Identifikasi Keunggulan Komparatif dan kompe
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat e yelesaika pe yusu a tugas akhir ya g erjudul Identifikasi Keunggulan Komparatif dan
Kompetitif Sebagai Strategi Pengembangan Kabupaten Sampang ”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian tugas Metodelogi Penelitian ini, khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. selaku dosen pengajar dan pembimbing di matakuliah Perencanaan Wilayah.
2. Vely Kukinul Siswanto, ST,MT,MSc. selaku dosen pengajar matakuliah Perencanaan Wilayah.
Penulis mengharapkan dapat memberikan berbagai informasi dan data yang bermanfaat bagi perkembangan wilayah dan kota khususnya yang berhubungan dengan mata kuliah Perencanaan Wilayah.
Surabaya, 25 Mei 2015
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan wilayah merupakan perencanaan yang ruang lingkupnya di delineasi sesuai dengan kebutuhan pembangunan atau pengembangan. Menurut Glasson perencanaan wilayah mencakup sebuah benua atau hanya sebesar sebuah kota [CITATION: John Glasson, 2006, Regional Development]. Perencanaan wilayah pada umumnya mengkonsentrasikan diri pada bidang perencanaan ekonomi-sosial wilayah yang lazim disebut perencanaan pembangunan ekonomi wilayah dan perencanaan tata ruang wilayah dari tingkat nasional hingga tingkat kecamatan atau desa ditambah dengan beberapa perencanaan khusus seperti perencanaan permukiman dan perencanaan transportasi (Tarigan, R., 2009).
Perencanaan wilayah biasanya dilakukan untuk mencapai kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan melakukan berbagai pertimbangan dengan menyesuaikan kondisi wilayah yang direncanakan. Pertimbangan yang diberikan dalam pengembangan wilayah menghasilkan arahan pengembangan wilayah dan pendekatan pengembangan wilayah. Basis pengembangan wilayah terbagi atas pengembangan berbasis ekonomi, teknologi, lingkungan, isu global, dan lain sebagainya. Basis pengembangan wilayah tersebutlah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan wilayah.
Ekonomi merupakan salah satu basis pengembangan wilayah yang cukup sering digunakan. Hal ini dikarenakan setiap wilayah dianggap memiliki potensi yang mempunyai nilai ekonomi sehingga setiap wilayah pasti mempunyai daya saing atau keunggulan. Keunggulan yang dimaksud merupakan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dimana keduanya merupakan faktor penentu dalam pengembangan suatu wilayah.
Kabupaten Sampang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan Laporan Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial tahun 2010, Kabupaten Sampang merupakan kabupaten yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang paling lambat diantara kabupaten- kabupaten lainnya di Pulau Madura. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sampang pada tahun 2010 sebesar 5,33 persen, sedangkan Kabupaten Sampang sebesar 5,44 persen, Kabupaten Sumenep sebesar 5,73 persen, dan Kabupaten Pamekasan sebesar 5,84 persen (BPS Provinsi Jawa Timur). Untuk itu diperlukan suatu konsep pengembangan wilayah berbasis ekonomi Kabupaten Sampang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan Laporan Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial tahun 2010, Kabupaten Sampang merupakan kabupaten yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang paling lambat diantara kabupaten- kabupaten lainnya di Pulau Madura. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sampang pada tahun 2010 sebesar 5,33 persen, sedangkan Kabupaten Sampang sebesar 5,44 persen, Kabupaten Sumenep sebesar 5,73 persen, dan Kabupaten Pamekasan sebesar 5,84 persen (BPS Provinsi Jawa Timur). Untuk itu diperlukan suatu konsep pengembangan wilayah berbasis ekonomi
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui gambaran umum permasalahan pengembangan wilayah di Kabupaten Sampang
2. Menganalisa keunggulan komparatif & kompetitif Kabupaten Sampang
3. Memberikan rekomendasi konsep pengembangan wilayah pada Kabupaten Sampang
1.3 Sistematika Pembahasan
BAB I Pendahuluan BAB I berisi latar belakang penulisan makalah, tujuan serta sistematikan pembahasan yang digunakan pada bab selanjutnya. BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II berisi review literature terkait dengan pembahasan yang akan dipaparkan pada bab- bab selanjutnya meliputi konsep keunggulan komparatif dan kompetitif. BAB III Gambaran Umum
BAB III berisi gambaran umum Kabupaten Sampang terkait dengan aspek kondisi geografi, kependudukan, social, ekonomi, infrastruktur serta kegiatan industri. BAB IV Analisa dan Strategi
BAB IV berisi analisis keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki Kabupaten Sampang sebagai bahan perumusan strategi pengembangan. BAB V Penutup
BAB V berisi kesimpulan dari substansi pembahasan makalah terkait dengan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki Kabupaten Sampang serta rekomendasi pengembangannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keunggulan Komparatif
2.1.1 Konsep Keunggulan Komparatif
Konsep perdagangan bebas pertama kali dirumuskan oleh Adam Smith yang kemudian dikembangkan oleh David Ricardo pada tahun 1887 (Pressman, 1999). Masa itu adalah zaman negara- negara Eropa melakukan penjajahan dan ahli-ahli ekonomi di Negara tersebut sedang berdebat sengit antara pro dan kontra tentang peran pemerintah dalam perdagangan. Ricardo adalah salah seorang ekonom yang tidak menyetujui kebijakan pemerintah dalam pembatasan perdagangan. Menurut Ricardo, alasan utama yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan keunggulan komaparatif relatif antar Negara dalam menghasilkan suatu komoditas.
