SEKAPUR SIRIH RISET KHUSUS VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT (RIKHUS VEKTORA) POKOK-POKOK HASIL UJI COBA TAHUN 2014
SEKAPUR SIRIH
RISET KHUSUS VEKTOR DAN
RESERVOIR PENYAKIT
(RIKHUS VEKTORA)
POKOK-POKOK HASIL UJI COBA
TAHUN 2014
BALAI BESAR LITBANG VEKTOR DAN
RESERVOIR PENYAKIT
BADAN LITBANG KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Tim Penyusun:
Pengarah:
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama,
Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
Penanggungjawab:
Kepala Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir
Penyakit
Dr. Vivi Lisdawati, MSi., Apt.
Tim Vektor:
Dra. Widiarti, M.Kes
Drs. Hasan Boesri, M.S.
Triwibowo Ambar Garjito, S.Si.,
M.Kes.
Riyani Setyaningsih, S.Si, M.Sc.
Lulus Susanti, SKM, MPH
R.A. Wigati, S.Si., M.Kes.
Siti Alfiah, SKM, M.Sc.
Yusnita M. Anggraeni, S.Si,
M.Biotech.
Sri Wahyuni Handayani, ST.
Ari Oktsari Yanti S., SKM
Sapto Prihasto Siswoko, SKM
Mujiyono
Lasmiati
Heru Priyanto
Rima Tunjungsari D.A.
Tim Reservoir:
Drs. Ristiyanto, M.Kes
Arief Mulyono, S.Si., MSc
Farida Dwi Handayani, S.Si,
M.S.
Drh. Tika Fiona Sari, M.Sc
Drh. Dimas Bagus Wicaksono
Putro
Drh. Ayu Pradipta Pratiwi
Aryani Pujiyanti, SKM, MPH.
Arief Nugroho, ST
Arum Sih Joharina, S.Si.
Esti Rahardianingtyas, S.Si.
Muhidin, SKM
Bernadus Yuliadi
Siska Indriani
Warido
Restu Khoirul Saban
Sugiyanto
Sugiharto
ii
Fahmay Dwi Ayuningrum
Mega Tyas Prihatin
Widiratno Valentinus
Marjiyanto
Tim Data Sekunder:
Wiwik Trapsilowati, SKM,
M.Kes
Aryani Pujiyanti, SKM, MPH.
Anggi Septia Irawan, S.Ant
Kusumaningtyas Sekar Negari,
SKM
Ningsi, S.Sos, M.Si
Junaidi, SKM
Tim Pemeriksa Laboratorium
Triwibowo Ambar Garjito, S.Si,
M.Kes.
Arief Mulyono, S.Si, M.Sc.
Drh. Tika Fiona Sari, M.Sc.
Yusnita Mirna Anggraeni, S.Si.
Arum Sih Joharina, S.Si.
Esti Rahardianingtyas, S.Si.
Mega Tyas Prihatin
Rendro Wiyanto
Aprilia Safitri
Restu Khoirul Saban
Tim Manajemen Data:
Diana Andriyani Pratamawati,
S.Sos.
Revi Rosavika Kinansi, S.Si.
Teguh Dinisaputra, S.Kom
Bambang Wulung Mulangjoyo
Ghaniy Arif Triatmojo
Ika Martiningsih
Tim Manajemen Logistik dan
Administrasi
Mohammad Choirul Hidayat,
SKM, M.Kes
Maria Agustini, SKM, MPH
dr. Bagus Febrianto, M.Sc.
Dra. Suskamdani, M.Kes
Akhid Darwin, SKM, M.Sc.
Sri Miyati, SE.
Wening Widjajanti, SKM
Suharti
Wika Kirana, SE.
Sri Julianingsih
Elly Andriani
Nuriya Fatchul Janah
Doso April Wulandari
Rescyana, SE.
Rodhiyah Nur Janti
Duwi Astuti
Ika resmiyati
Sriyani
Widarsih
Fery Jelitawati, SE.
Dewi Istiya Widyasari
iii
Tim Pakar:
Dr. dr. Trihono, M.Sc.
Prof. Dr. Mohammad Sudomo
Prof. Dr. dr. Damar Tri Boewono, MS
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH
Prof. Dr. Amrul Munif, M.Sc
dr. Tri Baskoro Tunggul Satoto, M.Sc, Ph.D
Dr. Hapsari, M.Si
Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc.
Ir. Maharadatun Kamsi, M.Sc.
Drh. Anang S. Achmadi, M.Sc.
Tim Uji Coba
Penanggung Jawab Provinsi :
Jastal, SKM.,M.Si
Tim Pengumpulan data vektor
di lapangan :
Mujiyono
Heru Priyanto
Lasmiati
Yuyun Srikandi
Malonda Maksud, SKM
Risti
Muhammad Khodir
Muhammad Sabri
Tim Pengumpulan data
reservoir di lapangan :
Bernadus Yuliadi
Drh. Ayu Pradipta Pratiwi
Drh. Corry Laura J. Sianturi
Drh. Gunawan
Made Agus N. SKM.,M.Epid
Anis Nurwidayati, S.Si, M.Sc
Nelfita, AMKL
Fafan Tahir
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur dipanjatkan kepada
Allah SWT dengan telah selesainya
penulisan buku “Sekapur Sirih
Rikhus Vektora: Pokok-Pokok Hasil
Uji Coba Tahun 2014“.
Uji coba Rikhus Vektora yang telah dilaksanakan di
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah merupakan
langkah awal dari keseluruhan kegiatan Rikhus Vektora
yang akan dilaksanakan secara bertahap dari tahun 2015
sampai dengan tahun 2017 di 34 Provinsi yang ada.
Pelaksanaan Uji Coba tahun 2014 bertujuan untuk
melakukan evaluasi secara teknis dan manajemen terkait
persiapan pelaksanaan riset nantinya dan sekaligus
memperoleh gambaran mengenai hasil yang dapat
diperoleh.
Hasil Uji Coba tahun 2014 ini ternyata menunjukkan
bahwa terdapat informasi dan data yang baru/belum
terlaporkan, baik dari segi vektor maupun reservoir
penyakit. Oleh karena itu maka diharapkan pada waktu
kegiatan pelaksanaan Rikhus Vektora tahun 2015-2017
nanti maka akan semakin banyak informasi dan data
v
yang dapat digali dan dikembangkan untuk dimanfaat
oleh berbagai pihak secara optimal.
Akhir kata, semoga penulisan buku ini dapat menjadi
langkah awal yang mendukung pelaksanaan kegiatan
Rikhus Vektora ke depan.
Bilahit taufiq walhidayah, wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2014
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Prof. dr. Tjandra Yoga
Aditama, Sp P(K), MARS,
DTM&H, DTCE
vi
SISTEMATIKA PENULISAN:
KATA PENGANTAR
SISTEMATIKA PENULISAN
I.
PENDAHULUAN
II.
TUJUAN
III. MANFAAT
IV.
METODOLOGI
V.
HASIL UJI COBA TAHUN 2014
VI.
KESIMPULAN
VII. DAFTAR RUJUKAN
VIII. LAMPIRAN
vii
I. Pendahuluan
Indonesia
merupakan
negara
yang
secara
biogeografis menjadi pertemuan antara dua daerah
pembagian fauna di dunia, yaitu daerah Oriental dan
Australia. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah dan
keanekaragaman spesies satwa liar di Indonesia sangat
beragam dan terdistribusi pada berbagai tipe habitat dan
ekosistem. Hal tersebut berpengaruh terhadap sebaran
vektor dan reservoir penyakit.1
Gambar 1. Garis Wallace dan Weber yang dibuat Dr.
Alfred Weber yang membagi dua pertemuan
daerah fauna dunia.
1
Definisi vektor penyakit2:
Arthropoda atau invertebrata lain yang dapat menularkan
patogen (kuman penyakit) secara langsung melalui
gigitan atau cara lainnya pada kulit maupun membran
mukosa atau secara tidak langsung dengan meletakkan
material infektif pada kulit, makanan atau obyek lain.
Defini reservoir penyakit3:
Hewan vertebrata yang menjadi sumber atau pembawa
agen/organisme patogenik yang dapat berkembang biak
secara alami dan berkesinambungan di tubuhnya.
Ancaman terhadap penyakit tular vektor, zoonosis
dan penyakit infeksi baru atau yang muncul kembali
(emerging infectious diseases/EID) cukup tinggi di
Indonesia (secara global diketahui bahwa lebih dari 70%
EID merupakan penyakit tular vektor dan zoonosis).4
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit
tular vektor yang utama. Penyakit ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus dan
dilaporkan telah menjadi masalah kesehatan bagi
2
masyarakat Indonesia selama 45 tahun terakhir. Sampai
dengan akhir tahun
2013, penyakit DBD dilaporkan
telah menyebar di 88% dari 497 wilayah kabupaten/kota
di Indonesia. Angka kematian dilaporkan semakin
menurun, sampai dengan tahun 2013 angka rata-rata
(case fatality rate) tercatat 0,7%, sedangkan angka
insiden DBD sebesar 41,25 per 100.000 penduduk.5,6
Penyakit tular vektor lain adalah malaria yang juga
masih menjadi masalah penting di Indonesia. Pada tahun
2011, dilaporkan sebanyak 199.577 orang terinfeksi
malaria dengan prevalensi sebesar 1,94 per 1000
penduduk dan tersebar di 424 kabupaten/kota di seluruh
propinsi di Indonesia.7,8 Sampai saat ini terdapat 456
spesies nyamuk yang berasal dari 18 genus terdistribusi
di seluruh wilayah Indonesia.
Penyakit zoonosis yang teridentifikasi terus
meningkat, antara lain leptospirosis yang menunjukkan
adanya peningkatan kasus secara signifikan di berbagai
wilayah di Indonesia. Sebanyak 19 propinsi telah
dilaporkan memiliki kasus leptospirosis, baik pada tikus
maupun
manusia.
Berdasarkan
3
laporan
Komnas
Zoonosis, tercatat 766 kasus leptospirosis di Indonesia
degan 72 orang diantaranya meninggal dunia pada tahun
2011.8,9,10
Selain
penyakit-penyakit
tesebut,
berbagai
penyakit tular vektor dan reservoir dilaporkan endemis
dan
menjadi
prioritas
pengendalian
nasional
di
Indonesia, yaitu flu burung, anthrax, pes, filariasis,
chikungunya dan brucellosis.10
Berdasarkan data ini maka diketahui bahwa
nyamuk merupakan serangga vektor utama penyebab
berbagai penyakit tropis penting di Indonesia. Selain
nyamuk, tikus dan kelelawar juga merupakan mamalia
yang penting untuk diketahui dan dipelajari jenis dan tata
hidupnya terkait dengan perannya sebagai reservoir
berbagai penyakit tropis, di samping babi, sapi, kambing,
kuda dan beberapa mamalia lainnya.
4
Gambar 2. Beberapa genus nyamuk di Indonesia (dari
berbagai sumber)
Data terkait Anopheles sebagai genus nyamuk
yang berperan menjadi vektor penyakit ditemukan tahun
1897. Penelitian di Indonesia masih terbatas, yaitu
O’Connor
dan
Sopa
pada
tahun
1981
berhasil
mengidentifikasi 80 spesies Anopheles di Indonesia,
sedangkan O’Connor dan Soepanto pada tahun 1999
berhasil mengidentifikasi 66 spesies dengan 1 subspesies
dan 4 varietas.11
Dari total Anopheles tersebut, 20 spesies telah
terkonfirmasi menjadi vektor malaria; 11 spesies
terkonfirmasi sebagai vektor filariasis dan 2 spesies
teridentifikasi sebagai vektor JE. Selain Anopheles,
genus nyamuk penting lainnya dan telah dipelajari di
5
kawasan ini adalah Culex, Aedes, Armigeres dan
Mansonia. Dua spesies dari genus Aedes telah dikenal
sebagai vektor Dengue dan Chikungunya, yaitu Aedes
aegypti dan Ae. albopictus, sedangkan beberapa spesies
dari genus Culex, Armigeres, Mansonia dan Aedes
lainnya telah terkonfirmasi sebagai vektor filariasis dan
Japanese
encephalitis
(JE).
Data
terbaru
belum
diketahui.11,12
Sementara data reservoir menunjukkan bahwa di
Indonesia, sebanyak 153 spesies dari genera termasuk
dalam sub famili Murinae (tikus) telah berhasil
teridentifikasi. Beberapa spesies di antaranya telah
dilaporkan berperan sebagai reservoir zoonosis, seperti
leptospirosis, infeksi hantavirus, scrub thypus, murine
thypus,
spotted
fever
group
rickettsiae,
pes,
schistosomiasis, rabies dan beberapa penyakit lainnya di
Indonesia. Dua ratus lima spesies kelelawar juga telah
diketahui di Indonesia. Beberapa spesies di antaranya
berpotensi menjadi ancaman dalam penularan zoonosis
seperti rabies, SARS, infeksi Marburg virus, Nipah dan
Hendra virus, JE serta ebola.13,14
6
Ancaman yang meluas dari vektor dan reservoir
penyakit
sangat
berpengaruh
terhadap
kehidupan,
keselamatan, kesejahteraan dan ekonomi masyarakat.
