Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit

Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan Kondisi Geografis Secara administrative Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi JawaTengah. Letak Desa Ringgit berada pada 4 km dari ibukota kecamatan dan 20 km dari

  ibukota kabupaten dengan bataswilayah desa sebagai berikut :

  1. Sebelah barat : Desa Kaliwungu Lor

  2. Sebelah Utara : Desa Susukan

  3. Sebelah Timur : Tunjungan

  4. Sebelah Selatan : Kelurahan Lereng Luas wilayah Desa Ringgit kurang lebih sekitar 103 Ha yang terdiri atas sawah, pemukiman dan pekarangan, bangunan umum, dan lain – lain. Secara topografi daerah ini termasuk daerah yang landai, tidak berbukit dengan ketinggian 133 m diatas permukaan laut. Curah hujan rata – rata didaerah ini 2066 mm per tahun dengan suhu udara rata – rata berkisar antara 22 – 34 derajat celcius. Jenis tanah di daerah ini adalah Regasol dengan pH 5,0 – 5,4 sehingga tanah cenderung asam.

Kondisi Demografi

  Jumlah penduduk di Desa Ringgit hingga akhir 2013 berjumlah 4.494 jiwa yang terdiri dari 1440 Kepala Keluarga (KK) dan terbagi dalam satu RU=ukun Warga (RW) dan empat Rukun Tetangga (RT).

  Jumlah penduduk berjenis kelamin pria sebanyak 2333 jiwa dan wanita sebanyak 2161 jiwa. Kelompok yang terbanyak adalah 26 – 50 tahun. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Ringgit Tahun 2013

  

Jenis Kelamin

Umur (Tahun) Pria (Jiwa) Wanita (Jiwa) Jumlah 0-5

  98 91 189

6-15 354 335 689

16-25 487 453 940

26-50 1047 974 2021

  

>50 347 308 655

Jumlah 2333 2161 4494

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

  Berdasarkan Tabel 4.1. Penduduk di Desa Ringgit sebagian besar berusia 26 – 50 tahun sebanyak 2021 penduduk, jumlah laki-laki masih lebih banyak daripada perempuan dan jumlah usia produktif menempati posisi tertinggi dalam komposisi jumlah penduduk.

  Di Desa Ringgit Tingkat pendidikan masyarakat sudah cukup baik, dimana presentase lulusan SLTA / Sederajat cukup besar yaitu 33,6 persen, disusul kemudian dengan lulusan SLTP/Sederajat sebesar 31 persen. Untuk perncian tingkat pendidikan masyarakat Desa Ringgit dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Di Desa Ringgit Tahun 2013

  No. Pendidikan Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

  1 Belum Sekolah 24 5,5

  2 TK 32 7,3

  3 Tamat SD/Sederajat 73 16,7

  4 Tamat SLTP/Sederajat 136

  31

  5 Tamat SLTA/Sederajat 147 33,6

  6 Tamat Diploma 14 3,2

  7 Tamat Sarjana 12 2,7 Jumlah 438 100 Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

  Ditinjau dari mata pencaharian, sebagian besar masyarakat Desa Ringgit bekerja di sector pertanian. Di Desa Ringgit masyarakat petani ada yang menggarap lahan sawah baik milik sendiri maupun milik orang lain (buruh tani). Selain itu, ada petani penggarap yaitu petani yang menggarap sawah dengan cara menyewa lahan dan hasil panen diterima secara utuh oleh petani, dan petani penyakap yaitu petani yang menggarap sawah namun tidak menyewa lahan tetapi membagi hasil panen dengan system 50:50 dan biaya yang dikeluarkan dari proses produksi hingga panen berasal dari petani penggarap. Berikut rincian jenis mata pencaharian penduduk di Desa Ringgit pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Ringgit Tahun 2013

  

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

  1 Pegawai Negeri 20 7,6

  2 Pegawai Swasta 12 4,6

  3 Wiraswasta 24 9,1

  4 Petani 107 40,7

  5 Pertukangan

  8

  3

  6 Buruh Tani 86 32,7

  7 Pensiunan 6 2,3

Jumlah 263 100

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

  Jika kita membahas berapa rata-rata umur SDM di Desa ringgit mulai konsentrasi di bidang pertanian, tentunya berkisar umur 27 tahun keatas. Masyarakat desa ringgit memiliki budaya atau kebiasaan bagi kalangan muda (produktif) setelah lulus SMU lebih banyak merantau keluar daerah, dimana didominasi untuk tujuan mencari kerja dan pengalaman ke Jakarta atau Ibukota Provinsi. Pola urbanisasi untuk mencari peluang kerja lebih tertuju di kota besar, sedangkan untuk mencari pendidikan lanjut masih di dominasi kota Yogyakarta dan Sekitar Jawa Tengah. Tidak menutup kemungkinan kalau mereka melakukan kuliah dan kerja, hal yang seperti ini yang menarik dari cerita perantauannya. Belum ada penelitian yang lebih detail namun itulah fenomenanya yang terjadi. Dan hal ini juga diungkapkan oleh pak Wuryanto karena beliau pernah mengalami hal tersebut.

  Bagaimana penerus petani? Mari kita balik membahas tentang petani, regenerasi petani diawali oleh warga yang kurang mampu untuk bekerja diluar daerah atau anak yang bisa dikatakan sebagai penjaga orang tua, biasanya hal ini terjadi pada kasus tingkatan anak sebagai contoh anak bungsu, anak yang kurang mampu dibidang akademik, dan memang dilarang orang tua. Opsi menjadi petani adalah opsi yang terakhir dan bisa jadi setelah merantau tidak ada pilihan lain, dimana opsi ini menurut pandangannya masih menjadi bentuk diskriminasi profesi yang paling rendah dibandingkan bekerja diluar daerah. Dari sini hasil observasi mengarah pada kesimpulan dimana kaum sumber daya manusia lebih terserap pada sektor industri ketimbang pertanian. Bagaimana dengan lahan yang digarap bagi mereka yang menjadi petani? Biasanya lahan yang digarap adalah lahan orang tua dan lahan dari saudara-sadura yang pergi merantau, adapun lahan pribadi juga dimiliki walaupun masih gabung dengan lahan orang tua. Tidak ada batasan umur dalam bidang pertanian untuk profesi petani.

