Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

(1)

TESIS

Oleh

SUGIONO HARIANTO

097011105/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUGIONO HARIANTO

097011105/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : SUGIONO HARIANTO

Nomor Pokok : 097011105

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1.Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

2.Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum


(5)

Nama : SUGIONO HARIANTO

Nim : 097011105

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN ATAS PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERADA DIATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :SUGIONO HARIANTO


(6)

tanah Hak Pengelolaan memerlukan surat perjanjian dan surat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permasalahan yang terjadi ketika pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan mengajukan perpanjangan tidak ada perjanjian dan persetujuan. Hal ini mengakibatkan permohonan perpanjangan sertifikat tersebut ditolak oleh Kantor Pertanahan setempat. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikemukakan permasalahan adalah: Apa hambatan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, Bagaimana akibat hukumnya ketika masalah tersebut belum terselesaikan bagi pemegang haknya, Bagaimana upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang obyeknya masih menjadi hak pemegangnya.

Penulisan tesis ini bersifat deskriptif. Pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dianalisis secara sistematis dan data yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis secara kualitatif. Data-data yang diperoleh dari penelitian lapangan dihubungkan dengan teori-teori dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas pokok permasalahan.

Hasil penelitian tesis ini adalah: Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang tidak ada perjanjian dan persetujuan dari Pemerintah Kota Pekanbaru tidak diterima oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru ketika mengajukan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan, karena Perjanjian dan persetujuan merupakan syarat mutlak untuk pengajuan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, Akibat hukum ketika masalah belum terselesaikan bagi pemegang haknya adalah tanah tersebut kembali kepada penguasaan Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan, Pemerintah Kota Pekanbaru berhak penuh untuk membuat ketentuan-ketentuan yang baru termasuk menyerahkan penggunaan tanah tersebut kepada pihak lain dan apabila ada bangunan-bangunan kepunyaan pihak ketiga akan diganti rugi sesuai dengan nilai bangunan. Pihak Ketiga dapat mengajukan permohonan perjanjian kepada Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan sepanjang peruntukan dan penggunaan tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru, dengan ketentuan pihak ketiga menerima adanya persyaratan yang ditentukan sebelumnya, sehingga Pemerintah Kota Pekanbaru memberikan persetujuan untuk perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.


(7)

renewal of certificate of right to use the building on the land with right of utilization but it needs a letter of agreement and letter of consent from the holder of right of land utilization. This problem occurred when the holder of certificate of right to use the building files the application for the renewal without agreement and consent. This results in the refusal of the renewal of the certificate by local Land Office. Based on this background, the problems of this study are the constraints faced in the renewal of certificate of right to use the building on the land under the right of utilization by the City Government of Pekanbaru, the legal consequence of the case which is not completely solved by the right holder, and the problem occurred during the renewal certificate of right to use the building on the land with right of utilization whose object is still under the right hold by the City Government of Pekanbaru.

The data for this descriptive were obtained through library and field researches. The data obtained from the library were systematically analyzed and those obtained from field research were qualitatively analyzed. The data obtained from the field research were related to the theories found from library research to obtain the answer to the main problems.

The result of this study showed that the holder of certificate of right to use a building on the land with right of utilization without any agreement and consent fro the City Government of Pekanbaru was refused by the Pekanbaru Land Office when filing the application for the renewal of certificate of right to use a building because agreement and consent are absolute requirements to apply for the renewal of the certificate of right to right to use a building on the right of utilization belongs to the City Government of Pekanbaru. The legal consequence of the unsolved problem for the right holder was the land was returned to the City Government of Pekanbaru as the hiolder of right of utilization. The City Government of Pekanbaru has the full right to make new regulations including to hand the use of the land to the other parties and for this the buildings belong to the third party will be compensated in accordance with the value of the building. The third party can file an application of agreement to the City Government of Pekanbaru as the holder of right of utilization as long as the land is used in accordance with the Regional Land Use Planning of the City of Pekanbaru with the condition that the third party accepts the previously set conditions that the City Government of Pekanbaru can issue the letter of agreement to renew the certificate of right to use the building on the land under the right of utilization in the local Land Office.


(8)

akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN ATAS PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK

GUNA BANGUNAN YANG BERADA DIATAS TANAH HAK

PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU”.

Penulisan tesis ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dengan ini ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum selaku Komisi Pembimbing yang

dengan tulus dan ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang banyak membantu dan mendorong penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K)

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu pengetahuan di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum


(9)

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu pengetahuan di lingkungan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

5. Para Karyawan/Karyawati di Sekretariat Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan kelancaran administrasi dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Kepala Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru yang telah bersedia memberikan izin dan memberikan data, maupun informasi sehubungan dengan penelitian ini.

7. Para nara sumber yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan data dan informasi selama penulisan tesis ini.

8. Teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis selama penulisan tesis ini.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepadaIsteriku Soviani dan anak-anakku tercinta Innegie Sevia dan Andrea Sakavinoatas Pengorbanan, ketabahan hati, kesabaran dan senantiasa memberikan dorongan dan motivasi dengan semangat kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tidak lupa dengan hati yang tulus serta penuh rasa hormat penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Tasemin dan Ibu Juminah yang selalu meberikan nasehat untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis dan juga kepada seluruh keluarga atas dorongan dan bantuan moril yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.


(10)

Medan, Mei 2012 Penulis


(11)

Tempat/Tanggal Lahir : Ampel – Gading, 05 April 1965

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status : Kawin

Alamat : Jl. Villa Paus Blok E/45 Kel. Tangkerang Tengah Pekanbaru Riau

II IDENTITAS KELUARGA

Nama Ayah : Tasemin

Nama Ibu : Juminah

Nama Istri : Soviani

Nama Anak : 1. Innegie Sevia

2. Andrea Sakavino

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri Setia Budi 1 : Tamat Tahun 1979

2. SMP PGRI : Tamat Tahun 1982

3. SMA Widya Dharma : Tamat Tahun 1985

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Riau : Tamat Tahun 2009 5. S-2 MKn FH - Universitas Sumatera Utara : Tamat Tahun 2012


(12)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 21

1. Jenis Penelitian ... 21

2. Tehnik Pengumpulan Data ... 21

3. Alat Pengumpul Data ... 23

4. Analisis Data ... 23

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU ... 25

A. Hak Pengelolaan ... 25

1. Pengertian Hak Pengelolaan ... 25

2. Subyek dan Hak Pengelolaan ... 29

a. Subyek Hak Pengelolaan ... 29

b. Obyek Hak Pengelolaan ... 30


(13)

