BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai

  kehidupan masyarakat karena merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan merupakan kebutuhan dasar dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia. Kebutuhan akan tanah seperti untuk pembangunan dan pengembangan wilayah pemukiman, industri maupun pariwisata yang terus meningkat dengan sangat pesat yang tidak dibarengi dengan ketersediaan dan tidak mungkin dapat diproduksi seperti kebutuhan lainnya menyebabkan tanah dapat menjadi sumber konflik atau sengketa ataupun perselisihan dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Kelangkaan persediaan tanah perlu diikuti dengan upaya peruntukkan dan pemanfaatan tanah secara optimal serta pemberian perlindungan dan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.

  Manusia dan ketersediaan tanah merupakan dua variabel yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sehingga guna menghindari terjadinya benturan kepentingan antara keduanya maka pemerintah sebagai pelaksana dari kekuasaan negara mempunyai peranan sesuai dengan kewenangan yang ada padanya untuk mengatur pemanfaatan tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia akan tanah termasuk dalam menyelesaikan masalah pertanahan yang kesemuanya itu ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  1 Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional tersebut dan sebagaimana yang tercantum dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD 1945) dan regulasi dibidang pertanahan yang berlandaskan pada landasan konstitusi Negara yaitu Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan “Bumi air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi kemakmuran rakyat”, maka harus dilaksanakan serangkaian kegiatan pemanfaatan tanah melalui program pembangunan dalam berbagai sektor di seluruh penjuru tanah air dimana tujuan akhirnya adalah guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dalam artian sejahtera secara lahiriah dan batiniah.

  Adapun kewenangan pemerintah untuk mengatur pemanfaatan tanah yang berpedoman pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang juga merupakan landasan kebijakan dibidang pertanahan di Indonesia tersebut lebih lanjut dijabarkan pada peraturan pelaksananya yakni dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya ditulis UUPA), serta dijabarkan dalam berbagai peraturan organik dalam bentuk Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Peraturan Menteri atau keputusan pejabat lain yang berwenang.

  Pada Pasal 2 UUPA dinyatakan “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan

  1

  tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan rakyat”. Kata-kata dikuasai oleh Negara inilah yang melahirkan konsep Hak Menguasai Negara atas sumber daya agraria di Indonesia yang tujuannya adalah untuk mencapai sebesar- besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai dari Negara adalah sebutan yang diberikan oleh UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret antara negara dan tanah Indonesia.

  Pengertian dikuasai dalam Pasal 2 ayat (1) bukan dalam arti memiliki, sebab Negara menurut konsepsi hukum tanah kita tidak bertindak sebagai pemilik melainkan hak menguasai yang dimiliki oleh Negara artinya mempunyai wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah termasuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa serta menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan-

  2 perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

  Dengan dilaksanakannya desentralisasi sebagai salah satu asas penyelenggaraan pemerintah daerah, maka akan melahirkan hak dan wewenang kepada pemerintah daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri yang dikenal dengan otonomi daerah. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah 1 2 Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung : CV.Mandar

  Maju, 1998), hal.43.

  Daerah telah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah, terutama pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini memberikan kesempatan yang sangat luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, serta mengembangkan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat.

  Untuk memungkinkan daerah dapat menyelenggarakan urusan-urusan rumah tangganya sendiri dengan baik dibutuhkan sumber-sumber pembiayaan yang cukup besar yaitu salah satunya dalam bidang keuangan yang esensial untuk memacu tingkat kemampuan daerah. Pemerintah daerah tidaklah mungkin akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan kepada warga masyarakat di daerahnya.

  Bidang pertanahan merupakan sumber keuangan potensial untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga terjadi tarik-menarik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah mengenai kewenangan pertanahan. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan dimana dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan

  3 oleh Pemerintah Kabupaten/Kota antara lain mengenai pelayanan pertanahan. 3 “Kewenangan Pemerintah di bidang Pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota disebut dalam Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 Pasal 2 ayat (2) yaitu : a. Pemberian ijin lokasi;

  b. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;

  Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 ini ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan dikeluarkannya Kebijakan Pemerintah Pusat dibidang pertanahan maka Pemerintahan Daerah diharapkan untuk dapat memanfaatkan kewenangan pertanahan yang telah diserahkan Pemerintah Pusat dalam menggali potensi pertanahan menjadi sumber pendapatan Daerah.

