Pendekatan Teori Sistem terhadap Partisi

Pendekatan Teori Sistem terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Tugas Sistem Politik Indonesia
diasuh oleh
Prof.Purwo Santoso, MA, Ph.D

OLEH :

Nama Mhs.

:

No. Pokok Mhs. :
BKU
:

Muhammad Tabrani Mutalib, S.H
15912042
HUKUM & HAM


PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2015

Pendekatan Teori Sistem terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
A. Pendahuluan
Partisipasi publik merupakan conditio sine quo non (prasyarat mutlak) dalam sebuah
negara demokrasis. tanpa partisipasi publik sebuah negara tidak dapat disebut negara
demokratis. melainkan negara dalam pengertian yang sebaliknya: otoriter, totaliter.
Disadari betul memang istilah demokrasi merupakan istilah yang ambigouos,1
pengertiannya tidak tunggal karena sifatnya yang relatif. kenyataannya ada perbedaan
disetiap negara maupun disetiap perkembangannya, sehingga demokrasi maupun totalitarian
atau otoritarian tidaklah selalu sama antara yang ada di suatu negara dan di negara-negara
lain. ini menunjukan tidak ada suatu negara yang betul-betul (sepenuhnya) demokratis, dan
tidak ada suatu negara yang betul-betul (sepenuhnya) otoriter. Carter dan Herz 2 mencirikan
kedua sistem tersebut dalam gambaran yang kontradiktif. dikatakannya, demokrasi liberal
secara institusional ditandai dengan oleh adanya pembatasan-pembatasan terhadap tindakan
pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok-kelompok dengan

menyusun pergantian pimpinan secara berkala, tertib, dan damai melalui alat-alat perwakilan
rakyat yang bekerja efektif.
Demokrasi juga memberikan toleransi terhadap sifat yang berlawanan, menuntut
keluwesan, dan kesediaan untuk bereksperimen. pembatasan terhadap wewenang pemerintah
menyebabkan pemerintah tidak boleh turut campur dalam segi tertentu kehidupan warganya
yang berarti pula bahwa pegawai pemerintah harus tunduk pada rule of law sebagai tindakan
orang biasa dan hanya melaksanakan wewenangnya sesuai dengan yang diberikan oleh
undang-undang. pencalonan dan peralihan anggota lembaga-lembaga perwakilan politik
berlangsung fair dan lembaga-lembaga itu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk
membahas persoalan-persoalan, mengkritik, dan mengkristalisasikan pendapat umum.3
Sistem demokrasi menegaskan pentingnya pastisipasi publik dalam pembuatan
kebijakan negara (decision making) guna memastikan bahwa kepentingan masyarakat tidak
1

Ada yang menamakan Demokrasi Konstitusional, Demokrasi Parlemen, Demokrasi Terpimpin,
Demokrasi Pancasila, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Soviet, Demokrasi Nasional dan sebagainya. lebih lengkap
lihat Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, cet-iv, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2010), hlm. 105.
2
Gwendolen M. Carter dan John H. Herz, “Demokrasi dan Totaliterisme: dua ujung dalam spektrum

politik”, dikutip dari Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, edisi revisi, cet-vi, (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), hlm. 25.
3
Ibid, hlm. 24.

diabaikan oleh pembentuk undang-undang. namun, dengan adanya sistem keterwakilan
(legislatif) keharusan partisipasi masyarakat telah memunculkan perdebatan berkepanjangan
antara kelompok kontra dan yang pro dengan partisipasi masyarakat. sebagaimana yang
diutarakan oleh R.B Gibson4, kelompok yang tidak setuju bertahan pada dasar teori
demokrasi elit (elite demokracy) sementara yang setuju dengan partisipasi masyarakat
bertahan dengan dasar teori demokrasi partisipatoris (participatory democracy).
Dalam pandangan demokrasi elit cenderung menisbikan peran masyarakat setelah
proses pemilihan umum selesai yaitu dengan tepilihnya wakil rakyat. artinya, jika warga
negara telah melaksanakan hak pilihnya dalam pemilihan umum, maka seterusnya
penyelenggaraan pemerintahan diserahkan kepada mereka yag terpilih menjadi anggota
lembaga legislatif. padahal dengan berbagai kepentingan politik yang mengitari mereka yang
terpilih, kepentingan masyarakat amat potensial dilupakan.5 sementara iru, demokrasi
partisipatori justru mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan. bagaimanapun terpilihnya wakil rakyat tidak menghilangkan peran
masyarakat dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. demokrasi

