Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

(1)

(LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE)

SKRIPSI

NETTI SURIATI DAULAY

080805016

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENGARUH KUALITAS DAUN MURBEI

Morus cathayana

TERHADAP INDEKS NUTRISI ULAT SUTERA

Bombyx mori

L.

(LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NETTI SURIATI DAULAY

080805016

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Kualitas Daun Murbei

Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

Kategori : Skripsi

Nama : Netti Suriati Daulay

Nomor Induk Mahasiswa : 080805016

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Sumatera Utara Diluluskan di

Medan, April 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Nursal, M. Si Masitta Tanjung, S.Si, M. Si

NIP. 19610903 199103 1 002 NIP. 19710910 200012 2 001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc. NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KUALITAS DAUN MURBEI Morus cathayana TERHADAP INDEKS NUTRISI ULAT SUTERA Bombyx mori L.

(LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2013

NETTI SURIATI DAULAY 080805016


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera

Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas segala arahan, motivasi, dan atas segala waktu yang telah disediakan bagi penulis. Terima kasih juga kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M. selaku Dosen Penguji I dan kepada Bapak Riyanto Sinaga, S.si. M.Si selaku Dosen Penguji II atas segala bimbingan, masukan, dan arahan yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan Ibu Mayang Sari Yeanny selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi mulai awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini, Ibu Nurhasni Muluk selaku laboran Departemen Biologi, Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku staff pegawai di Departemen Biologi, dan kepada seluruh dosen di Departemen Biologi atas segala ilmu pengetahuan dan perkuliahan yang diberikan yang sangat bermanfaat sebagai bekal di masa depan. Kepada Bapak Drs. Firman Sebayang MS selaku kepala Laboratorium Biokimia dan bang Feri Susanto S.Si selaku asisten Laboratorium Biokimia Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Pada kesempatan ini, teristimewa penulis ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, Ayahanda Alm. Muhammad Yahya Daulay dan Ibunda Hapso Harahap yang sangat dicintai dan disayangi penulis yang telah mencurahkan segala bentuk kasih dan sayangnya baik dalam bentuk

do’a, harapan, perhatian, moril, materi serta dukungan kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, semoga Allah SWT senantiasa memuliakan, memberikan kebahagiaan serta keselamatan dunia dan akhirat. Kepada abang dan kakak Ali Rasiden Daulay, Suprianto Daulay, Asrul Daulay dan Inra Yani Daulay serta kakanda Pardamean Harahap ST. yang selalu memberi suport dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, perhatian, dukungan serta cinta dan kasih sayangnya kepada penulis.

Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua sahabat-sahabat di Biologi USU khususnya Stambuk 2008. Kepada Ummi, Zulfi, Ahri, Nanin, Sirma, Yuni, Afriska dan Riana. Kepada rekan seperjuangan dalam penelitian Santi, Rildah dan Maya. Juga kepada semua rekan seperjuangan yang


(6)

turut membantu dan memberi dukungan: Eka, Mai Sarah, Sister, Asmi, Indri, Mela, Adi Gunawan dan Miduk dan kepada Pinta, Dessy, Agnes Dame, Tombak, Jekmal, Albert, Yanti, Rosima, Rohana, Rani, Hanna, Ratna, Frans, Nina, Juhardi, Surya, Gilang, Andini, Dewi, Diah, Novi, Intan, Rini, Novia, Ayu dan Agnes Yolanda. Kepada kakak asuh Afridawati S.Si, kepada kakak stambuk 2007 atas segala bantuan dan motivasinya kak Rizma, kak Ummi. Kepada adik stambuk 2009: Venny, Laura, Zuana, Yuli. Kepada adik stambuk 2010: Adik Asuhku Yusniarti, Reni, Lintar, serta teman-teman satu kos Astika Siregar, Samro, Nurale, Manda, Eva, Ema, Indah, Vivi, Rina dan Rehan yang turut membantu dalam penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, penulis pada khususnya dan para pembaca serta bermanfaat bagi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal

‘alamin.

Medan, April 2013


(7)

PENGARUH KUALITAS DAUN MURBEI Morus cathayana TERHADAP INDEKS NUTRISI ULAT SUTERA Bombyx mori L.

(LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE)

ABSTRAK

Penelitian tentang pengaruh kualitas daun murbei Morus cathayana terhadap indeks nutrisi ulat sutera Bombyx mori L. telah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan dan Laboratorium Genetika, Departemen Biologi serta Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan, yaitu perlakuan dengan tanaman murbei Morus cathayana yang diberi pupuk dan yang tanpa diberi pupuk. Masing-masing perlakuan terdiri dari 20 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk Urea, TSP dan NPK pada tanaman murbei Morus cathayana memberi pengaruh nyata (p<0,05) pada nilai laju pertumbuhan (GR) pada instar III, laju konsumsi (CR) pada instar III dan V, efisiensi konversi pakan yang dimakan (ECI) pada instar III dan V, perkiraan daya cerna (AD) pada instar III, IV dan V, masing-masing sebesar 20%, 7% dan 24%, 40% dan 51%, 15%, 21% dan 70%.


(8)

THE EFFECT OF MULBERRY LEAF QUALITY Morus cathayana FOR NUTRITION INDEX OF SILKWORM Bombyx mori L.

(LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE)

ABSTRACT

The effect of quality mulberry leaf Morus cathayana on nutrition index of silkworm Bombyx mori L. have been conducted in Animal Physiology Laboratory and Genetics Laboratory, Department of Biology and Biochemistry Laboratory, Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatera Utara, Medan. This research used Completely Randomized Design (CRD) with two treatments, the first was mulberry plant that cultivated on soil with Urea, TSP and NPK fertilizers. The second plants were not fertilized at all. Each treatment was replicated 20 times. The results showed that the addition of Urea, TSP and NPK fertilizer on mulberry has effect (p<0.05) on increasing of the growth rate (GR) in instar III, the consumption rate (CR) of instars III and V, efficiency of conversion of ingested food (ECI) in instar III and V, approximate digestibility (AD) in instar III, IV dan V, 20%, 7% and 24%, 40% and 51%, 15%, 21% and 70% respectively.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3 1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Hipotesis 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Ulat Sutera Bombyx mori L. 4

2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera Bombyx mori L. 4 2.1.2. Siklus Hidup Ulat Sutera Bombyx mori L. 5

2.2. Indeks Nutrisi 9

2.3. Tanaman Murbei (Morus cathayana) 10

2.4. Pemupukan 12

Bab 3. Metode Penelitian

3.1. Waktu dan Tempat 14

3.2. Alat dan Bahan 14

3.3. Metodologi Penelitian 14

3.4. Prosedur Kerja 15

3.4.1. Di Lapangan 15

3.4.2. Di Laboratorium 16

3.4. Analisis Data 20

Bab 4. Hasil Dan Pembahasan

4.1. Laju Pertumbuhan (GR) Ulat Sutera Instar III,IV,V 21 4.2. Laju Konsumsi (CR) Ulat Sutera Instar III, IV, V 22 4.3. Efisiensi Konversi Pakan Yang Dicerna (ECD) Ulat Sutera

Instar III, IV danV 24

4.4. Efisiensi Konversi Pakan Yang Dimakan (ECI) Ulat Sutera

Instar III, IV dan V 25

4.5. Perkiraan Pakan Yang Dicerna (AD) Ulat Sutera


(10)

4.6 Pola Nilai Indeks Nutrisi Ulat Sutera Instar III, IV dan V 28 Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan 31

5.2. Saran 31

Daftar Pustaka 32


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

1. Ulat sutera (Bombyx mori L.) 4

2. Siklus hidup ulat sutera (Bombyx mori L.) 7

3. Murbei (Morus cathayana) 11

4.1. Rata-rata laju pertumbuhan (GR) Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan Perlakuan berbeda selama Instar III, IV dan V 21 4.2. Rata-rata laju konsumsi (CR) Ulat Sutera (Bombyx

mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan berbeda selama instar III, IV dan V 23 4.3. Rata-rata nilai ECD Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan berbeda selama instar III, IV dan V 24 4.4. Rata-rata Konversi Pakan Yang Dikonsumsi (ECI)

Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan bereda selama

instar III, IV dan V 26

4.5.

Rata-rata perkiraan pakan yang dicerna (AD) Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan berbeda selama instar

III, IV dan V 27

4.6.1. Rata-rata hubungan indeks nutrisi instar III, IV dan V yang terdiri dari nilai GR dan CR tanpa pupuk dan

diberi pupuk 29

4.6.2. Rata-rata hubungan indeks nutrisi instar III, IV dan V yang terdiri dari nilai ECD, ECI dan AD tanpa pupuk


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp

1. Nilai Indeks Nutrisi Laju Pertumbuhan (GR) Bombyx

mori L. 35

2. Nilai Indeks Nutrisi Laju Konsumsi (CR) Bombyx mori

L. 36

3. Nilai Indeks Nutrisi Efisiensi Konversi Pakan Yang

Dicerna (ECD) Bombyx mori L. 37

4. Nilai Indeks Nutrisi Efisiensi Konversi Pakan Yang

Dimakan (ECI) Bombyx mori L. 38

5. Nilai Indeks Nutrisi Data Perkiraan Pakan Yang

Dicerna (AD) Bombyx mori L. 39

6. Analisis Unsur Hara Tanaman Murbei Morus cathayana 40 7. Penentuan Kadar Protein Metode Kjeldhal Morus

cathayana 41

8. Penentuan Kadar Karbohidrat Morus cathayana 42 9. Penentuan Kadar Lemak Metode Sokletasi Morus

cathayana 43

10. Penentuan Kadar Air Morus cathayana 44

11. Penentuan Kadar Abu Morus cathayana 45

12. Pengukuran Faktor Lingkungan 46

13. Contoh Hasil Uji Statistik Laju Pertumbuhan (GR) Ulat Sutera Bombyx mori L.) Yang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Selama Instar III 48


(13)

PENGARUH KUALITAS DAUN MURBEI Morus cathayana TERHADAP INDEKS NUTRISI ULAT SUTERA Bombyx mori L.

(LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE)

ABSTRAK

Penelitian tentang pengaruh kualitas daun murbei Morus cathayana terhadap indeks nutrisi ulat sutera Bombyx mori L. telah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan dan Laboratorium Genetika, Departemen Biologi serta Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan, yaitu perlakuan dengan tanaman murbei Morus cathayana yang diberi pupuk dan yang tanpa diberi pupuk. Masing-masing perlakuan terdiri dari 20 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk Urea, TSP dan NPK pada tanaman murbei Morus cathayana memberi pengaruh nyata (p<0,05) pada nilai laju pertumbuhan (GR) pada instar III, laju konsumsi (CR) pada instar III dan V, efisiensi konversi pakan yang dimakan (ECI) pada instar III dan V, perkiraan daya cerna (AD) pada instar III, IV dan V, masing-masing sebesar 20%, 7% dan 24%, 40% dan 51%, 15%, 21% dan 70%.


(14)

THE EFFECT OF MULBERRY LEAF QUALITY Morus cathayana FOR NUTRITION INDEX OF SILKWORM Bombyx mori L.

(LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE)

ABSTRACT

The effect of quality mulberry leaf Morus cathayana on nutrition index of silkworm Bombyx mori L. have been conducted in Animal Physiology Laboratory and Genetics Laboratory, Department of Biology and Biochemistry Laboratory, Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatera Utara, Medan. This research used Completely Randomized Design (CRD) with two treatments, the first was mulberry plant that cultivated on soil with Urea, TSP and NPK fertilizers. The second plants were not fertilized at all. Each treatment was replicated 20 times. The results showed that the addition of Urea, TSP and NPK fertilizer on mulberry has effect (p<0.05) on increasing of the growth rate (GR) in instar III, the consumption rate (CR) of instars III and V, efficiency of conversion of ingested food (ECI) in instar III and V, approximate digestibility (AD) in instar III, IV dan V, 20%, 7% and 24%, 40% and 51%, 15%, 21% and 70% respectively.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha persuteraan alam telah lama dikenal sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegiatan ini bersifat padat karya, tidak perlu memerlukan ketrampilan khusus yang tinggi, menghasilkan produk dengan nilai ekonomi yang tinggi serta relatif cepat mendapatkan hasil. Kegiatan ini dapat dijadikan usaha alternatif dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan dan untuk mengurangi pengangguran yang semakin hari semakin meningkat (Guntoro, 1995).

Persuteraan alam di Indonesia mampu menggerakkan masyarakat sebagai usaha meningkatkan penghasilan tambahan yang berarti pada akhir tahun 1960-an, namun usaha ini dalam perkembangannya menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun karena faktor teknis yang belum dapat diatasi. Komoditas sutera dan masih rendahnya produksi di dalam negeri, maka pemerintah harus lebih memperhatikan dan menggalakkan budidaya ulat sutera. Berbagai kebijakan operasional telah dilakukan pemerintah dalam rangka peningkatan produksi benang sutera di antaranya dengan pembukaan dan perluasan areal persuteraan alam, pengembangan jenis tanaman murbei unggul, perbaikan pembibitan ulat sutera (Sunanto, 1997). Usaha untuk meningkatkan produksi benang sutera mungkin akan tercapai apabila menggunakan jenis murbei dan bibit ulat sutera yang unggul.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha persuteraan alam salah satunya adalah budidaya murbei. Tanaman murbei jika dibudidayakan tidak intensif maka produksi dan kualitas daun murbei kurang optimal, perkembangan tanaman lambat, kapasitas pemeliharaan ulat sedikit dan produksi serta kualitas kokon akan berkurang. Daya tahan hidup ulat sutera selain dipengaruhi faktor lingkungan juga pemberian pakan harus sesuai kebutuhan dan pertumbuhan ulat


(16)

sutera. Produksi benang sutera Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh produktivitas dan kualitas kokon serta benang sutera sesuai dengan target yang ditetapkan adalah pengembangan tanaman murbei dengan pemberian pupuk. Salah satu kendala bagi usaha tani persuteraan alam di Indonesia pada umumnya adalah produktivitas kebun murbei yang relatif masih rendah (Sunanto, 1997).

Sejalan dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi benang sutera, maka perlu diusahakan suatu terobosan dalam pemeliharaan ulat sutera. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan pemberian pupuk pada tanaman murbei Morus cathayana sebagai pakan ulat sutera guna menggantikan sejumlah unsur esensial yang hilang dari tanah yang diserap tanaman. Pada penelitian ini digunakan pupuk anorganik yaitu pupuk Urea, TSP dan NPK. Pupuk tersebut mempunyai peran yang sangat penting terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan indeks nutrisi ulat sutera Bombyx mori L. (Rauf et al., 2000).

Murbei (Morus sp.) merupakan satu-satunya pakan bagi ulat sutera jenis

Bombyx mori L. Daun murbei sebagai pakan ulat sutera, maka diperlukan daun yang sesuai yaitu daun yang mudah dimakan serta dicerna oleh ulat sesuai dengan tingkat pertumbuhannya dan harus mengandung semua zat yang diperlukan bagi pertumbuhan ulat. Penyebaran tanaman murbei sangat luas mulai dari daerah tropik sampai subtropik, terutama pada kondisi tanah yang gembur dan subur (Samsijah & Katsumaputra, 1978).

Tanaman murbei yang memiliki potensi untuk dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi pada sutera adalah Morus cathayana karena jenis ini banyak ditemukan, mudah tumbuh dan mempunyai daun yang lebat, kandungan gizi berupa morus cathayana lebih sedikit dibandingkan dengan morus lainnya. Kendala yang menjadi masalah petani-petani sutera di Indonesia khususnya sumatera adalah pengetahuan yang kurang tentang teknik pemeliharaan dan cara meningkatkan kualitas ulat sutera dan rendahnya produktivitas murbei sehingga penghasilan yang diperoleh masyarakat masih rendah (Andadari et al., 2009).


(17)

1.2. Perumusan masalahan

Kualitas daun murbei merupakan pakan ulat sutera dan berpotensi juga meningkatkan kualitas benang sutera. Jenis murbei yang sering digunakan adalah

Morus cathayana karena relatif lebih mudah tumbuh dan menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis Morus lain, yang menjadi permasalahan adalah budidaya murbei di Indonesia belum berkembang karena belum dilakukan secara intensif hanya dilakukan sebagai usaha sampingan. Jenis murbei yang ditanam belum seluruhnya unggul serta produktivitas dan kualitas daun murbei sebagai pakan ulat sutera masih rendah. Salah satu usaha yang dilakukan adalah penambahan pupuk anorganik yaitu pupuk Urea, TSP dan NPK pada murbei yang diperkirakan sebagai perangsang nafsu makan Bombyx mori L. Sehingga perlu diketahui bagaimana pengaruh kualitas daun murbei Morus cathayana terhadap efisiensi pakan ulat sutera Bombyx mori L.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kualitas daun murbei Morus cathayana terhadap indeks nutrisi ulat sutera Bombyx mori L. (lepidoptera:bombicidae)

1.4. Hipotesa

Pemberian pupuk pada daun murbei Morus cathayana akan meningkatkan indeks nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pengaruh kualitas daun Morus cathayana terhadap indeks nutrisi ulat sutera (Bombyx mori L.)

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi bagi masyarakat yang membutuhkannya.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

Menurut Borror et al., 1992, Ulat sutera (Bombyx mori L.) merupakan serangga yang memiliki keuntungan yang ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang sutera.

Gamabar 1. Ulat sutera (Bombyx mori L.) Klasifikasi dari Bombyx mori L. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Sub Filum : Mandibulata

Klass : Insecta

Sub Klass : Pterygota

Ordo : Lepidoptera

Family : Bombycidae

Genus : Bombyx

Spesies : Bombyx mori L.

Ulat sutera adalah serangga penghasil benang sutera yang siklus hidupnya mengalami metamorfosa sempurna yaitu dari larva (ulat), pupa sampai dengan kupu-kupu. Pengetahuan mengenai cara melakukan pemeliharaan ulat sutera perlu


(19)

dikuasai terlebih dahulu karena ulat sutera dalam perkembangannya sangat tergantung kepada para pemeliharanya. Untuk itu sebelum melakukan pemeliharaan ulat sutera, para pemelihara hendaknya dilatih atau belajar terlebih dahulu agar keterampilan dalam pemeliharaan ulat sutera dapat di pahami dan dikuasai oleh peternak (Suteja, 2008).

Sifat dari ulat sutera kecil berbeda dengan sifat ulat sutera besar. Ulat kecil mempunyai daya tahan yang lemah terhadap serangan hama dan penyakit, sehingga pada waktu pemeliharaan dapat menjaga kesehatan dan kebersihan tempat. Pertumbuhan ulat sutera kecil, terutama instar pertama sangat cepat, tetapi tidak tahan terhadap kekurangan makanan. Kondisi lingkungan juga berbeda, untuk pertumbuhannya ulat sutera kecil membutuhkan kelembaban antara 80%– 90%. Sesuai dengan sifat ulat sutera kecil yang rawan terhadap serangan hama dan penyakit, agar pemeliharaan dapat berhasil maka pemeliharaan ulat sutera kecil sebaiknya dilakukan di ruangan khusus, dimana temperatur, kelembaban, cahaya dan aliran udara dapat diatur. Pemeliharaan ulat sutera kecil tidak memerlukan ruangan yang terlalu luas, maka sebaiknya pemeliharaan dilakukan secara bersama atau kelompok agar pengelolaannya lebih efisien (Atmosoedarjo

et al., 2000).

2.1.2. Siklus Hidup Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi ulat, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi. Selama menjadi ulat, merupakan masa makan dan terjadi 4 kali pergantian kulit. Sebelum terjadi pergantian kulit ulat sutera dinamakan instar I, instar II, instar III, instar IV dan instar V, dan ulat sutera sama sekali berhenti makan, saat ini dinamakan masa tidur atau masa istirahat. Setelah instar V berakhir ulat mengokon untuk berubah menjadi pupa. Selanjutnya pupa berubah menjadi kupu dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur dan seterusnya (Suyono, 2006).