  Dalam Pasal 2 ayat (4) UUPA disebutkan pelaksanaan Hak Pengelolaan (hak menguasai dari Negara) dapat dikuasakan kepada Pemerintah Daerah (daerah-daerah swatantra) dan masyarakat hukum adat, sepanjang hal itu diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah.

  Sementara itu dalam penjelasan Pasal 2 UUPA disebutkan bahwa dengan demikian pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah itu dilakukan dalam rangka tugas pembantuan (medebewind) yakni penugasan untuk melaksanakan tugas tertentu dimana Pemerintah Daerah tidak berwenang melakukan tindakan hukum dalam bidang keagrariaan jika tidak ditunjuk atau mendapat delegasi wewenang dari Pemerintah Pusat mengenai wewenang mana saja yang diserahkan.

  c. Penyelesaian Sengketa tanah garapan;

  d. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;

  e. Penetapan subyek dan objek redistribusi tanahm serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee; f. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;

  g. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;

  h. Pemberian ijin membuka tanah;”

  Pelimpahan Hak Menguasai Negara inilah yang kemudian oleh peraturan yang ada disebut sebagai Hak Pengelolaan yang aturan lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan dan Pendaftarannya dimana hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga atas bagian tanah Hak Pengelolaan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) meliputi : Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, yang tunduk pada ketentuan tentang hak-hak tersebut sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dengan Hak Pengelolaan (untuk selanjutnya cukup ditulis Permenag/KaBPN No.9 Tahun 1999) yang mengatur mengenai pengertian, subjek, terjadinya pembebanan, peralihan dan hapusnya Hak Pengelolaan serta menyangkut status tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pengelolaan.

  Hak pengelolaan dalam sistematika hak-hak penguasaan tanah tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak atas tanah karena pada hakekatnya Hak

4 Pengelolaan bukan hak atas tanah. Istilah dan Pengertian Hak Pengelolaan pertama

  kali dapat dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Pengelolaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. 4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya , (Jakarta : Djambatan, 2003), hal. 208.

  Hak Pengelolaan pada dasarnya adalah kewenangan untuk melaksanakan sebagian dari Hak Menguasai Negara atas tanah yang dilimpahkan kepada instansi Pemerintah atau Badan Hukum pemegang Hak Pengelolaan. Kewenangan yang dilimpahkan itu adalah kewenangan untuk merencanakan penggunaan tanah yang bersangkutan dan menunjuk Badan Hukum atau orang yang diberi hak untuk menggunakannya dengan sesuatu hak atas tanah tertentu sesuai UUPA, misalnya Hak

5 Guna Bangunan.

  Hak Pengelolaan berasal dari konversi hak penguasaan atas tanah negara. Hak Pengelolaan sebenarnya berasal dari terjemahan bahasa Belanda yang berasal dari

  6

  kata Beheersrecht yang artinya hak penguasaan. Hak penguasaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan tanggal 5 Januari 1966 yang menetapkan bahwa Hak

  7 Pengelolaan itu harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Tanah melalui mekanisme

  penegasan konversi. Dalam perkembangannya, Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor

  24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (untuk selanjutnya cukup ditulis PP No.24 tahun 1997) menetapkan bahwa Hak Pengelolaan termasuk salah satu objek pendaftaran tanah.

  5 Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 17 September 1998, Nomor 630.1-3433 tentang Agunan Sertipikat. 6 7 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal.148.

  A.P.Parlindungan, Op.Cit., hal. 21. Pengertian Hak Pengelolaan dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah jo Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (untuk selanjutnya cukup disebut PP No.24 Tahun 1997), yaitu Hak Pengelolaan adalah hak menguasai Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pengertian yang lebih lengkap tentang Hak Pengelolaan dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan, yaitu Hak Pengelolaan adalah hak menguasai Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya untuk merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

  Hak Pengelolaan dalam hukum tanah Nasional tidak secara tegas disebutkan dalam UUPA, melainkan hanya tersirat dalam Penjelasan Umum Angka (2) UUPA yang menyatakan dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan diatas, Negara dapat memberikan tanah yang demikian (yang dimaksudkan adalah tanah yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain) kepada seseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut peruntukkan dan keperluannya, misalnya dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu badan penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.

