Efektivitas ekstrak daun babadotan (ageratum conyzoides L.) dalam bentuk Gganul terhadap mortalitas larva aedes aegypti

  PENDAHULUAN

  Sekitar 2,5 milyar orang atau 40 % dari populasi dunia hidup di daerah yang memiliki resiko tinggi sebagai tempat transmisi virus dengue. World Health (WHO) memperkirakan terjadi 500.000 kasus DBD dan 22.000

  Organization

  kematian yang paling banyak terjadi pada anak (WHO, 2010). Pengendalian vektor DBD salah satunya dilakukan dengan mengendalikan larva. Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya resistensi larva pada temefos di beberapa daerah di Indonesia, yaitu Yogyakarta pada tahun 1995, Jakarta dan Banjarmasin pada tahun 2007 oleh Departemen Parasitologi dan Pemerintah Daerah Jakarta . Penggunaan herbal sebagai larvasida sedang dikembangkan, salah satunya adalah babadotan yang sering dianggap gulma karena tumbuh liar di pekarangan atau ladang (Permadi, 2008).

  Menurut Oktafiani (2005) ekstrak daun babadotan dalam bentuk cairan kental mampu menyebabkan mortalitas larva Ae.aegypti sekitar 68 % pada konsentrasi ekstrak 2 % dan 71 % pada konsentrasi 2,5 %. Hal ini disebabkan senyawa saponin, tanin, alkaloid, dan flavonoid sebagai senyawa bioaktif yang bersifat toksik dapat masuk melalui penyerapan dalam jumlah besar pada dinding tubuh larva dan masuk melalui mulut karena larva biasanya mengambil makanan dari tempat hidupnya.

  Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin melakukan penelitian lanjutan, yaitu mengetahui efektivitas ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L.) dalam bentuk granul sebagai larvasida jika diberikan pada larva Ae. aegypti. Perubahan bentuk ekstrak ini akan mempengaruhi jumlah kematian larva karena pada ekstrak bentuk granul ditambahkan zat pengisi (filler), yaitu pati dari amilum singkong. Granul ini akan lebih tahan lama dalam penyimpanan dan mudah diaplikasikan sebagai larvasida Ae.aegypti yang memiliki tingkah laku bottom feeder, yaitu mengambil makanan di dasar air.

MATERI DAN METODE

  Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorium post test

  

only control group design di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan

  Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga, Jawa Tengah. Objek penelitian yang digunakan adalah larva Aedes aegypti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga, Jawa Tengah. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling pada populasi larva Aedes aegypti instar III. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L.) dalam bentuk granul sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah 24 jam. Daun babadotan diekstraksi menggunakan metode maserasi kemudian ditambahkan amilum singkong (Manihot uttilisma) sebagai filler untuk membentuk granul.Uji pendahuluan sebelumnya dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi yang digunakan pada uji penelitian. Konsentrasi yang didapatkan untuk uji penelitian adalah 0%, 2,5 %, 5 %, 7,5 %, dan 10 %. Larva yang mati akan dihitung jumlahnya setelah 24 jam kemudian data yang didapat akan dianalisis menggunakan One way ANOVA dilanjutkan dengan Post Hoc test dan analisis probit.

HASIL PENELITIAN

  IV

  1 Rata - rata

  2

  3

  5

  4

  25 25 25 (100%) Rata-rata

  25

  25

  25

  V

  23 24 22 (88 %)

  21

  22

  20

  Setelah dilakukan uji penelitian didapatkan hasil jumlah kematian larva Aedes

  aegypti selama 24 jam sebagai berikut :

  II

  Tabel 1. Jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah diuji dengan ekstrak daun babadotan bentuk granul dalam berbagai konsentrasi selama 24 jam.

  Keterangan :

  Kelompok I : 100 ml air ledeng (0%) Kelompok II : ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul 2,5 % Kelompok III : ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul 5 % Kelompok IV : ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul 7,5 % Kelompok V : ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul 10 %

  Hasil penelitian menunjukkan kenaikan konsentrasi ekstrak disertai dengan kenaikan jumlah kematian larva sampai tingkat konsentrasi 10 % yang mampu menyebabkan kematian larva 100 % . Data yang diperoleh kemudian dianalisis

  Kelompok Ulangan

  I 0 (0%)

  11

  18

  10

  10

  9 10 10 (40 %)

  III

  14

  14

  15 18 19,75 (79%) dahulu dilakukan uji Kolmogorov – Smirnov untuk mengetahui data tersebut terdistribusi normal atau tidak. Pada uji tersebut didapatkan nilai signifikansi, yaitu 0,161 untuk kelompok I dan 0,2 untuk kelompok II, III. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan α = 0,05 dan didapatkan hasil signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) sehingga data terdistribusi normal. Uji berikutnya yang dilakukan adalah

  

Levene’s test untuk mengetahui homogenitas varians data. Pada uji ini didapatkan

  nilai p = 0,00 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa varians data antara kelompok tidak homogen. Salah satu syarat ANOVA tidak terpenuhi maka dapat dilakukan transformasi data dan uji Post Hoc yang akan digunakan adalah Dunnet T3 test.

