makalah seminar akuntansi tentang akunta

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Praktek dalam dunia bisnis sering dianggapn menyimpang jauh dari aktivitas
moral, bahkan anggapan bahwa dunia bisnis merupakan dunia amoral yang tidak lagi
mempertimbangkan etika. Padahal etika itu penting bagi status professional dalam
menjalankan kegiatannya.
Profesi auditor merupakan sebuah profesi yang hidup di lingkungan bisnis.
Mengingat peran auditor sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha, perlunya
memahami etika bagi profesi auditor. Peran dan tanggung jawab auditor terhadap
kepentingan publik sesungguhnya adalah merupakan dasar bagi keberadaan profesi
ini.
Selain etika, kode etik dalam melakukan audit di tempat klien juga dipengaruhi
oleh pendidikan yang dimiliki oleh sang auditor dan yang utama faktor yang
mempengaruhi adalah sikap individual sang auditor.
Istilah profesional berarti bertanggung jawab untuk berperilaku yang lebih dari
sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Persyaratan
profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki
pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Karena dalam meningkatkan profesionalisme seorang auditor harus terlebih
dahulu memahami dirinya sendiri dan tugas yang akan dilaksanakan serta selalu

meningkatkan dan mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan audit.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan pendidikan akuntan dengan auditor BPK?
2. Bagaimana hubungan kode etik professional pada auditor BPK?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hubungan pendidikan akuntan dengan auditor BPK
2. Untuk mengetahui hubungan kode etik professional pada auditor BPK
1.4 Manfaat
1

1. Bagi penulis
Diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan atau referensi makalah
selanjutnya. Hal ini karena tidak ada hal didunia ini yang tidak memiliki semua
hal terdapat aturan yang hendaknya dipatuhi dan dilaksanakan.
2. Bagi pembaca
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya
dalam kajian akuntan, organisasi, dan pendidikan akuntan.
1.5 Sistematika
Analisis deksripstif digunakan untuk memberi gambaran umum mengenai
demografi responden dalam penelitian dan deskripsi mengenai perkembangan

akuntansi di Indonesia dan akuntansi Internasional.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian
2.1.1.1 Auditing
Menurut Mulyadi (2012) Auditing adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-

2

pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan,serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.
Audit adalah pengumpulan data dan evaluasi bukti mengenai informasi
untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh
orang yang kompeten dan independen (Aren, 2008).

Sedangkan Sukrisno, 2004 menyebutkan bahwa Auditing memberikan
nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan karena Akuntan Publik
sehingga pihak yang ahli dan independen pada akhir pemeriksaannya akan
memberikan pendapat mengenai kewajaran posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas dan laporan arus kas.

2.1.1.2 Profesi Akuntan
Akuntan adalah mereka yang lulus pendidikan stratasat (S1) program
studi akuntansi dan telah memperoleh gelar

profesi akuntan melalui

pendidikan dari Departemen Pendidikan Nasional atas rekomendasi dari
organisasi profesi Institut Akuntan Indonesia (IAI). Bidang pekerjaan dan
ruang lingkup tugaspara akuntan ini bisa sangat luas dan beragam. Mereka
dapat bekerja disektor swasta (perusahaan dan lembaga nonpemerintahan,
mereka bisa bekerja pada departemen/ bagian Akuntansi, Keuangan,

3


Anggaran, Audit Internal dan bagian lain yang sejenis) dan sektor publik
(BUMN, lembaga-lembaga negara, dan pemerintahan).
Dalam struktur organisasi negara Republik Indonesia, terdapat lembagalembaga tinggi negara, lembaga-lembaga pemerintahan (pusat dan daerah),
departemen, dan satuan unit kerja dibawah departemen. Semua lembaga ini
memerlukan Fungsi Akuntansi yang yang bertugas mencatat dan membuat
laporan keuangan minimal sebagai alat pertanggungjawaban. Akuntan yang
berkerja pada lembaga-lembaga pemerintahan, Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sering disebut akuntan
sektor publik. Akuntan sektor publik ini dapat dianalogikan dengan tiga
golongan profesi yang biasa dijumpai dalam sektor swasta, yaitu sebagai
akuntan manajemen, auditor internal, dan auditor eksternal. Akuntan yang
berkerja pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
berfungsi mirip dengan auditor internal di suatu perusahaan. Akuntan yang
berkerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berfungsi mirip dengan
auditor eksternal atau akuntan publik bagi semua lembaga negara dan
lembaga pemerintahan.
Akuntan yang bekerja pada setiap satuan kerja di organisasi
pemerintahan dan lembaga-lembaga negara untuk menyusun laporan
keuangan unit organisasi atau lembaga negara tersebut, dapat dianggap
sebagai akuntan manajemen. Dalam setiap departemen atau satuan kerja

pemerintahan, terkadang juga dibentuk satuan unit organisasi yang sering
disebut sebagai Inspektorat Jenderal. Fungsi pokok Inspektorat Jenderal ini
mirip dengan audit internal, namun ruang lingkup tugasnya terbatas untuk
departemen/lembaga pemerintahan yang bersangkutan. Fungsi audit internal