2. Subyek dan Obyek Hak Guna Bangunan ... 39

a. Subyek Hak Guna Bangunan ... 39

b. Obyek Hak Guna Bangunan ... 40

3. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan ... 41

a. Hak Pemegang Hak Guna Bangunan ... 41

b. Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan ... 41

4. Peralihan Hak Guna Bangunan ... 42

5. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan ... 44

6. Hapusnya Hak Guna Bangunan ... 45

7. Perpanjangan Hak Guna Bangunan ... 47

C. Hambatan Pelaksanaan Perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru ... 48

BAB III AKIBAT HUKUM KETIKA MASALAH TERSEBUT BELUM TERSELESAIKAN BAGI PEMEGANG HAKNYA... 60

A. Akibat Hukum Bagi Pemegang Haknya ... 60

B. Akibat Hukum Bagi Pemegang Jaminan ... 64

BAB IV PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS HAK PENGELOLAAN YANG OBYEKNYA MASIH MENJADI HAK PEMERINTAH KOTA PEKANBARU SEBAGAI PEMEGANGNYA... 69

A. Mengajukan Permohonan Perjanjian ... 69

B. Melunasi Biaya Pemakaian Tanah Hak Pengelolaan ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Saran ... 85

B. Kesimpulan ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(14)

tanah Hak Pengelolaan memerlukan surat perjanjian dan surat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permasalahan yang terjadi ketika pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan mengajukan perpanjangan tidak ada perjanjian dan persetujuan. Hal ini mengakibatkan permohonan perpanjangan sertifikat tersebut ditolak oleh Kantor Pertanahan setempat. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikemukakan permasalahan adalah: Apa hambatan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, Bagaimana akibat hukumnya ketika masalah tersebut belum terselesaikan bagi pemegang haknya, Bagaimana upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang obyeknya masih menjadi hak pemegangnya.

Penulisan tesis ini bersifat deskriptif. Pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dianalisis secara sistematis dan data yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis secara kualitatif. Data-data yang diperoleh dari penelitian lapangan dihubungkan dengan teori-teori dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas pokok permasalahan.

Hasil penelitian tesis ini adalah: Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang tidak ada perjanjian dan persetujuan dari Pemerintah Kota Pekanbaru tidak diterima oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru ketika mengajukan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan, karena Perjanjian dan persetujuan merupakan syarat mutlak untuk pengajuan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, Akibat hukum ketika masalah belum terselesaikan bagi pemegang haknya adalah tanah tersebut kembali kepada penguasaan Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan, Pemerintah Kota Pekanbaru berhak penuh untuk membuat ketentuan-ketentuan yang baru termasuk menyerahkan penggunaan tanah tersebut kepada pihak lain dan apabila ada bangunan-bangunan kepunyaan pihak ketiga akan diganti rugi sesuai dengan nilai bangunan. Pihak Ketiga dapat mengajukan permohonan perjanjian kepada Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan sepanjang peruntukan dan penggunaan tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru, dengan ketentuan pihak ketiga menerima adanya persyaratan yang ditentukan sebelumnya, sehingga Pemerintah Kota Pekanbaru memberikan persetujuan untuk perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.


(15)

renewal of certificate of right to use the building on the land with right of utilization but it needs a letter of agreement and letter of consent from the holder of right of land utilization. This problem occurred when the holder of certificate of right to use the building files the application for the renewal without agreement and consent. This results in the refusal of the renewal of the certificate by local Land Office. Based on this background, the problems of this study are the constraints faced in the renewal of certificate of right to use the building on the land under the right of utilization by the City Government of Pekanbaru, the legal consequence of the case which is not completely solved by the right holder, and the problem occurred during the renewal certificate of right to use the building on the land with right of utilization whose object is still under the right hold by the City Government of Pekanbaru.

The data for this descriptive were obtained through library and field researches. The data obtained from the library were systematically analyzed and those obtained from field research were qualitatively analyzed. The data obtained from the field research were related to the theories found from library research to obtain the answer to the main problems.

The result of this study showed that the holder of certificate of right to use a building on the land with right of utilization without any agreement and consent fro the City Government of Pekanbaru was refused by the Pekanbaru Land Office when filing the application for the renewal of certificate of right to use a building because agreement and consent are absolute requirements to apply for the renewal of the certificate of right to right to use a building on the right of utilization belongs to the City Government of Pekanbaru. The legal consequence of the unsolved problem for the right holder was the land was returned to the City Government of Pekanbaru as the hiolder of right of utilization. The City Government of Pekanbaru has the full right to make new regulations including to hand the use of the land to the other parties and for this the buildings belong to the third party will be compensated in accordance with the value of the building. The third party can file an application of agreement to the City Government of Pekanbaru as the holder of right of utilization as long as the land is used in accordance with the Regional Land Use Planning of the City of Pekanbaru with the condition that the third party accepts the previously set conditions that the City Government of Pekanbaru can issue the letter of agreement to renew the certificate of right to use the building on the land under the right of utilization in the local Land Office.


(16)

A. Latar Belakang

Tanah mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia. Keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk

manusia itu sendiri. Tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.1

Pengertian “tanah” Sebutan tanah dapat dipakai dalam beberapa arti, maka dalam penggunaanya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).2

Undang-undang Pokok Agraria berpangkal pada pendirian, bahwa

untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa. Dari sudut inilah harus dilihat arti ketetentuan dalam pasal 2 ayat 1 yang menyatakan ”Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara”. Sesuai dengan pangkal pendirian tersebut diatas perkataan ”dikuasai” dalam pasal ini bukan berarti ”dimiliki” akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan tertinggi:3

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;

1Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,

2007, hlm. 31.

2

Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia Sejarah pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, 2008, hlm 18.


(17)

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Sesuai dengan penjelasan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) maka Hak Menguasai Negara tersebut meliputi atas bumi, air dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah ada hak seseorang maupun tidak/belum ada. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu sendiri, artinya sampai seberapa jauh negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara tersebut.4

Dengan adanya Hak Menguasai dari Negara, maka hak-hak yang dapat timbul dari penguasaan tanah mencakup dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hanya saja dalam Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) secara umum menyebutkan tentang hak-hak tanah maupun privilege kepada seseorang anggota masyarakat untuk dapat memanfaatkan tanah atau memperoleh bukti hak tanah berupa sertipikat hak tanah.5

Hak atas tanah ialah “hak yang memberi wewenang kepada pemiliknya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Ciri khasnya ialah si empunya hak berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya”.6

Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah, sedangkan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar, dinyatakan terbukti untuk umum (asas publisitas), sementara dalam mencapai tujuan tertib administrasi pertanahan, maka setiap bidang atau satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah, dan hak milik satuan rumah susun wajib didaftar.7

4 A.P. Parlindungan,Komentar atas Undang-undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju,

Bandung, 1998, hlm 44.