Suatu Negara akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan sumber daya (Lindert and Kindleberger, 1983). Perdagangan internasional semacam itu akan mendorong peningkatan konsumsi dan keuntungan. Sebaliknya kebijakan pembatasan perdagangan oleh pemerintah justru memberikan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dalam negeri dibandingkan manfaat yang diperoleh.
Gambar 1 : David Ricardo
Sumber: www.google.com
Berdasarkan hal-hal di atas, munculnya Teori Keunggulan Komparatif yang digagas oleh David Ricardo. Keunggulan komparatif ini oleh Ricardo dan Viner disebabkan oleh adanya perbedaan dalam kepemilikan atas faktor-faktor produksi seperti: sumber daya alam, modal, tenaga kerja dan kemampuan dalam penguasaan teknologi(Anderson,1995:71-73). Adapun asumsi yang dikemukakan oleh David Ricardo adalah sebagai berikut :
1. Hanya ada 2 negara yang melakukan perdagangan internasional.
2. Hanya ada 2 barang (komoditi) yang diperdagangkan.
3. Masing-masing negara hanya mempunyai 1 faktor produksi (tenaga kerja)
4. “kala produksi ersifat constant return to scale , artinya harga relative barang-barang tersebut adalah sama pada berbagai kondisi produksi.
5. Berlaku labor theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu barang (komoditi) dapat dihitung dari jumlah waktu (jam kerja) tenaga kerja yang dipakai dalam memproduksi barang tersebut.
6. Tidak memperhitungkan biaya pengangkutan dan lain-lain dalam pemasaran. Melalui spesialisasi sesuai dengan keungggulan komparatifnya, maka jumlah produksi yang dihasilkan bisa jauh lebih besar dengan biaya yang lebih murah dan pada akhirnya bisa mencapai skala ekonomi yang diharapkan. Pemikiran ini kemudian berkembang bahwa akan lebih menguntungkan jika arus perdagangan antara negara dibebaskan, tidak terhambat oleh kebijakan atau peraturan negara baik berupa proteksi, tarif maupun non-tarif seperti pada penjelasan paragraph di atas.
Berdasarkan pemikiran ini, dirumuskan aturan perdagangan multilateral yang kemudian menjadi satu produk hukum internasional. Namun demikian negara-negara tersebut akan terikat dengan kepentingan nasionalnya yang menurut Morgenthau merujuk pada hal-hal yang dianggap penting bagi suatu negara, sehingga merujuk pada sasaran-sasaran politik, ekonomi, atau social yang ingin dicapai suatu negara.(Viooti,1993:584). Sehingga negara perlu memberikan prioritasnya yang diformulasikan dalam sasaran dan indikator bagi tercapainya kepentingan tersebut.
Untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya suatu negara harus memanfaatkan keunggulan komperatif guna meraih peluang dan mengurangi atau meniadakan kendala yang timbul sebagai konsekuensi logisnya. Keunggulan komparatif yang harus dimiliki suatu negara untuk dapat memenangkan dan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional antara lain
1. Jumlah tenaga kerja yang relatif banyak.
2. Sumber daya alam yang melimpah.
3. Sumber modal yang besar.
4. Kemampuan dan penguasaan ilmu pengetahuan teknologi yang tinggi
5. Letak geografis yang cukup strategis.
6. Potensi pasar domestic/ dalam negeri yang cukup besar.
7. Jumlah pengusaha kecil, menengah dan koperasi yang besar.
8. Sektor agrobisnis yang mengandalkan lahan produktif yang luas.
2.1.2 Upaya Optimasi Keunggulan Komparatif di Indonesia
Pemerintah perlu mengoptimalkan keunggulan komparatif Indonesia untuk menumbuh kembangkan industri berbasis sumber daya lokal yang berdaya saing tinggi di pasar internasional. Kecepatan dan ketepatan pemerintah mengidentifikasi industri yang kompetitif dan memfasilitasi perkembangannya dapat memacu pertumbuhan jangka panjang ekonomi nasional.
Kepala Ekonom Bank Dunia Justin Yifu Lin menyampaikan hal itu di Jakarta, Selasa (28/6), saat bertemu Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, pengusaha, dan Komite Ekonomi Nasional dalam kunjungan dua hari di Indonesia.Indonesia dapat menjadi pusat pertumbuhan besar tahun 2025. Bahkan, Indonesia diprediksi menjadi salah satu dari enam negara dengan kontribusi separuh pertumbuhan ekonomi global.
Akan tetapi, sebelum mencapai titik tersebut, pemerintah harus lebih intens membenahi upaya dala e apai target ya g di uat dala sektor de ga keu tu ga ko paratif itu. I do esia adalah negara dengan banyak keuntungan, misalnya, sumber daya alam, angkatan kerja berpendidikan yang besar, sektor swasta yang bergairah, dan pasar domestik yang besar. Kemampuan
Indonesia membangun industri otomotif adalah contoh keberhasilan Indonesia mengelola potensinya sehi gga isa e gekspor ke egara lai , ujar ya.
