Restoking Ikan HN sebagai Metode Baru da

Ade Putra/Universitas Jenderal Soedirman/083862388929

Restoking Ikan HN+ sebagai Metode Baru dalam Pelaksanaan Restoking Ikan
Berbasis HATCHERI (Habitat, Niche, dan Berwawasan Lestari)
Restoking menjadi suatu istilah yang populer bagi insan perikanan, stakeholder, dan juga
penggiat lingkungan. Hal ini cukup beralasan karena keberadaan ikan air tawar di perairan umum
sudah mulai berkurang akibat overfishing, pencemaran, dan pemanfaatannya yang tidak ramah
lingkungan. Bahkan menurut Nsor & Obodai (2016) menyatakan bahwa, “Sebanyak 20 % ikan
air tawar tergolong dalam status threatened, endangered, dan extinct”. Oleh sebab itu restoking
perlu dilakukan, karena menurut Kerr (2000) menyatakan bahwa, “Restoking memiliki berbagai
solusi, diantaranya yaitu untuk melestarikan ikan-ikan langka, menjaga ketahanan pangan,
memperbanyak keanekaragaman jenis, menjaga broodstock untuk dapat dibudidayakan, serta
dapat digunakan sebagai biological control agent atau kontrol biologi.
Semangat menjaga kelestarian ikan tanpa memperhatikan kesehatan habitat ikannya,
tidak akan mewujudkan tujuan dari pelaksanaan restoking, hal tersebut justru akan berdampak
negatif. Menurut Kanwal & Pathani (2012) menyatakan bahwa, ‘Kebutuhan biologis berupa
pakan menjadi hal yang mendasar untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, survival dan
eksistensi semua mahluk hidup”. Habitat yang tidak dijaga dan dipersiapkan tidak mampu
mendukung kebutuhan biologis dalam ekosistem. Akibatnya terjadi perebutan sumberdaya yang
terbatas, yang dapat mengakibatkan habisnya sumberdaya tersebut, sehingga ekosisitem menjadi
tidak seimbang. Apabila ekosistem tidak seimbang maka rawan akan terjadinya kepunahan. Hal

ini menjadi sumber masalah yang kurang diindahkan, padahal introduksi hanya akan menambah
beban bagi lingkungan, jika lingkungan tidak dipersiapkan terlebih dahulu (Kerr, 2000).
Menjaga kelestarian ikan harus didasari pada pengetahuan tentang niche atau
mikrohabitat, niche merupakan posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies dan peranan yang
dilakukan di dalam komunitasnya (Pocheville, 2015). Karena tanpa pengetahuan tersebut,
kegiatan restoking justru akan menimbulkan masalah lain. Wargasasmita (2005) menyatakan
bahwa, restoking dapat menimbulkan masalah berupa penurunan kualitas materi genetik melalui
hibridisasi, hal ini mengakibatkan susunan genom yang unik akan tereliminasi atau mengubah
alel yang seharusnya dapat terbentuk, akibatnya terjadi penyimpangan karakter dari ikan
indigenous, yang dapat mempersempit populasinya. Problem selanjutnya adalah terjadinya

Ade Putra/Universitas Jenderal Soedirman/083862388929

kompetisi, kompetisi akan kuat terjadi jika niche ikan yang diintroduksikan sama dengan niche
ikan spesies asli, penggunaan ruang ekologi yang sama berujung pada tersingkirnya spesies yang
tidak mampu bertahan. Dampak negatif lainnya yaitu predasi, predasi akan terjadi jika ikan yang
diintroduksikan berada pada satu tingkat lebih tinggi atau lebih rendah tingkat trofiknya dari
spesies asli.
Dampak negatif restoking ikan terhadap ancaman kelestarian spesies asli merupakan
tantangan bagi kita semua untuk mewujudkan tujuan introduksi dengan baik dan tetap menjaga

keseimbangan ekosistem. Restoking hanya dijadikan sebagai ajang mendapatkan eksistensi
belaka, bayangkan saja menurut Reid & Miller dalam Lampiran Keputusan BKIPM Nomor 67
tahun 2015, menyatakan bahwa 30% kepunahan ikan air tawar justru disebabkan oleh introduksi
ikan spesies asing, sedangkan 35 % kepunahan ikan air tawar disebabkan oleh perubahan atau
lenyapnya habitat (Reid & Miller dalam Wargasasmita, 2005). Hal ini menunjukan introduksi
ikan tanpa mempedulikan kesehatan habitatnya justru akan mengancam kepunahan ikan sebesar
65%. Oleh karena itu sebagai jawaban atas tantangan tersebut, dilahirkanlah metode Restoking
Ikan HN+. Metode yang lahir sebagai buah atas keprihatinan dalam pelaksanaan restoking ikan
yang tidak mempedulikan dampaknya di masa mendatang.
Restoking Ikan HN+ merupakan suatu metode restoking dengan memperhatikan
kelestarian dan kesehatan habitat dipadukan dengan konsep penggunaan niche atau relung
ekologi yang berbeda antara ikan yang akan diintroduksikan dengan ikan spesies asli. HN +
merupakan singkatan dari 3 konsep utama, yaitu H yang merupakan singkatan dari konsep
habitat, N adalah singkatan dari konsep niche, dan

