Orang Rimba di Aik Behan dan Asohon

Orang
Rimba di
Aik
Behan
dan
Asohon,
TNBDSelatan
(Laporan Kerja
Lapangan Bulan
Oktober 2015)
Razakiko Harkani Lubis,
S.Sos

Orang Rimba Dikepung Api Hingga Dikunjungi oleh Rajo Godong Jokowi
Setelah saya kembali dari Aik Behan
tanggal 20 Oktober 2015, di SPI
tengah heboh dengan kasus kebakaran
yang telah menghanguskan ribuan
hektar ladang (huma) milik Orang
Rimba dan warga sekitar. SPI seperti
dikepung oleh dua titik api, yakni: dari

Bukit Pal dan dari Bukit Enau yang
posisinya di belakang kantor SPI.
Beredar isu bahwa sumber api di
Bukit Enau tersebut berawal pada
kejadian sebulan yang lalu ketika ada
pasangan muda-mudi remaja yang
lupa memadamkan api bekas acara panggang-panggangan. Usaha pemadaman pada saat itu
telah dilakukan oleh Kelompok Tani RT 3, Orang Rimba dan Pihak TNBD. Api yang telah
berhasil dipadamkan ini kemudian menyala kembali karena tidak disket. Di sisi lain api yang
dari Bukit Pal juga telah berkobar selama dua bulan terakhir. Api yang diduga akibat dari
bakar-bakaran lahan antara Orang Rimba dan Orang Dusun. Untuk mengetahui penyebab
kebakaran secara pasti tentunya perlu dilakukan penyelidikan yang lebih mendalam.
Khawatir dikepung api, Orang Rimba yang
berada di sekitaran SPI memutuskan untuk
mengungsi ke perumahan yang telah lama
mereka tinggalkan di dekat kantor SPI. Api
semakin dekat. Bahelo anjing dan berbagai
sumpah serapah keluar dari mulut induk-induk
ketika terpaksa mengikhlaskan ladang sumber
penghidupannya habis dilalap si jago merah.

Para rerayo pun mencoba untuk menghubungi
pihak TNBD. Selama beberapa hari ke depan Orang Rimba dan pihak TNBD tampak
berjibaku bahu-membahu satu sama lain memadamkan api. Beberapa alat untuk
memadamkan api pun difasilitasi oleh pihak TNBD, termasuk juga pasokan bahan pangan.

Beberapa Orang Rimba dan pihak TNBD dibagi ke dalam beberapa kelompok dan kemudian
menyebar ke dalam rimba. Pihak TNBD sendiri hanya membantu pemadaman api pada siang
hari jasa. Sementara api tidak bisa disuruh beristirahat pada malam hari. Justru saat malam
hari kebakaran itu semakin cepat berkobar. Untuk mengantisipasinya Orang Rimba harus
mengeluarkan energi ekstra dan menahan rasa kantuknya selama beberapa malam. Orang
Rimba mengeluhkan ketimpangan pembagian kerja ini.
Api belum benar-benar padam, meski tekah diguyur oleh hujan lebat. Asap kabut sekarang
mendatangkan suatu bencana baru bagi Orang Rimba dan masyarakat sekitar. Salah satunya
adalah penyakit ISPA yang sangat rentan menyerang Orang Rimba terutama anak-anak balita
dan ibu-ibu hamil. Bahkan bencana ini menjadi isu nasional. Pada tanggal 30 Oktober 2015
Presiden Jokowi, Mensos Khofifah beserta rombongan melihat secara langsung bagaimana
kondisi Orang Rimba pasca kebakaran hutan yang telah menghanguskan ribuan hektar lahan
sumber kehidupan mereka. Rajo Godong begitulah sebutan yang diberikan oleh Orang Rimba
kepada bapak presiden. Induk-induk bahkan ikut mempersembahkan sebuah tarian rakyat
untuk menyambut kedatangan Sang Rajo. Tidak banyak dialog yang dapat dilakukan bersama

Rajo Godong karena waktu yang begitu singkat. Mensos Kofifah meluangkan waktu yang
lebih lama untuk berdialog bersama Orang Rimba. Beliau bahkan menyempatkan diri untuk
mengunjungi Radio Komunitas Benor FM.

