EKSPLORASI JENIS TUMBUHAN DIKOTIL YANG D
EKSPLORASI JENIS TUMBUHAN DIKOTIL YANG DAPAT DIGUNAKAN
DALAM KEGIATAN PENGAMATAN UNTUK MATERI STRUKTUR
ANATOMI BATANG KELAS XI
Tri Lestari G.
Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
Andi Asmawati Azis
Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
Nani Kurnia
Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
Abstract. This research is descriptive research that can be used as observation activities of anatomy dicot
plants structure, especially plants of the vascular tissue. This research was conducted in the area of the
few school yards in Makassar and the laboratory of experimental biology Garden of Universitas Negeri
Makassar, for 3 months. Research activities are conducted through three stages ie exploration stage,
section stage and observation stage. On the stages of exploration determined 10 plant species that are
assumed as cosmopolitan and plants were selected as research materials. The second stage ie section
stage. Section done by freehand cross-section, showed that 6 from 10 plants were categories as enough
easy, easy and very easy to sections. Meanwhile in the observation stage used without staining method
and staining with safranin method. Safranin dye used is the 1% which dissolves in alcohol 50%. Based on
the assessment of the validator, the observations that all of 6 th plants were recommended as the dicot
plants that can be used as material observation activities which 2 types of dicot plants assessed as very
recommended and 4 plants assessed as can recommended as material for observation activities of the
structure of the tissue.
Keyword : Types of dicot plant, Exploration, Section, Observation
Abstract. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
kegiatan observasi anatomi dikotil, khususnya pada jaringan pembuluh batang. Penelitian ini dilakukan
di beberapa pekarangan sekolah di Makassar dan laboratorium kebun percobaan biologi Universitas
Negeri Makassar, selama 3 bulan. Kegiatan penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap
eksplorasi, tahap peyayatan dan tahap observasi. Pada tahap eksplorasi diketahui 10 jenis tumbuhan
yang dianggap kosmopolitan dan dipilih sebagai bahan penelitian. Tahap kedua yaitu tahap penyayatan.
Penyayatan dilakukan dengan metode penyayatan dengan tangan kosong, menunjukkan bahwa 6 dari 10
tumbuhan masuk dalam ketegori cukup mudah, mudah dan sangat mudah untuk disayat. Sedangkan pada
tahap observasi digunakan metode pewarnaan tanpa pewarnaan dan metode safranin. Pewarna Safranin
yang digunakan adalah 1% yang larut dalam alkohol 50%. Berdasarkan penilaian validator, pengamatan
menunjukkan bahwa keenam tumbuhan direkomendasikan sebagai tumbuhan dikot yang dapat digunakan
sebagai kegiatan pengamatan material dimana 2 jenis tumbuhan dinilai sangat direkomendasikan dan 4
tumbuhan dinilai dapat direkomendasikan sebagai bahan untuk kegiatan pengamatan struktur jaringan..
Kata kunci : Jenis tumbuhan dikotil, Eksplorasi, Penyayatan, Pengamatan
Pendahuluan
Kajian dalam ilmu Biologi salah satunya membahas tentang tumbuhan. Pembelajaran biologi
harus dirancang untuk memberikan kesempatan peserta didik menemukan fakta, membangun
konsep, dan menemukan nilai baru melalui proses sebagaimana ilmuwan menemukan
pengetahuan. Lebih lanjut Sobiroh (2005) menyatakan bahwa salah satu kegiatan yang
menerapkan metode ilmiah dalam pembelajaran biologi adalah dengan melaksanakan kegiatan
praktikum. Berdasarkan hasil wawancara terbuka yang dilakukan dengan guru mata pelajaran
Biologi di beberapa SMA di Makassar, diketahui bahwa sekolah tidak melaksanakan kegiatan
pengamatan tersebut secara langsung, penelusuran informasi terkait struktur jaringan dilakukan
dengan membaca buku paket atau sumber dari internet.
Menurut Sugiharto (2010) siswa perlu diposisikan sebagai pelaku kerja ilmiah. Keseluruhan
praktikum yang dilakukan bertujuan untuk memberian pengalaman melakukan pengamatan
kepada peserta didik (Widodo dan & Ramdhaningsih, 2006). Solomon (1989) menambahkan
bahwa dipihak siswa, mereka juga berharap bisa menikmati pengalaman pengalaman baru untuk
mengamati, mencoba, menggunakan alat, dan bereksperimen.
Salah satu kegiatan pembelajaran yang sangat erat dengan kegiatan kerja ilmiah adalah
kegiatan eksperimen atau percobaan. Dalam kegiatan ekperimen, peserta didik dapat
melaksanakan kegiatan seperti mengemukakan rumusan masalah, pengoleksian data melakukan
observasi dan eksperimen, memformulasi data, menguji hipotesis dan mengkomunikasikan hasil
pengolahan data (Permendikbud, 2016). Dalam ruang lingkup pendidikan, istilah yang sering
digunakan untuk ekperimen adalah kegiatan praktikum atau penelitian. Praktikum dari kata dasar
praktik adalah bagian dari pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mendapat kesempatan
untuk menguji konsep yang diperoleh dalam teori dan melaksanakan dalam keadaan nyata
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2017).
Praktikum merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat menarik minat peserta
didik dalam mengembangkan konsep-konsep, karena praktikum dapat memberikan pengalaman
langsung kepada peserta didik untuk mengamati suatu fenomena yang terjadi sehingga peserta
didik akan lebih memahami konsep yang diajarkan (Hamidah, 2014). Melalui kegiatan
praktikum peserta didik akan melakukan kerja ilmiah sehingga dapat mengembangkan
kemampuan menemukan masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, membuat hipotesis,
merancang penelitian atau percobaan, mengontrol variabel, melakukan pengukuran,
mengorganisasi dan memaknakan data, membuat kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil
penelitian atau percobaan baik secara lisan maupun tertulis (Sobiroh, 2005).
Salah satu kendala tidak terlaksananya praktikum dikarenakan bahan dan alat yang tidak
tersedia. Adapun guru mata pelajaran Biologi SMAN 21 Makassar menyatakan bahwa praktikum
pengamatan struktur jaringan tumbuhan pernah diadakan, hanya saja bahan yang digunakan
sering kali kurang jelas untuk memperoleh hasil pengamatan yang diharapkan, karena tidak
tersedia bahan preparat pengamatan permanen.
Bahan yang dapat menunjukkan penampang jaringan yang jelas sangat perlu diketahui untuk
memperoleh data yang baik, sehingga dapat mempermudah dalam penyajian data dan
mengaitkan hasil pengamatan dengan pemahaman peserta didik terhadap materi. Namun, untuk
mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan sayatan baikpula, maka dari itu terlebih dahulu
perlu diketahui bahan yang mudah disayat.