(20)

Telur ulat sutera berbentuk bulat lonjong dengan berat sekitar 1 g. panjang telur 1–1,3 mm, lebar 0,9–1,2 mm dan tebal 0,5 mm dengan warna putih-putih kekuningan. Telur biasanya menetas 10 hari setelah perlakuan khusus, pada suhu 25°C dan kelembaban udara 80–85 %. Ulat sutera terbagi lima instar, yaitu:

a. Instar I, II dan III disebut ulat kecil dengan umur sekitar 12 hari. b. Instar IV dan V disebut ulat besar dengan umur 13 hari

Tempat untuk pemeliharaan ulat kecil harus bersih dengan kelembaban udara 80– 90% dengan cahaya dan sirkulasi udara cukup. Pakan untuk ulat sutera adalah daun murbei. Untuk ulat kecil daun yang baik berumur pangkasan 25–30 hari dengan waktu pengambilan pagi atau sore hari. Cara pengambilan daun untuk setiap instar pada ulat kecil berbeda. untuk instar I lembar 3–5 dari pucuk, untuk instar II lembar 5–7 dari pucuk, dan instar III 8–12 dari pucuk (Suyono, 2006).

Larva ulat sutera ini tumbuh dan memintal kokon dalam waktu kira-kira enam minggu. Apabila digunakan dalam kepentingan perdagangan, pupa dibunuh sebelum berubah menjadi ngengat, karena pemunculan ngengat akan merusak serat-serat di dalam kokon. Tiap-tiap kokon terdiri dari satu benang tunggal yang panjangnya kira-kira 914 meter. Diperlukan kira-kira 3000 kokon untuk membuat 0,5 kg sutera (Borror et al., 1992).

Kegiatan yang dilakukan dalam mempersiapkan pemeliharaan ulat adalah desinfeksi. Desinfeksi dilakukan sebelum dan sesudah pemeliharaan secara menyeluruh dan intensif sebagai pencegahan berkembangnya bibit penyakit ulat sutera. Desinfeksi dapat dilakukan dengan penyemprotan atau mencelupkan peralatan dalam larutan formalin 2% atau kaporit untuk membasmi bibit virus, bakteri atau jamur. Untuk desinfeksi bagian dalam ruangan pemeliharaan diperlukan kira-kira 3 liter larutan untuk tiap 3,3 m2 luas lantai. Bila digunakan formalin maka semua jendela dan pintu perlu ditutup rapat-rapat selama 15 jam sesudah perlakuan untuk menghindari keluarnya gas beracun dari desinfektan (Purnomo, 2010).


(21)

Tahap-tahap perkembangan Ulat Sutera antara lain a. Telur

bentuk lonjong, warna putih kekuningan. Telur biasanya menetas 10 hari setelah menjalani perlakuan khusus pada suhu 25°C dan pada RH 80-85%. Secara nonalamiah penetasan dapat dengan memberikan larutan HCl (Purnomo, 2010).

b. Larva

Menurut Wyman (1974), perkembangan ulat sutera terjadi perubahan instar dimana pada setiap perubahan instar ditandai dengan adanya molting. Lamanya dalam tahapan instar adalah instar I berlangsung selama 3-4 hari, instar II lamanya 2-3 hari, instar III lamanya 3-4 hari, instar IV lamanya 5-6 hari dan instar V lamanya 6-8 hari.

Peralihan instar ke instar berikutnya ditandai dengan berhentinya makan, tidur dan pergantian kulit. Pada akhir instar V tidak terjadi pergantian kulit, tetapi badannya berangsur-angsur transparan seolah-olah tembus cahaya dan larva berhenti makan. Larva sudah mulai mengeluarkan serat sutera dan membuat kokon (Sunanto, 1996).

Gambar 2. Siklus hidup ulat sutera (Bombyx mori L.) (sumber. http://img11.image shack.us/img11/1928/silkworm.jpg).


(22)

b. Pupa

Perubahan dari larva menjadi pupa ditandai dengan berhentinya aktivitas makan. Proses pergantian kulit larva menjadi pupa akan terjadi di dalam kokon. Pembentukan pupa berlangsung 4-5 hari setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera untuk membentuk kokon. Lama masa pupa 9-14 hari. Menurut Siregar (2009), bentuk pupa tidak tampak gejala hidup. Tungkai tambahan yang terdapat disepanjang perut ulat menghilang. Bagian dada muncul tiga pasang tungkai baru berbentuk tungkai dewasa. Selain itu disusun sayap, system otot baru.

Ulat akan memasuki masa fase pupa. Lamanya waktu untuk perkembangan instar ini antara 8-16 hari untuk betina dan jantan dengan kisaran waktu antara 6-18 hari. Kisaran waktu keseluruhan antara instar I hingga V adalah 26 hingga 50 hari untuk betina dan 22-54 hari untuk jantan (Herliana, 2008). c. Imago

Pada tahapan imago berlangsung selama 5-7 hari. Pada tahap imago merupakan tahapan yang reproduktif dimana terjadi perkawinan, dan betina mengeluarkan telur-telurnya. Kupu-kupu ini tidak dapat terbang dan kehilangan fungsional dari bagian mulutnya, sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan. Atmosoedarjo et al., (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban, kualitas udara, aliran udara, cahaya, dan sebagainya.

Daya reproduksi serangga sangat tinggi. Kapasitas setiap hewan untuk membentuk jumlah populasinya melalui reproduksi tergantung dari tiga sifat: jumlah telur yang fertil yang diletakkan oleh tiap betina (yang pada serangga dapat bervariasi dari satu sampai ribuan), lama waktu suatu generasi (yang dapat bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa tahun), dan perbandingan tiap generasi yaitu betina yang akan memproduksi generasi berikutnya (pada beberapa serangga tidak ada jantan). Di alam perkembangan dan siklus hidup, serangga mengalami tingkatan-tingkatan yang sangat sederhana sampai kompleks (Borror


(23)

2.2. Indeks Nutrisi

Indeks nutrisi merupakan suatu nilai yang dihitung untuk mendapatkan gambaran yang terjadi di dalam tubuh serangga ketika serangga memakan suatu jenis makanan tertentu. Efisiensi tersebut akan menggambarkan respon serangga terhadap adanya perubahan komponen dalam makanan yang mempengaruhi pertumbuhan serangga tersebut. Parameter dan konsumsi makan serta indeks nutrisi larva diukur berdasarkan gravimetri. Jumlah pakan yang dimakan larva dihitung dengan mengurangi jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan (Herliana, 2008).

Parameter penghitungan indeks nutrisi dibuat oleh Waldbauer (1968) dan dalam pengembangannya dimodifikasi oleh Scriber dan Slansky (1981). Lima parameter indeks nutrisi yang umum digunakan dan dianggap dapat menggambarkan kinerja di dalam tubuh serangga adalah: laju konsumsi (Consumption Rate/CR), laju pertumbuhan (Growth Rate/GR), perkiraan jumlah pakan yang dicerna (Approximate Digestibility/AD), efisiensi konversi makanan yang dicerna (Efficiency of Conversion of Digested Food/ECD), dan efisiensi konversi makanan yang dikonsumsi (Efficiency of Conversion of Ingested Food/ECI). Nilai laju konsumsi (CR) merupakan nilai yang memberikan gambaran jumlah makanan yang dikonsumsi serangga selama waktu (periode) pengukuran. Nilai CR dipengrauhi oleh beberapa faktor, misalnya nilai CR akan menurun bila organisme tidak menyukai makanan yang disediakan untuk dimakan atau di dalam bahan makanan terdapat materi yang berbahaya untuk dimakan. Hal ini terjadi sebagai respon adaptif oleh serangga dimana organisme berusaha mereduksi masuknya racun yang berpotensi (Slansky dan Scriber,1985).

Laju pertumbuhan (GR) menggambarkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap akhir instar. Jika nilai GR berada di bawah nilai ideal maka ada kemungkinan kondisi fisik organisme tereduksi yang berimbas pada tereduksinya pula keseimbangan larva. Pereduksian ini terjadi akibat dari perpanjangan periode kerentanan organisme terhadap predator atau parasitoid, juga karena gangguan


(24)

dalam sinkronisasi antara siklus hidup dengan perubahan lingkungan abiotik, waktu kawin, fenologi tanaman inang, dan faktor lainnya (Herlina, 2008). Jika berat akhir larva (juga berat dewasa) tereduksi hingga berada di bawah berat ideal, maka ada kemungkinan terjadi gangguan pada proses reproduksi ketika dewasa. Nilai GR dipengaruhi oleh beberapa interaksi yaitu nilai laju konsumsi (CR), perkiraan pencernaan (AD), dan nilai efisiensi konversi makanan yang dicerna (ECD) (Slansky dan Scriber, 1985).

Efisiensi konversi dari makanan yang dicerna (ECD) merupakan nilai yang mengukur proporsi dari asimilasi nutrisi yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Nilai ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa laju metabolisme, defisiensi vitamin, dan ketidakseimbangan nutrisi lainnya (Waldbauer dan Friedman, 1991).

Menurut Slansky dan Scriber (1985) menuliskan bahwa nilai ECD akan menggambarkan proporsi dari asimilasi makanan antara produksi biomassa dan nilai respirasi serta faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi nilai ECD termasuk jumlah dan laju metabolisme yang berhubungan dengan (1) laju pertumbuhan dan lamanya perkembangan, (2) taraf penyimpanan makanan terhadap pertumbuhan, (3) katabolisme dari kelebihan nutrisi, (4) produksi, pemeliharaan dan penggunaan enzim detoksifikasi, (5) produksi air metabolik dan panas metabolik, dan aktivitas metabolik lainnya, disamping aktivitas tingkah laku seperti makan, berlari, merayap, terbang (Slansky dan Scriber, 1985).

2.3. Tanaman Murbei Morus cathayana

Tanaman Murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m diatas permukaan laut dan memerlukan cukup sinar matahari. Tanaman murbei berbentuk perdu, tingginya mencapai 5–6 m. Di Indonesia terdapat sekitar 100 varietas murbei. Beberapa varietas tanaman murbei yang tumbuh dan berkembang dan mempunyai percabangan banyak. Daun tunggal, letak berseling dan bertangkai dengan panjang 1-4 cm. Helai daun bulat telur, berjari atau berbentuk jantung, ujung runcing, tepi bergerigi dan warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk


(25)

tandan, keluar dari ketiak daun, warnanya putih. Ukuran dan bentuk buah tergantung kepada jenis murbei. Warna buah ada yang putih, putih kemerahan, ungu atau ungu tua sampai hitam. Di India utara murbei dibiarkan tumbuh sebagai pohon di belakang rumah dengan tujuan untuk buah yang enak dan harum (Pudjiono & Septina 2008).