Contoh lainnya adalah Indonesia mengimpor kapas dari Amerika Serikat untuk diproduksi menjadi tekstil dan produk tekstil. Produk tersebut kemudian diekspor kembali ke Amerika Serikat. Angkatan kerja yang besar menjadikan Indonesia memiliki keunggulan komparatif di industri padat
karya. Pe eri tah perlu e e ahi er agai persoala ya g menyelimuti iklim investasi industri padat karya untuk mengembangkan industri lokal, menjaga pertumbuhan pendapatan, dan
e gura gi ke iski a , ujar Justi . I do esia adalah egara de ga er agai keu ggula , di antaranya angkatan kerja yang besar dan cukup terdidik, komunitas bisnis yang dinamis, dan secara geografis dekat dengan beberapa sentra pertumbuhan. Industri otomotif adalah contoh baik
agai a a se ua keu ggula terse ut ke udia e duku g satu sektor ya g tepat, kata Justi . Me gikuti keu ggulan komparatif adalah cara terbaik untuk memperluas industri lokal,
e pertaha ka pertu uha pe dapata , da e gura gi ke iski a , kata ya HAM .
2.1.3 Kelemahan Teori Keunggulan Komparatif
Beberapa kelemahan teori klasik comparative advantage :
1. Dalam penerapannya dapat menimbulkan ketergantungan dari Negara Dunia Ketiga terhadap negara-negara maju karena keterbelakangan teknologi. Fakta lain, saat ini negara-negara maju pun bisa membuat sendiri apa yang menjadi spesialisasi negara berkembang.
2. Akibat perbedaan fungsi produksi (tenaga kerja) menimbulkan perbedaan produktivitas ataupun perbedaan efisiensi diantara Negara-negara sehingga terjadilah perbedaan harga.
3. Perdagangan internasional tidak akan terjadi jika faktor produksi atau efisiensi di kedua negara sama karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama pula di kedua negara. Kenyataannya, walaupun fungsi faktor produsi sama di kedua negara, ternyata harga barang sejenis dapat berbeda, sehingga perdagangan internasional tetap dapat terjadi. Dalam hal ini teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa dapat terjadi perbedaan harga diantara kedua negara walaupun fungsi faktor produksi sama.
4. Teori modern dari Heckscher - Ohlin dapat menjelaskan mengapa perdagangan internasional tetap dapat terjadi walau terdapat kesamaan dalam faktor produksi diantara kedua negara.
2.2 Teori Keunggulan Kompetitif
2.2.1 Konsep Keunggulan Kompetitif
Teori Porter tentang daya saing nasional berangkat dari keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang menjelaskan tentang keunggulan komparative tidak mencukupi, atau bahkan tidak tepat. Menurut Porter, suatu negara memperoleh keunggulan daya saing / competitive advantage (CA) jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Perusahaan memperoleh (CA) karena tekanan dan tantangan. Perusahaan menerima manfaat dari adanya persaingan di pasar domestik, supplier domestik yang agresif, serta pasar lokal yang memiliki permintaan tinggi. Perbedaaan dalam nilai-nilai nasional, budaya, struktur ekonomi, institusi, dan sejarah semuanya memberi kontribusi pada keberhasilan dalam persaingan. Perusahaan menjadi kompetitif melalui inovasi yang dapat meliputi peningkatan teknis proses produksi atau kualitas produk. Selanjutnya Porter mengajukan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat determinan (faktor – faktor yang menentukan) National Competitive Advantage (NCA). Empat atribut ini adalah: factor conditions, demand conditions, related and supporting industries, dan firm strategy, structure, and rivalry.
Michael Porter dalam teorinya menggambarkan bagaimana sebuah bisnis dapat membangun keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Keunggulan kompetitif adalah kemampuan sebuah perusahaan dalam memberi nilai tambah pada produk yang ditawarkan kepada konsumennya, lebih dari yang ditawarkan produk lain atau dari yang ditawarkan oleh kompetitornya.
Gambar 2 : Michael Porter
Sumber: www.google.com
Berikut pendapat para pakar mengenai Teori Keunggulan Kompetitif sebagai berikut :
1. Setiawan, 2006 Keunggulan kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebauh organisasi untuk memformulakan strategi yang menempatkan pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya.
2. KBBI Keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat persaingan.
3. Tangkilisan (dalam bukunya Strategi Keunggulan Pelayanan Publik Manajemen SDM, 2003) Keunggulan Kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan Kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya.
2.2.2 Sumber-Sumber Keunggulan Kompetitif
Ada empat tahapan dan ciri-ciri proses pengembangan menurut Porter, sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini :
Tabel 1 : Tahap-Tahap dari Pembangunan Kompetitif Nasional
Penggerak
Contoh-Contoh Pembangunan
Sumber Keunggulan Kompetitif
Kanada, Australia, Kondisi-kondisi Faktor SDA, lokasi, geografis, tenaga kerja tidak
Faktor-faktor produksi dasar (seperti,
Singapura, Korea Selatan
terampil)
sebelum tahun 1990
Investasi dalam peralatan modal, dan transfer teknologi dari luar negeri, juga
Jepang selama tahun
Investasi
diperlukan adanya dan konsensus
1960-an. Korea Selatan
nasional yang lebih memilih investasi
selama tahun 1980-an.
daripada konsumsi
Jepang sejak akhir tahun 1970-an; Italia sejak awal
Keempat determinan keunggulan
tahun 1970-an; Swedia
Inovasi
nasional semuanya berinteraksi untuk
dan Jerman selama
menggerakkan penciptaan teknologi baru
kebanyakan periode pasca perang.