Selain faktor biogeografis, ancaman semakin meningkat
akibat15 :
o Kerusakan lingkungan, pemanasan global dan
migrasi penduduk yang progresif
o Populasi
manusia
meningkat,
globalisasi
perdagangan hewan dan produk hewan
o Perubahan ekosistem – kerusakan hutan, perubahan
tata guna lahan
o Perubahan iklim – berperan dalam pola musiman
atau distribusi temporal penyakit yang dibawa dan
ditularkan oleh vektor dan reservoir penyakit
7
Gambar 3. Menyusutnya hutan hujan tropis di Pulau
Sumatera akibat perubahan fungsi hutan
menjadi perkebunan dan pertambangan dari
periode 1990 sampai dengan 2010 telah
mengubah habitat berbagai jenis binatang,
termasuk nyamuk, tikus dan kelelawar yang
dapat memicu munculnya penyakit tular
vektor dan reservoir di wilayah tersebut.16
8
Gambar 4. Perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan
dan pertambangan di Pulau Kalimantan dari
periode 1990 sampai dengan 2010 yang
mengubah habitat berbagai jenis binatang,
termasuk nyamuk, tikus dan kelelawar yang
dapat memicu munculnya penyakit tular
vektor dan reservoir. Kasus yang paling
sering dilaporkan terkait dengan perubahan
fungsi hutan adalah merebaknya malaria di
pulau ini akibat infeksi Plasmodium
knowlesi.17
Selain itu, ancaman bioterorisme juga muncul
akibat penyakit tular vektor dan zoonosis terkait
kemungkinan pemanfaatan agen penyakit yang tidak
sesuai
etika
penelitian
maupun
bertujuan
untuk
digunakan sebagai senjata biologi.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa data dasar
vektor dan reservoir penyakit untuk kesiapan Indonesia
9
menghadapi KLB dan pandemi, belum lengkap. Seluruh
data mengenai taksonomi dan bionomi dari berbagai
nyamuk, tikus serta kelelawar di Indonesia masih sangat
terbatas dan masih menggunakan data hasil penelitian
yang dilakukan pada tahun 1897 hingga awal tahun
2000. Padahal melihat latar belakang di atas, nyamuk,
tikus dan kelelawar masih menjadi permasalahan penting
dalam penularan penyakit tular vektor dan reservoir,
bahkan sering kali menimbulkan kejadian luar biasa dan
bahkan ancaman pandemi. Pemutakhiran data mengenai
sebaran geografis, perubahan iklim, serta konfirmasi
vektor dan reservoir penyakit sangat diperlukan untuk
mengetahui macam dan jumlah spesies, potensi dan
peranannya di dalam penularan penyakit tular vektor dan
reservoir di Indonesia.
Oleh
karena
itu
dengan
berbagai
dasar
pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan suatu riset
khusus terkait Vektor dan Reservoir Penyakit, yaitu
“Riset Khusus Vektora“, untuk mendukung program
kesehatan nasional.
10
II. TUJUAN
2.1. Tujuan Umum
Pemutakhiran data vektor dan reservoir penyakit
sebagai dasar pengendalian penyakit tular vektor
dan reservoir (baik jenis penyakit infeksi baru
maupun yang muncul kembali) di Indonesia
2.2. Tujuan Khusus
1. Inkriminasi (penentuan vektor) dan konfirmasi
spesies vektor dan reservoir penyakit;
2. Memperoleh peta sebaran vektor dan reservoir
penyakit;
3. Mencari kemungkinan munculnya vektor dan
reservoir penyakit baru/belum terlaporkan yang
berasal dari hasil koleksi sampel nyamuk, tikus
dan kelelawar;
4. Mencari
kemungkinan
munculnya
patogen
penyakit tular vektor dan reservoir baru/belum
terlaporkan.
5. Mengembangkan spesimen koleksi referensi
vektor dan reservoir penyakit;
11
6. Memperoleh
data
sekunder
penanggulangan
penyakit tular vektor dan reservoir berbasis
ekosistem
III. MANFAAT PENELITIAN
a.
Bagi
para
pemangku
memanfaatkan
dan
kebijakan,
menggunakan
dapat
data
yang
diperoleh sebagai dasar perencanaan dan evaluasi
program pengendalian penyakit tular vektor dan
reservoir (zoonosis) di Indonesia;
b.
Bagi
masyarakat,
dapat
memanfaatkan
dan
menggunakan data yang diperoleh sebagai dasar
pemahaman tentang vektor dan reservoir penyakit
serta sekaligus meningkatkan peran sertanya pada
kegiatan
penanggulangan/pengendalian
di
lingkungan
c.
Bagi kalangan ilmiah, dapat memanfaatkan dan
menggunakan
tersimpan
data
koleksi
maupun
terbaharukan),
spesimen
informasi
sebagai
dasar
(sampel
biodiversitas
penelitian
dan
pengembangan berbagai produk inovasi (misal: kit
12
diagnostik, vaksin dan obat) terkait penanggulangan
penyakit tular vektor dan reservoir (penyakit infeksi
baru maupun yang muncul kembali) di Indonesia.
IV. METODOLOGI
4.1. Kerangka Konsep
vektor
Spesies
Populasi
nyamuk
Non-vektor
-
Distribusi Geografis
Ekosistem
Habitat
Cuaca
Iklim
Genetik
Populasi tikus
dan kelelawar
Spesies
- Bionomi
- Variasi genetik
reservoir
Non-reservoir
13
4.2. Jenis Penelitian
Observasional diskriptif dengan menggunakan
rancangan studi potong lintang (cross-sectional
study).
4.3. Sampel Penelitian
a. Koleksi data primer: penangkapan nyamuk
(rujukan:
WHO, 2013);
penangkapan
(rujukan:
WHO, 1999)
dan
kelelawar
(rujukan:
tikus
penangkapan
FAO, 2011).
Sebagian
sampel dijadikan spesimen koleksi referensi
(spesimen awetan).
b. Koleksi data sekunder: endemisitas penyakit
di
lokasi
pengendalian
riset
berikut
penyakit
tular
data
program
vektor
dan
reservoir, baik program nasional maupun
metode pengendalian lokal.
Sampel (nyamuk, tikus dan kelelawar) kemudian
akan diidentifikasi spesiesnya secara morfologis
dan molekuler serta dilakukan konfirmasi dan
14
rekonfirmasi terkait vektor dan reservoir penyakit
serta agen penyakit yang menyertai.
4.4. Cara Pengambilan sampel
Menggunakan
purposive
metode
sampling berdasarkan
stratifikasi
geografis,
ekosistem dan peta endemisitas penyakit tular
vektor, seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria,
Limfatik Filariasis, JE, dan Chikungunya di daerah
tersebut.
Sampling mencakup: 3 (tiga) titik pada setiap
provinsi. Masing-masing titik kemudian dipilih 3
(tiga) ekosistem, yaitu: ekosistem hutan, non
hutan dan pantai. Dari setiap ekosistem akan
dilakukan
pengambilan
sampel
dengan
menggunakan metode line transek, yaitu: 1 transek
mewakili
daerah
yang
dekat
dengan
pemukiman penduduk dan 1 transek mewakili
daerah
yang
jauh
dari
pemukiman
penduduk. Dalam metode ini, lebar atau luas dari
15
lokasi pengamatan tidak langsung ditetapkan,
namun didasarkan pada kondisi setempat.
Ekosistem hutan
Ekosistem nonhutan
Ekosistem pantai
Daerah jauh dari
pemukiman penduduk
Daerah dengan
pemukiman
Gambar 5. Gambaran garis transek dari setiap
ekosistem pada titik pengambilan sampel
4.5. Tahap Penelitian
Tahap Persiapan: Uji Coba Tahun 2014
Tahap Pelaksanaan: Tahun 2015 - 2017
Tahun 2015 dilaksanakan di 7 propinsi, yaitu:
Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur,
16
Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa
Tenggara Timur, dan Papua.
Tahun 2016-2017: Dilaksanakan secara berurutan
sehingga mencakup keseluruhan 34 provinsi di
Indonesia.
Tahap Analisis Lanjut: Tahun 2018, akan
dilakukan
kompilasi
serta
analisis
lanjut
keseluruhan hasil Rikhus Vektora yang sudah
diperoleh dari tahun 2015-2017.
4.6. Luaran Rikhus Vektora (Tahun 2015-2017)
a. Data spesies nyamuk, tikus dan kelelawar
(morfologi dan molekuler) beserta informasi
habitatnya;
b. Hasil konfirmasi spesies vektor dan reservoir
penyakit (khususnya: vektor penyakit malaria,
dengue
dan
JE
serta
reservoir
penyakit
leptospirosis, hantavirus dan nipah virus pada
tahun berjalan);
c. Peta sebaran vektor dan reservoir penyakit
terbarukan;
17
d. Potensi vektor dan reservoir penyakit baru/belum
terlaporkan;
e. Potensi jenis patogen penyakit tular vektor dan
reservoir baru/belum terlaporkan;
f. Sampel
tersimpan
(sampel
DNA
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
parasit
pada
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
bakteri
yang
berasal dari nyamuk/tikus/kelelawar, cDNA virus
yang
berasal
dari
nyamuk/tikus/kelelawar,
spesimen awetan nyamuk, tikus dan kelelawar
dari koleksi sampel terkumpul);
g. Data sekunder penanggulangan penyakit tular
vektor dan reservoir
Pada akhir riset akan diperoleh lebih kurang:
Nyamuk 306.000 spesimen, tikus 12.240 spesimen
dan kelelawar 24.480 spesimen.
4.7. Luaran Hasil Uji Coba Tahun 2014 (Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah)
a. Data mengenai spesies nyamuk, tikus dan
kelelawar (morfologi) di lokasi uji coba;
18
b. Data
inkriminasi
(penentuan
vektor)
dan
konfirmasi spesies vektor malaria dan JE serta
reservoir leptospirosis;
c. Potensi vektor dan reservoir penyakit baru/belum
terlaporkan;
d. Potensi patogen penyakit tular vektor dan
reservoir baru/belum terlaporkan;
e. Sampel
tersimpan
(sampel
DNA
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
parasit
pada
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
bakteri
yang
berasal dari nyamuk/tikus/kelelawar, cDNA virus
yang
berasal
dari
nyamuk/tikus/kelelawar,
spesimen awetan nyamuk, tikus dan kelelawar
dari koleksi sampel terkumpul;
f. Data sekunder penanggulangan DBD, malaria
dan leptospirosis.
4.8. Tim Lapangan
A. Tim Vektor, terdiri dari:
i. Koordinator
teknis:
entomologist
19
1
orang
senior
ii. Wakil Koord teknis: 1 orang tenaga teknis
(peneliti
Badan
Litbangkes/Subdit
pengendalian vektor/BTKL)
iii. 1 orang tenaga teknis P2 Dinkes setempat
iv. 1
orang
koordinator
tenaga
pemandu
(S1
biologi/S1
lapangan (Puskesmas)
v. 4
orang
enumerator
Kesling/S1 Kesmas)
Tenaga lokal: 8 orang tenaga penangkap nyamuk
B. Tim Reservoir, terdiri dari:
i. Koordinator
teknis
:
1
orang
senior
mammalogist
ii. Wakil Koord teknis: 1 orang tenaga teknis
(peneliti
Badan
Litbangkes/Subdit
pengendalian zoonosis/BTKL/KKP)
iii. 1 orang tenaga teknis P2 Dinkes setempat
iv. 1
orang
koordinator
tenaga
pemandu
lapangan (Puskesmas)
v. 4
orang
enumerator
(S1
kedokteran
hewan/S1 biologi/ S1 Kesling/S1 Kesmas)
20
Tenaga lokal: 8 orang tenaga penangkap tikus
dan kelelawar
C. Tim Data Sekunder: 2 orang (petugas Dinkes
Prov/Kab/Kota dan S1 Epid/Kesmas)
4.9. Validasi Rikhus Vektora
Validasi akan dilakukan oleh tim pakar di bidang
entomologi,
mamalogi,
epidemiologi,
mikrobiologi, biologi molekuler dan ilmu sosial,
baik dari lembaga penelitian, akademisi dan
instansi pemerintah yang berkompeten.
21
V. HASIL UJI COBA RIKHUS VEKTORA TAHUN
2014
5.1. Lokasi Uji Coba
Wilayah Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala.
Pelaksanaan
dilakukan
pada
29
September sampai 31 Oktober 2014.
Gambar 1.Gambaran 2 garis transek yang masingmasing mewakili daerah yang dekat dengan
dan jauh dari pemukiman melintasi 3 tipe
ekosistem yang berbeda, yaitu pantai, nonhutan dan hutan
22
5.2. Pengumpulan data vektor (nyamuk)
5.2.1. Hasil tangkapan
Hasil koleksi vektor riset khusus
Total nyamuk tertangkap
Jumlah jentik terkoleksi
Spesimen nyamuk yang dibuat preparat
awetan
Spesimen nyamuk untuk pemeriksaan
pathogen
Spesimen nyamuk yang belum
teridentifikasi spesiesnya
Jumlah genera nyamuk yang dikoleksi
23
Jumlah
4236 ekor
801 ekor
2718 ekor
1819 ekor
11 ekor
6 genus
5.2.2. Hasil konfirmasi vektor penyakit
a. Spesies Anopheles
Tabel 1. Spesies Anopheles dan hasil konfirmasi vektor
malaria hasil Uji Coba Rikhus Vektora
Spesies Anopheles
di Sulawesi Tengah
Sub-genus
Spesies Anopheles
di Pulau Sulawesi*
Hasil konfirmasi
vektor malaria di
Sulawesi Tengah
hasil uji coba
rikhus
Referensi*
Referensi
vektora (Kab.
*
Donggala)
L1, L2,
L3
L2
An. albotaeiatus
L2
An. baezai
L2
An. bancroftii
L2
An. bancroftii var. barbiventris
L2
An. barbirostris
L2
An. barbumbrosus
L2
An. bengalensis
L2, L3
An. crawfordi
Anopheles
L2
An. ejercitoi
L2
An. fragilis
L2
An. gigas
L4
An. montanus
L2
An. nigerrimus
L2
An. peditaeniatus
L2
An. umbrosus
L2
An. pseudobarbirostris
L3
An. separatus
L2
An. vanus
L2
Hasil uji
coba
rikhus
vektora
An. aitk enii
L3
√
√
L3
L3
√
L3
L3
L3
L3
√
√
√
24
√
√
√
√
√
√
√
Potensi sebagai
vektor penyakit lain
(JE, filariasis)
Hasil uji
Referensi coba rikhus
vektora
Lanjutan…
Sumber referensi Tabel 1:
L1 :Koesoemowinangoen W. 1953. Anophelini di Indonesia
Kementerian Kesehatan RI.
L2 :Bonne-Wepster, Swellengrebel NH. 1953. The anopheline
mosquitoes of the Indo-Australian region. -504pp. Amsterdam, De
Bussy.
L3 :Knight KL, Stone A. 1977. A Catalog of the Mosquitoes of the
World (Second edition) -612pp. Baltimore, The Geo W. King
Company. Published by the Entomological Society of America.
L4 :O’Connor CT, Sopa T. 1981. A Checklist of The Mosquitoes of
Indonesia. A Special Publication of the U.S. NAMRU No. 2, Jakarta,
Indonesia.
L5 :Ditjen P2M&PL. 2000. Kunci Bergambar Singkat Anopheles dewasa
di Indonesia. Dep. Kes R.I., Ditjen P2M&PL.
