KONSEP DASAR KRITIK SASTRA ( 2 )

KONSEP DASAR KRITIK SASTRA
Kritik sastra adalah ilmu sastra yang berusaha menyelidiki karya sastra dengan langsung menganalisis,
memberi pertimbangan baik buruknya karya sastra, bernilai buruk atau tidaknya. (Rachmat Djoko Pradopo,
Prinsip-prinsip Kritik Sastra: 9)
Kritik Sastra adalah pertimbangan baik buruknya suatu hasil karya sastra dengan memberikan alasanalasan mengenai isi dan bentuk hasil kesusasteraan yang dikritik. (Jassin, 1959:44)
Kritik sastra adalah “Kritik seperti yang ku ketahui adalah usaha untuk membeda-bedakan pengalaman
(jiwa) dan memberikan penilaian kepadanya (sastra).” (Richards, 1970:vii)
Kritik sastra tidak semata-mata memberikan penilaian atau judgment melainkan masih disertai dengan
kegiatan lain. (Darma, 1950:2)
Kritik sastra adalah studi sastra yang berhubungan dengan kegiatan (i) mengidentifikasi, (ii)
mengklasifikasi, (iii) menganalisis, dan (iv) mengevaluasi karya sastra. (Abrams, 1981:35)
Kritik sastra adalah hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat
pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. (Hardjana, 1981:ix)
Jadi, kesimpulannya kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dengan
mempertimbangkan baik buruknya karya sastra melalui kegiatan identifikasi, analisis, klasifikasi, dan
evaluasi serta penafsiran sisitematis yang diformulasikan dalam bentuk tertentu.
Unsur-unsur yang tercakup dalam kritik sastra adalah:
1. Objek materia, yakni harus ada sastra tertentu yang akan dikritik
2. Proses kerjanya, yakni dengan; (a) identifikasi, yaitu tahap pengenalan terhadap karya sastra yang akan
dikritik dengan mengetahui karya sastra tersebut secara detail (mengetahui identitas karya), misalnya
mengetahui pengarangnya, judul buku, tahun terbit, dan lain-lain; (b) analisis, tahap analisis merupakan

tahap kritik sastra yang menguraikan data dari karya sastra. Pada tahap ini kritikus sudah mencari makna
dan membandingkan-bandingkan dengan karya sastra lain, dengan sejarah atau dengan yang ada di
masyarakat; (c) klasifikasi, yaitu tahap penggolongan, penggolongan terhadap karya sastra setelah
menganalisis karya sastra tersebut dengan membandingkan dengan karya sastra yang lainnya; (d)
penafsiran sistematis, tahap penafsiran sistematis karya sastra merupakan penjelasan atau penerangan
karya sastra. Menafsirkan karya sastra berarti menangkap makna karya sastra, tidak hanya menurut apa
adanya, tetapi menerangkan juga apa yang tersirat dengan mengemukakan pendapat sendiri ; (e) evaluasi,

tahap evaluasi merupakan tahap akhir suatu kritik sastra. Dalam suatu evaluasi dapat dilakukan melalui
pujian, seperti berbobot, baik, buruk, menarik, dan unik. Sebaliknya, dapat pula dilakukan pencemohan,
ejekan, dianggap jelek dan tidak bermutu, serta tidak menyentuhnilai-nilai kemanusiaan. Jadi kritik sastra
mencapai kesempurnaan setelah diadakan evaluasi atau penilaian
3.

Formulasi hasil kritik dalam bentuk tertentu, misalnya resensi, skripsi, buku kritik, esey, artikel.

1.2 VARIABEL KRITIK SASTRA
Sebagai sebuah sistem kritik sastra memiliki unsure-unsur pembangun atau komponen yang akan
dijelaskan sebagai berikut.
1) Kritikus kualitas kritik sastra ditentukan oleh kualitas pribadi sang kritikus. Mensitir pernyataan Descartes,

“Karena aku berpikir maka Aku ada.” Sebagaimana juga, karena kritikus sastra ada maka kritik ada, atau
sebaliknya karena kritikus sastra tidak ada maka kritik tidak akan ada. Darma (1988) mencandra ciri-ciri
pemikir sastra (termasuk di dalamnya kritikus dan teoritikus) berikut ini.
A) Mencintai sastra
B) Menguasai sastra
C) Mencintai ilmu-ilmu lain dan pengetahuan umum
D) Mempunyai wawasan dan artikulasi
E) Mencintai percobaan
F) Menganggap sastra sebagai proses
G) Menyandarkan objektivitas pada hati nurani
H) Menjadi pemikir (kritikus) dan mungkin sekaligus menjadi seorang penulis kreatif