4

untuk keseluruhan organisasi eksekutif pemerintahan dilakukan oleh Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pemerintah diwajibkan oleh konstitusi dan undang-undang untuk
membuat

laporan

realisasi

Anggaran

Pendapatan


dan

Belanja

Negara/Daerah serta laporan keuangan (pusat/daerah)untuk dismpaikan
kepada rakyatnya melalui DPR. Sebelum disampaikan kepada DPR, semua
laporan realisasi anggaran dan laporan keuangan tersebut diaudit terlebih
dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Skema karier seorang
akuntan dapat dilihat pada gambar 2.1

Skema Karier Seorang Akuntan
Gambar 2.1
Akuntan

Sektor Swasta

Akuntan
Manajemen

Auditor Internal


Sektor Publik

Akuntan
Pemerintah

Auditor
Inspektorat

Akuntan
BUMN/BUMD

Auditor BPKP

Akuntan
Publik
Auditor
BPK

5


Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan para
akuntan baik yang bekerja di sektor swasta maupun disektor pemerintah,
entah selaku akuntan manajemen, akuntan publik atau auditor internal dapat
disebut suatu profesi karena:
1. Memerlukan pengetahuan akuntansi dan/ atau disiplin ilmu lain yang
relevan melalui pendidikan formal (knowledge)
2. Memerlukan keterampilan dalam mengolah data dan menyajikan
laporan khususnya dengan memanfaatkan teknologi komputer dan
sistem informasi (skill), serta
3. Harus mempunyai sikap dan perilaku etis (attitude).
2.1.1.3 Etika Profesi
Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian
normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya
dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari
permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika merupakan pembelajaran
tentang norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan dengan salah dan benar,
baik dan buruk, seperti yang harus kita lakukan dan tindakan apa yang harus
dihindari.(Leonard J. Brooks, 2011).
Menurut Elder (2011), Etika dapat didefiniskan secara luas sebagai

seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Sedangkan Mulyadi
(2011), perlunya etika profesional bagi organisasi profesi adalah kebutuhan
profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang
diserahkan oleh profesi terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan jasa
tersebut. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat
membutuhkan kepercayaan masyarakat yang dilayaninya. Umumnya
masyarakat sangat awam mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh suatu

6

profesi, karena kompleksnya pekerjaan yang dilaksanakan oleh profesi.
Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu
tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena dengan
demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat
diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Kepercayaan masyarakat
terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik
menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit
yang dilakukan oleh anggota profesi tersebut.
Elder juga menyebutkan kebutuhan akan etika merupakan hal
penting bagi masyarakat agar kehidupan berjalan dengan tertib. Hal ini

sangat beralasan karena etika merupakan perekat untuk menyatukan
masyarakat. Kebutuhan akan etika dalam bermasyarakat cukup penting
sehingga banyak nilai-nilai etika umum yang dijadikan aturan hukum.
Namun ada pula beberapa nilai etika yang terdapat pada Gambar 2.2.
Ilustrasi Rumusan Prinsip-prinsip Etika
Gambar 2.2
Rumusan Prinsip-prinsip Etika
Berikut adalah enam nilai etika utama menurut Josephson Institute terkait dengan
perilaku etis:
Dapat dipercaya (Trustworthiness) termasuk kejujuran, integritas, keandalan, dan
kesetiaan. Kejujuran memerlukan suatu keyakinan yang baik untuk menyatakan
kebenaran. Integritas berarti seseorang bertindak berdasarkan kesadaran, dalam
situasi apa pun. Keandalan berarti melakukan segala usaha yang memungkinkan
untuk memenuhi komitmen. Kesetiaan merupakan tangung jawab untuk mendukung
dan melindungi kepentingan orang-orang tertentu dan organisasi
Rasa Hormat (Respect) termasuk nilai-nilai kesopanan, kepatuhan, penghormatan,
toleransi dan penerimaan. Orang yang penuh sikap hormat akan memperlakukan

7


orang lain dengan hormat dan menerima perbedaan

individu dan perbedaan

keyakinan tanpa prasangka buruk.
Tanggung Jawab (Responsibility) berarti tanggung jawab terhadap tindakan yang
dilakukannya dan memberikan batasan. Tanggung jawab juga berarti melakukanyang
terbaik dan memimpin dengan memberikan teladan, serta kesungguhan dan
melakukan perbaikan secara terus-menerus.
Kewajaran (Fairness) dan keadilan termasuk masalah-masalah kesetaraan,
objektifitas, proporsionalitas, keterbukaan dan ketepatan.
Kepedulian (Caring) berarti secara tulus memperhatikan kesejahteraan orang lain,
termasuk berlaku empati dan menunjukan kasih sayang.
Kewarganegaraan (Citizenship) termasuk mematuhi hukum dan menjalankan
kewajiban sebagai bagian dari masyarakat seperti memilih dalam pemilu dan menjaga
kelestarian sumber daya.
2.1.2 Tipe Audit
Menurut Mulyadi (2011), Auditing umumnya digolongkan menjadi 3
golongan antara lain:
1) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan
keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam audit laporan
keuangan ini, auditor independenmenilai kewajaran laporan keuangan atas
dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum. Hasil
auditing terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis
berupa laporan audit, laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai
informasi keuangan seperti pemegang saham, kreditur, dan Kantor
Pelayanan pajak.
2) Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit
sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan

8

umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria.
Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.
3) Audit Operasional (Operational Audit)
Merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau nagian
daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit
operasional adalah untuk:
a) Mengevaluasi kinerja
b) Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
c) Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau
pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang
meminta dilaksanakannya audit tersebut.

Tipe Audit
Gambar 2.3
Auditing

Audit Laporan Keuangan

Audit Kepatuhan

Audit Operasional

Memeriksa asersi dalam
laporan keuangan

Memeriksa tindakan
perorangan atau organisasi

Memeriksa seluruh atau
sebagian aktivitas
organisasi

9

Kriteria yang digunkana
adalah prinsip akuntansi
berterima umum

Kriteria yang digunakan
adalah kebijakan,
perundangan, peraturan

Kriteria yang
digunakan adalah
tujuan tertentu
organisasi

Laporan audit berisi
pendapat auditor atas
kesesuaian laporan
keuangan dengan prinsip
akuntansi berterima
umum
2.2 Pembahasan

Laporan audit berisi
pendapat auditor atas
kepatuhan perorangan atau
organisasi terhadap
kebijakan, perundangan,
peraturan

Laporan audit berisi
rekomendasi perbaikan
aktivitas

2.2.1 Hubungan Pendidikan Akuntan
Menurut Widhi (2006) dalam Elfarini (2007) menyatakan bahwa
pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Adapun SPAP
2001 tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit,
auditor

harus

memiliki

keahlian

dan struktur pengetahuan yang cukup.

Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena
dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan
(pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui
berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah
dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987
dalam Harhinto, 2004:35).
Harhinto (2004) menemukan bahwa pengetahuan akan mempengaruhi
keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas audit. Adapun

10

secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor
(Kusharyanti, 2003), yaitu :
(1) Pengetahuan pengauditan umum,
(2) Pengetahuan area fungsional,
(3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru,
(4) Pengetahuan mengenai industri khusus,
(5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah.
Pengetahuan pengauditan umum seperti risiko audit, prosedur audit,
dan

lain-lain kebanyakan

diperoleh

diperguruan

tinggi,

sebagian

dari

pelatihan dan pengalaman. Untuk area fungsional seperti perpajakan dan
pengauditan dengan komputer sebagian didapatkan dari pendidikan formal
perguruan tinggi, sebagian besar dari pelatihan dan pengalaman. Demikian juga
dengan isu akuntansi, auditor bias mendapatkannya dari pelatihan profesional
yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri
khusus dan hal-hal umum kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.
Berdasarkan Murtanto dan Gudono (1999) terdapat 2 (dua) pandangan
mengenai keahlian. Pertama, pandangan perilaku terhadap keahlian yang
didasarkan pada

paradigma

einhorn.

Pandangan

ini

bertujuan

untuk

menggunakan lebih banyak kriteria objektif dalam mendefinisikan seorang
ahli. Kedua, pandangan kognitif yang menjelaskan keahlian dari sudut pandang
pengetahuan.

Pengetahuan

diperoleh

melalui

pengalaman

langsung

11

(pertimbangan yang dibuat di masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja)
dan pengalaman tidak langsung (pendidikan).
Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003:5) menemukan
bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik.
Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas
kesalahankesalahan

dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan

kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi
yang mendasari (Libby et. al, 1985) dalam Mayangsari (2003:4).
Sedangkan Harhinto (2004) menghasilkan temuan bahwa pengalaman
auditor berhubungan positif dengan kualitas audit. Dan Widhi (2006) dalam
Elfarini (2007) memperkuat penelitian tersebut dengan sampel yang berbeda
yang menghasilkan temuan bahwa semakin berpengalamannya auditor maka
semakin tinggi tingkat kesuksesan dalam melaksanakan audit.
2.2.2 Hubungan Kode Etik Professional
Dilema etika meupakan situasi yang dihadapi seseorang dimana ia harus
membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Para auditor, akuntan dan
pebisnis lainnya, menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka.
Terlibat dengan klien yang mengancam akan mencari auditor baru jika tidak
diberikan opini unqualified akan menimbulkan dilema jika opini unqualified
tersebut ternyata tidak tepat untuk diberikan. Memutuskan apakah akan
menentang supervisor yang telah merekayasa pendapatan divisi sebagai cara
untuk memperoleh bonus yang lebih besar merupakan sebuah dilema etika.
Meneruskan untuk menjadi bagian dari manajemen perusahaan yang menganggu
dan tidak memperlakukan karyawannya dengan baik atau berlaku tidak jujur
12