Pemanfaatan Keruangan bagi Orang Rimba
Sudah sejak lama Orang Rimba hidup survive dan berinteraksi dengan alam. Orang Rimba
begitu dekat dengan halom mereka. Dalam perayaan ritus yang berhubungan dengan life
cycle (kelahiran, pernikahan, kematian) Orang Rimba selalu menggunakan mediasi yang ada
di alam sekitar mereka. Alam juga menyediakan berbagai kebutuhan hidup mereka. Dalam
konsepsi berfikir Orang Rimba dikenal beberapa pembagian wilayah yang bisa diolah untuk
memenemuhi kebutuhan hidupnya dan mana yang tidak boleh diolah. diantara pembagian
wilayah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Huma adalah istilah Orang Rimba untuk menyebutkan ladang. Luasannya sangat
bervariasi, bahkan satu orang bisa memiliki puluhan hektar huma. Hal ini tergantung
dari kemampuannya mengolah lahan tersebut. Letak huma biasanya berada di sekitar
rumah mereka. Ada juga yang memiliki huma yang letaknya tersebar di beberapa
tempat lainnya. Huma biasanya ditanami dengan berbagai macam tanaman campuran
seperti: umbi-umbian, buah-buahan dan karet. Ketika seseorang telah membuka
huma, maka lahan tersebut telah sah menjadi hak miliknya meskipun tanpa ada suratsurat kepemilikan yang menegaskan haknya tersebut. Setidaknya Orang Rimba
menanam Kayu Sungkai atau merapatkan tanaman karetnya untuk memberikan batas

teritorial lahan kepemilikan mereka.
Untuk membuka huma sendiri perlu melalui serangkaian proses sebagai berikut:
a. Rangkaian ini dimulai dari menanyakan keadaan tanah tersebut kepada dukun.
Hal ini terkait dengan konsepsi berfikir Orang Rimba tentang adanya dewo-dewo
yang menguasai alam. Singkatnya ada dewo yang sifatnya suka menolong dan ada
juga sifatnya yang suka mencelakai manusia. Dewo yang terakhir inilah yang coba
diantasipasi oleh mereka. Apabila tanah itu terindikasi ada kekuatan jahat
biasanya terefleksi dari tanda-tanda alam seperti: langau hijau, kayu mati, dahan
patah, dan lain sebagainya. Mereka harus segera pindah lokasi karena adanya rasa
ketakutan dan kekhawatiran sesuatu yang buruk akan menimpa mereka kelak.
b. Menumbang dilakukan setelah memanjatkan doa-doa. Alat yang digunakan
bernama Kapak Beliung. Penggunaanya masih tidak kalah populer meskipun ada
alternatif menggunakan sinso. Satu pohon besar biasanya dapat ditumbangkan

menggunakan beliung selama dua sampai tiga jam. Bila lelah ketika menumbang
pohon mereka biasanya akan bekuamang1 sebagai sarana hiburan.

c. Sebulan kemudian lahan tersebut dibakar. Untuk itu perlu dilakukan memanggil
angin oleh dukun. Sarap atau dedaunan kering kemudian dibersihkan. Dibuatlah
tiga titik api dengan menggunakan sulu yang terbuat dari kulit kayu meranti.

Tumbukan damar dilemparkan ke arah api, sehingga api semakin berkobar. Api
dibiarkan sampai padam.
1Sebuah nyanyian folklore yang liriknya bercerita tentang pelunasan hutang dengan cara menumbang sebidang
lahan. Dinyanyikan sebagai hiburan ketika menumbang pohon.

d. Tanah dibiarkan selama tiga malam tapi tidak sampai tujuh hari. Saat itu tanahnya
masih lembut. Dipimpin oleh dukun maka untuk pertama kali ditanamlah
pencalong yakni: ubi putih, serai, sidingin, keladi hitam, ubi dan hitam sebagai
penangkal dari dewo pengganggu. Barulah ditanam tanaman lainnya. Dan terakhir
yang dibangun adalah rumah untuk menunggui ladang tersebut.
2. Benuaron adalah lahan yang memang diperuntukkan khusus untuk menanam buahbuahan saja. Misal: Kuduk Kuya, Rambutan, Pedero, Siyu, Nadai, Durian, Tampui,
Tungou, Rinai, dll
3. Sesap adalah ladang Orang Rimba yang baru ditinggalkan dan tidak digunakan lagi.
Kira-kira tiga tahun setelah ditinggalkan.
4. Belukor awalnya adalah sesap namun telah ditumbuhi oleh pohon-pohon besar
5. Hompongon adalah lahan yang berfungsi sebagai benteng bagi Orang Rimba dari
dunia luaron. Biasanya ditanami dengan tanaman obat-obatan dan karet yang ditanam
lebih rapat.
6. Tano besamo adalah hutan rimba yang tidak ada pemiliknya, siapa saja boleh
memanfatkan hasilnya.