2) Karya sastra kehadiran karya sastra mutlak diperlukan dalam kritik sastra karena pada hakikatnya kritik
sastra bersifat reaktif-rekreatif. Reaktif maksudnya adalah kritik sastra merupakan reaksi atau tanggapan
terhadap dunia karya sastra. Rekreatif karena kritik sastra diciptakan berdasarkan karya sastra yang
bersifat kreatif. Dibandingkan dengan karya sastra, kritik sastra lebih terikat jamannya. Soekito (1991)
secara ekstrem berpendapat, bahwa besar kecilnya kritikus sastra bergantung kepada besar kecilnya
karya sastra yang dikritik.
3) Wilayah studi sastra: Teori Sastra, Sejarah sastra, dan Sastra bandingan


Wellek membedakan tiga wilayah studi sastra, yakni teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra (Wellek,
1989; 38). Dalam kenyataannya hubungan antara kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra, serta sastra
bandingan bersifat interdependensi atau saling bergantung. Teori sastra hanya dapat disusun berdasarkan
studi langsung terhadap karya sastra. Sejarah sastra sangat penting bagi kritik sastra, kalau kritik tidak
sekedar persoalan like and dislike. Kritikus yang buta sejarah cenderung membuat tebakan yang
sembrono, atau hanya asyik bertualang di antara mahakarya (Wellek, 1986; 46). Penilaian juga dapat
dilakukan oleh kritikus yang memiliki konsep tentang nilai baik dan buruk (etika), indah/estetika (lingkup
teori sastra). Kritik sasrtra memandang penting juga sastra perbandingan, jika kritikus berupaya mencari
hubungan antara dua karya atau lebih. Di dalamnya tercakup persoalan pengaruh, sumber, reputasi, dan
ketenaran.
4) Penikmat, pembaca, atau masyarakat sastra pada umumnya
Hubungan kritik sastra dengan penikmat, pembaca, atau masyarakat sastra bersifat fungsional. Kehadiran
kritik sastra sebagai penghubung antara pengarang dan pembaca, penikmat (Jassin, 1965: 84; Shipley.
1962: 83). Damono berpendapat bahwa kritik yang baik adalah semacam kesan-kesan pribadi (kritikus)
yang memberi isyarat kepada pembaca lain untuk bengkit ke rak buku yang sedang dibicarakan itu, untuk
kemudian membacanya, mengulang bacaannya.
Hubungan antarkomponen variabel kritik sastra
Sebuah karya sastra menjadi titik utama semua komponen pada variabel kritik sastra ini. Artinya tanpa ada
suatu karya sastra, maka tidak akan ada komponen yang lainnya, yakni kritikus, wilayah studi sastra, serta
penikmat atau pembaca, atau masyarakat sastra. Kritikus juga perlu wilayah studi sastra, karena jika

seorang kritikus buta terhadap wilayah studi sastra yang mencakup teori sastra, sejarah sastra, dan sastra
bandingan maka seorang kritikus cenderung membuat tebakan yang sembrono, atau hanya asyik
bertulang di mahakarya (Wellek, 1986:46). Penilaian juga dapat dilakukan oleh kritikus yang memiliki
konsep tentang nilai baik dan buruk (etika), indah/estetika (lingkup teori sastra). Kritik sasrtra memandang
penting juga sastra perbandingan, jika kritikus berupaya mencari hubungan antara dua karya atau lebih. Di
dalamnya tercakup persoalan pengaruh, sumber, reputasi, dan ketenaran. Sedangkan wilayah studi sastra
(Teori sastra, sejarah sastra, dan sastra bandingan) secara tidak langsung berhubungan dengan penikmat,
pembaca, atau masyarakat sastra melalui kritik sastra oleh sang kritikus sastra, artinya masyarakat sastra
akan mengetahui wilayah studi sastra melalui tulisan (kritik sastra) dari seorang kritikus sastra. Jadi,
kehadiran kritik sastra dari sang kritikus sastra dapat difungsikan sebagai penghubung antara pengarang
dan pembaca , penikmat (Jassin, 1965: 84; Shipley, 1962: 83) dan bagi pembaca yang masih kurang baik

