TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK METIL ESTER SULFONAT DARI PALM STEARIN METHYL ESTER KAPASITAS 50.000 TONTAHUN

PRARANCANGAN PABRIK METIL ESTER SULFONAT DARI PALM STEARIN METHYL ESTER KAPASITAS 50.000 TON/TAHUN

Oleh :

Hangga Ruky Warmiaji

I 0508047

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, hanya karena rahmat dan ridho-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan laporan tugas akhir dengan judu l ”Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Palm Stearin Methyl Ester Kapasitas 50.000 ton/tahun ”.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis memperoleh banyak bantuan baik berupa dukungan moral maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Sunu Herwi Pranolo selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

2. Inayati S.T., M.T., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing I dan Dr. Margono, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan tugas akhir

3. Inayati S.T., M.T., Ph.D. selaku pembimbing akademik.

4. Kedua orang tua dan keluarga atas dukungan doa, materi dan semangat yang senantiasa diberikan tanpa kenal lelah.

5. Teman - teman mahasiswa Teknik Kimia FT UNS khususnya angkatan 2008.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

Tabel 6.12 Regulated Cost ................................................................................. 131 Tabel 6.13 Analisa Kelayakan ........................................................................... 134

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hubungan Antara Jumlah Impor Surfaktan dengan Tahun .........

Gambar 1.2 Fasilitas Pendukung di Kawasan Industri Dumai (KID) ............. 9 Gambar 1.3 Peta Kota Dumai ......................................................................... 10 Gambar 1.4 Pelabuhan Dumai ........................................................................ 11 Gambar 2.1 Diagram Alir Proses .................................................................... 36 Gambar 2.2 Diagram Alir Kualitatif ............................................................... 37 Gambar 2.3 Diagram Alir Kuantitatif ............................................................. 38 Gambar 2.4 Layout Pabrik .............................................................................. 52 Gambar 2.5 Layout Peralatan Proses .............................................................. 56 Gambar 5.1 Struktur Organisasi Pabrik Metil Ester Sulfonat ......................... 101 Gambar 6.1 Chemical Engineering Cost Index ............................................... 121 Gambar 6.2 Grafik Analisa Kelayakan Ekonomi............................................ 130

INTISARI

Hangga Ruky Warmiaji, 2012, Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Palm Stearin Methyl Ester Kapasitas 50.000 Ton/Tahun, Program Studi S1 Reguler, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas

Maret, Surakarta

Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang paling banyak digunakan. Surfaktan MES memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan surfaktan LAS diantaranya bersifat terbarukan (renewable), dan mudah didegradasi (good biodegradability). Dengan memperhatikan beberapa faktor, seperti aspek penyediaan bahan baku, transportasi, tenaga kerja, pemasaran, serta utilitas, maka lokasi pabrik yang cukup strategis adalah Kawasan Industri Dumai, kota Dumai, Provinsi Riau. Pabrik direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2014.

Proses pembuatan MES terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap sulfonasi, bleaching, netralisasi dan pengeringan. Pada tahap sulfonasi, metil ester

dikontakkan dengan SO 3 di dalam suatu falling film reactor (FFR). Proses ini

berlangsung secara eksotermis. Agar reaksi sulfonasi berlangsung sempurna, produk keluaran FFR dimasukkan ke dalam digester (aging process). Proses sulfonasi menghasilkan produk berwarna gelap dan bersifat sangat asam. Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, dilakukan proses bleaching dengan menambahkan 50% hidrogen peroksida dan metanol. Selanjutnya dilakukan tahap netralisasi dengan menambahkan 50% natrium hidroksida hingga pH 5,5-7,5. Hasil dari proses netralisasi yang berupa pasta netral dilewatkan ke sistem dryer dimana metanol dan air berlebih dipisahkan dan dimasukkan ke dalam methanol removal system. Metanol hasil recovery di-recycle kembali ke dalam proses bleaching. Produk yang dihasilkan dari sistem dryer berupa powder kering MES.

Utilitas terdiri dari unit penyediaan air sebagai pendingin, air keperluan umum, tenaga listrik, penyediaan udara tekan, penyediaan bahan bakar, dan unit pengolahan limbah. Terdapat tiga laboratorium, yaitu laboratorium fisik, laboratorium analitik dan laboratorium penelitian dan pengembangan, untuk menjaga kualitas bahan baku dan produk.

Bentuk perusahaan adalah Perseroan Terbatas (PT) dengan struktur organisasi line and staff. Sistem kerja karyawan berdasarkan pembagian jam kerja yang terdiri dari karyawan shift dan non-shift.

Dari hasil analisis ekonomi diperoleh, ROI (Return on Investment) sebelum dan sesudah pajak sebesar 34,01% dan 27,21%, POT (Pay Out Time) sebelum dan sesudah pajak selama 2,27 dan 2,69 tahun, BEP (Break Event Point) 41,50% dan SDP 17,42%. Sedangkan DCF (Discounted Cash Flow) sebesar 32,10%. Jadi dari segi ekonomi pabrik tersebut layak untuk didirikan.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan yang dapat menurunkan

tegangan permukaan antar dua fasa yang berbeda. Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menggabungkan bagian antar fase yang berbeda seperti udara- air, atau fase yang memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti minyak-air. Sifat khas surfaktan ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang dimilikinya, yang berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang bersifat nonpolar.

Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti industri farmasi, industri deterjen, industri kosmetika, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan. Kegunaan lain surfaktan adalah dapat meningkatkan perolehan minyak bumi melalui proses Enhanced Oil Recovery (EOR). Salah satu metode EOR yang digunakan yaitu injeksi kimia dengan menggunakan surfaktan yang dikenal dengan istilah surfactant flooding. Gaya adhesi dari surfaktan-minyak akan mengurangi hasil resultan gaya kohesi dengan

RSO 3 - dari surfaktan sehingga terjadi penurunan tegangan antarmuka yang mengakibatkan minyak terbebas dari core (batuan). Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik dan amfoterik. Pembagian jenis surfaktan ini berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya.

diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Surfaktan anionik yang umum digunakan adalah surfaktan yang disintesis dari petroleum seperti Linear Alkyl Benzene Sulfonic Acid / Sulfonate (LAS/LABS). Kelemahan penggunaan surfaktan ini adalah sulit didegradasi sehingga cenderung mencemari lingkungan, tidak tahan terhadap kadar salinitas yang tinggi, dan pengadaannya masih harus diimpor. Peningkatan harga minyak bumi dunia yang mencapai US$ 90 per barrel pada awal tahun 2012 mempengaruhi tingginya harga surfaktan berbahan baku petroleum. Hal ini mendorong perlunya mencari alternatif bahan baku untuk pembuatan surfaktan yang lebih murah dan prospektif, terutama ditinjau dari aspek penyediaan bahan baku yang renewable dan ramah lingkungan.