partisipatori tidak hanya berupaya mewujudkan pemerintahan yang demokratis (democratic
governments), tetapi juga masyarakat yang demokratis (democratic societies).6
Tulisan ini bermaksud menitik beratkan pada pandangan partisipasi sebagai demokrasi
partisipatori. tapi tidak membahas lebih dalam terkait perbedaan dikotomis teori demokrasi
melainkan berupaya menganalisa partispasi publik/rakyat untuk menentukan kebijakan
negara sebagai prasyarat demokrasi dan persoalan-persoalan yang menderapnya dalam
pendekaan sistem politik.
Partisiasi masyarakat secara normatif diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, BAB XI mengenai Partisipasi masyarakat
hanya disebutkan dalam satu Pasal yaitu Pasal 96 sebagai berikut:
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui:
a. rapat dengar pendapat umum;
b. kunjungan kerja;
c. sosialisasi; dan/atau
4

R.B Gibson, The Value of Partcipation, dikutip dari Saldi Isra, Pergesaran Fungsi Legislasi:

menguatnya model legislasi parlementer dalam sistem presidensial Indonesia, cet-1, (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), hlm. 283.
5
loc,cit.
6
ibid, hlm. 284.

d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau
kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan
Perundang-undangan.
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan
Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.7
Penjelasan Pasal UU a quo hanya menerangkan soal kelompok masyarakat yang
termasuk kelompok orang didalamnya antara lain, “kelompok/organisasi masyarakat,
kelompok profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat adat”.8 selebihnya
disebutkan cukup jelas. lebih teknis terkait hal ini diatur dalam Tata Tertib Dewan Perwakilan
DPR nomor 1 Tahun 2014 (selanjutnya disebut Tatib DPR).
Dalam Tatib DPR ditegaskan Masyarakat dapat memberikan masukan secara lisan

dan/atau tertulis kepada DPR dalam proses penyusunan dan penetapan Prolegnas, penyiapan
dan pembahasan RUU, pembahasan RUU tentang APBN, pengawasan pelaksanaan undangundang, dan pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah.9 namun apakah aspirasi
masyarakat menjadi bahan masukan yang menentukan terhadap rancangan undang-undang
yang sedang dipersiapkan ataukah hanya menempatkan mekanisme partisipasi masyarakat
sebagai ajang untuk “meredam” aspirasi publik.
Hal ini yang mendorong penulis mengangkat tema ini, penulis mencoba menjelaskan
partisipasi masyarakat dan problematika yang melingkupinya dari perspektif teori sistem
politik yang paling tidak berupaya menggambarkan bagaimana kedudukan mekanisme
partisipasi masyarakat dalam sistem politik indonesia? siapakah aktornya? apakah norma,
struktur, nilai, tujuan, bagaimana input dan outputnya berproses sebagaimana mestinya?
B. Pembahasan
Teori sistem David Easton ditujukan untuk memberi penjelasan yang bersifat ilmiah
terhadap fenomena politik. Pendekatan sistem politik dimaksudkan juga untuk menggantikan
pendekatan klasik ilmu politik yang hanya mengandalkan analisis pada negara dan
kekuasaan.10 sistem politk dijelaskan David Easton adalah sistem sebagai kesatuan
7

UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, LN RI Tahun 2011

nomor 82.

