PENCAK SILAT AMENG TIMBANGAN DI JAWA BARAT: HUBUNGAN ANTARA AJARAN DAN GERAK AMENG TIMBANGAN
PENCAK SILAT AMENG TIMBANGAN DI JAWA BARAT: HUBUNGAN ANTARA AJARAN DAN GERAK AMENG TIMBANGAN PENCAK SILAT AMENG TIMBANGAN IN WEST JAVA: THE RELATIONS BETWEEN TEACHINGS AND MOVEMENTS OF AMENG TIMBANGAN
Agus Heryana
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung-Bandung e-mail: agus.yana17@yahoo.co.id
Naskah Diterima:16 Januari 2018 Naskah Direvisi:19 Februari 2018 Naskah Disetujui:3 Maret 2018
Abstrak
Pencak silat Ameng Timbangan diciptakan R. Moezni Anggakoesoemah bersumber pada ajaran Timbangan. Ajaran Timbangan bukanlah petunjuk teknis untuk melakukan jurus tertentu, melainkan ajaran kerohanian Islam. Di dalamnya dibahas mengenai trilogi Islam, yaitu Iman- Islam-Ihsan. Ajaran ini menjadi jiwa dalam gerak lahiriah Ameng Timbangan. Masalahnya bagaimana teks ajaran itu menjelma menjadi gerak Ameng Timbangan. Tujuan penelitian adalah menjelaskan teks ajaran Timbangan menjadi gerak Ameng Timbangan. Adapun metodenya digunakan metode deskripsi , yang menggambarkan data apa adanya. Bentuk Ajaran Timbangan disusun dalam bentuk puisi dan prosa yang disebut teks Naskah Timbangan, karena itu digunakan pula metode analisis isi.Teknik penelitiannya wawancara mendalam dan partisipasi (ikut serta latihan Ameng Timbangan). Simpulannya Ajaran Timbangan berisi pelajaran rohani, sedangkan Ameng Timbangan menitikberatkan pada pelajaran lahiriah. Pengolahan lahiriah dalam bentuk olah raga dan olah rasa memberikan ruang untuk membangkitkan kemampuan dan kekuatan naluri bela diri. Hubungan keduanya merupakan hubungan kesatuan yang saling melengkapi.
Kata kunci: pencak silat, ajaran Timbangan, Ameng Timbangan.
Abstract
Pencak Silat Ameng Timbangan created by R. Moezni Anggakoesoemah derived from the teachings called Timbangan. The Sci-op Teachings are not technical guidelines for performing a specific moment, but rather the spiritual teaching of Islam, discussed about the Islamic trilogy, namely Iman-Islam-Ikhsan. It is this doctrine which then becomes the soul or spirit in the outward motion called Ameng Timbangan. The main problem is how the text containing the teachings is transformed into a motion called Ameng Timbangan. The main purpose of the study is to explain the text of the Timbangan teaching to the motion of Ameng Timbangan. In order to achieve these objectives the writer used description method, which describes the data. Forms of AjaranTimbangan are arranged in the form of poetry and prose called script of Naskah Timbangan, then used the method of content analysis. The research technique are in-depth interview, and participation (participate in Ameng Timbangan training). The conclusion are the Doctrine and Ameng Timbangan is a unity. The Timbangan Teachings contain spiritual lessons while Ameng Timbangan focuses on outer lessons. External processing in the form of sports and taste provide space to awaken the ability and strength of martial instinct. Their relationship is a complementary relationship.
Keywords: pencak silat, Timbangan doctrine, Ameng Timbangan.
132 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 131-148
dilakukan di Pencak silat sebagai bela diri perguruan/paguron/padepokan. Misalnya, Nusantara
A. PENDAHULUAN
yang
biasa
dan pembacaan doa sebelum dan sesudah kemandirian.
memiliki
kekhasan
Khas dan mandiri latihan, bahkan saling menghormat merupakan kata-kunci pembeda gerakan sebelum melakukan pertarungan. Dimensi atau jurus antara satu daerah dengan etik ditampilkan melalui nasihat atau daerah lain. Pengertian khas merujuk pada semboyan. Misalnya turutilah ilmu padi gerakan-gerakan
yang diperagakan semakin berisi makin tunduk atau di atas memiliki ciri-ciri khusus. Misalnya, langit ada langit lagi, di atas yang pintar langkah (kuda-kuda) lebar, tangan terbuka ada yang lebih pintar lagi . Penanaman merupakan ciri pencak silat aliran nilai religius dan etik ini umumnya Cimande, sedangkan arti mandiri lebih diberikan para guru dalam bentuk merujuk pada filosofis atau latar belakang patalekan atau janji siswa yang bervariasi sebuah aliran pencak silat (Fadilakusumah, menurut pemahaman sang guru atau 2016: 72; IPSI,tt:7; Heryana,1995: 39).
sebuah organisasi pencak silat. Dimensi Menurut Kamus Besar Bahasa estetika dalam pencak silat lebih mudah Indonesia , pengertian pencak adalah diamati dalam bentuk rangkaian gerak permainan
(keahlian) untuk jurus yang indah dan penuh arti. Dalam mempertahankan diri dengan kepandaian seni bela diri penca keindahan ini menangkis dan mengelak. Sementara silat dilengkapi dengan iringan tetabuhan yang adalah cabang olahraga yang menonjolkan sesuai berupa kendang penca. Sesuai pada kepandaian berkelahi; seni bela diri artinya bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh khas Indonesia dengan ketangkasan perangkat
kendang penca tersebut membela diri dan menyerang untuk memperkuat nuansa keperwiraan atau pertandingan atau perkelahian (Pusat kegagahan dan bukan yang memberi warna Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, lain seperti romantis, dan sebagainya. 2008). Berdasarkan arti dari Kamus Besar Intisarinya adalah kemampuan seorang Bahasa Indonesia , pencak silat merupakan pendekar
dalam menyelaraskan, olahraga yang mengutamakan kepandaian menyerasikan,
dan menyeimbangkan berkelahi, menangkis, dan mengelak yang antara kemampuan merangkai gerak jurus dibutuhkan dalam pertandingan atau sehingga jelas maknanya dan indah perkelahian. Terlebih lagi, yang perlu kelihatannya dengan tetabuhan yang digarisbawahi, pencak silat merupakan mengiringinya. Dimensi olah tubuh seni bela diri khas Indonesia. Kombinasi merupakan gerakan anggota badan yang kedua kata tersebut pada umumnya ditekankan pada pembentukan otot-otot menghasilkan arti unsur-unsur gerakan agar kuat namun lentur. Gerakan-gerakan bela diri yang dapat dipakai baik untuk ini sifatnya umum, sehingga siapa pun pertunjukan keindahan dalam hiburan saja orangnya
mempelajarinya. maupun
dapat
dipakai Pengembangan seni bela diri masa kini pertandingan atau gerakan-gerakan yang secara nasional bahkan internasional khusus hanya untuk perkelahian serta terutama hanya bagian olahraga pencak merupakan salah satu seni bela diri khas silat. Olahraga pencak silat ini tidak dapat Indonesia (Sufianto dkk., 2015: 2)