  Tingkat mobilitas warga yang bekerja diluar Desa biasanya berlangsung paling lama 5 tahun. Setelah itu mereka kembali ke Desa lagi untuk merencanakan masa depan, baik untuk bertahan atau pergi merantau lagi. Dengan berbagai kondisi ada yang menikah dan menetap atau pindah mengikuti pasangannya, ada juga yang bekerja lagi, serta tidak menetap lagi di Desa Ringgit.

Fenomena Alam dan Manusia

  Anggapan pertanian di Indonesia sebagai pertanian yang ramah lingkungan bukan hanya sebagai impian semata. Berbagai prespektif yang membahas tentang pertanian organik adalah alami. Prespektif tersebut muncul dan memiliki tujuan yang sama untuk mengenalkan pertanian yang lebih menekankan alam sebagai faktor pendukung pertanian yang memiliki kearifan terhadap alam. Penjabaran menganai pertanian organik selama penelitian dan diskusi di Desa ringgit memiliki macam prespektif dan penangkapan yang berbeda baik untuk desa ringgt sendiri, lingkup Pemerintah Kabuten Purworejo, Nasional dan international.

  Sebelum peneliti membahas pengadopsian teknologi pertanian padi dengan metode tanam SRI Organik yang mendasari penelitian ini, peneliti akan memulainyai dari latar belakang alam yang merupakan faktor utama sektor pertanian di Purworejo. Alam sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari pertanian dan sarana dalam menanam. Anggapan alam adalah teman petani selalu diperkenalkan kepada para petani di Desa Ringgt secara turun temurun. Pada zaman dahulunya pertanian masih belum mengenal yang namanya bahan – bahan kimia. Pengelolaan tanah dan irigasi air merupakan kunci untuk mendapatkan hasil komoditas padi yang memiliki kualitas. Menurut key informant (Mas Bejo) 1 yang menerangkan mengenai pola tanam padi zaman dulu mengungkapkannya sebagai berikut.

  

“kalau pertanian zaman dulu itu, zamannya si mbah – mbah

bahkan mungkin eranya Belanda dan sebelumnya, saya kalau

diceritakan mereka itu kalau bertani itu pupuknya pake abu

dapur, abu – abu dari asap tungku yang menggumpal di

pawon. Itu dikumpulin dan dicampur ditanah persawahan-

nya, ada juga campuran dari sampah organik. Sampah zaman

dulukan masih bersifat mudah diuaraikan atau membusuk,

tidak seperti sampah zaman sekarang yang susah diuraikan

seperti plastik dan baham terbuat dari logam yang kadang

bisa mencemari tanah. Selain proses pertanian yang penting

pengairannya lancar, tidak lebih tidak kurang. Dan untuk

perawatan tanaman dilakukan secara sederhana, semisal

untuk menangani hama ya dilakukan dengan menggunakan

prinsip rantai makanan yang kita pelajari di sekolah dasar.

Hasilnya pertanian zaman dulu itu ditunjukan dengan

tanaman padi yang tinggi dan isi yang banyak. Yang utama

zaman dulu itu cuaca masih bisa diprediksi dan alam

memang benar – benar membantu.”

  Membahas tentang kondisi alam untuk mendukung pertanian tentunya saat ini sangat berbeda dengan zaman dulu. Perubahan iklim merupakan salah satu hal yang dirasakan oleh para petani dalam memulai masa tanam. Ketika dulu menentukan masa tanam masih menggunakan pranata wangsa. Pranata wangsa dikatakan sudah tidak relevan dengan kondisi alam yang ada saat ini. Selain itu kondis irigasi dan kesuburan tanah masih perlu perhatian. Membahas tentang pertanian padi di desa ringgit tentunya banyak hal yang perlu ditinjau.

  Mas Bejo menyampaikan 1 Hasil wawancara pada tanggal 16 Oktober 2011, Mas Bejo merupakan pegiat SRI di

  Kabupaten Purworejo

  

“Pranata wongso pada mbah–mbah zaman dulu pada mbah

saya masih dipegang teguh dan masih digunakan sebagai

acuan mt1, mt2, dan mt 3, juga masa panennya. Berjalannya

waktu saat kimia tu digembor-gemborkan, pranata itu sudah

tidak dapat digunakan karena iklim itu sudah tidak dapat

digunakan karena berubah ubah”.

  Dalil itu dikuatkan oleh Pak Wurianto 2 “ Dulu masih memang teguh

  pranata wongso , sekarang sudah

tidak dapat dipakai karena alam tidak menentu. Pernah dulu

ada yang kekeh menggunakan pranata wongso

  , tetapi

haslnya malah merugi. Karena yang lain pada panen dia

belum panen, sehngga hama burung itu datang ketika petani

itu panen. Oleh karena para petani ketika musim tanam ya

tanam, panen ya panen, supaya tidak rugi pada waktu

memperoleh hasilnya.”

  Back to nature merupakan selogan yang selalu didengungkan kepada para petani agar sistem dari pengelolaan lingkungan dapat menjadi arif dan menghasilkan keuntungan yang tidak hanya dilihat dari materi saja melainkan sarana yang dapat mendorong.

  Pertanian dilakukan dengan cara mengandalkan ecofarming dikenal sebagai metode pertanian yang memperhatikan keseimbangan ekoistem, memelihara keanekaragaman hayati, dan berbagi kesepatan kerja diantara sesama. Pada abad ke-20, hampir tidak ada lagi upaya pertanian yang ramah lingkungan karena secara teknis lebih merujuk pada kegiatan pertanian dari luar negeri yang beriklim bukan tropika, bukan kepulauan, bukan sumber keanekargaman dan semata-mata karena pertimbangan ekonomi yang ekspansif.

