BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Periode Gigi Geligi 2.1.1Periode Gigi Desidui - Distribusi Maloklusi pada Pasien di Departemen Ortodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2009-2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1Periode Gigi Geligi
2.1.1Periode Gigi Desidui
Pembentukan benih gigi desidui terjadi selama enam minggu pertama pada intra uterin. Gigi desidui mulai erupsi pada umur sekitar 6 bulan. Erupsi seluruh gigi desidui secara lengkap adalah pada umur 2,5 - 3,5 tahun ketika molar dua desidui mencapai oklusi. Insisivus sentralis mandibula adalah gigi pertama yang erupsi yaitu
5
sekitar usia 6-7 bulan. Adapun usia rata-rata erupsi gigi desidui menurut Kronfeld R dapat dilihat pada tabel 1.
Variasi waktu erupsi gigi geligi adalah sekitar 3 bulan dari usia rata-rata
5
termasuk normal. Periode gigi desidui dimulai pada usia 6 bulan yaitu saat erupsi gigi desidui pertama yang biasanya adalah insisivus sentralis mandibula dan berakhir ketika erupsi molar satu permanen pada usia 6 tahun. Ketika usia 2,5 tahun, gigi desidui biasanya sudah lengkap dan berfungsi penuh. Pembentukan akar lengkap
6 pada seluruh gigi desidui adalah pada usia 3 tahun.
5,6
Periode gigi desidui memiliki beberapa tanda normal, yaitu: a.
Anterior spacing Spacing biasanya terjadi pada periode gigi desidui. Celah ini disebut celah
fisiologis. Adanya celah ini penting untuk perkembangan yang normal pada masa gigi permanen. Apabila tidak ada celah pada periode gigi desidui, dapat mengindikasikan terjadinya crowding saat gigi permanen erupsi karena ukuran gigi permanen yang lebih besar.
Tabel 1. Kronologi erupsi gigi desidui menurut Kronfeld R
Insisivus sentralis 4,5 m.i.u 3/5 2,5 bulan 6 bulan 1,5 tahun
6 m.i.u Ujung cusp masih tertutup 10 bulan 20 bulan 3 tahun
5,5 bulan 12 bulan 2,25 tahun Molar dua
cusp
5 m.i.u Penyatuan
Kaninus 5 m.i.u 1/3 9 bulan 16 bulan 3,25 tahun Molar satu
Insisivus lateral 4,5 m.i.u 3/5 3 bulan 7 bulan 1,5 tahun
Rahang Bawah
18 Gigi Saat pembentukan jaringan keras gigi Jumlah enamel yang terbentuk saat lahir Pembentuk an enamel secara lengkap Erupsi Pembentu kan akar secara lengkap Rahang Atas
6 m.i.u Ujung cusp masih tertutup 11 bulan 24 bulan 3 tahun
6 bulan 14 bulan 2,5 tahun Molar dua
cusp
5 m.i.u Penyatuan
Kaninus 5 m.i.u 1/3 9 bulan 18 bulan 3,25 tahun Molar satu
Insisivus lateral 4,5 m.i.u 2/3 2,5 bulan 9 bulan 2 tahun
Insisivus sentralis 4 m.i.u 5/6 1,5 bulan 7,5 bulan 1,5 tahun
Keterangan: m.i.u = month intra uterine b.
Celah anthropoid/simian/primata Celah ini terdapat pada bagian mesial kaninus maksila dan distal kaninus mandibula yang digunakan untuk interdigitasi cusp kaninus pada lengkung antagonis.
Celah ini dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Celah anthropoid
6
/simian/primata c. Overjet dan overbite yang dangkal d.
Inklinasi vertikal pada gigi anterior e. Bentuk rahang ovoid f. Relasi flush terminal plane (lurus)
Relasi mesio-distal antara permukaan distal molar dua desidui maksila dan
5
mandibula disebut terminal plane. Gambaran normal pada gigi desidui adalah flush terminal plane (lurus) dimana permukaan distal molar dua desidui maksila dan mandibula terletak pada bidang vertikal yang sama karena lebar mesiodistal molar
6
mandibula lebih besar daripada lebar mesiodistal molar maksila. Hubungan molar
6
pada periode gigi desidui dapat diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu: 1.