gerakan
yang
dipisahkan, tetapi dapat dibedakan dari Praktisi pemenca atau pesilat seni bela diri dan seni pencak silat. menyepakati pada setiap pencak silat
Sejalan dengan hal di atas terdapat memiliki dimensi-dimensi berikut, yaitu: pula pandangan yang mengemukakan dimensi spiritual/religius, etik, estetika, bahwa pencak silat itu memiliki 4 aspek, dan olah tubuh (Fadilakusumah, 1996a: 3; yaitu: mental-spiritual, bela diri, seni dan 2016b: 30-32). Dimensi spiritual/religious olahraga. 1) Aspek Mental Spiritual: penca terlihat jelas pada upacara-upacara Pencak
silat
membangun dan
Pencak Silat Ameng Timbangan... (Agus Heryana) 133 mengembangkan kepribadian dan karakter
Dalam pada itu, aspek seni budaya mulia seseorang. 2) Aspek Seni Budaya: yang menjadi daya tarik seseorang tercermin pada bentuk seni tarian pencak mempelajari sekaligus menikmati pencak silat, dengan musik dan busana tradisional. silat tidak diperoleh pada pencak Ameng
3) Aspek Bela Diri: Kemampuan teknis Timbangan . Iringan kendang penca yang tercipta dari perpaduan unsur budaya, atraktif dan membangun jiwa pemberani lingkungan dan seni yang diciptakan serta semangat bertarung itu dalam Ameng pendiri pencak silat yangmenyesuaikan Timbangan tidak berlaku. Belum pernah dengan karakter dari teknik itu sendiri. 4) anak murid Ameng Timbangan tampil di Aspek Olahraga : Olahraga merupakan panggung hiburan disertai iringan kendang tujuan dalam meningkatkan kondisi fisik penca . Ada satu kalimat yang sangat seseorang. Aspek olahraga meliputi dipegang penganut Ameng Timbangan pertandingan dan demonstrasi bentuk- berkaitan dengan upaya tampil di hadapan bentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda orang banyak, yaitu ulah sok nabeuh atau regu yang dipertontonkan pada goong secara harfiah berarti “jangan suka masyarakat umum nasional maupun menabuh gong”. masyarakat internasional (Subroto dan
Nabeuh goong (menabuh gong) Rohadi,1996: 6; Mardotillah, 2016: 125- dalam khasanah tradisi Sunda memiliki 126).
makna ganda. Pertama, makna harfiah “Kriteria” pencak silat yang memukul atau menabuh gong. Yakni meliputi fungsi melumpuhkan lawan dan seseorang menabuh gong sebagai bagian memiliki
4 aspek/dimensi tersebut dari alat-alat musik atau gamelan. Dalam membuahkan pertanyaan apakah pencak hal ini terkandung makna asal dari kata
silat yang keluar dari “kriteria” tersebut tersebut, yaitu memukul gong apa adanya. masih bisa disebut bela diri? Hal ini perlu Kedua , nabeuh goong dalam makna dikemukakan mengingat di Jawa Barat sekunder berarti angkuh, sombong, ujub terdapat aliran pencak silat Ameng takabur , atau berbangga diri. Kalimat ulah Timbangan yang jauh dari unsur kekerasan sok nabeuh goong berarti larangan untuk (aspek bela diri dan olah raga, bahkan seni berlaku angkuh atau sombong. Penampilan budaya). Tak ada sedikit pun unsur di hadapan o rang banyak “dianggap” kekerasan pada setiap gerakannya.
tindakan menyombongkan diri. Atas pesan Misalnya, gerakan mengepalkan tangan pendiri Ameng Timbangan tersebut perlu menunjukkan adanya unsur kekerasan. ditafsirkan secara arif demi eksistensinya Kepalan secara teknis berfungsi untuk oleh para pengikutnya. mengeraskan telapak tangan yang dapat
empat aspek yang digunakan untuk memukul. Pukulan yang dikemukakan, hanya satu aspek yang disertai kepalan tangan dan pengerahan sangat menonjol, bahkan menjadi sumber tenaga akan melahirkan kekuatan. Apalah keberadaannya, yaitu dimensi spiritual atau jadinya apabila pukulan tersebut tepat
Dari
aspek mental-spiritual. Hal ini disebabkan sasaran pada organ atau anggota tubuh pencak silat Ameng Timbangan bersumber seseorang 1 yang menjadi targetnya. dari naskah ajaran tasawuf. Secara
Hasilnya adalah akan membuat orang lain etimologi kata ajaran berasal dari kata sakit atau celaka. Justru, dalam pandangan “ajar”. Artinya petunjuk yang diberikan pencak silat Ameng Timbangan hal kepada orang supaya diketahui (diikuti). tersebut sangat dilarang sebab menyakiti
lawan bertentangan dengan prinsip 1 Perihal teks naskah pencak silat aliran Ameng ajarannya, yaitu: lamun urang diteunggeul Timbangan telah dibahas pada Patanjala
nyeri atuh batur ge sarua nyerieun , andai Volume 5 No. 2 Juni tahun 2013, “Naskah kita dipukul maka akan sakit, begitu juga Ajaran Islam dalam Pencaksilat Ameng orang lain (lawan) pun akan sakit pula.
Timbangan ”. Tulisan berikut merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya.
134 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 131-148 Ajaran sebagai kata benda adalah (1) ajaran Islam yang berkaitan dengan
segala sesuatu yang diajarkan dapat berupa kehidupan kerohanian (batiniah) nasihat, petuah maupun petunjuk; (2) terefleksikan dalam kelompok bidang paham, pandangan (KBBI,2013). Dalam naskah tasawuf. Berkaitan dengan hal itu, bahasa Sunda arti ajaran mengacu pada salah satu naskah ajaran yang dapat
padanan kata ageman yang berarti dikelompokkan ke dalam kelompok cecekelan nu hade (pedoman yang baik) tasawuf adalah naskah Timbangan. (Danadibrata,2006:7).
Naskah Timbangan merupakan Ajaran dalam pengertian terminologi karya R. Moezni Anggakoesoemah yang oleh penganut kepercayaan terhadap Tuhan berisi ajaran kerohanian (Islam). Lebih Yang Maha Esa sering disamakan dengan khusus lagi adalah buah renungan terhadap pengertian tuntunan. Ajaran atau tuntunan berbagai masalah hidup pada masanya. adalah petunjuk agar orang memahami dan Hasil renungannya ditulis dalam tiga mengerjakan
dengan sebaik-baiknya. bagian berbahasa Sunda yang disusun Ajaran atau tuntunan di dalamnya dalam bentuk guguritan (geguritan), yaitu mengandung nilai-nilai luhur yang Guaroma (Gurinda Alam Rohani Majaji), mengejawantahkan keyakinan terhadap Ibtat ( Imam Bener Tetengger Allah Ta‟ala) Tuhan Yang Maha Esa (Ensiklopedi, dan
Syatahama (Syareat, Tarekat, 2010:31). Adiwimarta (1993:130) memberi Hakekat, Ma‟rifat). batasan ajaran dalam arti umum, yaitu
Fungsi lain naskah Timbangan segala sesuatu yang diajarkan dapat berupa selain sebagai ajaran kerohanian adalah nasihat, petuah, petunjuk, anjuran atau pun sebagai dasar perwujudan pencak silat di imbauan.