Berdasarkan survei dari beberapa buku paket biologi SMA, diketahui jenis tumbuhan dikotil
yang sering digunakan dalam kegiatan pengamatan anatomi tumbuhan adalah bunga matahari
(Helianthus annus). Hal tersebut menunjukkan kurangnya referensi dan informasi mengenai
jenis tumbuhan dikotil lain yang dapat digunakan dalam kegiatan pengamatan anatomi
tumbuhan. Menanggapi permasalah tersebut, perlu adanya suatu upaya penelitian untuk
mengetahui bahan yang tepat digunakan pada kegiatan pengamatan struktur jaringan tumbuhan.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah yang dapat
yang diajukan yaitu jenis tumbuhan apakah yang mudah disayat dan dapat menunjukkan berkas
pembuluh yang mudah dikenali sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam kegiatan
pengamatan struktur jaringan berkas pembuluh tumbuhan dikotil ?
Research Focus
Biologi merupakan salah satu cabang mata pelajaran dari Ilmu Pengetahuan Alam yang
mengkaji tentang Makhluk Hidup dan lingkungannya. Salah satu aspek yang dikaji dalam
Biologi adalah tumbuhan. Dalam KD 3.3 dan KD 4.3 kelas XI tingkat satuan dasar SMA
tertuang kegiatan pembelajaran untuk menganalisis keterkaitan antara struktur sel pada jaringan
tumbuhan dan organ pada tumbuhan kemudian menyajikan data hasil pengamatan struktur
jaringan dan organ pada tumbuhan (Permendikbud, 2016).
Kegiatan pratikum dinilai dapat memenuhi tuntutan ranah pengetahuan, ranah sikap dan
ranah keterampilan dalam kurikulum 2013. Kenyataan dilapangan menunjukkan kegiatan
praktikum jarang dilaksanakan dengan alasan bahan tidak tersedia atau bahan tersedia namun
tidak dalam kondisi yang baik untuk memperoleh data. Kedua KD tersebut jelas menunjukkan
tuntutan bagi peserta didik untuk melakukan pengamatan.
Tumbuhan adalah objek kajian biologi yang dapat ditemukan di daerah sekitar, meskipun
beberapa diantaranya merupakan tumbuhan endemik. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan
praktikum karena ketersediaan bahan tidak memadai menunjukkan kurangnya referensi
mengenai jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan praktikum. Mengacu pada hal
tersebut, maka perlu diadakan suatu penelitian eksplorasi untuk mengidentifiasi jenis tumbuhan
yang dapat direkomendasikan sebagai bahan praktikum. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini
dikhususkan pada eksplorasi batang tumbuhan dikotil dan penggunaan metode penyayatan
melintang dengan tangan kosong (Freehand cross section).
Metode Penelitian
Tinjauan Umum Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan untuk menggali pengetahuan untuk pengenalan dan pemahaman tentang suatu
fenomena yang informasinya masih langka (Sumanto, 2004). Penelitian ini dilakukan bulan
mulai dari bulan Mei 2017 sampai dengan bulan Agustus 2017. Penelitian ini berlangsung di
pekarangan 10 Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)/Sederajat dan sekitarnya (sekitar 5 m
dari sekolah) yang tersebar dalam 5 kecamatan, yaitu kecamatan Tamalanrea, Ujung Tanah,
Mamajang, Rappocini, dan Pannakukang. Kemudian penelitian dilanjtukan di Laboratorium
Kebun Percobaan Biologi FMIPA UNM, kota Makassar.
Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah batang tumbuhan dikotil. Adapun kategori sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah memiliki habitus perdu atau semak, ukuran batang kecil, dan
merupakan tumbuhan dikotil yang umum dan mudah ditemukan di lingkungan sekitar sekolah.
Instrumen dan Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar pengamatan jumlah sayatan dan lembar
pengamatan hasil gambar preparat. Pada lembar pengamatan jumlah sayatan, aspek yang dinilai
adalah kemudahan bahan disayat tipis selapis sel dengan menghitung jumlah sayatan yang dapat
disayat tipis selama kegiatan penyayatan. Sedangkan, pada lembar pengamatan hasil gambar
preparat terdapat 2 aspek yang dinilai, yaitu kejelasan preparat dan kontraks pewarnaan. Adapun
prosedur pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu, (1) Tahapan Eksplorasi,
mengidentifikasi dan mendata jenis-jenis tumbuhan dikotil dengan kategori berupa tumbuhan
kosmopolitan, berhabitus perdu atau semak dan berbatang kecil yang ditemukan di ruang lingkup
penelitian. (2) Tahapan Penyayatan, tahapan ini menggunakan metode penyayatan melintang
dengan tangan kosong (free hand cross section) mengikuti metode Yeung (1998). Penyayatan
dikhususkan pada bagian batang tumbuhan dikotil. (3) Tahapan Pengamatan, tahapan
pengamatan dilakukan terhadap jenis tumbuhan yang dinyatakan cukup mudah, mudah dan
sangat mudah disayat pada tahapan sebelumnya. Pada tahapan pengamatan digunakan metode
tanpa pewarnaan dan metode pewarnaan sederhana menggunakan safranin 1% yang larut dalam
alkohol 50%. Kegiatan ini menggunakan mikroskop cahaya Monokuler XSP-12 perbesaran
16x10 berbantuan kamera handphone Xiaomi note 3 pro.
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Pada tahap
penyayatan, untuk mengetahui tingkat kesulitan penyayatan maka dibuat suatu kategori penilaian
dengan tingkat kesulitan yang ditentukan berdasarkan jumlah seluruh sayatan tipis yang
diperoleh pada setiap 10 menit waktu penyayatan sebagai indikator penentuan pengkategorian.
Adapun penentuan suatu kategori diketahui dengan menggunakan skala interval yang
ditunjukkan oleh rumus berikut :
Jumlah maksimum− jumlah minimum
Skala Inteval=
−1
Jumlah Kategori
Skala interval merupakan skala yang akan digunakan sebagai patokan interval tingkat
kesulitan penyayatan pada batang tumbuhan dikotil sehingga dapat dinyatakan dalam kategori.
Adapun jumlah minimum merupakan jumlah minimum sayatan tipis yang diperoleh dari seluruh
jumlah sayatan selama 2 putaran kegiatan penyayatan (6x10 menit). Jumlah maksimum
merupakan jumlah maksimal sayatan tipis yang diperoleh dari seluruh jumlah sayatan selama 2
putaran kegiatan penyayatan (6x10 menit). Sedangkan jumlah kategori yang dimaksud adalah
jumlah pengkategorian yang diguanakan untuk menilai kemudahan batang tumbuhan untuk
disayat, dalam penelitian ini kategori yang digunakan adalah sangat sulit, sulit, cukup mudah,
mudah dan sangat mudah. Setelah mengetahui skala interval untuk pengkategorian, selanjutnya
data yang diperoleh dari 6x10 menit penyayatan kemudian dirata-ratakan dan dibulatkan untuk
disesuaikan dengan kategori tingkat kemudahan penyayatan. Adapun kelayakan preparat hasil
pengamatan kemudian dinilai untuk direkomendasikan sebagai bahan pengamatan anatomi
batang dikotil oleh dosen validator berdasarkan rubrik penilaian kualitas preparat untuk
direkomendasikan sebagai bahan pengamatan anatomi batang dikotil (Tabel 1).