terhadap pelanggannya merupakan dilema etika, terlebih bila orang tersebut
memiliki keluarga yang harus dinafkahi dan persaingan dalam mendapatkan
pekerjaan yang sangat tinggi.
2.2.2.1 Kebutuhan Khusus Terhadap Kode Etik Profesi
Para profesional diharapkan memiliki kepatuhan dalam berperilaku yang
lebih tinggi dibanding dengan kebanyakan orang pada umumnya. Istilah
profesional berarti tanggung jawab untuk berperilaku lebih dari sekedar
memenuhi tanggung jawab secara individu dan ketentuan dalam peraturan dan
hukum dimasyarakat. Seorang akuntan publik, sebagai seorang profesional,
harus menyadari adanya tanggung jawab pada publik, pada klien dan pada
sesama rekan praktisi, termasuk perilaku yang terhormat,bahkan jika hal
tersebut berarti harus melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi.
Alasan adanya harapan yang begitu tinggi pada penerapan etika bagi para
profesional adalah kebutuhan akan kepercayaan publik dalam kualitas
pelayanan yang diberikan oleh para profesional tersebut, bagaimana pun
individu-individu yang memberikan jasa tersebut. Bagi profesi akuntan publik,
merupakan hal yang penting bahwa klien dan pihak-pihak eksternal pengguna
laporan keuangan untuk memiliki kepercayaan dalam kualitas audit dan jasa
lainnya yang diberikan oleh akuntan publik tersebut. Jika para pengguna jasa
tidak memiliki kepercayaan pada para akuntan publik, maka profesional
tersebut kehilangan kemampuan untuk melayani klien dan juga masyarakat
umum secara efektif.
Kepercayaan publik terhadap kualitas jasa profesional yang diberikan akan
meningkat bila profesi mendorong diterapkannya standar kinerja dan standar
perilaku yang tinggi bagi para praktisinya.
2.2.2.2 Kode Etik Akuntan

13

Menurut Munawir (1996) pengertian kode etik akuntan adalah: “Sebagai
suatu sistem prinsip-prinsip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan
pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, dan
akuntan lain sesama profesi” atau “suatu alat atau sarana untuk memberikan
keyakinan kepada klien, pemakai laporan keuangan dan masyarakat pada
umumnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan”.
Kepercayaan masyarakat atas kualitas atau mutu pekerjaan profesi akan
semakin tinggi jika profesi tersebut menetapkan standar pelaksanaan dan
tatanan moral atau perbuatan yang tinggi terhadap seluruh anggotanya. Kode
etik akuntan juga dimaksudkan untuk membantu para anggotanya dalam
mencapai kualitas pekerjaan sebaik-baiknya. Audit yang berkualitas sangat
penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggung jawabnya
kepada investor, masyarakat umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang
mengandalkan kredibilitas laporan keuangan yang telah diaudit.
2.2.2.3 Prinsip-prinsip Dasar Etika Profesional
Kelima prinsip etika dalam penerapan umum atas kode etik profesional
dimaksudkan untuk diterapkan pada seluruh anggota dan bukan hanya mereka
yang melakukan praktik publik. Kelima prinsip yang harus diterapkan auditor
adalah sebagai berikut :
Integritas. Para auditor harus terus terang dan jujur serta melkakukan
praktik secara adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan profesional
mereka.
Objektivitas. Para auditor harus tidak berkompromi dalam memberikan
pertimbangan profesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan
atau karena adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya, hal
ini mengharuskan auditor untuk menjaga perilaku yang netral ketika
menjalankan audit, menginterprestasikan bukti audit dan melaporkan

14

laporan keuangan yang merupakan hasil dari penelaahan yang mereka
lakukan.
Kompetensi profesional dan kecermatan. Auditor harus menjaga
pengetahuan dan keterampilan profesionalmereka dalam tingkat yang
cukup

tinggi,

keterampilan

dan tekun dalam menerapkan
mereka

ketika

memberikan

jasa

pengetahuan dan
profesional

juga

menjalankan tugas profesional mereka sesuai dengan seluruh standar
teknis dan profesi.
Kerahasiaan. Para auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama tugas profesional maupun hubungan dengan klien
kecuali jika ada kewajiban hukum yang mengharuskan mereka
mengungkapkan informasi tersebut.
Perilaku profesional. Para auditor harus menahan diri dari setiap perilaku
yang akan mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan
kelalaian. Berikut peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia
KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga
negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

