Sejarah Maritim Negara Indonesia adalah (1)

Sejarah Maritim
Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari belasan ribu pulau bisa
juga disebut sebagai negara kepulauan atau Archipelagic State. Kata
Archipelago sering diartikan sebagai “Kepulauan” yang sebenarnya ada
perbedaan pengertian secara fundamental antara kepulauan dan
archipelago. Kata kepulauan sendiri berarti kumpulan pulau-pulau,
sedangkan istilah Archipelago berasal dari bahasa latin, yaitu Archipelagus
yang terdiri dari dua kata yaitu Archi yang berarti laut dan pelagus yang
berarti utama sehingga arti sesungguhnya adalah Laut Utama. Sebagai
negara bahari Indonesia tidak hanya memiliki satu laut utama, namun tiga
yang dimana pada abad XIV dan XV merupakan zona komersial di Asia
Tenggara yaitu Laut Banda, Laut Jawa dan Laut Flores[1],dimana ketiganya
merupakan zona perairan paling menjanjikan.
Sejak Zaman Awal Kerajaan di Indonesia, kehidupan kelautan di Indonesia
sudah sangan fundamental. Karena daerah Indonesia yang merupakan
daerah kepulauan yang membutuhkan lautan untuk mengakses daerah antar
daerah. Armada laut yang dimiliki oleh Kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit,
hingga Demak pun tak bisa dipandang sebelah mata, sebagai kerajaan
maritim, mereka sangat berperan dalam perdagangan yang mencakup
daerah Indonesia, bahkan mancanegara dan sangat disegani yang tertera
dalam catatan para pedagang dan utusan dari China ataupun dari Arab.

Sejarah maritim memiliki korelasi yang relatif banyak dengan sejarah
nusantara. Sebab wilayah nusantara berkembang dari sektor kemaritiman.
Mayoritas kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim menunjukkan bahwa
kehidupan leluhur kita amat tergantung pada sektor bahari. Baik dalam hal
pelayaran antar pulau, pemanfaatan sumber daya alam laut, hingga
perdagangan melalui jalur laut dengan pedagang dari daerah lain maupun
pedagang dari maca negara.
A. Peran Perairan Indonesia
Indonesia merupakan daerah yang sangat strategis, dimana Indonesia
merupakan negara kepulauan yang menghubungkan dua benua yaitu Asia
dan Australia. Laut Banda, Jawa dan Flores pada abad XIV dan XV
merupakan zona komersial di Asia Tenggara. Kawasan Laut Jawa sendiri
terbentuk karena perdagangan rempah-rempah, kayu gaharu, beras, dan
sebagainya antara barat dan timur yang melibatkan Kalimantan Selatan,
Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Nusa tenggara.[2] Oleh Karena itu kawasan
Laut Jawa terintegrasi oleh jaringan pelayaran dan perdagangan sebelum
datangnya bangsa Barat. Menurut Houben, Laut Jawa bukan hanya sebagai
laut utama bagi Indonesia, tetapi juga merupakan laut inti bagi Asia Tenggara.
[3] Peranan kawasan Laut Jawa dan jaringan Laut Jawa masih bisa dilihat
sampai saat ini.[4] Jadi bisa dikatakan bahwa Laut Jawa merupakan


Mediterranean Sea bagi Indonesia, bahkan bagi Asia Tenggara.
Sebagai “Laut Tengah”-nya Indonesia dan bahkan Asia Tenggara, Laut Jawa
menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai komunitas yang berada
disekitarnya baik dalam kegiatan budaya, politik, maupun ekonomi. Dengan
dekimian Laut Jawa tentu memiliki fungsi yang mengintegrasikan berbagai
elemen kehidupan masyarakat yang melingkunginya. Dalam konteks itu bisa
dipahami jika sejak awal abad masehi bangsa Indonesia sudah terlibat
secara aktif dalam pelayaran dan perdagangan internasional antara dunia
Barat (Eropa) dengan dinia Timur (Cina) yang melewati selat Malaka. Dalam
hal ini bangsa Indonesia bukan menjadi objekaktivitas perdagangan itu, tetapi
telah mampu menjadi subjek yang menentukan. Suatu hal yang bukan
kebetulan jika berbagai daerah di Nusantara memproduksi berbagai komoditi
dagang yang khas agar bisa ambil bagian aktif dalam aktivitas pelayaran dan
perdagangan itu. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Majapahit Selat Malaka sebagai pintu gerbang pelayaran dan perdagangan
dunia dapat dikuasai oleh bangsa Indonesia.[5]
Pada jaman kerajaan Islam, jalur perdagangan antar pulau di Indonesia
(antara Sumatera-Jawa, Jawa-Kalimantan, Jawa-Maluku, JawaSulawesi,Sulawesi-Maluku, Sulawesi-Nusa Tenggara dan sebagainya)
menjadi bagian yang inheren dalam konteks perdagangan internasional.