5Ibid, hlm 47. 6

Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum)Cetakan ke-3, CV. Rajawali, Jakarta, 1991, hlm. 229.

7Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju,


(18)

Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 4 ayat (1) yang meyebutkan bahwa :

“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”

Dengan adanya Hak Menguasai dari Negara, negara dapat memberikan tanah kepada sesorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya.8

Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA yaitu:9 a. Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :

1). Hak Milik 2). Hak Guna Usaha 3). Hak Guna Bangunan 4). Hak Pakai

5). Hak Sewa

6). Hak Membuka Tanah 7). Hak Memungut Hasil Hutan

8). Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai disebut dalam pasal 53.

Dari segi asal tanah, hak atas tanah dapat dibedakan menjadi kelompok, yaitu :10

8

Muchsin, Imam Koeswayono,Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, Refina Aditama, Bandung, 2007, hlm 56.

9Pasal 16 ayat (1) UUPA


(19)

a). Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara, Hak Pakai Atas Tanah Negara.

b). Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang Berasal dari pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pegelolaan, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Hak Guna Bangunan Menurut pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah11

“hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan-keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun, Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.”

Dalam ketentuan Pasal 19 hingga 38 tidak menyebutkan obyektif dari Pasal 35 UUPA, sehingga dapat dianggap sama saja. Atas ayat 1 pasal 25 ini disebutkan bahwa Hak Guna Bangunan ini diberikan untuk waktu paling lama 30 tahun dengan perpanjangan 20 tahun, dan dalam pasal 25 Peraturan Pemerintah 40 disebutkan bahwa “kepada pemegang Hak Guna Bangunan tersebut dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan setelah berakhir perpanjangan haknya".12

Menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara

11Pasal 35 UUPA


(20)

Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, didefenisikan bahwa : “Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”.13

Dari ketentuan tersebut di atas, jelas bahwa perjanjian antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga yang bersangkutan merupakan hal yang wajib dilakukan. Adapun hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga atas tanah hak pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya yang menyatakan bahwa:14

Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, Lembaga, instansi, Badan/Badan Hukum Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk Pembangunan dan Pengembangan wilayah Industri dan Pariwisata, dapat diserahkan kepada Pihak Ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan Hak Guna Bangunan, atau hak pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.

Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa pihak ketiga dapat memperoleh hak atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan berupa Hak Guna Bangunan. Hak Guna Bangunan merupakan hak atas tanah yang terbatas jangka waktunya. Hak Guna Bangunan akan berakhir ketika jangka waktunya habis.. Perpanjangan jangka waktu

13 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Tanah,

Djambatan, Jakarta, 2002, hlm 366.

14

Pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya


(21)

adalah “penambahan jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan, tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut”.15

Dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tanggal 14 Oktober 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 4 angka 2 disebutkan bahwa:16 “Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan”.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui berdasarkan persetujuan dan usul dari pemegang Hak Pengelolaan, dimana permohonan perpanjangan sertifikat tersebut diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan, serta harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan.

Menurut Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Uang Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan, Pemerintah memberikan Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru di beberapa lokasi, antara lain:17

15Boedi Harsono,Op.Cit, hlm. 335. 16

Pasal 4 angka 2 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tanggal 14 Oktober 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan


(22)

1).Lokasi Pasar Pusat, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, SK. Nomor : 2/HPL/DA/1972 tanggal 23 Februari 1972 Sertifikat Nomor 01 / Kelurahan Sukaramai seluas 65.807 M2, Gambar Situasi Nomor 198/1970. 2).Lokasi Jalan Jenderal Sudirman /Jl. KH. Wahid Hasim, berdasarkan Surat

Keputusan Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 50/HPL/BPN/1991 tanggal 16 Mei 1991, Sertifikat Nomor 01/Kelurahan Sumahilang seluas 485 M2, Gambar Situasi Nomor 170/1990.

3).Lokasi Jalan Karet/Juanda, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.4/HPL/DA/1974 tanggal 22 Februari 1974 Sertifikat Nomor 01/Sago seluas 4.640 M2, Gambar Situasi Nomor 49/1970.

4).Lokasi Pasar Senapelan, Jalan Ahmad Yani, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 48/HPL/DA/1981 tanggal 20 Oktober 1981 Sertifikat Nomor 01/Kelurahan Padang Bulan, seluas 49/915 M2, Gambar Situasi Nomor 362/83.

Dari lokasi-lokasi Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru tersebut dan telah diberikan kepada pihak lain dengan Hak Guna Bangunan, terdapat Hak Guna Bangunan yang telah berakhir jangka waktunya.

Dalam pelaksanaan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru yang belum mendapat persetujuan untuk perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan oleh pemegang Hak Pengelolaan, maka pemegang Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru yang telah berakhir jangka waktu haknya akan mendapat permasalahan-permasalahan hukum bagi pemegangnya.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.

Pekanbaru, Nomor 7 Tahun 2000, Seri B Nomor 5, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.


(23)

B. Perumusan Masalah

1. Apa Hambatan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru ?

2. Bagaimana akibat hukumnya ketika masalah tersebut belum terselesaikan bagi pemegang haknya?

3. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan yang obyeknya masih menjadi hak pemegangnya ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hambatan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.

2. Untuk mengetahui akibat hukum ketika masalah tersebut belum terselesaikan bagi pemegang haknya.

3. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang obyeknya masih menjadi hak pemegangnya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis, yaitu:


(24)

hukum terutama hukum Agraria dan Pertanahan.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini adalah sebagai masukan maupun bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan kebijakan dalam bidang Agraria dan Pertanahan terutama dalam hal Pelaksanaan Perpanjangan Hak Guna Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. E. Keaslian Penelitian

Penulis telah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu di perpustakaan program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terhadap hasil penelitihan yang ada, ternyata belum ada yang melakukan penelitian mengenai dan membahas tentang Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, oleh karena itu penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah asli, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai obyektifitas dan kejujuran.

Berdasarkan temuan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian mengenai“ Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru” belum pernah ada yang melakukan.