15

negara sebagaimana dimaksud dalam Unadang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Anggota BPK adalah pejabat negara pada BPK yang dipilih oleh DPR dan
diresmikan dengan Keputusan Presiden.
3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan dan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan untuk dan atas nama BPK.
4. Majelis Kehormatan Kode Etik, yang selanjutnya disebut Majelis Kehormatan,
adalah kelengkapan BPK yang bertugas untuk menegakkan kode etik.
5. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang selanjutnya disingkat SPKN adalah
patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawa keuangan
negra yang meliputi standar umum, standar pelaksanan pemeriksaan, dan standar
pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/ pemeriksa.
6. Kode Etik BPK, yang selanjutnay disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang
harus dipatuhi oleh setiap anggota BPK dan Pemeriks selam menjalankan tugasnya.
7. Akademisi adalah orang yang berpendidikan tinggi yang megabdikan diri secra
penuh serta berpartisipasi langsung dalam bidang pendidikan tinggi.
8. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu.
9. Sidang Badan adalah permusyawaratan yang dihadiri oleh pars Anggota BPK yang
dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua atau Anggota BPK lain yang ditunjuk untukt
membicarakan pelaksanaan tugas dan wewenang BPK.
10. Sidang Majelis adalah permusyawaratan yang dihadiri oleh Anggota Majelis
Kehormatan BPK untuk memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran kode etik.
BAB II
KODE ETIK

16

Bagian Pertama
Nilai-Nilai Dasar
Pasal 2
Setiap Anggota BPK dan Pemeriksa wajib :
a. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
b. Mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
c. Menjunjung tinggi independensi, integritas, dan profesionalitas.
d. Menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Bagian Kedua
Kode Etik Bagi Anggota BPK
Pasal 3
)

Untuk menjamin indepedensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota

)

BPK wajib :
a. Memegang sumpah dan janji jabatan.
b. Bersikap netral dan tidak memihak.
c. Menghindari terjadinya benturan kepentingan.
d. Menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi objektivitas.
Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota
BPK dilarang :
a. Merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga anggota lain, badan-badan lain
yang mengelola keuangan negara, dan perusahaan swasta nasional atau asing.
b. Menjadi anggota partai politik.
c. Menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat menyebabkan orang lain meragukan
indepensinya.
Pasal 4

(1)Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK
wajib :
a. Bersikap tegas dalam meneraapkan prinsip, nilai dan keputusan.

17

b. Bersikap tegas dan mengemukakan dan/atau melakukan hal-hal yang menurut
pertimbangan dan keyakinan perlu dilakukan.
c. Bersikap jujur dengan tetap memegang rahasia pihak yang diperiksa.
(2) Untuk menjamin integritas dann menjlankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK
dilarang menerima pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupun tak
langsung yang diduga atau patut diduga dapat memengaruhi pelaksanaan tugas dan
wewenangnya.
Pasal 5
Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota
BPK wajib :
a. Menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan.
b. Menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan.
c. Menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau
jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.
d. Menghindari perbuatan di luar tugas dan kewenangannya.
Bagian Ketiga
Kode Etik Bagi Pemeriksa
Pasal 6
(1) Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa
wajib :
a. Bersikap netral dan Tidak memihak.
b. Menghindari terjadinya benturan kepentingan dan melaksanakan kewajiban
profesionalnya.
c. Menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi independensi.
d. Mempertimbangkan informasi, pandangan, dan tanggapan dari pihak yang
diperiksa dalam menyusun opini atau laporan pemeriksaan.
e. Bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri.

18

(2) Untuk menjamin independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pemeriksa
dilarang :
a. Merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, badan-badan lain
yang mengelola keuangan negara, dan perusahaan swasta nasional atau asing.
b. Menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat menyebabkan orang lain meragukan
independensinya.
c. Tunduk pada intimidasi atau tekanan orang lain.
d. Membocorkan informasi yang diperolehnya dari auditee.
e. Dipengaruhi oleh prasangka, interpretasi atau kepentingan tertentu, baik
kepentingan pribadi pemeriksa sendiri maupun pihak-pihak yang lainnya yang
berkepentingan dengan hasil pemeriksaan.
Pasal 7
)

Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pemeriksa
wajib :
a. Ersikap tegas dalam menerapkan prinsip, nilai, dan keputusan.
b. Bersikap tegas untuk menegmukakan dan/atau melakukan hal-hal yang menurut

pertimbangan dan keyakinan perlu dilakukan.
c. Bersikap jujur dan terus terang tanpa harus mengorbankan rahasia yang diperiksa.
(2) Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa
dilarang :
a. Menerima pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidak langsung
yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan
wewenangnya.
b. Menyalahgunakan wewenangnya sebagai Pemeriksa guna memperkaya atau
menguntungkan diri sendiri atau pihak lain.
Pasal 8
(1) Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Pemeriksa wajib :
a. Menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan.