Salah satu jenis surfaktan anionik yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan jenis ini dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku minyak

sawit. Menurut Matheson (1996 a ), metil ester sulfonat memperlihatkan

karakteristik dispersi yang baik, sifat deterjensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) serta tidak adanya fosfat, ester

asam lemak C 14 ,C 16 dan C 18 akan meningkatkan tingkat deterjensinya. Surfaktan MES memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan surfaktan LAS dan LABS diantaranya bersifat terbarukan (renewable) dan mudah didegradasi (good biodegradability). Selain itu, biaya produksi surfaktan MES lebih murah dibandingkan dengan proses produksi petroleum sulfonat. Metil Ester asam lemak C 14 ,C 16 dan C 18 akan meningkatkan tingkat deterjensinya. Surfaktan MES memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan surfaktan LAS dan LABS diantaranya bersifat terbarukan (renewable) dan mudah didegradasi (good biodegradability). Selain itu, biaya produksi surfaktan MES lebih murah dibandingkan dengan proses produksi petroleum sulfonat. Metil Ester

Pengembangan industri surfaktan MES juga didukung oleh peningkatan permintaan biodiesel. Semakin meningkatnya permintaan dunia terhadap biodiesel ini telah mendorong produksi biodiesel dari bahan baku sawit seperti palm stearin . Indonesia dan Malaysia menyisihkan 40% dari produksi minyak sawit gabungan mereka untuk pembuatan biodiesel. Biodiesel berbasis sawit

berisi campuran ME C 16 dan C 18 baik jenuh maupun tak jenuh. Metil ester C 16 kebanyakan jenuh, dan biodiesel yang mengandung persentase ME C 16 dalam

jumlah besar tidak akan lulus uji standar biodiesel Uni Eropa untuk CFPP (cold

filter plugging point ). Tingkat kejenuhan yang tinggi pada ME C 16 juga

berpengaruh pada tingginya freezing point. CFPP dan freezing point yang rendah merupakan persyaratan penting untuk penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar.

Fraksi C 16 jenuh dapat dihilangkan dengan thermal fractionation, dan karena

produksi biodiesel berbasis kelapa sawit terus meningkat, otomatis pasokan ME

C 16 juga akan sangat meningkat. Akan tetapi, ME C 16 merupakan bahan baku yang sangat baik untuk

pembuatan surfaktan MES. Surfaktan yang dihasilkan berkualitas sangat baik dan memiliki kelarutan yang baik di air dingin. Fakta perlunya penghilangan fraksi

C 16 berarti bahwa by-product ME C 16 dari biodiesel dalam jumlah besar akan

tersedia. Masa depan ekonomi MES akan dikaitkan dengan ketersediaan by- product ME C 16 ini.

permintaan dunia terhadap surfaktan yang lebih ramah lingkungan. Perancangan pabrik MES merupakan bentuk dukungan terhadap program kegiatan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang gencar dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Semakin berkembangnya industri hilir kelapa sawit ini akan meningkatkan nilai tambah produk turunan kelapa sawit yang otomatis akan meningkatkan devisa negara dan menciptakan banyak lapangan kerja baru. Selain keuntungan ekonomi dari pengembangan pabrik ini, diharapkan dapat juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia terhadap penguasaan teknologi pengolahan produk turunan berbasis kelapa sawit.

1.2 Kapasitas Perancangan

Dalam menentukan kapasitas perancangan perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1.2.1 Data Impor Surfaktan Indonesia

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), impor surfaktan di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Tahun

Jumlah impor surfaktan

Dari data tersebut dapat dibuat grafik hubungan antara jumlah impor surfaktan dengan tahun sebagai berikut.

Gambar 1.1 Grafik Hubungan Antara Jumlah Impor Surfaktan dengan Tahun

Dari grafik tersebut dapat dibuat persamaan yang menghubungkan jumlah impor surfaktan dengan tahun yaitu : y = 2.420,55x – 4.826.787,20 dengan

y = jumlah impor surfaktan (ton) x = tahun

y = 2.420,55x - 4.826.787,20

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 y, Juml 2006

x, Tahun

Impor Surfaktan Indonesia

surfaktan Indonesia pada tahun 2014 adalah sekitar 48.200 ton/tahun. Sehingga, pabrik surfaktan metil ester sulfonat ini dirancang untuk memenuhi kekurangan tersebut, yaitu 50.000 ton/tahun.

1.2.2 Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku utama pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES) adalah metil ester C 16 -C 18 , sulfur dan oksigen. Metil ester C 16 -C 18 dapat diperoleh dari

palm stearin methyl ester atau by-product biodiesel yang dapat dipenuhi oleh produsen di Indonesia. Sulfur diperoleh melalui impor dari supplier asal China, yakni Tianjin Elong Co., Ltd. Oksigen diperoleh dari udara bebas. Natrium hidroksida diperoleh dari supplier Indonesia, yakni PT Aneka Inti Kimia. Metanol diperoleh dari produsen di Indonesia. Sedangkan Hidrogen Peroksida diperoleh dari produsen di Indonesia, yakni PT Peroksida Industri Pratama dengan kapasitas produksi 16.000 ton/tahun. Daftar produsen palm stearin methyl ester dan jumlah yang dihasilkan ditampilkan pada tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Produsen palm stearin methyl ester (Kemenperin RI, 2012)

No

Nama Perusahaan

Kapasitas (ton/tahun)

1 PT Soci Mas

2 PT Pelita Agung Agriindustri

3 PT Wilmar Bio Energi Indonesia

4 PT Indo Biofuels

Daftar produsen metanol dan jumlah yang dihasilkan ditampilkan pada tabel 1.3 berikut.

No

Nama Perusahaan

Kapasitas (ton/tahun)

1 PT Medco Methanol Bunyu

2 PT Kaltim Methanol Industri

1.2.3 Kapasitas Pabrik yang Menguntungkan

Untuk memproduksi metil ester sulfonat harus diperhitungkan juga kapasitas produksi pabrik yang menguntungkan. Pabrik yang memproduksi metil ester sulfonat diuraikan pada tabel 1.4 berikut.

Tabel 1.4 Daftar Pabrik Penghasil Metil Ester Sulfonat (Icis, 2012) No

Nama Pabrik

Kapasitas (ton/tahun)

Amerika Serikat

2 Stepan

Amerika Serikat

4 Lion Eco Chemicals

Malaysia

5 Lonkey Industrial Co., Ltd.

China

Dapat diketahui kapasitas produksi minimal yang menguntungkan sebesar 25.000 ton/tahun. Sedangkan di dalam negeri masih membutuhan surfaktan sebesar 48.200 ton/tahun. Maka ditetapkan bahwa kapasitas pabrik metil ester sulfonat sebesar 50.000 ton/tahun.

1.3 Pemilihan Lokasi Pabrik Area yang dipilih untuk tempat pembangunan pabrik ini didasarkan pada

beberapa kriteria, diantaranya ketersediaan bahan baku, iklim, ketersediaan listrik, utilitas, transportasi, dan area pemasaran. Lokasi yang dipilih untuk pembangunan

Provinsi Riau. Alasan pemilihan lokasi ini karena berbagai pertimbangan yaitu :

a. Akses dan rencana penyediaan bahan baku Riau merupakan daerah yang memiliki perkebunan kelapa sawit paling luas di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit di Riau, berdasarkan statistik perkebunan 2007, luas lahan 1.612.382 ha, produksi CPO 5.119.270 ton, dihasilkan dari 130 PKS dengan kapasitas 5.645 ton TBS/jam. CPO merupakan bahan dasar pembuatan palm stearin methyl ester yang akan dimanfaatkan untuk memproduksi surfaktan metil ester sulfonat.