25
L6
L7
L8
L9
:Garjito TA, Jastal, Y Srikandi, Risti, Malonda. 2008. Update Kunci
Bergambar Singkat Nyamuk Anopheles di Indonesia. Balai Litbang
P2B2 Donggala
:Depkes RI.2010. Rencana Nasional Program Akselerasi, Subdit
Filariasis & Schistosomiasis, Direktorat P2B2, Ditjen PP&PL,
Kemenkes RI
:Loka Litbang P2B2 Donggala. 2007. Review Hasil Penelitian
Malaria Loka Litbang P2B2 Donggala.
:Widarso HS, Purba W, Suroso T, Ganefa S, Hutabarat T,
Widyaningsih C. 2002. Current Status on Japanese Encephalitis in
Indonesia. Proceedings on The Annual Meeting of the Regional
Working Group on Immunization in Bangkok, Thailand, 17-19 June
2002.
Keterangan:
Vektor Malaria
Berhasil dikoleksi 13 spesies Anopheles dari 42 spesies
yang sudah terlaporkan di Sulawesi Tengah. Sejumlah 6
spesies terbukti sebagai vektor penyakit dengan
teridentifikasi
menggunakan
positif
mengandung
pemeriksaan
ELISA,
plasmodium
yaitu:
An.
barbirostris, An. vagus, An. ludlowae, An. flavirostris,
An. subpictus dan An. maculatus.
Hasil studi sebelumnya (dari jaman Kolonial Belanda
sampai publikasi tahun 2013), An. barbirostris, An.
flavirostris, An. subpictus dan An. vagus pernah
terkonfirmasi positif mengandung Plasmodium dengan
26
pemeriksaan ELISA, namun An. ludlowae dan An.
maculatus “belum pernah dilaporkan“ sebagai vektor
malaria di Propinsi Sulawesi Tengah.
Hasil Uji Coba: An. ludlowae dan An. maculatus
merupakan
spesies
nyamuk
yang
belum
pernah
terlaporkan dan “berpotensi“ sebagai vektor malaria
di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.
Vektor Japanese encephalitis (JE)
Hasil pemeriksaan spesimen nyamuk yang berasal dari
genus Anopheles, Culex, dan Armigeres terhadap infeksi
virus JE dengan menggunakan RT-PCR seluruhnya
menunjukkan hasil negatif.
b. Spesies Aedes
Tabel 2. Spesies Aedes hasil koleksi selama Uji
Coba Rikhus Vektora
Spesies Aedes di Sulawesi
Sub-genus
Hasil konfirmasi
vektor DBD di
Sulawesi Tengah
Spesies Aedes di Sulawesi
hasil uji coba
Referensi
rikhus vektora Referensi
**
(Kab. Donggala)
Aedimorphus
Cancraedes
Ae. alboscutellatus
Ae. lowisii
Ae. vexans
Ae. mamoedjoensis
Ae. thurmanae
Ae. aureostriatus
L1
L1
L1
L1
L1
L1
√
27
Hasil uji
coba
rikhus
vektora
Potensi sebagai
vektor Chikungunya
Referensi
Hasil uji
coba
rikhus
vektora
√
Ae. thurmanae
Ae. aureostriatus
Ae. avistylus
Ae. niveus
Finlaya
Ae. poicilius
Ae. prominens
Ae. stevensoni
Geoskusea
Ae. kabaenensis
Ae. amesii
Lorrainea
Ae. celebicus
Ae. fumidus
Ae. aurantius
Mucidus
Ae. laniger
Neomelaniconion Ae. lineatopennis
Paraedes
Ae. ostentatio
Ae. longirostris
Rhinoskusea
Ae. wardi
Ae. aegypti
Ae. albopictus
Stegomyia
Verrallina
Ae. annandalei
Ae. desmotes
Ae. gardnerii
Ae. impatibilis
Ae. paullusi
Ae. pseudalbolineatus
Ae. scutellaris
Ae. butleri
Ae. dux
Ae. neomacrodixoa
Ae. panayensis
...lanjutan
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
√
L1, L2, L3
L1
L1
L1
L1
L1, L2
L1
L1
L1
L1
L1
L1
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sumber referensi Tabel 2:
L1 : O'Connor & Sopa. 1981. A Checklist of the Mosquitoes of
Indonesia, NAMRU.
L2 : Vector Distribution and Bioecology
L3 : Huang, Y.M. 1979. Contributions of the American
Entomologica/Institute Volume 15, Number 6.
28
Keterangan:
Vektor Dengue
Berhasil dikoleksi 5 spesies Aedes dari 40 spesies yang
terlaporkan di Sulawesi. Pemeriksaan virus dengue pada
nyamuk tidak dilakukan pada uji coba karena jumlah
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang
tertangkap
tidak mencukupi
untuk
dilakukan uji
laboratorium.
5.2.3. Fluktuasi Kepadatan Nyamuk Anopheles
Dalam Rumah terkonfirmasi vektor malaria
dan hubungannya dengan potensi penularan
Malaria
a. Tipe ekosistem : Hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kab.
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-1)
1,2
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-2)
2,5
2
An. barbirostris
0,6
An. flavirostris
0,4
Kepadatan (ekor)
Kepadatan (ekor)
1
0,8
1,5
1
An. barbirostris
0,5
0,2
0
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
18-19
04-05
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
Waktu penangkapan
29
02-03
04-05
b. Tipe ekosistem : Non-hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-1)
1,2
Kepadatan (ekor)
1
0,8
An. barbirostris
0,6
An. flavirostris
0,4
0,2
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
Tidak ditemukan adanya Anopheles yang telah
terkonfirmasi vektor malaria yang tertangkap di
dalam rumah pada survei ke-2.
30
c. Tipe ekosistem : Pantai (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-1)
2,5
Kepadatan (ekor)
2
1,5
An. barbirostris
An. subpictus
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
7
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-2)
Kepadatan (ekor)
6
5
4
An. subpictus
3
2
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
31
02-03
04-05
No.
Tipe
Ekosistem
1
Hutan (dekat
pemukiman)
2
Non-hutan
(dekat
pemukiman)
Pantai (dekat
pemukiman)
3
Spesies nyamuk
vektor yang
ditemukan
Spesies vektor
Metode
dominan
penangkapan
An. barbirostris
An. flavirostris
An. ludlowae
An. subpictus
An. barbirostris
An. flavirostris
An. barbirostris Umpan
orang dalam
An. barbirostris
An. subpictus
An. subpictus
An. barbirostris; Umpan orang
An. flavirostris dalam
Umpan orang
dalam
32
Puncak
kepadatan
menggigit
(WITA)
22.00 – 04.00
Kelambunisasi
00.00 – 01.00
Kelambunisasi
18.00 – 04.00
terutama:
22.00-23.00 dan
01.00-02.00
1.
2.
Rekomendasi
pengendalian
Kelambunisasi
Indoor Residual
Spray (IRS)
5.2.4. Fluktuasi Kepadatan Nyamuk Anopheles Luar
Rumah Terkonfirmasi Vektor Malaria dan
hubungannya dengan potensi penularan
Malaria
a. Tipe ekosistem : Hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kab.
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
3,5
Kepadatan (ekor)
3
2,5
2
An. barbirostris
1,5
An. flavirostris
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
3,5
Kepadatan (ekor)
3
2,5
2
An. barbirostris
1,5
An. flavirostris
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
33
02-03
04-05
b. Tipe ekosistem : Hutan (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
1
0,9
Kepadatan (ekor)
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
An. lu dlo wae
0,3
0,2
0,1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
1
0,9
Kepadatan (ekor)
0,8
0,7
0,6
0,5
An. lu dlo wae
0,4
0,3
0,2
0,1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
Waktu penangkapan
34
04-05
c. Tipe ekosistem : Non-hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Kepadatan (ekor)
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
An. barbirostris
An. lu dlo wae
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
7
Kepadatan (ekor)
6
5
4
3
An. lu dlo wae
2
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
35
02-03
04-05
d. Tipe ekosistem : Non-hutan (jauh
pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
50
45
Kepadatan (ekor)
40
35
30
25
An. barbirostris
20
An. lu dlo wae
15
An. subpictus
10
5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
7
Kepadatan (ekor)
6
5
4
3
An. lu dlo wae
2
An. vagus
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
36
e. Tipe ekosistem : Pantai (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
6
Kepadatan (ekor)
5
4
3
An. subpictus
2
An. barbirostris
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
Kepadatan (ekor)
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
An. subpictus
An. barbirostris
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
Waktu penangkapan
37
04-05
f. Tipe ekosistem : Pantai (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
3,5
2
An. subpictus
1,5
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
8
7
6
Kepadatan (ekor)
Kepadatan (ekor)
3
2,5
5
4
An. subpictus
3
2
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
Waktu penangkapan
38
04-05
No.
1.
Tipe
Ekosistem
Hutan (dekat
pemukiman)
Spesies
nyamuk vektor
yang
ditemukan
An. barbirostris
An. flavirostris
An. ludlowae
Spesies vektor
dominan
Metode
penangkapan
An.
barbirostris;
An. flavirostris
Umpan orang
luar
Puncak
kepadatan
menggigit
(WITA)
18.00 – 06.00
Rekomendasi
pengendalian
1.
2.
2.
Hutan (jauh
pemukiman)
An. ludlowae
An. ludlowae
Umpan orang
luar
18.00-19.00 dan
01.00-02.00
1.
2.
3.
Non-hutan
(dekat
pemukiman)
An. barbirostris
An. ludlowae
An. maculatus
An. vagus
An. flavirostris
An. ludlowae
Umpan orang
luar
Sepanjang
malam
1.
2.
39
Menggunakan
perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
4.
5.
Non-hutan
(jauh
pemukiman)
Non-hutan
(jauh
pemukiman)
An. barbirostris
An. ludlowae
An. subpictus
An. vagus
An. ludlowae
An. barbirostris
An. subpictus
An. subpictus
Umpan orang
luar
18.00 – 06.00
1.
2.
Umpan orang
luar
Sepanjang
malam
1.
2.
6.
Pantai (dekat
pemukiman)
An. subpictus
An. subpictus
Umpan orang
luar
40
18.00 – 06.00
terutama
18.00-19.00 dan
22.00-23.00
1.
2.
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
5.2.5.
Contoh Analisis Lanjut
5.2.5.1.
Potensi
risiko
penularan
Malaria
berdasarkan data sekunder dan data
konfirmasi vektor
a. Wilayah Malino, Banawa Selatan
41
b. Wilayah Tanahmpulu, Banawa Selatan
42
c. Wilayah Lalombi, Banawa Selatan
43
5.3. Pengumpulan data reservoir (tikus)
5.3.1. Jumlah dan jenis tikus tertangkap
Grafik 1. Jumlah dan jenis tikus tertangkap di tiga ekosistem,
Rikhus Uji Coba Kabupaten Donggala
Keterangan:
Jumlah tikus tertangkap 93 ekor, terdiri dari 3 genus yaitu:
Rattus (90 ekor), Bunomys (1 ekor), dan Paruromys (2 ekor).
44
5.3.2. Jenis tikus tertangkap dan konfirmasi sebagai
reservoir penyakit
Tabel 1. Spesies Tikus dan Hasil Deteksi leptospira
patogen dan Hantavirus
Spesies tikus di Sulawesi
Tengah
Genus
Spesies tikus di Pulau
Sulawesi
Referensi
B. andrewsi
L1
B. chrysocomus
L1
B. coelestis
L1
B. fratrorum
L1
B. heinrichi
L1
B. penitus
L1
B. prolatus
L1
Crunomys
C. celebensis
L1
Echiothrix
E. leucura
L1
Eropeplus
E. canus
L1
Haeromys
H. minahassae
L1
Lenomys
L. meyeri
L1
M. beccarii
L1
M. elegans
L1
M. parvus
L1
M. christinae
L2
M. dollmani
L1
M. hellwaldii
L1
M. musschenbroekii
L1
M. wattsi
L1
M. naso
L1
M. aerosus
L1
M. musculus
L1
P. dominator
L1
P. ursinus
L1
Bunomys
Margaretamys
Maxomys
Melasmothrix
Melomys
Mus
Paruromys
Paucidentomys P. vermidax
Hasil pemeriksaan laboratorium
Leptospirosis
Hantavirus
hasil uji coba
hasil uji coba
hasil uji coba
rikhus vektora
Referensi rikhus vektora Referensi rikhus vektora
(Kab.
(Kab. Donggala)
(Kab. Donggala)
Donggala)
V
V (*)
V
V (*)
L2
45
...lanjutan
Paucidentomys P. vermidax
L2
V
Rattus sp.
Rattus
Taeromys
Waiomys
R. argentiventer
L1
R. bontanus
L1
R. dameermani
L1
R. exulans
L1
R. foramineus
L1
R. hoffmani
L1
R. marmosurus
L1
R. mollicomulus
L1
R. nitidus
L1
R. norvegicus
L1
R. tanzumi
L1
R. xanthurus
L1
T. arcuatus
L1
T. callitrichus
L1
T. celebensis
L1
T. hamatus
L1
T. macrocercus
L1
T. punicans
L1
T. rhinogradoides
L1
T. taerae
L1
W. mamasae
L2
L4
V
V
L4
L3
L4
L3
L3
Referensi :
L1 Agustinus S, et al. 2002. Checklist of The Mammals of Indonesia.
Bogor, Indonesia
L2 Anang SA, 2014. Metode Koleksi dan Identifikasi Spesimen Tikus
L3 Ibrahim I N. 2012. Hantaviruses Infections Among Rodents,
Insectivores and Human In The Archipelago of Indonesia (a review)
L4 Ristiyanto et al. 2014. Penyakit Tular Rodensia. UGM Press,
Yogyakarta.
Keterangan:
* Belum pernah terlaporkan sebelumnya sebagai reservoir leptospirosis
** Masih dalam proses identifikasi
46
Reservoir Leptospirosis
Berhasil dikoleksi 4 spesies tikus dan 2 telah
terkonfirmasi reservoir leptospirosis menggunakan uji
PCR dan MAT. Kedua jenis tikus “belum pernah
terlaporkan
sebagai
reservoir
Sulawesi.