Tabel 1. Rubrik Penilaian Kualitas Preparat*
Indikator
Penilaian
Kejelasan
Preparat
Kontras
Preparat
Deskriptif Indikator Penilaian
Kriteia Penilaian
Apabila penampakan bentuk sel dan bagian-bagian jaringan
dapat dibedakan dengan sangat jelas pada preparat.
Apabila penampakan bentuk sel tidak dapat dibedakan namun
bagian-bagian jaringan dapat dibedakan dengan jelas pada
preparat
Apabila penampakan bentuk sel dan bagian-bagian jaringan
tidak dapat dibedakan pada preparat
Pewarna terikat dengan sangat kuat pada bagian tertentu pada
sel jaringan (tidak mewarnai semua struktur pada jaringan)
Pewarna hanya terikat kuat pada bagian tertentu pada jaringan
Sangat Jelas
Pewarna terikat kuat pada semua jaringan seluruh penampang
jaringan
Tidak Jelas
Jelas
Tidak Jelas
Sangat Jelas
Jelas
* Adaptasi dari kategori indikator penilaian preparat oleh Wahyuni (2015)
Hasil Penelitian
Hasil eksplorasi menunjukkan terdapat 10 jenis tumbuhan dikotil yang dapat diasumsikan
sebagai tumbuhan kosmopolitan (Tabel 2). Tumbuhan kosmopolitan merupakan tumbuhan yang
memiliki persebaran yang luas (Simpson, 2010). Kesepuluh tumbuhan yang dipilih merupakan
tumbuhan yang umumnya dapat ditemukan baik di pekarangan sekolah maupun di wilayah
sekitar sekolah.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tabel 2. Jenis Tumbuhan di Beberapa Pekarangan Sekolah dan Sekitarnya di kota Makassar
Nama Jenis Tumbuhan
Familia
Latin
Indonesia
Reullia tweediana.
Reullie
Acanthaceae
Catharantus roseus
Tapak Dara
Apocynaceae
Acalypha Siamensis
Teh-Tehan
Euphorbinaceae
Ixora maxima
Asoka Besar
Rubiaceae
Miriabilis japala
Bunga Pukul Empat
Nyctaginaceae
Ecalipta prostate
Urang-Aring
Asteraceae
Bougenville spectabilis
Kembang Kertas
Nyctaginaceeae
Zinnia elegans
Bunga Kertas
Asteraceae
Oleina syzigum
Pucuk Merah
Myrtaceae
Coleus scutellarioles
Miyana
Lamiaceae
Tahapan kedua yaitu tahapan penyayatan. Penentuan kategori tingkat kesulitan penyayatan
batang tumbuhan ditunjukkan pada Tabel 3, berdasarkan hasil analisis data terhadap skala
interval jumlah rata-rata sayatan yang diperoleh. Hasil kegiatan penyayatan diperoleh data bahwa
dari 10 jenis tumbuhan hasil eksplorasi terdata 6 tumbuhan yang dinyatakan cukup mudah,
mudah dan sangat mudah disayat (Tabel 4).
Tabel 3. Indikator Tingkat Kemudahan
Penyayatan
Kategori Penilaian Tingkat
Kemudahan Penyayatan
Sangat mudah
Mudah
Cukup Mudah
Sulit
Sangat Sulit
TABEL 4.
Jumlah Rata-Rata
Sayatan Diperoleh
86 - 104
67 - 85
48 - 66
29 - 47
10 - 28
TINGKAT KESULITAN PENYAYATAN SELAPIS SEL BEBERAPA
TUMBUHAN DIKOTIL
No
Jenis tumbuhan
Rata-rata
jumlah
sayatan*
Tingkat kesulitan
penyayatan*
1
Reullia tweediana.
38
Sulit
2
Catharantus roseus
63
Mudah
3
Acalypha Siamensis
90
Sangat Mudah
4
5
6
7
8
9
10
Ixora maxima
Mirabilis japala
Ecalipta prostate
Bougainvillea spectabilis
Zinnia elegans
Oleina syzigum
Coleus scutellarioles
49
50
49
48
26
33
23
Cukup Mudah
Cukup Mudah
Cukup Mudah
Cukup Mudah
Sulit
Sulit
Sulit
*Merujuk pada Tabel 3
Keterangan
Batang terlalu lunak
Batang tidak terlalu
lunak
Batang tidak terlalu
lunak dan tidak terlalu
keras
Batang keras
Batang lunak
Batang lunak
Batang keras
Batang terlalu lunak
Batang terlalu keras
Batang terlalu lunak
Tahapan ketiga penelitian yaitu pengamatan bagian anatomi tumbuhan dikotil. Adapun
jenis tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan yang termasuk dalam kategori cukup mudah,
mudah dan sangat mudah disayat berdasarkan tahapan penelitian yang kedua, yaitu Acalypha
Siamensis termasuk tumbuhan yang sangat mudah disayat, Catharanthus roseus termasuk
tumbuhan yang mudah disayat, sedangkan 4 tumbuhan yang termasuk dalam kategori cukup
mudah disayat adalah Ixora maxima, Mirabilis jalapa, Ecalipta prostate, dan Bougainvillea
spectabilis.
B
Ixora maxima
F
Eclipta prostate
J
Acalypha siamensis
D
Miriabilis jalapa
H
Catharanthus roseus
L
Bougenville spectabilis
Gambar 1 Pengamatan preparat free hand cross section batang. Gambar
A,C,E,G,I dan K metode tanpa pewarnaan. Gambar B,D,F,H,J dan L dengan
metode pewarnaan safranin. Ep=Epidermis, Ct= Kortetks, Vs= Vaskular, Pt=
Empulur
Berdasarkan penilaian validator terhadap hasil gambar pengamatan dengan
berdasar pada rubrik penilaian kualitas preparat (Tabel 1) diketahui bahwa keenam
jenis tumbuhan tersebut dinyatakan direkomendasikan sebagai bahan pengamatan
anatomi tumbuhan, dan terdapat dua jenis tumbuhan yang dapat direkomendasikan.
Pembahasan
Jenis Tumbuhan Dikotil yang Dapat Direkomendasikan Sebagai Bahan Pengamatan
Anatomi Tumbuhan
Tahapan pertama penelitian adalah eksplorasi tumbuhan dikotil yang mudah ditemukan.
Salah satu syarat suatu tumbuhan menjadi objek dalam kegiatan praktikum adalah mudah
ditemukan di lingkungan sekitar. Lahan di sekitar sekolah umumnya didirikan pemukiman atau
tempat umum, sehingga wilayah di sekitar sekolah juga dapat dimanfaatkan sebagai wilayah
eksplorasi tumbuhan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dipaparkan oleh Hartono (2009)
bahwa kriteria pemilihan bahan praktikum adalah tumbuhan yang mudah dikenali dan mudah
dijumpai di alam.
