Perang Jepang Cina II perang

Perang Jepang – Cina II ( 1937 – 1945 )
Oleh :
Mochamad Alfan Farizi ( 1101707 )

A.Kondisi Internal Kedua Negara Sebelum Konflik
a.

Jepang
Berangkat dari keadaan suatu negara yang mengalami perubahan yang boleh disebut

secara cepat atau revolusioner banyak mempengaruhi kebijakan – kebiajakan politik yang
diambil oleh suatu negara . Negara di Asia yang sangat menonjolkan peristiwa ini adalah negara
Jepang dan China. Pertama, kita mengetahui bahwa di Jepang melakukan suatu restorasi Meiji
dimana kekuasaan Shogun dihapuskan dan diserahkan kepada kaisar.Sebelum adanya restorasi
Meiji, Jepang yang sebelumnya menganut paham menolak pengaruh Barat atas dasar peraturan
yang dibuat oleh Shogun Tokugawa ( 1603- 1854 ) yaitu berupa politik isolasi yang menjadikan
Jepang tertutup dari dunia luar. Namun setelah Jepang melakukan Restorasi Meiji,sikap Jepang
sangat terbuka terhadap dunia luar. Tentu berkat hal ini membawa dampak posiitf bagi
perkembangan Jepang baik dalam aspek pemerintahan, pendidikan, militer, industry serta
kemajuan dalam bidang IPTEK ( Ilmu pengetahuan dan Teknologi ) yang membawa Jepang
beralih menjadi suatu negara modern. Namun meskipun perubahan dilakukan secara cepat tetap

Jepang memiliki dirinya sebagai seorang Jepang yang nasionalis, dan tetap peran militer sangat
dominan dari era shogun sampai kekaisaran ( setelah Restorasi Meiji ). Dalam era kekuasaan
kaisar Hirohito yang naik takhta menggantikan ayahnya Yoshihito pada tahun 1926 semakin
menguatkan pemerintahan militeristik Jepang dan mengarahkan Jepang kepada sebuah negara
ultranasionalis yang mennginginkan adanya upaya untuk sebuah ekspansi. Meskipun mengalami
perkembangan yang sangat pesat bukan berarti Jepang tanpa masalah di dalam negerinya, Jepang
mengalami permasalahan dalam ekonomi dan kependudukan . Depresi ekonomi pada tahun 1929
dan menyebabkan Jepang banyak bergantung pada dunia luar. Lalu ditambahkan pada semakin
cepatnya perkembangan penduduk yang menyebabkan kepadatan penduduk. Dari berbagai
permasalahan yang menimpa Jepang ini, hanya semakin mendekatkan Jepang pada satu jalan

yang memungkinkan untuk menakhiri permasalahan ini dengan melakukan suatu ekspansi yang
mendapat dukungan dari kaum konservatif dan militer. Hal ini semakin dipertegas dengan
majunya Baron Tanaka sebagai pemimpin cabinet ( 1927-1929 ) yang terkenal karena adanya
penemuan suatu dokumen rahasia yang diserahkan kepada kaisar yang dikenal dengan nama
Tanaka Memorial ( Agung, 2012 : 81 ). Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di Asia Timur
Jepang harus menjalankan politik Darah dan Besi. Untuk merebut dunia Jepang harus
mengalahkan harus mengalahkan Eropa dan Asia, untuk mengalahkan Eropa dan Asia, Jepang
pertama-tama harus menaklukan China,dan untuk menaklukan China Jepang harus merebut
Machuria dan Mongolia. Jepang harus mengharap dapat melaksanakan rencana ini dalam