Tekanan pada pengelolaan kekayaan yang ada menyebabkan berbaliknya dinamika berlian. Keunggulan kompetitif
Inggris selama periode
terkikis karena inovasi
pasca-prerang, AS, Swiss,
Kekayaan
tertekan, investasi dalam faktor-faktor
Swedia, dan Jerman sejak
yang maju menjadi lamban, persaingan
tahun 1980.
menurun, dan motivasi perorangan melemah.
Su ber: ‘obert M. Gra t, “Porter s Co petitive Adva tage of Natio s : A Assess e t,
“Strategic Management Journal, 12(1991), Table 1, p. 540.
Menurut pandangan Porter, kekayaan nasional terkait erat dengan pe i gkata keu ggula kompetitif. Pada awalnya suatu bangsa mencoba mengeksploitasi kondisi-kondisi faktor-faktornya untuk mendorong laju pembangunannya. Pada tahap berikutnya bangsa tersebut mulai menarik teknologi asing dan mengadakan investasi dalam peralatan modal, sambil mendorong lebih banyak tabungan. Industri-industri yang padat karya dan padat sumber daya diganti oleh industri yang lebih intensif teknologi. Perusahaan yang paling berhasil mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih Menurut pandangan Porter, kekayaan nasional terkait erat dengan pe i gkata keu ggula kompetitif. Pada awalnya suatu bangsa mencoba mengeksploitasi kondisi-kondisi faktor-faktornya untuk mendorong laju pembangunannya. Pada tahap berikutnya bangsa tersebut mulai menarik teknologi asing dan mengadakan investasi dalam peralatan modal, sambil mendorong lebih banyak tabungan. Industri-industri yang padat karya dan padat sumber daya diganti oleh industri yang lebih intensif teknologi. Perusahaan yang paling berhasil mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih
Pada tahap lebih lanjut bangsa tersebut beralih ke inovasi sebagai pengendali utama kekayaan nasionalnya. Apabila berhasil, bangsa tersebut akan bergerak ke tahap berikutnya lagi yang ditandai oleh upaya untuk mengelola dan memelihara kekayaan yang ada. Kegiatan investasi dan inovasinya bisa mengendur dan keunggulan kompetitif bangsa tersebut mulai terkikis.
Daya saing nasional ini tidak terlepas dari daya saing perusahaan-perusahaan atau industri yang ada di dalam negara atau wilayah yang bersangkutan dalam berkompetisi dan menggerakkan kegiatan ekonominya. Kompetisi dalam suatu industri ditentukan oleh struktur dari masing-masing industri. Struktur industri mengarah pada hubungan antara lima kekuatan yang mengendalikan perilaku perusahaan dalam berkompetisi di suatu industri. Bagaimana perusahaan berkompetisi dengan industri lainnya secara langsung berhubungan dengan lima kunci kekuatan yang dikembangkan oleh Michael Porter sebagai berikut :
a. Ancaman Pendatang Baru dalam Industri
Profitabilitas perusahaan cenderung tinggi ketika perusahaan lainnya terhalangi untuk memasuki industri. Pendatang baru dapat mengurangi profitabilitas industri karena mereka menambah jumlah produksi dan dapat secara substansial mengikis posisi keberadaan pasar yang sudah ada. Oleh karena itu, untuk mengurangi pendatang baru, perusahaan yang ada dapat membangun halangan untuk memasuki industri, yakni dalam bentuk : (1) persyaratan modal untuk masuk dalam industri, (2) skala ekonomi industri yang ada saat ini, (3) diferensiasi produk yang dilakukan oleh industri yang ada saat ini, (4) biaya pengganti untuk mempengaruhi pembeli beralih dari industri yang ada saat ini, (5) indentitas merek dari produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yanga ada saat ini di benak konsumen, (6) Ketersediaan akses untuk saluran distribusi, (7) Keyakinan untuk mendapatkan kemanfaatan yang berlanjut dari produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen oleh industri yang ada saat ini.
b. Posisi Tawar Pelanggan
Pelanggan produk atau jasa suatu industri dapat menekan perusahaan yang ada untuk mendapatkan harga yang rendah atau pelayanan yang lebih baik dari penyedia (industri) apabila : (1) pelanggan memiliki pengetahuan yang baik tentang kualitas produk dan memiliki informasi yang cukup mengenai produk atau jasa yang ditawarkan sehingga dapat mengevaluasi produk atau jasa tersebut dengan penjual lainnya. (2) Ukuran pembelian yang dilakukan oleh pelanggan (banyaknya uang yang digunakan pelanggan untuk membeli produk Pelanggan produk atau jasa suatu industri dapat menekan perusahaan yang ada untuk mendapatkan harga yang rendah atau pelayanan yang lebih baik dari penyedia (industri) apabila : (1) pelanggan memiliki pengetahuan yang baik tentang kualitas produk dan memiliki informasi yang cukup mengenai produk atau jasa yang ditawarkan sehingga dapat mengevaluasi produk atau jasa tersebut dengan penjual lainnya. (2) Ukuran pembelian yang dilakukan oleh pelanggan (banyaknya uang yang digunakan pelanggan untuk membeli produk
c. Posisi Tawar Pemasok (supplier)
Pemasok dapat mempengaruhi posisi tawar apabila: (1) produk mereka krusial (penting) bagi pelanggan, (2) mereka dapat memasang harga tinggi untuk biaya penggantian (peralihan ke pemasok lain), (3) Mereka lebih terkonsentrasi dariapada jumlah pelanggan. Pemasok juga memiliki posisi tawar yang tinggi ketika dengan mudah mereka dapat masuk ke dalam industri dimana mereka biasanya memasok produk atau jasa mereka (membuat industri untuk menjual produk yang dihasilkannya sendiri).