(25)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Fred N. Kerlinger dalam bukunyaFoundation of Behavioral Research “Suatu Teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang menyajihkan suatu pandangan sistimatis tentang fenomena dengan merinci hubungan antarvariabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut”18

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang namanya teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi suatu penjelasan yang bersifat umum.19

Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu20

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.21Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati.

Oleh karena itu yang dijadikan kerangka teori sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah Teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yakni teori yang

18Mukti Fajar ND dan Yulianto Acmad,Dualisme Peneltian Hukum Normatif & Empiris,

Pustaka relajar, Yogyakarta, 2010, Hlm 133.

19Ibid

hlm 134.

20Burhan Ashofa, Metode Peneltian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm 23. 21M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Peneltian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm 80.


(26)

menjelaskan bahwa hukum harus dilakanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit.22 Begitu juga dengan Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. (Sebagai bagian dari pendaftaran tanah) harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.

Efektivitas hukum mengenai berkerjanya suatu aturan perundangan ketika diterapkan dalam masyarakat, menurut Satjipto Rahardjo langka yang diambil, dimulai dari dari identifikasi problem sampai jalan pemecahannya yang meliputi mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya, memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, membuat hipotesis-hipotesis, dan memilih mana yang layak untuk bisa digunakan, serta mengikuti jalannya hukum dan mengukur efek-efeknya.23

Demikian juga halnya dalam Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.

Proses yang sama dari hukum sebagai law as a command of the lawgivers

dapat dilihat dalam UUPA yang merupakan undang-undang yang bersifat dasar, hal ini tercemin dari Penjelasan Umum UUPA yaitu meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dengan kedudukannya tersebut UUPA sebagai alat untuk melakukan law as a command of the lawgivers sangat wajar bila UUPA hanya sampai pada taraf mengatur tentang asas-asas yang bersifat umum, untuk dapat melaksanakan ketentuan-ketentuannya UUPA sebagai law as a a command of the lawgivers harus

22Sudikno Mertokusumo, dan A.pitlo,Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1993, hlm 1.


(27)

diikuti dengan pembuatan peraturan-peraturan yang bersifat organik, agar efektivitas dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan UUPA itu sendiri.

Dalam UUPA terdapat ketentuan tentang hak-hak atas tanah, seperti yang temaktub dalam pasal pasal 16, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka hutan, hak memungut hasil, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak-hak-hak tersebut diatas akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.

Untuk meperjelas mengenai Hak-hak yang terdapat dalam UUPA terutama Hak Guna Bangunan yang terdapat diatas tanah Hak Pengelolaan, maka harus terlebih dahulu harus dipahami Hak Pengelolaan, dan Hak Guna Bangunan.

Hak Pengelolaan merupakan suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada. istilahnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan khusus hak ini demikian pula luasnya terdapat diluar ketentuan dari UUPA24.

Hak Pengelolaan itu tidak dari semula bernama Hak Pengelolaan tetapi mengambil terjemahan dari bahasa Belanda Beheersrecht, maka pada waktu itu diterjemakan Hak Penguasaan dan lama sekali istilah ini bertahan dan dipergunakan,25

Pengertian hak pengelolaan ini kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta 24 A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan menurut sistem U.U.P.A (Undang-Undang

Pokok Agraria),Mandar Maju, Bandung, 1989 hlm. 1.


(28)

Pendaftarannya. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977, lebih lanjut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka (3) yang menyebutkan bahwa:26 “Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”.

Adapun yang dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan pada awalnya hanya Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra:27. Perkembangan selanjutnya tentang subyek hak pengelolaan dapat diketahui dari Pasal 67, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999. Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:28

a. Istansi pemerintah termasuk pemerintah daerah b. Badan Usaha Milik Negara

c. Badan Usaha Milik Daerah d. PT. Persero

e. Badan Otorita

f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.

Dengan berpedoman pada Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka objek dari Hak Pengelolaan seperti juga hak-hak atas tanah lainnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara.29

26

Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan,

27

Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Hukum Agraria Indonesia Konsep Dasar Dan

Implementasi,Penerbit Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2006, hlm. 154-155.

28

Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999.

29

Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA ,PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995 hlm.63.


(29)

“Bahwa berdasarkan pengaturan Hak Pengelolaan di atas, dapat diketahui bahwa Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan di atas tanah negara. Oleh karena itu, jika di atas tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan masih ada hak-hak atas tanah yang lain (seperti HGB atau HP,”hak garap”), wajib terlebih dahulu dibebaskan oleh calon pemegang Hak Pengelolaan”.30

Sehubungan dengan isi wewenang Hak Pengelolaan, menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) huruf c. Penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga, harus diwujudkan dengan membuat perjanjian tertulis antara pemegang tanah Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang mengajukan permohonan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.

Hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah (SPPT). Dalam praktek, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya : Perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan Hak Atas Tanah (selanjutnya disebut “Perjanjian”).31

Pemerintah selaku wakil dari badan hukum dapat melakukan tindakan-tindakan hukum keperdataan, namun ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan, tidak serta merta terjadi hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang atau badan hukum perdata berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam hukum perdata.32

30

Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad,Op.Cit, hlm. 157.

31Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya,

Penerbit Buku Kompas, Jakartat,2008, hlm.208.


(30)

Hak Guna Bangunan Menurut pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.33

Dengan hak ini diartikan hak untuk mendirikan bangunan-bangunan atas tanah kepunyaan orang lain., hak ini terbatas jangka waktunya selama-lamanya hak ini dapat diberikan untuk 30 tahun, tetapi ada kemungkinan untuk diperpanjang selama-lamanya 20 tahun34

Perpanjangan jangka waktu atas hak tanah ini masuk katagori pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis, karena terjadinya perubahan jangka waktu berlakunya hak tersebut yang dicantumkan dalam sertipikat tanah bersangkutan.35

Selanjutnya pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996.36juga mengatur tentang terjadinya Hak Guna Bangunan yaitu:

a. Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk

b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan

c. Ketentuan mengenai tatacara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.

Pengertian Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 UUPA juncto

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

33

Undang-undang nomor 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

34 Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1986. 35 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim lubis,Op Cit, hlm 292.


(31)

Subyek Hak Guna Bangunan menurut UUPA Pasal 36 juncto Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.37

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan menurut ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menentukan bahwa:

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah : 1). Tanah Negara;

2). Tanah Hak Pengelolaan; 3). Tanah Hak Milik.

Lebih lanjut mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang menyebutkan bahwa:

a). Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk

b). Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

Sedangkan terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menyebutkan bahwa: “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah”.

37Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya,Hak-hak Atas Tanah (Seri Hukum Harta Kekayaan),


(32)

Hak pemegang Hak Guna Bangunan dalam hal ini kewenangan secara umum dan kewenangan secara khusus.

Kewenangan secara umum dapat dilihat pada Pasal 4 ayat (2) UUPA yang menyebutkan bahwa: “hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”.

Kewenangan secara khusus dapat dilihat pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang berbunyi:38

“Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya”.

Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dapat dilihat pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa:39

(1). membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

(2). menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya; (3). memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta

menjaga kelestarian lingkungan hidup;

(4). menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;

(5). menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

38Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 39Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996


(33)

Pengaturan mengenai Peralihan Hak Guna Bangunan Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 secara tegas menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Ketentuan ini selanjutnya dipertegas dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.

Dari ketentuan tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara tegas dibedakan syarat peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dengan Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Milik atau di atas tanah Hak Pengelolaan.

Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Pengelolaan, setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan Hak Guna Bangunan di atas bidang tanah tersebut, haruslah terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan atas bidang tanah tersebut.

Pengaturan mengenai Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan sebagai hak atas tanah yang dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan dapat dilihat pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa:40 “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”.

Ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan dapat ditemukan dalam Pasal 40 UUPA, yang menyatakan bahwa:41

Hak Guna Bangunan hapus karena : (a).jangka waktunya berakhir;

(b).dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi;

40Pasal 39 UUPA Tahun 1960 41Pasal 40 UUPA Tahun 2960


(34)

(c).dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; (d).dicabut untuk kepentingan umum;

(e).diterlantarkan; (f).tanahnya musnah;

(g).ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2).

Dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor. 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa: “Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan”. Lebih lanjut, Pada Pasal 38 disebutkan bahwa:42

“Apabila Hak Guna bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik”.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut43.

Dari uraian kerangka terori diatas, dapat dijelaskan konsep-konsep dasar yang digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain:

42 Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996


(35)

a. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.44

b. Kantor pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.45

c. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi; pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.46

d. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepeda pemegangnya.47

e. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) tahun48

f. Perpanjangan adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang

44Pasal 1 angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, lihat juga pasal

9 ayat (2) huruf c UUPA

45Pasal 1 angka 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 46Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 47

Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan


(36)

permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.49

g. Pemerintah Kota adalah Walikota dan perangkatnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus, hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebanaran baru (tesis) dan kebenaran-kebanaran induk (teoritis).

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang didukung penelitian lapangan dengan cara wawancara dengan informan, selanjutnya menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.50

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni:

49Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 1999jopasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999

50Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,


(37)

1. Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 1977 tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagianTanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah,

5. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

6. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 03 Tahun 2000 Tentang Uang Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan.

b. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan Penjelasan Mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan Kota Pekanbaru.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti Kamus Ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Tentang Pelaksanaan Atas


(38)

Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan Kota Pekanbaru.

3. Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.

b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara(interview guide)untuk mendapatkan data primer dari narasumber yang telah ditentukan, yaitu:

1). Kepala Seksi Hak Atas Tanah Dan Pendaftaran Tanah

2). Masyarakat yang Mengajukan Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru sebanyak 2 (dua) orang yaitu Luis Utomo, dan Hendry Yacup.

4. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah deskriptif analisis maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum


(39)

yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Sedangkan Metode pendekatan dalam penelitian tesis ini adalah metode kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan tesis ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan jalan keluar atas permasalahan dalam penelitian ini.


(40)

A. Hak Pengelolaan

1. Pengertian Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan adalah suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada istilahnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan khusus hak ini demikian pula luasnya terdapat diluar ketentuan dari UUPA51.

Hak Pengelolaan ini lahir dan berkembang sesuai dengan terjadinya perkembangan suatu daerah. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak perkantoran yang terdapat di kota-kota besar mempergunakan tanah dengan Hak Pengelolaan52.

Menurut Effendi Perangin, nama Hak Pengelolaan berasal dari Bahasa Belanda yaitu beheersrecht yang diterjemahkan dengan hak penguasaan. Hak Penguasaan ini dimiliki oleh Instansi Pemerintah, jawatan atau departemen.53

Menurut R. Atang Ranoemihardja, Hak Pengelolaan adalah Hak atas tanah yang diberikan atas tanah yang dikuasai Negara dan hanya dapat diberikan

51A.P. Parlindungan, Op.Cit, hlm. 1. 52

Supriadi, Hukum Agraria,Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 148.


(41)

kepada badan-badan hukum Pemerintah atau Pemerintah Daerah baik untuk dipergunakan untuk usahanya sendiri maupun untuk kepentingan pihak ketiga.54

Menurut Maria S.W. Sumardjono, Hak Pengelolaan (HPL) merupakan “bagian” dari Hak Mengusai Negara (HMN) (sebagian) kewenangannya dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan (HPL). Oleh karena itu, Hak Pengelolaan (HPL) merupakan fungsi/kewenangan publik sebagaimana Hak Mengusai Negara (HMN), dan tidak tepat untuk disamakan dengan “hak” sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA karena hak atas tanah hanya menyangkut aspek keperdataan.55

Adanya Hak Pengelolaan dalam Hukum Tanah Nasional tidak disebut dalam Undang-Undang Pokok Agraria, secara implisit pengertian itu diturunkan dari Pasal 2 ayat (4) UUPA yang berbunyi sebagai berikut :

Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Kemudian daripada, dalam Penjelasan Umum II (2) UUPA disebutkan bahwa:56

“Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan-badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan, atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu

54R. Atang Ranoemihardja, Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia, Aspek-Aspek Dalam Pelaksanaan UUPA Dan Peraturan Perundangan Lainnya Dibidang Agraria Di Indonesia,Tarsito, Bandung, 1982 hlm. 16.

55Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya,

penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2008 hlm. 202.


(42)

Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing”.

Istilah Hak Pengelolaan muncul pertama kali dalam Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya.57Pada Pasal 2 disebutkan bahwa:

“Jika tanah negara sebagai dimaksud dengan Pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi hak pengelolaan sebagai dimaksud dalam Pasal 5 dan 6, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan”. Dalam pada itu, penegasan tentang hak pengelolaan tercantum dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya yang berbunyi sebagai berikut:58

Apabila tanah-tanah negara sebagai dimaksud dalam Pasal 4 di atas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah tersebut akan diberikan dengan hak pengelolaan. Pengertian hak pengelolaan ini kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri

57Maria S.W. Sumardjono,Ibid,hlm. 199.

58Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan

Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya


(43)

Nomor 1 Tahun 1977 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “hak pengelolaan “ dalam Peraturan ini adalah:59

a. Hak Pengelolaan, yang berisi wewenang untuk :

1). Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

2). menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

3). menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b. Hak Pengelolaan yang berasal dari pengkonversian hak penguasaan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang “Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya” yang memberi wewenang sebagaimana tersebut dalam Ayat (1) di atas dan yang telah didaftarkan di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat serta sudah ada sertifikatnya. Bahkan Menurut HM. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis:60 “Hak Pengelolaan, tidak terdapat istilahnya dalam UUPA, sungguhpun secara substansial hak semacam itu sudah ada jauh sebelum UUPA dan juga dapat ditafsirkan sebagai hak yang diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA

Pengertian Hak Pengelolaan, lebih lanjut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999

59Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara

Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.

60

HM. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis,Kepemilikan Property Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1012, Hlm 118


(44)

Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka (3) yang menyebutkan bahwa: “Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”.

2. Subyek dan Obyek Hak Pengelolaan

a. Subyek Hak pengelolaan

Adapun yang dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan pada awalnya hanya Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra. Dalam perkembangan selanjutnya dapat diketahui bahwa subyek Hak Pengelolaan adalah :61

1. Badan Penguasa (Departemen, Jawatan, Daerah Swatantra) dan masyarakat-masyarakat hukum adat (Penjelasan Umum UUPA dan Pasal 2 ayat (4) UUPA);

2. Badan Hukum milik pemerintah yang seluruh modalnya dimiliki Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan dan Pengembangan wilayah, industri, pariwisata, pelabuhan, perumahan/pemukiman (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974);

3. Perum, Persero atau bentuk lain yang bergerak dibidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi kegiatan usaha (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974);

4. Badan Otorita (Keppres Nomor 41 Tahun 1973 Jo. Nomor 94 Tahun 1988).

Perkembangan selanjutnya tentang subyek hak pengelolaan dapat diketahui dari Pasal 67, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yang mana dinyatakan bahwa yang dapat sebagai subyek hak pengelolaan adalah:


(45)

a). Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah daerah: b). Badan Usaha Milik Negara;

c). Badan Usaha Milik Daerah; d). PT. Persero;

e). Badan Otorita;

f). Badan-badan Hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa: “Badan-badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Hak Pengelolaan sepanjang sesuai dengan tugas dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah”.

b. Obyek Hak Pengelolaan

Menurut Ramli Zein, bahwa dengan berpedoman pada Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka objek dari hak pengelolaan seperti juga hak-hak atas tanah lainnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara.63 Pendapat yang sama mengenai obyek hak pengelolaan menurut Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, bahwa berdasarkan pengaturan Hak Pengelolaan di atas, dapat diketahui bahwa Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan di atas tanah negara. Oleh karena itu, jika di atas tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan masih ada hak-hak atas tanah yang lain (seperti HGB atau HP,”hak garap”), wajib terlebih dahulu dibebaskan oleh calon pemegang Hak Pengelolaan.64

62Pasal 67, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 9 Tahun 1999

63Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA,PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995,

hlm.63


(46)

3. Wewenang Pemegang Hak Pengelolaan

Sehubungan dengan isi wewenang hak pengelolaan, menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi bahwa:

Hak Pengelolaan sebagaimana disebut pada Pasal 2 dan Pasal 5 di atas memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk :

a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya ; c. menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga

dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun;

d. menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan. Wewenang pemegang Hak Pengelolaan ini, kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya, Pasal 1 ayat (1), pemegang hak pengelolaan mempunyai kewenangan untuk:

a). merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

b). menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

c). Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa pemegang Hak Pengelolaan selain berwenang untuk menggunakan tanah hak pengelolaan itu


(47)

untuk keperluan pelaksanaan usahanya, ia berwenang pula untuk menyerahkan bagian-bagian dari tanah hak pengelolaan itu kepada pihak ketiga dengan persyaratan-persyaratan tertentu, baik mengenai peruntukan, penggunaan maupun mengenai jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

4. Perjanjian Antara Pemegang Hak Pengelolaan Dengan Pihak Ketiga

Penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga harus diwujudkan dengan membuat perjanjian tertulis antara pemegang tanah Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang mengajukan permohonan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya yang berbunyi:65

a). Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan

diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak-pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.

b).Perjanjian termaksud dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai :

1). identitas pihak-pihak yang bersangkutan.

65Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata

Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya


(48)

2). letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud. 3). jenis penggunaannya.

4). Hak atas tanah yang dimintakan untuk diberikan kepada Pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai Jangka waktu serta kemungkinan untuk memperpanjangnya.

5) jenis-jenis bangunan yang akan didirikan diatasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada berakhirnya hak tanah yang diberikan.

6). Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya. 7). Syarat-syarat lain yang dipandang perlu.

Hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah (SPPT). Dalam praktek, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya: Perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan Hak Atas Tanah (selanjutnya disebut “Perjanjian”).66

Perjanjian yang dilakukan antara Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang mengajukan permohonan, diwujudkan dengan membuat perjanjian tertulis sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Namun perjanjian yang dilakukan tidak berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam bidang perdata.

Menurut Ridwan H.R,67 Pemerintah selaku wakil dari badan hukum dapat melakukan tindakan-tindakan hukum keperdataan, namun ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan, tidak serta 66

Maria S.W. Sumardjono,Op.Cit, hlm. 208.


(49)

merta terjadi hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang atau badan hukum perdata berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam hukum perdata.

Dengan kata lain, ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan, tidak serta merta pemerintah melibatkan diri dalam hubungan hukum berdasarkan hukum perdata. Pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan sebagai alternatif atau cara dalam rangka menjalankan tugas-tugas pemerintahan, tanpa harus menempatkan diri dalam hubungan hukum yang setara dengan pihak lainnya, sebab dalam hal-hal tertentu pemerintah tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari misi yang diembannya yang melekat dalam setiap tindakan pemerintah.

Dengan demikian ada dua kemungkinan kedudukan pemerintah dalam menggunakan instrumen hukum keperdataan, antara lain:

a).Pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam hubungan hukum keperdataan dengan kedudukan yang tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum perdata. b).Pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan tanpa

menempatkan diri dalam kedudukan yang sejajar dengan seseorang atau badan hukum. Dalam hal ini terdapat perjanjian dengan persyaratan yang ditentukan sepihak oleh pemerintah.