sepuluh tahun (Matulada, 1979:170-171). Maka secara garis besar dokumen ini berisikan politik
perampasan terhadap negara-negara lain lain untuk membangun sebuah kerajaan besar di Asia, .
Karena mendapat dukungan maka mulai dilaksanakanlah kebijakan untuk merampas negara lain
yang salah satunya adalah negara China.
Awal dari konflik Jepang dan China ketika pihak Jepang mencampuri urusan perang
saudara Cina pada tahun 1928 ( Agung,2012 : 81 ) Lalu pihak Jepang semakin menegaskan
politik ekspansi fasismenya yaitu pada tanggal 18 September 2013 Jepang menyerang
Manchuria, dan alasan melakukan penyerangan karena pihak Jepang menuduh pasukan
nasionalis China membunuh Kapten Jepang yang bernama Nakamura. Dengan mudah
Manchuria dapat dikuasai, maka pada tanggal 1 Maret 1932 Jepang mendirikan negara boneka
Machuko dengan mengangkat Pu Yi sebagai presiden Manchuria delapan hari kemudian.
Disebabkan ekspansi Jepang inilah yang menjadi penyebab awal terjadinya Perang
Jepang – China II enam tahun kemudian.
b. China
China yang pada tanggal 10 Oktober 1911 terkenal dengan peristiwa heroic yang dikenal dengan
1911 Revolution yang dipimpin oleh Sun Yat Sen berhasil dan berhasil mengikis sedikit demi
sedikit keruntuhan Dinasti Qing yang telah lama berkuasa di dataran China. Pada tanggal 1
Januari 1912, Dr. Sun Yat Sen diambil sumpahnya sebagai presiden sementara di Nanjing, dan
dengan ini menandakan berdirinya Republik China sehingga keruntuhan Dinasti Qing tinggal
menunggu waktu saja. Adapun dasar negara yang dari Republik China ini adalah Sanminzhui

atau “Tiga Asas Kerakyatan” yang isinya adalah Nasionalisme, Demokrasi dan Sosialisme.

Melihat suasana Revolusi yang makin menggelora sehingga membuat Dinasti Qing tidak
mempunyai pilihan. Pada tanggal 12 Februari 1912, Ibusuri dari Dinasti Qing Long Yu dan
kaisar Puyi yang masih kanak-kanak menyerahkan kedaulatan kepada seluruh rakyat China dan
dimaklumkan pula bahwa bentuk pemerintahan China adalah Republik (Taniputera, 2009 : 538).
Namun pihak istana juga memberikan mandat kepada Perdana Menteri mereka Yuan Shikai
untuk membentuk pemerintahan sementara. Memang dengan ini dinasti Qing mengalami
keruntuhan tetapi perlu untuk diketahui bahwa wilayah kekuasaan dari Republik China ini hanya
di daerah selatan saja, sedangkan di daerah utara dikuasai oleh Yuan Shikai yang mendirikan
pemerintahan sementara. Menanggapi hal ini maka Dr. Sun Yat Sen mengkhawatirkan akan
terjadinya perang saudara di China maka ia mengambil sebuah keputusan dengan berhenti dari
dari jabatan presiden dan mengangkat Yuan Shikai sebagai presiden dengan Li Yuanhong sebagai
wakilnya pada tanggal 15 Februari 1912 ( baru dilantik pada 10 Maret 1912 ) , tetapi dengan
syarat bahwa dasar dari Republik China Sanminzhui tetap dipakai sebagai dasar negara.Dengan
ini Dr.Sun Yat Sen berharap bahwa seluruh China dapat disatukan, namun setelah disatukan Yuan
Shikai tidak menghendaki pemerintahan yang berdasar pada Sanminzhui , malah ia lebih kepada
usahanya untuk memperkokoh kedudukannya sebagai presiden, dengan mengangkat para
gubernur dan anggota parlemen yang berpihak kepadanya. Sun Yat Sen merasa kecewa, ia dan
partai Nasionalisnya Kuomintang mengerahkan ekspedisi militer pada bulan Juli 1913 namun

gagal. Setelah kejadian itu ia memecat semua anggota Guomindang dari parlemen dan pada bula
Mei 1914 ia membesar kembali kekuasaan dengan membentuk Undang-Undang Dasar baru yang
memanjangkan masa jabatanya dari 5 tahun menjadi 10 tahun,selain itu juga presiden dapat
dipilih kembali secara terus menerus. Di masa pemerintaha Yuan Shikai yang tiran untungnya
hanya terasa selama 4 tahun saja ka.ena pada 16 Juni 1916 ia meninggal dunia, tetapi tetap saja
permaslahan di dalam negeri China tidak selesai samapai disitu saja karena setelah meninggalnya
Yuan Shikai, banyak para penguasa lokal yang disebut sebagai warlord yang saling bertempur
sama lain demi memperebutkan kekuasaan, maka daerah China kembali menjadi terpecah
kembali. Pada tahun 1916 sampai dengan tahun 1928 dikenal dengan era warlordisme.
Sementara itu di wilayah China Selatan Sun Yat Sen masih memiliki pengaruh yang besar. Ia
diangkat sebagai kepala pergerakan republik dan menjabat sebagai presiden sampai tahun 1925
ketika beliau wafat. Selanjutnya Sun Yat Sen digantikan oleh Jenderal Chiang Kai Shek.( Darini,
2010 ). Ia merasa perlu untuk terus meneruskan perjuangan Sun Yat Sen dalam mempersatukan