Tanaman murbei disamping sebagai pakan ulat sutera juga sebagai tanaman konservasi tanah dan penghijauan. Tanaman ini sudah lama dikenal di Indonesia dan mempunyai banyak nama antara lain : Besaran (Jawa Tengah dan Jawa Timur), Kertu (Sumatra Utara), Gertu (Sulawesi) Kitaoc (Sumatra Selatan), Kitau (Lampung), Ambatuah (Tanah Karo), Moerbei (Belanda), Mulberry (Inggris), Gelsa (Italia) dan Murles (Perancis).

Gambar 3. Murbei (Morus cathayana) a. Diberi pupuk dan b. Tanpa pupuk

Klasifikasi daun murbei menurut De Pradua, L S, et al., 1999 adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Urticales Famili : Moraceae Genus : Morus

Spesies : Morus cathayana


(26)

Perkembangan murbei biasanya melalui biji dan stek. Biji berkecambah selama 9-14 hari tergantung pada musim. Perbanyakan vegetatif pada tanaman murbei lebih banyak dilakukan untuk memperbanyak bibit tanaman murbei. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan stek. Stek diambil dari tanaman induk yang unggul dan berumur sekitar 12-20 bulan dengan pertumbuhan yang bagus, bebas hama penyakit, batang tegak, produksi daun tinggi, serta ukuran daun lebar-lebar. Tanam murbei paling ideal ditaman pada ketinggian 400-800 m di atas permukaan laut. Dengan daerah yang mempunyai temperature rata-rata 21-23°C sangat cocok untuk murbei. Tanah sebaiknya memiliki pH di atas 6, teksturnya gembur, ketebalan lapisan paling tidak 50 cm. tanah yang subur tentu akan memberikan dukungan pertumbuhan yang baik. Walaupun begitu, tanah yang kurang subur bisa dibantu dengan dosis pemupukan yang tepat (Subandy, 2008).

Berdasarkan penelitian Samsijah dan Kusumaputra (1975), mengenai pengaruh pemberian pakan pada ulat kecil dan ulat besar dengan jenis daun yang berbeda (M. multicaulis, M. alba, dan M. cathayana) terhadap pemeliharaan daun dan mutu kokon, diperoleh hasil bahwa M. alba memiliki kadar protein tertinggi pada daun muda (18,66%) dan tua (17,59%). Daun yang memilki kandungan karbohidrat tertinggi sebanyak 56,18% pada daun muda dan 63,14% pada daun tua dimiliki oleh M. cathayana. Pemberian pakan M .alba pada ulat kecil dan M.

multicaulis pada ulat besar dapat meningkatkan mutu kokon yang cukup baik.

2.4. Pemupukan

Unsur hara merupakan unsur yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan fungsinya tidak dapat digantikan unsur lain. Jika jumlahnya kurang mencukupi, terlalu lambat tersedia akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu dengan ditandai gejala seperti tanaman kurus, daun menguning, dan tidak mau berbuah. Oleh sebab itu kita harus menambahkan unsur hara ke dalam tanah, agar tanaman tidak kekurangan unsur hara (Tjitrosoepomo, 1994).


(27)

Pemupukan dilakukan 2 kali setahun yaitu setelah tanaman murbei dipangkas. Saat yang tepat adalah 2 minggu setelah pemangkasan. Jenis pupuk yang sering diberikan pada tanaman murbei adalah Urea, KCl dan SP-36 serta pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang. Adapun banyaknya pupuk yang diberikan adalah Urea 350 kg/ha, KCl 150 kg/ha dan SP-36 sebanyak 50 kg/ha. Sedangkan pupuk organik berupa pupuk kandang diberikan sebanyak 15 ton/ha. Ada dua cara pemberian pupuk pada tanaman murbei yaitu pupuk ditabur diantara baris tanaman kemudian ditimbun dengan tanah, atau dengan cara ditugal pada jarak 30 cm dari tanaman. Perlu diperhatikan bahwa pemupukan, terutama pupuk buatan harus dilakukan 3 bulan sebelum pemanenan daun, hal ini untuk menghindari terjadinya keracunan (Sutanto, 2002).

Menurut Rauf et al., (2000) dan Balai Persuteraan Alam (2007), beberapa peranan pupuk anorganik adalah:

a. Nitrogen (N) merupakan unsur yang cepat kelihatan pengaruhnya terhadap tanaman. Peran utama unsur ini adalah merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun), meningkatkan jumlah anakan serta sebagai bahan dasar protein, asam amino dan klorofil. Kekurangan unsur N pada tanaman murbei dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun kekuning-kuningan. Kelebihan unsur N pada tanaman murbei menyebabkan pertumbuhan vegetatif memanjang (lambat panen) dan respon terhadap serangan hama atau penyakit. b. Posfor (P) berperan penting terhadap proses pertumbuhan dan pembelahan sel,

serta perkembangan jaringan meristematik baik yang ada di batang maupun dalam cabang. Ulat yang memakan daun murbei yang kekurangan fosfor maka mengalami keterlambatan dalam mengokon dan tubuh ulat kecil.

c. Kalium (K) Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman. Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim. Daun murbei yang mengandung K maka tanaman mubei lebih tahan terhadap hama dan penyakit.


(28)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai dengan November 2012 di depan Hutan Tridarma Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Tanah Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Laboratorium Fisiologi Hewan, Laboratorium Genetika dan Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan kebun, cawan petri, kuas, keranjang plastik, timbangan digital, oven, botol selai dan botol aquadest.

Bahan yang digunakan adalah daun murbei Morus cathayana, telur ulat sutera, kertas karbon, kertas pembungkus makanan (kertas alas), kertas HVS, pupuk anorganik (Urea, TSP dan NPK), alumunium Foil dan aquadest.

3.3. Metodologi Penelitian

Model Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental (Experimental Research) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua perlakuan dengan 20 kali ulangan. Perlakuan terdiri dari tanaman murbei

Morus cathayana yang diberi pupuk dan tanpa diberi pupuk dengan simbol sebagai berikut:


(29)

3.4. Prosedur Kerja 3.4.1. Di lapangan

a. Persiapan Lahan (Pembersihan dan Pengolahan Lahan)

Sebelum lahan diolah terlebih dahulu dilakukan analisis kandungan unsur hara di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (Lampiran 6). Lahan penanaman murbei (Morus cathayana) seluas 10x3 m yang berada di depan Hutan Tridarma Universitas Sumatera Utara terlebih dahulu dibersihkan dari rerumputan. Lahan yang telah dibersihkan dibagi menjadi 2 yaitu lahan yang dipupuk dan lahan tanpa pupuk masing- masing seluas 5x3 m. Dari masing-masing lahan tersebut diolah menggunakan cangkul sedalam 30-50 cm dan kemudian dibuat bedengan setinggi 5-10 cm. Setiap perlakuan yang dipupuk dan tanpa pupuk dibuat masing-masing 5 bedengan. Fungsi bedengan adalah agar pertumbuhan murbei lebih merata, mempermudah pemeliharaan dan pemanenan daun. Setiap bedengan dibuat parit-parit sedalam ±30 cm. Fungsi parit-parit adalah tempat menampung genangan air karena perakaran murbei tidak tahan terhadap genangan air (Balai Persuteraan Alam, 2007).

b. Penanaman murbei Morus cathayana

Stek murbei yang digunakan diperoleh dari Desa Kacinambung, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Stek yang didapatkan dipotong menggunakan parang yang tajam agar tidak melukai stek yang didapat. Panjang stek murbei adalah 20-25 cm dengan mata tunas 4-5 buah. Salah satu ujung stek dipotong sedikit meruncing ±1,5 cm dan ujung lainnya mendatar, kemudian diletakkan ke dalam plastik dan di basahi dengan sedikit air. Kemudian esok harinya stek yang didapat ditanam pada setiap bedengan dimana masing-masing bedengan ditanam 5 stek dengan jarak tanam 0,5 m (Balai Persuteraan Alam, 2007).


(30)

c. Pemeliharaan Tanaman murbei Morus cathayana

Stek tanaman murbei telah ditanam, dipelihara dan dirawat. Apabila ada stek yang mati, maka segera diganti dengan stek yang baru. Selain itu stek di bersihkan dari gulma-gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman murbei dan dilakukan penyiraman tiga minggu sekali. Tanah selalu digemburkan untuk menjaga aerasi tanah.

d. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk disekeliling tanaman murbei sebanyak. Dosis pemupukan untuk tanaman murbei dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1. Dosis Pemupukan Tanaman Murbei Jenis

Pupuk

Kandungan Unsur Hara

Kadar (%) Unsur Hara

Dosis Pemupukan

(kg/ha)

Konversi Dosis Pemupukan

(kg/m2)

Urea N 46% N 210 0,32

TSP P 36% P 100 0,15

N,P,K N,P,K 16% N, 16% P, 16% K

260 0,39

(Balai Persuteraan Alam, 2007)

3.4.2. Di laboratorium

a. Penetasan telur ulat Sutera Bombyx mori L.

Telur ulat sutera diperoleh dari Pusat Pembibitan Ulat sutera Candiroto, Jawa Tengah. Telur dimasukkan ke dalam kertas HVS putih, dilipat dengan kertas karbon dan disusun di dalam keranjang plastik hingga menetas.

b. Pemeliharaan Ulat Sutera Bombyx mori L.