19

b. Menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan, rahasia pihak yang diperiksa dan
hanya mengemukakannya kepada pejabat yang berwenang.
c. Menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau
jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.
d. Menghindari perbuatan di luar tugas dan kewenangannya.
e. Mempunyai komitmen tinggi untuk bekerja sesuai dengan standar pemeriksa
keuangan negara.
f. Memutakhirkan, mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan profesionalnya
dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan.
g. Menghormati dan mempercayai serta saling membantu diantara Pemeriksa
sehingga dapat bekerjasama dengan baik dalam pelaksanaan tugas.
h. Saling berkomunikasi dan mendiskusikan permasalahan yang timbul dalam
menjalankan tugas pemeriksaan.
i. Menggunkan sumber daya publiksecara efisien, efektif, dan ekonomis.
(2) Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Pemeriksa dilarang :
a. Menerima tugas yang bukan merupakan kompetensinya.
b. Mengungkapkan informasi yang terdapat dalam proses pemeriksaan kepada pihak
lain, baik lisan maupun tertulis, kecuali untukkepentingan peraturan perundangundangan yang berlaku.
c. Mengungkapkan hasil laporan pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan
kepada media massa kecuali atas izin atau perintah Ketua atu Wakil Ketua atau
Anggota BPK.
d. Mendiskusikan pekerjaannya dengan auditee diluar kantor BPK atau kantor
auditee.
BAB III
MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK
Bagian Pertama
Kedudukan dan Keanggotaan

20

Pasal 9
(1) Majelis Kehormatan merupakan alat kelengkapan BPK yang dalam menjalankan
tugasnya bersifat independen.
(2) Majelis kehormatan berkedudukan di kantor Pusat BPK.
Pasal 10
)

Anggota Majelis Kehormatan berjumlah lima orang, yang terdiri atas tiga orang

)

Anggota BPK, satu orang dari unsur profesi, dan satu orang dari unsur akademisi.
Keanaggotaan Majelis Kehormatan yang berasal Anggota BPK dapat dijabat secara

)

bergantian dengan jangka waktu tertentu.
Keanggotaan Majelis kehormatan yang berasal dari untuk profesi dan akademisi dijabat
selama 3 tahun.
Pasal 11

)

Untuk dapat dipilih sebagai Anggota Majelis Kehormatan, calon yang berasal dari
unsur profesi dan akademisi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Warga negara Indonesia.
b. Tidak menjadi anggota partai politik.
c. Memiliki reputasi dan kredibilitas yang diakui oleh masyarakat.
d. Memiliki kompetensi di bidang profesi atau akademisi.
e. Memiliki integritas dan independensi yang diperlukan untuk menegakkan kode etik
BPK.
f. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan

)

hukuman pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih.
g. Ehat jasmani dan rohani.
h. Sekurang-kurangnya berusia 35 (tiga puluh lima) tahun.
Anggota Majelis Kehormatan yang berasal dari unsur profesi dan akademisi dicalonkan
dan diangkat oleh BPK.

21

)

Untuk mengangkat seseorang menjadi Anggota Majelis Kehormatan, BPK dapat
meminta pendapat kepada asosiasi profesi atau perguruan tinggi tertentu sesuai dengan
kebijakan BPK.

Pasal 12
)

Pemilihan dan Penetapan Anggota Majelis Kehormatan dilakukan oleh BPK melalui

)
)

mekanisme Sidang Badan.
Keanggotaan Majelis Kehormatan ditetapkan dengan Keputusan BPK.
Selama mekanisme Sidang Badan sebagaimana dimaksud dalan ayat (1) belum
ditetapkan, maka pemilihan dan penetapan anggota Majelis Kehormatan dilakukan
secara musyawarah dan hasilnya dituangkan secara tertulis yang ditandatangani oleh
Ketua, Wakil ketua, dan seluruh Anggota BPK.
Pasal 13

)

Majelis Kehormatan terdiri atas satu orang ketua merangkap anggota dan empat orang

)

anggota.
Pemilihan Ketua Majelis Kehormatan dilakukan oleh seluruh Anggota Majelis
Kehormatan secara musyarawah.
Pasal 14

)

Dalam hal Anggota Majelis Kehormatan yang berasal dari BPK diduga melakukan
pelanggaran kode etik dan kasusnya diperiksa melalui sidang Majelis Kehormatan,
anggota yang bersangkutan tidak dapat mengikuti persidangan atas dirinya tetapi tetap
dapat mengikuti persidangan yang menangani kasus pelanggaran kode etik yang lain.

22

)

Apabila majelis kehormatan memutuskan bahwa anggota yang bersangkutan terbukti
melanggar Kode Etik, maka BPK memberhentikan yang bersangkutan dari
keanggotaan Majelis Kehormatan.
Pasal 15

Anggota Majelis Kehormatan dilarang melakukan pengaduan.
Pasal 16
Anggota Majelis Kehormatan diberhentikan dari jabatannya dengan Keputusan BPK
karena :
a. Telah berakhir masa tugasnya.
b. Meninggal dunia.
c. Mengunduran diri atas permintaan sendiri yang diajukan secara tertulis kepada
BPK.
d. Sakit jasmani atau rohani secara terns menerus atau berhalangan tetap yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
e. Tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama 6 (enam) bulan berturut-turut
tanpa alasan yang sah.
f. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat keanggotan Majelis Kehormatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat (1).
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 17
)

Majelis Kehormatan mempunyai tugas menegakkan kode etik.