  Tidak banyak yang diingat dengan pasti, peristiwa apa yang telah terjadi dimasa lalu. tetapi kami sangat antusias dalam mendalami dan memaknai perjalanan dalam perjuangan pertanian pangan di Desa Ringgit. Seperti anak kecil yang suka dongeng itulah yang kami lakukan dalam mendiskripsikan cerita dari 3 nara sumber yaitu Mas Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa. Seperti yang diketahui bahwa 2 Hasil Wawancara 19 Oktober 2011, Pak Wuryanto S.E merupakan adik dari Pak

  Slamet Supriyadi, Beliau sekretaris kelompok pemuda tani lestari pertanian pada tahun 1997 merupakan momen dimana pertanian tanaman pangan mengalami tingkat kesengjangan dibandingkaan industri dan ini ditandainya dengan pertanian konvensional yang digadang-gadang dapat menyediakan hasil pangan yang murah dan dengan biaya produksi yang besar. Pertanian konvensional merupakan pertanian dengan menggunakan pupuk kimia yang telah dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun 1970. Sebelum menengok kondisi tahun 1997 dan tahun 2003 didesa ringgit, kami dibawa kedalam fase perjalanan pertanian di Indonesia. Hal yang kami temukan dalam diskusi ini adalah peristiwa Deklarasi Ganjuran. Peristiwa ini dianggap titik terang yuang melahirkan Paguyuban Tani- Nelayan Hari Pangan HPS. Sedikit info yang kami dapat secara tidak langsung di media internet dijelaskan bahwa, deklarasi Ganjuran dicetuskan dalam Seminar Kaum Tani di Ganjuran pada tanggal 16 Oktober 1990.

  Membahas ketahanan pangan nasioanal, tentunya tidak lepas dari kearifan lokal. Kearifan local sebagai sistem dan aturan yang tidak tertulis dimasyarakat merupakan acuan kehidupan dalam berbagai aspek. Hal ini ditinjau dari kajian budaya yang dimiliki dan menjadikannya sebagai bentuk nilai luhur yang dijalankan secara berkelanjutan. Kearifan lokal akan budaya merupakan seperangkat pengetahuan dan praktik yang digunakan sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan dan kesulitan dari berbagai aspek yang dihadapi dengan cara bijak, baik dan benar.

  Dalam sejarahnya, kearifan lokal yang tidak lepas dari aspek pangan adalah hubungan manusia dengan alam. Adanya tata aturan hubungan manusia dengan alam bertujuan mengusahakan kegiatan untuk konservasi guna pemeliharaan tumbuhan dan hewan untuk keberlangsungan kehidupan mahluk bumi yang selalu menjadi bentuk rantai makanan.

  Pada mulanya kehidupan manusia sangat bergantung pada alam, dimana hal ini ditunjukan melalui bentuk kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Dengan seiringnya perubahan zaman, manusia mulai beralih pada kehidupan berburu dan meramu, pemahaman manusia akan kehidupan semakin berkembang berdasarkan pengalaman dan dimulainya inovasi baik dari membuat jebakan hewan buruan dan mulai mengumpulkan tumbuhan. ketika manusia mulai hidup menetap di gua-gua, mereka mempelajari bagaimana mengembang biakan tumbuhan dan hewan. Dari pemahaman akan pegalaman dan pembelajaran selama perubahan zaman, pemahaman akan pemanfaatan alam terus berkembang dari pengklasifikasian tanaman menurut fungsinya dan hewan penggolongan sebagai alat transportasi, pembajak tanah dan hewan sebagai penjaga.

  Di daerah pulau Jawa, kearifan pangan lokal tidak bisa dilepaskan dengan pengetahuan tentang gejala-gejala alam dan tanda- tanda munculnya jenis binatang-binatang tertentu. Dalam masyarakat jawa gejala alam dimanfaatkan sebagai patokan untuk memulai suatu kegiatan bercocok tanam dan penentuan jenis pangan yang sesuai dengan musim. Hal ini dinamakan dengan istilah pranatawangsa, yaitu aturan penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan.

  Menurut pengetahuan masyarakat jawa pranatamangsa dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu. Dasar dari prntawangsa adalah peredaran matahari dan siklusnya (setahun) berumur 365 hari (atau 366 hari) serta memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya. Dalam satu tahun pranatawangsa terdapat empat periode musim periode pertama adalah mangsa kaji, karo dan ketehu. Ketiga mangsa tersebut termasuk dalam musim ketiga, sedangkan mangsa kapat, kalima dan kanem masuk dalam musim labuh. Musim selanjutnya adalah rendheng yang terdiri atas mangsa kapitu, kawolu, dan kasanga, sedangkan mangsa sedasa, sawales dan rolas adalah musim mareng. Dengan ilmu titen itulah tanaman pangan dikembangbiakan. Selain pranata mangsa petani tradisional juga mempunyai pengetahuan tentang tanda-tanda alam, yakni ilmu perbintangan sebagai contoh munculnya bintang tertentu (lintangluku/ waluku).

  Hingga kini pranatamangsa tetap digunakan dalam usaha pertanian pada sebagian masyarakat Jawa. Kearifan lokal dalam kandungan prantamangsa merupakan perwujudan dari menyikapi alam sebagai penghasil sumber daya pangan lokal yang dapat dibudayakan secara arif sehigga masalah kekurangan pangan dapat terhindari.

  Tanaman padi di Indonesia memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan dari segi quantity dan quality. Hal ini tentunya didukung oleh beberapa faktor yang bisa mengkondisikan tanaman untuk menghasilkan hasil yang optimal, diantaranya unsur biomassa, tanah, tanaman air dan agroekosistem.

  Di Indonesia, upaya peningkatan produksi padi terus menerus dilakukan melalui berbagai pengenalan inovasi teknologi. Dari pengamatan fenomena yag terjadi dilapangan memperlihatkan lemahnya hasil peningkatan produksi padi yang dicapai dari beberapa dasawarsa terakhir ini.

  System of Rice Intensification atau dikenal dengan sebutan SRI merupkan metode budidaya tani padi yang intensif ruang dan efisien bahan berbasis pengelolaan interaksi tanaman dengan bioreaktornya yang mencakup mekanisme siklus ruang yang dibngun oleh bahan organik kompos dan siklus kehidupan yang dibangun oleh semaian mikroorganisme local (MOL). Di Indonesia SRI mulai diperkenalkan pada tahun 1997 di Bogor oleh Prof.Normaan Uphoff dari Universitas Cornel Amerika Serikt. Metode penggunaan SRI banyak diterapkan diberbagai tempat di Jawa Barat, diantaranya Sukabumi, Garut, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, dan Cianjur.