Bahkan Indonesia sempat menjadi tujuan utama perdagangan internasional,
bukan negeri Cina.Keadaan ini lebih berkembang ketika orang Eropa mulai
datang ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah. Indonesia mampu
menjadi daya tarik tersendiri bagi pedagang dari penjuru dunia. Sebagai
konsekuensi logis, jalur perdagangan dunia menuju Indonesia berubah
(Route tradisional melalui selat Malaka menjadi route alternatif karena ada
route baru yaitu dengan mengelilingi benua Afrika,kemudian menyeberangi
Samudera Hindia, langsung menuju Indonesia. BangsaSpanyol juga
berusaha mencapai Indonesia dengan menyeberangi Atlantik dan Pasifik.[6]
Dari sekian banyak route pelayaran dan perdagangan di perairan Nusantara,
route pelayaran dan perdagangan yang melintasi Laut Jawa merupakan route
yang paling ramai. Ini mudah dipahami karena Laut Jawa beradadi tengah
kepulauan Indonesia. Laut Jawa hanya memiliki ombak yang relatif kecil
dibandingkan dengan laut lain yang ada di Indonesia dan sekitarnya,
sebutsaja Laut Cina Selatan, Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut
Arafuru, LautBanda, dan sebagainya. Dengan demikian Laut Jawa sangat
cocok untukpelayaran dan perdagangan. Laut Jawa juga memiliki kedudukan
yang strategis dalam jalur lalu-lintas perdagangan dunia yang ramai antaram
Malaka – Jawa -Maluku. Dalam konteks itu Laut Jawa berfungsi sebagai
jembatan penghubung pusat dagang di sepanjang pantai yang berkembang

karena pelayaran dan perdagangan melalui Laut Jawa. Kota perdagangan
yang berkembang antara lain Banten, Batavia, Cirebon,Semarang, Demak,
Rembang, Tuban, Pasuruan, Gresik, Surabaya, Probolinggo, Panarukan,
Pamekasan, Buleleng, Lampung, Palembang, Banjarmasin, Pontianak,
Sampit, Sambas, Makasar, Sumba, Kupang, Larantuka, dan sebagainya.

Pelayaran dan perdagangan Laut Jawa juga mencakup kota di kawasan lain
seperti Belawan Deli, Tanjung Pinang (Riau), Malaka, Singapura,
Ternate,Ambon, dan kawasan Indonesia Timur lainnya. Singkat kata, dalam
sejarah Indonesia, pelayaran dan perdagangan Laut Jawa mencakup
pelayaran dan perdagangan di seluruh Nusantara. Ini berarti Laut Jawa
merupakan inti atau core dari aktivitas pelayaran dan perdagangan di
Nusantara. Jadi, berbicara tentang pelayaran dan perdagangan di Nusantara,
berarti bicara tentang peranan yang dimainkan oleh laut Jawa.Dalam konteks
ini Laut Jawa berperan sebagai jembatan dan katalisator jaringan pelayaran
dan perdagangan di seluruh Nusantara, jangkauannya mencakup pulau
Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusatenggara, bahkan
kepulauan Maluku, Irian dan pulau kecil lainnya.
B. Kerajaan Maritim di Indonesia
Sejarah Maritim di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak zaman

Manusia Purba dimana nenek moyang bangsa ini datang menyeberangi laut
untuk menetap ke kepulauan-kepulauan di Indonesia. Namun disini lingkup
bahasannya kami persempit di masa kerajaan-kerajaan.
1. Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya pada dasarnya merupakan suatu kerajaan-pantai, sebuah
negara perniagaan dan negara yang berkuasa dilaut.Kekuasaannya
lebihdisebabkan oleh perdagangan internasional melalui Selat Malaka.
Dengan demikian berhubungan dengan jalur perdagangan internasional dari
Asia Timur keAsia Barat dan Eropa yang sejak paling sedikit lima belas abad
lamanya, mempunyai arti penting dalam sejarah.Sriwijaya memang
merupakan pusat perdagangan penting yang pertama pada jalan ini
Kemudian diganti oleh tempat-tempat atau kota-kota yang lain dan yang
terakhir oleh kota Batavia (sekarangJakarta) dan Singapura.
Menurut berita Cina, kita dapat menyimpulkan bahwa Sriwijaya adalah salah
satu pusat perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina yang terpenting.
[7] Sriwijaya adalah kerajaan maritim yang pernah tumbuh menjadi suatu
kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara.
Keberadaan Sriwijaya dapat dilacak dari berita Tionghoa yang
menyebutkanbahwa di Sumatra pada abad ke-7 sudah ada beberapa
kerajaan antara lain To-lang-po-hwa (Tulangbawang di Sumatra Selatan),

Molo-yeu (Melayu di Jambi),Ki-li-p’i-che atau Che lifo-che (Criwijaya). Berita
ini diperkuat oleh seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-tsing
dalam tahun 671 berangkat dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya
selama enam bulan, untuk belajar tatabahasa Sansekerta. Kemudian ia
singgah di Malaka selama dua bulan, baru kemudian melanjutkan perjalanan
ke India untuk tinggal selama sepuluh tahun.Pada tahun 685 ia kembali ke
Sriwijaya dan tinggal selama empat tahun untuk menterjemahkan berbagai
kitab suci Budha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Tionghoa. Ini
membuktikan bahwa betapa pentingnya Sriwijaya sebagaipusat untuk
mempelajari Mahayana.[8]

Dari I-Tsing ini dapat kita ketahui bahwa Sriwijaya disamping sebagai pusat
perdagangan dan pelayaran juga menjadi pusat kegiatan ilmiah agama
Budha. Seorang guru terkenal yang bernama Sakyakirti, pendeta yang
hendak ke India dianjurkan untuk lebih dahulu belajar ke Sriwijaya sekitar
satu duatahun.[9] MenurutCoedes, dia memandang bahwa ada hubungannya
antara perkembangan kerajaan Sriwijaya dengan ekspansi agama Islam
dalam periode permulaan. Sebagai akibat dari penaklukan oleh bangsa Arab
di Timur-Tengah seperti negeri Arab, Suriah, Mesir dan Mesopotamia, maka
jalan laut melalui Asia Selatan menjadi jalan perdagangan biasa yang

menggantikan jalan darat.Kerajaan-kerajaan ini menjadi pendorong kemajuan
lalu-lintas laut di AsiaTenggara yang maha-besar. Kondisi kemajuan lalu lintas
laut ini membuat kerajaan Sriwijaya memperoleh keuntungan cukup besar.
2. Kerajaan Melayu di Sumatera
Dari kitab sejarah dinasti Tang kita menjumpai untuk pertama kalinya
pemberitaan tentang datangnya utusan dari daerah Mo-lo-yeu di Cina pada
tahun 644 dan 645. Nama Mo-lo-yeu ini mungkin dapat dihubungkan dengan
kerajaan Melayu, yang letaknya di Pantai Timur Sumatra dengan pusatnya di
sekitar Jambi. Sekitar tahun 672 Masehi I-tsing seorang pendeta Budha dari
Cina, dalam perjalanannya dari Kanton menuju India, singgah di She-li-fo-she
(Sriwijaya) selama enam bulan untuk belajar tata bahasa Sansekerta. Dari
She-li-fo-she It-sing berlayar ke Melayu dengan menggunakan kapal raja.Ia
tinggal di Melayu selama dua bulan. Selanjutnya ia berlayar ke Kedah selama
lima belas hari. Pada bulan ke-12 ia meninggalkan Kedah menuju ke
Nalanda, ia berlayar selama dua bulan. Ketika kembali dari Nalanda pada
tahun 685, It-sing singgah lagi di Kedah. Kemudian pada musim dingin ia
berlayar ke Mo-la-cu yang sekarang telah menjadi Fo-she-to dan tinggal di
sini selama pertengahan musim panas, lalu ia berlayar selama satu bulan
menuju Kanton. Dari keterangan tadi dapat disimpulkan bahwa sekitar tahun
685 kerajaan Sriwijaya telah mengembangkan kekuasaannya , dan salah

satu negara yang berhasil ditaklukkannya adalah Melayu.
Dari studi tentang pelayaran menyusuri pantai Champa dan Annam
menunjukkan adanya beberapa toponim pada pantai-pantai itu yang berasal
dari bahasa Melayu.Pendapat ini memperkuat dugaan kita bahwa pelayaran
ke negeri Tiongkok dilakukan oleh kapal-kapal dari pelaut-pelaut Melayu. ITsing dalam salah satu bukunya yang ia selesaikan antara tahun 690 ada
keterangan yang menyatakan bahwa sementara itu Melayu telah menjadi
kerajaan Sriwijaya. Sementara itu perdagangan berpindah tempat.
Mula-mula kedudukan Sriwijaya diganti oleh Malayu (Jambi ), yang juga
berkuasa di semenanjung Malaka dan mengirimkan utusan-utusan ke
Tiongkok. Akan tetapi Malayu lalu memindahkan pusat kekuasaannya ke
daerah pedalaman, yaitu ke Minangkabau, sehingga pengawasan terhadap
Selat Malaka.Setelah ditaklukkan Sriwijaya pada tahun 685, nama Melayu
menjadi hilang dan baru muncul pada pertengahan terakhir abad ke-13. Di
dalam kitab Pararaton dan Nagarakertagama disebutkan bahwa pada tahun

1275 Raja Kertanagera mengirimkan tentaranya ke Melayu.Pengiriman
pasukan ini dikenal dengan sebutan Pamalayu. Letak Malayu yang sangat
strategis di pantai Timur Sumatera dekat Selat Malaka, memegang peranan
penting dalam dunia pelayaran dan perdagangan melalui Selat Malaka yaitu
antara India dan Cina dengan beberapadaerah di Indonesia bagian Timur.

3. Kerajaan Samudera Pasai
Penulis Arab yang terkenal yaitu Ibnu Battuta yang antara tahun 1345-1346
menjadi utusan Sultan Delhi Muhammad Tughlak untuk menghadap kaisar
Tiongkok. Dalam perjalanannya ke Tiongkok, begitu pula ketika kembalinya,
ia singgah di kerajaan Samudra di Sumatra. Kalau kita ikuti catatan dari
sumber Arab ini akan dapat diketahui bahwa sejak kira-kira abad ke-8,
pedagang Arab sudah mulai mengenal Indonesia, sekurang-kurangnya
Indonesia bagian barat seperti Lamuri, Samudra, Badrus, Kedah, dan
Sriwijaya.
Di antara para pedagang Arab itu tentunya adayang menetap di kota
tersebut. Apabila di Kanton di tempat yang begitu jauh dan asing, mereka
bisa menetap dan membangun masyarakatnya.Tidak mustahilmerekapunada
yang menetap di kota-kota pelabuhan di Indonesia. Mereka dapat diketahui
berada di Tiongkok berkat adanya kebiasaan orang-orang Tionghoa mencatat
secara teliti segala kejadian yang mereka lihat.Kebiasaan semacam itu tidak
dimiliki oleh bangasa Indonesia, sehingga tidak ada satupun kemungkinan itu
yang dapat kita ketahui.Sebagai akibat dari merosotnya kekuasaan Sriwijaya,
di Sumatra Utara muncul beberapa kerajaan maritim kecil. Kerajaan-kerajaan
yang terdapat kira-kira tahun 1300 adalah Samudra, Perlak, Paseh dan
Lamuri (yang kemudian menjadi Aceh).

Kerajaan-kerajaan pelabuhan ini kesemuanya mengambil keuntungan dari
perdagangan di Selat Malaka. Saudagar yang beragama islam dari India
mendatangkan agama Islam, dan Sumatra Utara menjadi daerah islam yang
pertama di Indonesia. Berbagai keluarga raja Indonesia satu demi satu
masuk agama islam. Prosesnya dipercepat melalui hubungan kekeluargaan
dengan saudagar islam tersebut. Di beberapa kerajaan Sumatra Utara
agama islam lalu berkuasa. Bukti yang menunjukkan itu adalah adanyanisan
Sultan Al Malik as Saleh yang meninggal dalam bulan Ramadhan tahun 1297
Masehi. Ini berarti, bahwa segera sesudah kunjungan Marco Polo, Samudra
telah diislamkan, sedangkan yang memerintah adalah orang yang bergelar
sultan.
Dengan Sultan Malik as Saleh maka Samudra adalah kerajaan yang pertama
di Indonesia yang beragama Islam. Pada tahun 1297 Sultan pertama itu
diganti oleh puteranya, Sultan Muhammad, yang memerintah sampai tahun
1326. Sultan ini lebih terkenal dengan nama Malik al-Thahir. Dari catatan
yang ditinggalkan oleh Ibnu Battuta itu, dapat kita ketahui, dewasa itu
Samudra merupakan pelabuhan yang sangat penting sebagai tempat kapal
dagang bertemu untuk membongkar dan memuat barang dagangannya.

Istana raja Samudra disusun dan diatur secara India, sedangkan diantara

para pembesarnya terdapat pula orang- orang Persia.Adapun Patihnya
mempunyai gelar Amir.Sampai tahun berapa Malikal-Thahir ini memerintah,
tidak diketahui dengan pasti. Pun penggantinya, Sultan Zain al-Abidin, yang
juga bergelar Malik al-Thahir, tidak ada keterangannya. Kita hanya dapat
mengetahui namanya sajadari batu nisan yang tersurat di Samudra, yang
menghias jirat, kuburan anak perempuannya yang meninggal dalam tahun
1389
4. Kerajaan Majapahit
Menurut Krom, kerajaan Majapahit ini berdasar pada kekuasaan di laut. Lautlaut dan pantai yang terpenting di Indonesia dikuasainya. Jika suatu kerajaan
yang kecil menjadi daerah takluk Majapahit, maka pada umumnya
pemerintahMajapahit tidak mencampuri keadaan dalam negeri tersebut.
Negeri yang takluk ini cukup mengirimkan utusan pada waktu tertentu
sebagai tanda takluk serta mengambil sikap yang sesuai dengan kehendak
pemerintah Majapahit terhadap negeri Indonesia lainnya.
Bagian dari kerajaan besar ini yang jauh letaknya cukup dijadikan daerah
pengaruh saja. Segala pengaruh asing dalam kerajaan ditolak. Daerah
taklukannya diwajibkan menyampaikan upeti atau uang takluk.Jadi, selain
sebagai negara agraris, pada waktu yang sama Majapahit jugamerupakan
suatu kerajaan perdagangan. Negara ini memiliki angkatan laut yangbesar
dan kuat. Pada tahun 1377 mengirim suatu ekspedisi untuk menghukum Raja
Palembang dan Sumatra.
Majapahit juga mempunyai hubungan denganCampa, Kampuchea, Siam
Birma bagian Selatan dan Vietnam serta mengirimdutanya ke Cina. Kenangkenangan tentang kejayaan Majapahit itu masih tetaphidup di Indonesia, dan
hal itu dianggap sebagai suatu preseden bagi perbatasanpolitik Republik
Indonesia dewasa ini.
Menurut berita Cina dalam buknya Tao-I chih-lueh yang ditulis sekitar tahun
1349M menyebutkan Majapahit yang dikenal dengan nama She-po (Jawa)
sangat padat penduduknya, tanahnya subur dan banyak menghasilkan padi,
lada, garam, kain dan burung kakak tua yang semuanya merupakan barang
eksport utama. Dari luar She-po mendatangkan mutiara, emas, perak, sutra,
barangkeramik dan barang dari besi. Banyak daerah yang mengakui
kedaulatan She-poantara lain beberapa daerah di Malaysia, Sumatra,
Kalimantan Timur dan beberapa daerah di Indonesia bagian Timur.
Dalam memperoleh gambaran tentang Majapahit, maka sumber yang relevan
untuk dipakai adalah Kitab Nagarakertagama. Dari kitab ini menunjukkan
bahwa banyaknya pedagang dari Jambu Dwipa, Kamboja, Cina,
Yawana,Champa, Karnataka (Mysore), Goda, dan Siam yang datang ke
Majapahit. Dari keterangan itu juga dijelaskan bahwa pedagang Majapahit
juga berlayar kepelabuhan di luar negeri tersebut. Penjelasan tentang
wilayah kekuasaanMajapahit menyebutkan pula pulau demi pulau di

Nusantara yang tunduk padakerajaan Majapahit. Dari pemberitaan tersebut,
sekurang-kurangnya kita dapatmenjelaskan bahwa pelayaran sebagai sarana
perhubungan antar pulau padawaktu itu sudah dikenal. Ini membuktikan
bahwa Majapahit juga merupakan kerajaan Maritim yang cukup kuat dan
disegani di Nusantara.
5. Perkembangan Maritim Kerajaan Demak
Secara geografis, Demak memiliki letak yang sangat menguntungkan baik
untuk perdagangan maupun pertanian. Pada waktu itu Kerajaan Demak
merupakan kerajaan maritim yaitu sebuah kerajaan yang perekonomiannya
lebih didasarkan atas sektor perdagangan dan pelayaran. Berdsarkan geomorfologi bahwa pada abad XV kota Demak berada di tepi pantai dan
memiliki pelabuhan yang dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai
negara. Menurut cerita babad dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, pengganti
Raden Patah adalah Pangeran Sabrang Lor. Nama itu ternyata berasal dari
daerah tempat tinggalnya di seberang utara, yaitu Jepara sebuah daerah
yang pada waktu itu masih terpisah oleh sebuah selat dengan Demak.
Sementera itu menurut Tome Pires penguasa kedua di Demak adalah Pate
Rodim Sr. Dia mempunyai armada laut yang terdiri dari 40 kapal jung.
Kekuatan Demak terpenting adalah kota pelabuhan Jepara, yang merupakan
kekuatan laut terbesar di laut Jawa dan sekaligus juga pemasok beras yang
utama ke Malaka. Pada masa Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor,
tepatnya tahun 1512 dan 1513, Demak menyerang Malaka yang pada waktu
itu dikuasai oleh Portugis dengan menggunakan gabungan seluruh angkatan
laut bandar-bandar Jawa, dan Sumatra namun berakhir dengan hancurnya
angkatan laut dari Jawa.
Sejalan dengan perpindahan pusat kekuasaan dari kota Demak ke Pajang
dan proses perubahan ekologi di ‘Selat Muria’ yang menempatkan Demak
tidak lagi sebagai kota pelabuhan, maka kehidupan maritim Demak menjadi
mundur. Fungsi Demak digantikan oleh Jepara hingga VOC mengalihkan
kegiatan dagang dari Jepara ke Semarang pada abad XVII. Akibat dari situasi
ini, maka pelabuhan laut kota Demak menjadi kurang berarti pada akhir abad
ke-16. Namun sebagai produsen beras dan hasil pertanian lain daerah
Demak masih lama mempunyai kedudukan penting dalam perekonomian
kerajaan Mataram.
6. . Perkembangan Maritim Kerajaan Banten
Banten memiliki posisi geografis yang sangat strategis sebagai sebuah kota
pelabuhan. Kota Banten yang terletak di ujung bagian Barat pulau Jawa dan
berada di pintu Selat Sunda ini dapat dikatakan berfungsi sebagai pintu
gerbang barat dari kepulauan Nusantara. Penaklukan Malaka oleh Portugis
pada tahun 1511 dapat dikatakan sebagai blessing in disguise bagi Banten.
Sejak saat itu, para pedangang Muslim yang sebelumnya biasa berdagang di
Malaka memindahkan pusat kegiatan mereka ke Banten yang pada akhirnya
menyebabkan Banten berkembang menjadi pelabuhan transito komoditi-

komoditi yang diperdagangkan oleh para pedagang Islam. Tome Pires juga
pernah datang ke Banten antara tahun 1512-1513.
Dalam catatannya, Tome Pires menggambarkan Banten sebagai suatu
pelabuhan yang ramai. Banyak perahu jung Cina yang berlabuh di tempat
tersebut. Disebutkannya komoditi yang diperdagangkan di Banten adalah
beras, bahan makanan dan lada. Hubungan antara Banten dengan Demak
memang sangat erat. Proses Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Gunung
Jati dan putranya dapat berhasil secara baik karena dibantu oleh kekuatan
militer dari Demak. Dalam pertengahan abad ke-16 dapat dikatakan bahwa
Demak telah dapat menggalang kekuasaan politik yang membentang di
sepanjang pantai Jawa bagian Barat yaitu dari Cirebon, Sunda Kelapa hingga
ke Banten.
Perdagangan lada membuat Banten menjadi kota pelabuhan yang penting.
Kapal-kapal dagang Cina, India dan Eropa singgah dan berdagang di Banten.
Dalam melaksanakan perdagangan, Banten menerapkan sistem
perdagangan terbuka. Artinya semua pedagang dari berbagai bangsa
dibebaskan untuk berdagang di Banten. Masa kejayaan Banten sebagai
pelabuhan pusat perdagangan di bagian Barat Nusantara berlangsung dari
pertengahan abad ke-16 hingga menjelang akhir abad ke-17. Puncak kurun
niaga yang disebut oleh sejarawan Anthony Reid berlangsung antara tahun
1570 hingga 1630 rupanya bertepatan dengan masa kejayaan Banten
sebagai kota palabuhan.
Selain Banten, salah satu pelabuhan yang ramai aktivitasnya di pulau jawa
adalah Cirebon. Perkembangan pelabuhan Cirebon pada masa Islam
didorong oleh beberapa faktor antara lain: pertama, Cirebon bertindak
sebagai penyedia barang kebutuhan bekal perjalanan kapal. Di samping itu
Cirebon juga mengekspor beras ke Malaka sebelum jatuh ke tangan
Portugis. Kedua, Cirebon telah menjadi tempat bermukimnya para pedagang
besar. Setelah Portugis menguasai Malaka, beberapa pedagang mulai
berpindah ke pelabuhan Islam lainnya termasuk Cirebon.
Sebelum dianeksasi oleh VOC, pelabuhan Cirebon memiliki peranan sebagai
pusat perdagangan yang cukup besar. Pelabuhan ini memiliki hubungan
dagang dengan Batavia. Arsip-arsip Belanda menginformasikan dengan
cukup detail mengenai aktivitas pelabuhan Cirebon dengan Batavia. Barangbarang yang dibongkat di Batavia yang berasal dari Cirebon adalah beras,
padi, lada, kayu jati, gula merah, tembakau, minyak kelapa, ikan, garam,
bawang merah, bawang putih kelapa, buah pinang, kapas, sapi, kambing,
kulit kerbau, kulit rusa, tembikar, rotan, dan sebagainya. Sudah tentu komoditi
ini tidak semuanya diproduksi oleh Cirebon tetapi juga berasal dari pelabuhan
di sekitarnya seperti Pekalongan dan Tegal dan pelabuhan-pelabuhan di
Jawa Timur dan Madura serta dari Palembang. Sebaliknya dari pelabuhanpelabuhan lain, khususnya dari Batavia, pelabuhan Cirebon mengimpor
pakaian, candu, arak, gula putih, porselin, lilin, tembaga, besi tua, panci besi,
perunggu Jepang dan sebagainya.

7. Perkembangan Maritim Makasar dan Ternate Tidore
Makasar melakukan pelabuhan utama di Sulawesi Selatan. Letak geografis
Makasar yang berada di jalur Maluku Jawa dan jalur masuk kepulauan
Nusantara dari utara membuat makasar ramai dikunjungi. Komoditas dagang
yang banyak berada di Maluku membuat arus perdagangan laut dari Maluku
ke Jawa ramai. Terlebih dengan mulai masuknya pedagang dari Eropa.
Lambat laun Makasar menjadi pelabuhan transit yang cukup berkembang
kehidupan maritimnya.
Makasar juga dikenal sebagai masyarakat pelaut yang handal. Suku Bugis
merupakan suku pelaut yang mampu berlayar hingga ke Madagascar.
Pelayaran menggunakan perahu phinisi mampu melewati lautan luas bahkan
mampu melewati samudera. Kemampuan ini didukung oleh kemampuan
navigasi dari masyarakat bugis yang sudah canggih dengan menggunakan
alam sebagai kompas dalam menentukan arah, serta pengetahuan akan
musim dan angin yang baik.
Ternate Tidore merupakan kerajaan yang ada di kepulauan Maluku. Kerajaan
ini merupakan persekutuan dari kerajaan kerajaan kecil yang membentuk
semacam persekutuan dengan Ternate dan Tidore sebagai pemimpinnya.
Letak kerajaan satu dengan lainnya yang dipisahkan laut menjadikan
kerajaan ini bertumpu pada sektor maritim. Tidak hanya hubungan dagang,
mobilisasi penduduk juga dilakukan lewat jalur pelayaran.
Saat kerajaan Ternate dan Tidore diserang oleh Portugis pada tahun 1570,
pecah pertempuran antara Portugis dan kerajaan Ternate. Melihat ancaman
dari luar, kerajaan Ternate dan Tidore akhirnya bergabung menjadi satu.
Bersatunya kerajaan ini membuat kekuatan kerajaan ini semakin besar dalam
mempertahankan diri dari serangan bangsa asing.
Kehidupan maritim di Indonesia mulai surut sejak rezim VOC berkuasa di
beberapa daerah di Indonesia. Pembatasan ruang gerak kapal dan monopoli
perdagangan membuat banyak kapal-kapal saudagar asing yang sulit untuk
berdagang dengan pekaut pribumi. Bahkan akhirnya kehidupan kemaritiman
di Nusantara sudah tidak seramai dulu saat masih dalam era kerajaan.
3. Perkembangan Maritim Indonesia Modern
Sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah 5,8 juta
km persegi dan panjang garis pantai 81.000 km persegi, sudah sepatutnya
Indonesia memiliki strategi maritim yang baik. Hal tersebut mencakup aspek
ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan dan pertahanan. Jika dipetakan di
belahan bumi lain, luas wilayah Nusantara sama dengan jarak antara Irak
hingga Inggris (Timur-Barat) atau Jerman hingga Aljazair (Utara-Selatan).
Letaknya yang strategis, ditopang potensi sumber daya alam berlimpah,
membuat negara-negara yang berkepentingan tergoda menguasai kekayaan
alam bumi khatulistiwa. Tak heran, ancaman dan gangguan terus menerpa
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam mengatasi tantangan tersebut, seluruh komponen bangsa harus
segera membangkitkan maritime domain awareness, atau kesadaran
lingkungan maritim. Hal itu dibutuhkan karena bangsa Indonesia sekarang
tidak lagi memiliki budaya bahari. Sehingga, perlu dibangun kembali upaya
penyadaran. Upaya ini harus sampai pada penyadaran efektif terhadap
segala sesuatu yang menyangkut lingkungan maritim merupakan hal vital
bagi keamanan, keselamatan, ekonomi dan lingkungan hidup bangsa
Indonesia, serta menunjang upaya menegakkan harga diri bangsa.
Menyadarkan bahwa laut adalah aspek alamiah yang paling mempengaruhi
kehidupan poleksosbudhankam nasional merupakan isu yang paling utama
dan menarik perhatian. Di sini pemerintah harus menjadi ujung tombak, dan
untuk itu pemerintah Indonesia perlu segera menetapkan sebuah National
Maritime Policy dalam rangka pemanfaatan laut bagi kemakmuran bangsa,
sekaligus untuk mengembangkan kembali budaya bahari bangsa, yang
tujuan akhirnya penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri
bangsa.
Pakar hukum laut internasional, Prof Hasjim Djalal, menyatakan sudah
sepatutnya Indonesia memiliki konsep negara maritim (maritime policy).
Menurut Hasyim, konsep maritim yang dimaksud adalah negara mampu
memanfaatkan dan menjaga laut untuk mensejahterakan rakyatnya. “Tapi,
sayang kita sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, negara belum
mampu memanfaatkan potensi sumberdaya laut,” kata Hasjim.
Maritim Di Nusantara Sebelum Kedatangan Bangsa Barat.
Sebelum masuknya pedagang Eropa ke Nusantara, kemaritiman di
Nusantara berkembang dengan adanya kota-kota pelabuhan yang dijadikan
tempat transaksi perdagangan. Dengan jalur Selat Malaka merupakan jalur
pelayaran terpenting pada saat itu. Banten, Demak, Malaka, Samudra Pasai,
merupakan kerajaan-kerajaan yang memiliki pelabuhan-pelabuhan dagang
yang cukup berkembang. Dan menjadi tolak ukur perkembangan kemaritiman
di nusantara pada masa itu.
Maritim Di Nusantara Masa Portugis dan Spanyol
Sebelum kedatangan bangsa Portugis dan Spanyol, di nusantara telah timbul
kota-kota dagang (Emporium) yang satu sama lainnya saling berhubungan
dan menjalin hubungan perdagangan. Baik di wilayah Jawa, Sumatera atau
bahkan Nusantara Bagian Timur (Spice Island). Yang pada umumnya
melakukan pelayaran di wilayah Pantai Timur Sumatera (Sumatera), Pantai
Utara Jawa (Jawa).
Setelah kedatangan Portugis ke Malaka, dan dikuasainya Malaka oleh
Portugis pada tahun 1511. dan terus melakukan pelayaran sampai ke
Maluku. Hal ini tentu saja merubah perkembangan kemaritiman di wilayah
Nusantara. Yang tadinya Pantai Timur Sumatera di jadikan jalur utama

pelayaran dan jalur perdagangan utama, beralih menjadi ke Pantai Barat
Sumatera. Maka dengan hal itu, pelabuhan / kota-kota dagang yang ada di
wilayah Pantai Barat Sumatera mengalami kemunduran.
Sejak akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 tiba gilirannya orang-orang
Belanda, Inggris, Denmark dan Perancis datang ke nusantara. Motif
kedatangan bangsa Belanda ini adalah motif ekonomi dan petualangan.
Belanda mendarat di Banten di bawah Cornelis de Houtman pada tahun
1596. Di daerah Jawa, Belanda tidak terlalu di terima dengan baik. Tetapi
setelah Belanda sampai di Maluku, merupakan hal penting bagi
perkembangan kemaritiman di nusantara.
Pada tahun 1619 VOC, menaklukan Jakarta dan merebutnya dari tangan
Pangeran Wijayakrama. Setelah Jakarta berhasil ditaklukan maka, VOC
mendirikan kantornya di Jakarta, hal ini untuk membendung politik Ekspansi
Sultan Agung untuk menguasai seluruh Jawa, yang dikhawatirkan oleh VOC
dapat menyaingi VOC.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1