Flush terminal plane, yaitu permukaan distal molar dua desidui maksila dan mandibula terletak pada bidang vertikal yang sama
2. Mesial step, yaitu permukaan distal molar dua desidui mandibula terletak sebelah mesial dari permukaan distal molar dua desidui maksila
3. Distal step, yaitu permukaan distal molar dua desidui mandibula terletak sebelah distal dari permukaan distal molar dua desidui maksila Gambar 2. Hubungan molar pada periode gigi desidui a. Flush terminal plane, b.Mesial step, c. Distal step
6
Periode ini merupakan periode ketika gigi desidui dan gigi permanen terlihat yang dimulai pada usia 6 tahun saat erupsi molar satu permanen hingga usia 12 tahun.
5,6 Adapun usia rata-rata erupsi gigi permanen dapat dilihat pada tabel 2.
Pada umumnya, maloklusi terjadi pada periode ini.
6 Periode ini dibagi dalam 3
fase, yaitu:
5 1.
Periode transisi pertama
a b c
2.1.2 Periode Gigi Bercampur
karakteristik periode ini.
5,6
- Erupsi molar satu permanen
Molar satu permanen mandibula adalah gigi permanen pertama yang erupsi yaitu pada usia 6 tahun.
5 Gigi ini berperan penting dalam oklusi gigi permanen.
6 Erupsi molar satu permanen dipandu oleh permukaan distal molar dua desidui. Letak
dan hubungan molar satu permanen tergantung pada hubungan permukaan distal antara molar dua desidui maksila dan mandibula yang ditunjukkan oleh gambar 3.
5 Tabel 2. Kronologi erupsi gigi permanen menurut Kronfeld R
18 Gigi Saat pembentukan jaringan keras gigi Pembentukan enamel secara lengkap Erupsi Pembentukan akar secara lengkap Rahang Atas
Insisivus sentralis 3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun
Insisivus lateral 10-12 bulan 4-5 tahun 8-9 tahun 11 tahun
Kaninus 4-5 bulan 6-7 tahun 11-12 tahun 13-15 tahun Premolar satu 1,5-1,75 tahun
5-6 tahun 10-11 tahun 12-13 tahun Premolar dua 2-2,25 tahun 6-7 tahun 10-12 tahun 12-14 tahun Molar satu Saat lahir 2,5-3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun Molar dua 2,5-3 tahun 7-8 tahun 12-13 tahun 14-16 tahun Molar tiga 7-9 tahun 12-16 tahun 17-21 tahun 18-25 tahun
Rahang Bawah
Insisivus sentralis 3-4 bulan 4-5 tahun 6-7 tahun 9 tahun
Insisivus 3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun lateral Kaninus 4-5 bulan 6-7 tahun 9-10 tahun 12-14 tahun Premolar satu 1,75-2 tahun 5-6 tahun 10-12 tahun 12-13 tahun Premolar dua 2,25-2,5 tahun
Gambar 3. Hubungan oklusal molar permanen dan desidui
6-7 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun Molar satu Saat lahir 2,5-3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun Molar dua 2,5-3 tahun 7-8 tahun 11-13 tahun 14-15 tahun Molar tiga 8-10 tahun 12-16 tahun 17-21 tahun 18-25 tahun
6
- Erupsi gigi insisivus
Pada periode transisi pertama, insisivus desidui digantikan oleh insisivus permanen. Insisivus sentralis mandibula biasanya merupakan gigi yang pertama erupsi.Insisivus permanen erupsi lebih ke lingual dan ukurannya lebih besar dari insisivus desidui yang mereka gantikan. Perbedaan antara jumlah ruang yang dibutuhkan untuk akomodasi insisivus dan jumlah ruang yang tersedia disebut incisal
liability .Ukuran incisal liability ini biasanya 7 mm pada maksila dan 5 mm pada
5 mandibula.
2. Periode intertransisional Periode ini merupakan fase yang stabil dimana hanya sedikit perubahan terjadi. Diantara insisivus permanen dan molar satu permanen terdapat molar dan
5,6 kaninus desidui.