8

Penjelasan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, TLN RI
nomor 5234.
9
Pasal 215 Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat No. 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib, Berita Negara
RI Tahun 2014 nomor 1607.
10
Anggina Mutiara Hanum, Pendekatan Teori Struktural Fungsional dalam Perumusan Sistem Politik
di Indonesia “critical review dan analisa atas sistem politik pemerintahan indonesia dengan merujuk kepada
teori
sistem
struktural
fungsional”,
https://www.academia.edu/9320626/PENDEKATAN_TEORI_STRUKTURAL_FUNGSIONAL_DALAM_PE

seperangkat struktur yang memiliki fungsi masing-masing yang bekerja untuk mencapai
tujuan tertentu. Sistem politik adalah kesatuan (kolektivitas) seperangkat struktur politik yang
memiliki fungsi masing-masing yang bekerja untuk mencapai tujuan suatu Negara. 11
Pendekatan sistem politik ditujukan untuk memberi penjelasan yang

bersifat ilmiah terhadap fenomena politik.
Dalam pendekatan sistem politik, masyarakat adalah konsep induk oleh sebab sistem
politik hanya merupakan salah satu dari struktur yang membangun masyarakat seperti sistem
ekonomi, sistem sosial dan budaya, sistem kepercayaan dan lain sebagainya. Sistem politik
sendiri merupakan abstraksi (realitas yang diangkat ke alam konsep) seputar pendistribusian
nilai di tengah masyarakat.12
Seperti telah dijelaskan, masyarakat tidak hanya terdiri atas satu
struktur (misalnya sistem politik saja), melainkan terdiri atas multi
struktur. sistem yang biasanya dipelajari kinerjanya adalah sistem politik,
sistem ekonomi, sistem agama, sistem sosial, atau sistem budayapsikologi. dari aneka jenis sistem yang berbeda tersebut, ada persamaan
maupun perbedaan. Perbedaan berlingkup pada dimensi ontologis (hal
yang dikaji) sementara persamaan berlingkup pada variabel-variabel
(konsep yang diukur) yang biasanya sama antara satu sistem dengan
lainnya.13 untuk memahami sistem politik Indonesia, layaknya kita
memahami sistem-sistem lain, maka harus kita ketahui beberapa variabel
kunci. variabel-variabel kunci dalam memahami sebuah sistem adalah
adalah struktur, fungsi, aktor, nilai, norma, tujuan, input, output, respon,
dan umpan balik.

Struktur adalah lembaga politik yang memiliki keabsahan dalam

menjalankan suatu fungsi sistem politik. dari struktur ini ada struktur

input, proses, dan output. Struktur input bertindak selaku pemasok
komoditas ke dalam sistem politik, struktur proses bertugas mengolah
masukan dari struktur input, sementara struktur output bertindak selaku

RUMUSAN_SISTEM_POLITIK_DI, diakses tanggal 20 November 2015.
11
Ronald H. Chilcote. “Sistem Sebagai Struktur dan Fungsi; Gabriel Almond dan Para Pelopornya”,
dikutip dari Anggina Mutiara...Ibid, hlm. 1.
12
http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/kerangka-kerja-sistem-politik-david.html diakses tanggal 5
Desember 2015.
13
loc,cit.

mekanisme pengeluarannya.14 dalam konsteks ini strukur yang dimaksud
adalah lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya disebut
DPR)


yang

menjalankan

fungsinya

dalam

pembentukan

peraturan

perundang-undangan. struktur input, proses, dan output umumnya
dijalankan oleh aktor-aktor yang dapat dikategorikan menjadi legislator
(Anggota Dewan), interest group, pressure group dan sebagainya. aktoraktor ini menjalankan tugas kolektif untuk membentuk produk hukum
(Peraturan perundang-undangan). namun, setiap aktor yang mewakili
struktur harus memiliki fungsi yang berbeda-beda: Tidak boleh suatu
fungsi dijalankan oleh struktur yang berbeda karena akan menimbulkan

konflik kepentingan.

Nilai adalah komoditas utama yang berusaha didistribusikan oleh
struktur-struktur di setiap sistem politik yang wujudnya adalah: (1)
kekuasaan, (2) pendidikan atau penerangan; (3) kekayaan; (4) kesehatan;
(4) keterampilan; (5) kasih sayang; (6) kejujuran dan keadilan; (7)
keseganan, respek.15 nilai-nilai tersebut diasumsikan dalam kondisi yang
tidak merata persebarannya di masyarakat sehingga perlu campur tangan
struktur-struktur

yang

punya

kewenangan

(otoritas)

untuk

mendistribusikannya pada elemen-elemen masyarakat yang seharusnya
menikmati.