Secara garis besar, isi Surat Perjanjian Tentang Penyerahan Dan Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru mengatur hal-hal sebagai berikut :68

68

Surat Perjanjian Tentang Penyerahan Dan Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru tanggal 13 Juni 2008 Nomor: 05/HPL/2008


(50)

1). Identitas para pihak yang menandatangani Surat Perjanjian yaitu Pemerintah Kota Pekanbaru dalam hal ini diwakili oleh Walikota dan Pihak ketiga.

2). Lokasi/letak tanah, jalan, Surat Ukur, luas dan batas-batas tanah.

3). Kewajiban pihak ketiga untuk membayar uang pemasukan setiap tahun, dan denda yang harus dibayar jika terlambat membayar uang pemasukan tersebut.

4). Jenis hak yang diberikan, jangka waktu hak yang diberikan dan ketentuan bahwa apabila pihak Pemerintah Kota Pekanbaru menghendaki tanah tersebut maka pihak ketiga tersebut harus melepaskan hak tanah tersebut dan menyerahkannya kepada Pemerintah Kota Pekanbaru.

5). Penyelesaian Sertifikat oleh pihak ketiga tersebut setelah mendapat rekomendasi/persetujuan dari Pemerintah Kota dengan catatan segala akibat, untung rugi serta pajak dan biaya-biaya lain yang timbul menjadi tanggungjawab pihak ketiga.

6). Berakhirnya hak atas tanah yang diberikan menyebabkan tanah tersebut kembali sepenuhnya menjadi Hak Pemerintah Kota Pekanbaru dan pihak ketiga tersebut menjamin bahwa pada saat pengembalian hak atas tanah beserta bangunan yang ada diatasnya, tanah tersebut bebas dari


(51)

segala macam bentuk ikatan, sitaan, dan tuntutan hukum atas dasar apapun.

7). Ketentuan mengenai cedera janji yakni apabila pihak ketiga tersebut tidak mampu atau lalai dalam memenuhi kewajibannya telah terbukti dengan lewatnya waktu sehingga tidak diperlukan surat peringatan (somatie) sehingga Pemerintah Kota berhak mencabut surat penetapan dan penyerahan hak atas tanah.

8). Apabila pihak ketiga melepaskan haknya sebelum hak atas tanah tersebut berakhir, maka perjanjian menjadi batal dengan sendirinya tanpa diperlukan surat pembatalan dari Pengadilan Negeri dan pihak ketiga tersebut wajib mengembalikan tanah dalam keadaan sebelaum terjadinya perikatan selambat-lambatnya 3 bulan sejak pembatalan. 9). Peralihan hak atas tanah tersebut oleh pihak ketiga kepada pihak lain

harus dengan persetujuan Pemerintah Kota Pekanbaru. Untuk memperoleh persetujuan tersebut pihak ketiga harus memberikan pernyataan tertulis tentang alasan atau sebab peralihan itu. Pemerintah Kota Pekanbaru berhak menolak memberikan persetujuan dan atas keputusan penolakan tersebut, pihak ketiga tidak mempunyai hak banding. Apabila permohonan peralihan hak itu disetujui oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, maka pihak ketiga diwajibkan membayar biaya peralihan sebesar 5 % ( lima persen) dari jumlah uang pemasukan


(52)

pada saat itu dan segala biaya yang timbul dari peralihan hak tersebut menjadi beban dan tanggungjawab pihak ketiga sepenuhnya.

10).Hal-hal yang belum diatur dalam Surat Perjanjian itu, akan ditetapkan kemudian dan apabila ada perselisihan dan atau perbedaan pendapat antara kedua belah pihak akan diselesaikan secara musyawarah. Dalam hal musyawarah mufakat tidak tercapai, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Bentuk Surat Perjanjian Tentang Penyerahan Dan Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru telah dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, dalam hal ini Bagian Hukum Pemerintah Kota Pekanbaru. Perjanjian tersebut dibuat dibawah tangan. Isi perjanjian tersebut standar atau baku.

Menurut Shidarta, Perjanjian standar adalah perjanjian yang ditetapkan secara sepihak, yakni oleh produsen/penyalur produk (penjual), dan mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal), sehingga pihak yang lain (konsumen) hanya memiliki dua pilihan: menyetujui atau menolaknya.69

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, sebagaimana dikutip oleh Herlien Budiono, ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut :70

69Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta, 2004,

hlm. 147.

70

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm. 136.


(53)

(a) . Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditor yang posisinya relatif kuat dari debitor.

(b). Debitor sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu. (c). Terdorong oleh kebutuhannya debitor terpaksa menerima

perjanjian itu. (d). Bentuknya tertulis.

(e). Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Perjanjian Tentang penyerahan Dan Penggunaan Bagian Tanah Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk sedemikian rupa dan isinya baku atau standar. Namun perlu diketahui bahwa perjanjian tersebut bukan bukti peralihan hak atas tanah dari Pemerintah Kota Pekanbaru kepada pihak ketiga yang bersangkutan, melainkan bukti telah terjadi hubungan hukum. Tanah tersebut akan kembali dalam penguasaan Pemerintah Kota Pekanbaru apabila jangka waktu sertifikat hak atas tanah tersebut berakhir.

B. Hak Guna Bangunan

1. Pengertian Hak Guna Bangunan

Pengertian Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 UUPA juncto

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Menurut ketentuan Pasal 35 UUPA bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan adalah:

a. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

b. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20


(54)

tahun.

c. Hak Guna Bangunan dapa t beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Menurut A.P. Parlindungan, pembatasan dari Hak Guna Bangunan ini adalah untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.71

Dari defenisi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu selama 30 tahun, apabila jangka waktunya berakhir, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun serta dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

2. Subyek dan obyek Hak Guna Bangunan

a. Subyek Hak Guna Bangunan

Subyek Hak Guna Bangunan menurut UUPA Pasal 36 juncto Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja tentang badan hukum yang dapat memperoleh Hak Guna Bangunan, dua ketentuan tersebut yaitu didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia


(1)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hambatan perpanjangan Pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru adalah:

a. tidak ada perjanjian dan persetujuan dari Pemerintah Kota Pekanbaru.

b. tidak terpenuhinya syarat-syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya.