  Atas dasar kewenangan tersebut, Pasal 4 UUPA mengatur adanya macam- macam atau golongan hak atas tanah yang dapat diberikan oleh Negara kepada subjek hukum yaitu orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain atau badan hukum (subjek hukum), dengan kewenangan untuk mempergunakan tanah tersebut sekedar diperlukan untuk kepentingan yang berhubungan langsung dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas yang ditentukan oleh peraturan perundang- undangan. Kemudian, Pasal 16 ayat (1) disebutkan hak-hak atas tanah yang diberikan kepada subjek hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tersebut adalah : a. Hak milik

  b. Hak guna usaha

  c. Hak guna bangunan

  d. Hak pakai

  e. Hak sewa

  f. Hak membuka tanah

  g. Hak memungut hasil hutan h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara

  8 sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

  Adapun hak-hak lain yang sifatnya sementara itu misalnya Hak Pengelolaan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

  Hak Pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk : merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan hak pakai dengan jangka waktu 6 (enam)

  9

  tahun serta menerima uang pemasukan dan/atau uang wajib tahunan. Wewenang dalam bidang agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah.

  Pemerintah Daerah dapat mempunyai Hak Pengelolaan yaitu Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah dapat mempunyai tanah Hak Pengelolaan yaitu :

  1. Pasal 5 Peraturan menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan tentang

  8 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Cetakan Pertama, , (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), hal.45.. 9 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 28.

  Kebijaksanaan Selanjutnya, dimana Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Departemen, Direktorat dan Daerah Swatantra;

  2. Pasal 1 huruf b Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, dimana Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Departemen, Direktorat dan Daerah Swatantra;

  3. Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan dimana Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;

  4. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1997 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolan dimana penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat

  II, Lembaga Pemerintah lainnya dan Perusahaan Umum (Perum), Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) ;

  5. Pasal 67 Permenag/KaBPN No.9 Tahun 1999 dimana badan-badan hukum yang dapat diberikan Hak Pengelolaan adalah Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT. Persero, Badan Otorita dan Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Pemerintah.

  Subyek atau pemegang Hak Pengelolaan adalah sebatas pada badan hukum Pemerintah baik yang bergerak dalam pelayanan publik (pemerintah) atau yang bergerak dalam bidang bisnis, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT.Persero, badan hukum swasta tidak mendapatkan

  10 peluang untuk berperan serta sebagai subyek atau pemegang Hak Pengelolaan.

  Pemerintah Kota Medan (untuk selanjutnya cukup ditulis Pemko Medan) sebagai Badan Hukum Publik yang dibentuk oleh Pemerintah dapat diberikan Hak Pengelolaan berdasarkan permohonan dari yang bersangkutan dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

  Permohonan tersebut diajukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.

  Jika seluruh persyaratan yang ditentukan dalam permohonan pemberian hak dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, maka kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolan yang wajib didaftarkan oleh Pemerintah Daerah kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk diterbitkan Sertipikat Hak Pengelolaan sebagai tanda bukti haknya.

  Maksud diterbitkannya sertipikat yang merupakan tanda lahirnya Hak Pengelolaan tersebut adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya, mendapat jaminan kepastian hukum dan 10 Eman Ramelan, “Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara

  Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999”, Jurnal Yurisprudensi Fakultas Hukum Universitas Surabaya 15 Juni 2006, hal.196. perlindungan hukum. Sertipikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.

  11 Pemegang Hak Pengelolaan yaitu Pemerintah Daerah menurut Pasal 3

  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan, mempunyai beberapa wewenang yang merupakan kemampuan bertindak yang diberikan kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan suatu hubungan hukum dan perbuatan hukum, yakni untuk : a. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah untuk keperluan perumahan, industri, perdagangan, pertokoan atau perkantoran; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usaha atau tugasnya; c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga atau bekerja sama dengan pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukkan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut Permenag/KaBPN No.3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas 11 Urip Santoso, “Sertipikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah”, Jurnal Era Hukum Fakultas Hukum Universitas Tarumanegar , Jakarta, 15 September 2007, hal. 682.

  Tanah Negara), sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku.

  Pemegang Hak Pengelolaan mempunyai kewenangan menyerahkan bagian dari Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang harus sudah bersertipikat sehingga pemegang Hak Pengelolaan sudah mempunyai wewenang untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Hal ini juga sekaligus membuktikan bahwa Hak Pengelolaan merupakan hak atas tanah yang memiliki kewenangan ganda yaitu sebagai bagian dari hak atas tanah, hak pengelolaan bersifat keperdataan, namun sebagai “gempilan” dari Hak

  12 Menguasai Negara, hak pengelolaan bersifat publik.

  Pemegang Hak Pengelolaan memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanah yang dihaki bagi keperluan usahanya. Tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utamanya adalah bahwa tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukan.