Teknologi Pertanian

  Teknologi muncul dari pemikiran manusia yang mampu megimplementasikan ide. Dengan munculnya ide, maka hal ini digunakan manusia sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan, pencapaian hidup yang lebih baik, lebih aman, dan nyaman. Perkembangan teknologi terjadi karena sebagai manusia menggunakan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.

  Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Teknologi juga memberikan banyak kemu-dahan, serta sebagai cara baru dalam melaku-kan aktivitas manusia. Manusia juga sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi teknologi yang telah dihasilk-an dalam dekade terakhir ini.

  Pada dunia pertanian Sistem pertanian organik meupakan perwujudan atas permasalahan pertanian. Secara sederhana pertanian organik meupakan bagian teknologi dalam bentuk system produki pertanian terpadu, dengan optimalisasi kesehatan dan produktivitas agoekosistem, keragaman hayati, siklus biologi dan aktifitas biologi pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan dan berkelanjutan. Merujuk pada Kardinan (2017) yang mengungkapkan mengapa harus system pertanian organik diantaranya 1) harga bibit dan pupuk yang semakin hari cenderung meningkat harganya yang disebabkan benih yang digunakan tidak tidak dihasilkan sendiri oleh petani, sehingga petani tidak memiliki nilai tawar terhadap harga benih. Hal ini juga serupa dengan pupuk yang juga tidak diproduksi oleh petani. Petani lebih percaya dengan hasil pemupukan yang diproduksi oleh pabrikasi dengan metode kimiawi yang dijual dengan harga melambung terlampau tinggi. 2) minimnya pengetahuan petani dalam pengelolaan lahan pertanian. Dimulai dari pengetahuan penyiapan lahan, system hidrologi, pola tanam, karakter lahan, cuaca dan kecenderungan pasar. 3) menghilangnya pengetahuan dan kearifan local dalam mengelola lahan pertanian. Keempat, belum adnya kebijakan terpadu dari pemerintah dalam mendorong kemajuan pertanian Indonesia.

  Pertanian orgnik merupakan suatu gagasan kembali sebagai teknologi yang memiliki peran sebagai solusi bagi kegiatan pertanian mengedepankan tiga faktor, diantaranya lingkungan, ekonomi dan social yang merujuk pada kesehatan masyarakat. Pada kenyataannya, ketika salah satu factor berkembang maka factor lainnya akan terusik. Missal dengan berkembangnya factor ekonomi, maka biasanya akan menggangu keseimbangan lingkungan dan sisial atau sebaliknya.

  Daily Routine

Rutinitas Rumah Tangga ( )

  Lingkungan pedesaan merupakan bentuk kesederhanaan dari warga yang tinggal. Aktivitas yang dilakukan warga dilakukan dari matahari terbit sampai malam hari. Berdagang, bertani, pelayanan masyarakat, serta kantor abministrasi pemerintah dan keuangan menjadi rutinitas aktivitas yang dilakukan. Tidak kalah sibuknya dengan perkotaan, tetapi yang membedakannya adalah kegiatan tersebut dikemas secara lebih sederhana. Pedesaan bukan hal yang dipandang remeh, tetapi potensi ekonomi Negara bisa bergerak untuk keberlangsungan ekonomi.

  Desa Ringgit memiliki potensi yang selalu dikembangkan oleh warganya. Potensi dari pengelolaan lahan untuk pertanian dan peternakan menjadi motivasi dalam memajukan desa. Berangkat dari hal yang kecil itulah kunci dari suatu kesuksesan. Dapat dilihat perkembangan kesejahteraan warga desa dimulai dari sektor rumah tangga. Pada penulisan ini akan diterangkan bagaimana analisis rumah tangga dapat mengcover kesejahteraan rumah tangga, khususnya bagi mereka petani padi dengan menggunakan metode SRI baik dari pola kesehatan, pendidikan, konsumsi, dan pendapatan. Keempat hal tersebut menjadi indikator penting dalam menggambarkan kesejahteraan warga didesa ngombol. Selain itu pola organisasi dan kelembagaan akan dijelaskan dalam mendorong tindakan aktif dari rumah tangga di desa Ringgit.

  Desa ringgit merupakan sentra dari metode tanam SRI, meski tidak dapat dikatakan semua pertanian disana digarap dengan melakukan metode pertanian SRI. SRI merupakan pilihan bagi pertanian padi di Desa Ringgit, para anggota dapat keluar dan masuk kembali untuk melakukan metode ini. Dari kegiatan inilah seharusnya dilakukan pola pengamatan dari lingkup yang paling sederhana yaitu keluarga petani SRI.

  Rutinitas dari aktivitas petani di Desa Ringgit dimulai sebelum matahari terbit. Pada umumnya rutinitas petani dapat dikatakan sama. Bangun pada waktu subuh dan memulainya dengan ibadah. Hal tersebut dilakukan oleh kebanyakan orang tua dari anggota keluarga tersebut. Dari segi gender, peran dari wanita dan pria sebagai pasangan suami istri sebenarnya saling melengkapi. Dalam rumah tangga keluarga wanita memang memiliki peran vital dalam mengelola kegiatan setiap aktivitas bagi anggota keluarga. Dapat dikatakan awal dari kegiatan ketika subuh diawali dengan instruksi seorang Ibu.

  Peran wanita sebagai istri benar-benar dibutuhkan, dimana memiliki tugas dari membangunkan semua anggota keluarga sampai menyiapkan sarapan. Sebagai seorang istri, wanita di pedesaan memiliki tingkat ketanggapan akan keperluan suaminya sebelum melakukan aktivitasnya. Dengan teliti menyiapkan kebutuhan dan peralatan sebelum suaminya berangkat ke sawah. Kegiatan rutinitas wanita dipagi hari tentunya disesuaikan dengan aktivitas pertanian, dimana ada masa tanam, masa pemeliharaan dan masa panen. Sarapan bagi suami dipagi hari sebelum berangkat ke sawah sangat jarang dilakukan, biasanya teh hangat atau air putih cukup untuk mempersiapkan stamina berangkat ke sawah. Sekitar jam 07.00 WIB sampai jam 09.00 WIB inilah yang digunakan untuk sarapan oleh suami dirumah atau jika suami tidak pulang (sudah dibilang dari rumah) istri akan menyusul kesawah dan membawakan bekal makanan untuk suaminya di sawah, tapi sebelumnya juga memberi pakan pada ternak dan mengurus kandang.