Di kota Dumai banyak pabrik yang menghasilkan biodiesel dalam jumlah besar. Seperti telah dijabarkan sebelumnya bahwa jika produksi biodiesel berbasis

kelapa sawit terus meningkat, otomatis pasokan ME C 16 juga akan sangat meningkat. Pabrik biodiesel akan memisahkan kandungan ME C 16 dari biodiesel, karena banyaknya komponen ME C 16 akan meningkatkan freezing point dari biodiesel. Kemudian ME C 16 tersebut juga akan dijual oleh pabrik biodiesel dan

dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri surfaktan metil ester sulfonat.

b. Akses dan rencana penyediaan kebutuhan utilitas Pembangunan PLTU 2 x 100 MW oleh PLN di Kawasan Industri Dumai yang dimulai pada akhir tahun 2011 akan menambah suplai listrik bagi daerah Dumai, sehingga memberikan kemudahan akses listrik pada pabrik.

Kota Dumai dalam memainkan peranannya ke depan telah memiliki lima kawasan Industri yang strategis yaitu Kawasan Industri Dumai (KID) di Pelintung, Kawasan Industri Lubuk Gaung, Kawasan Industri Dock Yard, Kota Dumai dalam memainkan peranannya ke depan telah memiliki lima kawasan Industri yang strategis yaitu Kawasan Industri Dumai (KID) di Pelintung, Kawasan Industri Lubuk Gaung, Kawasan Industri Dock Yard,

Gambar 1.2 Fasilitas Pendukung di Kawasan Industri Dumai (KID)

c. Akses dan rencana pemasaran produk Kawasan Dumai sangat strategis untuk dijadikan kawasan pengembangan perdagangan internasional, karena Dumai berada di kawasan lintas perdagangan internasional Selat Malaka, sebagai pintu keluar dan masuk menuju pusat bisnis di kawasan regional maupun internasional. Sejak beberapa tahun Kotamadya Dumai

Pemerintah RI sedang menyempurnakan produk hukum yang disebut UU kawasan perdagangan bebas. Peta lokasi Kota Dumai ditampilkan pada gambar

1.3 berikut.

Gambar 1.3 Peta Kota Dumai

d. Fasilitas penunjang Kota Dumai memiliki fasilitas/infrastruktur yang lengkap. Fasilitas/ infrastruktur tersebut meliputi jaringan jalan raya yang meliputi jalan nasional (13,30 km), jalan provinsi (16,2 km), dan jalan kota (1.139,19 km). Jaringan listrik dengan kapasitas terpasang 79.975.862 kWh, dengan jumlah pelanggan

air bersih (kapasitas 16.941 m 3 ), fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan klinik), dan perbankan (bank nasional dan daerah). Di kota Dumai juga tersedia pelabuhan yang dapat menunjang kegiatan industri. Pelabuhan di Dumai telah dibangun sebagai pelabuhan penghubung untuk kegiatan ekspor impor. Pelabuhan Dumai merupakan pelabuhan CPO terbesar di Indonesia yang dapat disinggahi kapal berbobot 20-30 ribu DWT dan bongkar muat CPO mencapai 6 juta ton/tahun. Sementara Pelabuhan Kawasan Industri Dumai memiliki kedalaman 14 m dan mengakomodir kapal berbobot 50 ribu DWT.

Gambar 1.4 Pelabuhan Dumai (Sumber : PT Pelindo)

Secara geografis, daerah kota Dumai dilalui oleh Sungai Sumai, Sungai Penebah, Sungai Rainis, Sungai Rempang, Sungai Nyiur, dan Sungai Sair yang dapat dijadikan sebagai alternatif sumber air untuk keperluan industri.

Kawasan Dumai memiliki kondisi keamanan yang relatif baik. Berada di kawasan pesisir dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (8,65% per tahun). Kota Dumai merupakan pusat penghasil minyak bumi yang terbesar di Indonesia.

Selain dipengaruhi oleh sumber bahan baku, target pasar, dan infrastruktur, perencanaan daerah pembangunan suatu pabrik harus mempertimbangkan ketersediaan sumber tenaga kerja. Jumlah penduduk di provinsi Riau ditampilkan pada tabel 1.5.

Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Provinsi Riau (BPS Provinsi Riau, 2010)

Kode

Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk

01 Kuantan Singingi

02 Indragiri Hulu

03 Indragiri Hilir

07 Rokan Hulu

09 Rokan Hilir

10 Kepulauan Meranti

Berdasarkan data jumlah penduduk provinsi Riau pada tabel 1.5 di atas, jumlah penduduk kota Dumai pada tahun 2010 adalah 254.337 jiwa. Dari data di

302.017 jiwa. Data pada tabel 1.5 merupakan jumlah keseluruhan penduduk, mencakup anak-anak, remaja, pemuda, pemudi, maupun orangtua. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam suatu pabrik berada dalam rentang usia yang produktif. Persentase angkatan kerja (usia produktif) dan bukan angkatan kerja, baik berdasarkan kabupaten/kota di provinsi Riau ditampilkan pada tabel 1.6 berikut. Tabel 1.6 Persentase Jumlah Angkatan Kerja dan Non Angkatan Kerja di Riau

(BPS Provinsi Riau, 2010) No

Kabupaten/Kota

Angkatan Kerja

Non Angkatan Kerja (%)

01 Kuantan Singingi

02 Indragiri Hulu

03 Indragiri Hilir

07 Rokan Hulu

09 Rokan Hilir

10 Kepulauan Meranti

Jumlah angkatan kerja di kota Dumai berdasarkan data pada tabel 1.6 adalah 65,35%. Jumlah angkatan kerja ini cukup besar sehingga kecukupan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pabrik metil ester sulfonat di kota Dumai ini dapat tercapai.

1.4.1 Proses Pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat

Produksi metil ester sulfonat dalam skala industri terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu :

a. Tahap sintesis gas SO 3 Gas SO 3 diperoleh dengan membakar belerang.

Reaksi :

S (s) +O 2(g) ↔ SO 2(aq)

2SO 2(g) +O 2(g) ↔ 2SO 3(g)

Pertama-tama, belerang dibakar dengan dry process air menghasilkan SO 2 . Gas SO 2 yang meninggalkan sulfur burner dikirim ke vanadium pentoxide catalytic converter , di mana gas SO 2 diubah menjadi SO 3 . Efisiensi konversi converter adalah antara 99,0% - 99,7%.

b. Tahap sulfonasi Metil ester sulfonat (MES) diproduksi melalui proses sulfonasi palm stearin methyl ester dengan campuran SO 3 /udara. Reaksi pengontakkan palm stearin methyl ester dan SO 3 terjadi di dalam falling film reactor (FFR) multitube pada suhu 45 o

C dan tekanan 2 atm. Gas SO 3 dan palm stearin methyl ester

mengalir di dalam tube secara co-current. Reaksi berlangsung sangat eksotermis (160 kJ/mol panas dilepaskan), sehingga untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi dilakukan proses pendinginan menggunakan cooling water. Air pendingin ini mengalir pada bagian shell dari reaktor. Agar reaksi sulfonasi berlangsung sempurna, produk keluaran falling film reactor (FFR) dimasukkan ke dalam digester (aging process).