47
leptospirosis“
di
5.3.3. Hasil pemeriksaan laboratorium (uji leptospirosis) per ekosistem
a. Tipe ekosistem : Hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Kec. Banawa Selatan, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
16
16
48
Positif
Rekomendasi pengendalian
2
1. Penyuluhan tentang
bahaya tikus dan
leptospirosis (Dinkes)
2. Rumah antitikus
3. Pengadaan tempat sampah
tertutup
4. Pengendalian tikus
b. Tipe ekosistem : Hutan (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Bunomys fratrorum
Paruromys dominator
Jumlah Jumlah
Jumlah diperiksa positif
1
1
1
2
1
1
49
Rekomendasi pengendalian
Penggunaan alat pelindung
diri
bagi orang yang bekerja di
hutan
c. Tipe ekosistem : Non-hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
25
25
Positif
6
50
Rekomendasi pengendalian
1. Penyuluhan tentang
bahaya tikus dan
leptospirosis (Dinkes)
2. Rumah antitikus
3. Pengadaan tempat sampah
tertutup
4. Pengendalian tikus
d. Tipe ekosistem : Non-hutan (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
3
3
Positif
-
51
Rekomendasi pengendalian
e. Tipe ekosistem : Pantai (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus cf exulans
Rattus cf tanezumi
Rattus sp.
Rattus tanezumi
Jumlah Jumlah
Jumlah diperiksa positif
1
1
1
1
26
26
4
4
4
-
52
Rekomendasi pengendalian
1. Penyuluhan tentang
bahaya tikus dan
leptospirosis (Dinkes)
2. Rumah antitikus
3. Pengadaan tempat sampah
tertutup
4. Pengendalian tilkus
f. Tipe ekosistem : Pantai (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
12
12
Positif
-
53
Rekomendasi pengendalian
5.4. Pengumpulan data reservoir (kelelawar)
5.4.1. Jumlah dan jenis kelelawar tertangkap
Grafik 2. Jumlah dan jenis kelelawar tertangkap di tiga ekosistem,
Rikhus Uji Coba Kabupaten Donggala
Keterangan:
Jumlah kelelawar tertangkap 176 ekor, terdiri dari 11
genus
yaitu:
Myotis,
Kerivoula,
Hipposideros,
Nyctimene, Macroglossus, Eonycteris, Styloctenium,
Rousettus, Dobsonia, Thoopterus, dan Cynopterus.
54
5.4.2. Jenis kelelawar tertangkap dan konfirmasi
sebagai reservoir penyakit
Genus
Spesies Kelelawar di
Pulau Sulawesi*
Spesies Kelelawar di Sulawesi
Tengah
Referensi**
Acerodon
A. celebensis
L1
hasil uji coba
rikhus vektora
A. humilis
L1
Boneia
B. bidens
L1
Chironax
C. melanocephalus
L1
C. luzoniensis
L1
C.minutus
L1
V
C. sphinx
L1
V
C. brachyotis
L1
D. crenulata
L1
D. exoleta
L1
D. minor
L1
N. frosti
L1
P. alecto
L1
P. caniceps
L1
P. griseus
L1
P. hypomelanus
L1
P. pumilus
L1
R. amplexicaudatus
L1
V
R. celebensis
L1
V
R. Lindoensis linduensis
L1
Cynopterus
Dobsonia
Neopteryx
Pteropus
Rousettus
L2
L1,L3
V
T. suhaniahae
L1
Thoopterus sp*
Styloctenium
S. wallacei
L1
V
Eonycteris
E. spelaea
L1
V
Macroglossus
M. minimus
L1
V
N. cephalotes
L1
V
N. minutus
L1
H.celebensis
L1
E.alecto
L1
E.beccarii
L1
E.monticola
L1
E.raffrayana
L1
Mosia
M. nigrescens
L1
Saccolaimus
S.saccolaimus
L1
Nyctimene
Harpyionycteris
Emballonura
Taphozous
Megaderma
T.melanopogon
L1
T.theobaldi
L1
M.spasma
L1
55
Referensi
V
T. nigrescens
Thoopterus
Hasil pemeriksaan
nipahvirus
L2
hasil uji
coba
Tabel 3. Spesies Kelelawar dan Hasil Deteksi
Nipahvirus Uji Coba Rikhus Vektora
...lanjutan
Megaderma
Rhinolophus
Hippossideros
Kerivoula
Hesperoptenus
Myotis
Philetor
Pipistrellus
M.spasma
L1
R. arcuatus
L1
R.celebensis
L1
R. euryotis
L1
R.philippinensis
L1
H.ater
L1
H.cervinus
L1
H.diadema
L1
H.dinops
L1
H.inexpectatus s
L1
H.larvatus
L1
H.macrobullatus
L1
K.hardwickei
L1
k.jagori
L1
K.papillosa
L1
H. gaskelli
L1
M.adversus
L1
M.ater
L1
M.formosus
L1
M.horsfieldii
L1
M.muricola
L1
P.brachypterus
L1
P.imbricatus
L1
P.javanicus
L1
P.minahassae
L1
P.petersi
L1
P.tenuis
L1
Scotophilus
S.kuhlii
L1
Tylonycteris
T.robustula
L1
M.florium
L1
M.suilla
L1
M.australis
L1
M.macrocneme
L1
M.medius
L1
M.paululus
L1
Murina
Miniopterus australis
M. pusillus
M. schreibersi
Cheiromeles
Mops
M.tritis
L1
C.parvidens
L1
C.torquatus
M.sarasinorum
L1
L1
56
Hippossideros
sp.*
Kerivoula sp.*
Myotis sp.*
L2
Referensi :
L1 Agustinus S, et al. 2002. Checklist of The Mammals of Indonesia.
Bogor, Indonesia.
L2 CDC. 1999. Outbreak of Nipah virus Malaysia and Singapore
L3 Written, T, Henderson, G, Mustafa, M, 2013. The Ecology of
Sulawesi
Keterangan :
* Masih dalam proses identifikasi
Reservoir Nipahvirus
Berhasil dikoleksi 10 spesies kelelawar dan 3 spesies
lagi
masih
dalam
proses
rekonfimasi.
Pada
pelaksanaan uji coba belum dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk uji Nipahvirus.
57
VI. KESIMPULAN
Hasil Uji Coba Rikhus Vektora menunjukkan
potensi yang sangat luas untuk hasil yang akan
diperoleh pada pelaksanaan Rikhus Vektora Tahun
2015-2017 nanti.
Hal ini disebabkan karena Hasil Coba Tahun 2014 telah
menunjukkan perolehan data sbb:
1.
Sebanyak enam spesies Anopheles, yaitu An.
barbirostris, An. flavirostris, An. ludlowae, An.
vagus,
An.
subpictus
dan
An.
maculatus,
teridentifikasi positif vektor malaria karena
mengandung Plasmodium (parasit malaria) dengan
pemeriksaan ELISA.
2.
Dari 6 spesies vektor penyakit tersebut, dua spesies,
yaitu An. ludlowae dan An. maculatus diketahui
“belum
pernah
dilaporkan“
sebagai
vektor
malaria di Propinsi Sulawesi Tengah.
3.
Telah
diperoleh
rekomendasi
pengendalian vektor penyakit malaria, a.l:
58
alternatif
a. Berdasarkan fluktuasi nyamuk Anopheles di
dalam rumah yang telah terkonfirmasi sebagai
vektor
malaria,
kelambunisasi
merupakan
rekomendasi upaya pengendalian malaria di
ketiga tipe ekosistem di wilayah uji coba.
b. Khusus untuk ekosistem pantai, aplikasi indoor
residual spray (IRS) juga direkomendasikan.
c. An. barbirostris merupakan spesies vektor
malaria dominan dalam penangkapan nyamuk
di
dalam
rumah
pada
tipe
ekosistem
pemukiman dekat hutan dan non-hutan,
sedangkan An. subpictus merupakan spesies
vektor malaria dominan dalam penangkapan
nyamuk dalam rumah pada tipe ekosistem
pemukiman dekat pantai.
d. An. barbirostris, An. flavirostris
merupakan
spesies dominan tertangkap di luar rumah
pada tipe ekosistem hutan.
e. An. ludlowae merupakan spesies dominan
tertangkap di luar rumah pada tipe ekosistem
59
hutan jauh dari pemukiman dan non-hutan,
baik dekat maupun jauh dari pemukiman.
f. Potensi penularan malaria di daerah tersebut
lebih tinggi terjadi di luar rumah daripada di
dalam rumah, sehingga perlindungan diri
terhadap gigitan nyamuk dan mengurangi
tempat perkembangbiakan vektor merupakan
rekomendasi pengendalian yang disarankan di
luar rumah, pada semua tipe ekosistem
4.
Potensi penularan malaria terjadi baik di dekat
pemukiman maupun
di lokasi jauh dari
pemukiman pada ketiga tipe ekosistem;
5.
Potensi “patogen penyakit tular reservoir belum
terlaporkan”
untuk
penyakit
leptospirosis
ditemukan pada sampel tikus di daerah ekosistem
hutan (jauh dan dekat pemukiman), ekosistem non
hutan (dekat pemukiman), ekosistem pantai (dekat
pemukiman);
6.
Total
koleksi
spesimen
referensi
berhasil
dikumpulkan: nyamuk diperoleh sejumlah 4236
60
ekor, tikus diperoleh sejumlah 93 ekor dan
kelelawar diperoleh sejumlah 176 ekor.
DAFTAR RUJUKAN
1. Simpson. 1977. Too Many Lines : The Limits of the
Oriental and Australian Zoogeographic
Regions. Proceedings Of the American
Philosophical Society Vol.121(2):107-120.
2. US CDC. Zoonotic Disease : When Humans and
Animals Intersect. http://www.cdc.gov/247/pdf/zoonotic -diseases-factsheet.pdf. diakses
pada tanggal 11 Mei 2014 jam 6:34.
3. Tansley AG. 1935. The Use and Abuse of
Vegetational Concepts and Terms. Ecology
16(3),pp.284-307.,
4. Imanurisa dan Ristiyanto. 2005. Penyakit Bersumber
Rodensia (Tikus dan Mencit) di Indonesia.
Jurnal ekologi kesehatan Vol 4 No 3.pp 308319.
5. Komnas Zoonosis. Rencana Strategis Nasional
Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017.
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
Republik Indonesia. 2012.
6. O’Connor, C.T., Sopa, T. 1981. A Checklist of The
Mosquitoes of Indonesia. A Special
Publication of the US. Naval Medical
Reserach Unit No.2, Jakarta, Indonesa
7. P2M&PL. 2008. Epidemiologi Penyakit Kaki Gajah
(Filariasis) di Indonesia : Buku 2. Direktorat
61
Jenderal PPM&PL, Departemen Kesehatan,
R.I.
8. Widarso, H.S., Wilfried, Thomas, Ganefa, S.,
Hutabarat, T., Cicilia, W., Endang, B. Current
Status on Japanese Encephalitis in Indonesia.
Annual Meeting of the Regional Working
Group on Immunization in Bangkok”,
Thailand, 17 – 19 June 2002.
9. Ramalingam, S., Guptavanij, P., Harinasuta.1968.
The Vectors of Whuchereria bancrofti and
Brugia
malayi
in
South-East
Asia.
Proceedings of Seminar on Filariasis and
Immunology of Parasitic Infections. (eds.
Sandosham, A.A., Zaman, V).
10. Halstead, S.B. 2008. Epidemiology in Dengue (eds.
Halstead, S.B.). Imperial College Press.
11. IVRCRD. 2013. Strengthening of Japanese
Encephalits Prevalence in Indonesia. Identify
Project Final Report, WHO-USAID.
12. Sutaryo. 2004. Dengue. Penerbit Medika, Fakultas
Kedokteran UGM Yogyakarta.
13. Woolhouse dan sequera 2005. Host Range and
Emerging and Reemerging Pathogens.
Emerging. Infectious Diseases. Vol. 11, No.
12.
14. Smit, A.M. 1962. Eosinophilic meningitis at Kiisaran
(Indonesia) and the problem of its aetiology.
Bull. Soc. Phat.exott, 55(4):722-730.
15. Winoto et al., 1995. Penelitian serologis Japanese
Encephalitis pada Babi dan Kelelawar di
62
Sintang, Kalimantan Barat. Buletin Penelitian
Kesehatan, 23 (3).
16. Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia.
Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor
17. Roche, B. & Guégan, J. 2011. Ecosystem dynamics,
biological diversity and emerging infectious
diseases Comptes Rendus Biologie. 334, 385392
18. Cleaveland et al. 2001. Disease of human and their
domestic mammal: pathogen characteristics,
host range and the risk of emergence. Phil
Trans. R. land. 356, 991-999.
19. Ucar. 2014. Climate Change and Vector –Borne
Disease. UCAR center for Science Education.
Diakses
pada
http://scied.ucar.edu/longcontent/climatechange-and-vector-borne-disease tanggal 1
Juli 2014 pukul 7:16.
63
LAMPIRAN
KEGIATAN UJI COBA RIKHUS VEKTORA
1. Kegiatan Koleksi Nyamuk dan Jentik
Koleksi Jentik
64
Penangkapan Nyamuk
65
Beberapa spesies nyamuk yang siap ditangkap
Identifikasi dan pembuatan spesimen nyamuk
66
Preparasi sampel nyamuk pada FTA card
2. Kegiatan Koleksi Tikus
Persiapan perangkap tikus
Pembiusan tikus
67
Pengambilan darah tikus dan pengambilan ektoparasit
dari tikus
68
Pengukuran tikus untuk identifikasi
69
Pengambilan ginjal tikus untuk pemeriksaan Leptospira
70
Preparasi sampel paru tikus pada FTA card untuk
pemeriksaan Hantavirus
71
3. Kegiatan Koleksi Kelelawar
Ekstraksi kelelawar dari perangkap jaring kabut dan
jaring harpa
72
Pembiusan dan pengambilan darah kelelawar
73
Pengambilan ektoparasit dan pengukuran kelelawar
untuk identifikasi
74
Pengambilan swab trachea kelelawar untuk pemeriksaan
Hantavirus dan Nipahvirus
75
Subbid Jaringan Informasi dan Kerjasama
B2P2VRP Salatiga
Tahun 2014
76
RISET KHUSUS VEKTOR DAN
RESERVOIR PENYAKIT
(RIKHUS VEKTORA)
POKOK-POKOK HASIL UJI COBA
TAHUN 2014
BALAI BESAR LITBANG VEKTOR DAN
RESERVOIR PENYAKIT
BADAN LITBANG KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Tim Penyusun:
Pengarah:
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama,
Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
Penanggungjawab:
Kepala Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir
Penyakit
Dr. Vivi Lisdawati, MSi., Apt.