  Disamping mengurus suami, istri membantu dan memper- hatikan anaknya dalam mempersiapkan kebutuhan untuk berangkat kesekolah. Hal tersebut dilakukan dari membangunkan anak sambil mengajak berbincang mengenai apa yang perlu dippersiapkan dari buku-buku yang akan dibawa, bekal makanan atau uang jajan dan kesiapan dari pekerjaan rumah yang merupakan tugas dari guru disekolah. Perisapan tersebut berlangsung dari jam 05.00 WIB sampai dengan pukul 07.00 WIB. Sebelum berangkat sekolah diwajidkan untuk sarapan terlebih dahulu, tapi terkadang bila telat buru-buru mereka berangkat sekolah. Ada kebiasan karena dekat dari sekolah mereka lebih memilih pulang kerumah pada jam istirahat, baik untuk sarapan dan menonton televisi kemudian balik lagi mengikuti aktifitas belajar di sekolah. Aktifitas pertanian yang dilakukan petani baik suami dan istri biasanya selesai diantara pukul 10.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB, dimana jadwal ini juga hampir sama ketika anak- anak SD pulang sekolah.

  Aktivitas disiang hari cenderung untuk beristirahat dan makan siang. Waktu istirahat bagi kalangan petani sangat flexible dan menyesuaikan kegiatan yang dirasa perlu untuk ditangani. Hal ini mungkin disambi dalam menjemur gabah, mengurus kandang peternakan, dan mengurus administrasi pada perkumpulan kelompok tani SRI. Istri biasanya telah menyiapkan bahan untuk dimasak sebelum menyusul suami ke sawah, sehingga ketika pulang istri tinggal memasak dan menyajikan untuk makan bersama. Idealnya memang seperti itu, tetapi tidak semua rumah tangga petani seperti itu. Terkadang mereka sudah mnyiapkan makan siang di pagi hari.

  Aktivitas rutin setelah istirahat dan makan siang dimulai pada pukul 13.00 WIB atau pukul 14.00 WIB. Petani biasanya melanjutkan aktivitas lagi di sawah. Apabila musin tanam, maka petani lebih konsen pada penggarapan tanah dan pemupukan di awal persiapan tanam. Aktivitas tersebut diantaranya membawa pupuk kompos ke lahan pertanian, persiapan penyemaian bagi mereka yang menyediakan bibit sendiri, membajak atau mempersiapkan tanaman pagar. Kegiatan pada siang hari untuk musim tanam lebih banyak ragamnya ketimbang dipagi hari yang lebih fokus pada pemupukan dan membajak sawah dengan traktor.

  Berbeda dengan masa pemeliharaan. Para petani pada masa ini cenderung untuk memelihara dan waspada terhadap serangan hama atau virus pada tanaman. Pemeliharaan tersebut dilakukan secara rutin baik pagi dan sore hari secara berkala. Memang hal ini tidak dilakukan setiap hari, namun petani secara biasa harus melakukannya setiap hari. Kegiatan ini berlangsung sampai masa panen tiba. Apabila ada serangan hama tikus, petani memiliki kebiasaan untuk berburu tikus bersama dengan peralatan yang sederhana.

  Kegiatan bertani diakhiri pada pukul 17.00 WIB. Setelah selesai beraktivitas kegiatan selanjutnya adalah menikmati waktu keluarga bersama. Makan malam dan menonton televisi merupakan rutinitas yang selalu dilakukan. Disamping itu pendampingan anak selalu dilakukan seperti mengajari dan membantu pekerjaan rumah. Terkadang hal tersebut dicampur dengan canda kepada anak atau terkadang sebaliknya cenderung marah jika anak dirasa mengjengkelkan. Adapun jika ada kegiatan malam seperti pertemuan biasanya pengajian, perkumpulan kelompok tani, selamatan dan kegiatan sosialisasi terkait kebutuhan bersama.

  Peran pria dan wanita dalam kegiatan perekonomian di desa Ringgit sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas ekonomi rumah tangga, sumber daya manusia, dan manajemen hasil pertanian.

  Pada dasarnya antara peran wanita dan pria ada perbedaan. Pria lebih identik dengan kepemimpinan dalam rumah tangga, pengambil keputusan dalam regulasi pengembangan kelompok tani, dan mempunyai tenaga yang besar serta manajemen yang baik dalam mengelola lahan pertanian. Adapun peran wanita tidak lepas dari memotivasi pria dalam beraktivitas. Peran wanita lebih banyak dibelakang layar dimana dapat dijelaskan bahwa mereka lebih banyak berkonsentrasi dalam mengelola kegiatan rumah tangga, pendidikan anak, kesehatan keluarga dan memperhitungkan anggaran konsumsi keluarga. Dalam kegiatan tanam SRI wanita selalu memiliki peran terutama dalam memotivasi suaminya. Jika wanita (istri) mendukung suaminya melakukan kegiatan pertanian dengan pola tanam SRI, maka sang suami tidak mengalami keraguan dalam mengolah pertanian justru ada kekuatan secara psikologi dalam memberi semangat untuk bekerja di sektor pertanian.

  Wanita lebih terampil dan teliti dalam kegiatan pertanian. Hal ini dapat ditunjukkan dalam peran kelompok tani, dimana peran wanita ada didalam pembuatan MOL, pencatatan administrasi, pensortiran barang, pengepakan, dan entrepreneur (memiliki kreasi dalam member nilai tambah produk tani) pertanian.

Tabel 4.4 Kegiatan di Lingkungan Desa di Luar

  No Pelaku Kegiatan Keterangan

  1 Ayah Perkumpulan Kelompok Tani Pengajian Rapat RT Njagong atau membantu hajatan

  Diadakan sebualan sekali setiap minggu terakhir.

