yang
berada dalam lingkungan peradilan umum),

TERMINOLOGI YANG DIGUNAKAN DI BAWAH INI
MENGACU PADA KETENTUAN YANG TERTUANG
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 49 PRP TAHUN
1960 
Penyerah Piutang (Kreditur)
Penyerah piutang atau kreditur adalah instansi
pemerintah badan negara baik tingkat pusat
maupun tingkat daerah termasuk pemerintah daerah
dan badan usaha yang jumlah saham atau modalnya
dimiliki badan usaha milik negara/daerah seusai
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
wajib menyerahkan pengurusan piutang macetnya
kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

PEMILIK PIUTANG NEGARA BERDASARKAN
PASAL 8 UNDANG-UNDANG NOMOR 49 PRP. TAHUN 1960

• Pemerintah
Pusat,
seperti
Departemen,
Lembaga
Negara
Non
Departemen,
Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara, dan
Sekretariat Lembaga Tinggi Negara;
• Pemerintah Daerah, baik Provinsi, Kabupaten,
maupun Kota; dan
• Badan-badan yang secara langsung dikuasai
oleh negara, seperti BUMN dan BUMD; dan
• Badan-badan yang secara tidak langsung
dikuasai
oleh
negara,
seperti
anak
perusahaan
(subsidiary)
BUMN/BUMD
(misalnya PT. Telkomsel yang merupakan
anak perusahaan PT. TELKOM (Persero).

Gambaran Umum Pengurusan Piutang Negara
oleh Departemen Keuangan RI

Penyerahan Pengurusan
Piutang Negara
• Penyerahan pengurusan piutang negara wajib
dilakukan oleh para Penyerah Piutang, yang
menurut Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun
1960 adalah Instansi- Instansi Pemerintah
atau Badan-Badan yang kekayaannya baik
secara langsung atau tidak langsung dikuasai
Negara. Penyerahan pengurusan tersebut
disampaikan Penyerah Piutang secara tertulis
kepada PUPN Cabang melalui KP2LN yang
wilayah kerjanya merupakan bagian dari
wilayah kerja PUPN Cabang yang bersangkutan.

Hak eksekutorial yang dimiliki pemerintah
didasarkan pada:
1. Persetujuan, bila proses penyelesaian kerugian
negara ditempuh melalui Penyelesaian Damai
dengan membuat dan menandatangani SKTM.
2. Putusan Pembebanan Ganti Rugi yang
ditetapkan Menteri/Ketua Lembaga bahkan sampai
putusan tingkat banding oleh Presiden, dalam hal
yang dituntut mengganti kerugian negara adalah
pegawai negeri.
3. Putusan Pembebanan yang ditetapkan BPK, bila
yang diwajibkan mengganti kekurangan
perbendaharaan adalah Bendahara.
4. Putusan Hakim Perdata, bila yang merugikan
negara adalah pihak III.
5. Putusan Hakim Pidana, bila dalam kasus tersebut
terdapat unsur pidana.

Dasar Penagihan Piutang Negara
• Piutang negara yang terjadi melalui proses
penyelesaian damai
Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTM)
merupakan dasar hukum utama untuk melakukan
penagihan. SKTM yang telah ditandatangani di atas
materai yang cukup di hadapan pejabat atasannya
serendah-rendahnya eselon III, mengikat semua pihak.
Pihak yang membuat dan menandatangani SKTM,
wajib melaksanakan janji yang telah dibuatnya sendiri.
Apalagi yang bersangkutan tidak melaksanakan janji
tersebut kepadanya akan langsung dikenakan
pembebanan tanpa harus diberitahukan terlebih dahulu

LANJUTAN…
• Piutang Negara yang terjadi karena dilaksanakan
proses TGR/TP
1. Dasar hukum pelaksanaan penagihan.
a) Surat
Putusan
Pembebanan
yang
ditetapkan
Menteri/Ketua Lembaga, bila:
b) Surat
Putusan
Pembebanan
untuk
mengganti
kekurangan perbendaharaan
2. Pelaksanaan Putusan Pembebanan mengganti kerugian
negara (TGR/TP).
Hak eksekutorial pemerintah untuk menagih kembali
atas kerugian yang diderita negara setelah ada kepastian
hukum putusan tersebut. Hak eksekutorial dilaksanakan
oleh Menteri/Ketua Lembaga yang bagian anggarannya
dirugikan. Yaitu dilaksanakan dengan cara, Menteri/Ketua
Lembaga yang bagian anggarannya dirugikan minta
kepada Direktur Jenderal Anggaran (saat adalah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan), agar terhadap

Tata Cara Penyelesaian
• Berdasarkan pasal 8 Undang-undang Nomor
49 Tahun 1960, piutang negara yang tidak
dibayar oleh penanggung hutang tepat pada
waktunya, pada tingkat pertama penagihan
dilakukan oleh instansi atau badan hukum
yang bersangkutan, menurut peraturanperaturan yang berlaku pada instansi
tersebut; tetapi bila telah terjadi cidera janji,
maka proses penagihannya wajib diserahkan
kepada DJPLN (saat ini adalah Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara).