Tim Vektor:
Dra. Widiarti, M.Kes
Drs. Hasan Boesri, M.S.
Triwibowo Ambar Garjito, S.Si.,
M.Kes.
Riyani Setyaningsih, S.Si, M.Sc.
Lulus Susanti, SKM, MPH
R.A. Wigati, S.Si., M.Kes.
Siti Alfiah, SKM, M.Sc.
Yusnita M. Anggraeni, S.Si,
M.Biotech.
Sri Wahyuni Handayani, ST.
Ari Oktsari Yanti S., SKM
Sapto Prihasto Siswoko, SKM
Mujiyono
Lasmiati
Heru Priyanto
Rima Tunjungsari D.A.
Tim Reservoir:
Drs. Ristiyanto, M.Kes
Arief Mulyono, S.Si., MSc
Farida Dwi Handayani, S.Si,
M.S.
Drh. Tika Fiona Sari, M.Sc
Drh. Dimas Bagus Wicaksono
Putro
Drh. Ayu Pradipta Pratiwi
Aryani Pujiyanti, SKM, MPH.
Arief Nugroho, ST
Arum Sih Joharina, S.Si.
Esti Rahardianingtyas, S.Si.
Muhidin, SKM
Bernadus Yuliadi
Siska Indriani
Warido
Restu Khoirul Saban
Sugiyanto
Sugiharto
ii
Fahmay Dwi Ayuningrum
Mega Tyas Prihatin
Widiratno Valentinus
Marjiyanto
Tim Data Sekunder:
Wiwik Trapsilowati, SKM,
M.Kes
Aryani Pujiyanti, SKM, MPH.
Anggi Septia Irawan, S.Ant
Kusumaningtyas Sekar Negari,
SKM
Ningsi, S.Sos, M.Si
Junaidi, SKM
Tim Pemeriksa Laboratorium
Triwibowo Ambar Garjito, S.Si,
M.Kes.
Arief Mulyono, S.Si, M.Sc.
Drh. Tika Fiona Sari, M.Sc.
Yusnita Mirna Anggraeni, S.Si.
Arum Sih Joharina, S.Si.
Esti Rahardianingtyas, S.Si.
Mega Tyas Prihatin
Rendro Wiyanto
Aprilia Safitri
Restu Khoirul Saban
Tim Manajemen Data:
Diana Andriyani Pratamawati,
S.Sos.
Revi Rosavika Kinansi, S.Si.
Teguh Dinisaputra, S.Kom
Bambang Wulung Mulangjoyo
Ghaniy Arif Triatmojo
Ika Martiningsih
Tim Manajemen Logistik dan
Administrasi
Mohammad Choirul Hidayat,
SKM, M.Kes
Maria Agustini, SKM, MPH
dr. Bagus Febrianto, M.Sc.
Dra. Suskamdani, M.Kes
Akhid Darwin, SKM, M.Sc.
Sri Miyati, SE.
Wening Widjajanti, SKM
Suharti
Wika Kirana, SE.
Sri Julianingsih
Elly Andriani
Nuriya Fatchul Janah
Doso April Wulandari
Rescyana, SE.
Rodhiyah Nur Janti
Duwi Astuti
Ika resmiyati
Sriyani
Widarsih
Fery Jelitawati, SE.
Dewi Istiya Widyasari
iii
Tim Pakar:
Dr. dr. Trihono, M.Sc.
Prof. Dr. Mohammad Sudomo
Prof. Dr. dr. Damar Tri Boewono, MS
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH
Prof. Dr. Amrul Munif, M.Sc
dr. Tri Baskoro Tunggul Satoto, M.Sc, Ph.D
Dr. Hapsari, M.Si
Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc.
Ir. Maharadatun Kamsi, M.Sc.
Drh. Anang S. Achmadi, M.Sc.
Tim Uji Coba
Penanggung Jawab Provinsi :
Jastal, SKM.,M.Si
Tim Pengumpulan data vektor
di lapangan :
Mujiyono
Heru Priyanto
Lasmiati
Yuyun Srikandi
Malonda Maksud, SKM
Risti
Muhammad Khodir
Muhammad Sabri
Tim Pengumpulan data
reservoir di lapangan :
Bernadus Yuliadi
Drh. Ayu Pradipta Pratiwi
Drh. Corry Laura J. Sianturi
Drh. Gunawan
Made Agus N. SKM.,M.Epid
Anis Nurwidayati, S.Si, M.Sc
Nelfita, AMKL
Fafan Tahir
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur dipanjatkan kepada
Allah SWT dengan telah selesainya
penulisan buku “Sekapur Sirih
Rikhus Vektora: Pokok-Pokok Hasil
Uji Coba Tahun 2014“.
Uji coba Rikhus Vektora yang telah dilaksanakan di
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah merupakan
langkah awal dari keseluruhan kegiatan Rikhus Vektora
yang akan dilaksanakan secara bertahap dari tahun 2015
sampai dengan tahun 2017 di 34 Provinsi yang ada.
Pelaksanaan Uji Coba tahun 2014 bertujuan untuk
melakukan evaluasi secara teknis dan manajemen terkait
persiapan pelaksanaan riset nantinya dan sekaligus
memperoleh gambaran mengenai hasil yang dapat
diperoleh.
Hasil Uji Coba tahun 2014 ini ternyata menunjukkan
bahwa terdapat informasi dan data yang baru/belum
terlaporkan, baik dari segi vektor maupun reservoir
penyakit. Oleh karena itu maka diharapkan pada waktu
kegiatan pelaksanaan Rikhus Vektora tahun 2015-2017
nanti maka akan semakin banyak informasi dan data
v
yang dapat digali dan dikembangkan untuk dimanfaat
oleh berbagai pihak secara optimal.
Akhir kata, semoga penulisan buku ini dapat menjadi
langkah awal yang mendukung pelaksanaan kegiatan
Rikhus Vektora ke depan.
Bilahit taufiq walhidayah, wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2014
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Prof. dr. Tjandra Yoga
Aditama, Sp P(K), MARS,
DTM&H, DTCE
vi
SISTEMATIKA PENULISAN:
KATA PENGANTAR
SISTEMATIKA PENULISAN
I.
PENDAHULUAN
II.
TUJUAN
III. MANFAAT
IV.
METODOLOGI
V.
HASIL UJI COBA TAHUN 2014
VI.
KESIMPULAN
VII. DAFTAR RUJUKAN
VIII. LAMPIRAN
vii
I. Pendahuluan
Indonesia
merupakan
negara
yang
secara
biogeografis menjadi pertemuan antara dua daerah
pembagian fauna di dunia, yaitu daerah Oriental dan
Australia. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah dan
keanekaragaman spesies satwa liar di Indonesia sangat
beragam dan terdistribusi pada berbagai tipe habitat dan
ekosistem. Hal tersebut berpengaruh terhadap sebaran
vektor dan reservoir penyakit.1
Gambar 1. Garis Wallace dan Weber yang dibuat Dr.
Alfred Weber yang membagi dua pertemuan
daerah fauna dunia.
1
Definisi vektor penyakit2:
Arthropoda atau invertebrata lain yang dapat menularkan
patogen (kuman penyakit) secara langsung melalui
gigitan atau cara lainnya pada kulit maupun membran
mukosa atau secara tidak langsung dengan meletakkan
material infektif pada kulit, makanan atau obyek lain.
Defini reservoir penyakit3:
Hewan vertebrata yang menjadi sumber atau pembawa
agen/organisme patogenik yang dapat berkembang biak
secara alami dan berkesinambungan di tubuhnya.
Ancaman terhadap penyakit tular vektor, zoonosis
dan penyakit infeksi baru atau yang muncul kembali
(emerging infectious diseases/EID) cukup tinggi di
Indonesia (secara global diketahui bahwa lebih dari 70%
EID merupakan penyakit tular vektor dan zoonosis).4
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit
tular vektor yang utama. Penyakit ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus dan
dilaporkan telah menjadi masalah kesehatan bagi
2
masyarakat Indonesia selama 45 tahun terakhir. Sampai
dengan akhir tahun
2013, penyakit DBD dilaporkan
telah menyebar di 88% dari 497 wilayah kabupaten/kota
di Indonesia. Angka kematian dilaporkan semakin
menurun, sampai dengan tahun 2013 angka rata-rata
(case fatality rate) tercatat 0,7%, sedangkan angka
insiden DBD sebesar 41,25 per 100.000 penduduk.5,6
Penyakit tular vektor lain adalah malaria yang juga
masih menjadi masalah penting di Indonesia. Pada tahun
2011, dilaporkan sebanyak 199.577 orang terinfeksi
malaria dengan prevalensi sebesar 1,94 per 1000
penduduk dan tersebar di 424 kabupaten/kota di seluruh
propinsi di Indonesia.7,8 Sampai saat ini terdapat 456
spesies nyamuk yang berasal dari 18 genus terdistribusi
di seluruh wilayah Indonesia.
Penyakit zoonosis yang teridentifikasi terus
meningkat, antara lain leptospirosis yang menunjukkan
adanya peningkatan kasus secara signifikan di berbagai
wilayah di Indonesia. Sebanyak 19 propinsi telah
dilaporkan memiliki kasus leptospirosis, baik pada tikus
maupun
manusia.
Berdasarkan
3
laporan
Komnas
Zoonosis, tercatat 766 kasus leptospirosis di Indonesia
degan 72 orang diantaranya meninggal dunia pada tahun
2011.8,9,10
Selain
penyakit-penyakit
tesebut,
berbagai
penyakit tular vektor dan reservoir dilaporkan endemis
dan
menjadi
prioritas
pengendalian
nasional
di
Indonesia, yaitu flu burung, anthrax, pes, filariasis,
chikungunya dan brucellosis.10
Berdasarkan data ini maka diketahui bahwa
nyamuk merupakan serangga vektor utama penyebab
berbagai penyakit tropis penting di Indonesia. Selain
nyamuk, tikus dan kelelawar juga merupakan mamalia
yang penting untuk diketahui dan dipelajari jenis dan tata
hidupnya terkait dengan perannya sebagai reservoir
berbagai penyakit tropis, di samping babi, sapi, kambing,
kuda dan beberapa mamalia lainnya.
4
Gambar 2. Beberapa genus nyamuk di Indonesia (dari
berbagai sumber)
Data terkait Anopheles sebagai genus nyamuk
yang berperan menjadi vektor penyakit ditemukan tahun
1897. Penelitian di Indonesia masih terbatas, yaitu
O’Connor
dan
Sopa
pada
tahun
1981
berhasil
mengidentifikasi 80 spesies Anopheles di Indonesia,
sedangkan O’Connor dan Soepanto pada tahun 1999
berhasil mengidentifikasi 66 spesies dengan 1 subspesies
dan 4 varietas.11
Dari total Anopheles tersebut, 20 spesies telah
terkonfirmasi menjadi vektor malaria; 11 spesies
terkonfirmasi sebagai vektor filariasis dan 2 spesies
teridentifikasi sebagai vektor JE. Selain Anopheles,
genus nyamuk penting lainnya dan telah dipelajari di
5
kawasan ini adalah Culex, Aedes, Armigeres dan
Mansonia. Dua spesies dari genus Aedes telah dikenal
sebagai vektor Dengue dan Chikungunya, yaitu Aedes
aegypti dan Ae. albopictus, sedangkan beberapa spesies
dari genus Culex, Armigeres, Mansonia dan Aedes
lainnya telah terkonfirmasi sebagai vektor filariasis dan
Japanese
encephalitis
(JE).
Data
terbaru
belum
diketahui.11,12
Sementara data reservoir menunjukkan bahwa di
Indonesia, sebanyak 153 spesies dari genera termasuk
dalam sub famili Murinae (tikus) telah berhasil
teridentifikasi. Beberapa spesies di antaranya telah
dilaporkan berperan sebagai reservoir zoonosis, seperti
leptospirosis, infeksi hantavirus, scrub thypus, murine
thypus,
spotted
fever
group
rickettsiae,
pes,
schistosomiasis, rabies dan beberapa penyakit lainnya di
Indonesia. Dua ratus lima spesies kelelawar juga telah
diketahui di Indonesia. Beberapa spesies di antaranya
berpotensi menjadi ancaman dalam penularan zoonosis
seperti rabies, SARS, infeksi Marburg virus, Nipah dan
Hendra virus, JE serta ebola.13,14
6
Ancaman yang meluas dari vektor dan reservoir
penyakit
sangat
berpengaruh
terhadap
kehidupan,
keselamatan, kesejahteraan dan ekonomi masyarakat.
Selain faktor biogeografis, ancaman semakin meningkat
akibat15 :
o Kerusakan lingkungan, pemanasan global dan
migrasi penduduk yang progresif
o Populasi
manusia
meningkat,
globalisasi
perdagangan hewan dan produk hewan
o Perubahan ekosistem – kerusakan hutan, perubahan
tata guna lahan
o Perubahan iklim – berperan dalam pola musiman
atau distribusi temporal penyakit yang dibawa dan
ditularkan oleh vektor dan reservoir penyakit
7
Gambar 3. Menyusutnya hutan hujan tropis di Pulau
Sumatera akibat perubahan fungsi hutan
menjadi perkebunan dan pertambangan dari
periode 1990 sampai dengan 2010 telah
mengubah habitat berbagai jenis binatang,
termasuk nyamuk, tikus dan kelelawar yang
dapat memicu munculnya penyakit tular
vektor dan reservoir di wilayah tersebut.16
8
Gambar 4. Perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan
dan pertambangan di Pulau Kalimantan dari
periode 1990 sampai dengan 2010 yang
mengubah habitat berbagai jenis binatang,
termasuk nyamuk, tikus dan kelelawar yang
dapat memicu munculnya penyakit tular
vektor dan reservoir. Kasus yang paling
sering dilaporkan terkait dengan perubahan
fungsi hutan adalah merebaknya malaria di
pulau ini akibat infeksi Plasmodium
knowlesi.17
Selain itu, ancaman bioterorisme juga muncul
akibat penyakit tular vektor dan zoonosis terkait
kemungkinan pemanfaatan agen penyakit yang tidak
sesuai
etika
penelitian
maupun
bertujuan
untuk
digunakan sebagai senjata biologi.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa data dasar
vektor dan reservoir penyakit untuk kesiapan Indonesia
9
menghadapi KLB dan pandemi, belum lengkap. Seluruh
data mengenai taksonomi dan bionomi dari berbagai
nyamuk, tikus serta kelelawar di Indonesia masih sangat
terbatas dan masih menggunakan data hasil penelitian
yang dilakukan pada tahun 1897 hingga awal tahun
2000. Padahal melihat latar belakang di atas, nyamuk,
tikus dan kelelawar masih menjadi permasalahan penting
dalam penularan penyakit tular vektor dan reservoir,
bahkan sering kali menimbulkan kejadian luar biasa dan
bahkan ancaman pandemi. Pemutakhiran data mengenai
sebaran geografis, perubahan iklim, serta konfirmasi
vektor dan reservoir penyakit sangat diperlukan untuk
mengetahui macam dan jumlah spesies, potensi dan
peranannya di dalam penularan penyakit tular vektor dan
reservoir di Indonesia.