3. Periode transisi kedua Karakteristik dari fase ini adalah tanggalnya molar dan kaninus desidui sekitar usia 10 tahun yang digantikan oleh premolar dan kaninus permanen. Lebar mesiodistal premolar dan kaninus permanen biasanya kurang dari lebar mesiodistal kaninus dan molar desidui. Ruang berlebih ini biasanya disebut leeway space of
5 Nance dimana pada maksila adalah sekitar 1,8 mm dan 3,4 mm pada mandibula.
2.1.3 Periode Gigi Permanen
5,6
Urutan erupsi gigi permanen bervariasi. Urutan yang paling sering terlihat pada maksila adalah: 6-1-2-4-3-5-7 atau 6-1-2-4-5-3-7 sedangkan pada mandibula
6 adalah: 6-1-2-4-5-3-7 atau 6-1-2-3-4-5-7.
Pada usia 13 tahun, seluruh gigi permanen telah erupsi sempurna kecuali gigi
6
molar tiga. Gambaran pada periode gigi permanen adalah sebagai berikut: a.
Midline yang berhimpit b. Hubungan molar Klas I pada molar satu permanen c. Overbite vertikal sekitar ⅓ tinggi mahkota insisivus sentralis mandibular d. Curve of Spee yang berkembang selama transisi dan menjadi stabil pada masa dewasa
2.2 Oklusi
Kata “oklusi” memiliki dua aspek, yaitu statis dan dinamis. Oklusi statis berupa bentuk, susunan dan artikulasi gigi serta hubungan gigi terhadap struktur pendukungnya. Oklusi dinamis berupa fungsi sistem stomatognasi sebagai struktur pendukung, sendi temporomandibula, neuromuskular dan nutrisi. Angle mendefinisikan oklusi sebagai relasi normal bidang oklusal gigi ketika rahang tertutup. Oklusi merupakan suatu hubungan kompleks yang melibatkan gigi, ligamen
5,16 periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf.
5 Terdapat enam kunci oklusi normal menurut Andrew, yaitu : 1.
Relasi molar antar rahang
Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas harus berkontak dengan
groove antara cusp mesial dan medial bukal dari gigi molar satu rahang bawah.
Cusp mesiolingual molar satu rahang atas harus berkontak dengan fossa sentralis
molar satu rahang bawah seperti yang terlihat pada gambar 4.Gambar 4. Relasi molar antar
6
rahang 2. Angulasi mahkota mesiodistal
Kunci kedua terbentuk menggunakan garis yang melewati aksis panjang mahkota yang menuju bagian paling menonjol pada pertengahan permukaan labial atau bukal. Garis ini disebut aksis panjang mahkota klinis. Sebuah oklusi dianggap normal jika bagian gingival dari aksis panjang mahkota terletak sebelah distal dari bagian oklusal garis. Setiap gigi memiliki angulasi mahkota yang berbeda-beda seperti yang terlihat pada gambar 5.
5 Gambar 5. Angulasi mahkota 3.
Inklinasi mahkota labio-lingual Inklinasi mahkota dilihat dari sebelah mesial atau distal. Apabila area gingival mahkota terletak lebih ke lingual daripada area oklusal, disebut inklinasi mahkota positif. Apabila area gingival mahkota terletak lebih ke labial atau bukal daripada area oklusal maka disebut dengan inklinasi mahkota negatif. Insisivus maksila memiliki inklinasi mahkota positif sedangkan insisivus mandibula menunjukkan inklinasi mahkota negatif yang ringan. Gigi posterior maksila dan mandibula memiliki inklinasi mahkota negatif seperti yang terlihat pada gambar 6.
6 Gambar 6. Inklinasi mahkota 4.
Tidak terdapat rotasi Pada oklusi normal tidak terdapat rotasi. Rotasi gigi posterior menyebabkan ruang berlebih pada rahang sedangkan rotasi insisivus menyebabkan berkurangnya ruang pada rahang seperti yang terlihat pada gambar 7.
6 Gambar 7. Tidak terdapat rotasi 5.
Kontak rapat Sebuah oklusi dikategorikan normal apabila terdapat kontak rapat dengan gigi tetangga seperti yang terlihat pada gambar 8.