Diadakan setiap hari kamis malam jum’at

  2 Ibu Perkumpulan Kelompok Tani Perkumpulan Ibu-ibu PKK Pengajian Njagong atau membantu hajatan

  Diadakan sebulan sekali setiap minggu terakhir Diadakan sebulan sekali Diadakan setiap hari kamis malam jum’at

  3 Anak Les Mengaji Seminggu 2 kali Setiap hari pada sore hari

  Rapat RT diadakan sebulan sekali

  No Pelaku Kegiatan Rutinitas Kegiatan Masa Tanam Kegiatan Masa Panen

  1 Ayah Bangun pagi dan Ibadah Persiapan dan berangkat ke sawah Istirahat dan makan siang Aktivitas disawah Istirahat dan mendampingi anak

  Pembajakan sawah Pengangkutan kompos, pengairan sawah dengan diesel, penanaman padi dibantu dengan tenaga kerja yang lain, matun, penyemprotan Mol Pembuatan Mol

  Pemanenan padi, penggilingan padi, penjemuran padi, persiapan lahan dengan mengangkut kompos

  2 Ibu Bangun pagi dan mempersiapkan anak untuk sekolah, serta membantu suami. Persiapan untuk masak makan siang dan menyediakan bekal suami Berangkat ke

  Membantu menyebar kompos, tandur atau penanaman padi, matun atau penyiangan, membantu penyemprotan Mol

  Pemanenan padi, penjemuran padi, penyortiran gabah dan beras, pengepakan beras ke kantong- kantong, pendataan penjualan beras Organik Bogowonto

Tabel 4.5 Rutinitas Rumah Tangga dari Keluarga Petani SRI

  Kegiatan Kegiatan Kegiatan No Pelaku Rutinitas Masa Tanam Masa Panen sawah Istirahat dan makan siang Mengurus kandang atau ikut kesawah Istirahat dan mendampingi anak

  3 Anak Bangun dan Membantu Membantu mempersiapkan diri membawakan penjemuran berangkat sekolah makanan kecil ke gabah, Pulang sekolah sawah, bermain di pengepakan istirahat area persawahan gabah ke bagor- Mengikuti les, bagor saat mengaji dan penjemuran dan bermain bermain Istirahat, belajar dan didampingi orang tua

Kondisi Politik SRI di Desa Ringgit

  Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pertanian SRI mulai dikenal luas baik dikalangan petani Desa Ringgit Kabupaten Purworejo, sampai se-Indonesia. Desa Ringgit terkenal sebagai pelopor pertanian SRI di Purworejo dimana jumlah petani SRI satu Kabupaten Purworejo pada tahun 2013 kurang lebih 100 petani, khusus desa ringgit sebanyak 10 petani SRI. Ada beberapa fenomena yang mempengaruhi pertanian SRI ini diantaranya ada sebagai berikut.

  1. Pertanian SRI merupakan pertanian organik yang dikenal bagus dimana untuk desa Ringgit sudah diketahui dari tahun 2003 sampai sekarang. Pertanian ini banyak dikenal melalui media cetak dan eletronik seperti internet. Terkenalna pertanian ini justru tidak sebanding dengan apa yang dilihat dalam realitanya.

  2. Pertanian organik SRI tidak mengalami perkembangan yang stabil dimana petani di desa Ringgit mengalami penurunan dan peningkatan pada tiap tahunnya, baik dilihat dari jumlah petani maupun lahan yang disediakan. Bila dilihat dari kelompok tani SRI lestari data tersebut sangat memprihatinkan.

  3. Kelompok tani dan pemerintah sering mengalami miss komunikasi dan presepsi terhadap kebijakan yang dibutuhkan petani SRI. Hal ini ditunjukan pada ketidakterimaan pemerintah terhadap petani yang menanam dengan metode SRI. Kekakuan pemerintah dan monotonnya bantuan pemerintah yang masih cenderung ke pertanian konvensional. Adanya pertentangan dikalangan PPL dari dinas pertanian dengan dinas pengendalian hama dimana ditunjukkan pada tekhnik pertanian.

  4. SRI hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk mencari dana dimana kelompok SRI lestari hanya dijadikan gambaran dari lokasi SRI yang mau diterapkan. Petani pernah mengalami kerugian untuk satu musim tanam hanya habis untuk membiayai tamu-tamu dari pemerintahan yang datang untuk meninjau.

  5. Adanya sentimen dari pemerintah yang menjabat sehingga pertanian SRI tidak berkembang pesat.

  6. Cluster pengembangan SRI terkendala dari kepentingan kelompok, trah pemerintah lokal (kepala desa), dinas pertanian, dan kebijakan pusat.

Kondisi Sosial Budaya

  Tradisi masyarakat di desa Ringgit tidak lepas dari kebersamaan dalam bentuk gotong royong, musyawarah, dan kegiatan keagamaan yang saling memberikan toleransi terhadap kepercayaan yang dianut. Acara bersih desa di desa Ringgit sudah lama ditinggalkan, hal ini berbeda dengan desa-desa tetangga yang masih menjalankan bersih desa. Kegiatan kebersamaan yang sering dilakukan adalah kegiatan keagamaan seperti halnya pada hari raya umat Islam Idul Fitri, dimana semua warga saling bersilahturami di satu masjid setelah sholat Ied. Acara tersebut berupa makan ketupat bersama warga desa baik yang beragama non muslim. Selain itu kegiatan idul adha juga dilakukan secara bersama dimana pembagian daging dilakukan oleh panitia yang bertugas mendistribusikan daging ke seluruh warga desa, jika masih ada sisa daging sisa tersebut dibagikan kepada warga non muslim.

  Kegiatan kebersamaan juga dilakukan ketika ada hajatan pernikahan warga desa. Yang menjadi keunikannya adalah kegiatan itu ramai sebelum hari H , dimana malam hari sebelum pernikahan digelar warga pada datang untuk bersilahturahmi dan membantu persiapan acara pernikahan. Jika ada acara warga desa yang meninggal, warga akan bergotong royong dalam mengurus pemakaman. Bentuk solidaritas warga terhadap keluarga yang berduka ditunjukkan dengan sumbangan beras kepada pihak yang berduka. Dari seluruh kegiatan warga yang sudah dijelaskan, dapat terlihat pentingnya gotong royong dan masih dijaganya pola kebersamaan yang memperkuat komunitas pertanian yang ada di desa tersebut.