China, maka ia memulai kembali ekspedisi ke daerah Utara, bekerja sama dengan Partai
Komunis China. Rencana ekspedisi ini disusun oleh Penasehat Militer Uni Soviet Jenderal Vaseli
Blucher. Ekspedisi ini berhasil, kota Nanking dan Shanghai dapat direbut kembali. Usaha
penyatuan China berhasil di bawah pimpinan Chiang Kai-Shek pada tahun 1927. Setelah
penyatuan ini, Chiang Kai-Shek yang tidak menyukai adanya partai Komunis di China ini
memulai usaha pengaruh komunis. 4 Juni 1928 ia berhasil meguasai Beijing dan pada tahun

1930-1934 ia malah memfokuskan untuk pemberantasan paham komunis di China, dan memulai
Kampanye Mengganyang Bandit di daerah yang masih dikuasai komunis ( Cawthorne, 2008 :
163 ). Sedangkan kita tahu pada tahun 1931 Jepang menyerang wilayah Manchuria dan
membentuk pemerintahan boneka di sana tetapi Chiang menanggapi serangan Jepang tersebut
diibaratkan hanya sebagai “ penyakit kulit biasa “ ketimbang komunis yang dianggapnya sebagai
” penyakit jantung “ yang sangat berbahaya. Ia hanya melaporkan penyerangan itu kepada Liga
Bangsa-Bangsa dan percaya penuh bahwa Liga Bangsa-Bangsa dapat menyelesaikan persoalan
penyerangan Jepang tersebut. Tetapi Jepang seakan tidak peduli, ia keluar dari anggota Liga
Bangsa dan semakin gencar memulai ekspansinya ke daerah China.
B.Meletusnya Perang Jepang – China II ( 1937 – 1945 )
Dengan semakin seringnya pertikaian antara Jepang dan China yang semakin intensif ini
tentunnya banyak menimbulkan kekalutan bagi terutama bagi pihak yang diserang yaitu China.
Ternyata keputusan dari Chiang Kai-Shek untuk mempercayai Liga Bangsa-Bangsa dalam
membantu menyelesaikan konflik dengan Jepang tidak berhasil. Chiang Kai-Shek lebih memilih
untuk menyelesaikan konflik dalam negerinya dahulu, tetapi ini terbukti merupakan keputusan
yang kurang tepat. Inilah pula yang memicu adanya pemberontakan kalangan nasionalis di Xi
An, sehingga Chiang pun tidak punya pilihan lain untuk menyelesaikan persoalan
pemberontakan ini dahulu, namun pada saat tiba di Xi An ini Chiang Kai Shek diculik dan
dipaksa untuk tidak memusuhi Partai Komunis China, tetapi ia diminta untuk bekerja sama
melawan pihak Jepang dan karena tidak memiliki pilihan ia pun setuju untuk bekerja sama.

Maka munculah persatuan antara pihak Nasionalis China dengan Partai Komunis China yang
dipimpin oleh Mao Tse Tsung dalam menghadapi agresi Milliter Jepang. Tentu Jepang memiliki
alasan menyerang dan menduduki wilayah China, yang menurut Soebantardjo Jepang memiliki

sebab umum dan sebab khusus dalam menyerang China. Adapun sebab umum maupun sebab
khusus yang diutarakan oleh Soebantardjo adalah :
a. Sebab Umum
-