Jawa Barat. Pencak silat yang didasarkan Ajaran-ajaran dalam tradisi masa pada ajaran tersebut dinamai Ameng lalu ditulis dalam bentuk naskah. Jadilah Timbangan .
Pencak silat Ameng naskah tersebut dikelompokkan ke dalam Timbangan adalah sebuah aliran penca di naskah ajaran. Fungsi naskah ajaran adalah Jawa Barat yang dalam perwujudan bela memberikan
pendidikan (didaktik), dirinya tidak bertujuan melumpuhkan menjaga trah/kehormatan, dan membentuk lawan, tetapi menyadarkan lawan bahwa manusia ideal menurut ajarannya. Dalam pendekar Timbangan tidak beritikad buruk kalimat lain fungsi naskah pertama, terhadapnya (Darmana, 1978: 68). Pecinta motivasi untuk menghidupkan ingatan pencak silat di Jawa Barat menyebut elmu kepada keluarga dan kedudukannya dalam Timbangan untuk mengacu pada ajaran masyarakat, menekankan kehebatan dan Timbangan sebagai bagian dari khasanah jasa mereka. Kedua, gambaran manusia bela diri. Mereka, umumnya, tidak dalam sosok yang ideal, termasuk nilai mengetahui
bahwa pencak silat
bersumber pada berkaitan dengan agama atau pandangan pemahaman teks naskah
moral dan perilakunya, yang nampaknya Timbangan itu
ajaran hidup tertentu (Ikram 1997: 171).
Timbangan .
Naskah ajaran selalu berhubungan Sebuah ajaran berupa nasihat dengan keyakinan atau agama yang dianut kebaikan dari seseorang kepada orang lain oleh masyarakat dalam kurun waktu mungkinkah menjelma menjadi sebuah tertentu. Oleh karena itu, setiap kurun bela diri. Justru persoalan cukup pelik penulisan naskah
akan membawa adalah bagaimana menghubungkan teks kekhasan
ajarannya sesuai dengan ajaran Timbangan dengan gerak Ameng dominasi agama yang berkembang pada Timbangan . Ajaran dan Ameng Timbangan masanya. Agama yang dimaksud adalah
adalah dua hal yang berbeda. Hindu-Budha dan Islam. Ajaran Hindu-
Ajaran Timbangan merupakan buah Budha terekam jejaknya dalam naskah- pikiran Rd. Moezni Anggakoesoemah naskah kuna pra-Islam. Adapun uraian mengenai keseimbangan hidup manusia
Pencak Silat Ameng Timbangan... (Agus Heryana) 135 dalam berbagai hal. Dalam pemaparan tertentu dengan mengumpulkan data yang
lebih lanjut Ajaran Timbangan yang banyak (Nasution,2003: 5). berada pada ranah teks itu memerlukan
Kriteria data dalam penelitian pemahaman
dan penghayatan atas kualitatif adalah data yang pasti. Data eksistensi manusia dan Tuhan-nya, yang pasti adalah data yang sebenarnya sedangkan Ameng Timbangan lebih terjadi sebagaimana adanya, bukan data mengacu pada gerak olah tubuh manusia. yang sekadar terlihat, terucap, tetapi data Harus diingat, teks ajaran Timbangan tidak yang mengandung makna di balik yang memuat petunjuk teknis tentang gerak olah terlihat dan terucap tersebut. Untuk tubuh. Semua gerak Ameng Timbangan mendapatkan data yang pasti maka disampaikan secara lisan dan praktik. Guru diperlukan berbagai sumber data dan mencontohkan sebuah gerakan dan murid berbagai
teknik pengumpulan data pun melakukan hal sama seperti yang (Sudjana, 2004: 64). dilakukan (dicontohkan) sang guru.
Dalam pada itu metode deskriptif Dalam tradisi pewarisan ilmu merupakan cara yang digunakan untuk (Timbangan)
sebelum memecahkan masalah dengan jalan memberikan
sang
guru
Ameng mengumpulkan data, menyusun atau Timbangan terlebih dahulu melakukan apa mengklasifikasinya, menganalisis dan yang disebut Guaroma, Gurinda alam menginterpretasinya (Surakhmad, 1982: rohani . Yakni, se buah “kata pengantar” 147; Ratna, 2007: 53). Di samping itu, sebagai sarana penjelasan/penerangan atas dapat pula diartikan metode deskriptif apa yang akan dan mesti dilakukan oleh tidak memberikan perlakuan, manipulasi, seorang
contoh
gerak
murid. Isi penjelasannya atau pengubahan pada variabel-variabel bersumber dari teks naskah Ajaran bebas, tetapi menggambarkan suatu Timbangan,
terutama hal-hal yang kondisi apa adanya (Sukmadinata, 2006:
berkaitan dengan ketauhidan. 73).
Tujuan penelitian tidak lain adalah Berkaitan dengan tujuan penelitian menjelaskan hubungan antara teks naskah di atas, maka metode yang digunakan pada Timbangan
dengan
gerak
Ameng penelitian ini adalah metode deskripsi . Timbangan . yakni suatu metode yang memaparkan data-data apa adanya yang kemudian
dianalisis sesuai dengan kebutuhan. Selain Guna mencapai tujuan tersebut itu dilakukan pula teknik pengumpulan digunakan pendekatan kualitatif dengan data
B. METODE PENELITIAN
berupa observasi metode deskriptif. Pendekatan kualitatif
partisipasi/pengamatan terlibat serta adalah tradisi tertentu dalam ilmu komunikasi langsung dalam bentuk pengetahuan
secara wawancara. Sumber data lain yang sifatnya fundamental bergantung dari pengamatan sekunder adalah kepustakaan. Kepustakaan pada manusia baik dalam kawasannya diperlukan
sosial
yang
menunjang data maupun dalam peristilahannya (Moleong, penelitian tentang kepercayaan masyarakat 2012: 4). Pendekatan penelitian
untuk
yang diperoleh melalui wawancara kualitatif pada hakikatnya adalah
(Heryana, 2013: 5).
mengamati orang dalam lingkungan Penyajian apa adanya dalam metode hidupnya, berinteraksi dengan mereka,
deskriptif memberikan ruang teknik berusaha memahami bahasa dan tafsīran
penelitian secara fleksibel. Artinya tentang dunia sekitarnya. Peneliti dalam
disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat penelitian kualitatif bertindak menjadi
penelitian berlangsung. Pencak silat penjelajah atau jurnalis yang terjun ke
Ameng Timbangan berbeda dengan bela lapangan untuk mempelajari manusia diri pada umumnya. Di samping adanya tradisi lisan melalui tuturan yang
136 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 131-148 memberikan penjelasan-penjelasan teknis menulis prinsip-prinsip aliran Cikalong
jurus juga memiliki teks naskah sebagai beserta sejarah para pendiri dan sumber
tersebut penyebarannya di Cianjur. (3) Saleh (1990) menjadikan
rohaninya.