Tumbuhan dikotil memiliki keanegaragaman yang sangat beragam, oleh karena itu
ditentukan kriteria-kriteria tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian, seperti
memiliki habitus perdu atau semak dan berbatang kecil. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
terdapat sekitar 18 jenis tumbuhan dikotil herba yang dapat ditemukan baik di pekarangan
sekolah maupun wilayah sekitar sekolah di kota Makassar sesuai dengan kriteria tersebut.
Namun beberapa tumbuhan yang tercatat tidak ditemukan di seluruh sekolah maupun wilayah
sekitar sekolah, sehingga ditentukan 10 jenis tumbuhan yang paling sering ditemukan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini tumbuhan yang masuk dalam kategori yang mudah ditemukan
adalah Reulia tweediana, Acalypha siamensis, Miriabilis jalapa, Eclipta prostate, Zinnie
elegans, Coleus scutellarioles, Catharantus roseus, Ixora maxima, Bougenville spectabilis, dan
Oleina syzigum yang kemudian ditentukan sebagai bahan penelitian.
Setelah jenis tumbuhan dikotil ditentukan, maka dilanjutkan pada tahapan kedua penelitian
yaitu kegiatan penyayatan terhadap batang tumbuhan-tumbuhan tersebut. Struktur morfologi
batang sangat berpengaruh pada tahap ini, karena struktur batang menentukan kemudahan batang
untuk disayat. Struktur morfologi tumbuhan tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan itu sendiri. Oleh karena itu pemilihan bagian batang yang baik untuk
disayat sangat diperlukan. Berdasarkan hasil kegiatan penyayatan, diketahui jenis tumbuhan
yang termasuk jenis tumbuhan sangat mudah, mudah, cukup mudah, sulit dan sangat sulit untuk
disayat.
Berdasarkan hasil penyayatan diketahui bahwa Acalypha Siamensis merupakan tumbuhan
yang sangat mudah disayat. Hal tersebut dikarenakan tumbuhan Acalypha siamensis memilik
struktur batang yang tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras. Steenis (2008) menyatakan
bahwa tumbuhan Acalypha merupakan tumbuhan perdu, berbatang lunak, baik pada bagian
pucuk hingga batang tua, namun berkayu pada bagian pangkal batang. Struktur tumbuhan
Acalypha Siamensis memungkinkan kemudahan memperoleh bagian batang yang baik untuk
disayat, sehingga bagian batang tumbuhan Acalypha Siamensis yang dapat disayat dari pucuk
hingga 5cm dari pucuk tumbuhan.
Hasil kegiatan penyayatan menunjukkan tumbuhan Catharantus roseus termasuk tumbuhan
yang mudah disayat. Berdasarkan pengamatan morfologinya, tumbuhan Catharantus rosesus
merupakan tumbuhan yang memiliki batang berkayu dengan cabang simpodial dan berwarna
hijau. Dalam proses penyayatan, bagian muda tumbuhan Catharantus roseus memiliki struktur
yang baik untuk disayat karena tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak. Bagian tumbuhan yang
paling lunak adalah bagian pucuk dan semakin keras pada bagian batang yang dekat dengan
tanah. Oleh karena itu bagian tumbuhan yang disayat adalah sekitar 3-5 cm dari pucuk
tumbuhan.
Tumbuhan Ixora maxima, Miriabilis japala, Bougenville spectabilis dan Ecalipta prostate
termasuk dalam kategori tumbuhan yang cukup mudah disayat. Berdasarkan struktur
morfologinya, keempat jenis tumbuhan tersebut memiliki struktur batang yang berbeda.
Tumbuhan Ixora maxima memiliki struktur batang berkayu, bulat telur pada bagian pucuk dan
bulat pada bagian badan batang hingga pangkal batang dan berwarna hijau hingga coklat.
Penyayatan batang Ixora maxima dilakukan pada bagian 1 cm dari pucuk tumbuhan. Hal tersebut
dikarenakan bagian Ixora telah mengalami pengerasan, baik pada bagian muda batang, sehingga
penyayatan hanya dapat dilakukan pada bagian tersebut. Hal yang menjadi kendala dalam
kegiatan penyayatan pada kedua tumbuhan tersebut adalah sedikitnya bagian tumbuhan yang
tidak lunak dan tidak keras pada bagian muda tumbuhan.
Tumbuhan Bougenville spectabilis dan Miriabilis japala merupaka tumbuhan yang berasal
dari familia yang sama yaitu Nyctaginaceae, namun kedua tumbuhan memiliki perbedaan yang
sangat signifikan pada struktur morfologinya. Tumbuhan Bougenville spectabilis memiliki
struktur morfologi batang yang hampir sama dengan tumbuhan Catharantus roseus yaitu
berbatang bulat, berkayu dan berwarna hijau hingga coklat. Namun, bagian batang yang dapat
disayat pada Catharantus roseus tidak dapat diterapkan pada kedua tumbuhan tersebut. Bagian
pucuk batang Bougenville spectabilis terlalu lunak untuk disayat, sehingga bagian batang
Bougenville spectabilis yang dapat disayat adalah bagian sekitar 1 cm dari pucuk hingga 3 cm.
Tumbuhan Miriabilis japala merupakan tumbuhan dari familia Nyctaginaceae yang
memiliki batang herba (Steenis, 2008). Berdasarkan struktur morfologinya, tumbuhan Miriabilis
japala memiliki struktur batang lunak, tegak, permukaan batang berambut dan berwarna hijau.
Dalam proses penyayatan, bagian batang yang disayat adalah pada bagian pucuk hingga 4 cm.
Adapun tumbuhan Ecalipta prostate memiliki struktur morfologi batang yang hampir sama
dengan Miriabilis jalapa yaitu berbatang lunak dan tegak, namun permukaan batang berambut
halus dan berwarna ungu kehijau-hijauan. Penyayatan pada batang tumbuhan Miriabilis jalapa
dilakukan pada mulai bagian sekitar 2 cm dari pucuk hingga bagian badan batang tumbuhan.
Hasil penyayatan pada tumbuhan lain, yaitu Zinnia elegans, Oleina syzigum dan Coleus
scutellarioles menunjukkan bahwa tanaman tersebut termasuk dalam kategori sulit disayat.
Berdasarkan struktur morfologinya, tumbuhan Zinnia elegans merupakan tumbuhan dikotil herba
yang memiliki batang lunak, bulat, tegak dan berwarna hijau dari pucuk hingga pangkal batang.
Adapun Coleus scutellarioles juga merupakan tumbuhan dikotil herba yang memiliki batang
lunak, tegak, berbentuk segiempat dan berwarna ungu pada batang dan daun tumbuhan.