2. Akibat hukum ketika masalah tersebut belum terselesaikan bagi pemegang haknya adalah :

a. Tanah tersebut kembali kepada penguasaan Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemegang Hak Pengelolaan.

b. Pemerintah Kota Pekanbaru berhak penuh untuk mengadakan ketentuan-ketentuan dan/atau syarat-syarat yang baru termasuk menyerahkan penggunaan tanah tersebut kepada pihak lain.

c. Batalnya Hak Tanggungan karena Sertipikat Hak Guna Bangunan tersebut telah berakhir jangka waktu haknya.


(2)

3. Upaya hukum pelaksanaan Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan yang obyeknya masih menjadi hak sebagai pemegangnya, pemegang sertipikat Hak Guna Bangunan wajib membuat perjanjian dengan Pemerintah Kota Pekanbaru, sebagai bukti penyerahan Hak Pengelolaan kepada pemegang sertipikat Hak Guna Bangunan dengan menerima syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru antara lain : a. Perubahan dalam proses permohonan dimana pihak ketiga tersebut diharuskan

untuk membuat surat permohonan dan surat pernyataan.

b. Sepanjang peruntukan dan penggunaan tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru, diberikan izin untuk memperpanjang sertifikatnya

c. Pemegang sertipikat Hak Guna Bangunan yang mengajukan permohonan perjanjian dengan Pemerintah Kota Pekanbaru terlebih dahulu diwajibkan untuk membayar uang iuran yang terutang berikut denda-dendanya.

B. S a r a n

1. Kepada Pemerintah Kota Pekanbaru diharapkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa di kawasan tertentu merupakan wilayah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, dan kepada Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru agar mencantumkan tanda Hak Pengelolaan pada setiap sertipikat Hak Guna Bangunan yang diterbitkan di atas Tanah Hak Pengelolaan sehingga masyarakat mengetahui bahwa sertipikat Hak Guna Bangunan tersebut berada diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.


(3)

2. Kepada Pemerintah Kota Pekanbaru, Kantor Pertanahan Pekanbaru, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) agar menjelaskan kepada masyarakat yang akan melakukan perbuatan hukum diatas hak tanah terhadap sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Pekanbaru tentang adanya pembatasan hak bagi pemegang sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Pekanbaru, dan kepada pihak yang akan menerima jaminan agar memperhatikan jangka waktu berakhirnya sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan Kota Pekanbaru, agar Hak Tanggungan tidak batal demi hukum.

3. Sebelum para pihak menandatangani surat perjanjian, diharapkan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru agar memberikan penjelasan mengenai isi perjanjian kepada pihak ketiga yang bersangkutan. Baik hak-hak maupun kewajiban-kewajiban yang timbul dari penandatanganan surat perjanjian tersebut. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi permasalahan-permasalahan di masa akan datang, dan Kepada Pemerintah Kota Pekanbaru agar mengusulkan adanya perubahan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Uang Pemasukan Tanah Hak Pengelolaan terutama mengenai besarnya tarif dan waktu pembayaran yang dikenakan kepada pemegang Hak Guna Bangunan atas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, sesuai dengan jangka pemberian sertipikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru pada saat melakukan perjanjian.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Ashshofa, Burhan, Metode Peneltian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998 Darmodiharjo, Dardji, et al, Pokok-pokok Fisafat Hukum, Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006.

Cahyadi, Antonius, et al, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2007

Erwiningsih, Winahyu,Hak Pengelolaan Atas Tanah, Total Media, 2012 Fajar, Mukti, ND, et al, Dualisme Peneltian Hukum Normatif & Empiris,

Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2010

Gautama, Sudargo, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1986.

Harsono, Boedi, Hukum agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Hukum Tanah Nasional, Cetakan kesembilan (edisi revisi), Djambatan, Jakarta. 2002

---,Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah,Djambatan, Jakarta, 2002.

Hermit, Herman,Cara Memperoleh Sertipikat Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2009.

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta., 2006.

Keraf, Gorys,Komposisi, Nusa Indah, Ende, 2004.

Lubis, Solly, M Filsafat Ilmu dan Peneltian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994.

Lubis, Yamin, Mhd, et al, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008.


(5)

---, Kepemilikan Property Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2012

Marzuki, Mahmud, Peter,Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009

Mertokusumo, Sudikno,Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Muchsin, et al, Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.

Muhammad, Abdulkadir Hukum Dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Muljadi, Kartini, et al, Hak-hak Atas Tanah (Seri Hukum Harta Kekayaan),Kencana, Jakarta, 2008.

---, Hak TanggunganTanah (Seri Hukum Harta Kekayaan),Kencana, Jakarta, 2005

Parlindungan, AP, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung, 1998.

---, Hak Pengelolaan Menurut Sistem U.U.P.A. (Undang-Undang Pokok Agraria),Mandar Maju, Bandung. 1998.

---, Berakhirnya Hak-hak Atas Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung. 2008.

---,Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung. 2009.

Rasjidi, Lili, et al, Dasar-dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.

Sangun, SP, Florianus, Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, Visimedia, Jakarta, 2008

Santoso, Urip, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah,Kencana, Jakarta, 2005

Sitorus, Oloan, et al, Hukum Agraria Indonesia, Konsep Dasar Dan Implementasi,Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2006.


(6)

Sumardjono, S.W, Maria Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2008.

---, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implentasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penemuan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

Supriadi, Hukum Agraria,Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

Sutedi, Andrian, Perolehan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,UI-Press, Jakarta, 1986

---,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 200

Zein, RamliHak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA,PT.Rineka Cipta, Jakarta, 1995. B. Perundang-Undangan

Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok- pokok Agraria.

Peraturan Pemerrintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tatacara

Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang T ata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 03 Tahun 2000 Tentang Uang Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan.

C. Internet


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 68 135

Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerintah Kota Batam)

11 112 162

Tinjauan Yuridis Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Mengacu Kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Pejabat Negara Yang Berperan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Dan Ban

1 41 152

Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf yang Dikuasai Nadzir (Studi Kasus di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh)”

4 66 139

Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak Guna Bangunan Pada Yaspendhar Medan (Studi : Kampus I-Jln. Imam Bonjol No. 35 Medan)

4 66 127

Kedudukan Hak Tanggungan Terhadap Peningkatan Hak Guna Bangunan Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Dibebani Hak Tanggungan

1 41 150

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangun

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

0 0 24

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN ATAS PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERADA DIATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU TESIS

0 0 13

ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN JUAL BELI BANGUNAN DI ATAS TANAH YANG HAK GUNA BANGUNANNYA TELAH BERAKHIR DIATAS HAK PENGELOLAAN NOMOR 1PETISAH TENGAH YANG DIKELOLA PEMERINTAH KOTA MEDAN

0 0 12