6 Gambar 8. Kontak rapat 6.
Curve of Spee
Bidang oklusal normal menurut Andrew harus datar dengan curve of Spee tidak lebih dari 1,5 mm seperti yang terlihat pada gambar 9.
6 Gambar 9. Curve of Spee
Oklusi normal dalam bidang ortodonti merupakan oklusi Klas I Angle. Kunci pada klasifikasi ini adalah molar satu permanen. Cusp mesiobukal molar satu rahang atas harus beroklusi atau kontak dengan mesiobukal groove molar satu permanen
6
rahang bawah. Oklusi normal memiliki relasi molar Klas I dan susunan gigi tepat
19 pada garis oklusiseperti yang terlihat pada gambar 10.
20 Gambar 10. Oklusi normal
2.3 Maloklusi
2.3.1 Definisi
Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan
1
gigi atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal. Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan yang tidak dapat diterima secara estetis maupun fungsional
2
dari oklusi ideal. Selain itu, maloklusi juga dianggap sebagai hubungan yang
3 menyimpang antara gigi geligi pada rahang atas dan rahang bawah.
2.3.2 Klasifikasi
Derajat keparahan maloklusi berbeda-beda dari rendah ke tinggi yang
1
menggambarkan variasi biologi individu. Bentuk-bentuk penyimpangan ini harus dikelompokkan kedalam kategori-kategori yang lebih kecil sehingga diperlukan
5
klasifikasi maloklusi. Klasifikasi maloklusi merupakan deskripsi penyimpangan dentofasial berdasarkan karakterisktik umum.Berdasarkan bagian pada oral dan maksilofasial yang mengalami penyimpangan, maloklusi dapat dibagi dalam tiga
6
kelompok, yaitu: 1.
Malposisi gigi individual Malposisi gigi individual merupakan malposisi masing-masing gigi terhadap gigi tetangga yang berada pada rahang yang sama maka disebut juga intra-arch
malocclusion . Bentuk-bentuk dari malposisi gigi individual ini adalah seperti
inklinasi mesial, inklinasi distal, inklinasi lingual, inklinasi labial/bukal, infra oklusi, supra oklusi, rotasi dan transposisi.
2. Malrelasi rahang Maloklusi ini memiliki karakteristik adanya relasi abnormal antara gigi atau sekelompok gigi pada satu rahang dengan rahang lain maka disebut juga inter-arch
malrelation . Malrelasi ini dapat terjadi dalam tiga bidang, yaitu sagital, vertikal dan
transversal.3. Maloklusi skeletal Maloklusi ini terjadi akibat defek pada struktur skeletal itu sendiri. Defek tersebut dapat berupa defek ukuran, posisi atau hubungan antara tulang rahang.
Selain klasifikasi di atas, beberapa ahli telah mengemukakan klasifikasi maloklusi, yaitu:
2.3.2.1 Klasifikasi maloklusi oleh Angle
Pada 1899, Edward Angle memperkenalkan klasifikasi maloklusi berdasarkan relasi mesio-distal gigi, lengkung dental dan rahang. Klasifikasi Angle ini masih
5,6
digunakan hingga sekarang karena sederhana untuk diterapkan. Angle berpendapat molar satu permanen maksila adalah kunci oklusi. Berdarsakan relasi molar satu permanen mandibula dengan molar satu permanen maksila, Angle mengklasifikasikan maloklusi kedalam tiga Klas utama yaitu Klas I, Klas II, dan Klas
2,5-7,19,21-22 III.
a. Maloklusi Klas I
Maloklusi Klas I Angle menunjukkan relasi molar yang normal. Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi pada bukal groove molar satu
5
permanen rahang bawah. Pada maloklusi Klas I Angle ini, garis oklusi tidak tepat akibat adanya satu atau lebih gigi yang malposisi maupun rotasi tetapi tidak mempengaruhi hubungan normal molar satu permanenseperti yang terlihat pada
19,21
gambar 11. Pada maloklusi Klas I dapat terlihat beberapa manifestasi seperti
crowding , spacing, rotasi, gigi yang hilang, dll. Maloklusi Klas I memiliki relasi
skeletal normal dan juga fungsi otot yang normal. Faktor lokal yang menyebabkan maloklusi Klas I dapat berupa gigi impaksi, anomali ukuran, jumlah dan bentuk gigi yang mengakibatkan maloklusi yang terlokalisasi. Maloklusi lain yang sering dikategorikan sebagai Klas I adalah bimaksilari protrusi dimana pasien memiliki hubungan molar Klas I tetapi gigi geligi pada rahang atas dan bawah terletak di posisi
5 yang lebih maju sehingga mempengaruhi profil wajah.