Menurut Orang Rimba tanah yang bagus untuk ditanami adalah tanah yang datar dan dingin
(subur). Biasanya lokasinya dinamakan rana yakni suatu lapangan dengan pohon-pohon yang
tidak terlalu besar dan terletak di dekat muara sungai. Sementara itu ada tanah yang tidak bisa
ditanami biasanya tanah tersebut bedewo, diantaranya:
1. Tano Terban yakni bukit yang mudah longsor
2. Subon yakni sebuah air dimana semua binatang minum di sana
3. Tano Peranaon yakni tempat melahirkan dimana ciri-cirinya terdapat tumbuhan
sengeri dan sentubung tidak boleh ditebang
4. Tano Pasaron tempat pemakaman biasanya letaknya jauh di rimba dan ditentukan
oleh keluarga
Selain pembagian tanah di atas terdapat juga pembagian halom Orang Rimba lain, yakni:

1. Tali Bukit yaitu bukit yang paling tinggi. Contoh Bukit Tergang.
2. Kepalo Tengkuruk adalah jurang tapi terdapat sumber air.
3. Tenggalau terletak di hulu/ puncak hompongon biasa disebut juga somok semak).
4. Pematong terletak diantara anak sungai dan tenggalau, tempatnya terang, bukitnya
agak tinggi.
5. Kasong tanah berbukit
6. Tulung adalah titik puncak sungai. Contoh di puncak telantam pertemuan sungai
telantam dan batang kejasung

7. Kuyang terletak di atas pematong satu sampai dua batang kayu besar tak ada kayu
kecil, rumput kecil seperti di ladang.
8. Ngengontingan adalah tali bukit yang bersambung dengan sumber dua mata air yang
terputus di tengah
9. Pemasiron terletak di tengah bukit
Kehidupan Orang Rimba juga tidak dapat dilepaskan dari sungai. Ikan-ikan yang menjadi
sumber protein bagi mereka bisa didapatkan dengan mudah. Di dalam konsepsi berfikir
Orang Rimba juga terdapat pembagian wilayah berdasrkan sungai. Berdasarkan besar
kecilnya sungai Orang Rimba membagi sungai menjadi tiga, yakni: kobuloton (sungai
yang paling besar), sako (anak sungai yang lebih kecil) dan hompongon (yang paling
kecil). Di sungai itu terdapat pembagian tempat dengan berbagai variasi ikan yang
berbeda, yakni:
1. Siding yaitu lubang batu yang terdapat pada tebing. Ikan yang biasa hidup di sini
adalah: hulonto, kepiung, boung, tano, bernet, tampuk, seluang dan ruon.
2. Liban yaitu lubang tanah yang terdapat di tebing. Ukurannya lebih besar dari siding.
Biasanya yang hidup di sini adalah lelabi.
3. Telago yaitu lubang tanah yang ukurannya bervariasi (ada yang besar dan kecil), taoi
ukurannya lebih kecil dari liban.

Berkunjung ke Bubung Meratai (Bepak Bejoget) di Aik Behan


Sketsa Kediaman Keluarga Meratai di Aik Behan
“oik mikai dimono? ” beberapa kali Meluring
mecoba untuk besesalung berharap ada orang
yang menjawabnya dari kejauhan. Tidak
seorang pun yang menjawab. Kami dapati
rumah Meratai kosong tidak ada penghuninya.
Di Aek Behan hanya terdapat rumah keluarga
Meratai beserta menantunya. Meskipun mereka
memiliki dua rumah tapi mereka tinggal bersama di salah satu rumah. Rumah yang satu lagi
tidak ditepati karena bepak tidak suka atap seng yang membuatnya kepanasan dan sangat
berisik apabila diterpa hujan. Mereka berasal dari Gemuruh (Kedudung Muda) dan telah
pindah-pindah beberapa kali karena membuka lahan. Berikut ialah nama-nama anggota
keluarga Meratai:
Nama
Meratai
Melimbar
Besigar
Bedundang
Bemayo

Peloli

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan

Status dalam
Keluarga
Kepala Keluarga
Istri
Anak
Anak
Anak
Anak

Umur *

60 Tahun
58 Tahun
18 Tahun
17 Tahun
15 Tahun
13 Tahun

Bedegak
Pembilang
Bejoget
Pemagar
Bedendan
Pengatur
Meleko

Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan

Perempuan
Laki-Laki

Anak
Kepala Keluarga
Istri
Anak
Anak
Anak
Anak

10 Tahun
28 Tahun
30 Tahun
3 Tahun
2 Tahun
1 Tahun
6 Bulan

*Orang Rimba tidak mengenal umurnya secara pasti. Mereka punya penghitungan sendiri
yaitu menghitung mundur dari suatu fenomena alam yang gampang diingar.
Untuk memahami secara lebih mendalam bagaiama hubungan yang terdapat di dalam
keluarga