Merujuk pada kriteria bagian tumbuhan yang baik disayat, yaitu memiliki struktur tidak
terlalu lunak dan tidak terlalu keras, seharusnya diperoleh hasil pnyayatan yang lebih banyak
pada kedua tumbuhan tersebut. Namun dalam proses penyayatan diketahui bahwa penyayatan
tipis sulit dilakukan karena struktur batang lunak menjadi kendala. Rianawaty (2010)
menyatakan bahwa batang tumbuhan herba umumnya memiliki struktur lunak, jaringan kayunya
sedikit atau tidak ada sama sekali.
Hasil kegiatan penyayatan juga menunjukkan bahwa warna hijau pada batang tumbuhan
tidak dapat dijadikan sebagai indikator kelunakan suatu bagian batang tumbuhan. Hal tersebut
dibuktikan oleh panjang bagian tumbuhan yang dapat disayat hanya berkisar 0-5 cm, sedangkan
berdasarkan struktur morfologinya, batang tumbuhan umumnya berwarna hijau hingga coklat
pada bagian pangkal tumbuhan. Dengan demikian, hal tersebut membuktikan bahwa kemudahan
penyayatan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh struktur morfologi batang.
Tumbuhan Oleina syzigum juga merupakan tumbuhan batang berkayu dan bercabang
simpodial. Berdasarkan hasil yang diperoleh, Oleina syzigum termasuk tumbuhan yang sulit
disayat. Hal tersebut disebabkan struktur batang tumbuhan terlalu keras untuk disayat dan bagian
pucuk batang terlalu kecil sehingga menjadi salah satu kendala dalam proses penyayatan.
Bagian tumbuhan yang baik untuk disayat adalah bagian yang tidak terlalu lunak dan tidak
terlalu keras, hal tersebut ditujukan agar dapat mempermudah proses penyayatan. Tingkat
kesulitan batang tumbuhan untuk disayat disebabkan oleh perbedaan proses pertumbuhan dan
perkembangan setiap jaringan tumbuhan. Proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
menyebabkan perubahan pada struktur sel (Campbell, 2012). Hal tersebut dapat mempengaruhi
komposisi kandungan organik tiap sel pada jaringan. Setiap dinding sel pada tumbuhan
umumnya terdiri atas tiga senyawa organik yaitu, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sehubungan
dengan struktur batang tumbuhan, senyawa organik yang berperan dalam memberi
kekuatan/kekakuan pada jaringan tumbuhan adalah lignin (Muladi, 2013).
Perbedaan kekerasan batang tumbuhan dikotil dapat disebabkan oleh perbedaan proses
lignifikasi pada setiap jaringan tumbuhan. yaitu proses penebalan struktur lignin secara fisik dan
kimia yang dapat menyebabkan perubahan struktur menjadi kaku dan keras (Campbell, 2012).
Proses tersebut tidak terjadi secara bersamaan karena dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Oleh karena itu terjadi perbedaan kekerasan pada batang tumbuhan.
Selain itu, sejalan dengan pernyataan Suryanto (2016) bahwa kandungan lignin pada sel pada
tiap tumbuhan bervariasi, bahkan pada bagian di dalam tanaman yang sama, sehingga terjadi
variasi pada struktur batang yaitu lunak hingga keras.
Pada tahapan ketiga dilakukan kegiatan pengamatan pada jenis tumbuhan yang termasuk
dalam ketegori cukup mudah disayat, mudah disayat, dan sangat mudah disayat, dari 10 jenis
tumbuhan diketahui 6 jenis tumbuhan yang termasuk dalam kategori tersebut (Tabel 4.2).
Berdasarkan hasil penilaian dosen validator mengenai kalayakan preparat diketahui bahwa
terdapat empat preparat yang sangat layak untuk direkomendasikan dan dua preparat layak untuk
direkomendasaikan.
Pengamatan pada preparat menggunakan tiga jenis mikroskop yaitu Mikoroskop cahaya
Monokuler XSP-12 berbantuan kamera handphone xiaomi note 3 pro perbesaran 16x10.
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil penilaian dosen validator, kejelasan dan kontras warna
keenam preparat dapat dilihat dengan jelas.
Kegiatan pengamatan ini dilakukan dengan dua metode, yaitu metode tanpa pewarnaan dan
metode dengan pewarnaan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat kualitas kejelasan jaringan
tumbuhan baik sebelum diwarnai maupun setelah pewarnaan. Hasil kegiatan menunjukkan
bahwa pengamatan preparat dengan pewarnaan dan tanpa pewarnaan memiliki kualitas
penampakan yang baik. Namun, dalam hal ini metode pewarnaan lebih diajurkan, hal tersebut
dikarenakan pewarnaan dapat membantu membedakan jaringan pembuluh dengan jaringan
lainnya. Pewarnaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas preparat
(Wahyuni, 2015).
Pewarnaan menyababkan terjadi perbedaan warna pada preparat, hal tersebut menunjukkan
perbedaan kemampuan penyerapan zat warna pada setiap jaringan. Pewarna yang digunakan
pada kegiatan ini adalah safranin 1% yang larut dalam alkohol 50%. Menurut National Center
for Biotechnology Informastion (2017) Safranin merupakan zat warna yang berwarna merah,
termasuk dalam senyawa kimia organik yang bersifat netral, dapat mewarnai lignin menjadi
warna merah. Adapun lignin merupakan senyawa organik kimia nonpolar yang terdiri atas gugus
metoksil, hidroksil fenolik dan aldehida (Evert, 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan warna pada jaringan, yaitu merah muda,
merah gelap dan oranye. Perbedaan warna pada preparat tersebut dipengaruhi oleh kandungan
lignin pada sel-sel jaringan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Srebotnil dan Kurt
(1994) dan Khalil (2006) yang menyatakan bahwa suatu sel yang memiliki kandungan lignin
yang tinggi, akan berubah warna menjadi merah muda hingga merah gelap setelah diberi
safranin. Sebaliknya, suatu sel yang memiliki sedikit kandungan lignin akan berubah warna
menjadi orange kemerah-merahan.
Revan (2002) menyatakan bahwa jaringan yang banyak mengandung lignin adalah
skerenkim. Skerenkim dibedakan menjadi dua jenis yaitu serat dan skereid. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa jaringan yang memiliki unsur serat atau unsur skereid
akan berwarna merah muda atau merah gelap ketika diwarnai dengan safranin. Berdasarkan hasil
pengamatan, penampakan preparat yang menunjukkan warna merah muda dan merah gelap
terdapat pada bagian jaringan pembuluh. Jaringan pembuluh terdiri atas xilem dan floem yang
merupakan jaringan majemuk. Xilem terdiri atas unsur serat dan unsur skereid, sedangkan floem
terdiri atas unsur tapis, unsur pengiring dan parenkim floem. Keberadaan xilem dalam jaringan
pembuluh menyebabkan jaringan pembuluh dapat terwarnai menjadi warna merah muda dan
merah gelap setelah diberi pewarna safranin.