Rahang bawah terletak pada relasi mesiodistal yang normal terhadap rahang atas, dengan posisi cusp mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan groove bukal molar satu permanen rahang bawah dan cusp mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan fossa oklusal molar satu permanen rahang
6 bawah ketika rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan oklusi sentrik.
Pada maloklusi Klas I, ujung gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal yang sama seperti ujung distal gigi kaninus bawah. Gigi premolar atas berinterdigitasi dengan cara yang sama dengan gigi premolar bawah. Jika gigi insisivus berada pada
7
20 Gambar 11. Maloklusi Klas I Angle b.
Maloklusi Klas II
Maloklusi ini memiliki karakteristik cusp distobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan groove bukal molar satu permanen rahang
5
bawah(gambar 12). Rahang mandibula dalam posisi lebih ke distal daripada rahang maksila pada maloklusi Klas II ini. Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan ruang diantara cusp mesiobukal molar satu permanen rahang bawah dan dengan bagian distal premolar dua rahang bawah. Selain itu, cusp mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari cusp
6 mesiolingual molar satu permanen rahang bawah.
20 Gambar 12. Maloklusi Klas IIAngle
Berdasarkan angulasi labiolingual insisivus rahang atas, Angle
5,6
mengklasifikasikan maloklusi Klas II dalam dua divisi, yaitu: 1.
Klas II divisi 1 Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki karakteristik adanya proklinasi atau
5,6
5
labioversi insisivus rahang atas sehingga overjet meningkat (gambar 13). Overbite yang berlebih pada regio anterior dapat terjadi. Pada maloklusi ini juga menunjukkan adanya aktivitas otot yang abnormal. Bibir atas biasanya hipotonik, pendek dan inkompeten. Bibir bawah berkontak dengan bagian palatal gigi rahang atas
5 merupakan salah satu gambaran Klas II divisi 1 yang disebut sebagai “lip trap”.
6 Gambar 13. Maloklusi Klas II divisi 1 Angle 2.
Klas II divisi 2 Maloklusi Klas II divisi 2 juga memiliki relasi molar Klas II tetapi karakteristik maloklusi ini adalah adanya inklinasi lingual atau lingoversi gigi insisivus sentralis rahang atas dan insisivus lateral rahang atas yang lebih ke labial
5,6
ataupun mesial sehingga overlap pada insisivus sentralis (gambar 14). Pada maloklusi Klas II divisi 2 biasanya pasien menunjukkan overbite anterior yang
5 berlebih (deep anterior overbite).
6 Gambar 14. Maloklusi Klas II divisi 2 Angle
Klas II Subdivisi
Ketika relasi molar Klas II terjadi pada satu sisi rahang saja maka maloklusi tersebut adalah sebagai subdivisi dari divisi yang terlibat.
6 Contohnya apabila relasi
molar Klas II pada satu sisi rahang baik divisi 1 maupun divisi 2 dan relasi molar Klas I pada sisi lainnya maka dapat disebut sebagai Klas II divisi 1 subdivisi atau Klas II divisi 2 subdivisi.
5 c.
Maloklusi Klas III
Maloklusi ini memiliki relasi molar Klas III dimana rahang bawah dalam hubungan mesial terhadap rahang atas, yaitu cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan ruang interdental diantara molar satu dan molar dua permanen rahang bawah seperti yang terlihat pada gambar 15.
5,6
Gambar 15. Maloklusi Klas III Angle
20 Maloklusi Klas III dapat diklasifikasikan dalam true Class III dan pseudo Class
III
5,6 a.