Meratai,

kita

juga

dapat

melihatnya

pada

silsilah

(diagram)

berikut:

Untuk menupang kehidupan ekonomi keluarganya, Meratai menggantungkan nasibnya dari
huna yang ditanami dengan karet dan buah-buahan. Setidaknya ada lima Ha karet yang sudah
siap untuk dipotong. Dua Ha di Aik Behan dan sisanya tiga Ha di Tupang Celang. Bepak
masih memiliki dua Ha karet berumur dua tahun yang belum bisa dipotong .
Ketika penulis menjumpainya, beliau tengah berada di Pematang Kabau untuk menjual karet.
Menurut cerita dari beliau harga karet sedang rendah yaitu Rp.5.500. Hasil karet yang
diperdapat keluarga Meratai adalah 30 keping atau tujuh setengah pikul. Setelah dipotong
hutang sebesar Rp. 550.000, uang yang diperdapat keluarga Meratai tersisa Rp.3.000.000.
Mereka langsung membelikan berbagai kebutuhan sembako seperti: gula, minyak makan,
beras, rokok, dsb. Mereka membawa barang-barang belanjaan tersebut menggunakan
ambung.
Keluarga Meratai biasanya menyimpan uang dalam bentuk kain. Kain-kain tersebut sangat
berguna dalam adat Orang Rimba. Kain-kain tersebut dirawat dan digantung di atas langitlangit rumah. Keluarga ini juga mempunyai sebuah sepeda motor bermerek JPT. Sepeda
motor tersebut didapatkan dengan cara dikredit sebesar Rp. 600.000 selama satu setengah
tahun dan DP sebesar Rp. 3.500.000. Sepeda motor tersebut diurus oleh Malik, orang dalam
yang sudah masuk Islam di daerah Pematang Kabau.
Daftar alat-alar rumah tangga yang dimiliki oleh keluarga Meratai
No

Nama Perabotan Rumah Tangga

Kuantitas

Perkiraan Harga

1

Kuali

1 buah

Rp. 15.000- Rp. 80.000

2

Periuk

1 buah

Rp. 40.000 – Rp. 80.000

3

Gelas plastik

1 lusin

Rp. 15.000

4

Gelas beling

1 buah

Rp. 8.000

5

Sudu (sendok)

1 lusin

Rp. 20.000

6

Mangkuk

3 buah

Rp. 5.000

7

Cerek

1 buah

Rp. 15.000 – Rp. 20.000

8

Termos

1 buah

Rp. 75.000

9

Sendok masak

3 buah

Rp. 5.000

10

Tikar pandan

1 buah

Rp. 50.000 – Rp. 200.000

11

Dirigen air 10 Ltr

1 buah

Rp. 10.000

12

Tengki semprot

1 buah

Rp. 300.000

13

Kain panjang

200
keping

Rp. 35.000

Tidak dapat berlama-lama bercakap-cakap dengan Meratai. Beliau beserta keluarga
berencana untuk mencari manau dan tetebu. Biasanya mereka mencari manau dan tetebu di
daerah: Ampang Gaung (anaknya Aik Behan ke Hilir), Desa Buluh, Tanoh Kepayang (3 jam
jalan kaki), Kedudung Rabah (2 jam jalan kaki), Pisang Kraya dan Lembing.
Untuk melangsir manau dan tetebu biasanya seluruh anggota keluarga diikutsertakan. Sekali
pikul Meratai mampu membawa 6-7 batang manau begitu juga isterinya. Abaedundsng (17)
anak lakinya sebanyak 5 batang, Peloli (13) sebanyak 3 batang dan Bedegak si bungsu
sebanyak 1 batang. Anak pertamanya Bedendang tidak ikut melansir karena mengurusi anak
kecil menantunya sedang mencari jernang dan memotong karet.
Diperkirakan Meratai mereka akan mendapatkan 10 beban manau dan tetebu satu orang .
Biasanya akan dilangsir selama berhari-hari tergantung dari jumlah beban dan jauhnya
perjalanan mengeluarkannya hingga sampai ke toke. Kalau mereka mencari manau dan tetebu
di daerah Tanoh Kepayang, biasanya akan ditumpuk dulu di Aik Behan selama dua hari, di
Tupang Celang selama dua hari dan di Sungai Sari (Pematang Kabau) selama dua hari.
Tokenya bernama Navid dan menurut masyarakat orangnya suka memberikan pinjaman
hutang.
Harga manau di Toke Navid berdasarkan Sizenya
Size Manau