Selain sel pada jaringan pembuluh, sel lain juga tampak terwarnai oleh safranin. Hal tersebut
dapat dikarekan pada sel tersebut juga terdapat lignin. Dinding sel pada jaringan Epidermis
disusun oleh selulosa, pektin, polisakarida yang bukan merupakan selulosa dan hemiselulosa,
dan kadang-kadang berlignin. Sedangkan jaringan parenkima, kolenkima, dan skelerenkima
dinding selnya disusun oleh pektin, selulosa, hemiselulosa dan kadang berlignin. Sel-sel yang
tersusun berdampingan dengan sel-sel dari jaringan epidermis adalah sel-sel kolenkima yang
merupakan modifikasi dari sel-sel parenkima (penebalan dinding selulosa), umumya memiliki
bentuk sel berupa prisma atau bias panjang seperti serat dengan ujung runcing. Adapun sel
skerenkima berkembang dari modifikasi sel kolenkima dengan dinding sel yang tebal dan
panjang, merupakan sel mati dan berfungsi sebagai penguat. Diantara ketiga jaringan tersebut,
hanya jaringan skelerenkim yang mengalami penebalan pada lignin dan membentuk dinding
sekunder. Ketiga sel-sel tersebut kemudian disebut jaringan korteks. Jaringan endodermis
disusun oleh lignin, suberin, pati dan selulosa (Fahn, 1995).
Berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa struktur sel
pada jaringan mempengaruhi kemudahan penyayatan pada batang. Terlihat pada kegiatan
pengamatan, hampir seluruh warna preparat pada tumbuhan Ixora maxima dan Bougainvillea
spectabilis tampak merah gelap dibandingkan dengan warna preparat lain. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada batang tumbuhan tersebut terdapat kandungan lignin yang tinggi.
Lignin yang berfungsi memberi kekakuan pada sel jaringan tumbuhan dapat menjadi salah satu
penyebab batang tumbuhan sulit untuk disayat. Selain itu, jaringan epidermis juga diperkirakan
dapat menjadi penyebab batang tumbuhan dapat dengan mudah atau sulit disayat. Evert (2006)
menyatakan bahwa jaringan epidermis dapat terdiri atas selapis atau beberapa lapis sel, memiliki
derivat, sel penjaga dan memiliki sel skelerenkim sehingga dapat berfungsi secara mekanik.
Adanya skelerenkim pada jaringan epidermis ditunjukkan oleh warna merah gelap pada preparat
batang tumbuhan. Gambar preparat keenam tumbuhan tersebut juga menunjukkan perbedaan
ketebalan dan kerapatan lapisan sel epidermis. Pada gambar preparat Ixora maxima,
Bougainvillea spectabilis, Miriabilis jalapa dan Eclipta prostate yang termasuk kategori
tumbuhan yang cukup mudah disayat menunjukkan sel pada epidermis yang sangat rapat,
sedangkan pada gambar preparat Catharanthus roseus yang termasuk tumbuhan mudah disayat
dan Acalypha siamensis yang termasuk tumbuhan yang sangat mudah disayat menunjukkan sel
epidermis yang tidak terlalu rapat sehingga dapat dilihat dengan jelas lapisan sel pada jaringan
epidermis.
Berdasarkan ketiga tahapan pelaksanaan penelitian menunjukkan bahwa jenis tumbuhan
dikotil yang dapat direkomendasikan sebagai bahan dalam kegiatan praktikum pengamatan
anatomi jaringan adalah Ixora maxima, Acalypha siamensis, Catharanthus roseus, Bougenville
spectabilis, Miriabilis jalapa dan Eclipta prostate.
Implementasi dalam Kurikulum 2013
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi oleh guru mengenai
jenis tumbuhan yang dapat digunakan dalam kegiatan pengamatan anatomi tumbuhan, sehingga
dapat menunjang pencapaian Kompetensi Dasar (KD) 3.3 dan KD 4.3 mengenai menganalisis
keterkaitan antara struktur sel pada jaringan tumbuhan dengan fungsi organ pada tumbuhan dan
4.3 yaitu Menyajikan data hasil pengamatan struktur jaringan dan organ pada tumbuhan.
Hasil penelitian ini merekomendasikan 6 jenis tumbuhan yang dapat digunakan dalam
kegiatan pengamatan anatomi batang tumbuhan dikotil dengan indikator tumbuhan tersebut
mudah disayat dan preparat batang menunjukkan menampang yang jelas. Untuk lebih jelasnya,
pada penelitian ini telah dipaparkan kriteria bagian batang tumbuhan yang baik untuk disayat,
sehingga apabila keenam tumbuhan yang direkomendasikan tidak tersedia, guru dapat mencari
alternatif tumbuhan lain dengan mengacu pada kriteria tersebut. Selain itu, pada pelaksanaan
penelitian ini juga dipaparkan metode penyayatan dan pewarnaan yang baik digunakan dalam
kegiatan pengamatan. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru dan
dapat mempermudah guru membuat preparat batang tumbuhan dikotil.
Kegiatan praktikum anatomi tumbuhan diupayakan dapat membantu peserta didik
memenuhi tuntutan kurikulum 2013 yang menerapkan pendekatan saintifik dalam proses
pembelajaran. Pendekatan saintifik berbasis pada kerja ilmiah yang meliputi kegiatan
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta (Permendikbud, 2016).
Kegiatan praktikum baik secara langsung maupun tidak langsung telah menunjang ketercapaian
kegiatan pembelajaran pada KD 3.3 dan 4.3 untuk memenuhi tuntutan pendekatan saintifik
kurikulum 2013. Hal tersebut dapat diketahui dari aktifitas pada kegiatan praktikum yang sesuai
dengan pendekatan saintifik, diantaranya yaitu mengamati, mencoba, menalar, menyaji.
Kegiatan pengamatan dapat menunjang pelaksanaan pembelajaran berbasis saintifik, yaitu
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengamati anatomi batang. Selanjutnya,
kemampuan menalar peserta didik dilatih melalui kegiatan mengaitkan informasi yang diperoleh
dari pengamatan dengan informasi yang diperoleh dari sumber lain. Setelah itu hasil pengamatan
dan penelusuran terkait materi akan disajikan dalam presentasi oleh peserta didik, baik dalam
bentuk portopolio, poster dan sebagainya. Pembuatan media presentasi yang dibuat oleh peserta
didik dapat dikategorikan sebagai kemampuan mencipta dalam pendekatan saintifik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa jenis tumbuhan
yang dapat direkomendasikan sebagai bahan kegiatan pengamatan tumbuhan untuk meteri
struktur anatomi batang tumbuhan dikotil adalah merupakan tumbuhan yang dapat diasumsikan
sebagai tumbuhan yang mudah ditemukan, memiliki struktur batang yang baik untuk disayat,
yaitu tidak lunak dan tidak keras dan memiliki anatomi yang mudah diamati menggunakan
mikroskop. Adapun pada hasil penelitian direkomendasikan 6 tumbuhan dikotil yaitu
Catharantus roseus, Acalypha Siamensis, Ixora maxima, Miriabilis japala, Ecalipta prostate dan
Bougenville spectabilis.