d. Intensitas Persaingan Antara Perusahaan dalam Industri
Tingkat persaingan antar perusahaan yang sudah ada saat ini adalah determinan penting ketertarikan industri dan profitabilitas. Intensitas persaingan dapat mempengaruhi biaya pasokan, distribusi dan ketertarikan pelanggan, dan kemudian secara langsung mempengaruhi profitabilitas. Persaingan antar perusahaan cenderung saling mematikan dan profitabilitas industri rendah apabila: (1) Tidak adanya pemimpin yang jelas dalam pasar (keseimbangan kekuatan antara perusahaan dalam pasar), sehingga dapat terjadinya perang harga antara industri yang satu dengan yang lainnya, (2) jumlah pesaing yang terlalu banyak, (3) Pesaing beroperasi dengan biaya tetap yang tinggi yang dapat memberikan motivasi untuk memaksimalkan kapasitas mereka dan cenderung memotong harga ketika mereka memiliki kelebihan kapasitas. (4) Sulitnya untuk keluar dari industri, (5) pesaing memiliki sedikit peluang untuk bisa melakukan diferensiasi produk, (6) Pertumbuhan penjualan yang rendah sehingga tingkat persaingan untuk merebut pasar sangat tinggi.
e. Potensi untuk Produk atau Jasa Pengganti Untuk memprediksi tingkat keuntungan, perusahaan harus melihat apakah ada atau tersedianya produk yang sama di dalam pasar, atau memiliki fungsi yang sama dengan produk yang ditawarkan. Produk atau jasa pengganti dapat mengancam profitabilitas perusahaan yang ada saat ini jika mereka dapat menawarkan harga yang lebih rendah dari produk atau jasa yang ditawarkan oleh industri yang ada saat ini, atau memiliki kualitas yang lebih baik dengan harga yang sama dengan yang ditawarkan oleh industri saat ini.
Model lima kekuatan Porter ini merupakan salah satu konsep yang paling efektif digunakan untuk menilai kondisi lingkungan yang kompetitif dan untuk menggambarkan sebuah struktur industri dalam suatu wilayah yang berdaya saing. Model lima kekuatan Porter ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Threat of Subtitute Products or Services
the power of
Rivalry
Supplier Power the Buyer Power the
Amongst
power of suppliers to power of costumers
Existing
drive up prices of
Competitor
to drive down prices
Threat of New
Entrants the power of
competitors to enter
Gambar 3 : Model lima kekuatan Porter
Sumber : Balzan, 2012, McGraw-Hill
2.2.3 Strategi Keunggulan Kompetitif
1. Menurut Balzan, 2012 strategi merupakan sebuah rencana untuk mencapai tujuan yang spesifik, seperti :
a. Mengembangkan produk atau jasa baru
b. Meningkatkan loyalitas pelanggan
c. Memasuki pasar baru
d. Menarik konsumen baru
e. Meningkatkan penjualan
2. Menurut Porter, strategi utamanya adalah :
a. Kepemimpinan Biaya (cost leadership) yaitu keuntungan yang besar dengan biaya yang rendah. Keunggulan kompetitif dicapai dengan memangkas biaya sekecil mungkin. Perusahaan yang menerapkan strategi kepemimpinan biaya adalah Walmart, Suzuki, Overstock.com, dll.
b. Diferensiasi yaitu keuntungan yang besar dengan menambah nilai pada produk yang dignifikan kepada konsumen yang bersedia membayar dengan harga premium. Perusahaan yang menerapkan strategi diferensiasi adalah cocacola, progressive insurance, publix, dll.
c. Fokus strategi adalah berkonsentrasi pada pasar yang terbatas. Perusahaan yang menerapkan strategi focus adalah Ritz Carlton, marriot, dan lain-lain.
2.2.4 Kelemahan Teori Keunggulan Kompetitif
Dalam penerapan keunggulan kompetitif dalam dunia perdagangan tidak selalu berjalan baik- baik saja, akan tetapi akan selalu mengalami hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan tersebut yang menjadi kelemahan dalam penerapa teori ini, penjelasannya sebagai berikut :
1. Ancaman dari produk-produk pengganti Produk pengganti secara fungsional mempunyai manfaat yang serupa dengan produk utama (asli), namun memiliki kualitas produk dan harga yang lebih rendah. Umumnya, produk pengganti disenangi oleh orang yang berpenghasilan rendah, tetapi ingin tampil dengan status lebih tinggi dari keadaan sebenarnya. Ancaman dari produk-produk pengganti yang dimaksud di sini adalah seberapa mudah pelanggan/konsumen produk kita dapat berpindah ke produk pengganti.
2. Ancaman dari pendatang baru Pendatang baru yang dimaksud di sini adalah perusahaan yang memasuki industri, dengan membawa kapasitas baru dan ingin memperoleh pangsa pasar yang baik dan keuntungan. Masuknya pesaing baru ke pasar juga akan melemahkan kekuatan kita.
3. Persaingan Industri Persaingan konvensional terjadi di mana setiap perusahaan selalu berusaha sekeras mungkin untuk merebut pangsa pasar perusahaan lain. Konsumen merupakan obyek persaingan dari perusahaan sejenis yang bermain di pasar. Perusahaan yang dapat memikat hati konsumen akan dapat memenangkan persaingan, namun akan ada perusahaan yang kalah dalam persaingan.