+

merupakan konsep pengawasan

berkelanjutan terhadap pelaksanaan 2 konsep H dan N yang telah dilakukan. 3 konsep tersebut

dipadukan guna menjalankan restoking yang berwawasan lestari dan berkelanjutan.
Konsep habitat menjadi tahap pertama dalam menjalankan metode Restoking Ikan HN +.
Mengapa konsep habitat ditempatkan dalam urutan pertama?, hal ini karena menjaga habitat
sangat penting, mengingat habitatlah yang mendukung seluruh fase dalam kehidupan ikan, mulai
dari telur, larva, fry, juvenil, dewasa, dan kemudian memijah. Ada beberapa langkah pada tahap
berkonsep habitat ini, yaitu;

Ade Putra/Universitas Jenderal Soedirman/083862388929

1.

Membersihkan sampah dari perairan umum menjadi agenda pertama dalam pelaksanaan
tahap ini, perairan umum harus terjaga kebersihannya dari sampah, karena dapat
menimbulkan pencemaran dan memperburuk kualitas air.

2.

Kedua adalah menanami tanaman riparian di tepi perairan umum dan reboisasi di daerah
hulu sesuai dengan jenis tanaman asli yang ada di perairan umum tersebut, hutan di daerah
hulu dan tanaman riparian sangat berfungsi untuk menjaga erosi tanah, menyimpan

cadangan air dan akar-akarnya dapat menjadi nursery ground bagi ikan.

3.

Kemudian yang ketiga adalah menggalang kerjasama dengan aparat berwenang, yang
memiliki kekuasaan untuk menyusun peraturan tentang pelarangan mendirikan rumah di
bantaran sungai, melarang aktivitas penambangan pasir dan batu yang berlebihan,
pelarangan membuang sampah di perairan umum, pelarangan perairan umum sebagai
tempat pembuangan limbah industri, dan penerapan system tebang pilih di daerah hulu
sungai supaya terhindar dari kegundulan hutan yang berpengaruh terhadap kelimpahan dan
kualitas air.
Tahap kedua adalah penerapan konsep niche yang berbeda, konsep ini menjadi tahap

selanjutnya setelah habitatnya mampu mendukung organisme untuk survive. Konsep niche
adalah konsep paling inti karena berkaitan dengan penentuan ikan yang akan diintroduksikan.
Berikut beberapa langkah dalam pelaksanaan konsep niche:
1. Langkah pertama dari konsep ini adalah menggali informasi mengenai spesies asli yang
menghuni perairan umum tersebut. Informasi yang paling utama untuk digali yaitu mengenai
jenis ikan spesies asli, selanjutnya adalah mengenai feeding habit, food habit, peranannya
dalam komunitas, dan seberapa luas toleransi terhadap lingkungannya meliputi rentang pH,

suhu, DO, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman dan salinitas. Informasi tersebut digunakan
sebagai acuan untuk memilih ikan yang akan diintroduksikan, supaya tidak menyamai dari
niche spesies asli yang dapat menyebabkan kompetisi. Mengenai jenis-jenis ikan yang dapat
dipadukan dapat dilihat dalam buku berjudul “Ecological Impacts of Fish Introductions:
Evaluating the Risk” karya Kerr.
2. Kedua, ada dua prinsip dari konsep niche ini yang harus dipatuhi yaitu pertama, ikan yang
akan digunakan untuk introduksi harus berasal dari proses reproduksi alami, dengan tujuan