Hal
Ameng meneliti sejumlah aliran pokok di Jawa Timbangan tidak berdiri sendiri. Oleh Barat, seperti: aliran Cimande, aliran karena itu, teknik penelitian yang Cikalong, aliran Sabandar, namun isinya digunakan adalah observasi (pengamatan) lebih
pencak
silat
pada penelitian dan partisipasi (berperan ikut serta). pendahuluan yang masih memerlukan Adapun teks naskahnya digunakan analisis klarifikasi pada sejumlah data. Jadi, isi (content analysis).
mengacu
penelitiannya lebih tepat dikatakan sebagai Proses penelitian dalam kerangka data awal ke arah penelitian yang lebih memahami hubungan Ajaran Timbangan mendalam lagi. (4) Asy‟arie (2010, 2013) dengan Ameng Timbangan dilakukan menulis panduan praktis maenpo Cikalong; langkah-langkah sebagai berikut:
bagaimana seseorang belajar pencak silat
1) Teks dipilih dan dipilah untuk ditelaah aliran Cikalong. Selanjutnya, Abdullah sesuai peruntukannya.
(2013) menulis tentang keajaiban Silat. Ia
2) Menganalisis teks naskah, terutama membahas silat dari berbagai daerah dari teks-teks yang berkaitan dengan sudut filosofis dan nilai budaya. Selain itu prinsip-prinsip Ameng Timbangan. Hal juga dikemukakan kegunaan silat dari segi tersebut dapat dilakukan dengan pragmatis. Misalnya, dalam kehidupan berpedoman pada tradisi lisan yang sehari-hari dan kegunaan silat dalam menyertainya; mengingat teks tidak upaya penyembuhan penyakit. Pada berisi petunjuk teknis sebuah gerak kelima buku atau makalah tersebut tidak penca .
ada yang menguraikan mengenai aliran
3) Hasil pemahaman teks dijadikan dasar Timbangan, bahkan sepatah kata pun tidak untuk materi wawancara dengan menyebutkan pencak aliran Timbangan narasumber.
sebagai bagian khasanah budaya Sunda.
4) Mengamati guru
Kajian aliran Timbangan pernah menunjukkan (memberi contoh) gerak dijadikan objek penelitian oleh Iskandar Ameng Timbangan .
penca saat
(1962) dalam upayanya meraih gelar
5) Partisipasi, yaitu ikut serta berlatih sarjana (S1). Ia menulis (pencak silat) untuk lebih memahami dan merasakan Timbangan dengan judul Unsur-unsur gerak Ameng Timbangan.
Kebatinan dalam Olahraga. Suatu Case Study
Pembelaan diri Penelusuran
Mengenai
sejumlah Timbangan . Patut disayangkan, hingga kepustakaan pencak silat mengenai Ameng laporan ini ditulis, skripsi yang dimaksud Timbangan tidak memeroleh banyak belum ditemukan; bahkan ditelusuri informasi. Namun demikian, sebagai kepada keluarga (ahli warisnya) pun sebuah ”data awal” buku-buku/makalah hasilnya nihil (Heryana, 2016: 46).
atas
tersebut pun membantu dalam memahami Sebuah hasil penelitian yang dunia persilatan Jawa Barat. Kepustakaan diketuai Darmana dkk. (1977 –1978) yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) mengemukakan adanya tiga aliran pokok Hardjawinata (1941) menulis mengenai pencak silat di Jawa Barat, yaitu: Cimande, Pentja Soenda . Isinya mengetengahkan Cikalong, dan Timbangan. Penelitian asal-usul penca di Tatar Sunda, seperti tersebut membahas aliran pokok pencak aliran Cimande, aliran Sabandar, dan aliran silat Jawa Barat berdasarkan (1) sejarah Cikalong. Di samping itu diinformasikan perkembangan, (2) latar belakang sosial, pula teknik-teknik dasar berpencak, (3) latar belakang filosofis, (4) sistem bela terutama untuk kepentingan
materi diri. Selain itu dibahas pula pencak silat pelajaran di sekolah. (2) Rauf (1990) ditinjau dari seni tari dan olahraga. Hal
Pencak Silat Ameng Timbangan... (Agus Heryana) 137 terpenting dari hasil penelitian tersebut
dengan gerak jurus pencaknya. Tanpa adalah bahasan aliran Timbangan tidak disertai ajaran (patalekan) pun seseorang menyentuh esensinya, - kecuali sekadar dapat mempelajari kedua aliran pencak informasi awal - yaitu teks naskah
tersebut. Dalam hal ini ajaran (patalekan) Timbangan .
bukan sebagai sumber lahirnya gerak Timbangan
objek pencak aliran Cikalong dan atau Cimande penelitiannya. Padahal teks inilah yang (Heryana, 2016: 43). menjadi kelebihan sekaligus keunikan
tidak
menjadi
Berbeda dengan aliran pencak silat ajaran Timbangan, yakni sebagai sumber pada umumnya, proses pembelajaran bela diri aliran pencak silat (Ameng) pencak silat aliran Timbangan tidak Timbangan (Heryana, 2016: 50).
bahkan cenderung Selanjutnya,
berlaku umum,
(2016) dilakukan berpola “balik sungsang”. menulis tentang Ajaran dan Ameng Berawal
Heryana
penguasaan ajaran Timbangan dalam sebuah disertasi.
dari
kerohanian kemudian dilanjutkan pada Walaupun titik tolaknya adalah (teks) penguasaan gerakan. Oleh karena itu, naskah sebagai hasil kajian filologis, dapat
apabila berbagai namun tidak dipungkiri kandungan dan pertanyaan muncul, di antaranya adalah bentuk Ameng Timbangan pun turut serta apakah Timbangan itu kelompok ajaran dibahas sebagai bagian yang melekat dari atau bela diri. keseluruhan teks naskah Timbangan.
dipahami
Term ”ajaran” dan ”bela diri” adalah dua hal yang berbeda sebagaimana
C. HASIL DAN BAHASAN
dikemukakan di awal tulisan. Timbangan
1. Timbangan: Ajaran atau Bela diri
sendiri menurut para penganutnya,
bukanlah aliran pencak silat, melainkan Masalah pengelompokan sebagai suatu gerak badan untuk meresapi ajaran payung hukum keilmuan dalam pengkajian (teks) Timbangan. Oleh karena itu, para selanjutnya adalah menetapkan ”status” penganutnya menolak halus Timbangan Timbangan.
(Ameng)?