Norma adalah peraturan, tertulis maupun tidak, yang mengatur tata
hubungan antar aktor di dalam sistem politik. norma diatur dalam aturan
dasar maupun dalam aturan teknis. setiap aturan main memiliki rincian
kekuasaan yang dimiliki struktur input, proses, dan output. aturan juga
memuat mekanisme pengelolaan konflik antar aktor-aktor politik di saat
menjalankan fungsinya, dan menunjuk aktor (sekaligus) lembaga yang
memiliki otoritas dalan penyelesaian konflik. setiap negara memiliki
norma yang berlainan namun dalam tulisan ini diartikan sebagai UndangUndang terkait yang mengatur partisipasi publik serta aturan teknis (tata
tertib DPR) yang mengatur proses partisipasi publik dalam pembentukan
14

loc,cit.
Kedelapan nilai ini diutarakan Harold D. Lasswell dikutip dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar
Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2003) hlm. 33. Lasswell menyebut ke-8 nilai ini berkembang di Amerika
Serikat modern. Untuk kondisi Indoesia seharusnya ditambah nilai-nilai kebudayaan lokal dan keagamaan.
15

peraturan perundang-undangan di DPR. Tujuan sistem politik, seperti
halnya norma, juga terdapat di dalam konstitusi. Umumnya, tujuan suatu
sistem politik terdapat di dalam mukadimah atau pembukaan konstitusi
suatu negara. Tujuan sistem politik Indonesia termaktub di dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
sementara tujuan sistem politik Amerika Serikat termaktub di dalam

Declaration of Independence.
Input dan output adalah dua fungsi dalam sistem politik yang
berhubungan erat. Apapun output suatu sistem politik, akan dikembalikan
kepada struktur input. Struktur input akan bereaksi terhadap apapun
output yang dikeluarkan, yang jika positif akan memunculkan dukungan
atas sistem, sementara jika negatif akan mendampak muncul tuntutan
atas sistem. Umpan balik (feedback) adalah situasi di mana sistem politik
berhasil memproduksi suatu keputusan ataupun tindakan yang direspon
oleh struktur output. dalam konteks ini adalah aspirasi kelompokkelompok masyarakat dalam proses perumusan perauran perundangundangan.
Teori sistem David Easton yang penulis gunakan sebagai pisau
analisis untuk menjelaskan proses pembentukan perundang-undangan di
Indonesia dapat penulis deskripsikan dalam skema kerja berikut ini:
lingkungan

Dukungan

Aspirasi KelompokKelompok

Masyarkat

lingkungan

Struktur

lingkungan

Lembaga Legislatif
Inpu
t

(DPR)

Tuntutan

Oup
ut

Peraturan
Perundangundangan

lingkungan
Feedback

Dalam Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (selanjutnya disebut UU MD3) Pasal 69 ayat (1) disebutkan DPR (legislatif)
mempunyai (3) tiga fungsi, a. Legislasi, b. Anggaran, c. Pengawasan. ayat (2)-nya
menyebutkan ketiga fungsi dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga berhak