Oleh
karena
itu
dengan
berbagai
dasar
pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan suatu riset
khusus terkait Vektor dan Reservoir Penyakit, yaitu
“Riset Khusus Vektora“, untuk mendukung program
kesehatan nasional.
10
II. TUJUAN
2.1. Tujuan Umum
Pemutakhiran data vektor dan reservoir penyakit
sebagai dasar pengendalian penyakit tular vektor
dan reservoir (baik jenis penyakit infeksi baru
maupun yang muncul kembali) di Indonesia
2.2. Tujuan Khusus
1. Inkriminasi (penentuan vektor) dan konfirmasi
spesies vektor dan reservoir penyakit;
2. Memperoleh peta sebaran vektor dan reservoir
penyakit;
3. Mencari kemungkinan munculnya vektor dan
reservoir penyakit baru/belum terlaporkan yang
berasal dari hasil koleksi sampel nyamuk, tikus
dan kelelawar;
4. Mencari
kemungkinan
munculnya
patogen
penyakit tular vektor dan reservoir baru/belum
terlaporkan.
5. Mengembangkan spesimen koleksi referensi
vektor dan reservoir penyakit;
11
6. Memperoleh
data
sekunder
penanggulangan
penyakit tular vektor dan reservoir berbasis
ekosistem
III. MANFAAT PENELITIAN
a.
Bagi
para
pemangku
memanfaatkan
dan
kebijakan,
menggunakan
dapat
data
yang
diperoleh sebagai dasar perencanaan dan evaluasi
program pengendalian penyakit tular vektor dan
reservoir (zoonosis) di Indonesia;
b.
Bagi
masyarakat,
dapat
memanfaatkan
dan
menggunakan data yang diperoleh sebagai dasar
pemahaman tentang vektor dan reservoir penyakit
serta sekaligus meningkatkan peran sertanya pada
kegiatan
penanggulangan/pengendalian
di
lingkungan
c.
Bagi kalangan ilmiah, dapat memanfaatkan dan
menggunakan
tersimpan
data
koleksi
maupun
terbaharukan),
spesimen
informasi
sebagai
dasar
(sampel
biodiversitas
penelitian
dan
pengembangan berbagai produk inovasi (misal: kit
12
diagnostik, vaksin dan obat) terkait penanggulangan
penyakit tular vektor dan reservoir (penyakit infeksi
baru maupun yang muncul kembali) di Indonesia.
IV. METODOLOGI
4.1. Kerangka Konsep
vektor
Spesies
Populasi
nyamuk
Non-vektor
-
Distribusi Geografis
Ekosistem
Habitat
Cuaca
Iklim
Genetik
Populasi tikus
dan kelelawar
Spesies
- Bionomi
- Variasi genetik
reservoir
Non-reservoir
13
4.2. Jenis Penelitian
Observasional diskriptif dengan menggunakan
rancangan studi potong lintang (cross-sectional
study).
4.3. Sampel Penelitian
a. Koleksi data primer: penangkapan nyamuk
(rujukan:
WHO, 2013);
penangkapan
(rujukan:
WHO, 1999)
dan
kelelawar
(rujukan:
tikus
penangkapan
FAO, 2011).
Sebagian
sampel dijadikan spesimen koleksi referensi
(spesimen awetan).
b. Koleksi data sekunder: endemisitas penyakit
di
lokasi
pengendalian
riset
berikut
penyakit
tular
data
program
vektor
dan
reservoir, baik program nasional maupun
metode pengendalian lokal.
Sampel (nyamuk, tikus dan kelelawar) kemudian
akan diidentifikasi spesiesnya secara morfologis
dan molekuler serta dilakukan konfirmasi dan
14
rekonfirmasi terkait vektor dan reservoir penyakit
serta agen penyakit yang menyertai.
4.4. Cara Pengambilan sampel
Menggunakan
purposive
metode
sampling berdasarkan
stratifikasi
geografis,
ekosistem dan peta endemisitas penyakit tular
vektor, seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria,
Limfatik Filariasis, JE, dan Chikungunya di daerah
tersebut.
Sampling mencakup: 3 (tiga) titik pada setiap
provinsi. Masing-masing titik kemudian dipilih 3
(tiga) ekosistem, yaitu: ekosistem hutan, non
hutan dan pantai. Dari setiap ekosistem akan
dilakukan
pengambilan
sampel
dengan
menggunakan metode line transek, yaitu: 1 transek
mewakili
daerah
yang
dekat
dengan
pemukiman penduduk dan 1 transek mewakili
daerah
yang
jauh
dari
pemukiman
penduduk. Dalam metode ini, lebar atau luas dari
15
lokasi pengamatan tidak langsung ditetapkan,
namun didasarkan pada kondisi setempat.
Ekosistem hutan
Ekosistem nonhutan
Ekosistem pantai
Daerah jauh dari
pemukiman penduduk
Daerah dengan
pemukiman
Gambar 5. Gambaran garis transek dari setiap
ekosistem pada titik pengambilan sampel
4.5. Tahap Penelitian
Tahap Persiapan: Uji Coba Tahun 2014
Tahap Pelaksanaan: Tahun 2015 - 2017
Tahun 2015 dilaksanakan di 7 propinsi, yaitu:
Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur,
16
Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa
Tenggara Timur, dan Papua.
Tahun 2016-2017: Dilaksanakan secara berurutan
sehingga mencakup keseluruhan 34 provinsi di
Indonesia.
Tahap Analisis Lanjut: Tahun 2018, akan
dilakukan
kompilasi
serta
analisis
lanjut
keseluruhan hasil Rikhus Vektora yang sudah
diperoleh dari tahun 2015-2017.
4.6. Luaran Rikhus Vektora (Tahun 2015-2017)
a. Data spesies nyamuk, tikus dan kelelawar
(morfologi dan molekuler) beserta informasi
habitatnya;
b. Hasil konfirmasi spesies vektor dan reservoir
penyakit (khususnya: vektor penyakit malaria,
dengue
dan
JE
serta
reservoir
penyakit
leptospirosis, hantavirus dan nipah virus pada
tahun berjalan);
c. Peta sebaran vektor dan reservoir penyakit
terbarukan;
17
d. Potensi vektor dan reservoir penyakit baru/belum
terlaporkan;
e. Potensi jenis patogen penyakit tular vektor dan
reservoir baru/belum terlaporkan;
f. Sampel
tersimpan
(sampel
DNA
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
parasit
pada
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
bakteri
yang
berasal dari nyamuk/tikus/kelelawar, cDNA virus
yang
berasal
dari
nyamuk/tikus/kelelawar,
spesimen awetan nyamuk, tikus dan kelelawar
dari koleksi sampel terkumpul);
g. Data sekunder penanggulangan penyakit tular
vektor dan reservoir
Pada akhir riset akan diperoleh lebih kurang:
Nyamuk 306.000 spesimen, tikus 12.240 spesimen
dan kelelawar 24.480 spesimen.
4.7. Luaran Hasil Uji Coba Tahun 2014 (Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah)
a. Data mengenai spesies nyamuk, tikus dan
kelelawar (morfologi) di lokasi uji coba;
18
b. Data
inkriminasi
(penentuan
vektor)
dan
konfirmasi spesies vektor malaria dan JE serta
reservoir leptospirosis;
c. Potensi vektor dan reservoir penyakit baru/belum
terlaporkan;
d. Potensi patogen penyakit tular vektor dan
reservoir baru/belum terlaporkan;
e. Sampel
tersimpan
(sampel
DNA
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
parasit
pada
nyamuk/tikus/kelelawar,
DNA
bakteri
yang
berasal dari nyamuk/tikus/kelelawar, cDNA virus
yang
berasal
dari
nyamuk/tikus/kelelawar,
spesimen awetan nyamuk, tikus dan kelelawar
dari koleksi sampel terkumpul;
f. Data sekunder penanggulangan DBD, malaria
dan leptospirosis.
4.8. Tim Lapangan
A. Tim Vektor, terdiri dari:
i. Koordinator
teknis:
entomologist
19
1
orang
senior
ii. Wakil Koord teknis: 1 orang tenaga teknis
(peneliti
Badan
Litbangkes/Subdit
pengendalian vektor/BTKL)
iii. 1 orang tenaga teknis P2 Dinkes setempat
iv. 1
orang
koordinator
tenaga
pemandu
(S1
biologi/S1
lapangan (Puskesmas)
v. 4
orang
enumerator
Kesling/S1 Kesmas)
Tenaga lokal: 8 orang tenaga penangkap nyamuk
B. Tim Reservoir, terdiri dari:
i. Koordinator
teknis
:
1
orang
senior
mammalogist
ii. Wakil Koord teknis: 1 orang tenaga teknis
(peneliti
Badan
Litbangkes/Subdit
pengendalian zoonosis/BTKL/KKP)
iii. 1 orang tenaga teknis P2 Dinkes setempat
iv. 1
orang
koordinator
tenaga
pemandu
lapangan (Puskesmas)
v. 4
orang
enumerator
(S1
kedokteran
hewan/S1 biologi/ S1 Kesling/S1 Kesmas)
20
Tenaga lokal: 8 orang tenaga penangkap tikus
dan kelelawar
C. Tim Data Sekunder: 2 orang (petugas Dinkes
Prov/Kab/Kota dan S1 Epid/Kesmas)
4.9. Validasi Rikhus Vektora
Validasi akan dilakukan oleh tim pakar di bidang
entomologi,
mamalogi,
epidemiologi,
mikrobiologi, biologi molekuler dan ilmu sosial,
baik dari lembaga penelitian, akademisi dan
instansi pemerintah yang berkompeten.
21
V. HASIL UJI COBA RIKHUS VEKTORA TAHUN
2014
5.1. Lokasi Uji Coba
Wilayah Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala.
Pelaksanaan
dilakukan
pada
29
September sampai 31 Oktober 2014.
Gambar 1.Gambaran 2 garis transek yang masingmasing mewakili daerah yang dekat dengan
dan jauh dari pemukiman melintasi 3 tipe
ekosistem yang berbeda, yaitu pantai, nonhutan dan hutan
22
5.2. Pengumpulan data vektor (nyamuk)
5.2.1. Hasil tangkapan
Hasil koleksi vektor riset khusus
Total nyamuk tertangkap
Jumlah jentik terkoleksi
Spesimen nyamuk yang dibuat preparat
awetan
Spesimen nyamuk untuk pemeriksaan
pathogen
Spesimen nyamuk yang belum
teridentifikasi spesiesnya
Jumlah genera nyamuk yang dikoleksi
23
Jumlah
4236 ekor
801 ekor
2718 ekor
1819 ekor
11 ekor
6 genus
5.2.2. Hasil konfirmasi vektor penyakit
a. Spesies Anopheles
Tabel 1. Spesies Anopheles dan hasil konfirmasi vektor
malaria hasil Uji Coba Rikhus Vektora
Spesies Anopheles
di Sulawesi Tengah
Sub-genus
Spesies Anopheles
di Pulau Sulawesi*
Hasil konfirmasi
vektor malaria di
Sulawesi Tengah
hasil uji coba
rikhus
Referensi*
Referensi
vektora (Kab.
*
Donggala)
L1, L2,
L3
L2
An. albotaeiatus
L2
An. baezai
L2
An. bancroftii
L2
An. bancroftii var. barbiventris
L2
An. barbirostris
L2
An. barbumbrosus
L2
An. bengalensis
L2, L3
An. crawfordi
Anopheles
L2
An. ejercitoi
L2
An. fragilis
L2
An. gigas
L4
An. montanus
L2
An. nigerrimus
L2
An. peditaeniatus
L2
An. umbrosus
L2
An. pseudobarbirostris
L3
An. separatus
L2
An. vanus
L2
Hasil uji
coba
rikhus
vektora
An. aitk enii
L3
√
√
L3
L3
√
L3
L3
L3
L3
√
√
√
24
√
√
√
√
√
√
√
Potensi sebagai
vektor penyakit lain
(JE, filariasis)
Hasil uji
Referensi coba rikhus
vektora
Lanjutan…
Sumber referensi Tabel 1:
L1 :Koesoemowinangoen W. 1953. Anophelini di Indonesia
Kementerian Kesehatan RI.
L2 :Bonne-Wepster, Swellengrebel NH. 1953. The anopheline
mosquitoes of the Indo-Australian region. -504pp. Amsterdam, De
Bussy.
L3 :Knight KL, Stone A. 1977. A Catalog of the Mosquitoes of the
World (Second edition) -612pp. Baltimore, The Geo W. King
Company. Published by the Entomological Society of America.
L4 :O’Connor CT, Sopa T. 1981. A Checklist of The Mosquitoes of
Indonesia. A Special Publication of the U.S. NAMRU No. 2, Jakarta,
Indonesia.
L5 :Ditjen P2M&PL. 2000. Kunci Bergambar Singkat Anopheles dewasa
di Indonesia. Dep. Kes R.I., Ditjen P2M&PL.
25
L6
L7
L8
L9
:Garjito TA, Jastal, Y Srikandi, Risti, Malonda. 2008. Update Kunci
Bergambar Singkat Nyamuk Anopheles di Indonesia. Balai Litbang
P2B2 Donggala
:Depkes RI.2010. Rencana Nasional Program Akselerasi, Subdit
Filariasis & Schistosomiasis, Direktorat P2B2, Ditjen PP&PL,
Kemenkes RI
:Loka Litbang P2B2 Donggala. 2007. Review Hasil Penelitian
Malaria Loka Litbang P2B2 Donggala.