Jepang ingin menduduki Tiongkok1 Utara

-

Akan terbentuknya persatuan di Tiongkok yang berarti memperkuat kedudukan
Tiongkok terhadap Jepang

b. Sebab Khusus
-

Insiden Jembatan Marcopolo ( Lukouchiao,dekat Peking ). Jepang mengadakan

latihan perang di dekat Jembatan Marcopolo terlibat tembak menembak dengan
pasukan Tiongkok. Insiden ini disengaja oleh Jepang untuk dibuat alasan memulai
perang terhadap Tiongkok pada tahun 1937. ( Soebantardjo, 1958 : 16 )

Bila dilihat dari kedua sebab ini maka dapat dianalisis pendapat dari Soebantardjo ini bahwa
sebab ini murni akan usaha dari Jepang untuk memperluas wilayah kekuasaannya di daerah Asia
dan sudah tentunya demi kesejahteraan ekonomi Jepang. Karena cita-cita dari Jepang adalah
pembentukan

daerah

ekonomi

Jepang

Mandsyoekwo



Tiongkok


yang

tertutup

(Hardjosoebroto,1976 : 86 ). Lalu mengenai insiden di Jembatan Marcopolo ini menjadi alasan
kuat Jepang untuk melakukan aneksasinya terhadap wilayah China dan menyulut peperangan
diantara kedua belah pihak. Pada tahun 1937 inilah dimulai konflik besar antara Jepang dan
China yang dikenal dengan peristiwa “ Perang Jepang – China II ( 1937 -1945 ) “. Tentara
Jepang pada awal perang sangat mudah untuk mengontrol jalannya peperangan, memenangkan
peperangan dan menguasai kota-kota besar di wilayah China. Pada bulan Agustus 1937, Jepang
melakukan serangan ke daerah Shanghai.yang dikenal dengan pertempuran Shanghai.
Pertempuran Shanghai 1937 adalah sebuah pertempuran skala penuh menandai awal perang
mati-matian antara dua negara tersebut. Istilah “insiden” secara tradisional digunakan untuk
memperhalus invasi Cina oleh Jepang. Pertempuran dapat dibagi ke dalam tiga tahap, dan secara
keseluruhan melibatkan hampir satu juta pasukan. Tahap pertama berlangsung dari 13 Agustus
sampai 22 Agustus, yaitu saat Tentara Revolusioner Nasional berusaha menghalau kehadiran
Tentara Kekaisaran Jepang dari pusat kota Shanghai. Tahap kedua berlangsung dari 23 Agustus
sampai 26 Oktober, yaitu selama Jepang melancarkan pendaratan amfibi di pesisir Jiangsu dan
kedua pihak bertempur dari bangunan ke bangunan, dengan Jepang berusaha memperoleh

1

Tiongkok disini dalam artian menyebut negara China. Karena beberapa penulis banyak
yang menafsirkan negara China dengan sebutan Tiongkok.

kendali terhadap kota dan daerah di sekitarnya. Tahap terakhir berlangsung dari 27 Oktober
hingga akhir November, melibatkan mundurnya tentara Cina dalam menghadapi manuver
penjempitan Jepang, dan kemudian pertempuran di jalan menuju ibukota Cina, Nanking
(Wikipedia, 2013). Tidak sampai pada itu saja Jepang semakin menekan China dengan
melakukan penyerangan ke wilayah lainnya. Pada 13 Desember 1937, Nanking, ibukota China
jatuh ke tangan tentara Jepang, menandai kekalahan kekalahan yang pahit bagi China, dan dalam
perebutan daerah Nanking ada peristiwa sejarah yang kelam yang menyelimutinya yaitu
peristiwa pemerkosaan besar-besar orang China oleh tentara Jepang yang dikenal dengan
peristiwa “ Perkosaan Kota Nanking “ . Jepang membentuk pemerintahan boneka di daerah
Nanking ini dan mengangkat para kolaborator – kolaborator China seperti diangkatnya Wang Qi
Wei sebagai Presiden China tandingan dengan Nanking sebagai ibukotanya. Manchuria
merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan kedaulatan terhadap Republik China di
bawah pimpinan Wang Qing Wei. ( Darini, 2010 ). China yang semakin terdesak oleh agresi
militer Jepang, dan keadaan semakin dipersulit setelah Ibukota Nanking jatuh. Maka
dilakukanlah perpindahan daerah Ibukota dari Nanking ke Hangou namun kota ini jatuh ke