4. Kekuatan Tawar dari pihak Pemasok Ketika pemasok memiliki lebih banyak kontrol terhadap pasokan dan harganya, maka segmen pasar ini menjadi kurang menarik. Cara terbaik adalah untuk membuat hubungan menang- menang (win-win relation) dengan pemasok. Adalah ide yang baik untuk kita memiliki banyak sumber pasokan, sehingga mengurangi ketergantungan pada pemasok tertentu. Contohnya dalam industri media suratkabar, kita memerlukan pasokan kertas koran, tinta percetakan, dan jasa pencetakan itu sendiri (untuk media suratkabar yang tidak memiliki mesin cetak sendiri). Jika kertas koran hanya bisa dipasok oleh pabrik kertas tertentu, sementara oleh pemerintah tidak diizinkan untuk impor kertas koran dari luar, maka pemilik pabrik kertas bisa mendiktekan harga kertas yang dijual pada industri media surat kabar.
5. Kekuatan tawar dari pihak pembeli Pembeli akan selalu berusaha mendapatkan produk dengan kualitas yang baik dan harga murah. Sikap pembeli semacam ini berlaku universal dan memainkan peran yang cukup menentukan bagi perusahaan. Jika harga suatu produk dinilai jauh lebih tinggi dari kualitasnya (harganya tidak mencerminkan kualitas yang sepantasnya) maka pembeli atau konsumen tidak akan membeli produk perusahaan kita.
2.3 Analisis Location Quotient (LQ)
Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah. (Widodo, 2006). Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan atau biasanya secara nasional. Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya dapat berupa jumlah tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan lain yang dapat digunakan sebagai kriteria.
Teknik analisis location quotient (LQ) merupakan cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Cara ini tidak atau belum memberi kesimpulan akhir. Kesimpulan yang diperoleh baru merupakan kesimpulan sementara yang masih harus diteliti dan dianalisis kembali melalui teknik analisis lain yang dapat menjawab apakah kesimpulan sementara di atas terbukti kebenarannya, karena dalam penentuan sektor basis atau unggulan masih terdapat beberapa alat analisis lain yang dapat memperkuat hasil yang merupakan sektor basis dari suatu wilayah. Walaupun teknik ini tidak memberikan kesimpulan akhir, namun dalam tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan daerah yang bersangkutan dalam sektor yang diamati.
Teknik LQ ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu LQ statis (static Location Quotient) dan LQ dinamis (Dynamic Location Quitient), yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Static Location Quotient (SLQ)
Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien dapat menggunakan satuan jumlah buruh atau hasil produksi atau satuan lainnya yang dapat digunakan sebagai kriteria. Perbandingan relatif ini dinyatakan secara matematika sebagai berikut :
Vik = Nilai output (PDRB) sektor i pada daerah studi k (kabupaten/ kota) dalam pembentukkan Produk Domestik Regional Riil (PDRB) daerah studi k
Vk = PDRB total semua sektor di daerah k Vip
= Nilai output (PDRB) sektor I daerah referensi p (provinsi misalnya)
Vp = PDRB total disemua sektor daerah referensi p
Berdasarkan hasil perhitungan Static Location Quotient (LQ), dapat diketahui konsentrasi suatu kegiatan pada suatu wilayah dengan kriteria sebagai berikut:
1. Nilai LQ di sector i=1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p;
2. Nilai LQ di sector lebih besar dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k; dan
3. Nilai LQ di sector lebih kecil dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i bukan merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi serta tidak propektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.
Menurut Arsyad (2010), ada tiga asumsi yang digunakan dalam teknik LQ ini:
1. Semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara geografis sama).
2. Produktivitas tenaga kerja sama antara daerah dan nasional.
3. Setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor.
2. Dynamic Location Quitient (DLQ)
Metode LQ statis yang telah dijelaskan sebelumnya mempunyai keterbatasan karena bersifat statis dan hanya digunakan untuk mengestimasi perubahan sektor unggulan pada tahun tertentu saja. Untuk mengatasi keterbatasan metode LQ statis, maka akan digunakan metode LQ dinamis yang mampu mengakomodasi perubahan struktur ekonomi wilayah dalam kurun waktu tertentu (Saharuddin, 2006) secara umum metode LQ dinamis mempunyai kesamaan dengan metode LQ statis yang sebelumnya telah dijelaskan, hanya yang membedakan model LQ dinamis Metode LQ statis yang telah dijelaskan sebelumnya mempunyai keterbatasan karena bersifat statis dan hanya digunakan untuk mengestimasi perubahan sektor unggulan pada tahun tertentu saja. Untuk mengatasi keterbatasan metode LQ statis, maka akan digunakan metode LQ dinamis yang mampu mengakomodasi perubahan struktur ekonomi wilayah dalam kurun waktu tertentu (Saharuddin, 2006) secara umum metode LQ dinamis mempunyai kesamaan dengan metode LQ statis yang sebelumnya telah dijelaskan, hanya yang membedakan model LQ dinamis
Dimana : IPPSij = indeks potensi perkembangan sektor i didaerah j
IPPSi = indeks potensi perkembangan sektor i di wilayah referensi Gij
= laju pertumbuhan sektor i didaerah j Gi
= laju pertumbuhan sektor i di wilayah referensi Gj
= rata-rata laju pertumbuhan di daerah j
G = rata-rata laju pertumbuhan di wilayah referensi Dalam persamaan di atas dapat diketahui potensi perkembangan sektor i adalah sebagai berikut :
JIka DLQ > 1, maka potensi perkembangan sektor I di suatu regional lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di nasional. Jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih rendah dibandingkan nasional secara keseluruhan.