mendukung upaya pemerintah dlaam melaksanakan politik luar negeri. dalam tulisan ini
fokus utamanya pada fungsi DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Pasal 72 huruf g UU a quo dijelaskan bahwa salah tugas DPR adalah menyerap,
menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
Dengan menggunakan teori sistem skema kerja diatas dapat uraikan partisipasi publik
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. diawali dengan masukan atau input
kedalam struktur (DPR) baik tertulis maupun tidak tertulis. apabila masukan diberikan secara
tertulis dalam proses penyusunan dan penetapan Prolegnas, penyiapan dan pembahasan
rancangan undang-undang, pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN,
pengawasan pelaksanaan undang-undang dan pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah,
masukan disampaikan kepada Anggota dan/atau pimpinan alat kelengkapan DPR. pemberi
masukan atau kelompok masyarakat dan anggota serta alat kelengkapan DPR lainnya pada
konteks ini adalah aktor.
Dalam hal masukan diberikan dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang
tentang APBN, masukan disampaikan kepada pimpinan komisi. semua masukan disampaikan
dengan menyebutkan identitas yang jelas ditujukan kepada pimpinan DPR, pimpinan komisi,
pimpinan gabungan komisi, pimpinan panitia khusus, pimpinan Badan Legislasi, atau
pimpinan Badan Anggaran yang menyiapkan dan menangani pembahasan rancangan undangundang serta melakukan pengawasan pelaksanaan undang-undang atau melaksanakan
kebijakan pemerintah.16 masukan yang disampaikan kepada pimpinan DPR, masukan
diteruskan kepada pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan panitia khusus,
pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Badan Anggaran yang menyiapkan rancangan
undang-undang.17
Sedangkan apabila masukan disampaikan secara lisan, pimpinan komisi, pimpinan
gabungan komisi, pimpinan panitia khusus, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Badan
Anggaran, menentukan waktu pertemuan dan jumlah orang yang diundang dalam pertemuan.
Pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan panitia khusus, pimpinan Badan
Legislasi, atau pimpinan Badan Anggaran menyampaikan undangan kepada orang yang
diundang.18

16

Pasal 216 ayat (3) Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat No. 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib, Berita
Negara RI Tahun 2014 nomor 1607.
17
Pasal 216 ayat (4),...loc,cit.
18
Pasal 217 ayat (2),...loc,cit.

Pertemuan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk rapat dengar pendapat umum
(RDPU), pertemuan dengan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan panitia
khusus, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Badan Anggaran, atau pertemuan dengan
pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan panitia khusus, pimpinan Badan
Legislasi, atau pimpinan Badan Anggaran didampingi oleh beberapa Anggota yang terlibat
dalam penyiapan rancangan undang-undang.19 Hasil pertemuan sebagaimana dimaksud
menjadi bahan masukan terhadap rancangan undang-undang yang sedang dipersiapkan. 20
kemudian Pimpinan alat kelengkapan yang menerima masukan sebagaimana dimaksud
menyampaikan informasi mengenai tindak lanjut atas masukan kepada masyarakat melalui
surat atau media elektronik.21 namun tidak ada penjelasan adanya jaminan bahwa masukan
masyarakat baik tertulis amupun lisan benar-benar dipertimbangkan atau tidak.
Dari penjelasan norma atau aturan yang mengatur mengenai peran publik dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan diatas, dapat dikategorikan bahwa partisipasi
publik yang dianut oleh Indonesia merupakan Partisipasi model A Realism Model of Public
Participation dimana pelaku-pelakunya cenderung dilakukan dan didominasi oleh adanya
kelompok-kelompok kepentingan dan organisasi-organisasi lainnya yang diorganisir. Publik,
selain ikut dalam pemilihan umum juga melakukan interaksi dengan lembaga perwakilan.
Akan tetapi tidak semua warga negara melakukan public participation dalam bentuk
membangun

kontak

interaksi

dengan

lembaga

perwakilan.

Pelaku-pelaku

public

participation telah mengarah pada kelompok-kelompok kepentingan dan organisasiorganisasi lainnya yang diorganisir. dengan demikian terdapat kecenderungan untuk
memahami “public” dalam konteks yang terbatas. 22 publik dalm hal ini hanya dimaknai
sebagai kelompok masyarakat yang terorganisir dan bukan masyarakat yang tidak
terorganisir.
Proses sebagaimana uraikan diatas dapat disampaikan dalam beberapa benuk antara
lain:
1. Partisipasi masyarakat dalam bentuk penelitian, dapat dilakukan masyarakat ketika
melihat adanya suatu persoalan dalam tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang perlu diteliti dan dikaji secara mendalam dan memerlukan penyelesaian
19