Proses sulfonasi menghasilkan produk berwarna gelap. Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, dilakukan proses bleaching. Pada perancangan pabrik MES untuk tahap bleaching ini dipilih metode acid bleaching . Acid bleaching dilakukan dengan menambahkan 50% hidrogen peroksida. Selain itu untuk meminimalkan terbentuknya by-product berupa disalt dilakukan penambahan metanol. Kedua proses ini berlangsung secara simultan.

Acid bleaching berlangsung dengan reaksi cepat yang memungkinkan proses kontinyu dengan waktu tinggal total 1,5-2 jam. Acid bleaching menghasilkan kualitas produk unggulan, terutama untuk produk berbasis palm stearin . Produk yang dihasilkan memiliki warna yang lebih rendah (<20 Klett) dengan tingkat di-salt dalam kisaran 4% (secara aktif 100%).

d. Tahap Netralisasi Produk (MESA) yang keluar dari tahap bleaching bersifat sangat asam. Selanjutnya dilakukan tahap netralisasi dengan menambahkan 50% natrium hidroksida hingga pH 5,5-7,5 dan membentuk produk pasta MES (VI).

e. Tahap Pengeringan Hasil dari proses netralisasi yang berupa pasta netral dilewatkan ke sistem dryer dimana metanol dan air berlebih dipisahkan dan dimasukkan ke dalam menara distilasi. Metanol hasil recovery di-recycle kembali ke dalam proses bleaching . Produk yang dihasilkan dari sistem dryer berupa produk powder kering MES.

Produk metil ester sulfonat adalah salah satu jenis surfaktan yang biodegradable. Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti :  Industri farmasi  Industri deterjen  Industri kosmetika  Industri kimia  Industri pertanian  Industri pangan  Dapat meningkatkan perolehan minyak bumi melalui proses Enhanced Oil

Recovery (EOR)

1.4.3 Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku serta Produk

1.4.3.1 Bahan Baku

a. Sulphur

Sifat fisika (Perry, 2008) :  Bentuk

: Padatan

 Rumus molekul

:S

 Berat molekul

: 32,065 g/gmol

 Titik didih pada 1 atm : 444,6 o C  Titik lebur pada 1 atm : 120 o C  Specific gravity

 Dengan udara membentuk sulphur dioxide.

Reaksi : S + O 2 → SO 2

 Dengan asam klorida dan katalis Fe akan menghasilkan hidrogen sulfida  Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam karbon disulfida

b. Udara

Sifat fisika (Perry, 2008) :

Sifat Gas

Berat molekul

Gas Tidak berbau Tidak berwarna

Gas Tidak berbau Tidak berwarna Titik Lebur (1 atm, o C)

-218, 4 Titik Didih (1 atm, o C)

Specific gravity

c. Vanadium Pentoksida

Sifat fisika (Perry, 2008) :  Fase

: Padatan

 Rumus molekul

:V 2 O 5

 Berat molekul

: 181,88 g/gmol

 Titik didih

: 1750 o C

 Titik lebur

: 800 o C

 Specific gravity

 V 2 O 5 adalah oksida amfoter. Bereaksi dengan non pereduksi asam untuk membentuk larutan yang mengandung dioxovanadium (V)

V 2 O 5 + 2HNO 3 → 2VO 2 (NO 3 )+H 2 O  Bereaksi dengan Thionyl chloride membentuk VOCl 3 :

V 2 O 5 + 3SOCl 2 → 2VOCl 3 + 3SO 2

d. Palm Stearin Methyl Ester

Sifat fisika :  Fase

: Cairan

 Berat molekul : 280,7 g/gmol (Zoller, 2009)  Densitas pada 25 o C : 0,85 g/cm 3 (Udomsap, 2009)  Kinematic viscosity @ 40 o

C : 4,52 mm 2 /s (Udomsap, 2009)  Flash point

: 165,00 o C (Udomsap, 2009)  Pour point

: 18,00 o C (Udomsap, 2009)  Melting point

: 15,86 o C (Udomsap, 2009)

Sifat kimia :  Reaksi dengan gas SO 3 menghasilkan methyl ester sulfonic acid (MESA). Reaksinya adalah sebagai berikut :

R –CH 2 –C–O–CH 3 + SO 3 → R–CH–C–O–CH 3

Sifat fisika (Othmer, 1996) :  Fase

: Cairan

 Rumus molekul

: CH 3 OH

 Berat molekul

: 32,04 g/gmol

 Titik didih (1 atm)

: 64,70 o C

 Titik lebur (1 atm)

: -97,7 o C

 Densitas pada 25 o

C : 0,7866 gr/mL

 Temperatur kritis

: 239,43 o C

Sifat kimia (Othmer, 1996) : Reaksi metanol yang penting dalam industri :

dengan katalis silver/molybdenum oksida membentuk formaldehid

CH 3 OH + ½ O 2 → HCHO + H 2 O  Karbonilasi dengan katalis kobalt/rhodium membentuk asam asetat

CH 3 OH + CO → CH 3 COOH  Dehidrasi dengan katalis asam membentuk dimethyl eter dan air 2CH 3 OH ↔ CH 3 OCH 3 +H 2 O

f. Hidrogen Peroksida 50%

Sifat fisika (Othmer, 1996) :  Fase

 Rumus molekul  Berat molekul

: 34,01 g/gmol

 Titik didih (1 atm)

: 150,2 o C

 Titik lebur (1 atm)

: -0,43 o C

 Densitas pada 25 o

C : 1,450 gr/mL

Sifat kimia (Othmer, 1996) :  Hidrogen peroksida terdekomposisi secara eksotermis menjadi air dan gas

oksigen secara spontan. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 2H 2 O 2 → 2H 2 O+O 2

 Sebagai agen pereduksi, seperti pada reaksi dengan sodium hipoklorit atau potassium permanganat

NaOCl + H 2 O 2 →O 2 + NaCl + H 2 O 2KMnO 4 + 3H 2 O 2 → 2MnO 2 + 2KOH + 2H 2 O + 3O 2

g. Natrium Hidroksida 50%

Sifat fisika (Othmer, 1996) :  Bentuk

: Cairan

 Rumus molekul

: NaOH

 Berat molekul

: 40 g/gmol

 Titik didih (1 atm)

: 1388 °C

 Titik lebur (1 atm)

: 318 °C

 Densitas pada 25 o

 Bereaksi dengan asam klorida menghasilkan natrium klorida dan air. Reaksinya adalah sebagai berikut :

NaOH (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) +H 2 O (l)

 Bereaksi dengan karbon dioksida membentuk natrium bikarbonat dan air

2NaOH + CO 2 → Na 2 CO 3 +H 2 O

1.4.3.2 Produk Metil Ester Sulfonat

Sifat fisika :  Fase

: Serbuk padatan

 Berat molekul

: 382,7 g/gmol (Zoller, 2009)