  Hasil uji ANOVA didapatkan p = 0,00 (p < 0,05) sehingga dapat ditarik kesimpulan terdapat perbedaan yang signifikan antara lima kelompok tersebut. Setelah dilakukan uji ANOVA maka untuk mengetahui perbedaan jumlah kematian antara kelompok yang satu dengan yang lain dilakukan uji Post Hoc, yaitu Dunnet

  

T3 karena varians data yang tidak homogen. Hasil uji Dunnet T3 diketahui antara

  kelompok I dengan kelompok II, III, IV, dan V terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05) sedangkan antara kelompok IV dan kelompok V tidak terdapat perbedaan secara bermakna (p > 0,05).

  Hasil uji Dunnet T3 secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Hasil uji statistik Dunnet T3

  Kelompok Signifikan Tidak Signifikan (p < 0,05) (p > 0,05)

  II, III, IV, V

  • - I

  II I, III, IV, V

  • - -

  III I, II, IV, V

  IV I, II, III

  V V I, II, III

  IV Pada penelitian ini juga digunakan uji analisis probit untuk mengetahui seberapa besar efektivitas ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L.) bentuk granul terhadap mortalitas larva Aedes aegypti yang dinyatakan dalam Lethal

  Concentration (LC), yaitu LC 50 dan LC

  99. Berdasarkan hasil analisis probit,

  didapatkan LC

  50 pada konsentrasi 2,993 % dengan interval antara 2,089 % dan 3,699

  %. Sedangkan LC

  99 didapatkan pada konsentrasi 13,287 % dengan interval antara 9,257 % dan 29,309 %.

  PEMBAHASAN

  Pengendalian Aedes aegypti sebagai vektor virus dengue penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah menurunkan populasi vektor untuk mengurangi kontak antara vektor dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi (Suparta, 2008). Pengendalian vektor dapat digolongkan dalam pengendalian alami (natural control) dan pengendalian buatan (artificial). Larvasida menggunakan bahan kimiawi merupakan salah satu pengendalian buatan yang tergolong dalam pengendalian kimiawi sedangkan pengasapan (fogging) dan penggunaan repelen hanya untuk menghalau nyamuk dewasa. Temefos yang dikenal dengan nama dagang Abate SG 1 % digunakan untuk pengendalian larva Aedes aegypti pada tempat penampungan air karena larvasida ini tidak bersifat toksik bagi manusia tetapi memiliki toksisitas tinggi terhadap larva nyamuk (Gandahusada et al., 2000).

  Larva sudah mengalami resistensi sebagai larva sehingga saat ini dikembangkan larvasida yang berasal dari herbal. Hasil pemeriksaan fitokimia terhadap daun babadotan menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, kuinon dan steroid. Herba babadotan (Ageratum conyzoides L.) mengandung asam amino, organacid, pectic substance, minyak atsiri, kumarin, ageratochromene, friedelin, B-sterol, stigmasterol, tanin, sulfur, dan potasium klorida (Utami, 2008).

  Alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin mampu bekerja sebagai racun pada larva baik sebagai racun kontak maupun racun perut. Alkaloid merupakan komponen aktif dari obat anestesi, sedatif, stimulan, relaksan, dan transqulizer. Selain bekerja di sistem saraf, alkaloid juga dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan karena alkaloid bertindak sebagai racun perut yang masuk melalui mulut larva (HowStuffWorks, 2009; Soparat, 2010). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wakhyulianto (2005) flavonoid dapat masuk melalui kutikula yang melapisi tubuh larva sehingga dapat merusak membran sel sehingga flavonoid dapat digunakan sebagai larvasida. Saponin merupakan senyawa bioaktif sebagai zat toksik termasuk dalam golongan racun kontak karena dapat masuk melalui dinding tubuh larva dan racun perut melalui mulut karena larva biasanya mengambil makanan dari tempat hidupnya. Saponin memiliki sifat seperti detergen sehingga dinilai mampu meningkatkan penetrasi zat toksik karena dapat melarutkan bahan lipofilik dalam air. Saponin juga dapat mengiritasi mukosa saluran pencernaan. Selain itu, saponin juga memiliki rasa pahit sehingga menurunkan nafsu makan larva kemudian larva akan mati karena kelaparan (Novizan, 2002). Zat berikutnya adalah tanin yang dapat mengganggu serangga dalam mencema makanan karena tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan sehingga proses penyerapan protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu. Menurut Hopkins dan Huner (2004), tanin menekan nafsu makan, tingkat pertumbuhan dan kemampuan bertahan.