Penutup
Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam proses penelitian terutama kepada pembimbing. Peneliti berharap agar kiranya
hasil penelitian ini dapat membantu segenap civitas akademik untuk meningkatkan proses
pembelajaran yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Campbell, et.all. 2012. Biologi Edisi 2 Kedelapan Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga
Evert, F. Ray. 2006. Esau’s Anatomy of Seed Plants,3th ed. New York: John Wiley & Sons.
Fahn, A, 1995. Anatomi Tumbuhan. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press
Hamidah, Afreni. 2014. Persepsi Siswa tentang Kegiatan Praktikum Biologi di Laboratorium SMA Negeri
Se-Kota Jambi. Jurnal Sainmatika 8 (1), 49-59.
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia.
2017.
KBBI
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Praktikum. Diakses pada 2 Mei 2017.
Daring
(online).
Khalil H.P.S. Abdul et.al. 2008. Chemical Compotition, Anatomy, Lignin Distribution, and Cell Wall
Structure of Malaysian Plant Waste Fibers. Jurnal BioResourse 1(2), 220-232
Muladi, Sipon. 2013. Diktat Kuliah Teknologi Kimia Kayu Lanjutan. Samarinda: Universitas
Mulawarman Samarinda
National Center for Biotechnology Informastion. 2017. PubChem Compound Database;
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Safranin_bluish. (accessed Agust. 9, 2017)
Permendikbud. 2016. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
Permendikbud. 2016. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016
Tentang Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada
Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Raven, Peter H., & George B. Johhson. 2002. Biology Sixth Edition. New York: The McGraw Hill
Companies
Rianawaty,
Ida.
2010.
Biology
2
for
Junior
High
School
Year
VIII.
https://idarianawaty.files.wordpress.com/2011/07/struktur-tubuh-tumbuhan.pdf diakses pada 25
Agustus 2017
Sobiroh, Arbain. 2006. Pemanfaatan Laboratorium untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa
Kelas 2 SMA Se-Kabupaten Banjarnegara Semester 1 Tahun 2004/2005. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Solomon, J., “The Social construction of school science”, Doing Science: Science Education, Ed. Millar,
R. (Falmer, 1989).
Srebotnik, Ewald., & Kurt Messner. 1994. A Simple Method That Uses Differential Staining and Light
Microscopy To Assess the Selectivity of Wood Delignification by White Rot Fungi. Applied and
Environmental Microbiology 60(4), 1383-1386.
Steenis, C.G.G.J, Van. et al. 2008. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: PT. Percetakan Penebar
Swadaya.
Sugiharto, Bowo. 2011. Konsepsi Guru IPA Biologi SMP Se-Surakarta tentang Hakikat Biologi sebagai
Sains. Prosiding Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi 8 (1), 406-411.
Sumanto. 2014. Teori dan Aplikasi Metode Penelitian. Jakarta: PT. Buku Seru.
Suryanto, Heru. 2016. Review Serat Alam: Komposisi, Struktur, dan Sifat Mekanis (online).
https://www.researchgate.net/publication/309421383. Diakses pada 2 Mei 2017.
Wahyuni, Sri. 2015. Identifikasi Preparat Gosok Tulang (Bone) Berdasarkan Teknik Pewarnaan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015 : Universitas Muhammadiyah Malang.
Widodo, A., & Ramdhaningsih, V. 2006. Analisis Kegiatan Praktikum Biologi dengan Menggunakan
Video. Metalogika. 9 (2), 146-158.
Yeung, E. 1998. A beginner’s guide to the study of plant structure. Tested studies for laboratory teaching
(ABLE Proceedings), 19(9), 125-142.
DALAM KEGIATAN PENGAMATAN UNTUK MATERI STRUKTUR
ANATOMI BATANG KELAS XI
Tri Lestari G.
Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
Andi Asmawati Azis
Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
Nani Kurnia
Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
Abstract. This research is descriptive research that can be used as observation activities of anatomy dicot
plants structure, especially plants of the vascular tissue. This research was conducted in the area of the
few school yards in Makassar and the laboratory of experimental biology Garden of Universitas Negeri
Makassar, for 3 months. Research activities are conducted through three stages ie exploration stage,
section stage and observation stage. On the stages of exploration determined 10 plant species that are
assumed as cosmopolitan and plants were selected as research materials. The second stage ie section
stage. Section done by freehand cross-section, showed that 6 from 10 plants were categories as enough
easy, easy and very easy to sections. Meanwhile in the observation stage used without staining method
and staining with safranin method. Safranin dye used is the 1% which dissolves in alcohol 50%. Based on
the assessment of the validator, the observations that all of 6 th plants were recommended as the dicot
plants that can be used as material observation activities which 2 types of dicot plants assessed as very
recommended and 4 plants assessed as can recommended as material for observation activities of the
structure of the tissue.
Keyword : Types of dicot plant, Exploration, Section, Observation
Abstract. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
kegiatan observasi anatomi dikotil, khususnya pada jaringan pembuluh batang. Penelitian ini dilakukan
di beberapa pekarangan sekolah di Makassar dan laboratorium kebun percobaan biologi Universitas
Negeri Makassar, selama 3 bulan. Kegiatan penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap
eksplorasi, tahap peyayatan dan tahap observasi. Pada tahap eksplorasi diketahui 10 jenis tumbuhan
yang dianggap kosmopolitan dan dipilih sebagai bahan penelitian. Tahap kedua yaitu tahap penyayatan.
Penyayatan dilakukan dengan metode penyayatan dengan tangan kosong, menunjukkan bahwa 6 dari 10
tumbuhan masuk dalam ketegori cukup mudah, mudah dan sangat mudah untuk disayat. Sedangkan pada
tahap observasi digunakan metode pewarnaan tanpa pewarnaan dan metode safranin. Pewarna Safranin
yang digunakan adalah 1% yang larut dalam alkohol 50%. Berdasarkan penilaian validator, pengamatan
menunjukkan bahwa keenam tumbuhan direkomendasikan sebagai tumbuhan dikot yang dapat digunakan
sebagai kegiatan pengamatan material dimana 2 jenis tumbuhan dinilai sangat direkomendasikan dan 4
tumbuhan dinilai dapat direkomendasikan sebagai bahan untuk kegiatan pengamatan struktur jaringan..