 Densitas : 600 kg/m 3 (Sun Products Corporation, 2011)

 Autoignition Temperature : 684 o F (Sun Products Corporation, 2011)  Flash Point

: > 200 o F (Sun Products Corporation, 2011)

Sifat Kimia :  Larut dalam air (Sun Products Corporation, 2011)  Sifat deterjensi yang baik pada hard water (Zoller, 2009)

1.4.4 Tinjauan Proses Secara Umum

Dalam proses pembuatan metil ester sulfonat, pertama mereaksikan belerang cair dengan udara sehingga terbentuk gas SO 2 . Selanjutnya dilakukan Dalam proses pembuatan metil ester sulfonat, pertama mereaksikan belerang cair dengan udara sehingga terbentuk gas SO 2 . Selanjutnya dilakukan

falling film reactor (FFR). Proses ini berlangsung secara eksotermis. Agar reaksi sulfonasi berlangsung sempurna, produk keluaran FFR dimasukkan ke dalam digester (aging process). Proses sulfonasi menghasilkan produk berwarna gelap dan bersifat sangat asam. Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, dilakukan proses bleaching dengan menambahkan 50% hidrogen peroksida dan metanol. Selanjutnya dilakukan tahap netralisasi dengan menambahkan 50% natrium hidroksida.

Hasil dari proses netralisasi yang berupa pasta netral dilewatkan ke sistem dryer dimana methanol dan air berlebih dipisahkan dan dimasukkan ke dalam menara distilasi. Metanol hasil recovery di-recycle kembali ke dalam proses bleaching .

DESKRIPSI PROSES

2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk

2.1.1 Spesifikasi Bahan Baku

a. Spesifikasi belerang yang digunakan (www.alibaba.com) :  Fase

 Titik lebur

: 120 ºC

 Titik didih

: 444,6 o C

 Berat molekul : 32,064 g/gmol  Kemasan

: Curah

b. Spesifikasi udara yang digunakan (Othmer, 1996) :  Wujud

: gas

 Warna

: tak berwarna

 Bau

: tak berbau

 Komposisi

:O 2 = 21% N 2 = 79%

 Berat molekul : 28,84 g/gmol

Palm stearin methyl ester yang digunakan untuk pembuatan surfaktan metil ester sulfonat harus memenuhi kriteria yang akan dijabarkan dalam pada Tabel

2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Benchmark Feed Characteristics for C16-C18 ME (Zoller, 2009)

Typical

Specification

Molecular weight

Iodine value (cg iodine/g ME)

<0,15 Free fatty acid (wt%)

<0,1 Unsulfonatable (wt%)

<0,5 Moisture (wt%)

Other organics a (wt%)

<0,1 Nickel (ppm wt)

<0,5 Color (Klett)

Carbon chain length (wt%) <C12 C12 C14

a other organics include glycerides, glycerine, and methanol

d. Hidrogen peroksida Hidrogen peroksida yang digunakan berkadar 50% dengan spesifikasi :

Tabel 2.2 Spesifikasi H 2 O 2 (Siemens water technology, 2011)

Typical Physical Properties Appearance

Clear, colorless liquid

Concentration

50 wt%

Boiling Point

114 o C (237 o F)

Specific gravity

Freezing point

- 52 o C (-62 o F)

e. Metanol Metanol yang digunakan harus memenuhi spesifikasi kandungan sebagai

Chloride content

f. Natrium hidroksida Natrium hidroksida yang digunakan adalah natrium hidroksida 50% yang harus memenuhi spesifikasi kandungan sebagai berikut :

Tabel 2.4 Spesifikasi Natrium Hidroksida (Zoller, 2009) Characteristics Specification Concentration

≥ 50 wt%

Iron (Fe)

≤ 10 ppm (wt)

Sulfate (Na 2 SO 4 )

≤ 0,1 wt%

Chloride (NaCl)

≤ 1,5 wt%

Appearance

Clear liquid

2.1.2 Spesifikasi Produk

Penjabaran spesifikasi produk MES yang berkualitas baik pada Tabel 1.2 berikut. Tabel 2.5 Benchmark Product Characteristics for MES (Zoller, 2009)

Benchmark C16-C18 Dry MES Product

Molecular weight

Total active (wt%) (MES + disalt)

Disalt (wt%)

Methanol (wt%)

Moisture (wt%)

Free ME (wt%)

Final Color (Klett) (5 wt%)

2.1.3 Spesifikasi Bahan Pembantu (Katalis)

Katalisator

: Vanadium Pentoksida (V 2 O 5 )

Bentuk

: granular

Bulk density : 541,424 kg/m 3

Umur teknis : 10 tahun

2.2 Konsep Proses

2.2.1 Tinjauan Termodinamika

Tinjauan secara termodinamika ditujukan untuk mengetahui sifat reaksi (endotermis/eksotermis) dan arah reaksi (reversible/ irreversible). Penentuan panas reaksi berjalan secara eksotermis atau endotermis dapat dihitung dengan

perhitungan panas pembentukan standar ( o ) pada tekanan 1 atm dan suhu 298,15 K. Pada proses pembentukan metil ester sulfonat terjadi reaksi sebagai berikut : S (g) +O 2 (g)

SO 2 (g) (2.1) SO 2 (g) +½O 2 (g) SO 3 (g) (2.2)

R –CH 2 –C–O–CH 3 + SO 3 → R–CH–C–O–CH 3 (2.3)

SO 3 H

a. Untuk reaksi 2.1 : Data panas pembentukan standar suhu 298,15 K (Smith Van Ness, 1975) :

= 0 J/mol o O 2 = 0 J/mol

o SO 2 = -296.830 J/mol

H 298,15 = o produk - o reaktan

H 298,15 = (-296.830) – (0 + 0) J/mol = -296.830 J/mol

Reaksi ini termasuk reaksi eksotermis dilihat dari nilai panas pembentukan standar (Δ 298,15 ) yang bernilai negatif.

b. Untuk reaksi 2.2 : Data panas pembentukan standar suhu 298,15 K (Smith Van Ness, 1975) :

o O 2 = 0 J/mol o SO 2 = -296.830 J/mol o SO 3 = -395.730 J/mol

H 298,15 = o produk - o reaktan

298,15 = (-395.730) – (-296.830 + ½ x 0) J/mol

= -98.900 J/mol

Reaksi ini termasuk reaksi eksotermis dilihat dari nilai panas pembentukan standar (Δ 298,15 ) yang bernilai negatif.

c. Untuk reaksi 2.3 : Reaksi ini sangat eksotermis yaitu 150-170 kJ/mol panas yang dilepaskan (Robert, 2003).