daya apresiasinya, kritik dapat berfungsi sebagai pembimbing, pengarah, sekaligus pemandu (inspiratif).
Contohnya kritik Budi Dharma terhadap novel Kalah dan Menang karya Sutan Takdir Alisyahbana, kritik
sastra yang dilakukan oleh Budi Dharma tersebut tidak akan ada jika tidak ada karya sastra (Kalah
Menang). Kritik tersebut juga sebagai penghubung antara penikmat, pembaca, atau masyarakat sastra.
Budi Dharma menggunakan konsep etika dan estetika dalam kritikan terhadap karya STA tersebut.
Buktinya dia berkata dalam kritiknya “Sastra yang bertanggungjawab adalah sastra yang mengangkat
harkat, martabat, dan derajat manusia. Dalam “Kalah dan Menang” ternyata STA terlalu memihak dan
bukan kepada kebenaran”.


Kritik Sastra adalah analisa terhadap suatu karya sastra untuk mengamati atau menilai baik buruknya
suatu karya secara objektif.
Ciri-ciri Kritik Sastra
1. Bersifat objektif.
2. Bertujuan untuk membangun (memperbaiki) karya yang dikritik.
3. Menjadi bahan acuan untuk meningkatkan kreativitas pencipta karya tersebut.
Contok Kritik Satra
Kritik Puisi yang berjudul “Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi Djoko Damono.
Untuk memhami pusi kita dapat memulai dengan memparafrase. Memparafrase adalah mengubah dari
bentuk puisi ke dalam bentuk prosa. Puisi ini apabila diparafrase akan seperti ini, pada suatu hari nanti bila
jasadku ada lagi. Tetapi engkau tetap bisa menjumpaiku dalam karyaku yang tertuang dalam baiti-bait
sajak ini sebab engkau tak akan aku relakan sendiri setelah aku tiada nanti.
Pada suatu hari nanti jika suaraku tidak terdengar lagi tetapi kau masih bisa mendengarkan suaraku di
antara larik-larik sajak ini yang dibaca oleh orang-orang yang menyukai puisi. Dengan demikian, kau akan
tetap menikmati, dengan cara ini aku menyiasati perpisahan denganmu.
Pada suatu hari nanti bila impianku pun tak dikenal orang-orang lagi, namun disela-sela huruf sajak ini kau
tidak akan bosan dan letih menelaah nilai-nilai yang terkandung di dalam sajak ini yang selama ini aku cari
dalam hidupku yang aku tuangkan dalam sajak.
Hasil dalam memparafrase di atas dapatlah ditarik simpulan sebuah tema perasaan cinta terhadap

seseorang. Perasaan tersebut diungkapkan dengan pernyataan bahwa aku lirik tidak akan meninggalkan
seseorang tersebut meskipun ia sudah meninggal dunia. Lewat karyanya, orang yang dicintai akan tetap
bersamanya , yang diungkapkan dalam baris “ tapi dalam bait-bait sajak ini”,” kau takkan kurelakan

sendiri”. Dengan karyanya juga orang yang dicintai dapat mendengarkan puisi yang dibacakan atau ia
baca sendiri yang mana dalam kegiatan ini seolah- olah orang yang dicintai mendengar suaranya, hal ini
ada pada baris yang berbunyi “tapi di antara larik-larik sajak ini”,” kau akan tetap kusiasati”.
Amanat yang terkandung dalam puisi tersebut adalah penulis ingin menyampaikan pesan kepada orangorang terdekat, orang-orang yang selama ini dicintai dan mencintainya bahwa dirinya akan selalu ada
meskipun secara jasad sudah tiada . Keberadaan dirinya akan selalu dirasakan melalui karya-karya puisi
yang ditulisnya. Puisi-puisinyalah yang nantinya akan menemani setiap orang-orang yang merindukannya.
Suasana yang tergambar pada puisi tersebut adalah suasana khususk, sedih, namun menyiratkan
optimism. Ada empat unsur hakikat puisi yang harus diperhatikan yaitu: tema, perasaan penyair, nada
atau sikap penyair terhadap pembaca, dan amanat. Keempat unsur tersebut akan menyatu dalam wujud
penyampaian bahasa penyair. Disinilah kehebatan Sapardi Djoko Damono menyatukan keempat unsur itu
ke dalam wujud penyampaian bahasa penyair. Meskipun Sapardi menggunakan bahasa yang lugas dalam
penyampaian perasaannya, ia tidak meninggalkan ciri khas bahasa sastra yaitu bahasa estetik.