Ulat sutera yang baru menetas (instar I) dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yaitu ulat sutera yang diberi pakan daun murbei Morus cathayana yang


(31)

tanamannya diberi pupuk dan tidak diberi pupuk dimana masing-masing terdiri dari 20 ulat dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya sudah dilapisi dengan tisu basah dan kertas alas. Daun murbei yang diberikan dipotong kecil-kecil. Pemberian pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore. Pada akhir instar I yang ditandai dengan ulat berhenti makan dan berganti kutikula (molting) tempat pemeliharaan ulat sutera dibersihkan dengan cara mengganti kertas alas, mengangkat feses dan sisa pakan. Hal yang sama dilakukan pada awal dan akhir instar II sampai instar V, namun pada instar III-V daun murbei yang diberikan tidak lagi dipotong-potong melainkan secara utuh atau bersama cabangnya.

c. Pertumbuhan dan Efisiensi Makan Ulat Sutera Bombyx mori L.

Pengukuran pertumbuhan dan efisiensi makan dilakukan pada ulat sutera instar III-V. Pada akhir instar II ulat yang sudah berhenti makan, ditempatkan terpisah secara individu pada cawan petri sampai ganti kutikula (molting). Setelah ganti kutikula, ulat memasuki awal instar III dan ditimbang bobot badannya. Pakan daun murbei yang tanamannya diberi pupuk dan tidak diberi pupuk sebelum diberikan kepada ulat sutera ditimbang terlebih dahulu. Pakan yang diberikan untuk ulat sutera instar III adalah 0,70 g/hari. Pada akhir instar III yang ditandai dengan ulat sudah berhenti makan dan berganti kutikula (molting) tempat pemeliharaan ulat sutera dibersihkan dengan cara mengganti kertas alas, mengangkat feses dan sisa pakan. Pada akhir instar III ulat sutera ditimbang bobot badannya. Feses dan sisa pakan yang dihasilkan ulat kemudian dikumpulkan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C hingga beratnya konstan. Hal yang sama dilakukan pada awal dan akhir instar IV sampai instar V namun pakan yang diberikan pada ulat sutera instar IV adalah 2 g/hari dan instar V adalah 4 g/hari.


(32)

d. Pengukuran Konsumsi Makan dan Pertumbuhan Ulat Sutera Bombyx

mori L.

Parameter pertumbuhan dan konsumsi makan, serta efisiensi makan ulat diukur berdasarkan metoda gravimetric Waldbauer (1968) yang telah dimodifikasi oleh Scriber dan Slansky (1981). Pada saat ulat memasuki awal dan akhir instar III-V, ulat digulung dengan menggunakan alumunium foil dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60°C hingga beratnya konstan untuk setiap perlakuan.

Untuk mengetahui berat kering pakan yang diberikan kepada setiap larva adalah dengan mengambil suatu bagian daun yang akan digunakan untuk penelitian dan mengeringkannya dalam oven bersuhu 60°C sampai berat daun konstan.

e. Perhitungan Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L.

Indeks nutrisi dari Waldbauer (1968) yang sudah dimodifikasi oleh Scriber dan Slansky (1981) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Laju pertumbuhan larva (Growth rate/GR).

Laju pertumbuhan larva dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: GR = (mg/hari)

TW G

b. Laju konsumsi larva (Consumption Rate/CR)

Laju konsumsi larva dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: CR = (mg/hari)

TW F

c. Efisiensi konversi pakan yang dicerna (Efficiency of Conversion of Digested Food/ECD)

Efisiensi konversi pakan yang dicerna dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

ECD = 100%

) (FE


(33)

d. Efisiensi konversi pakan yang dimakan larva (Efficiency of Conversion of Ingested Food/ECI)

Efisiensi konversi pakan yang dimakan larva dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

ECI = 100%

F G

e. Perkiraan pakan yang dicerna (Approximate Digestibility/AD)

Perkiraan pakan yang dicerna dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

AD = (  )100%

F E F

Keterangan:

G = Pertambahan berat larva selama instar III-V, dihitung berdasarkan berat akhir larva dikurangi berat awal larva.

E = Berat feses yang dihasilkan larva selama instar III-V. F = Berat pakan yang dimakan larva selama instar III-V. T = Lamanya perioda pemberian makan selama instar III-V.

W = Berat rata-rata larva selama instar III-V, dihitung

berdasarkan )

2

(beratawalulatberatakhirulat Semua perhitungan di atas dihitung dalam berat kering.

f. Pengukuran kadar Protein dan karbohidrat Daun

Pengukuran kadar protein dengan metode Kjeldahl dan karbohidrat daun murbei Morus cathayana dilakukan di Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan (Lampiran 7 dan 8).


(34)

g. Pengukuran Faktor Lingkungan

Kondisi yang dicatat dalam laboratorium adalah suhu kamar dan kelembaban ruangan pengukuran dilakukan dengan alat hygrometer dan thermometer (Lampiran 12).

3.3. Analisis Data

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 16. Urutan uji diawali dengan uji normalitas, uji homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat perbedaan 2 perlakuan (kontrol dan perlakuan) dilakukan dengan analisis uji T (parametrik, untuk p>0,05) atau Mann-Whitney (non-parametrik, untuk p<0,05) (Lampiran 13).


(35)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian pengaruh kualitas daun murbei Morus cathayana terhadap indeks nutrisi ulat sutera Bombyx mori L. maka didapat hasil sebagai berikut: 4.1. Laju Pertumbuhan (GR) Ulat Sutera Instar III, IV dan V

Hasil perhitungan laju pertumbuhan (GR) ulat sutera instar III, IV dan V yang diberi tanaman murbei Morus cathayana yang diperlakukan dengan pupuk dan tanpa pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1. Rata-rata laju pertumbuhan (GR) Ulat Sutera (Bombyx mori

L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan Perlakuanberbeda selama Instar III, IV dan V. Huruf yang sama pada pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa laju pertumbuhan (GR) Larva instar III yang mengkonsumsi daun murbei Morus cathayana yang diberi pupuk dan tanpa pupuk berbeda nyata (p<0,05), sedangkan pada larva instar IV dan V tidak terlihat perbedaan yang nyata antara larva yang mengkonsumsi daun murbei diberi pupuk

a a

a b

a

a

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Instar III Instar IV Intar V

Nilai

G

R

(m

g/h

ar

i)

Instar

Pupuk Tanpa Pupuk


(36)

dan tanpa pupuk. Menurut Samsijah dan Kusumaputera (1978), kebutuhan utama ulat sutera instar III adalah air dan protein. Pada ulat sutera instar IV dan V membutuhkan lebih banyak protein terutama untuk pembentukan kelenjar sutera.

Protein dan air pada daun murbei yang diberi pupuk relatif lebih tinggi dibandingkan pada daun murbei yang tanpa diberi pupuk. Sedangkan karbohidrat, lemak dan abu lebih rendah pada daun murbei yang diberi pupuk (Lampiran G dan H). Menurut Ekastuti et al., (1995), tanaman Morus cathayana sangat baik digunakan sebagai pakan ulat sutera karena mempunyai daun yang lunak, lemas, dan tidak berbulu. Morus cathayana yang diberi pupuk memiliki kadar air yang tinggi di bandingkan dengan daun murbei tanpa pupuk (Lampiran J). Kadar air dalam pakan merupakan faktor penting dalam kehidupan ulat sutera, rendahnya kadar air pakan menyebabkan pertumbuhan larva terhambat, karena larva perlu membentuk air yang baru untuk mencukupi kebutuhan air dengan melakukan katabolisme. Rendahnya kadar air pakan dalam daun akan menurunkan laju pertumbuhan.

Pupuk Urea, TSP dan NPK yang diberikan pada tanaman murbei Morus cathayana berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ulat sutera pada instar III. Menurut Tazima (1978) menyatakan bahwa unsur Nitrogen (N) dari pupuk Urea dan NPK yang terkandung pada pakan daun murbei diperlukan ulat sutera dalam pertumbuhannya sebagai bahan dasar pembentukan protein. Protein ini dibutuhkan dalam proses sintesis dalam tubuh ulat sutera. Selain itu protein juga sangat penting dalam pembentukan fibroin yang menyusun serat sutera

4.2. Laju Konsumsi (CR) Ulat Sutera Instar III, IV dan V

Hasil perhitungan laju konsumsi (CR) ulat sutera instar III, IV dan V yang diberi tanaman murbei Morus cathayana yang diperlakukan dengan pupuk dan tanpa pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini.


(37)

Gambar 4.2. Rata-rata laju konsumsi (CR) Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan

berbeda selama instar III, IV dan V. Huruf yang sama pada pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa laju konsumsi (CR) larva instar III dan V yang mengkonsumsi daun murbei Morus cathayana yang diberi pupuk dan tanpa pupuk berbeda nyata (p<0,05), sedangkan larva instar IV tidak berbeda nyata (p>0,05) antara larva yang mengkonsumsi daun murbei yang diberi pupuk dan tanpa pupuk. Hal ini dikarenakan tanaman murbei yang diberi pupuk memiliki kandungan protein dan air lebih tinggi (Lampiran G dan J) sehingga ulat lebih banyak mengkonsumsi pakan daun murbei yang tanamannya diberi pupuk. Menurut Tazima (1978), pakan yang baik selain mempunyai kandungan gizi ataupun nutrisi yang lengkap yang digunakan untuk pertumbuhan larva, harus juga memiliki citarasa yang baik sehingga larva akan banyak mengkonsumsi pakan tersebut sedangkan pakan yang kurang memiliki citarasa yang baik maka larva tidak suka untuk mengkonsumsi pakan tersebut.

Citarasa pada pakan daun murbei berhubungan dengan komponen kimia yang terdapat pada daun murbei sehingga ulat sutera mudah mengenali pakannya

a a a b a b 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

Instar III Instar IV Instar V

Nilai CR ( m g \h ar i) Instar Pupuk Tanpa Pupuk


(38)

dan banyak mengkonsumsi pakan tersebut. Menurut Hamamura (2001) menyatakan bahwa komponen kimia yang khas terdapat pada setiap daun murbei adalah morusin, ciclomorusin, chalcomorasin, ciclomulberochromene, isoquersitrin, mulberrofuran, sanggenon dan kuwanon.

4.3. Efisiensi Konversi Pakan Yang Dicerna (ECD) Ulat Sutera Instar III, IV dan V

Hasil perhitungan efisiensi konversi pakan yang dicerna (ECD) ulat sutera instar III, IV dan V yang diberi tanaman murbei Morus cathayana yang diperlakukan dengan pupuk dan tanpa pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.