3. Gabungan SLQ dan DLQ
Gabungan dari static Location Quotient dan Dynamic Location Quitient dijadikan kriteria daam menentukan apakah sub sektor unggulan tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, atau tertinggal. Hal tersebut dapat disusun dalama matriks sektor unggulan. Tujuan daru gabungan SLQ dengan DLQ ini adalah untuk mengetahui kondisi sektor pada saat ini dan beberapa saat ke depan apakah akan terjadi pergeseran kondisi sektor ekonomi atau tidak. Berikut adalah matriks sektor unggulan.
Tabel 2 : Matriks Sektor Unggulan
Sektor Andalan DLQ < 1
Sektor Unggulan
Sektor Prospektif
Sektor Tertinggal
Sektor unggulan (DLQ > 1 & SLQ > 1) sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan dan tetap berpotensi unggul pada
beberapa tahun ke depan. Sektor andalan (DLQ > 1 & SLQ < 1)
sektor yang pada saat ini belum unggul tapi dalam beberapa waktu ke depan berpotensi unggul.
Sektor prospektif (SLQ > & DLQ < 1) sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan tetapi tidak berpotensi unggul pada
beberapa waktu ke depan. Sektor tertinggal (SLQ < 1 & DLQ < 1) sektor yang dinyatakan tidak unggul untuk saat ini dan pada beberapa waktu ke depanpun
belum berpotensi untuk menjadi sektor unggulan.
2.4 Analisis Shift-Share
Analisis Shift Share dikembangkan oleh Daniel B. Creamer (1943). Analisis Shift Share adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa data statistik regional baik berupa pendapatan per kapita, output, tenaga kerja maupun data lainnya. Dalam analisis ini akan diperlihatkan bagaimana keadaan pertumbuhan di daerah dengan dibandingkan pada pertumbuhan nasional. Tujuan dari analisis Shift Share adalah untuk melihat dan menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan wilayah yang lebih luas (wilayah referensi).
Menurut New York Economic Development , analisis Shift Share merupakan metode lanjutan dari analisis Location Quotient (LQ) dimana LQ hanya melihat potensi basis namun tidak menjelaskan kinerja secara time series. Sedangkan analisis Shift Share menjelaskan perubahan perekonomian dengan membagi menjadi national share, industry share dan regional share.
Robinson (2004) menjelaskan analisis Shift Share dapat digunakan untuk membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah kabupaten dengan daerah propinsi atau daerah propinsi dengan wilayah nasional.
Menurut EMSI Resource Library, analisis Shift Share adalah standar metode analisis regional untuk menentukan sejauhmana kinerja pertumbuhan perekonomian wilayah terhadap trend nasional dan seberapa besar pengaruhnya terhadap sektor tertentu.
Variabel dalam analisis Shift Share meliputi tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan, Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB), jumlah penduduk, dan variabel lain dalam kurun waktu tertentu. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa analisis Shift Share digunakan untuk mengestimasi perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu dibandingkan dengan struktur ekonomi pada wilayah yang lebih luas.
2.4.1 Komponen Analisis Shift Share
Dalam analisis Shift Share diasumsikan bahwa perubahan produksi/kesempatan kerja dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah yakni Komponen Pertumbuhan Nasional (KPN), Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP), dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW). Komponen Pertumbuhan Nasional (KPN)
Merupakan komponen share dan sering disebut dengan national share. KPN adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi, kebijakan ekonomi nasional, dan kebijakan lain yang mampu mempengaruhi sektor perekonomian dalam suatu wilayah. Sehingga dalam komponen ini dapat dilihat bagaimana pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional terhadap daerah. Contoh kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan kurs, pengendalian inflasi, dan masalah pengangguran serta kebijakan dalam perpajakan.
Apabila KPN > 0 maka pertumbuhan sektor i di wilayah memberikan kontribusi positif dalam penyerapan tenaga kerja nasional.
Apabila KPN < 0 maka pertumbuhan sektor i di wilayah tidak memberikan kontribusi positif dalam penyerapan tenaga kerja nasional.
Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP) Merupakan komponen propotional shift yaitu penyimpangan (deviation) dari national share
dalam pertumbuhan wilayah. KPP adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh komposisi sektor dalam permintaan produk akhir, serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Sehingga penerapan KPP ini dapat mengukur perubahan relatif (naik/turun) suatu sektor daerah terhadap sektor yang sama di tingkat nasional atau dalam hal ini disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix).
Apabila KPP bernilai positif (KPP>0) pada wilayah yang berspesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh cepat.
Apabila KPP bernilai negatif (KPP<0) pada wilayah yang berspesialisasi dalam sektor yang secara nasional tumbuh lambat.
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW) Merupakan komponen lokasional atau regional atau sisa lebihan. KPPW adalah perubahan
produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh keunggulan komparatif wilayah tersebut, adanya dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi, serta kebijakan lokal di wilayah tersebut.
Apabila KPPW bernilai positif (KPPW>0) pada sektor yang mempunyai keunggulan komparatif di wilayah tersebut sebagai keuntungan lokasional. Apabila KPPW bernilai negatif (KPPW<0) pada sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompatif/tidak dapat bersaing.