tangan Jepang sehingga memaksa China melakukan perpindahan Ibukota lagi ke daerah
Chongqing.
Lalu kemudian kota Beibing pun berhasil dikuasai oleh wilayah Jepang dan membentuk
pemerintahan boneka sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut merupakan telah dikuasai oleh
pihak Jepang. Sedangkan pihak China yang semakin terdesak menyadari bahwa menghadapi
tentara Jepang secara terang-terang akan terus memicu kekalahan, oleh karena itu pihak tentara
China melakukan perang secara gerilya. Perjuangan China ini menarik banyak simpati di
kalangan dunia internasional yang memberikan bantuan. Seperti Amerika Serikat dan Inggris
yang memberikan bantuannya ke China lewat jalur Burma ( Burma’s Road ). Jepang yang
menyadari akan sangat vitalnya jalur Burma ini, melakukan suatu aksi melalui jalur diplomasi
terhadap Inggris yang pada saat itu menguasai daerah Burma untuk menutup jalur tersebut.
Akhirnya jalur tersebut ditutup pada 27 Juli 1940, Inggris beralasan bahwa keputusan itu adalah
untuk tidak menyelamatkan diri dari konflik, mengingat di dataran Eropa, Inggris terlibat konflik
sehingga hal untuk menyetujui permintaan Jepang sangatlah wajar.. Kini keadaan China semakin
terisolasi , hanya bantuan dari Uni Soviet yang mengalir sementara Jepang semakin terintegrasi
kekuatannya. Pada Bulan Oktober 1940 Jepang membentuk pakta poros dengan Jerman dan

Italia. Kedua negara tersebut sangat mendukung akan usaha ekspansi Jepang di wilayah Asia.
Jerman dan Italia mengakui hak-hak Jepang untuk menyelenggarakan ketertiban di Asia
(Hardjosoebroto, 1976 : 86 ).

Menanggapi hal ini Chiang Kai-Shek memerintahkan untuk melakukan perpindahan Industri ke
daerah pedalaman China sehingga sangat sulit untuk diketahui Jepang. Militeristik Jepang pada
tahun 1940-an ini memang sangat dikagumi sekaligus ditakuti. Namun pihak China sendiri
memiliki taktik efisiensi perang yang cukup baik, hasilnya China berhasil memenangkan suatu
pertempuran di Changsa pada 11 Oktober 1941. Namun pihak Jepang menanggapi hal ini dengan
melakukan suatu keputusan yang cepat yaitu dengan mengangkat seorang Menteri Angakatan
Perang yang handal. Adalah Hideki Tojo seorang Menteri Angkatan Perang Jepang yang sangat
cakap dalam mengelola sumber daya angkatan Perang Jepang. Tahun 1941 – 1944 ia diangkat
menjadi Perdana Menteri (Cawthorne, 2008 : 181 ). Hideki Tojo ini tidak terpengaruh oleh
kekalahan pihak Jepang di Changsa tetapi ia lebih melakukan suatu rencana untuk menguasai
Asia secara keseluruhan dan memulai Perang Pasifik yang menjadi bagian dari Perang Dunia II.
Meskipun berhasil melakukan ekspansinya seperti berhasil menguasai Singapura, Indonesia ,
Hongkong dan juga Burma pada yahun 1942 tetapi satu tahun kemudian pihak Jepang mulai
dibayangi kekalahan perang. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh pihak Cina untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan diplomasi di kancah dunia internasional. Kekalahan pihak poros Jepang ,
Italia dan Jerman semakin mendekati gerbangnya, maka Chiang Kai-Shek ikut hadir sebagi
wakil dari China dalam Konferensi Kairo pada November 1943. Ternyata Jepang melakukan
blunder yang sangat fatal karena setelah keberhasilannya melakukan ekspansi di Asia yang
terbilang cukup sukses selanjutnya ia tidak memperhitungkan kekuatan Sekutu sehingga
pendudukan Jepang di China pun mulai mengalami kesulitan untuk mempertahankannya, apalagi
ditambah dengan kekalahn pihak poros lainnya yaitu di Italia digulingkannya Benito Mussolini
dari kekuasaan, lalu kekalahan Jerman atas Uni Soviet yang semakin mempersulit Jepang untuk
bangkit dari keadaan kekalahannya dalam Perang Dunia II. Sedangkan China yang aktif dalam
kegiatan diplomasi di lingkup internasional semakin bisa berharap untuk kembali bisa
menuntaskan persoalan konflik dengan Jepang. Maka pada bulan Agustus – Oktober 1944, China
ikut serta dalam konferensi kelahiran Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan wakil-wakil dari
negara lainnya seperti Amerika Serikat, Inggris dan Uni Soviet. Chiang Kai-Shek melakuakan
serangan balasan kepada Jepang yang berdampak dikuasainya kembali pesisir selatan China.