Harga

L

Rp. 9.000

M

Rp. 4.000

S

Rp. 3.000

SS

Rp.1.500

Berkunjung ke Bubung Bebayang (Bepak Budi) di Asohon

Sketsa Denah Kediaman Keluarga Bebayang di Asohon
Perjalanan yang sempat tertunda karena
kebakaran beberapa hari yang lalu.
Sisa-sisanya masih meninggalkan asap
kabut yang membuat dada sulit untuk
bernafas lega. Perjalanan dari SPI
menuju Lubuk Jering kami tempuh
menggunakan sepeda motor. Perjalanan
dilanjutkan

dengan

berjalan

kaki

menyusuri kebun sawit dan karet milik
warga dusun. Kami baru tahu ternyata
jalan setapak tersebut sebenarnya bisa
dilewati hingga kaki bukit. Jalannya
sudah disemen, bahkan ketika kami lewat tengah dilakukan kegiatan perbaikan jalan. Nasib
baik karna kami tidak perlu berjalan jauh ke Asohon, karena Bebayang informan kami
kebetulan tengah bermalam di daerah Kebun Baru dan aksesnya begitu dekat dengan Lubuk
Jering. Keluarga Bebayang baru saja selesai melangsir manau dan tebu-tebu. Mereka
bermalam di sebuah sesudungon untuk memulihkan tenaga. Malam itu tak terasa waktu telah

menunjukkan pukul 04.00 WIB, sebelum akhirnya Bebayang beserta menantunya Beginje
pamit untuk istirahat.
Di Asohon setidaknya terdapat
empat bubung. Bubung pertama
ialah bubung yang paling besar,
bubung ini didiami oleh Bebayang,
isterinya bernama Bebedak, anak
bujangnya

bernama

Budi

dan

Njarang , serta anak gadisnya
bernama Ganjak, Gelemun, Beguru
dan Beliku. Bubung yang kedua
ialah bubung Beteguh bersama
Betawan, isterinya yang tengah
hamil tua. Bagi Orang Rimba jika
isteri dalam keadaan hamil seperti kasus tersebut, maka mereka akan digelari dengan istilah
bepak mentaro dan induk mentaro. Bubung yang ketiga ialah bubung Bekinyar, yang didiami
bersama Lelayang isterinya dan tiga orang anaknya yaitu: Beringkai, Bediam, dan Beseban.
Bubung yang terakhir ialah bubung Beginje bersama isterinya Beralun dan tiga orang
anaknya yaitu: Ngada, Gerinting dan Meragi. Antara satu bubung dengan bubung yang lain
memiliki hubungan darah dan karena hubungan perkawinan semendo. Adat menetap di
kediaman keluarga isteri tampak jelas di sini.

Pada saat melangsir yang terakhir, Keluarga Bebayang dapat menghasilkan tujuh pikul
tetebu atau seberat 80 Kg dan 500 betong manau berbagai ukuran. Hasil penjualannya
mencapai Rp. 2.700.000, namun setelah dipotong hutangnya kepada toke maka yang tinggal
hanya Rp. 1.800.000. Butuh waktu berhari-hari dan perjalanan panjang untuk mengeluarkan
langsiran tersebut dari dalam rimba. Setidaknya harus ditumpuk secara tiga tahap, yaitu: di
Hulu Sungai Geding, Batu Besumpah, Sako Keranji dan terakhir dikumpul pada toke di
Dusun Lubuk Jering.
Berikut adalah daftar kebutuhan pokok yang dibelikan oleh keluarga Meratai ketika
melangsir tetebu dan manau yang terakhir:
Nama Kebutuhan Pokok

Unit

Harga

Beras

10 Kg

Rp. 110.000

Gula

4 Kg

Rp. 12.000

Cabe

2 Ons

Rp. 7.000

Rokok Harum Manis

2 Pack

Rp. 100.000

Minyak Goreng

½ Kg

Rp. 10.000

Miwon/ Penyedap Rasa

1 Bungkus

Rp.5.000

Batrei

8 buah

Rp. 20.000

Total

Rp. 491.000

Belanjaan di atas paling hanya tahan selama empat hari. Keluarga meratai harus memutar
otak kembali agar asap dapurnya tetap mengepul. Beliau bilang keadaan mereka tengah
bemayo atau krisis. Mereka butuh banyak asupan energi apalagi sebelum bekerja keras. Nasi
dan ubi kayu menjadi sumber karbohidrat bagi mereka. Untuk kebutuhan protein mereka bisa
berburu dan menangkap ikan. Selain dari sayur-sayuran dan buah-buahan, madu atau dikenal
juga dengan istilah mani rapa siap untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24