Dalam pengertian dikelompokkan ke dalam rumpun pencak menempatkan status Timbangan pada silat
sebagaimana diungkapkan kelompok yang sesuai dengan bentuk dan Bratakoesoemah: sifat atau karakternya. Guna kepentingan
Sipatna sareng carana ngajar tersebut perlu dicermati dua hal, yaitu
AMENGTIMBANGAN, benten ti proses pembelajaran dan pengakuan dari
nu sanes. Upami nu sanes pendiri dan pengikutnya.
ilaharna ti luar ka jero, tina Proses pembelajaran aliran pencak
lahiriah ka batiniah atanapi silat pada umumnya bermula dari
langkung eces deui, ti luar penguasaan gerak dasar hingga menjadi
heula teras nungtut ka jero, sebuah susunan jurus. Tahap berikutnya
dupi AMENGTIMBANGAN mah adalah pemberian pelajaran kerohanian
sawangsulna. Ieu mah ti jero ka yang berfungsi sebagai pengendali
luar, dugi ka nu kagunganana penggunaan pencaknya. Pada tahap
nyebatkeun TIMBANGAN teh pemberian pelajaran kerohanian ini
lain penca. (Kudjang TAUN V diberikan pengajaran berupa ajaran-ajaran
No. 254 Jumaah 25 Nopember yang dirumuskan dalam bentuk talek
(sumpah atau janji pemenca). Sebagai contoh adalah pelajaran rohani pada
(Sifat dan cara mempelajari pencak aliran Cimande dan Cikalong
Ameng Timbangan berbeda dari diberikan setelah atau bersamaan dengan
yang lain. (Pencak silat) yang pelajaran
lain biasanya (dipelajari) mulai sebagai “pelengkap” dan tidak berkaitan
jurus-jurusnya.
Fungsinya
dari luar kemudian ke dalam,
138 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 131-148 dari lahiriah menuju batiniah
berarti bermain atau hal yang bersifat atau lebih jelas lagi dari luar
menghibur, meriangkan hati, bermain- (jasmani) dahulu baru secara
main (Zoetmulder, 2004:31); jalan-jalan, bertahap mempelajari bagian
pelesiran (berwisata) (Danabrata, rohani.
2006:19); ngalampahkeun naon-naon Timbangan kebalikan dari itu.
Adapun
Ameng
pikeun katenangan hate (melakukan apa Ia dimulai dari dalam menuju ke
pun untuk ketenangan hati) (Satjadibrata, luar
2005: 410). Dalam hubungannya dengan mengatakan Timbangan bukan
sehingga
pemiliknya
pengertian itu, sebutan Ameng Timbangan pencak silat).
memiliki makna ganda, yaitu Timbangan sebagai ajaran mengacu pada arti rahib
Di lain pihak, kalangan ahli-ahli atau orang agamis, sedangkan Timbangan pencak silat memandang gerakan yang sebagai ameng maka mengacu pada arti dilatihkan
dalam elmu
Timbangan
bersenang-senang atau bermain-main. mengandung unsur bela diri. Inilah yang Ameng Timbangan merupakan akibat atau menyebabkan
bela diri Timbangan disejajarkan dengan aliran-aliran pencak ”imbas” dari pendalaman elmu Timbangan yang terdapat dalam naskah Timbangan. silat lain, karena memang kebanyakan Dalam khasanah budaya Sunda orang yang mempelajari bela diri terdapat pemakaian kata Timbangan atau Timbangan
itu sebelumnya
telah
nama lain yang semakna dengan arti mempunyai latar belakang pencak silat. Timbangan , yaitu: sineger tengah. Kata Namun, untuk menghormati penolakan sineger tengah berarti berada di tengah- Timbangan sebagai rumpun pencak silat, tengah, tidak memihak kepada apa pun maka diterakan nama Ameng di depan kata atau siapa pun. Ungkapan lain yang Timbangan (Bratakoesoemah, Kujang memakai kata timbangan adalah (1) 1960). Pencantuman kata Ameng semata- timbang taraju berarti pengadilan, mata didasarkan pada teknis saja, yaitu meminta keadilan. (2) kudu nimbang ka agar setiap orang mengetahui bahwa yang diri berarti ngukur maneh, mengukur diri. dimaksud Ameng Timbangan adalah bela Mengukur kemampuan, status atau posisi dirinya.
diri dengan orang lain. (3) taya membedakan Timbangan sebagai alat takar tinimbangan sama dengan teu kira-kira, menimbang beras dengan Timbangan teu adil yang berarti tidak adil, berat sebagai Ameng Timbangan . Jadilah, sebelah. (4) ngukur ka kujur nimbang ka Ameng Timbangan sebagai sebutan khusus awak sama dengan nyurupkeun kana untuk penca Timbangan.
Artinya menyesuaikan Penelusuran kata Ameng dalam
kakuatan diri.
kemampuan diri khasanah budaya Sunda mengarah pada
naskah Sunda kuna Perjalanan Bujangga Secara harfiah kata timbangan Manik. Naskah ini memuat kisah merupakan alat menakar sesuatu dengan perjalanan
seorang
tokoh bernama
ukuran yang telah ditentukan. Apabila Bujangga Manik mengelilingi Tanah Jawa antara ukuran (dalam bentuk berat) sesuai dan Bali. Di dalam naskah tersebut dengan yang ditakarnya, maka disebutlah Bujangga Manik membuat nama lain yaitu seimbang . Seimbang antara berat ukuran Ameng Layaran . Ameng berarti rahib atau dengan barang yang ditakarnya. Dalam pertapa atau seorang agamis (Nourduyn, pengertian lebih luas manusia dalam 2009:382); Ameng Layaran berarti rahib, mengarungi kehidupan ini wajiblah pertapa atau orang agamis yang melakukan
perjalanan. mempunyai “timbangan” agar tercapai
Penelusuran arti Ameng dalam bahasa Sunda modern telah mengalami perubahan arti. Sekarang arti Ameng
Pencak Silat Ameng Timbangan... (Agus Heryana) 139 keseimbangan antara kehidupan lahiriah karena itu, para pecinta atau peminat
dan batiniah. 2 ajaran dan Ameng Timbangan senantiasa beragama Islam. Hal itu bukan berarti
2. Hubungan Ajaran dengan Ameng mereka yang beragama non-Islam tidak
Timbangan
bisa mempelajarinya. Ajaran dan Ameng Sebuah
ilustrasi untuk Timbangan merupakan sarana dalam menggambarkan hubungan Ajaran dan mengembangkan agama (Islam); dalam Ameng Timbangan adalah situasi akhir pandangan akademis sangat terbuka untuk dalam sebuah pertarungan. Pertanyaannya dipelajari oleh siapa pun. Namun apa yang akan dilakukan apabila lawan demikian,
disadari bahwa sudah tidak berdaya (teu walakaya), Timbangan, baik sebagai ajaran maupun sedangkan kita berkemampuan untuk ameng (bela diri), ia lahir dari perenungan melumpuhkan, bahkan membunuhnya. atas ayat-ayat Al-Quran dan pokok-pokok “Lamun musuh geus ragrag, rek ajaran agama Islam.
harus
dikumahakeun/ diteunggeul? dipaehan? Dalam pada itu Ajaran Timbangan pek teh teuing ” (Bila musuh sudah memberikan
pemahaman untuk dilumpuhkan apa tindakan selanjutnya? “menghadirkan” yang gaib itu dalam dipukul? dibunuh? silakan saja). Tindakan wujud nyata sebagaimana kutipan teks selanjutnya sangat bergantung pada hati berikut: nuraninya. Di sinilah akan terjadi “perang batin” yang menunjukkan karakter
Muhammad minangka lahirna; sesungguhnya
Allah anu jadi batinna. Anu matak bersangkutan. Membalas sesuai dengan
lahir teu pisah ti batin; eusi teu perbuatannya adalah haknya, tetapi
pisah ti cangkang, Allah teu pisah mengampuni merupakan kemuliaan. Jadi,
ti Muhammad.
pertanyaan lanjutannya adalah apa yang Anu matak Muhammad disebut menggerakkan hati berbuat kemuliaan?