Gambaran Umum Usaha Tani SRI Organik

  Berdasarkan pengungkapan pelaku dan pendamping SRI di 3 Desa Ringgit, yaitu Mas Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa .

  Seperti yang diketahui bahwa pertanian pada tahun 1997 merupakan momen dimana pertanian tanaman pangan mengalami tingkat kesenjangan dibandingkaan industri dan ini ditandainya dengan pertanian konvensional yang digadang-gadang dapat menyediakan hasil pangan yang besar dan dengan biaya produksi yang murah. Pertanian konvensional merupakan pertanian dengan menggunakan pupuk kimia yang telah dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun 1970. Sebelum menengok kondisi tahun 1997 dan tahun 2003 di desa 3 Ringgit, pertanian didesa Ringgit dibawa ke dalam fase perjalanan

  

Hasil Wawancara pada tanggal 22 April 2012 saat FGD (Focus Grup Discusion)

dengan Kelompok Pemuda Tani Lestari di Rumah Pak wuryanto. Sejarah SRI diolah

oleh peneliti sesuai dengan pernyatan dari key informan (Mas Bejo, Sr. Alfonsa, dan Pak Wuryanto) pertanian di Indonesia. Hal ini akhirnya mengungkapkan mengenai peristiwa Deklarasi Ganjuran. Deklarasi Ganjuran dilahirkan pada tahun 1990 ketika Revolusi Hijau mulai menunjukkan kelemahan- kelemahan mendasar yang perlu dibenahi. Dua kelemahan mendasar yang ingin dibenahi oleh Deklarasi Ganjuran adalah meningkatnya kerusakan lingkungan, berubahnya produksi petani, dan hilangnya kemandirian petani. Deklarasi Ganjuran (DG) merupakan hasil kesepa- katan petani yang berisikan keprihatinan terhadap nasib mereka yang disebabkan oleh kebijakan dan dampaknya pada ekonomi rumahtangga dan rusaknya lingkungan hidup, ekosistem serta daur produksi petani. Deklarasi Ganjuran pada tahun 1990 lahir dalam rangkaian kegiatan AISA (for Social Action) V di Ganjuran, Bantul, Yogyakarta oleh FABC ( Federaton of Asian

Bishop’s Conference) pada tagl 16 Oktober 1990 dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS)

  Sebelum adanya metode pertanian SRI, kegiatan pada tahun 1997 di Desa Ringgit lebih berpusat pada pertanian organik yang menjadi dasar adalah ekologi tanah. Pada tahun 1997 lahan pertanian mulai terbengkalai dan kesejahteraan petani mengalami keterpurukan akibat dari proteksi yang terlalu berlebihan pada sektor industri dengan kebijakan pangan murah agar terjangkau oleh buruh industri yang bergaji murah. Di Desa Ringgit mulai adanya keterpurukan terhadap kesuburan lahan dan mahalnya biaya produksi dilihat dari ketersediaan pupuk anorganik.

  Selama tahun 1997 sampai 2003 banyak peristiwa yang terjadi terkait dengan pertanian organik yang diperjuangkan oleh kesusteran PMY (Putri Maria dan Yosef) dengan petani di Wonosobo dan di desa Ringgit. Pelayanan pendampingan dari kesusteran PMY untuk daerah Wonosobo lebih berkonsentrasi kepada pertanian sayuran organik dan tanaman pangan padi. Untuk didaerah Desa Ringgit dikonsentrasikan pertanian sektor pangan dengan tanaman padi. Hasil pertanian organik yang dilakukan di dua tempat tersebut mengalami peningkatan yang dikatakan baik. Pemasaran hasil panen dilakukan dengan memanfaat- kan modal sosial dan spiritual yang dilakukan melalui umat digereja. Disamping itu hasil pertanian juga dilakukan seperti biasa dengan cara promosi dan kemitraan. Pada tahun 2000 sempat mengalami kegagalan hasil panen yang ditandai dengan kualitas beras yang buruk. Pemasaran sudah sampai Jakarta dan Semarang. Akibatnya beras dikembalikan lagi ke petani karena mutu yang dijual mengalami kerusakan yang dapat dilihat dari kondisi beras yang berwarna kebiruan, sedikit busuk, dan bau apek. Dampak dari perisitiwa ini adalah petani mengalami trauma dimana adanya keengganan dan kekecewaan untuk tidak mau menanam pertanian organik lagi.

  Menurut Sr. Alfonsa pertanian di Desa ringgit sempat menggunakan pupuk cair yang merupakan sari tebu. Pupuk ini di stok berdrum-drum dari agen yang memasok kedaerah kecamatan Ngombol. Sampai satu ketika ada rancangan untuk membuat bak yang bertujuan untuk langsung disalurkan ke pareal sawah pertanian. Hal tersebut dinilai sangat memprihatinkan bagi petani karena biaya yang dikeluarkan juga menambah ongkos tanam yang tidak ringan.

  Penerapan sistem pertanian padi SRI organik di purworejo khususnya desa Ringgit didasari oleh kesadaran petani akan buruknya dampak yang diberikan dari penggunaan bahan-bahan kimia terhadap tanah. Pada tahun 2003 petani di desa tersebut diperkenalkan dengan system SRI oleh Ir. Dinda dari Bandung yang sudah mengikuti PET (Pembelajaran Ekologi Tanah) + SRI dengan Ir. Alik Sutaryat. Saat itu pada tanggal 10 – 14 Agustus 2003 dengan mengirimkan 4 delegasi antara lain (Kuntadi dari Boro, Winarto dari Ringgit, Sr.Brigitta dan Sr.Alfonsa), mereka mendapat kesempatan untuk mengikuti PET + SRI yang diselenggarakan oleh Komisi PSE Keuskupan Bandung (P.Joko) di Indramayu. Dan saat itu juga mereka berdiskusi dengan Pak Alik agar dapat memberikan pelatihan PET + SRI di Jawa Tengah.