  Dalam penyediaan dan pemberian tanah itu merupakan sebagian dari kewenangan Negara, yang diatur dalam Pasal 2 UUPA dimana sebagai kewenangan dalam bidang hukum publik, bukan kewenangan pada pemegang hak atas tanah yang berada dalam

  13 bidang hukum perdata.

  Konsekwensinya Negara tidak boleh menyewakan tanah yang dikuasai oleh Negara. Demikian juga pemegang Hak Pengelolaan tidak boleh menyewakan bagian- 12 Oloan Sitorus, Hak Atas Tanah dan Kondominium, (Jakarta : Dasa Media Utama, 1995), hal.94. 13 Boedi Harsono, Op.Cit., hal.280.

  bagian tanah yang dikuasainya dengan Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga, tetapi harus diberikan sesuai dengan hak-hak atas tanah yang dibolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sewa-menyewa tanah yang dikuasai oleh Negara bukan merupakan sistem UUPA, kecuali yang bisa membuat sewa-menyewa adalah perseorangan dari badan hukum, karenanya Pemegang Hak Pengelolaan tidak dapat menyewakan tanah tersebut kepada orang ketiga, karena tidak tercantum dalam

  14 produk-produk hukum yang sudah ada.

  Untuk melaksanakan kewenangan sebagian Hak Menguasai Negara yang dilimpahkan kepada pemegangnya, dalam hal ini termasuk menyerahkan bagian tanah kepada pihak ketiga, maka pemegang hak pengelolaan dapat mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka melaksanakan wewenang tersebut berupa perangkat peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Daerah (untuk selanjutnya cukup ditulis Perda) yang tetap berpedoman pada UUPA dan peraturan pelaksanaannya.

  Pemko Medan sebagai badan hukum publik yang dapat diberikan Hak Pengelolaan diberikan kewenangan menyerahkan bagian-bagian dari Hak Pengelolaan yang dipegangnya kepada Pihak Ketiga dengan membuat perjanjian peruntukkan/pengunaan tanah dan atau melakukan kerjasama. Dalam mengatur kewajiban dari pemegang hak atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan dibuat Perda untuk mendapatkan retribusi dari pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan dimaksud yaitu Perda Nomor 21 Tahun 2002 tentang 14 A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Cetakan Pertama, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal.104. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dan Perda Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pembuatan Surat Perjanjian.

  Dalam pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan, Pemko Medan sebagai pemegang Hak Pengelolaan telah menetapkan syarat-syarat dan ketentuan didalam setiap perjanjian pemberian penggunaan tanah dengan badan hukum atau pihak ketiga. Adapun bentuk perjanjian pemberian sebagian Hak Pengelolaan kepada badan hukum atau pihak ketiga itu diberikan dengan bentuk Surat Perjanjian yang berisikan tentang Penyerahan Tanah Bagian dari Hak Pengelolaan Pemko Medan kepada Pihak Ketiga.

  Yang menjadi permasalahan adalah pemberian Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan belum ada aturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus dan bangunan yang berdiri diatas Hak Pengelolaan milik Pemko Medan tidak jelas status hukumnya apabila Hak Guna Bangunan tersebut berakhir dan tidak diperpanjang oleh pemegang atau pemilik bangunan atas ijin pemegang hak pengelolaan. Hal ini dapat berakibat pada kerugian yang akan dialami oleh pemegang Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan pertama atau yang selanjutnya.

  Pada dasarnya Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir haknya tidak dapat dialihkan haknya dengan jual beli sebelum haknya diperpanjang atau diperbaharui. Tapi dalam prakteknya, peralihan dapat dilakukan sekaligus dengan permohonan hak baru yang didasarkan pada akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris sebagai bukti telah terjadi peralihan hak dengan jual beli bangunan di atas tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir yang dengan disertai dengan persetujuan atau rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan dalam hal ini Pemko Medan.

  Permasalahan lainnya yang timbul adalah mengenai prosedur pengalihan hak yang dilakukan oleh pemegang Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan tersebut kepada pihak lainnya. Sebagaimana yang kita tahu bahwa prosedur pengalihan hak dengan jual beli tersebut harus disertai dengan persetujuan/rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan. Yang menjadi masalah adalah dalam prosesnya ada hambatan yang terjadi, misalnya jika Pemko Medan sebagai pemegang Hak Pengelolaan menolak untuk memberikan persetujuan/rekomendasi tersebut.