Di pihak lain, Amerika yang menginginkan cepat selesainya Perang Dunia II melakukan
serangan bom atom pada pihak Jepang. 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di Hiroshima , lalu
tiga hari kemudian menjatuhkan bom atom yang kedua di Nagasaki. Jepang pun membuat suatu
pernyataan bahwa menyerah kepada Sekutu. Dengan usainya Perang Dunia II, China menjadi
salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Akhirnya pada 9 September 1945, Jepang

menyerah secara resmi kepada China di Nanking ( Taniputera, 2009 : 574 ). Ini menjadi pertanda
juga sebagai akhir dari Perang Jepang-China II.
C. Penutup
 Kesimpulan
Perang antara Jepang dan China yang kedua ini berkisar kurang lebih 8 tahun lamanya yaitu dari
tahun 1937 sampai dengan 1945. Alasan dimulainya perang lebih kepada usaha Jepang untuk
menguasai wilayah di Asia dan menjadi pemimpin Asia. Lalu dilihat dari segi kependudukan
Jepang yang padat semakin menguatkan Jepang untuk melakukan ekspansinya. Sementara itu
China yang sedang mengahadapi konflik perpecahan internal menjadi sasaran empuk Jepang
sehingga tidak dapat terelakkan lagi peperangan diantara keduanya.Awal peperangan
dimenangkan Jepang dan berhasil menduduki sebagian wilayah China Utara. Namun di akhir
tahun 1943 Jepang yang telibat dalam perang dunia II dengan Sekutu mulai mengalami
kekalahan sehingga berdampak melemahnya kekuatan militer. China yang ikut aktif dalam
diplomasi internasional banyak mendapat dukungan untuk bisa menyelesaikan konflik dengan
China. Kekalahan pihak Jepang semakin mendekat dengan dibomnya kota Hiroshima dan
Nagasaki oleh AS yang berdampak menyerahnya Jepang kepada Sekutu dan China. Konflik
Perang Jepang-China II berakhir setelah adanya pengakuan ini.
 Saran
Tulisan ini dibuat untuk bisa menjelaskan bagaimana keadaan kondisi perang Jepang – China
yang kedua. Tulisan ini hanya sebagai pengantar dan penulisa berharap bahwa ada orang yang
kompeten di bidang ini untuk menulis materi sejarah ini secara mendalam dikarenakan tulisan ini
memiliki banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi materi.
Daftar Pustaka

Agung, Leo.2012. Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta : Ombak
Cawthorne, Nigel. 2008. Tiran 100 Diktator & Penguasa Paling Kejam dalam Sejarah.
Tanggerang : KARISMA Publishing Group
Darini, Ririn. 2010. Garis Besar Sejarah China Era Mao. [ Online ] Tersedia :
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Garis%20Besar%20Sej%20Cina%20Era
%20Mao.pdf . (Diakses pada 24 September 2013).
Hardjosoebroto, Soedinar. 1976. Pengantar Sejarah Perekonomian Dunia. Yogyakarta : BPFE
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Matulada. 1979. Pedang dan Sempoa Suatu Analisa Kultural Perasaan Kepribadian Orang
Jepang. Jakarta : Depdikbud
Soebantardjo. 1958. Sari Sedjarah Asia – Australia. Yogyakarta : Bopkri
Taniputera, Ivan. 2009. History of China. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
Wikipedia.

2013.

Pertempuran

Shanghai.

[

Online

]

Tersedia

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Shanghai. ( Diakses pada 24 September 2013 )

: