BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Adiwiyata-Sekolah Berbasis Pendidikan Lingkungan Hidup (Panduan Sekolah Adiwiyata 2010 Wujudkan Sekolah Peduli Dan Berbudaya Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Jakarta 2009) - Kajian tentang Penerapan Seko

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Adiwiyata-Sekolah Berbasis Pendidikan Lingkungan Hidup (Panduan Sekolah Adiwiyata 2010 Wujudkan Sekolah Peduli Dan Berbudaya Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Jakarta 2009)

  Laju pertumbuhan penduduk di berbagai belahan dunia merupakan fenomena yang sulit dibendung. Sebagai konsekuensi, kebutuhan masyarakat yang kian meningkat, berdampak pada perilaku eksploitatif terhadap Sumber Daya Alam (SDA). Tentu saja kecenderungan ini berakibat lanjut pada menurunnya tingkat kuantitas maupun kualitas SDA secara cepat. Oleh karenanya kualitas manusia menjadi isu sentral dan memiliki peran penting dalam upaya penyelamatan SDA. Pengetahuan tentang lingkungan hidup yang memadai sangat diperlukan oleh semua lapisan masyarakat, untuk turut melaksanakan upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup. Hal ini menjadi sangat krusial untuk segera dilakukan secara bersama.

  Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada tanggal 19 Februari 2004 bersama-sama dengan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri telah menetapkan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Kebijakan PLH ini merupakan kebijakan dasar sebagai arahan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan dan pengembangan PLH di efisien dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pendidikan Lingkungan Hidup yang telah dilakukan di Indonesia selama ini masih belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kesadaran dan perilaku masyarakat dalam melakukan tindakan yang menguntungkan atau berpihak pada lingkungan hidup dan masyarakat.

  Dalam implementasinya, baik melalui pendidikan formal, non formal maupun informal, kebijakan diarahkan agar semua pihak dapat melakukan: pengembangan kelembagaan PLH; peningkatan kualitas sumber daya manusia; pengembangan sarana dan prasarana; peningkatan dan efisiensi penggunaan anggaran; pengembangan materi PLH; peningkatan komunikasi dan informasi; pemberdayaan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengembangan; dan pengembangan metode PLH. Kedelapan aspek kebijakan tersebut perlu ditumbuh- kembangkan sehingga dapat menjadi alat penggerak yang efisien dan efektif bagi kemajuan PLH di Indonesia.

  Tindak lanjut yang diharapkan adalah bahwa seluruh instansi terkait, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat dapat bersinergi melaksanakan kegiatan PLH. Sampai saat ini, PLH di Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder) melaksanakan kegiatan PLH secara parsial dan mengukur kinerja keberhasilan berdasarkan perspektif masing-masing.

  Menyikapi masalah tersebut dan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat, maka pada Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional. Realisasi dari kesepakatan tersebut, pada tanggal 21 Pebruari 2006 telah dicanangkan Program Adiwiyata, yaitu Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Program Adiwiyata dicanangkan untuk mendorong dan membentuk sekolah-sekolah di Indonesia agar dapat turut melaksanakan upaya-upaya pemerintah menuju pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi sekarang maupun yang akan datang.

  Pada tahap awal 2006, Program Adiwiyata dilaksanakan di wilayah Pulau Jawa dengan melibatkan seluruh unsur terkait seperti instansi pemerintah, perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang pendidikan lingkungan.

  Namun dengan berjalannya waktu, diluar dugaan, program yang tidak menawarkan insentif materi ini, menunjukkan peningkatan antusiasme sekolah untuk bergabung. Pada Tahun 2009 ini, lebih dari 300 sekolah yang meliputi 29 propvinsi telah berpartisipasi dalam program Adiwiyata. Pada tahun 2009 iniPenghargaan Adiwiyata Mandiri telah diberikan oleh Presiden RI kepada 10 (sepuluh) sekolah dan Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada 100 (seratus) sekolah oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

  Pada tahun-tahun mendatang program ini akan terus dikembangkan lebih luas lagi. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan semua pihak terkait sangat berkepentingan dengan program ini. Harapan kami, kegiatan Adiwiyata ini dapat menjadi alat pemacu semua pihak, terutama bagi semua pemerintah daerah dalam pelaksanaan PLH. Sehingga semakin banyak sekolah yang peduli terhadap hari yang bertanggungjawab terhadap pelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian cita-cita pembangunan berkelanjutan dapat terwujud.

  Pada dasarnya peluang mengikuti program Adiwiyata terbuka bagi seluruh sekolah di tanah air Indonesia. Mengingat keterbatasan yang ada dan kepentingan dari semua pihak terkait, maka dalam proses seleksi dan penilaian, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh berbagai pihak, antara lain: Pemerintah Daerah setempat (dalam hal ini dikoordinir oleh BPLHD/Bapedalda Propinsi), bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan pihak swasta lainnya.

  Tim Penilai Adiwiyata terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yaitu: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional, LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Jaringan Pendidikan Lingkungan, Perguruan Tinggi, Swasta dll. Sedangkan Dewan Pengesahan Adiwiyata terdiri dari Pakar Lingkungan, Pakar Pendidikan Lingkungan, wakil dari Perguruan Tinggi dan lain sebagainya.

2.2. Persepsi Mengenai Pendidikan Lingkungan Hidup

  Dalam tesis yang dilakukan oleh Hermawan (2000) Pendidikan lingkungan hidup dewasa ini banyak dibicarakan orang, karena telah tampak adanya gejala dan kecenderungan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh ulah manusia misalnya pencemaran sumber daya air dan sungai sebagai akibat dari pembuangan sudah menjadi fenomena umum.

  Pencemaran sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup sebenarnya bukan saja terjadi akibat pembangunan yang kurang bijaksana, melainkan juga disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang amat pesat sehingga di beberapa tempat telah melampaui daya dukung lingkungan (Harjosumantri, 1983).

  Banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya kualitas lingkungan. Diantaranya, yaitu rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang lingkungan, sehingga mereka kurang respon untuk dapat menerima informasi yang bermanfaat bagi dirinya. Di samping itu, kebiasaan hidup masyarakat yang selalu membuang sampah di sembarangan tempat, sulit untuk diubah dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang mengakibatkan lingkungan menjadi kotor dan tercemar. Pencemaran lingkungan umumnya disebabkan oleh masyarakat di lingkungannya itu sendiri. Sebagai salah satu contoh, yaitu kurang baiknya persepsi ibu rumah tangga, dapat mempengaruhi perilaku mereka alam pemeliharaan kebersihan lingkungan, sehingga tindakannya mengakibatkan terjadinya tempat sarang nyamuk dan ini sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan terhadap pengaruh bahaya limbah rumah tangga.

  Untuk meningkatkan mutu lingkungan, pendidikan mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan, manusia makin mengetahui dan sadar akan bahaya limbah rumah tangga terhadap lingkungan, dengan ide-ide baru dan praktek baru, dan dengan pendidikan dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan rasional.

  Pendidikan menurut Undang-undang Repubilk Indonesia nomor 20 tahun 2003 untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecedasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

  Persepsi pada dasarnya menyangkut proses informasi pada diri seseorang dalam hubungannya dengan objek stimulus. Dengan demikian persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat tegantung pada kemamapuan dan keadaan diri yang bersangkutan.

  Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap segala sesuatu di lingkungannya dengan menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut (Dali, 1982). Gibson, et al (1996) mengatakan, persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan.

  Tinjauan terhadap konsep persepsi, khususnya untuk objek-objek lingkungan dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu: (1) melalui pendekatan konvensional, (2) pendekatan ekologis terhadap lingkungan.

  Menurut Backler dalam Abdurahman (1987), hubungan manusia dengan lingkungan merupakan titik tolak dan merupakan sumber informasi, sehingga terlihat individu menjadi seorang pengambil keputusan.

  Dari hasil penelitian tersebut terbuka peluang untuk memanfaatkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi dengan pendidikan lingkungan hidup sehingga dapat dikemukakan parameter persepsi sebagai salah satu parameter dalam dilakukan ini.

  

2.3. Partisipasi Siswa SMA sebagai Pemacu Pengelolaan Lingkungan Hidup

Menuju Sekolah Adiwiyata

  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Syahdian (2000) mengenai adanya hubungan Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Dengan Partisipasi Siswa SMA Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Kota Tebing Tinggi menunjukkan bahwa kelompok usia remaja merupakan sumberdaya yang sangat potensial di masa mendatang jika dipersiapkan dengan baik melalui proses pendidikan.

  Berkaitan dengan pengetahuan tentang pelestarian lingkungan hidup dan kependudukan guna menjamin pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, pemerintah melaksanakan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) secara formal mulai tingkat SD sampai Perguruan Tinggi sejak tahun 1975. Namun masih banyak pelajar terlibat masalah kenakalan remaja.

  Lebih lanjut penelitian tersebut mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan dalam hal persepsi siswa tentang materi PKLH dengan partisipasinya di dalam pengelolaan lingkungan hidup, terdapat juga kaitan yang erat mengenai peran sekolah dalam menyampaikan materi PKLH dengan partisipasi siswa di dalam pengelolaan lingkungan hidup. Orang tua dalam hal ini juga lingkungan hidup. Dinyatakan juga bahwa terdapat hubungan antara pelaksanaan PKLH dengan partisipasi siswa dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa implikasi PKLH dalam kehidupan siswa mampu meningkatkan upaya pelestarian lingkungan hidup di wilayah sekolah secara mandiri.

  Kondisi sosial guru yang baik seperti pengalaman mengajar, kesejahteraan, terjalinnya komunikasi dengan orang tua siswa, pengarahan dan pengawasan kepala sekolah/pimpinan sekolah, pengadaan literatur yang berhubungan dengan PKLH dan penataran PKLH menunjukkan pengaruh positip terhadap partisipasi siswa dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran orang tua seperti memberi contoh, mengawasi pergaulan anak-anaknya, memberikan hadiah/sanksi terhadap hasil perbuatan anaknya juga menimbulkan pengaruh positip terhadap partisipasi siswa didalam pengelolaan lingkungan hidup.

  Sementara itu implikasi pelaksanaan PKLH oleh siswa menyatakan bahwa keterlibatan siswa di dalam kegiatan 5K pada umumnya tingkat partisipasinya tinggi dengan kesadaran akan akibat buruk penggunaan narkoba sehingga murid berusaha untuk melakukan tindakan pencegahan dengan tingkat partisipasinya tinggi. Yang memprihatinkan siswa cendrung menganggap merokok adalah hal biasa, ini tergambar dan rendahnya tingkat kemauan siswa untuk mencegah kecanduan merokok pada dirinya sendiri partisipasinya rendah . Kegiatan keagamaan dan perawatan lingkungan sekolah, menjaga kebersihan diri dan pakaian, berperan mensosialisasikan bahaya narkotika, dan kesadaran membuang sampah ditempatnya catatan khusus tentang kebersihan/kesehatan belum dianggap penting dengan tingkat partisipasinya sedang. Implikasi pelaksanaan PKLH di lingkungan keluarga dan masyarakat menunjukkan bahwa partisipasi siswa menjaga kebersihan lingkungan rumah sangat tinggi, kegiatan gotong royong dan agama, penghijauan, mematuhi tata krama pergaulan, pembersihan parit, pemanfaatan waktu luang dan tanggung jawab partisipasinya tinggi, pencegahan kenakalan remaja partisipasi sedang.

  Dari hasil peneitian tersebut dapat diperoleh kecenderungan perilaku awal hubungan pelaksanaan pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup dengan partisipasi siswa SMA dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga dalam program pencapaian sekolah menuju sekolah Adiwiyata Nasional setidaknya dapat merujuk pada kecenderungan parameter yang dapat digunakan dalam penelitian dan metoda penelitian yang mungkin dilaksanakan sehingga bermanfaat bagi tesis ini.

  

2.4. Pelaksanaan Model Pengelolaan Sekolah berwawasan lingkungan Program

Sekolah Adiwiyata Nasional

  Dari program Nasional mengenai sekolah berwawasan lingkungan sekolah Adiwiyata Nasional Empat aspek yang harus menjadi perhatian sekolah untuk dikelola dengan cermat dan benar apabila mengembangkan Program Adiwiyata yakni: Kebijakan, Kurikulum, Kegiatan, dan Sarana Prasarana. Sehingga secara terencana Pengelolaan aspek-aspek tersebut harus diarahkan pada indikator yang telah ditetapkan dalam program Adiwiyata. 1) Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan, 2) Kurikulum Berbasis Lingkungan, 3) Kegiatan Berbasis

2.4.1. Pengembangan Kebijakan Sekolah

  Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan model pengelolaan sekolah yang mendukung dilaksanakannya pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yakni partisipatif dan berkelanjutan. Pengembangan Kebijakan Sekolah yang diperlukan untuk mewujudkan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan tersebut antara lain ; 1.

  Visi dan Misi Sekolah yang Peduli dan Berbudaya Lingkungan.

  2. Kebijakan Sekolah dalam mengembangkan Pendidikan Lingkungan Hidup.

  3. Kebijakan Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) baik Pendidikan maupun tenaga kependidikan di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup.

  4. Kebijakan Sekolah dalam hal penghematan sumber daya alam 5.

  Kebijakan Sekolah yang mendukung terciptanya Lingkungan Sekolah yang Bersih dan Sehat.

  6. Kebijakan Sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup.

2.4.2. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan

  Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para peserta didik dapat dilakukan melalui kurikulum belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari. Pengembangan kurikulum berbasisi lingkungan hidup mewujudkan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan dapat dicapai dengan melakukan hal-hal berikut ini :

  1. Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran, 2.

  Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar,

  3. Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya, 4.

  Pengembangan kegiatan kurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.

2.4.3. Pengembangan Kegiatan Berbasis Parsitipatif

  Untuk mewujudkan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh warga sekolah dalam pengembangan kegiatan berbasis partisipatif antara lain :

  1. Menciptakan kegiatan ekstrakurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis partisipatif di sekolah,

2. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar, 3.

  Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

2.4.4. Pengelolaan dan atau pengembangan Sarana Pendukung Sekolah

  Dalam mewujudkan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan sarana prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan dan pengembangan sarana tersebut antara lain : 1.

  Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup,

  2. Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah,

3. Penghematan sumberdaya alam (listrik, air dan ATK), 4.

  Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat, 5. Pengembangan sistem pengelolaan sampah.

  Adiwiyata adalah salah satu program dari kementerian Negara Lingkungan Hidup yang bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Program ini berupaya mendorong terciptanya pengetahuan & kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam program ini diharapkan setiap warga sekolah dapat ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat & menghindarkan dampak lingkungan yang negatif.

2.5 Indikator dan Kriteria Program Adiwiyata Nasional Beberapa indikator dan kriteria program Adiwiyata Nasional diantaranya adalah : 1.

  Pengembangan Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan . Pengembangan kebijakan sekolah tersebut antara lain : a.

  Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.

  b.

  Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.

  c.

  Kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (tenaga kependidikan dan non-kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup.

  d.

  Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam.

  e.

  Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat.

  f.

  Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup.

2. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan

  Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari (isu lokal). Pengembangan kurikulum tersebut dapat dilakukan antara lain: a.

  Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran. b.

  Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar.

  c.

  Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya.

  d.

  Pengembangan kegiatan kurikuler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.

3. Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif

  Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: a.

  Menciptakan kegiatan ekstra kurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di sekolah.

  b.

  Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar.

  c.

  Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

4. Pengelolaan dan atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah

  Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain meliputi: a.

  Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan b.

  Peningkatan kualitas penge-lolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah.

  c.

  Penghematan sumberdaya alam (listrik, air, dan ATK).

  d.

  Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.

  e.

  Pengembangan sistem pengelolaan sampah.

  Pada dasarnya program Adiwiyata tidak ditujukan sebagai suatu kompetisi atau lomba. Penghargaan Adiwiyata diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada sekolah yang mampu melaksanakan upaya peningkatan pendidikan lingkungan hidup secara benar, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penghargaan diberikan pada tahapan pemberdayaan (selama kurun waktu kurang dari 3 tahun) dan tahap kemandirian (selama kurun waktu lebih dari 3 tahun).

  Pada tahap awal, penghargaan Adiwiyata dibedakan atas 2 (dua) kategori yaitu:

  1. Sekolah Adiwiyata adalah, sekolah yang dinilai telah berhasil dalam melaksanakan Pendidikan Lingkungan Hidup.

  2. Calon Sekolah Adiwiyata adalah. Sekolah yang dinilai telah berhasil dalam Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.

  Pada tahun 2007 kuesioner yang diterima oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dari seluruh Indonesia sebanyak 146 sekolah yang berasal dari 17 propinsi. Setelah melalui tahap tahap seleksi penilaian, maka ditetapkanlah 30 sekolah sebagai calon model sekolah Adiwiyata tahun 2007. Sedangkan 10 sekolah yang telah terseleksi sebelumnya di tahun 2006 (meliputi ruang lingkup Pulau Jawa) ditetapkan sebagai sekolah penerima penghargaan Adiwiyata sesuai dengan kategori pencapaiannya.

  Dari tinjauan terhadap kriteria/indikator Program Adiwiyata maka dalam tesis ini akan menggunakan kriteria tersebut sebagai landasan dalam penentuan parameter amatan penelitian yang akan meliputi konteks berikut yaitu: a.

  Kebijakan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan; b.

  Kurikulum berbasis lingkungan; c. Kegiatan berbasis partisipatif; d.

  Pengelolaan sarana pendukung sekolah.