Gambar 4.3. Rata-rata nilai ECD Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan berbeda selama instar III, IV dan V. Huruf yang sama pada pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa efisiensi konversi pakan yang dicerna (ECD) larva instar III, IV dan V tidak terlihat perbedaan yang nyata antara larva yang mengkonsumsi daun murbei Morus cathayana yang diberi pupuk dan tanpa pupuk. Hal ini disebabkan karena ulat sutera pada perlakuan daun murbei yang diberi pupuk mampu memanfaatkan efisien nutrien yang diserap untuk proses

a

a

a a

a

a

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Instar III Instar IV Instar V

N

ilai

ECD

(

%

)

Instar

Pupuk Tanpa Pupuk


(39)

metabolisme di dalam tubuh sehingga dapat menghasilkan laju pertumbuhan (Gambar 4.1). menurut Ahmad et al., (1995), Ulat sutera yang mengkonsumsi daun murbei dengan kandungan protein dan air yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan yang tinggi dan mudah diserap oleh tubuh untuk kelangsungan hidupannya. Efisiensi penggunaan makanan dapat dipergunakan untuk melihat makanan yang terbaik bagi ulat sutera jenis Bombyx mori L.

Nilai ECD akan menggambarkan proporsi dari asimilasi makanan antara produksi biomassa dan nilai respirasi serta faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi nilai ECD termasuk jumlah dan laju metabolisme yang berhubungan dengan (1) laju pertumbuhan dan lamanya perkembangan, (2) taraf penyimpanan makanan terhadap pertumbuhan, (3) katabolisme dari kelebihan nutrisi, (4) produksi, pemeliharaan dan penggunaan enzim detoksifikasi, (5) produksi air metabolik dan panas metabolik, dan aktivitas metabolik lainnya, disamping aktivitas tingkah laku seperti makan, berlari, merayap, terbang, dan menghasilkan suara (Scriber dan Slansky, 1981)

4.4. Efisiensi Konversi Pakan Yang Dimakan (ECI) Ulat Sutera Instar III, IV dan V

Hasil perhitungan efisiensi konversi pakan yang dimakan (ECI) ulat sutera instar III, IV dan V yang diberi tanaman murbei Morus cathayana yang diperlakukan dengan pupuk dan tanpa pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini.

Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa efisiensi konversi pakan yang dimakan (ECI) pada larva instar III dan V yang mengkonsumsi daun murbei Morus cathayana yang diberi pupuk dan tanpa pupuk berbeda nyata (p<0,05) sedangkan larva instar IV yang mengkonsumsi daun murbei yang diberi pupuk dan tanpa pupuk tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini berhubungan dengan kemampuan ulat sutera untuk mengenali pakannya. Dengan banyaknya ulat mengkonsumsi daun murbei yang diberi pupuk pertumbuhan ulat juga semakin besar sehingga ulat tersebut semakin efisien dalam memanfaatkan makanan yang terlihat dari pertumbuhan dan konsumsi ulat yang besar akan di timbun menjadi


(40)

Fat body untuk digunakan sebagai cadangan makanan pada saat pengokonan (Herliana, et al., 2008)

Gambar 4.4. Rata-rata Konversi Pakan Yang Dimakan (ECI) Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan bereda selama instar III, IV dan V. Huruf yang sama pada pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Efisiensi konversi dari makanan yang dimakan (ECI) merupakan nilai keseluruhan pengukuran dari kemampuan serangga memanfaatkan makanan yang dimakan untuk pertumbuhan. Nilai ECI bervariasi tergantung pada makanan yang dicerna dan proporsi jumlah bagian makanan yang diubah menjadi massa tubuh dan dimetabolisme untuk menghasilkan energi (Scriber dan Slansky, 1981). Ulat sutera mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan baik jumlah maupun jenis makanannya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pertumbuhan ulat sutera akan tetap optimal walaupun sumber makanannya dibatasi, karena pada tanaman yang sudah diberi pupuk mempunyai kandungan protein dan air yang tinggi sebagai sumber nutrisi maka walaupun makanannya sedikit tetapi mencukupi untuk pertumbuhan ulat sutera (Ahmad et al., (1995).

a a

a b

a

b

0 10 20 30 40 50 60 70

Instar III Instar IV Instar V

Nilai

E

CI

(%

)

Instar

Pupuk tanpa Pupuk


(41)

4.5. Perkiraan Pakan Yang Dicerna (AD) Ulat Sutera Instar III, IV dan V

Hasil perhitungan perkiraan pakan yang dicerna (AD) ulat sutera instar III, IV dan V yang diberi tanaman murbei Morus cathayana yang diperlakukan dengan pupuk dan tanpa pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini.

Gambar 4.5. Rata-rata perkiraan pakan yang dicerna (AD) Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang diberi daun murbei (Morus cathayana) dengan perlakuan berbeda selama instar III, IV dan V. Huruf yang sama pada pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa perkiraan pakan yang dicerna (AD) larva instar III, IV dan V berbeda nyata antara larva yang mengkonsumsi daun murbei Morus cathayana yang diberi pupuk dan tanpa pupuk. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa nilai perkiraan pakan yang dicerna (AD) pada daun murbei Morus cathayana yang diberi pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan daun murbei tanpa pupuk. Hal ini disebabkan karena nilai daya cerna pada setiap ulat menunjukkan bahwa daun yang diperlakukan dengan pupuk Urea, TSP dan NPK dan tanpa pupuk mudah dicerna oleh ulat sutera. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad et al., (1995) bahwa daun murbei dengan kandungan protein dan air yang berbeda mudah dicerna oleh ulat sutera yang ditunjukkan dengan nilai AD dan jumlah makanan yang dapat dicerna tidak semua diubah

a a a

b b

b

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Instar III Instar IV Instar V

Nilai

AD

(

%

)

Instar

Pupuk Tanpa Pupuk


(42)

menjadi berat tubuh tetapi ada pula yang digunakan untuk mempertahankan daya tahan hidup larva dan juga untuk pembentukan kokon.

Feses serangga tidak secara murni terdiri dari sisa makanan yang tidak dapat dicerna (sisa metabolisme) karena mengandung urin, perbandingan antara berat makanan yang dimakan dan berat feses tidak dapat menggambarkan jumlah sebenarnya makanan yang dicerna, Jumlah makanan yang disimpan dan metabolisme kurang mengalami proses metabolik dengan baik, yang selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk urin atau feses sebagai hasil metabolisme (Scriber dan Slansky, 1981). Semakin besar tahap instar maka semakin tinggi pula nilai konversi pakannya, yang berarti bahwa ulat sutera tersebut semakin tidak efisien dalam menggunakan pakan untuk pertambahan bobot badannya. Hal ini diduga karena kecernaan pakannya semakin rendah. Penyebab semakin rendahnya kecernaan pakan adalah daun murbei yang diberikan sebagai pakan larva semakin tinggi kandungan protein yang diperlukan untuk pembentukan filamen.

4.6. Pola Nilai Indeks Nutrisi Ulat Sutera Instar III, IV dan V

Hubungan antara nilai indeks nutrisi ulat sutera instar III, IV dan V yang diberi tanaman murbei Morus cathayana yang diperlakukan dengan pupuk dan tanpa pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.6.1 dan 4.6.2 berikut ini.

Dari Gambar 4.6.1 terlihat bahwa indeks nutrisi pada Bombyx mori L. yang terdiri dari GR dan CR pada larva instar III, IV dan V dengan pemberian

Morus cathayana tanpa pupuk dan pupuk lebih tinggi pada laju konsumsi (CR) dibandingkan laju pertumbuhan (GR) terutama pada instar III. Ulat sutera instar III membutuhkan laju konsumsi yang besar sebagai sumber energi untuk dipergunakan ulat sutera ke tahap perkembangan selanjutnya sedangkan pada ulat sutera instar IV dan V yang akan masuk ke fase pengokonan dan pupa banyak mengalami fase istirahat sehingga ulat tidak banyak mengkonsumsi daun murbei yang diberikan yang mengakibatkan laju konsumsinya semakin berkurang.


(43)

Menurut Rustini (2002), semakin besar tahap instar maka laju konsumsinya semakin kecil.

Gambar 4.6.1. Rata-rata hubungan indeks nutrisi instar III, IV dan V yang terdiri dari nilai GR dan CR tanpa pupuk dan diberi pupuk

Dari Gambar 4.6.2 terlihat bahwa indeks nutrisi pada Bombyx mori L. larva instar III, IV dan V dengan pemberian Morus cathayana yang diberi pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pupuk. Secara umum terlihat bahwa indeks nutrisi yang terdiri dari ECD, ECI dan AD lebih tinggi pada larva instar III dibandingkan larva instar IV dan V. Hal ini disebabkan larva instar III membutuhkan pertumbuhan yang lebih optimal dibandingkan dengan larva instar IV dan V, sehingga larva instar III lebih banyak membutuhkan makanan. Menurut Samsijah dan Kusumaputra (1975), efisiensi konversi pakan yang dicerna menunjukkan pakan diasimilasi untuk tumbuh sebagai energi metabolisme. Ulat sutera instar III yang digolongkan sebagai ulat kecil masih membutuhkan energi metabolisme yang relatif kecil untuk berubah menjadi ulat besar sehingga menghasilkan nilai efisiensi konversi pakan yang besar, sedangkan ulat sutera instar IV dan V yang digolongkan sebagai ulat besar membutuhkan energi metabolisme yang relatif besar untuk mencapai fase pengokonan dan pupa sehingga menghasilkan nilai efisiensi konversi pakan yang kecil. Ulat sutera yang mengkonsumsi daun murbei

0 0,5 1 1,5 2 2,5

GR CR GR CR

Tanpa Pupuk Pupuk

Nilai

In

d

ek

s

Nutr

isi

(

m

g/h

ar

i)

Parameter Nilai Indeks Nutrisi

Instar III Instar IV Instar V


(44)

dengan kandungan nutrisi yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan yang tinggi dan nantinya mudah diserap oleh tubuh ulat sutera untuk kelangsungan hidupannya.