Sifat reaksi kimia yang reversible atau irreversible dapat diketahui dari harga konstanta kesetimbangan. Data energi Gibbs pada 298,15 K (Smith Van Ness, 1975) :

= 0 J/mol = 0 J/mol

Perubahan energi Gibbs dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Smith Van Ness, 1975) :

G 298,15 = - R T ln K

G 298,15 = o produk - o reaktan

dengan : G 298,15 = Energi bebas Gibbs standar suatu reaksi pada 298,15 K (kJ/mol) R

= Konstanta Gas ( 8,314 J/mol·K)

= Temperatur (K)

= Konstanta Kesetimbangan

a. Reaksi 2.1 :

G 298,15 = (-300.360) – (0 + 0) J/mol = -300.360 J/mol

ln K 298,15 =

G  298,15

K 298,15 K J/mol 8,314

J/mol 300.360 -

Dari persamaan 15.17 Smith Van Ness :

ΔH

K ln

= Konstanta kesetimbangan pada suhu tertentu

= Suhu tertentu

= Tetapan gas ideal, 8,314 J/mol·K H 298,15 = Panas reaksi standar pada 298,15 K

Pada suhu 140 o C (1.243,15 K) besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut :

lnK lnK lnK 298,15 1.243,15

K 698,15

Karena harga konstanta kesetimbangan relatif besar, maka reaksi berlangsung searah ke arah kanan (irreversible).

b. Reaksi 2.2 : G 298,15 = (-370.620) – (-300.360 + ½ (0)) J/mol

= -70.260 J/mol

ln K 298,15 =

G  298,15

K 298,15 K J/mol 8,314

J/mol 70.260 - J/mol 70.260 -

lnK lnK lnK 298,15 698,15

K 698,15 = 244,69

Karena harga konstanta kesetimbangan relatif kecil, maka reaksi berlangsung bolak-balik (reversible).

c. Reaksi 2.3 : Pada 45 o C (343,15 K) energi bebas gibbs (Torres, 2008) :

Δ 343,15 = -449,15 x 10 3 J/mol Maka konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut :

= 157,43 K = 2,36 x 10 68

Karena harga konstanta kesetimbangan relatif besar, maka reaksi berlangsung searah ke arah kanan (irreversible).

Secara kinetika, reaksi pembentukan belerang trioksida mempunyai persamaan kecepatan reaksi sebagai berikut (Froment, 1990) :

Reaksi : SO 2 +½O 2 3 SO

Konstanta kesetimbangan :

K p = konstanta kesetimbangan

= suhu reaksi, ºK

Kecepatan reaksinya :

k Pso k 1 22,414 1

r = kecepatan reaksi, kmol SO 2 /kg kat·jam

2 2 2 SO O SO P P ; ; P ; = tekanan parsial gas O 2 , SO 2 , SO 3 dihitung berdasarkan 1 kmol /O 2 jam·atm 2 2 2 SO O SO P P ; ; P ; = tekanan parsial gas O 2 , SO 2 , SO 3 dihitung berdasarkan 1 kmol /O 2 jam·atm

dengan konstanta kecepatan reaksi :

1,14 10 19 - 14350

2.2.3 Mekanisme Reaksi

Dasar mekanisme reaksi pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) adalah sebagai berikut (Zoller, 2009) : Absorpsi belerang trioksida oleh metil ester pada falling film reactor ditunjukkan pada reaksi 2.4 secara cepat membentuk intermediet II, yang umumnya disebut sebagai adisi.

R –CH 2 –C–O–CH 3 (I) + SO 3 ↔ R–CH 2 –(C–OCH 3 ):SO 3 (II)

Int rm di t II da am s timbangan d ngan b ntu yang m nga ti an α-karbon untuk sulfonasi dalam reaksi di 2.5, yaitu reaksi untuk membentuk intermediet III.

R –CH 2 –(C–OCH 3 ):SO 3 (II) + SO 3 ↔ R–CH–(C–OCH 3 ):SO 3 (III) (2.5)

3 SO H

Intermediet III harus menjalani "penataan ulang" seperti yang ditunjukkan pada reaksi 2.6 untuk melepaskan belerang trioksida sehingga membentuk methyl ester sulfonic acid (MESA) (IV) yang diinginkan.

R –CH–(C–OCH 3 ):SO 3 (III) ↔ R–CH–C–O–CH 3 (IV) + SO 3 (2.6)

SO 3 H SO 3 H

Belerang trioksida yang dilepaskan kemudian akan mengkonversi intermediet II sisa untuk membentuk intermediate III. Jika intermediet III tidak dikonversi ke MESA (IV) sebelum tahap netralisasi, hidrolisis ester akan terjadi, sehingga membentuk disalt (V) seperti yang ditunjukkan pada reaksi 2.7.

R –CH–(C–OCH 3 ):SO 3 (III) + 3Na → R–CH–C–ONa(V)+ 2H 2 O + CH 3 OSO 3 Na (2.7)

SO 3 H SO 3 Na

Reaksi 2.6 selesai oleh reaksi belerang trioksida dengan intermediet II seperti yang ditunjukkan pada Reaksi 2.5. Setelah intermediate II terkonsumsi, reaksi 2.6 lumayan melambat.

Jumlah intermediet III keluaran falling film reactor bervariasi dari 10% - 20%. Hal ini dapat diminimalkan dengan penambahan alkohol sesuai reaksi 2.8, untuk bereaksi dengan intermediet III sisa membentuk MESA (IV) yang diinginkan sebelum sampai pada tahap netralisasi.

R –CH–(C–OCH 3 ):SO 3 (III) + CH 3 → R–CH–C–OCH 3 (IV) + CH 3 OSO 3 H (2.8)

SO 3 H SO 3 H

2.9. O

R –CH–C–OCH 3 (IV) + Na → R–CH–C–OCH 3 (VI) + H 2 O

(2.9)

SO 3 H 3 SO Na Namun, jika pH netralisasi tidak terkontrol, MES (VI) produk dapat dihidrolisis untuk membentuk disalt (V) seperti yang ditunjukkan pada reaksi 2.10. Reaksi ini menghasilkan disalt (V) dan metanol. Jadi, meminimalkan hasil disalt (V) memerlukan penyelesaian reaksi intermediet III menjadi MESA (IV) sebelum tahap netralisasi serta kontrol yang tepat dari bleaching dan kondisi netralisasi untuk mencegah konversi besar dari MES (VI) membentuk disalt (V ) dan metanol.

R –CH–C–OCH 3 (VI) + Na → R–CH–C–ONa (V) + CH 3 OH (2.10) SO 3 Na

3 SO Na

2.3 Diagram Alir Proses dan Tahapan Proses

2.3.1 Diagram Alir Proses

Diagram alir prarancangan pabrik metil ester sulfonat dapat ditunjukkan dalam tiga macam, yaitu :

a. Diagram alir proses (Gambar 2.1)

b. Diagram alir kualitatif (Gambar 2.2)

c. Diagram alir kuantitatif (Gambar 2.3)