  Pemberian Hak Pengelolaan dirasakan telah bergeser dari sifat publik yang dikandung oleh Hak Menguasai Negara ke sifat privat yang lebih mengutamakan bisnis/komersil, sedangkan konsepsi Hukum Tanah Nasional yang kita dambakan adalah penguasaan privat yang tetap mengandung unsur kebersamaan.

  Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul : “Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan di Atas Tanah Hak Guna Bangunan yang Haknya telah Berakhir diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah yang terdaftar pada Pemerintah Kota Medan”.

B. Perumusan Masalah

  Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana status bangunan di atas tanah Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan setelah berakhir jangka waktunya jika dialihkan dengan jual beli?

  2. Mengapa jual beli bangunan di atas tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan dapat dilakukan pendaftaran haknya dan bagaimana pelaksanaannya?

  3. Bagaimana hambatan yang terjadi dalam proses jual beli bangunan atas tanah diatas Hak Pengelolaaan dan cara mengatasinya?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui status bangunan dia atas tanah Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan setelah berakhir jangka waktunya jika dialihkan dengan jual beli.

  2. Untuk mengetahui pelaksanaan jual beli bangunan di atas tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan serta pendaftaran haknya.

  3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses jual beli bangunan atas tanah diatas Hak Pengelolaaan dan cara mengatasinya.

  D. Manfaat Penelitian

  Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis antara lain :

  1. Secara teoritis Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum dibidang pertanahan, baik dari segi perundangannya maupun dari segi penerapannya khususnya tentang pemberian Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Kota Medan dan dijadikan sebagai bahan dalam pemanfaatan penggunaan bagian dari Hak Pengelolaan serta menambah khasanah kepustakaan dalam bidang Hak Pengelolaan.

  2. Secara Praktis Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan/diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum dibidang pertanahan khususnya yang berkaitan dengan pemberian Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan serta dapat memberikan informasi dan pendapat yuridis kepada berbagai pihak khususnya instansi Badan Pertanahan Nasional guna menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk mencegah masalah yang timbul mengenai bagian Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan serta informasi yang berkaitan dengan penyerahan bagian dari areal Hak Pengelolaan.

E. Keaslian Penulisan

  Setelah dilakukan inventarisasi di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penelitian ini belum pernah dilakukan, adapun penelitian terkait dengan Hak Pengelolaan atas tanah yaitu :

  1. Tesis yang berjudul : “Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Hak Pengelolaan Kepada Pemerintah Kota Medan”. Penelitian ini dilakukan oleh Sri Puspita Dewi.

  2. Tesis yang berjudul : “Perlindungan Pemegang Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Studi Penelitian di Kabupaten Aceh Utara”. Penelitian ini dilakukan oleh Bukhari Muhammad.

  3. Tesis yang berjudul : “Kebijakan Pemberian Hak Pengelolaan Atas Tanah Dalam Perspektif Otonomi Daerah (Studi Pemerintah Kota Medan)”. Penelitian ini dilakukan oleh Anggasana Siboro.

  Apabila dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya terlihat perbedaan titik tolak dari sudut pandang penelitian sebelumnya dengan penelitian ini maka pembahasannya pun akan berbeda pula, baik dari segi materi, objek penelitian maupun lokasi penelitian dengan demikian penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan di Atas Tanah Hak Guna Bangunan yang Haknya telah Berakhir diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah yang Dikelola Pemerintah Kota Medan” ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara akademik.

  Berdasarkan hal tersebut diatas, objek kajian dalam penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang belum pernah tersentuh secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait dengan data dan analisis dalam penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Pada dasarnya hukum adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa terwujud konkrit. Hukum baru dapat dinilai baik jika akibat- akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang

  15 sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.

  Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

  16 aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.

  Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting. Teori hukum sebagai suatu landasan, tugasnya adalah untuk : “menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat- postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem

  17

  pemikiran para ahli hukum sendiri.” Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori positivisme yang menyatakan bahwa perlu pemisahan secara tegas antara hukum dan moral

  (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya). Teori positivisme mengidentikkan hukum dengan undang-undang, dan satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. 15 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hal.79. 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia UI Press, 1986), hal.6. 17 W.Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), hal.2

  Telah disinggung sebelumnya bahwa penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan jual beli bangunan di atas tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah yang Dikelola Pemerintah Kota Medan yang tentunya berhubungan erat dengan hukum agraria.

2. Konsepsi

  Kerangka konseptual pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak. Namun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali terdiri dari konsep-konsep, suatu kerangka konsepsional dapat pula mencakup definisi-definisi operasional. Definisi merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara khusus yaitu menyatakan apa arti dari

  18 sebuah kata.