True Class III Ini merupakan maloklusi Klas III skeletal yang berasal dari genetik dimana dapat terjadi akibat beberapa hal berikut:
5
- Ukuran mandibula yang berlebih
- Maksila yang lebih kecil dari ukuran no
- Kombinasi penyebab-penyebab di atas
Insisivus rahang bawah memiliki inklinasi lebih ke lingual. Pasien dengan maloklusi ini dapat menunjukkan overjet normal, relasi insisivus edge to edge
5 ataupun crossbite anterior.
b.
Pseudo Class III Maloklusi ini dihasilkan dari pergerakan ke depan mandibula ketika
5 penutupan rahang sehingga disebut juga maloklusi Klas III ‘postural’ atau ‘habitual’.
Mandibula pada maloklusi ini bergerak pada anterior fossa glenoid akibat kontak
6 prematur dari gigi.
Klas III subdivisi Karakteristik dari maloklusi ini adalah ketika relasi molar Klas III hanya pada
5,6 satu sisi rahang dan relasi Klas I pada sisi lainnya.
2.3.2.2Modifikasi klasifikasi maloklusi Angle oleh Dewey
Pada 1915, Dewey membagi maloklusi Klas I Angle dalam 5 tipe dan
5,6 maloklusi Klas III dalam 3 tipe.
a.
Modifikasi Klas I oleh Dewey Tipe 1 : Maloklusi Klas I dengan gigi anterior rahang atas berjejal Tipe 2 : Klas I dengan insisivus maksila yang protrusi (labioversi) Tipe 3 : Maloklusi Klas I dengan crossbite anterior Tipe 4 : Relasi molar Klas I dengan crossbite posterior Tipe 5 : Molar permanen mengalami drifting mesial akibat ekstraksi dini molar dua desidui atau premolar dua b.
Modifikasi Klas III oleh Dewey Tipe 1 : Ketika rahang atas dan bawah dilihat secara terpisah menunjukkan susunan yang normal, tetapi ketika rahang dioklusikan, pasien menunjukkan adanya gigitan edge to edge pada insisivus
Tipe 2 : Insisivus rahang bawah berjejal dan menunjukkan relasi lingual
Tipe 3 : Insisivus rahang atas berjejal dan menunjukkan crossbite dengan anterior rahang bawah
2.3.2.3 Modifikasi klasifikasi maloklusi Angle oleh Lischer
Pada 1933, Lischer melakukan modifikasi terhadap klasifikasi Angle dengan mengganti nama Klas I, II dan III Angle dengan neutro-oklusi, disto-oklusi dan mesio-oklusi. Selain itu, Lischer juga mengklasifikasikan maloklusi gigi
5,6 individual.
Neutro-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas I Angle Disto-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas II Angle Mesio-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas III Angle Nomenklatur Lischer pada malposisi individual gigi adalah dengan akhiran
6 ‘versi’ pada kata yang diindikasikan penyimpangan dari posisi normal.
1. Mesioversi : lebih ke mesial dari posisi normal
2. Distoversi : lebih ke distal dari posisi normal
3. Linguoversi : lebih ke lingual dari posisi normal
4. Labioversi : lebih ke labial dari posisi normal
5. Infraversi : lebih ke inferior atau menjauh dari garis oklusi
6. Supraversi :lebih ke superior atau melewati garis oklusi
7. Aksiversi : inklinasi aksial abnormal, tipping
8. Torsiversi : rotasi gigi pada aksis panjangnya
9. Transversi : perubahan pada urutan posisi atau transposisi dua gigi
2.3.3 Etiologi
Etiologi maloklusi merupakan studi yang mempelajari penyebab terjadinya maloklusi. Secara luas, maloklusi disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Perkembangan gigi geligi normal dan oklusi bergantung pada sejumlah faktor yang saling terkait yaitu faktor dentoalveolar, skeletal dan neuromuskular. Maloklusi memiliki penyebab yang multifaktorial dan hampir tidak pernah memiliki
8 Beberapa klasifikasi faktor etiologi maloklusi telah diperkenalkan salah satunya adalah klasifikasi etiologi menurut Graber yang membagi faktor etiologi dalam dua kelompok yaitu faktor umum dan faktor lokal.Faktor umum yang merupakan etiologi maloklusi adalah herediter, kongenital, lingkungan, keadaan dan penyakit metabolik, nutrisi, kebiasaan buruk dan kelainan fungsional, postur dan trauma. Faktor lokal yang merupakan etiologi maloklusi adalah anomali jumlah gigi, anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenum labial yang abnormal, premature
loss gigi desidui, retensi gigi desidui yang berkepanjangan, erupsi gigi permanen
yang terlambat, arah erupsi yang abnormal, ankilosis, karies dan restorasi yang tidak
5,6 baik.