Gambar 4.6.2. Rata-rata hubungan indeks nutrisi instar III, IV dan V yang terdiri dari nilai ECD, ECI dan AD tanpa pupuk dan diberi pupuk

Menurut Ahmad et al., (1995), jumlah makanan yang dapat dicerna tidak semua diubah menjadi berat tubuh tetapi ada pula yang digunakan untuk mempertahankan daya tahan hidup larva dan juga untuk pembentukan kokon. Semakin besar tahap instar maka semakin tinggi pula nilai konversi pakannya, yang berarti bahwa ulat sutera tersebut semakin tidak efisien dalam menggunakan pakan untuk pertambahan bobot badannya. Hal ini diduga karena kecernaan pakannya semakin rendah. Penyebab semakin rendahnya kecernaan pakan adalah daun murbei yang diberikan sebagai pakan larva semakin tinggi kandungan seratnya.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

ECD ECI AD ECD ECI AD

Tanpa Pupuk Pupuk

Nilai

In

d

ek

s

Nutr

isi

(

%

)

Paramaeter Nilai Indeks Nutrisi

Instar III Instar IV Instar V


(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan yaitu:

Pemberian pupuk Urea, TSP dan NPK pada tanaman murbei Morus cathayana

berpengaruh nyata terhadap ulat sutera (Bombyx mori L.) terdapat pada nilai laju pertumbuhan (GR) instar III, Laju konsumsi (CR) instar III dan V, efisiensi konversi pakan yang dimakan (ECI) instar III dan V, perkiraan pakan yang dicerna (AD) instar III, IV dan V.

5.2. Saran

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan pupuk yang lebih bervariasi.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I., Ameiria D. L., dan Soelaksono S. 1995. Food utilization parameters could be used to indicate food suitability in the silkworm, Bombyx mori.

Jurnal Biosains. 1(1): Hlm. 5-7.

Andadari, L dan ragil, S B I. 2009. Fungsi mikoriza dan varietas murbei berpengaruh terhadap pertumbuhan stek. Info Hutan. 6(1): Hlm. 53-58. Atmoseodarjo, S., Kartasubrata J., Kaomini M., Saleh W., Moerdopo W.,

Pramoedibyo dan Ranoeprawiro S. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hlm. 47.

Balai Persuteraan Alam. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Murbei (Morus spp.). Departemen Kehutanan Sulawesi Selatan. Hlm. 1, 6-12. Borror, D. J., Charles. S. T. & Norman. F. J. 1992. Pengenalan Pelajaran

Serangga. Edisi Keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm. 11 & 733.

Chapman, R.F. 1982. The Insects Structure and Functions. Third Edition America. Harvard University Press. Pages 22-43.

De Pradua, L.S., Bunyaprapharsara, N. And Lemmens, R.H.M.J. 1999. Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and Poisonous Plant 1. Bogor:

Prosea Foundation. 12(1). Pages 359-364.

Ekastuti, D. R., Astuti, D. A. Wijayakusuma, R. dan Sastradipradja, D. 1995. Pemeliharaan ulat sutera dengan pakan buatan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi benang sutera nasional. [Skiripsi]. Hibah Bersaing Perguruan Tinggi III/I.

Guntoro, S. 1995. Budidaya Ulat Sutera. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 12.

Hamamura, Y. 2001. Silkworm Rearing On Artificial Diet. New Hampshire: Science Publisher. Page 209.

Herliana, E. 2008. Pengaruh pupuk terhadap kualitas kokon Ulat Sutera (Bombyx mori L.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hlm. 3-6.

http://img11. imageshack.us/img11/1928/silkworm.jpg). Diakses Tanggal 13 November 2011.

Katsumata, F. 1975. Textbook of Tropical Sericulture. Tokyo: Japan Overseas Coopearation Volunteers. Pages 592-594.


(47)

Paramasti, Y. A. 1997. Pengaruh pemberian kadar air pakan terhadap konsumsi, efisiensi pakan dan pertumbuhan pada larva Bombyx mori (Lepidoptera: Bombycidae) Instar IV dan V. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Pudjiono, S. & Na’iem. M. 2007.. Pengaruh pemberian pakan murbei hibrid terhadap produktivitas dan kualitas kokon. Balai besar penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Fakultas Kehutanan. Jurnal pemuliaan tanaman hutan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 1(2): Hlm. 1.

Pudjiono, S & Sandy, S. 2008. Morfologi Tanaman Hibrid Murbei di Purwobinangun Yogyakarta. Jurnal Pemulihan Tanaman Hutan. 8(1): Hlm. 4-8.

Purnomo, A. 2010. Budi daya ulat sutera. Hlm. 57-79.

Rauf, A. W., Syamsuddin T. dan Sri R. S. 2000. Peranan Pupuk NPK Pada Tanaman Padi. Irian Jaya: Departemen Pertanian. Hlm 35-37.

Rustini, T. 2002. Hubungan Frekuensi Pemberian Daun Murbei dengan Konsumsi Pakan, Pertumbuhan, Efisiensi Pakan, kualitas Kokon Ulat Sutera (Bombyx mori L.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Samsijah dan Kusumaputra S. 1975. Pemeliharaan Ulat Sutera Bombyx mori

L. [Lembaga Penelitian Hutan]. Bogor: 5-14.

Samsijah dan Kusumaputra, S. 1978. Ulat Sutera (Bombyx mori L.). Pengaruh pemberian makan ulat kecil dan ulat besar dengan daun yang berbeda jenisnya terhadap rendemen pemeliharaan dan mutu kokon. Hlm. 1-34 Santoso, B. 2000. Produksi dan kandungan nutrisi daun beberapa varietas Murbei. Bulletin Penelitian Kehutanan. Jurnal BPK Ujung Pandang. 6(2): 24-43

Simpson, S.J. dan Simpson C.L. 1990. The Mechanismsof Nutitional Compensationby Phytophagus Insects. Volume 2. Florida: CRC Press. Page 111-160

Siregar, A. Z. 2009. Serangga Pengguna Pertanian. Medan: USU Press. Hlm. 87-88

Slansky, F. Jr. 1981. Nutritional Ecology: The Fundamental Questfor Nutrient,dari Nancy E. Stamp dan Timothy M. Casey (eds.). Caterpillars, Ecological, and Evolutionr Constrainon Foraging. Chapman and Hall. New York. Pages 29-73.


(48)

Slansky F. Jr., dan Scriber J.M. 1985. Food Consumption and Utilization. dalam G.A.Kerkut dan L.I.Gilbert. Comprehensive Insect Physiology,

Biochemistry and Pharmacology. 3(4): Pergamon Press. Pages 87-163 Subandy, A. 2008. Perumusan startegi pengembangan usaha persuteraan Alam di

Kecamatan Rangkalong Kabupaten Sumedang. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sunanto, H. 1997. Budidaya Murbei dan usaha persuteraan Alam. Kanisius, Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Hlm. 46-49

Sutanto, R. 2002. Penerapan pertanian organik. Yogyakarta: Kanisus. Hlm. 6-7. Suteja, H.E., Dody J. I., Mulyadiana A. 2008. Pengaruh pupuk organik M-Dext

dan pupuk anorganik urea, TSP dan KCL terhadap produksi daun Murbei (Morus kanva 2) dan kualitas kokon Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Program Kreativitas Mahasiswa. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hlm. 21-30

Suyono E. 2002, Identifikasi kondisi dan potensi budidaya Ulat Sutera di Kabupaten Wonosobo, Penelitian Mandiri, Wonosobo.

Suyono E. 2006. Pengaruh program kemitraan bagi pengembangan ekonomi lokal (KPEL) terhadap pendapatan petani budidaya Ulat Sutera Di Kabupaten Wonosobo. Tesis Megister. Ilmu Ekonomi dan Ilmu Pembangunan. Hlm. 72-75

Tazima. 1978. The Silkworm: An Important Laboratory Tool. Tokyo: Kodansha. Pages 31-35.

Tjitrosoepomo, G. 1994. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Waldbauer, G. P., 1968. Pemanfaatan Makanan oleh Advan. Insct Serangga Physiol. 7(5). Pp. 229-288.

Waldbauer, G. P., dan Friedman, S. 1988. Dietary Self-selectionby Insects, Endocrinological Frontiers, dari Sehnal, F., Zabza, A., dan D. L. Denlinger (Eds). Physiological Insect Ecology. Technical University Press. Wroclaw. Pages 403-422.

Waldbauer, G.P., dan S. Friedman. 1991. Self Selectionof Optimal Dietsby Insects. Ann. Rev .Entomol. 1(36): 43-63.

Wyman, D. 1974. Wyman’s Gardening Encyclopedia. New York: McMillan Publishing Co. Inc.


(49)

Lampiran 1. Nilai Indeks Nutrisi Laju Pertumbuhan (GR)

Data Laju Pertumbuhan (GR) Ulat SuteraYang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Berbeda Selama Instar III, IV dan V

Ulangan

Instar III Instar IV Instar V

Tidak Pupuk

Pupuk Tidak

Pupuk

Pupuk Tidak

Pupuk

Pupuk

1 0,51 0,35 0,68 0,28 0,13 0,06

2 0,16 0,47 0,68 0,25 0,15 0,07

3 0,48 0,51 0,57 0,31 0,07 0,17

4 0,5 0,47 0,53 0,34 0,17 0,11

5 0,51 0,4 0,25 0,46 0,26 0,07

6 0,22 0,4 0,69 0,42 0,06 0,1

7 0,54 0,33 0,44 0,58 0,1 0,12

8 0,16 0,47 0,45 0,57 0,08 0,24

9 0,42 0,33 0,25 0,56 0,19 0,09

10 0,24 0,3 0,55 0,31 0,14 0,08

11 0,51 0,47 0,16 0,6 0,06 0,3

12 0,33 0,38 0,38 0,22 0,13 0,03

13 0,37 0,54 0,23 0,37 0,07 0,13

14 0,35 0,54 0,16 0,45 0,15 0,15

15 0,4 0,56 0,14 0,76 0,16 0,21

16 0,44 0,56 0,07 0,44 0,08 0,17

17 0,28 0,54 0,06 0,22 0,15 0,26

18 0,33 0,44 0,16 0,29 0,23 0,13

19 0,16 0,56 0,45 0,33 0,13 0,06

20 0,31 0,47 0,07 0,28 0,15 0,2

Jumlah 7,22 9,09 6,97 8,04 2,66 2,75

Rata-Rata Laju Pertumbuhan (GR) Ulat Sutera Yang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Berbeda Selama Instar III, IV, dan V