  Konsepsi diartikan sebagai “kata yang menyatakan abstraksi yang

  19 digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.

  Konsepsi juga diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit. Definisi operasional penting untuk menghindarkan perbedaan

  20 pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 18 19 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal.132. 20 Samadi Surya Barata, MetodologiPenelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal.28.

  Tan Kamello, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia (Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dalam Perjanjian di Sumatera Utara)”, (Disertasi, PPS/USU, Medan, 2002), hal. 35. Dari uraian kerangka teori diatas, dalam penelitian akan dijelaskan beberapa konsep dasar atau istilah yang digunakan dalam penulisan tesis ini agar didalam pelaksanaannya diperoleh hasil penilaian yang sesuai dengan tujuan yang akan ditentukan, antara lain : a. Pelaksanaan Jual Beli adalah melakukan kegiatan menjual hak atas tanah agar pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakannya.

  b. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun. (Pasal 35 ayat 1 UUPA). Hak Guna Bangunan (HGB) dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 (duapuluh) tahun atas permintaan dari pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya. Subjek pemegang HGB adalah Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

  c. Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir maksudnya hak guna bangunan yang jangka waktunya berakhir yakni telah lebih dari 30 (tiga puluh) tahun dan tidak dilakukan perpanjangan atau pembaharuan terhadap hak guna bangunan tersebut yang mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara dimana jika hak guna bangunan diatas tanah negara hapus dan tidak diperpanjang/diperbaharui maka bekas pemegang hak guna bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambat- lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya hak guna bangunan.

  d. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

  e. Pemerintah Kota Medan adalah Walikota Medan dan perangkatnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

G. Metode Penelitian

  “Metodologi”

  berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan “logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk

  21 mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.

1. Sifat Penelitian

  Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum pertanahan di Indonesia, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum yang kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. 21 Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), hal 1. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebanaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis).

  Metode pendekatan yuridis normatif yang digunakan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dengan melihat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Jual Beli Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan, sehingga akan diketahui secara hukum tentang Jual Beli Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan pada Pemko Medan.

  2. Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian adalah Kantor Pemko Medan, Kantor Pertanahan Kota Medan dan Kantor Notaris/PPAT Kota Medan yang pernah melakukan jual beli atau mengalihkan bangunan di atas tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan.

  3. Teknik Pengumpulan Data

  Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

  a. Bahan hukum primer Yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan.

  b. Bahan hukum sekunder

  Yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi

  22 meliputi buku-buku, karya ilmiah.

  c. Bahan hukum tersier Yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, surat kabar dan internet yang relevan dengan penelitian ini.

4. Alat Pengumpul Data

  Alat pengumpul data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data, yakni : a. Studi dokumen, yang dilakukan untuk menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer,

  23 baru kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

  b. Wawancara dengan informan yang berhubungan dengan materi penelitian ini.

  Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan model wawancara secara langsung (tatap muka) dengan menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan). Tujuannya untuk mendapatkan data yang mendalam, utuh dan 22 lengkap sehingga dapat dipakai untuk membantu dalam menjawab

  Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2005), hal.141. 23 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), hal.13-14.

  permasalahan. Adapun yang menjadi informan dalam wawancara yang akan dilakukan adalah pihak-pihak yang berwenang yang berkompeten sesuai dengan lokasi penelitian yang ditentukan yakni di Kantor Pertanahan Kota Medan, Kantor Pemko Medan, Notaris yang pernah melakukan peralihan hak/jual beli terhadap objek penelitian yaitu Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan tersebut.

5. Analisis Data

  Analisis Data adalah proses mengatur urutan data/mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

  24 Dapat diartikan sebagai proses menganalisa, memanfaatkan data yang telah

  terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dalam proses pengolahan, analisis dan pemanfaatan data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

  Analisa secara kualitatif dengan cara mengkategorikan data-data yang telah diperoleh dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan metode dedukatif, ditarik suatu kesimpulan dari yang umum ke yang khusus dari jawaban yang telah diperoleh yang merupakan hasil penelitian.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

4 112 105

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 68 135

Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerintah Kota Batam)

11 112 162

Penentuan Harga Jual Beli Tanah Dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia (Study Putusan Bani Nomor 305/Pdt.G/Bani/2014/Pn-Jkt. Utara

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

0 0 24

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (Hpl) Yang Menjadi Objek Jaminan (Studi : Pt Bank Internasional Indonesia, Tbk

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/2012

0 1 20

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 0 8