)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Majelis Kehormatan
melaksanakan fungsi sebagaimana berikut :

23

a. Menerima dan meneliti pengaduan tentang dugaan pelanggaran Kode Etik.
b. Melakukan pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik.
c. Memutuskan ada atau tidak adanya pelanggran Kode Etik.
Pasal 18
)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 16, Majelis Kehormatan
berwenang :
a. Memanggil pengadu dan pihak yang diadukan untuk dimintai keterangan dan/atau
data dalam sidang Majelis Kehormatan.
b. Memanggil para saksi untuk dimintai keterangan dan/atau data dalm sidang
majelis.
c. Memberikan rekomendasi kepada BPK mengenai sanksi terhadap anggota BPK
atau Pemeriksa yang terbukti melanggar Kode Etk.
d. Memberikan rekomendasi kepad BPK untuk merehabilitasi anggota BPK atau
Pemeriksa yang tidak terbukti melanggar Kode Etik.
e. Memberikan rekomendasi kepada BPK tentang upaya-upaya yang perlu dilakukan
dalam mencegah terjadinya pelanggaran Kode Etik.

)

Pihak yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b wajib
memberikan keterangan dan/atau data yang diminta oleh majelis Kehormatan.
Pasal 19

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Anggota majelis Kehormatan berkewajiban
untuk :
a. Merahasiakan indentitas pengadu, pihak yang diadukan dan saksi kepada siapa pun.
b. Merahasiakan informasi yang diperoleh karena kedudukannya sebagai Anggota
Majelis Kehormatan memberikan putusan yang seadil-adilnya.

24

Bagian Ketiga
Panitera Majelis Kehormatan
Pasal 20
)

Dalam pelaksanaan tugasnya, Majelis Kehormatan memiliki Paniters yang secara exofficio dilaksanakan oleh Inspektur Utama BPK.

)

Panitera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas kepaniteraan yang
meliputi :
a. Menatausahakan surat pengaduan dan bukti yang diajukan.
b. Menyiapkan surat panggilan sidang Majelis Kehormatan kepada para pihak.
c. Mempersiapkan persidangan.

)

Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), panitera bertanggung
jawab kepada Majelis Kehormatan.
BAB IV
TATA CARA PERSIDANGAN
Bagian Pertama
Pengaduan
Pasal 21

)

Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau merasa
dirugikan, yaitu :
a. Pejabat/pegawai dari entitas yang diperiksa.
b. Teman sejawat sesama pemeriksa.

25

(2) Pengaduan diterima terbatas pada dugaan pelanggaran ats kode etik.
(3) Pengaduan wajib disampai secara tertulis serta dilengkapi dengan alas bukti dan
identitas pengadu yang jelas.
Pasal 22
)

Pengaduan yang diterima dicatat oleh Panitera dalm buku register pengaduan.

(2) Panitera menyampaikan pengaduan kepada majelis Kehormatan selambat-lambatnya
lima hari kerja sejak pengaduan diterima.
Pasal 23
)

Majelis

Kehormatan

menetapkan

waktu

sidang

Majelis

Kehormatan

dan

memberitahukan kepada Panitera.
(2) Panitera menyampaikan surat panggilan kepada pengadu serta Anggota BPK atau
Pemeriksa yang diadukan untuk mengikuti persidangan yang sudah ditetapkan.
(3) Surat panggilan sudah ahrus diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga
hari kerja sebelum sidang Majelis Kehormatan dilaksanakan.
Bagian Kedua
Pemeriksaan dan Keputusan
Pasal 24
)

Pemriksaaan pelanggaran kode etik dilakukan dalam sidang Majelis Kehormatan yang
bersifat tertutup.

(2) Sidang majelis Kehormatan dalam diselenggarakan apabila dihadiri oleh sekurangkurangnya tiga orang Anggota Majelis Kehormatan.
(3) Pemeriksaan terhadap pihak pengadu dan pihak yang diadukan dilakukan dalam waktu
yang berbeda.

26

(4) Sidang Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di tempat
kedudukan Majelis Kehormatan.
Pasal 25
Anggota BPK atau Pemeriksa yang diadukan wajib hadir dalam sidang Majelis
Kehormatan dan tidak dapat diwakilkan.
Pasal 26
)

Anggota BPK atau Pemeriksa yang diadukan berhak untuk melakukan pembelaan.

(2) Dalam rangka pembelaan diri sebagaimana dimaksud ayat (1), anggota BPK atau
Pemeriksayang diadukan berhak untuk mengajukan saksi dan/atau alat bukti lainnya.
Pasal 27
)

Dalam hal pihak pengadu atau pihak yang diadukan tidak hadir pada waktu sidang
Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, Majelis Kehormatan
menunda sidang dan menetapkan waktu sidang berikutnya.