SO 2 P =1 atm T =1208,9 o C

Ash P =1 atm T = 1208,9 o C

SO 3 P = 1 atm T = 474,43 o C

SO 3 P = 1 atm T = 45 o C

PSME P = 1 atm

T = 45 o C Intermediet II Intermediet III

MESA P = 1 atm T = 90 o C

Intermediet III MESA P = 1 atm T = 90 o C

SO 3 P = 1 atm T = 590,84 o C

Udara P = 1 atm T = 90 o C

Gambar 2.2 Diagram Alir Kualitatif

Ash = 0,28 kg

706,44 kg

O 2 = 1.057,09 kg N

2 = 3.481,32 kg

4.538,40 kg

Ash = 0,28 kg

O 2 = 352,36 kg N 2 = 3.481,32 kg

SO 2 = 1.410,88 kg

5.244,84 kg

Ash = 0,28 kg

PSME = 4.738,86 kg

Intermediet II = 772,03 kg Intermediet III = 1.482,26 kg MESA = 4.242,52 kg

6.496,81 kg

Intermediet III = 438,31 kg MESA = 6.058,49 kg

H 6.496,81 kg 2 O 2 H = 97,45 kg 2 O = 97,45 kg

194,90 kg

MESA = 6.514,39 kg

CH 3 OH = 1.917,09 kg H 2 O = 116,52 kg

CH 3 OSO 3 H = 111,83 kg

8.659,82 kg

MES = 6.944,44 kg

CH 3 OH = 1.917,09 kg H 2 O = 1.199,83 kg

CH 3 OSO 3 H = 111,83 kg 10.173,19 kg

NaOH = 756,68 kg H 2 O = 756,68 kg

S = 706,16 kg Ash = 0,28 kg

706,44 kg

O 2 = 352,36 kg N 2 = 3.481,32 kg

SO 2 = 1.410,88 kg

5.244,56 kg O 2 = 105,71 kg

N 2 = 3.481,32 kg SO 2 = 423,26 kg SO 3 =1.234,27 kg

5.244,56 kg O 2 = 35,24 kg

N 2 = 3.481,32 kg SO 2 = 141,09 kg SO 3 =1.586,92 kg

5.244,56 kg

O 2 = 1,06 kg N 2 = 3.481,32 kg

SO 2 = 4,23 kg SO 3 =1.757,95 kg

5.244,56 kg

CH 3 OH = 1.888,34 kg H 2 O = 18,00 kg 1.906,33 kg

MES = 6.944,44 kg

CH 3 OSO 3 H = 111,83 kg

7.056,27 kg

Udara = 50.687,78 kg CH 3 OH = 28,76 kg H 2 O = 1.181,83 kg 1.210,59 kg

CH 3 OH = 60,71 kg H 2 O = 0,91 kg

Gambar 2.3 Diagram Alir Kuantitatif

Dalam proses produksi metil ester sulfonat dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :

a. Tahap sintesis gas SO 3

Bahan baku belerang berupa granular disimpan di dalam gudang penyimpanan (G-01) pada kondisi lingkungan. Belerang diangkut dengan Belt Conveyor (BC-01) menuju Hopper (H-01) untuk ditampung sebelum dileburkan.

Belerang selanjutnya dilebur di Melter (M-01) pada suhu 140 o

C dengan media

pemanas steam. Selanjutnya produk cairan M-01 dipompakan dengan pompa (P-

01) menuju Burner (B-01) untuk direaksikan dengan udara. Udara yang diumpankan ke Burner (B-01) diperoleh dari udara luar yang ditekan dengan Blower (BL-01) dan dilewatkan air dryer (DR-01) agar menjadi udara kering.

Burner difungsikan untuk mereaksikan belerang dengan udara membentuk SO 2 dengan sifat reaksi eksotermis. Produk keluaran burner berupa gas SO 2 dengan suhu 935,75 o

C. Gas SO 2 dari burner kemudian dilewatkan di Waste Heat

Boiler (WHB-01) yang berfungsi memanfaatkan panas produk keluar burner untuk memproduksi steam sekaligus menurunkan suhu produk keluar Waste Heat

Boiler menjadi 425 o

C. Setelah itu dilewatkan Cyclone (CN-01) yang berfungsi untuk menyaring impuritas sebelum gas SO 2 diumpankan menuju reaktor fixed bed -multi bed. Gas SO 2 masuk ke dalam reaktor fixed bed-multi bed (R-01) yang terdiri

dari 3 buah bed catalyst. Katalis yang digunakan berupa vanadium pentoksida

(V 2 O 5 ) dengan suhu optimum sekitar 420 o C – 600 o

C. Reaksi yang terjadi :

SO 2 +½O 2 SO 3

Temperatur pada bed dijaga pada temperatur sekitar 425 o

C dengan

interstage cooling agar katalis tetap pada kondisi operasi optimumnya sehingga diharapkan terjadi konversi reaksi yang optimum pula.

b. Tahap sulfonasi Reaksi pengontakkan palm stearin methyl ester dan SO 3 terjadi di dalam

falling film reactor multitube (R-02) pada suhu 45 o C dan tekanan 2 atm. Gas SO 3

dan palm stearin methyl ester mengalir di dalam tube secara co-current. Reaksi berlangsung secara eksotermis (160 kJ/mol panas dilepaskan), sehingga untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi dilakukan proses pendinginan menggunakan cooling water . Air pendingin ini mengalir pada bagian shell dari reaktor. Agar reaksi sulfonasi berlangsung sempurna, produk keluaran FFR dimasukkan ke dalam digester (R-03).

c. Tahap bleaching Proses sulfonasi menghasilkan produk berwarna gelap dan bersifat sangat asam. Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, dilakukan proses bleaching dengan menambahkan 50% hidrogen peroksida. Selain itu untuk meminimalkan terbentuknya by-product berupa disalt dilakukan penambahan metanol. Kedua proses ini berlangsung secara simultan di bleacher (R-04).

d. Tahap netralisasi Produk (MESA) yang keluar dari tahap bleaching bersifat sangat asam. Selanjutnya dilakukan tahap netralisasi dengan menambahkan 50% natrium d. Tahap netralisasi Produk (MESA) yang keluar dari tahap bleaching bersifat sangat asam. Selanjutnya dilakukan tahap netralisasi dengan menambahkan 50% natrium

e. Tahap pengeringan Hasil dari proses netralisasi yang berupa pasta netral dilewatkan ke spray dryer (DR-02) dimana metanol dan air berlebih dipisahkan dan dimasukkan ke dalam menara distilasi (MD-01). Metanol hasil recovery di-recycle kembali ke dalam proses bleaching. Produk yang dihasilkan dari spray dryer berupa produk powder kering MES.