2.4.2 Model Analisis Shift Share PE = KPN + KPP + KPPW
Keterangan: PE : Pertumbuhan ekonomi
KPN : Komponen pertumbuhan nasional KPP : Komponen pertumbuhan proporsional KPPW : Komponen pertumbuhan pangsa wilayah
PE = KPN + KPP + KPPW PB = KPP + KPPW
Keterangan: PE : Pertumbuhan ekonomi wilayah lokal
Yt : Indikator ekonomi wilayah nasional (akhir tahun analisis) Yo : Indikator ekonomi wilayah nasional (awal tahun analisis) Yit : Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i (akhir tahun analisis) Yio : Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i (awal tahun analisis)
yit : Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i (akhir tahun analisis) yio : Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i (awal tahun analisis) Jika PB ≥ 0 maka sektor tersebut progresif. Jika PB < 0 maka sektor mundur.
2.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Analisis Shift Share
Menurut Steve BH dan Moore dalam Modul Isian Daerah, berikut adalah kelebihan dan kelemahan analisis Shift Share:
1) Kelebihan
a. Analisis Shift Share tergolong sederhana namun dapat memberikan gambaran mengenai struktur ekonomi yang terjadi.
b. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.
c. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat.
2) Kelemahan
a. Analisis Shift Share tidak dapat menjelaskan mengapa dan bagaimana proses perubahan di setiap sektor tersebut terjadi. Analisis ini hanya memberikan gambaran bagi para pengambil keputusan untuk menentukan mengapa suatu sektor tertentu dalam perekonomian memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan dengan sektor yang sama di wilayah referensinya dan sektor lainnya tidak.
b. Masalah yang berkenaan dengan homothetic change tidak dapat dijelaskan dengan baik.
c. Analisis ini tidak cukup signifikan sebagai alat proyeksi mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya.
d. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor.
e. Tidak ada keterkaitan antar daerah.
2.5 Analisis SWOT
SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strenghts), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi.
Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua
1. Kekuatan (Strenghts) Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar.
2. Kelemahan (Weakness) Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut daoat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat meruoakan sumber dari kelemahan perusahaan.
3. Peluang (Opportunities) Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan
meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasokk merupakan gambaran peluang bagi perusahaan.
4. Ancaman (Threats) Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.
2.5.1 Fungsi SWOT
Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.
2.5.2 Matriks SWOT
Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapatmenggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dankelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.
Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :
1. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.
2. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
BAB III GAMBARAN UMUM
3.1 Kondisi Geografis dan Iklim
Secara keseluruhan Kabupaten Sampang memiliki luas sebesar 1.233,30 Km 2 yang terdiri dari
14 kecamatan yang terdiri dari 6 kelurahan dan 180 Desa. Kecamatan Banyuates merupakan kecamatan terbesar dengan luas 141,03 Km 2 , sedangkan Kecamatan Pangarengan merupakan kecamatan terkecil dengan luas hanya 42,7 Km 2 . Secara administrasi batas-batas wilayah Kabupaten Sampang adalah sebagai berikut:
Sebelah utara
: Laut Jawa
Sebelah selatan
: Selat Madura
Sebelah timur
: Kabupaten Pamekasan
Sebelah barat
: Kabupaten Sampang
Rata-rata hari hujan tertinggi terdapat di Kecamatan Pangarengan, sedang yang terendah terdapat di Kecamatan Banyuates sedangkan untuk rata-rata curah hujan bulanan tertinggi terdapat Rata-rata hari hujan tertinggi terdapat di Kecamatan Pangarengan, sedang yang terendah terdapat di Kecamatan Banyuates sedangkan untuk rata-rata curah hujan bulanan tertinggi terdapat
3.2 Pendudukan dan Ketenagakerjaan
Pada akhir tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Sampang mencapai 884.804 jiwa dimana 434.784 jiwa merupakan penduduk pria sendagkan 435.195 jiwa sisanya adalah penduduk wanita. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Sampang dan Kedungdung, sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Sampang. Kabupaten Sampang memiliki piramida penduduk berbentuk limas sehingga hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia muda lebih banyak dari pada usia dewasa maupun tua, sehingga pertumbuhan penduduk sangat tinggi. Untuk lebih jelasnya berikut piramida penduduk kabupaten sampan:
Gambar 4 : Piramida Penduduk Kabupaten Sampang
Sumber : Kabupaten Sampang Dalam Angka 2014
Jumlah pencari kerja yang tercatat di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sampang sebanyak 516 orang yang membawa bekal ijazah diploma/sarjana. Sehingga tak heran bila para penduduk yang berijazah rendah serta tidak memiliki tanah sebagai mata pencaharian agraris lebih memilih untuk transmigrasi seperti warga Kecamatan Karangpenang melakukan transmigrasi spontan bantuan biaya dan transmigrasi umum ke Kalimantan Selatan.
Tabel 3 : Banyaknya Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sampang 2013
Sumber : Kabupaten Sampang Dalam Angka 2014
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah pencari kerja cenderung mengalami kenaikan pada tiap tahunnya. Kenaikan yang cukup signifikan terjadi antara tahun 2011 dan 2012 khususnya untuk perncari kerja dengan bekal ijazah diploma atau sarjana. Hal ini menunjukkan peningkatan kualitas SDM Kabupaten Sampang ditinjau dari kenaikan pencari kerja dengan bekal ijazah diploma atau sarjana. Kenaikan kualitas SDM ini merupakan keuntungan yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan Kabupaten Sampang jika saja SDM tersebut dikelola dengan baik.