  Seiring berjalannya waktu pada tanggal 12-16 Oktober 2003, atas kesediaan Pak Alik dan timnya (2 orang) dan dukungan dana peringatan HPS dari Rm Sigit Pramudji Pr selaku DELSOS/Ketua Komisi PSE Keuskupan Purwokerto menyelenggarakan pelatihan PET

  • SRI di desa Ringgit dengan peserta sekitar 30 orang petani (kebanyakan dari wilayah Purworejo, ditambah 3 peserta dari Klaten dan 1 peserta dari Wonosobo). Pembelajaran ini juga menjadi awal
terbentuknya pemahaman baru tentang pertanian organik dan bergabungnya petani organik di Purworejo dengan jaringan yang lebih luas untuk mengembangkan PET dan SRI Organik atau biasa disebut PETA Organik (Prkumpulan Tani Organik).

  Pemahaman praktek PET dan SRI Organik beberapa petani semakin tahun terus meningkat melalui kegiatan-kegiatan jaringan yang diikuti. Jaringan petani pelaku SRI Organik Kabupaten Purworejo memiliki 10 orang petani yang memiliki kemampuan untuk menjadi trainer PET dan SRI Organik, pada tahun 2010 kelompok pemuda tani Lestari Desa Ringgit yang diketuai oleh Bapak Slamet berusaha mengembangkan Agribisnis Padi Terpadu Pedesaan. Menurut beliau Kelompok Pemuda Tani LESTARI selama ini sudah mulai mengembangkan usaha pemasaran hasil pertanian padi organik. Usaha ini dimulai dari budidaya padi SRI Organik, pengolahan pasca panen: pengeringan, pengilingan, seleksi kualitas beras, pengepakan dan pemasaran ke berbagai daerah.

Penerapan SRI Organik

  Dalam wawancara dengan para petani di Desa Ringgit, musim tanam di desa tersebut ada dua, yaitu musim kemarau (Gadu) dan musim hujan (rendeng). Musim tanam I (MT I) dimulai pada bulan November saat musim hujan dan musim panen I (MP I) terjadi diantara akhir bulan februari dan bulan maret. Musim Tanam II (MT II) dimulai pada bulan Maret dan Musim Panen II (MP II) pada bulan Juli, sedangkan sisa dari 1 tahun tersebut terkadang digunakan untuk menanam tanaman palawija atau dibiarkan menganggur. Lahan

  Lahan yang digunakan para petani SRI rata-rata berada di Desa Ringgit dengan luas rata2 garapan 1500 m2 atau penduduk sekitar sering mengistilahkannya dengan satu iring (1 iring = kurang lebih 2 sekitar 1500 m ). Status kepemilikan lahan yang berada di Desa Ringgit terbagi menjadi empat jenis, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa, lahan sakap, serta lahan bengkok. Kepemilikan lahan petani SRI di Desa Ringgit sebagian besar adalah lahan milik sendiri, dan sebagian

  4

  lain merupakan lahan sakap . Luas lahan yang ditanami SRI organik di Desa Ringgit dapat dilihat berikut ini.

Tabel 4.6 Data Luas Lahan Garapan Petani SRI Organik Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo.

  

NO Nama Petani SRI Organik Luas Lahan Lokasi Lahan

  

1. Slamet 1800 Sikendil

6363 Sikauman 3009 Siklepu 1500 Sikendal

  

2. Wuryanto 2173 Siketanan

4300 Simijil 1795 Sipathok

  

3. Kuntaufik 4020 Simalang

2800 Abean 2000 Sipiter

  

4. Sarjan 1904 Ngeban

  

5. Sutadi 1243 Simijil

  

6. Suheni 1747 Simijil

2270 Silorok 3600 Bleber

  

7. Eko 3600 Sikendal

  

8. Narto 2000 Silaban

  

9. Tri Iskak 1880 Siburuan

  

10. Bejo 1000 Ds Tunjungan

1800 Abean

  

11. Wahyudi 2150 Sicangkring

1000 Sipopohan

  

12. Pairin 2070 Sigumbeng

  

13. Sartono 1800 Cangkring

TOTAL 57824 m2 57,82 Ha

  Sumber : Data diperoleh saat FGD bersama Kelompok Tani 2015

  Berbicara mengenai lahan, maka tidak lepas dari bagaimana petani SRI mengelola lahan. Pengelolaan tanah mengutamakan penggunaan bahan organik atau kompos antara 5 – 7 ton per hektar (dengan catatan jerami kembali ke tanah) atau disesuaikan dengan 4 tingkat kesuburan lahan. Kompos adalah bahan organik yang telah

  

Sakap merupakan lahan milik orang lain yang digarap oleh petani dengan system bagi

hasil namun biaya operasional ditanggung oleh petani, dan pemilik hanya menanggung biaya tetap seperti pajak. lapuk yang menyerupai tanah dengan struktur remah berasal dari berbagai bahan organik (hijauan, sisa tanaman, kotoran ternak dan limbah organik lain) yang sengaja difermentasi dengan memanfaatkan peranan biota tanah dan mikroorganisme dengan kondisi tertentu. Dalam pengolahan lahan, kompos diberikan pada saat 1-2 minggu sebelum bibit padi ditanam, pada pengolahan kedua, atau saat perataan, ketika kondisi air di petakan macak-macak. Di dalam pertanian SRI Organik kompos berfungsi sebagai berikut.

  a. Memperbaiki kondisi fisik tanah

  b. Mendorong kehidupan di dalam tanah, seperti cacing dan mikroorganisme yang meningkatkan kesuburan lahan c. Memperbaiki kondisi kimia tanah yakni memperbaiki pH

  (derajat keasaman) tanah

Dokumen yang terkait

BAB 3 METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Teritorial: Studi tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru

0 0 13

BAB 4 IDENTITAS TERITORIAL DI NEGRI HATUNURU - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Teritorial: Studi tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru

1 1 28

BAB 5 IDENTITAS TERITORIAL DAN RESISTENSI MASYARAKAT HATUNURU - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Teritorial: Studi tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru

1 1 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Teritorial: Studi tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Teritorial: Studi tentang Identitas Teritorial di Negri Hatunuru

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The High School Students’ Attitude towards Learning English

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Factors Leadingto Speaking Anxiety and Strategies to Overcome The Anxiety

0 0 47

Bab 1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit Kecamatan Ngo

0 0 8

Bab 2 Kajian Literatur - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit Kecamatan N

0 0 16

Bab 3 Metodologi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit Kecama

0 1 6