2.4 Neraca Massa dan Neraca Energi

Produk

: Metil Ester Sulfonat

Kapasitas

: 50.000 ton/tahun

Satu tahun produksi

: 300 hari

Waktu operasi selama 1 hari : 24 jam Basis perhitungan

: 1 jam operasi

2.4.1 Neraca Massa

2.4.1.1 Neraca Massa Melter

Tabel 2.6 Neraca Massa Melter Komponen

Input (kg/jam)

Output (kg/jam)

Arus 1

Arus 2

Belerang

Ash

Total

Tabel 2.7 Neraca Massa Sulfur Burner

Komponen

Input (kg/jam)

Output (kg/jam)

Arus 2

Arus 3

Arus 4 S

2.4.1.3 Neraca Massa Cyclone

Tabel 2.8 Neraca Massa Cyclone

Komponen

Input (kg/jam)

Output (kg/jam)

Arus 4

Gas (Arus 6) Padatan (Arus 5)

2.4.1.4 Neraca Massa Catalytic Converter Bed 1

Tabel 2.9 Neraca Massa Catalytic Converter Bed 1 Komponen

Input (kg/jam) Output (kg/jam)

Arus 6

Arus 7

O 2 352,36

N 2 3.481,32

SO 2 1.410,88

SO 3 0,00

Jumlah

Tabel 2.10 Neraca Massa Catalytic Converter Bed 2 Komponen

Input (kg/jam) Output (kg/jam)

2.4.1.6 Neraca Massa Catalytic Converter Bed 3

Tabel 2.11 Neraca Massa Catalytic Converter Bed 3 Komponen

Input (kg/jam) Output (kg/jam)

2.4.1.7 Neraca Massa Falling Film Reactor

Tabel 2.12 Neraca Massa Falling Film Reactor Komponen

Input (kg/jam)

Output (kg/jam)

Arus 9

Arus 10

Arus 11 PSME

0,00 Intermediet II

772,03 Intermediet III

1.482,26 MESA

Total

Tabel 2.13 Neraca Massa Digester Komponen

Input (kg/jam) Output (kg/jam)

Arus 11

Arus 12

Intermediet II

Intermediet III

2.4.1.9 Neraca Massa Bleacher

Tabel 2.14 Neraca Massa Bleacher

Komponen

Input (kg/jam)

Output (kg/jam)

Arus 20 Arus 15 Intermediet III

H 2 O 2 0,00

CH 3 OSO 3 H 0,00

2.4.1.10 Neraca Massa Neutralizer

Tabel 2.15 Neraca Massa Neutralizer

Komponen

Input (kg/jam)

Output (kg/jam)

Arus 15

Arus 16

Arus 17 MESA

CH 3 OSO 3 H 111,83

111,83 NaOH

0,00 MES

Total

Tabel 2.16 Neraca Massa Spray Dryer

Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam)

Arus 17

Arus 18

Arus 19 Metanol

CH 3 OSO 3 H 111,83

2.4.1.12 Neraca Massa Menara Distilasi

Tabel 2.17 Neraca Massa Menara Distilasi Komponen Input (kg/jam)

Output (kg/jam)

Arus 19

Arus 20

Arus 21 Metanol

2.4.2 Neraca Energi

2.4.2.1 Neraca Energi pada Melter

Tabel 2.18 Neraca Energi pada Melter Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 1 2.582,25

Q arus 2 0,00 126.250,67 Q peleburan 38.033,08

Q pemanas 85.635,33

Total

Tabel 2.19 Neraca Energi pada Sulfur Burner Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 2 126.250,67

Q arus 3 530.376,05

Q reaksi 6.536.977,19

Q arus 4 0,00 7.193.603,91

Total

2.4.2.3 Neraca Energi pada Cyclone

Tabel 2.20 Neraca Energi pada Cyclone Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 4 2.014.191,56

Q arus 5 0,00

Q arus 6 0,00 2.014.079,67

Total

2.4.2.4 Neraca Energi pada Catalytic Converter

Tabel 2.21 Neraca Energi pada Catalytic Converter Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q bed I 2.014.079,67 2.866.192,99 Q bed II 1.989.343,40 2.240.181,56

Q bed III 1.982.275,90 1.993.803,08 Q reaksi 2.171.503,97

Q pendingin 0,00 1.057.025,30

Total

Tabel 2.22 Neraca Energi pada Falling Film Reactor Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 9 261.839,99

Q arus 10 21.386,40

Q arus 11 0,00

Q reaksi 2.701.165,28

Q pendingin 0,00 2.177.033,86

Total

2.4.2.6 Neraca Energi pada Digester

Tabel 2.23 Neraca Energi pada Digester Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 11 807.357,80

Q arus 12 0,00

Q reaksi 540.233,06

Q pendingin 0,00

2.4.2.7 Neraca Energi pada Bleacher

Tabel 2.24 Neraca Energi pada Bleacher Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 12 845.843,48

Q arus 13 67.283,29

Q arus 14 10.735,71

Q arus 20 328.644,93

Q arus 15 0,00 1.249.468,61 Q reaksi 180.517,51

Q pendingin 0,00

Total

Tabel 2.25 Neraca Energi pada Neutralizer Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 15 1.249.468,61

Q arus 16 497.064,99

Q arus 17 0,00 1.816.950,88 Q reaksi 1.036.132,16

Q pendingin 0,00

2.4.2.9 Neraca Energi pada Spray Dryer

Tabel 2.26 Neraca Energi pada Spray Dryer Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 17 1.822.483,55

Q arus 18 0,00

Q arus 19 0,00

2.4.2.10 Neraca Energi pada Menara Distilasi

Tabel 2.27 Neraca Energi pada Menara Distilasi Komponen

Q input (kJ/jam)

Q output

(kJ/jam)

Q arus 20 954.984,80

Q arus 21 0,00

Q arus 22 0,00

2.5 Lay Out Pabrik dan Peralatan Proses

2.5.1 Lay Out Pabrik

Tata letak (layout) pabrik merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pabrik. Pengaturan tata letak pabrik harus Tata letak (layout) pabrik merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pabrik. Pengaturan tata letak pabrik harus

Pabrik MES ini akan didirikan pada areal seluas 3 hektar yang dapat menampung semua peralatan desain dan memungkinkan jika akan dilakukan perluasan pabrik. Untuk keamanan dan keselamatan kerja, maka area pabrik dibagi menjadi 2 bagian, yaitu OSBL (Outside Battery Limit) dan ISBL (Inside Battery Limit ).

a. OSBL (Outside Battery Limit) Area OSBL meliputi :  Kantor  Laboratorium  Klinik  Maintenance  Tempat ibadah  Pos keamanan  Tempat parkir

b. ISBL (Inside Battery Limit) Area ISBL meliputi daerah proses dan penanganan produk, control room, sistem utilitas. Di area ini diberlakukan sistem pengamanan dan keselamatan kerja yang ketat, ditandai dengan kewajiban untuk memakai helm, sepatu safety, dan alat-alat keselamatan lainnya. Secara keseluruhan, tata letak pabrik didasarkan b. ISBL (Inside Battery Limit) Area ISBL meliputi daerah proses dan penanganan produk, control room, sistem utilitas. Di area ini diberlakukan sistem pengamanan dan keselamatan kerja yang ketat, ditandai dengan kewajiban untuk memakai helm, sepatu safety, dan alat-alat keselamatan lainnya. Secara keseluruhan, tata letak pabrik didasarkan

Control room sebagai pusat dari segala peralatan elektronik yang mengendalikan dan mengoperasikan pabrik, perlu diletakkan pada lokasi yang aman namun staf yang ada di sana dimungkinkan untuk segera melakukan tindakan manual jika terjadi sesuatu di plant. Beberapa pertimbangan untuk control room :

 Tekanan udara di dalam control room dibuat lebih tinggi untuk mencegah

masuknya uap berbahaya dan beracun.  Mendesain control room agar tahan dari blast dan ledakan.  Menempatkan di lokasi yang memiliki resiko paling kecil, berdasarkan jarak

pisah dengan peralatan dan kemungkinan terlepasnya gas berbahaya dan beracun.