Pasal 217 ayat (3),...loc,cit.
Pasal 217 ayat (4),...loc,cit.
21
Pasal 218,...loc,cit.
22
http://nandoxodnan.blogspot.co.id/2013/11/partisipasi-masyarakat-dalam.html diakses tanggal 6
Desember 2015.
20

pengaturan dalam suatu UU. Penetitian ini dapat dilakukan secara mandiri maupun
kerjasama dengan suatu instansi pemerintahan yang menangani bidang tersebut. Hasil
dari penelitian dituangkan dalam format laporan penelitian sehingga dapat dipakai
sebagai dasar dalam proses lebih lanjut pembentukan UU.
2. Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar, partisipasi dalam
bentuk ini dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian terhadap suatu
obyek yang akan diatur dalam UU. Diskusi, lokakarya dan seminar ini akan memberikan
sumbangan yang penting dalam pengkajian terhadap persoalan materi muatan suatu RUU
karena dilakukan oleh para akademisi, pengamat, dan pakar di bidangnya masingmasing. Oleh karena itu wacana yang dihasilkan dari suatu diskusi, lokakarya dan
seminar akan lebih utuh dan komprehensif dalam melihat suatu persoalan yang akan
dimuat dalam RUU. Jadi, diskusi, lokakarya dan seminar akan memperkaya wawasan
terhadap materi yang akan dituangkan dalam RUU sehingga akan sangat membantu
dalam proses penuangan dalam naskah akademik maupun RUU-nya.
3. Pengajuan usul inisiatif untuk dibuatnya suatu UU dapat dilakukan masyarakat dengan
atau tanpa melalui penelitian, diskusi, lokakarya dan seminar terlebih dahulu. Akan
tetapi, usul inisiatif ini tentu akan lebih kuat jika didahului dengan penelitian, diskusi,
lokakarya dan seminar terhadap suatu masalah yang akan diatur dalam suatu UU.
Pengajuan usul inisiatif dari masyarakat dapat diajukan melalui tiga jalur pilihan yaitu:
Presiden DPR dan DPD (untuk RUU tertentu). Agar usul inisiatif ini dipertimbangkan
dan lebih mudah diterima maka usul inisiatif masyarakat untuk dibuatnya suatu UU
harus disesuaikan dengan program legislatif nasional yang telah ditentukan oleh Badan
Legislasi di DPR.
4. Partisipasi masyarakat dalam bentuk perancangan terhadap suatu UU dapat dilakukan
masyarakat setelah melakukan penelitian, pengusulan usul inisiatif maka pada gilirannya
masyarakat dapat menuangkan hasil penelitian dalam RUU. Di dalam RUU sebaiknya
didahului dengan uraian Naskah Akademik dibuatnya suatu RUU.
5. Partisipasi masyarakat dalam bentuk audensi/RDPU di DPR ini dapat dilakukan
masyarakat baik atas permintaan langsung dari DPR (RDPU) maupun atas keinginan
masyarakat sendiri (audensi). Apabila partisipasi masyarakat ini atas dasar permintaan
dari DPR, maka partisipasi masyarakat disampaikan kepada yang meminta dilakukannya
rapat dengar pendapat umum (RDPU). Akan tetapi untuk partisipasi masyarakat dalam
bentuk audensi atas keinginan langsung dari masyarakat, maka masyarakat dapat