2.3.4Prevalensi
Prevalensi maloklusi bervariasi di seluruh belahan dunia pada berbagai
2,3
populasi yang berdasarkan pada umur, ras, genetik dan faktor lingkungan. Insiden
15
terjadinya maloklusi dilaporkan bervariasi sekitar 11% hingga 93%. Penelitian oleh Wijayanti dkk mengenai maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 9-11 tahun di Jakarta menunjukkan bahwa dari 98 subjek, 65,3 % memiliki
1 maloklusi Klas I, 31,6 % Klas II dan 3,1 % Klas III.
Oshagh dkk., melaporkan bahwa prevalensi maloklusi Klas I, Klas II dan Klas
III pada anak usia sekolah yang datang ke departemen ortodonsia di Universitas
9 Shiraz, Iran, adalah 52,0 %, 32,6 % dan 12,3 % secara berturut-turut. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Bittencourt dan Machado pada anak usia 6-10 tahun di Brazil menunjukkan hanya 14,83 % anak yang memiliki oklusi normal sedangkan 85,17 % sisanya memiliki maloklusi yaitu 57,24 % maloklusi Klas I, 21,73 % Klas II dan 6,2
8 % Klas III.
2.3.5Bentuk umum maloklusi
2.3.5.1Crowding
Crowding atau gigi berjejal dapat didefinisikan sebagai ketidakseimbangan
5,12
5
ukuran mesiodistal gigi yang lebih dapat menghasilkan crowding. Crowding
19,25
merupakan bentuk maloklusi yang paling umum. Umumnya, crowding
5
ditemukanpada maloklusi Klas I (gambar 16). Prevalensi terjadinya crowding adalah
13 5% hingga 80% pada populasi yang berbeda-beda.
5 Etiologi terjadinya crowding diantaranya adalah: a.
Diskrepansi panjang lengkung dan ukuran gigi akibat kurangnya panjang lengkung atau ukuran gigi yang berlebih b.
Adanya gigi supernumerari yang menyebabkan susunan gigi berjejal c. Retensi gigi desidui yang berkepanjangan menyebabkan erupsi gigi pengganti tidak pada tempat yang seharusnya d.
Abnormalitas ukuran dan bentuk gigi e. Premature loss gigi desidui menyebabkan gigi tetangga drifting ke ruang kosong
Gambar 16. Molar Klas I Angle dengan
2
crowding2.3.5.2Spacing
Spacing atau gigi bercelah terjadi akibat berlebihnya panjang
lengkungmaupun akibat tidak adanya gigi yang menyebabkan adanya jarak atau celah
2,16,26
diantara gigi seperti yang terlihat pada gambar 17. Spacing merupakan kebalikan
26
2
dari crowding. Gigi bercelah jarang ditemukan pada ras Kaukasian. Prevalensi
13
spacing berkisar antara 6% hingga 50%. Spacing dapat disebabkan oleh gigi
26
5
merupakan salah satu manifestasi maloklusi Klas I. Salah satu bentuk spacing adalah
5 diastema midline yang merupakan celah antara dua insisivus sentralis rahang atas.
Spacing pada masa gigi bercampur ditandai dengan adanya diastema midline antara
16
insisivus sentralis rahang atas yang merupakan keadaan normal. Diastema midline sering terlihat pada anak-anak yaitu sebanyak 26% memiliki celah lebih dari 2 mm. Meskipun celah ini cenderung akan menutup, lebih dari 6% remaja dan dewasa masih memiliki diastema yang harus diperhatikan karena mempengaruhi penampilan
19
5
senyum. Beberapa etiologi dari spacing adalah sebagai berikut: a.