Instar Perlakuan

Tidak Pupuk Pupuk

Instar III 0,36 ± 0,13 0,45 ± 0,08 Instar IV 0,35 ± 0,22 0,40 ± 0,15 Instar V 0,13 ± 0,05 0,14 ± 0,07


(50)

Lampiran 2. Nilai Indeks Nutrisi Laju Konsumsi (CR)

Data Laju Konsumsi (CR) Ulat Sutera Yang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Berbeda Selama Instar III, IV dan V

Ulangan

Instar III Instar IV Instar V

Tidak Pupuk

Pupuk Tidak

Pupuk

Pupuk Tidak

Pupuk

Pupuk

1 2,07 1,24 1,07 3,03 1,43 0,82

2 3,36 1,06 0,84 0,73 1,46 0,74

3 3,01 1,08 0,47 0,87 0,9 0,93

4 1,63 0,97 0,83 0,74 0,57 1,09

5 2,02 0,71 1,15 2,98 0,43 1,41

6 5,98 1,28 1,23 1,11 1,31 0,88

7 0,92 0,64 0,71 1,36 0,35 1,13

8 1,68 0,88 1,69 0,71 0,69 0,41

9 2,48 0,9 0,72 0,78 0,6 1,46

10 2,23 1,09 1,48 0,5 1,3 1,89

11 1,95 0,91 1,58 1,04 1,01 1,18

12 1,22 1,24 1,04 1,46 0,57 1,56

13 1,24 0,53 1,46 1,06 0,25 1,75

14 2,78 1,29 1,06 0,79 0,83 1,22

15 2,1 0,79 1,06 2,16 0,72 0,9

16 1,38 27 1,71 2,25 0,92 1,24

17 2,2 1,05 1,63 1,36 0,68 1,31

18 1,63 0,73 1,7 1,52 0,95 1,15

19 1,14 1,14 0,43 0,86 1,03 0,69

20 1,11 1,12 1,68 2,49 1,27 1,09

Jumlah 42,13 45,65 23,54 27,8 17,27 22,85

Rata-Rata Laju Konsumsi (CR) Ulat Sutera Yang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Berbeda Selama Instar III, IV, dan V

Instar Perlakuan

Tidak Pupuk Pupuk

Instar III 2,11 ± 1,13 2,28± 1,82

Instar IV 1,18 ± 0,42 1,39±0,78


(51)

Lampiran 3. Nilai Indeks Nutrisi Efisiensi Konversi Pakan Yang Dicerna (ECD)

Data Efisiensi Konversi Pakan Yang Dicerna (ECD) Ulat Sutera Yang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Berbeda Selama Instar III, IV dan V

Ulangan

Instar III Instar IV Instar V

Tidak Pupuk

Pupuk Tidak Pupuk Pupuk Tidak

Pupuk

Pupuk

1 96 30 29 22 23 17

2 92 25 20 57 12 20

3 85 45 29 83 9 57

4 93 90 45 80 24 25

5 55 96 33 25 63 10

6 90 66 8 35 10 42

7 92 75 57 90 55 22

8 58 66 55 57 13 94

9 75 90 21 91 29 12

10 62 35 30 75 23 9

11 28 85 50 87 11 42

12 90 90 87 34 19 4

13 42 90 90 54 20 12

14 80 83 31 71 17 36

15 36 90 40 75 32 40

16 8 76 68 28 71 30

17 5 62 40 42 35 37

18 25 83 42 33 55 25

19 90 55 78 40 18 17

20 6 36 90 16 28 36

Jumlah 1208 1368 943 1095 567 587

Rata-Rata Efisiensi Konversi Pakan Yang Dicerna (ECD) Ulat Sutera Yang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Berbeda Selama Instar III, IV, dan V

Instar Perlakuan

Tidak Pupuk Pupuk

Instar III 60,32 ± 32,61 68,4 ± 23,17

Instar IV 47,15± 24,40 54,75± 25,11


(52)

Lampiran 4. Nilai Indeks Nutrisi Efisiensi Konversi Pakan Yang Dimakan (ECI)

Data Efisiensi Konversi Pakan Yang Dimakan (ECI) Ulat SuteraYang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan BerbedaSelama Instar III, IV dan V

Ulangan

Instar III Instar IV Instar V

Tidak Pupuk

Pupuk Tidak

Pupuk

Pupuk Tidak

Pupuk

Pupuk

1 37 67 17 20 7 17

2 81 68 14 17 10 23

3 12 77 17 35 18 55

4 67 51 29 97 10 70

5 23 43 20 11 4 17

6 56 33 7 33 11 21

7 63 25 36 17 11 40

8 27 15 29 85 58 23

9 35 47 14 95 6 55

10 38 69 13 24 4 50

11 10 60 25 60 25 50

12 37 44 32 40 2 23

13 16 50 45 15 8 35

14 16 55 20 55 12 45

15 14 50 27 11 24 19

16 4 64 42 48 14 20

17 4 53 25 33 20 21

18 10 31 27 31 11 22

19 10 27 50 33 8 20

20 5 26 43 23 19 12

Jumlah 565 957 534 785 284 642

Rata-Rata Efisiensi Konversi Pakan Yang Dimakan (ECI) Ulat Sutera Yang Diberi Daun Murbei (Morus cathayana) Dengan Perlakuan Berbeda Selama Instar III, IV, dan V

Instar Perlakuan

Tidak Pupuk Pupuk

Instar III 28,30 ± 23,02 47,88 ± 17,21 Instar IV 26,74± 11,94 39,30 ± 26,64


(1)

ECD Instar V

Mann-Whitney Test

Tests of Normal ity

,169 20 ,135 ,862 20 ,009

,193 20 ,049 ,850 20 ,005

Kelompok Pupuk Tanpa Pupuk ECD_InstarV

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov -Smirnova Shapiro-Wilk

Lillief ors Significance Correction a.

Test of Homogeneity of Variance

,010 1 38 ,920

,070 1 38 ,793

,070 1 34,423 ,793

,011 1 38 ,918

Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df

Based on trimmed mean ECD_InstarV

Lev ene

Stat istic df 1 df 2 Sig.

Ranks

20 20,98 419,50 20 20,03 400,50 40 Kelompok Pupuk Tanpa Pupuk Total ECD_InstarV

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

190,500 400,500 -,257 ,797 ,799a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asy mp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

ECD_InstarV

Not corrected f or ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(2)

ECI Instar

Mann-Whitney Test

Tests of Normality

,297 20 ,000 ,856 20 ,007

,219 20 ,013 ,729 20 ,000

Kelompok Pupuk Tanpa Pupuk ECI_InstarV

St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.

Kolmogorov -Smirnova Shapiro-Wilk

Lillief ors Signif icance Correction a.

Test of Homogeneity of Variance

10,868 1 38 ,002

4,078 1 38 ,051

4,078 1 30,773 ,052

9,988 1 38 ,003

Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df

Based on t rimmed mean ECI_InstarV

Lev ene

St at ist ic df 1 df 2 Sig.

Ranks

20 27,65 553,00 20 13,35 267,00 40 Kelompok Pupuk Tanpa Pupuk Total ECI_InstarV

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

57,000 267,000 -3,869 ,000 ,000a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asy mp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

ECI_Inst arV

Not corrected f or t ies. a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(3)

AD Instar V

T-Test

Tests of Normality

,132 20 ,200* ,943 20 ,275

,172 20 ,125 ,927 20 ,137

Kelmpok Pupuk Tanpa Pupuk AD_InstarV

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kolmogorov -Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lillief ors Significance Correction a.

Test of Homogeneity of Variance

8,809 1 38 ,005

8,884 1 38 ,005

8,884 1 32,576 ,005

9,123 1 38 ,004

Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df

Based on t rimmed mean AD_InstarV

Lev ene

St at ist ic df 1 df 2 Sig.

Group Statisti cs

20 50,3045 18,44289 4,12396

20 14,9550 9,30861 2,08147

Kelmpok Pupuk Tanpa Pupuk AD_InstarV

N Mean St d. Dev iation

St d. Error Mean

Independent Samples Test

8,809 ,005 7,652 38 ,000 35,34950 4,61947 25,99787 44,70113

7,652 28,091 ,000 35,34950 4,61947 25,88831 44,81069 Equal variances assumed Equal variances not assumed AD_InstarV F Sig. Levene's Test f or Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence

Std. Error

Dif f erence Lower Upper 95% Confidence

Interv al of the Dif f erence t-test for Equality of Means


(4)

Lampiran 14. Alat dan Bahan Penelitian

Keranjang Plastik

Cawan Petri

Oven

Botol Selai

Kertas Pembungkus Makanan

Kuas


(5)

Alumunium Foil

Timbangan digital

Bombyx mori

L. Instar I

Bombyx mori

L. Instar II

Bombyx mori

L. Instar III

Bombyx mori

L. Instar IV

Bombyx mori

L. Instar V

Bombyx mori

L.

yang Telah

Ganti Kulit (Moulting)


(6)

Sisa Pakan

Bombyx mori

L.

Feses

Bombyx mori

L.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

1 55 65

Pengaruh Empat Varietas Murbei (Morus spp ) Terhadap Perkembangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) dan Komponen Produksi Sutera

0 25 111

Perubahan Fenotipe Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Yang Diinduksi Dengan Sinar Ultraviolet (UV) Dan Kariotipe Kromosom

3 59 67

Pengaruh Pupuk Organik M-Dext dan NASA terhadap Produksi Daun Murbei (Morus multicaulis) dan Kualitas Kokon Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

0 8 87

Pengaruh penyimpanan daun murbei (Morus sp.) pada leaf chamber berbeda terhadap pertumbuhan dan kualitas kokon ulat sutera (Bombyx mori L.)

0 5 72

Pengaruh Pupuk Organik M-Dext dan NASA terhadap Produksi Daun Murbei (Morus cathayana) dan Kualitas Kokon Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

0 7 84

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) 2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 2 10

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 1 10

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 0 11