  Seperti yang telah disebutkan pada uji analisis antara kelompok I dengan kelompok II, III, IV, dan V terdapat perbedaan bermakna. Hal ini disebabkan pada kelompok I tidak diberikan ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul sehingga larva dapat tetap hidup dalam air ledeng yang jernih sedangkan kelompok II, III, IV, dan V diberikan ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka akan semakin meningkatkan jumlah kematian larva karena alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin pada daun babadotan kandungannya akan semakin tinggi sehingga larva kelompok IV dengan kelompok V, yaitu jumlah kematian larva pada kelompok IV adalah 22 ekor sedangkan pada kelompok V didapatkan jumlah kematian larva 25 ekor. Jumlah kematian larva antara dua kelompok tersebut tidak begitu jauh perbedaannya sehingga konsentrasi ekstrak 7,5 % pada kelompok IV dengan konsentrasi ekstrak 10 % pada kelompok V memiliki pengaruh yang sama terhadap jumlah kematian larva.

  Analisis probit yang telah dilakukan dinyatakan dalam LC dan LC . Hal ini

  50

  99

  menunjukkan bahwa semakin rendah nilai LC

  50 suatu zat berarti zat tersebut

  memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam membunuh hewan coba karena dengan zat tersebut hanya diperlukan konsentrasi yang lebih rendah untuk mematikan hewan coba dalam waktu yang sama (Chang, 2004). Lethal concentration

  99 (LC 99 ) sangat

  penting karena penggunaan konsentrasi yang lebih besar dari nilai estimasi ini dapat berbahaya bagi lingkungan, kehidupan binatang lain, dan kehidupan manusia. Penggunaan konsentrasi yang lebih kecil juga menyebabkan tidak tercapainya target dan mungkin akan menyebabkan resistensi terhadap insektisida tersebut (Payton, et.al., 2003) .

  Hasil analisis probit pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian esktrak daun babadotan dalam bentuk cairan yang telah dilakukan oleh Oktafiani (2005). Penelitiannya didapatkan konsentrasi ekstrak 2 % dapat membunuh 68 % atau lebih dari separuh larva dan pada konsentrasi ekstrak 2,5 % dapat menyebabkan kematian larva 71 %. Berdasarkan hasil tersebut maka didapatkan efektivitas ekstrak daun babadotan dalam bentuk cairan lebih tinggi daripada ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul. Hal ini disebabkan penambahan amilum singkong (Manihot uttilisma) sebagai filler dalam pembuatan granul ekstrak daun babadotan tersebut sehingga mengubah banyaknya ekstrak yang harus digunakan.

  SIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L.) dalam bentuk granul dapat menyebabkan kematian larva Aedes aegypti dengan LC

  50 pada konsentrasi

  2,993 % dan LC 99 pada konsentrasi 13,287 %.

  SARAN

  Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut :

  1. Perlu dilakukan penelitian mengenai metabolit sekunder yang telah diisolasi, yaitu alkaloid, tannin, saponin, dan flavonoid yang digunakan sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti.

  2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh penambahan amilum singkong (Manihot uttilisma) terhadap kandungan zat daun babadotan dikaitkan dengan aktivitas larvasida.

  3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui waktu efektif konsentrasi ekstrak daun babadotan dalam bentuk granul untuk mematikan larva Aedes

  aegypti .

DAFTAR PUSTAKA

  Chang P. S. T. 2004. Cinnamon Oil May Be an Environmentally Friendly Practice,

  With the Ability to Kill Mosquito Larvae . http://www.news-

  medical.net/news/2004/07/19/3404.aspx (7 Juli 2010) Gandahusada S., Pribadi, W.(eds). 2000. Parasitologi Kedokteran. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, pp: 235-7.

  Hopkins W. G., Huner N. P. A. 2004. Introduction to Plant Physiology. Third Edition. Ontario : John Wiley and Sons Inc.

  HowStuffWorks. 2009. Alkaloid. http://science.howstuffworks.com/alkaloid info.htm. (8 Maret 2010).

  Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.

  Jakarta : Agromedia Pustaka, p : 77.

  Oktafiani W. 2005. Ekstrak Daun Babandotan (Ageratum conyzoides Linn.) sebagai Larvasida Nyamuk . Surakarta Universitas Sebelas Maret. Skripsi.

  Payton, M. E., Greenstone, M. H., Schenker, N. 2003. Overlapping confidence intervals or standard error intervals: What do they mean in terms of statistical significance?. J Insect Sci. 3 : 34.

  Permadi A. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta : Pustaka Bunda, p:18.

  Soparat S. 2010. Chemical Ecology and Function of Alkaloids. http://pirun.ku.ac.th/~g4686045/media/alkaloid.pdf (8 Maret 2010).

  Suparta I. W. 2008. Pengendalian terpadu vektor virus demam berdarah dengue,

  Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae). Proseding Pertemuan Ilmiah Dies Natalis Universitas Udayana.

  Denpasar : Universitas Udayana, pp:9-10. Utami P. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat : 431Jenis Tanaman Penggempur Penyakit . Jakarta : Agromedia Pustaka, pp : 18-9.

  Wakhyulianto. 2005. Uji Daya Bunuh Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum frutescen L.) terhadap Nyamuk Aedes aegypti . Semarang Universitas Negeri Semarang.

  Skripsi. World Health Organization. 2010. The Impact of Dengue. http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/index.html (1 Maret 2010).