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG
NEGARA/DAERAH
• Pengelolaan Piutang Negara/Daerah yang
menganut
prinsip-prinsip pemerintahan
yang baik, juga mengikuti sistem akuntansi
sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku.
• Piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan
secara
bersyarat
atau
mutlak
dari
pembukuan
Pemerintah
Pusat/Daerah,
kecuali mengenai Piutang Negara/Daerah yang
cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam
Undang-Undang,
misalnya piutang pajak.
Penghapusan Secara Bersyarat dilakukan dengan
menghapuskan Piutang Negara/Daerah dari
pembukuan Pemerintah Pusat/ Daerah tanpa
menghapuskan
hak
tagih
Negara/Daerah.
Penghapusan Secara Mutlak dilakukan dengan

Piutang Negara Yang Bersumber Dari Penerusan
Pinjaman Luar Negeri/Rekening Dana
Investasi/Rekening Pembangunan Daerah

• Pengelolaan Piutang
Negara/Daerah yang menganut
prinsip-prinsip pemerintahan
yang baik, juga mengikuti sistem
akuntansi sesuai standar
akuntansi keuangan yang
berlaku

Optimalisasi Penyelesaian Piutang Negara
Upaya optimalisasi Piutang Negara ini,
dilakukan terhadap penanggung utang yang:
 Kegiatan usahanya melaksanakan pelayanan
umum di sektor yang berhubungan dengan
kebutuhan dasar masyarakat, misalnya:
pelayanan di sektor air minum dan
kebersihan/ persampahan;
 Melaksanakan pelayanan yang mempunyai
keterkaitan dengan kepentingan Daerah;
 Mengalami kesulitan keuangan di dalam
memenuhi kewajiban pinjaman sehingga
mempengaruhi kelangsungan usahanya.

PENGHAPUSAN PIUTANG PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH

• Penghapusan
Secara
Bersyarat
dan
Penghapusan Secara Mutlak atas piutang
Perusahaan Negara/Daerah (termasuk
dalam pengertian ini adalah badan usaha
yang dimiliki negara/daerah dan berbentuk
Perseroan atau Perusahaan Umum) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tata cara Penghapusan
Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara
Mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah
yang
pengurusan
piutangnya
diserahkan
kepada PUPN, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

LANJUTAN
LANJUTAN

KESIMPULAN

Ditinjau dari kegiatan yang mengakibatkan muncul piutang
bagi negara, terdapat dua jenis piutang yang menjadi bagian
dalam piutang negara, yaitu (a) Piutang Negara Perbankan
(PNP) dan (b) Piutang Negara Non Perbankan (PNNP).
Berdasarkan standar akuntansi, dalam pengelolaan piutang
dimungkinkan adanya penghapusan piutang dari pembukuan
dengan tidak menghapuskan hak tagih Negara (didefinisikan
sebagai penghapusbukuan secara bersyarat). Piutangpiutang yang telah dihapuskan secara bersyarat dari
pembukuan tersebut, tetap dikelola dan diupayakan
penyelesaiannya. Dalam hal upaya-upaya penyelesaian
tersebut tidak berhasil, dan kewajiban Penanggung Hutang
tetap tidak terselesaikan, serta diperoleh keterangan dari
Pejabat yang berwenang bahwa Penanggung Hutang yang
bersangkutan tidak mempunyai kemampuan lagi untuk
menyelesaikan
hutangnya,
dimungkinkan
dilaksanakan
penghapusan hak tagih Negara (didefinisikan sebagai
penghapusbukuan secara mutlak). Piutang Negara/Daerah
dapat dihapuskan secara bersyarat atau mutlak dari
pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah, kecuali mengenai
Piutang Negara/Daerah yang cara penyelesaiannya diatur
tersendiri dalam Undang-Undang, misalnya piutang pajak.

KESIMPULAN
Pada prinsipnya mengelola piutang harus sama
dengan
mengelola
hutang.
Bila
dalam
pengelolaan hutang, entitas mesti benar-benar
menjaga tangal jatuh tempo (due date) untuk
mempertahankan predikat patuh bayar hutang,
maka
dalam
pengelolaan
piutang
pun
semestinya dilakukan hal yang sama. Entitas
harus selalu memperhatikan saat-saat hak
penagihan
piutang
jatuh
tempo.
Namun
demikian, hal tersebut tetap diikuti dengan
peningkatan pelayanan kepada para debitur
(penanggung hutang) sebagaimana layaknya
kita memperlakukan kreditur. Menagih piutang
dengan cara yang sesuai dengan aturan,
proporsional, tepat waktu, dan berorientasi
pada meningkatnya kemampuan debitur adalah
hal yang patut dikembangkan.