:Widarso HS, Purba W, Suroso T, Ganefa S, Hutabarat T,
Widyaningsih C. 2002. Current Status on Japanese Encephalitis in
Indonesia. Proceedings on The Annual Meeting of the Regional
Working Group on Immunization in Bangkok, Thailand, 17-19 June
2002.
Keterangan:
Vektor Malaria
Berhasil dikoleksi 13 spesies Anopheles dari 42 spesies
yang sudah terlaporkan di Sulawesi Tengah. Sejumlah 6
spesies terbukti sebagai vektor penyakit dengan
teridentifikasi
menggunakan
positif
mengandung
pemeriksaan
ELISA,
plasmodium
yaitu:
An.
barbirostris, An. vagus, An. ludlowae, An. flavirostris,
An. subpictus dan An. maculatus.
Hasil studi sebelumnya (dari jaman Kolonial Belanda
sampai publikasi tahun 2013), An. barbirostris, An.
flavirostris, An. subpictus dan An. vagus pernah
terkonfirmasi positif mengandung Plasmodium dengan
26
pemeriksaan ELISA, namun An. ludlowae dan An.
maculatus “belum pernah dilaporkan“ sebagai vektor
malaria di Propinsi Sulawesi Tengah.
Hasil Uji Coba: An. ludlowae dan An. maculatus
merupakan
spesies
nyamuk
yang
belum
pernah
terlaporkan dan “berpotensi“ sebagai vektor malaria
di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.
Vektor Japanese encephalitis (JE)
Hasil pemeriksaan spesimen nyamuk yang berasal dari
genus Anopheles, Culex, dan Armigeres terhadap infeksi
virus JE dengan menggunakan RT-PCR seluruhnya
menunjukkan hasil negatif.
b. Spesies Aedes
Tabel 2. Spesies Aedes hasil koleksi selama Uji
Coba Rikhus Vektora
Spesies Aedes di Sulawesi
Sub-genus
Hasil konfirmasi
vektor DBD di
Sulawesi Tengah
Spesies Aedes di Sulawesi
hasil uji coba
Referensi
rikhus vektora Referensi
**
(Kab. Donggala)
Aedimorphus
Cancraedes
Ae. alboscutellatus
Ae. lowisii
Ae. vexans
Ae. mamoedjoensis
Ae. thurmanae
Ae. aureostriatus
L1
L1
L1
L1
L1
L1
√
27
Hasil uji
coba
rikhus
vektora
Potensi sebagai
vektor Chikungunya
Referensi
Hasil uji
coba
rikhus
vektora
√
Ae. thurmanae
Ae. aureostriatus
Ae. avistylus
Ae. niveus
Finlaya
Ae. poicilius
Ae. prominens
Ae. stevensoni
Geoskusea
Ae. kabaenensis
Ae. amesii
Lorrainea
Ae. celebicus
Ae. fumidus
Ae. aurantius
Mucidus
Ae. laniger
Neomelaniconion Ae. lineatopennis
Paraedes
Ae. ostentatio
Ae. longirostris
Rhinoskusea
Ae. wardi
Ae. aegypti
Ae. albopictus
Stegomyia
Verrallina
Ae. annandalei
Ae. desmotes
Ae. gardnerii
Ae. impatibilis
Ae. paullusi
Ae. pseudalbolineatus
Ae. scutellaris
Ae. butleri
Ae. dux
Ae. neomacrodixoa
Ae. panayensis
...lanjutan
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
L1
√
L1, L2, L3
L1
L1
L1
L1
L1, L2
L1
L1
L1
L1
L1
L1
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sumber referensi Tabel 2:
L1 : O'Connor & Sopa. 1981. A Checklist of the Mosquitoes of
Indonesia, NAMRU.
L2 : Vector Distribution and Bioecology
L3 : Huang, Y.M. 1979. Contributions of the American
Entomologica/Institute Volume 15, Number 6.
28
Keterangan:
Vektor Dengue
Berhasil dikoleksi 5 spesies Aedes dari 40 spesies yang
terlaporkan di Sulawesi. Pemeriksaan virus dengue pada
nyamuk tidak dilakukan pada uji coba karena jumlah
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang
tertangkap
tidak mencukupi
untuk
dilakukan uji
laboratorium.
5.2.3. Fluktuasi Kepadatan Nyamuk Anopheles
Dalam Rumah terkonfirmasi vektor malaria
dan hubungannya dengan potensi penularan
Malaria
a. Tipe ekosistem : Hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kab.
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-1)
1,2
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-2)
2,5
2
An. barbirostris
0,6
An. flavirostris
0,4
Kepadatan (ekor)
Kepadatan (ekor)
1
0,8
1,5
1
An. barbirostris
0,5
0,2
0
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
18-19
04-05
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
Waktu penangkapan
29
02-03
04-05
b. Tipe ekosistem : Non-hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-1)
1,2
Kepadatan (ekor)
1
0,8
An. barbirostris
0,6
An. flavirostris
0,4
0,2
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
Tidak ditemukan adanya Anopheles yang telah
terkonfirmasi vektor malaria yang tertangkap di
dalam rumah pada survei ke-2.
30
c. Tipe ekosistem : Pantai (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-1)
2,5
Kepadatan (ekor)
2
1,5
An. barbirostris
An. subpictus
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
7
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI DALAM RUMAH
(survei ke-2)
Kepadatan (ekor)
6
5
4
An. subpictus
3
2
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
31
02-03
04-05
No.
Tipe
Ekosistem
1
Hutan (dekat
pemukiman)
2
Non-hutan
(dekat
pemukiman)
Pantai (dekat
pemukiman)
3
Spesies nyamuk
vektor yang
ditemukan
Spesies vektor
Metode
dominan
penangkapan
An. barbirostris
An. flavirostris
An. ludlowae
An. subpictus
An. barbirostris
An. flavirostris
An. barbirostris Umpan
orang dalam
An. barbirostris
An. subpictus
An. subpictus
An. barbirostris; Umpan orang
An. flavirostris dalam
Umpan orang
dalam
32
Puncak
kepadatan
menggigit
(WITA)
22.00 – 04.00
Kelambunisasi
00.00 – 01.00
Kelambunisasi
18.00 – 04.00
terutama:
22.00-23.00 dan
01.00-02.00
1.
2.
Rekomendasi
pengendalian
Kelambunisasi
Indoor Residual
Spray (IRS)
5.2.4. Fluktuasi Kepadatan Nyamuk Anopheles Luar
Rumah Terkonfirmasi Vektor Malaria dan
hubungannya dengan potensi penularan
Malaria
a. Tipe ekosistem : Hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kab.
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
3,5
Kepadatan (ekor)
3
2,5
2
An. barbirostris
1,5
An. flavirostris
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
3,5
Kepadatan (ekor)
3
2,5
2
An. barbirostris
1,5
An. flavirostris
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
33
02-03
04-05
b. Tipe ekosistem : Hutan (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
1
0,9
Kepadatan (ekor)
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
An. lu dlo wae
0,3
0,2
0,1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
1
0,9
Kepadatan (ekor)
0,8
0,7
0,6
0,5
An. lu dlo wae
0,4
0,3
0,2
0,1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
Waktu penangkapan
34
04-05
c. Tipe ekosistem : Non-hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Kepadatan (ekor)
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
An. barbirostris
An. lu dlo wae
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
7
Kepadatan (ekor)
6
5
4
3
An. lu dlo wae
2
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
Waktu penangkapan
35
02-03
04-05
d. Tipe ekosistem : Non-hutan (jauh
pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
50
45
Kepadatan (ekor)
40
35
30
25
An. barbirostris
20
An. lu dlo wae
15
An. subpictus
10
5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
7
Kepadatan (ekor)
6
5
4
3
An. lu dlo wae
2
An. vagus
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
36
e. Tipe ekosistem : Pantai (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
6
Kepadatan (ekor)
5
4
3
An. subpictus
2
An. barbirostris
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
Kepadatan (ekor)
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
An. subpictus
An. barbirostris
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
Waktu penangkapan
37
04-05
f. Tipe ekosistem : Pantai (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-1)
3,5
2
An. subpictus
1,5
1
0,5
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
04-05
Waktu penangkapan
KEPADATAN NYAMUK Anopheles
YANG TERTANGKAP DI LUAR RUMAH
(survei ke-2)
8
7
6
Kepadatan (ekor)
Kepadatan (ekor)
3
2,5
5
4
An. subpictus
3
2
1
0
18-19
20-21
22-23
24-01
02-03
Waktu penangkapan
38
04-05
No.
1.
Tipe
Ekosistem
Hutan (dekat
pemukiman)
Spesies
nyamuk vektor
yang
ditemukan
An. barbirostris
An. flavirostris
An. ludlowae
Spesies vektor
dominan
Metode
penangkapan
An.
barbirostris;
An. flavirostris
Umpan orang
luar
Puncak
kepadatan
menggigit
(WITA)
18.00 – 06.00
Rekomendasi
pengendalian
1.
2.
2.
Hutan (jauh
pemukiman)
An. ludlowae
An. ludlowae
Umpan orang
luar
18.00-19.00 dan
01.00-02.00
1.
2.
3.
Non-hutan
(dekat
pemukiman)
An. barbirostris
An. ludlowae
An. maculatus
An. vagus
An. flavirostris
An. ludlowae
Umpan orang
luar
Sepanjang
malam
1.
2.
39
Menggunakan
perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
4.
5.
Non-hutan
(jauh
pemukiman)
Non-hutan
(jauh
pemukiman)
An. barbirostris
An. ludlowae
An. subpictus
An. vagus
An. ludlowae
An. barbirostris
An. subpictus
An. subpictus
Umpan orang
luar
18.00 – 06.00
1.
2.
Umpan orang
luar
Sepanjang
malam
1.
2.
6.
Pantai (dekat
pemukiman)
An. subpictus
An. subpictus
Umpan orang
luar
40
18.00 – 06.00
terutama
18.00-19.00 dan
22.00-23.00
1.
2.
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
Perlindungan diri
terhadap gigitan
nyamuk
Mengurangi tempat
perkembangbiakan
nyamuk vektor
5.2.5.
Contoh Analisis Lanjut
5.2.5.1.
Potensi
risiko
penularan
Malaria
berdasarkan data sekunder dan data
konfirmasi vektor
a. Wilayah Malino, Banawa Selatan
41
b. Wilayah Tanahmpulu, Banawa Selatan
42
c. Wilayah Lalombi, Banawa Selatan
43
5.3. Pengumpulan data reservoir (tikus)
5.3.1. Jumlah dan jenis tikus tertangkap
Grafik 1. Jumlah dan jenis tikus tertangkap di tiga ekosistem,
Rikhus Uji Coba Kabupaten Donggala
Keterangan:
Jumlah tikus tertangkap 93 ekor, terdiri dari 3 genus yaitu:
Rattus (90 ekor), Bunomys (1 ekor), dan Paruromys (2 ekor).
44
5.3.2. Jenis tikus tertangkap dan konfirmasi sebagai
reservoir penyakit
Tabel 1. Spesies Tikus dan Hasil Deteksi leptospira
patogen dan Hantavirus
Spesies tikus di Sulawesi
Tengah
Genus
Spesies tikus di Pulau
Sulawesi
Referensi
B. andrewsi
L1
B. chrysocomus
L1
B. coelestis
L1
B. fratrorum
L1
B. heinrichi
L1
B. penitus
L1
B. prolatus
L1
Crunomys
C. celebensis
L1
Echiothrix
E. leucura
L1
Eropeplus
E. canus
L1
Haeromys
H. minahassae
L1
Lenomys
L. meyeri
L1
M. beccarii
L1
M. elegans
L1
M. parvus
L1
M. christinae
L2
M. dollmani
L1
M. hellwaldii
L1
M. musschenbroekii
L1
M. wattsi
L1
M. naso
L1
M. aerosus
L1
M. musculus
L1
P. dominator
L1
P. ursinus
L1
Bunomys
Margaretamys
Maxomys
Melasmothrix
Melomys
Mus
Paruromys
Paucidentomys P. vermidax
Hasil pemeriksaan laboratorium
Leptospirosis
Hantavirus
hasil uji coba
hasil uji coba
hasil uji coba
rikhus vektora
Referensi rikhus vektora Referensi rikhus vektora
(Kab.
(Kab. Donggala)
(Kab. Donggala)
Donggala)
V
V (*)
V
V (*)
L2
45
...lanjutan
Paucidentomys P. vermidax
L2
V
Rattus sp.
Rattus
Taeromys
Waiomys
R. argentiventer
L1
R. bontanus
L1
R. dameermani
L1
R. exulans
L1
R. foramineus
L1
R. hoffmani
L1
R. marmosurus
L1
R. mollicomulus
L1
R. nitidus
L1
R. norvegicus
L1
R. tanzumi
L1
R. xanthurus
L1
T. arcuatus
L1
T. callitrichus
L1
T. celebensis
L1
T. hamatus
L1
T. macrocercus
L1
T. punicans
L1
T. rhinogradoides
L1
T. taerae
L1
W. mamasae
L2
L4
V
V
L4
L3
L4
L3
L3
Referensi :
L1 Agustinus S, et al. 2002. Checklist of The Mammals of Indonesia.
Bogor, Indonesia
L2 Anang SA, 2014. Metode Koleksi dan Identifikasi Spesimen Tikus
L3 Ibrahim I N. 2012. Hantaviruses Infections Among Rodents,
Insectivores and Human In The Archipelago of Indonesia (a review)
L4 Ristiyanto et al. 2014. Penyakit Tular Rodensia. UGM Press,
Yogyakarta.
Keterangan:
* Belum pernah terlaporkan sebelumnya sebagai reservoir leptospirosis
** Masih dalam proses identifikasi
46
Reservoir Leptospirosis
Berhasil dikoleksi 4 spesies tikus dan 2 telah
terkonfirmasi reservoir leptospirosis menggunakan uji
PCR dan MAT. Kedua jenis tikus “belum pernah
terlaporkan
sebagai
reservoir
Sulawesi.