Spacing yang terjadi secara umum (generalized spacing) biasanya terjadi karena ketidakseimbangan panjang lengkung dan ukuran gigi. Kondisi seperti oligodonsia dan mikrodonsia dapat menyebabkan spacing.
b.
Morfologi gigi yang tidak normal, seperti gigi insisivus lateral yang peg shaped
c.
Kebiasaan buruk seperti menghisap ibu jari (thumb-sucking) dan tongue
thrusting dapat menyebabkan spacing pada region anterior d.
Ukuran lidah yang tidak normal yaitu makroglossia dapat menunjang terjadinya spacing e.
Gigi supernumerari yang tidak erupsi ataupun adanya patologi seperti lesi kistik diantara gigi f.
Premature loss gigi permanen
28 Gambar 17. Spacing (gigi bercelah)
2.3.5.3Crossbite
Crossbite atau gigitan silang adalah istilah yang digunakan pada hubungan 22,27
gigi dalam keadaan bukolingual atau labiolingual yang abnormal . Crossbite merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan oklusi abnormal pada bidang transversal. Istilah ini juga digunakan pada overjet terbalik pada satu atau lebih gigi anterior. Graber mendefinisikan crossbite sebagai suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal yaitu lebih ke bukal atau lingual
5 maupun labial dari gigi antagonisnya.
Berdasarkan lokasinya, crossbite dibagi atas anterior crossbite dan posterior
crossbite . Anterior crossbite adalah keadaan gigi dimana gigi insisivus atas terdapat
5,27sebelah lingual gigi insisivus bawah sedangkan posterior crossbite adalah relasi transversal abnormal antara gigi posterior atas dan bawah dengan keadaan gigi posterior atas terletak sebelah lingual dari gigi posterior bawah seperti yang terlihat
5,19,20 pada gambar berikut.
28 Gambar 18. CrossbiteA. Crossbite Anterior, B. Crossbite Posterior
2.3.5.4Overbite
Overbite adalah jarak vertikal antara tepi insisal insisivus sentralis atas ke tepi
19,27
insisal insisivus sentralis bawah ketika rahang dalam hubungan sentrik. Dalam keadaan normal, insisal gigi insisivus bawah berkontak dengan permukaan palatal insisivus atas tepat pada singulum atau di atas singulum. Ukuran normal overbite
19
29
adalah 1-2 mm. Jarak overbite 2-4 mm juga tergolong normal. Overbite bernilai nol ketika tepi insisal insisivus atas dan bawah berkontak yang disebut dengan edge
16,29
to edge . Jika tidak terdapat jarak overlap vertikal antara gigi pada rahang atas dan
bawah maka disebut sebagai openbite (gambar 19) dan apabila jarak tersebut lebih
5,19,27 dari normal maka disebut sebagai deepbite (gambar 20).
Gambar 19. Perbandinganoverbite
20
dan open bite
6 Gambar 20. A. Open bite, B. Deep bite
2.3.5.5 Overjet
Overjet adalah jarak horizontal antara insisivus sentralis atas dan insisivus
16,19
sentralis bawah (gambar 21). Dalam keadaan normal, insisivus atas terletak di
19,29
depan insisivus bawah dengan jarak normal sekitar 2-4 mm. Apabila insisivus bawah terletak di depan insisivus atas, hal tersebut disebut dengan overjet terbalik
19 atau crossbite anterior.
Gambar 21. Overjet
20
2.4 Kerangka Teori
Periode Gigi Geligi Desidui Bercampur Permanen Oklusi Maloklusi
Definisi Klasifikasi Etiologi Prevalensi Bentuk umum maloklusi Crowding
Angle Dewey Lischer Spacing Crossbite
Klas I Klas II Klas III OpenBite
Divisi 1 Divisi 2 Subdivisi Subdivisi DeepBite
2.5 Kerangka Konsep
Pasien di departemen Ortodonsia RSGMP FKG
USU tahun 2009-2013
Distribusi maloklusi berdasarkan Klasifikasi Angle Distribusi bentuk umum maloklusi