Rasulullah sabab utusan Allah; dari mana pendekar Ameng Timbangan
pikeun ngabuktikeun anu gaib memeroleh kelembutan hati? Jawabnya
sing nyata. Anu saruni masing adalah Ajaran Timbangan.
nalembrak.
Anu nyarumput masing katimu.
a) Prinsip Dasar
Ajaran Timbangan berpijak pada Muhammad sebagai wujud (lahir); ajaran pokok agama Islam yang terdiri atas
Allah sebagai batinnya. Oleh rukun Islam, (rukun) Iman, dan Ihsan.
karena itu lahir tidak akan terpisah Ketiga “trilogi Islam” tersebut –walau
dari batin; isi tidak terpisah tidak tercantum dalam teks naskah
dengan cangkang, Allah tidak Timbangan secara utuh - merupakan
terpisah dengan Muhammad. pengajaran saat Malaikat Jibril bertanya
Apa sebab Muhammad disebut kepada Rasulullah tentang Islam, Iman,
Rasulullah sebab utusan Allah
dan Ihsan (HR. Muslim Juz 1: 8) 3 . Oleh
untuk membuktikan yang gaib menjadi nyata. Yang sunyi bisa
Wawancara Kang Aom tanggal 12 januari tampak. Yang tersembunyi bisa 2012
ditemukan (Heryana,2016: 171). 3 https://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/0
9/hadits-2-iman-islam-dan-ihsan/unduh 27-5- Penghadiran yang gaib dalam wujud 2015
nyata tidaklah diartikan secara harfiah, namun dalam wujud lain berupa rasa;
https://albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.co m/2014/06/86-syarah-hadits-jibril-pdf.pdf c.f
Tim Redaksi JABAL, 2008: 24
140 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 131-148 yakni merasakan kehadirannya. Ajaran mendarah daging menjadi jiwa. Tanpa
Islam yang diwujudkan dalam “trilogi disuruh lagi ia secara otomatis melakukan Isl am” yaitu (rukun) Islam, (rukun) Iman, perbuatan yang sudah biasa dilakukan
dan Ihsan harus dapat “dibuktikan” secara (Sunda: hideng). Pada tahap ini terjadi lahiriah. Pembuktian yang abstrak itu pembalikan konsep, yaitu “rohani sekurang-kurangnya memeroleh legalitas memimpin jasmani”. Pada tahap ini pula
dalam bentuk rasionalitas, dapat diterima rasa/perasaan semakin peka; nyaris tidak akal pikiran. Misalnya, surga dan neraka bisa lagi dibedakan antara kebiasaan adalah gaib. Kegaibannya itu harus bisa dengan spontan (gerak otomatis). Menurut dibuktikan oleh diri sendiri karena informan kondisi tersebut adalah roh didasarkan pada bagian penelisikan diri cicing jero sir „ruh berdiam pada sir dari man „arofa nafsahu faqod „arofa (rahasia) ?‟ rabbahu (siapa yang mengenal dirinya,
Sulit untuk menjelaskan secara maka akan mengenal Tuhan-nya).
detail ungkapan tersebut, namun secara umum maksud ungkapan itu adalah
b) Pembuktian yang Gaib
manusia tidak bisa menjelaskan sesuatu Pembuktian kegaibannya adalah yang terjadi, karena limpahan karunia dengan membuat turunan polaritas/dualitas Tuhan. Contoh dalam kehidupan sehari- dari kata
tersebut. Surga adalah hari seseorang karena sesuatu hal batal kenikmatan, neraka adalah siksaan, maka bepergian dengan pesawat terbang. kenikmatan dan keburukan tidak saja Padahal semua persiapan termasuk tiket terjadi pada kehidupan setelah mati, tetapi sudah di tangannya. Awalnya, ia marah- hal itu terjadi di dunia nyata. Manusia marah dan mencari kambing hitam untuk dapat merasakan kenikmatan sekaligus pelampiasan emosinya. Beberapa hari keburukan,
kemudian beredar berita kapal terbang Adapun alat bukti yang menjadi yang akan ditumpanginya itu meledak. andalannya adalah rasa. Sebagaimana Pertanyaannya siapa yang menahan dirinya teks menyatakan pada bait 177 Pupuh untuk tidak menaiki pesawat tersebut? Kinanti: Ciri Islam kudu jucung, ciri
bergantung
pilihannya.
Hubungan khalik dan makhluk atau mu‟min kudu yakin, ciri iman kudu nyata , Tuhan dengan hamba bersifat dualitas.
ciri nyaksi sidik bukti? ( Ciri Islam mesti Manusia walaupun memiliki sifat-sifat sempurna, ciri mukmin mesti yakin, ciri Ketuhanan, seperti: mendengar, melihat, iman mesti nyata, ciri bersaksi mesti berkata, tetapi semuanya itu bersifat relatif, bukti).
huduts, baru. Sifat Allah seperti dinyatakan Rasa menjadi sangat penting dalam dalam Sifat Dua Puluh Allah adalah sifat- Timbangan karena berfungsi sebagai sifat yang mutlak dimiliki Allah. penghantar “dunia gaib” dengan “dunia Kemutlakannya
menyeluruh, tanpa nyata”. Rasa dapat berfungsi maksimal terpenggal oleh sifat-sifat lain. Semua sifat
apabila disertai kontak antara nafs, jiwa yang dimiliki bersatu padu dengan sifat- dengan hati (kalbu) melalui perenungan- sifat lainnya. Allah bersifat Esa perenungan. Awal rasa adalah panca indera (Wahdaniyah), maka di dalam ke-Esa- yang diolah akal pikiran: apa yang dilihat, annya itu ada terkandung sifat Qidam didengar kemudian diolah akal menjadi ( Dahulu tanpa permulaan), Baqa (Kekal), simpulan. Simpulan ditimbang-timbang Qiyamu binafsihi ( Berdiri sendiri), Kudrat baik buruknya sebelum diamalkan. Di sini ( Kuasa), Iradat (Kehendak), Hayat dst. berlaku ungkapan “jasmani memimpin (Catatan Harian Bapak Aming, 1986). rohani”, jasmani memaksa rohani untuk Berbeda dengan manusia yang hanya
berbuat sesuatu. Bila putusan telah memiliki sifat terbatas. Manusia berkuasa ditetapkan dan terus menerus diamalkan mustahil langgeng (baqo); kekuasaannya pada akhirnya perbuatan tersebut akan nisbi, relatif, yang suatu saat akan musnah.