(2) Panitera menyampaikan surat panggilan kepada pihak yang tidak hadir untuk
menghadiri sidang berikutnya.
(3) Surat panggilan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus sudah diterima oleh yang
bersangkutan selambat-lambatnya satu hari kerja sebelum waktu sidang.
(4) Dalam hal pihak pengadu dan/atau pihak yang diasukan tidak hadir untuk kedua
kalinya secara berturut-turut tanpa alasan yang patut dan wajar, Majelis Kehormatan
dapat melakukan pemeriksaan secara in absentia.
Pasal 28
)

Sebelum melakukan pemeriksaan, Majelis Kehormatan menjelaskan hak dan

kewajiban pihak yang diperiksa.
(2) Panitera yang membuat berita acar pemeriksaan yang ditandatangani oleh Anggota
Majelis Kehormatan yang hadir dalam sidng Majelis Kehormatan.

27

(3) Majelis Kehormatan mengambil putusan berdasarkan hasil pemeriksaan atau
pengaduan, pembelaan, alat-alat bukti, dan keterangan saksi.
(4) Pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sekurang-kurangnya
dihadiri oleh 3 (tiga) orang Anggota Majelis Kehormatan.
(4) Pengambilan putusan dilakukan secara musyawarah mufakat dan apabila tidak tercapai
mufakat, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 29
Putusan yang diambil sidang Majelis Kehormatan dapat berupa :
a. Menolak pengaduan.
b. Menyatakan bahwa pihak yang diadukan tidak terbukti melanggar kode etik.
c. Menyatakan bahwa pihak yang diadukan terbukti melanggar kode etik.
pasal 30
)

Putusan sidang Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam pasl 29 huruf b dan

c disertai rekomendasi kepda BPK.
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud apada ayat (1) dapat berupa :
a. Sanksi.
b. Rehabilitasi.
c. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam mencegah terjadinya pelanggaran Kode
Etik.
(3) Sanksi sebgaiman dimaksud dalam ayat (2) huruf a kepada Anggota BPK dapat
berupa :
a. Peringatan tertulis ; atau
b. Pengajuan usul pemberhentian dari keanggotaan BPK.
(4) Sanksi sebgaimana pada ayat (2) huruf a kepada Pemeriksa dapat berupa :
a. Peringatan tertulis; atau
b. Larangan melakukan pemeriksaan keuangan negara untuk jangka waktu tertentu;
atau
c. Pemberhentian dari jabatan fungsional pemeriksa keuangan negara.
Pasal 31
28

)

Putusan sidang Majelis Kehormatan sebgaimana dimaksud dalam Pasal 29 harus

mendapat persetujuan BPK.
(2) Majelis Kehormatan menyampaikan putusan sidang Majelis Kehormatan dan
rekomendasi kepda BPK.
(3) BPK menindaklanjuti rekomendasi Majelis Kehormatan.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Putusan
Pasal 32
)

BPK meneruskanb putusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 kepda Panitera

untuk dicatat dalam buku register putusan.
(2) Panitera membuat salinan putusan sidang Majelis Kehormatan dan disampaikan kepada
pengadu dan pihak yang diadukan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
) Untuk pertama kali Majelis Kehormatan ditunjuk oleh BPK.
(2) Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Surat Keputusan BPK Nomor 14/SK/1975
tentang sapta Prastia Jati BPK dan Ikrar Pemriksa, sepanjang tentang Ikrar Pemeriksa,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Badan Pemriksa Keuangan ini dengan
penetapannya dalam Lembaran Negara.
29

KESIMPULAN

Bahwa dalam pendidikan seorang akuntan akan mempengaruhi sistem kinerja
profesionalnya jika sedang menangani klien, selain itu etika dan kode etik sangat penting
didalam suatu organisasi baik organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta. Sebab
jika kita sebagai akuntan tidak memiliki kode etik dan etika yang baik dan sesuai dengan
porsinya tentu akan berakibat pada pekerjaan sang akuntan itu sendiri, karena satu
kesalahan akan berdampak luas pada pekerjaan atau projek lain yang akan di tanggani oleh
sang akuntan. Maka dari itu benar adanya bahwa Etika adalah cabang dari filsafat yang
menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya
dilakukan

30

Daftar Pustaka

Agoes, Sukrisno-I Cenik Ardana.2014. Etika Bisinis Dan Profesi Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
Arens, Loebbecke.2008. Auditing Pendekatan Terpadu. Jakarta: Salemba Empat.
Harhinto, Teguh . 2004. Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit
Studi Empiris Pada KAP di Jawa Timur. Semarang. Tesis Maksi. Universitas
Diponegoro.
Kusharyanti. 2003. Temuan penelitian mengenai kualitas audit dan kemungkinan topik

31

penelitian di masa datang. Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Desember).
Mulyadi,2011. Auditing. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat
Murtanto dan Gudono, 1999. Identifikasi karakteristik-karakteristik audit profesi
akuntan publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing 2 (1) Januari.
Sunyoto, Danang. 2014. Auditing Pemeriksaan Akuntansi. Yogyakarta: CAPS.
Widiastuty, Erna dan Febrianto, R. Pengukuran Kualitas Audit: Sebuah Esai.

32