memilih alat kelengkapan DPR yang diharapkan dapat menyalurkan aspirasi masyarakat,
misalnya Panitia Verja, Komisi, Panitia Khusus, Fraksi dsb. Audensi/RDPU ini dapat
dilakukan oleh masyarakat baik secara lisan, tertulis maupun gabungan antara lisan dan
tertulis.
6. Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media cetak maupun elektronik ini
dapat dilakukan oleh masyarakat dengan membuat opini terhadap suatu masalah yang
tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Opini masyarakat ini dapat berupa artikel,
jumpa pers, wawancara, pernyataan-pernyataan, maupun berupa tajuk-tajuk berita dari
surat kabar dan majalah.
7. Partisipasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa ini dapat dilakukan masyarakat dalam
rangka mendukung, menolak maupun menekan materi yang tengah dibahas dalam proses
pembentukan UU ataupun bentuk penolakan terhadap lahirnya UU baru. partispasi jenis
ini dapat disebut juga dalah satu bentuk feedback daari publik terhadap UU yang
diterbitkan oleh lembaga DPR.
8. partisipasi dalam bentuk pengujian terhadap UU, adanya uji materiil terhadap UndangUndang adalah dimaksudkan dalam rangka menjaga tegaknya konstitusi dari
penyalahgunaan kekuasaan dari organ pembuat UU. Sebab, UU dibuat oleh lembaga
legislatif yang merupakan lembaga politik dan oleh karena itu tak dapat dielakkan dapat
sarat dengan kepentingan politik di dalamnya. Jadi, tuntutan uji material terhadap UU
adalah hak masyarakatyang harus tetap dijamin dalam mewujudkan adanya partisipasi
masyarakat dalam proses pembentukan UU.
Dengan demikian, Partisipasi publik adalah suatu keniscayaan bagi suatu negaranegara demokrasi dalam rangka membangun hubungan yang harmonis antara negara dengan
masyarakat sipil. tidak mengherankan jika pada negara-negara yang telah maju maupun
negara-negara berkembang memberikan tempat bagi adanya partisipasi publik dalam
pembentukan UU meskipun melalui proses yang berbeda. Ada negara demokrasi di mana
partisipasi publik lahir sebagai suatu proses evolusi dari kematangan politik suatu bangsa,
namun ada pula negara demokrasi yang sejak awal berdirinya negara secara sadar
menempatkan partisipasi publik sebagai bagian dari matieri muatan konstitusinya. partisipasi
publik di Indonesia berangkat dari evolusi yang panjang dan mendapat angin segar pasca
reformasi.
C. Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan beberap hal sebagai berikut, pertama, sistem
politik adalah kesatuan (kolektivitas) seperangkat struktur politik yang memiliki fungsi
masing-masing yang bekerja untuk mencapai tujuan suatu Negara.23 Pendekatan sistem
politik ditujukan untuk memberi penjelasan yang bersifat ilmiah terhadap
fenomena politik termasuk partisipasi masyarakat dalam pembentukan
perundang-undangan. kedua, variabel-variabel kunci dalam memahami
sebuah sistem partisipasi publik dalam perumusan UU adalah adalah

struktur (lembaga DPR), fungsi (terkait peran, tugas dan wewenang) ,
aktor (pelaku yang terkait antara lain perangkat alat kelangkapan DPR,
anggota kelompok masyarakat dan sebagainya) , nilai (terkait kekuasaan,
budaya, tingkat pendidikan masyarakat), norma (mekanisme atau aturan
main), tujuan (harapan yang ingin dicapai), input, output, respon, dan

umpan balik (dalam berbagai bentuk antara lain melalui penelitian,
seminar, lokakarya, diskusi, kunjungan kerja, RDPU, unjuk rasa serta
tuntutan pengujian UU).
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, cet-iv, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2010
Isra, Saldi, Pergesaran Fungsi Legislasi: menguatnya model legislasi parlementer dalam
sistem presidensial Indonesia, cet-1, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
MD, Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, edisi revisi, cet-vi, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Hanum, Anggina Mutiara, Pendekatan Teori Struktural Fungsional dalam Perumusan Sistem
Politik di Indonesia “critical review dan analisa atas sistem politik
pemerintahan indonesia dengan merujuk kepada teori sistem struktural
fungsional”,
https://www.academia.edu/9320626/PENDEKATAN_TEORI_STRUKTUR
AL_FUNGSIONAL_DALAM_PERUMUSAN_SISTEM_POLITIK_DI,
diakses tanggal 20 November 2015.
http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/kerangka-kerja-sistem-politik-david.html
diakses
tanggal 5 Desember 2015.
http://nandoxodnan.blogspot.co.id/2013/11/partisipasi-masyarakat-dalam.html
diakses
tanggal 6 Desember 2015.
UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, LN RI Tahun
2011 nomor 82.
Penjelasan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
TLN RI nomor 5234.
23
Ronald H. Chilcote. “Sistem Sebagai Struktur dan Fungsi; Gabriel Almond dan Para Pelopornya”,
dikutip dari Anggina Mutiara...Ibid, hlm. 1.

Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat No. 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib, Berita Negara RI
Tahun 2014 nomor 1607.