Pencak Silat Ameng Timbangan... (Agus Heryana) 141 Dualitas
kutub kehidupan, pada semua makhluknya bertentangan
adalah
dua
yang membangun (ciptaan-Nya). Kekuatan ini pula yang keseimbangan
atau terjadi pada penganut Ameng Timbangan. kepaduan. Tidaklah disebut berjalan Ketika semua kekuatan diri diserahkan seimbang apabila salah satu kakinya kepada Allah, maka seketika itu gerak pincang. Seimbang adalah takaran atau tangan, gerak kaki dan gerak anggota ukuran yang sama antara dua kutub. Alam tubuh lainnya seolah- olah “ada yang dunia diciptakan atas dasar keseimbangan menggerakkan”. Dalam istilah mereka (dualitas);
dan
kesatuan
aya imbang-imbanganan . adalah Jurus dasar mah ukur patokan- Siang-malam, bulan-bintang, laki-laki- patokan keur latihan. Tempo derna mah perempuan,
positif-negatif, bawahan- gerakan teh mawa sorangan. Kuma jolna majikan, cantik-jelek, dan seterusnya bae „jurus dasar berfungsi sebagai patokan (wawancara Adil F. 4/4/2014).
latihan saja. Saat perkelahian gerakannya Keseimbangan antara kehidupan berjalan dengan sendirinya‟ (wawancara dunia dan akhirat dalam ajaran Timbangan Adil F. 4/4/2014). sangat diutamakan. Rohani tidak lepas dari
Saripati Ameng Timbangan adalah jasmani. Demikian juga jasmani tidak bisa menghadirkan kondisi jiwa /nafs yang “Lā lepas dari rohani. Keduanya wajib berjalan haola wa lā quwwatailla billah „tidak ada bersama.
dalam daya dan kekuatan ‟. Kondisi tersebut bisa keharmonisan dan keseimbangan. Manusia dicapai dengan totalitas penyerahan diri yang mementingkan kehidupan duniawi kepada
Bersatu
padu
Sang Khalik. Apa yang (jasmani) tercela, tetapi manusia yang diserahkan? Tidak lain adalah sifat ke-aku- mementingkan kehidupan rohani (akhirat) an-nya; keinginannya. Hayat, ilmu, kudrat, pun tersisihkan.
iradat, sama, basar dan kalam adalah semuanya milik Allah. Dalam hal ini jiwa
c) Inti Ameng Timbangan
pemenca sudah tidak lagi punya apa-apa, Kesadaran atas kedudukan atau kecuali izin Allah. Tak lagi punya gerak, status diri manusia di hadapan Allah kecuali gerak Ilahi; tak punya keinginan, bersifat serba kurang dan serba lemah kecuali keinginan Allah. Tak punya niat, ditunjukkan dalam kalimat haqallah yaitu: berupa kereteg/gerentes, goresan hati (bait 119) Lā haola wa lā quwwatailla kecuali goresan Ilahi.
billah „tidak ada daya dan kekuatan
kecuali Allah ‟. Manusia lahir batin di d) Ciri Ameng Timbangan: Cilaka ku
hadapan Allah benar-benar dalam kondisi
polah sorangan
tidak berdaya, tidak mempunyai kekuatan Ciri Ameng Timbangan adalah pada apa pun. Seluruh diri, nafs manusia milik setiap pertarungan, tak ada “jurus” yang Allah beserta seluruh fasilitas hidupnya. sama untuk menjatuhkan lawan. Dalam Manusia tidak punya apa-apa. Jadi, apa arti, tidak terjadi penggunaan jurus yang yang mesti dibanggakan? Harta sebagai sama untuk menghadapi setiap serangan. jerih payah bekerja tidak dapat menandingi Penyebabnya tidak lain adalah kondisi kekayaan Maha Pencipta. Pangkat atau kejiwaan yang alamiah dari lawannya yang kedudukan tinggi di hadapan manusia akan berbuat lebih berhati-hati setelah tidak ada artinya. Semuanya kosong, palsu dijatuhkan. tanpa guna.
Di samping itu, Ameng Timbangan Kesadaran
sebagai bersifat nganteur kahayang, menuruti makhluk/manusia yang tak berdaya upaya kehendak lawan. Hal ini disebabkan sesungguhnya merupakan pintu masuk seorang penganut Ameng Timbangan tidak kekuatan yang sebenarnya, yakni kekuatan mempunyai niatan untuk mencelakakan. Allah. Allah yang menggerakkan tubuh Selamanya menghindari kekerasan. Dalam melalui sifat hayat-Nya. Hayat memberi tradisi
diri
penca disebut ngocorkeun,
142 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 131-148 menyalurkan tenaga lawan. Jadi, lawan tersebut harus juga bisa dirasakan pada
jatuh karena perilakunya sendiri. shalat-shalat lain, terutama shalat wajib. Seseorang jatuh karena perbuatannya
Adapun merasakan hubungan diri sendiri dalam ungkapan orang Sunda dengan sesama berpijak pada ungkapan cilaka ku polah sorangan . Inilah apa yang dirasakan diri, pasti dirasakan perwujudan atau buah dari ayat Fal-yauma pula oleh orang lain. Dalam ungkapan lātuẓlamu nafsun syai‟aw wa lā tujzauna praktisi Ameng Timbangan “Ngarasakeun illā mākuntum ta‟malun „maka pada hari rasa nu karasa ku batur; mun urang
itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit diteunggeulnyeri, batur ge nyerieun. Sarua pun dan kamu tidak dibalasi, kecuali pada- pada nyeri” „Merasakan rasa yang dengan apa yang telah kamu kerjakan ‟ dirasakan orang lain; bila diri sendiri (QS. 36 Yasiin: 54).
kesakitan ketika dipukul, orang lain pun “Kekosongan jiwa” bukan berarti bakal
juga. Sama-sama negatif, tidak sadar atas kondisi sekitarnya. kesakitan ‟. Apa yang dirasakan diri akan Kosong dalam arti jauh dari campur tangan dirasakan pula oleh diri-diri lain (orang pikiran manusia. Sebagaimana kondisi lain). Diri akan merasa sakit apabila seorang yang sedang shalat. Ia tidak dipukul, maka orang lain pun akan sedang mabuk atau pingsan atau lupa, merasakan hal sama. Diri akan sakit hati, tetapi ia sadar sedang berhadapan dengan manakala mendengar ucapan penghinaan, Allah Yang Maha Segala. Ia tahu situasi demikian pula diri orang lain. Oleh karena
kesakitan
sekelilingnya, namun ia asyik dengan “rasa itu, seorang penganut Ameng Timbangan jati”-nya yang melenakan sekelilingnya. berupaya keras untuk mencegah terjadinya
Namun demikian, ia menyadari berada di kontak tubuh (baca: perkelahian), namun alam nyata. Buktinya ketika ada semut berupaya semaksimal mungkin untuk menggigit, tanpa melihat ia menggaruknya. mengajak berdialog. Kontak tubuh dalam
bentuk perkelahian merupakan jalan
e) Pengkajian Diri dan Rasa (ngaji diri terakhir yang diambil, manakala semua
dilakukan mengalami Pencapaian penyerahan diri atau kebuntuan. totalitas melalui proses panjang. Guna
ngaji rasa)
upaya
yang
mencapai hal tersebut dikembangkan dua f) Pijakan Ajaran Timbangan
cara pembelajaran, yaitu ngaji diri dan Ajaran Timbangan mengambil ngaji rasa. Ngaji diri merupakan istilah pijakan bahasannya pada 4 (empat) ayat al- sederhana dari konsep man arofa nafsahu Qurandan sebuah hadits, yaitu:
1) QS 17 Al- Isrā‟: 14: Iqra‟ kitābak, mengkaji eksistensi diri sebagai manusia di
fa qod arofa robbahu yakni upaya
kafā bi nafsikal-yauma „alaika ḥasībā hadapan Tuhan-nya. Siapa aku? Untuk apa
(Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu aku hidup? Apa tujuannya? Mengapa aku
sendiri pada waktu ini sebagai hidup? Merupakan rentetan pertanyaan
penghisab terhadapmu). yang mengggelayut pada ngaji diri.