47
leptospirosis“
di
5.3.3. Hasil pemeriksaan laboratorium (uji leptospirosis) per ekosistem
a. Tipe ekosistem : Hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Kec. Banawa Selatan, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
16
16
48
Positif
Rekomendasi pengendalian
2
1. Penyuluhan tentang
bahaya tikus dan
leptospirosis (Dinkes)
2. Rumah antitikus
3. Pengadaan tempat sampah
tertutup
4. Pengendalian tikus
b. Tipe ekosistem : Hutan (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Malino, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Bunomys fratrorum
Paruromys dominator
Jumlah Jumlah
Jumlah diperiksa positif
1
1
1
2
1
1
49
Rekomendasi pengendalian
Penggunaan alat pelindung
diri
bagi orang yang bekerja di
hutan
c. Tipe ekosistem : Non-hutan (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
25
25
Positif
6
50
Rekomendasi pengendalian
1. Penyuluhan tentang
bahaya tikus dan
leptospirosis (Dinkes)
2. Rumah antitikus
3. Pengadaan tempat sampah
tertutup
4. Pengendalian tikus
d. Tipe ekosistem : Non-hutan (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Tanahmpulu, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
3
3
Positif
-
51
Rekomendasi pengendalian
e. Tipe ekosistem : Pantai (dekat pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus cf exulans
Rattus cf tanezumi
Rattus sp.
Rattus tanezumi
Jumlah Jumlah
Jumlah diperiksa positif
1
1
1
1
26
26
4
4
4
-
52
Rekomendasi pengendalian
1. Penyuluhan tentang
bahaya tikus dan
leptospirosis (Dinkes)
2. Rumah antitikus
3. Pengadaan tempat sampah
tertutup
4. Pengendalian tilkus
f. Tipe ekosistem : Pantai (jauh pemukiman)
Lokasi : Desa Lalombi, Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Jenis tikus
tertangkap
Rattus sp.
Jumlah
Jumlah diperiksa
12
12
Positif
-
53
Rekomendasi pengendalian
5.4. Pengumpulan data reservoir (kelelawar)
5.4.1. Jumlah dan jenis kelelawar tertangkap
Grafik 2. Jumlah dan jenis kelelawar tertangkap di tiga ekosistem,
Rikhus Uji Coba Kabupaten Donggala
Keterangan:
Jumlah kelelawar tertangkap 176 ekor, terdiri dari 11
genus
yaitu:
Myotis,
Kerivoula,
Hipposideros,
Nyctimene, Macroglossus, Eonycteris, Styloctenium,
Rousettus, Dobsonia, Thoopterus, dan Cynopterus.
54
5.4.2. Jenis kelelawar tertangkap dan konfirmasi
sebagai reservoir penyakit
Genus
Spesies Kelelawar di
Pulau Sulawesi*
Spesies Kelelawar di Sulawesi
Tengah
Referensi**
Acerodon
A. celebensis
L1
hasil uji coba
rikhus vektora
A. humilis
L1
Boneia
B. bidens
L1
Chironax
C. melanocephalus
L1
C. luzoniensis
L1
C.minutus
L1
V
C. sphinx
L1
V
C. brachyotis
L1
D. crenulata
L1
D. exoleta
L1
D. minor
L1
N. frosti
L1
P. alecto
L1
P. caniceps
L1
P. griseus
L1
P. hypomelanus
L1
P. pumilus
L1
R. amplexicaudatus
L1
V
R. celebensis
L1
V
R. Lindoensis linduensis
L1
Cynopterus
Dobsonia
Neopteryx
Pteropus
Rousettus
L2
L1,L3
V
T. suhaniahae
L1
Thoopterus sp*
Styloctenium
S. wallacei
L1
V
Eonycteris
E. spelaea
L1
V
Macroglossus
M. minimus
L1
V
N. cephalotes
L1
V
N. minutus
L1
H.celebensis
L1
E.alecto
L1
E.beccarii
L1
E.monticola
L1
E.raffrayana
L1
Mosia
M. nigrescens
L1
Saccolaimus
S.saccolaimus
L1
Nyctimene
Harpyionycteris
Emballonura
Taphozous
Megaderma
T.melanopogon
L1
T.theobaldi
L1
M.spasma
L1
55
Referensi
V
T. nigrescens
Thoopterus
Hasil pemeriksaan
nipahvirus
L2
hasil uji
coba
Tabel 3. Spesies Kelelawar dan Hasil Deteksi
Nipahvirus Uji Coba Rikhus Vektora
...lanjutan
Megaderma
Rhinolophus
Hippossideros
Kerivoula
Hesperoptenus
Myotis
Philetor
Pipistrellus
M.spasma
L1
R. arcuatus
L1
R.celebensis
L1
R. euryotis
L1
R.philippinensis
L1
H.ater
L1
H.cervinus
L1
H.diadema
L1
H.dinops
L1
H.inexpectatus s
L1
H.larvatus
L1
H.macrobullatus
L1
K.hardwickei
L1
k.jagori
L1
K.papillosa
L1
H. gaskelli
L1
M.adversus
L1
M.ater
L1
M.formosus
L1
M.horsfieldii
L1
M.muricola
L1
P.brachypterus
L1
P.imbricatus
L1
P.javanicus
L1
P.minahassae
L1
P.petersi
L1
P.tenuis
L1
Scotophilus
S.kuhlii
L1
Tylonycteris
T.robustula
L1
M.florium
L1
M.suilla
L1
M.australis
L1
M.macrocneme
L1
M.medius
L1
M.paululus
L1
Murina
Miniopterus australis
M. pusillus
M. schreibersi
Cheiromeles
Mops
M.tritis
L1
C.parvidens
L1
C.torquatus
M.sarasinorum
L1
L1
56
Hippossideros
sp.*
Kerivoula sp.*
Myotis sp.*
L2
Referensi :
L1 Agustinus S, et al. 2002. Checklist of The Mammals of Indonesia.
Bogor, Indonesia.
L2 CDC. 1999. Outbreak of Nipah virus Malaysia and Singapore
L3 Written, T, Henderson, G, Mustafa, M, 2013. The Ecology of
Sulawesi
Keterangan :
* Masih dalam proses identifikasi
Reservoir Nipahvirus
Berhasil dikoleksi 10 spesies kelelawar dan 3 spesies
lagi
masih
dalam
proses
rekonfimasi.
Pada
pelaksanaan uji coba belum dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk uji Nipahvirus.
57
VI. KESIMPULAN
Hasil Uji Coba Rikhus Vektora menunjukkan
potensi yang sangat luas untuk hasil yang akan
diperoleh pada pelaksanaan Rikhus Vektora Tahun
2015-2017 nanti.
Hal ini disebabkan karena Hasil Coba Tahun 2014 telah
menunjukkan perolehan data sbb:
1.
Sebanyak enam spesies Anopheles, yaitu An.
barbirostris, An. flavirostris, An. ludlowae, An.
vagus,
An.
subpictus
dan
An.
maculatus,
teridentifikasi positif vektor malaria karena
mengandung Plasmodium (parasit malaria) dengan
pemeriksaan ELISA.
2.
Dari 6 spesies vektor penyakit tersebut, dua spesies,
yaitu An. ludlowae dan An. maculatus diketahui
“belum
pernah
dilaporkan“
sebagai
vektor
malaria di Propinsi Sulawesi Tengah.
3.
Telah
diperoleh
rekomendasi
pengendalian vektor penyakit malaria, a.l:
58
alternatif
a. Berdasarkan fluktuasi nyamuk Anopheles di
dalam rumah yang telah terkonfirmasi sebagai
vektor
malaria,
kelambunisasi
merupakan
rekomendasi upaya pengendalian malaria di
ketiga tipe ekosistem di wilayah uji coba.
b. Khusus untuk ekosistem pantai, aplikasi indoor
residual spray (IRS) juga direkomendasikan.
c. An. barbirostris merupakan spesies vektor
malaria dominan dalam penangkapan nyamuk
di
dalam
rumah
pada
tipe
ekosistem
pemukiman dekat hutan dan non-hutan,
sedangkan An. subpictus merupakan spesies
vektor malaria dominan dalam penangkapan
nyamuk dalam rumah pada tipe ekosistem
pemukiman dekat pantai.
d. An. barbirostris, An. flavirostris
merupakan
spesies dominan tertangkap di luar rumah
pada tipe ekosistem hutan.
e. An. ludlowae merupakan spesies dominan
tertangkap di luar rumah pada tipe ekosistem
59
hutan jauh dari pemukiman dan non-hutan,
baik dekat maupun jauh dari pemukiman.
f. Potensi penularan malaria di daerah tersebut
lebih tinggi terjadi di luar rumah daripada di
dalam rumah, sehingga perlindungan diri
terhadap gigitan nyamuk dan mengurangi
tempat perkembangbiakan vektor merupakan
rekomendasi pengendalian yang disarankan di
luar rumah, pada semua tipe ekosistem
4.
Potensi penularan malaria terjadi baik di dekat
pemukiman maupun
di lokasi jauh dari
pemukiman pada ketiga tipe ekosistem;
5.
Potensi “patogen penyakit tular reservoir belum
terlaporkan”
untuk
penyakit
leptospirosis
ditemukan pada sampel tikus di daerah ekosistem
hutan (jauh dan dekat pemukiman), ekosistem non
hutan (dekat pemukiman), ekosistem pantai (dekat
pemukiman);
6.
Total
koleksi
spesimen
referensi
berhasil
dikumpulkan: nyamuk diperoleh sejumlah 4236
60
ekor, tikus diperoleh sejumlah 93 ekor dan
kelelawar diperoleh sejumlah 176 ekor.
DAFTAR RUJUKAN
1. Simpson. 1977. Too Many Lines : The Limits of the
Oriental and Australian Zoogeographic
Regions. Proceedings Of the American
Philosophical Society Vol.121(2):107-120.
2. US CDC. Zoonotic Disease : When Humans and
Animals Intersect. http://www.cdc.gov/247/pdf/zoonotic -diseases-factsheet.pdf. diakses
pada tanggal 11 Mei 2014 jam 6:34.
3. Tansley AG. 1935. The Use and Abuse of
Vegetational Concepts and Terms. Ecology
16(3),pp.284-307.,
4. Imanurisa dan Ristiyanto. 2005. Penyakit Bersumber
Rodensia (Tikus dan Mencit) di Indonesia.
Jurnal ekologi kesehatan Vol 4 No 3.pp 308319.
5. Komnas Zoonosis. Rencana Strategis Nasional
Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017.
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
Republik Indonesia. 2012.
6. O’Connor, C.T., Sopa, T. 1981. A Checklist of The
Mosquitoes of Indonesia. A Special
Publication of the US. Naval Medical
Reserach Unit No.2, Jakarta, Indonesa
7. P2M&PL. 2008. Epidemiologi Penyakit Kaki Gajah
(Filariasis) di Indonesia : Buku 2. Direktorat
61
Jenderal PPM&PL, Departemen Kesehatan,
R.I.
8. Widarso, H.S., Wilfried, Thomas, Ganefa, S.,
Hutabarat, T., Cicilia, W., Endang, B. Current
Status on Japanese Encephalitis in Indonesia.
Annual Meeting of the Regional Working
Group on Immunization in Bangkok”,
Thailand, 17 – 19 June 2002.
9. Ramalingam, S., Guptavanij, P., Harinasuta.1968.
The Vectors of Whuchereria bancrofti and
Brugia
malayi
in
South-East
Asia.
Proceedings of Seminar on Filariasis and
Immunology of Parasitic Infections. (eds.
Sandosham, A.A., Zaman, V).
10. Halstead, S.B. 2008. Epidemiology in Dengue (eds.
Halstead, S.B.). Imperial College Press.
11. IVRCRD. 2013. Strengthening of Japanese
Encephalits Prevalence in Indonesia. Identify
Project Final Report, WHO-USAID.
12. Sutaryo. 2004. Dengue. Penerbit Medika, Fakultas
Kedokteran UGM Yogyakarta.
13. Woolhouse dan sequera 2005. Host Range and
Emerging and Reemerging Pathogens.
Emerging. Infectious Diseases. Vol. 11, No.
12.
14. Smit, A.M. 1962. Eosinophilic meningitis at Kiisaran
(Indonesia) and the problem of its aetiology.
Bull. Soc. Phat.exott, 55(4):722-730.
15. Winoto et al., 1995. Penelitian serologis Japanese
Encephalitis pada Babi dan Kelelawar di
62
Sintang, Kalimantan Barat. Buletin Penelitian
Kesehatan, 23 (3).
16. Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia.
Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor
17. Roche, B. & Guégan, J. 2011. Ecosystem dynamics,
biological diversity and emerging infectious
diseases Comptes Rendus Biologie. 334, 385392
18. Cleaveland et al. 2001. Disease of human and their
domestic mammal: pathogen characteristics,
host range and the risk of emergence. Phil
Trans. R. land. 356, 991-999.
19. Ucar. 2014. Climate Change and Vector –Borne
Disease. UCAR center for Science Education.
Diakses
pada
http://scied.ucar.edu/longcontent/climatechange-and-vector-borne-disease tanggal 1
Juli 2014 pukul 7:16.
63
LAMPIRAN
KEGIATAN UJI COBA RIKHUS VEKTORA
1. Kegiatan Koleksi Nyamuk dan Jentik
Koleksi Jentik
64
Penangkapan Nyamuk
65
Beberapa spesies nyamuk yang siap ditangkap
Identifikasi dan pembuatan spesimen nyamuk
66
Preparasi sampel nyamuk pada FTA card
2. Kegiatan Koleksi Tikus
Persiapan perangkap tikus
Pembiusan tikus
67
Pengambilan darah tikus dan pengambilan ektoparasit
dari tikus
68
Pengukuran tikus untuk identifikasi
69
Pengambilan ginjal tikus untuk pemeriksaan Leptospira
70
Preparasi sampel paru tikus pada FTA card untuk
pemeriksaan Hantavirus
71
3. Kegiatan Koleksi Kelelawar
Ekstraksi kelelawar dari perangkap jaring kabut dan
jaring harpa
72
Pembiusan dan pengambilan darah kelelawar
73
Pengambilan ektoparasit dan pengukuran kelelawar
untuk identifikasi
74
Pengambilan swab trachea kelelawar untuk pemeriksaan
Hantavirus dan Nipahvirus
75
Subbid Jaringan Informasi dan Kerjasama
B2P2VRP Salatiga
Tahun 2014
76