Ade Putra/Universitas Jenderal Soedirman/083862388929

supaya materi genetiknya tetap terjaga dan lebih survive di alam, dan prinsip kedua yaitu
ikan diuji lambungnya untuk menentukan kualitas dan kuantitas diet ikan, informasi diet ini
digunakan untuk menilai berapa banyak ikan yang dapat diintroduksikan, hal in bertujuan
supaya sumber daya yang ada di perairan umum tetap bisa memenuhi kebutuhan oreganisme
yang ada.
Tahap ketiga ialah konsep pengawasan, pengawasan ini dilakukan setelah konsep habitat
dan niche sudah diterapkan. Pengawasan ini dilakukan secara periodik untuk menilai taraf
keberhasilan sebagai dasar tindakan selanjutnya. Pengawasan dilakukan untuk menilai kelayakan
habitat, dampak terhadap ikan spesies asli, dan ketersediaan sumberdaya yang tersedia. Apabila
hasil pengawasan menunjukan bahwa ikan introduksi berdampak negatif terhadap ikan spesies

asli, maka harus diambil tindakan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sejumlah ikan
yang sudah diintroduksikan. Apabila ketersediaan sumberdaya dinilai kurang mencukupi, maka
dilakukan penambahan sumberdaya tersebut. Kemudian jika habitat mengalami kerusakan, maka
perlu dikaji untuk mengambil tindakan terhadap habitat tersebut, apakah yang harus diperbaiki,
ditambahkan, atau dimodifikasi supaya ekosistem tetap seimbang.
Metode Restoking Ikan HN+ memang membutuhkan waktu yang tidak instan,
membutuhkan pengetahuan, dan kehati-hatian. Restoking Ikan HN+ dengan 3 konsepnya harus
dilaksanakan secara berurutan serta berkelanjutan. Setiap tahapan tersebut dapat saja dilakukan
oleh seseorang, badan, instansi, atau organisasi yang berbeda, tetapi tetap harus
berkesinambungan. Artinya seseorang, badan, instansi, atau organisasi, bisa saja hanya
melaksanakan metode Restoking Ikan HN+ Tahap 1, namun bisa juga melanjutkan dari
seseorang, badan, instansi, atau organisasi lain untuk melaksanakan Restoking Ikan HN+ Tahap 2
atau Tahap 3.
Restoking ikan secara instan sudah saatnya mulai kita tinggalkan, karena hanya masalah
barulah yang akan dituai. Kepedulian terhadap lingkungan harus dilakukan dengan penuh
kesungguhan dan berdasar atas ilmu. Restoking bukan sekedar melepaskan ikan dan dibiarkan
begitu saja di alam, tetapi menjadi tanggungjawab besar kita untuk memperhatikan
keberlanjutannya. Menjaga kesehatan habitat dan kelestarian spesies asli merupakan bagian dari
menjaga kehidupan manusia, karena ekosistem yang tidak seimbang akan berdampak juga
terhadap manusia. Oleh karena itu penerapan metode Restoking Ikan HN + perlu digalakan,


Ade Putra/Universitas Jenderal Soedirman/083862388929

karena metode ini berwawasan mempertahankan keseimbangan habitat dan organismenya.
Metode yang diawali dengan memulihkan kesehatan habitat untuk mempersiapkan sumberdaya
yang dibutuhkan oleh organisme nantinya, menjadi solusi yang tepat, karena tanpa sumberdaya
yang memadai maka kompetisi akan menyingkirkan spesies asli. Jika metode Restoking Ikan
HN+ masih dipertanyakan keefektivannya, maka pertanyaan yang muncul adalah, “Seberapa
efektivkah restoking model instan menghancurkan spesies asli dan lingkungan?”.

Ade Putra/Universitas Jenderal Soedirman/083862388929

DAFTAR PUSTAKA
Kanwal, B. P. S., & Pathani, S. S. 2012. Food and Feeding Habits of a Hill Stream Fish, Garra
lamta (Hamilton-Buchanan) in some Tributaries of Suyal River, Kumaun Himalaya,
Uttarakhand (India). International Journal of Food and Nutrition Science. 1 (2): 16-22.
Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan No.
67/ Kep-BKIPM/ 2015 Tentang Petunjuk Teknis Pemetaan Sebaran Jenis Agen Hayati
yang Dilindungi, Dilarang dan Invasif di Indonesia.
Kerr, J. S. 2000. Ecological Impacts of Fish Introductions: Evaluating the Risk. Fish and

Wildlife Branch Ministry of Natural Resources 300 Water Street and RE Grant
Association Environmental Advisors 1525 Lyn Road, R. R. #3. Ontario.
Nsor, C. Y., & Obodai, C. A. 2016. Environmental Determinants Influencing Fish Community
Structure and Diversity in Two Distinct Season among Wetlands of Northern Region
(Ghana). International Journal of Ecology. 2016 (1): 1-10.
Pocheville, A. 2015. The Ecological Niche: History and Recent Controversies. Springer.
Dordrecht.
Wargasasmita, S. 2005. Ancaman Invasi Ikan Asing terhadap Keanekaragaman Ikan Asli. Jurnal
Biologi Indonesia. 5 (1) : 5-10.