2) QS. 36 Yasiin: 54; Fal- yauma lā Ngaji rasa merupakan “lanjutan”
tuẓlamu nafsun syai‟aw wa lā dari ngaji diri; yakni merasakan hubungan
tujzauna illā mākuntum ta‟malun diri dengan Tuhan juga dengan sesama.
(maka pada hari itu seseorang tidak Merasakan hubungan dengan Tuhan adalah
akan dirugikan sedikit pun dan kamu merasakan nikmatnya “bertemu” dengan
tidak dibalasi, kecuali dengan apa Yang
yang telah kamu kerjakan). seseorang merasakan kekhusuan shalat
Menjadikan
dirinya. Contoh
3) QS. 26 Asy- Syu‟arā: 88; Yauma lā pada malam hari. Ia merasakan kedamaian,
yanfa‟u māluw wa lā banūn „(yaitu) ketenangan,
di hari harta dan anak-anak laki-laki dengan Tuhan dsb. Perasaan-perasaan
kesyahduan,
kedekatan
tidak berguna).
Pencak Silat Ameng Timbangan... (Agus Heryana) 143
4) QS. 49 Al-Hujarat: 10; Innamal – senang
celaka merupakan mu‟minūna ikhwatun fa aṣliḥū baina perbuatannya sendiri.
atau
akhawaikum wattaqullāha la‟allakum Kedua ajaran ini direfleksikan dalam turḥamūn (Sesungguhnya orang- prinsip Ameng Timbangan, yakni cilaka orang mukmin adalah bersaudara mah lain ku batur tapi ku laku lampahna
karena itu damaikanlah antara kedua sorangan (cilaka ku polah sorangan) . saudaramu dan bertakwalah kepada Prinsip Ameng Timbangan adalah terlarang Allah supaya kamu mendapat untuk memukul, menendang atau hal
rahmat). lainnya yang menunjukkan kekerasan fisik.
5) Qōla: “Fa akhbarni „anil Iman!”. Cara “bertarungnya” cenderung defensif, Qōla: ” An tumina billahi tidak menyerang dan selalu menghindar. Ia
wamalāikatihi wakutubihi warusulihi tidak bermaksud menyakiti, bahkan wal yaumil akhir watumina bil qodri cenderung menyelamatkan. Apa yang khoirihi
wasyarrihi”. (Hadits terjadi apabila lawan menyerang dengan Bukhori-Muslim)
( “…maka kekuatan penuh, tetapi tidak kena sasaran. terangkanlah kepadaku tentang Iman (1) lawan akan kehilangan keseimbangan !”. Jawab Nabi, “Hendaklah engkau karena tenaga yang dikeluarkan telah beriman: kepada Allah, malaikat- mendorong dirinya ke luar dari titik malaikat, kitab-kitab-Nya, utusan- keseimbangan badannya. (2) Tanpa utusan-Nya,
dan disentuh pun lawan akan jatuh atau hendaklah engkau beriman kepada terjerembab. Jadi, lawan jatuh bukan takdir yang baik dan takdir yang karena musuhnya, melainkan karena buruk”….).
hari
kiamat
perbuatan dirinya sendiri (cilaka ku polah Penyimakan ayat-ayat di atas dilihat sorangan ). Dirinya yang menyerang, dari waktu peristiwanya menunjukkan memukul, dirinya pula yang celaka. Siapa
pada dua waktu, yaitu (1) waktu yang salah? perhitungan amal perbuatan, yakni setelah
ah “bela dunia dikiamatkan yaitu QS 17 Al-Isr ā‟: diri” yang sangat berbahaya bagi orang 14; QS. 36 Yasīn: 54; dan QS. 26 Asy- yang belum mampu menahan hawa Syu‟arā: 88. Inti dari ayat tersebut adalah nafsunya. Sulit untuk menerima kenyataan setiap amal baik maupun amal buruk akan saat lawan sudah tidak berdaya, ia dibalas sesuai dengan amalnya masing- dibiarkan tanpa disentuh apa pun, bahkan masing. (2) waktu sebelum dikiamatkan, diselamatkan. Apa yang akan dilakukan alam dunia yakni QS. 49 Al-Hujarat: 10 manakala lawan yang demikian ganas dan dan hadits Rasulullah. Adapun makna dari telah menyerang dengan penuh benci kedua dalil tersebut merupakan kewajiban kemudian terkulai, tak berdaya? Di sinilah manusia untuk membekali diri dengan peran ajaran Timbangan berfungsi. Iman, Islam dan Ihsan. Sesama mukmin Rambu-rambu perbuatan yang baik dan adalah saudara. Saudara dalam arti garis buruk terbuka lebar. Ayat Innamal – keturunan (nasab) atau bisa juga saudara mu‟minūna ikhwatun fa aṣliḥūbaina seagama.
Ameng Timbangan adal
akhawaikum wattaqullāha la‟allakum Perhitungan amal baik dan amal turḥamūn menjadi pedoman. Setiap buruk pada hari akhir bergantung pada mukmin adalah bersaudara. Artinya lawan amal masing-masing ketika di dunia. Amal yang dihadapinya ini hakikatnya adalah baik tentu perbuatan di dunianya sesuai saudara, setidaknya berasal dari bahan perintah Allah dan Rasulnya sedangkan yang sama, yaitu Adam. Oleh karena itu, amal buruk merupakan hasil perbuatan manusia tidak berhak menghukum manusia buruknya yang merugikan orang lain. lain, kecuali mengingatkan untuk kembali Keduanya merupakan pilihan diri pribadi. ke jalan yang benar. Dampaknya adalah ia Akibatnya pun ditanggung sendiri. Jadi, akan menyelamatkan lawannya dengan
144 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 131-148 cara membiarkannya atau membangunkan sebuah kelemahan permanen. Kemampuan
ke posisi semula. berpikir melalui akal yang dianugrahkan Pembalasan