Kata kunci : Jenis tumbuhan dikotil, Eksplorasi, Penyayatan, Pengamatan
Pendahuluan
Kajian dalam ilmu Biologi salah satunya membahas tentang tumbuhan. Pembelajaran biologi
harus dirancang untuk memberikan kesempatan peserta didik menemukan fakta, membangun
konsep, dan menemukan nilai baru melalui proses sebagaimana ilmuwan menemukan
pengetahuan. Lebih lanjut Sobiroh (2005) menyatakan bahwa salah satu kegiatan yang
menerapkan metode ilmiah dalam pembelajaran biologi adalah dengan melaksanakan kegiatan
praktikum. Berdasarkan hasil wawancara terbuka yang dilakukan dengan guru mata pelajaran
Biologi di beberapa SMA di Makassar, diketahui bahwa sekolah tidak melaksanakan kegiatan
pengamatan tersebut secara langsung, penelusuran informasi terkait struktur jaringan dilakukan
dengan membaca buku paket atau sumber dari internet.
Menurut Sugiharto (2010) siswa perlu diposisikan sebagai pelaku kerja ilmiah. Keseluruhan
praktikum yang dilakukan bertujuan untuk memberian pengalaman melakukan pengamatan
kepada peserta didik (Widodo dan & Ramdhaningsih, 2006). Solomon (1989) menambahkan
bahwa dipihak siswa, mereka juga berharap bisa menikmati pengalaman pengalaman baru untuk
mengamati, mencoba, menggunakan alat, dan bereksperimen.
Salah satu kegiatan pembelajaran yang sangat erat dengan kegiatan kerja ilmiah adalah
kegiatan eksperimen atau percobaan. Dalam kegiatan ekperimen, peserta didik dapat
melaksanakan kegiatan seperti mengemukakan rumusan masalah, pengoleksian data melakukan
observasi dan eksperimen, memformulasi data, menguji hipotesis dan mengkomunikasikan hasil
pengolahan data (Permendikbud, 2016). Dalam ruang lingkup pendidikan, istilah yang sering
digunakan untuk ekperimen adalah kegiatan praktikum atau penelitian. Praktikum dari kata dasar
praktik adalah bagian dari pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mendapat kesempatan
untuk menguji konsep yang diperoleh dalam teori dan melaksanakan dalam keadaan nyata
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2017).
Praktikum merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat menarik minat peserta
didik dalam mengembangkan konsep-konsep, karena praktikum dapat memberikan pengalaman
langsung kepada peserta didik untuk mengamati suatu fenomena yang terjadi sehingga peserta
didik akan lebih memahami konsep yang diajarkan (Hamidah, 2014). Melalui kegiatan
praktikum peserta didik akan melakukan kerja ilmiah sehingga dapat mengembangkan
kemampuan menemukan masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, membuat hipotesis,
merancang penelitian atau percobaan, mengontrol variabel, melakukan pengukuran,
mengorganisasi dan memaknakan data, membuat kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil
penelitian atau percobaan baik secara lisan maupun tertulis (Sobiroh, 2005).
Salah satu kendala tidak terlaksananya praktikum dikarenakan bahan dan alat yang tidak
tersedia. Adapun guru mata pelajaran Biologi SMAN 21 Makassar menyatakan bahwa praktikum
pengamatan struktur jaringan tumbuhan pernah diadakan, hanya saja bahan yang digunakan
sering kali kurang jelas untuk memperoleh hasil pengamatan yang diharapkan, karena tidak
tersedia bahan preparat pengamatan permanen.
Bahan yang dapat menunjukkan penampang jaringan yang jelas sangat perlu diketahui untuk
memperoleh data yang baik, sehingga dapat mempermudah dalam penyajian data dan
mengaitkan hasil pengamatan dengan pemahaman peserta didik terhadap materi. Namun, untuk
mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan sayatan baikpula, maka dari itu terlebih dahulu
perlu diketahui bahan yang mudah disayat.
Berdasarkan survei dari beberapa buku paket biologi SMA, diketahui jenis tumbuhan dikotil
yang sering digunakan dalam kegiatan pengamatan anatomi tumbuhan adalah bunga matahari
(Helianthus annus). Hal tersebut menunjukkan kurangnya referensi dan informasi mengenai
jenis tumbuhan dikotil lain yang dapat digunakan dalam kegiatan pengamatan anatomi
tumbuhan. Menanggapi permasalah tersebut, perlu adanya suatu upaya penelitian untuk
mengetahui bahan yang tepat digunakan pada kegiatan pengamatan struktur jaringan tumbuhan.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah yang dapat
yang diajukan yaitu jenis tumbuhan apakah yang mudah disayat dan dapat menunjukkan berkas
pembuluh yang mudah dikenali sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam kegiatan
pengamatan struktur jaringan berkas pembuluh tumbuhan dikotil ?
Research Focus
Biologi merupakan salah satu cabang mata pelajaran dari Ilmu Pengetahuan Alam yang
mengkaji tentang Makhluk Hidup dan lingkungannya. Salah satu aspek yang dikaji dalam
Biologi adalah tumbuhan. Dalam KD 3.3 dan KD 4.3 kelas XI tingkat satuan dasar SMA
tertuang kegiatan pembelajaran untuk menganalisis keterkaitan antara struktur sel pada jaringan
tumbuhan dan organ pada tumbuhan kemudian menyajikan data hasil pengamatan struktur
jaringan dan organ pada tumbuhan (Permendikbud, 2016).
Kegiatan pratikum dinilai dapat memenuhi tuntutan ranah pengetahuan, ranah sikap dan
ranah keterampilan dalam kurikulum 2013. Kenyataan dilapangan menunjukkan kegiatan
praktikum jarang dilaksanakan dengan alasan bahan tidak tersedia atau bahan tersedia namun
tidak dalam kondisi yang baik untuk memperoleh data. Kedua KD tersebut jelas menunjukkan
tuntutan bagi peserta didik untuk melakukan pengamatan.
Tumbuhan adalah objek kajian biologi yang dapat ditemukan di daerah sekitar, meskipun
beberapa diantaranya merupakan tumbuhan endemik. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan
praktikum karena ketersediaan bahan tidak memadai menunjukkan kurangnya referensi
mengenai jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan praktikum. Mengacu pada hal
tersebut, maka perlu diadakan suatu penelitian eksplorasi untuk mengidentifiasi jenis tumbuhan
yang dapat direkomendasikan sebagai bahan praktikum. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini
dikhususkan pada eksplorasi batang tumbuhan dikotil dan penggunaan metode penyayatan
melintang dengan tangan kosong (Freehand cross section).
Metode Penelitian
Tinjauan Umum Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan untuk menggali pengetahuan untuk pengenalan dan pemahaman tentang suatu
fenomena yang informasinya masih langka (Sumanto, 2004). Penelitian ini dilakukan bulan
mulai dari bulan Mei 2017 sampai dengan bulan Agustus 2017. Penelitian ini berlangsung di
pekarangan 10 Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)/Sederajat dan sekitarnya (sekitar 5 m
dari sekolah) yang tersebar dalam 5 kecamatan, yaitu kecamatan Tamalanrea, Ujung Tanah,
Mamajang, Rappocini, dan Pannakukang. Kemudian penelitian dilanjtukan di Laboratorium
Kebun Percobaan Biologi FMIPA UNM, kota Makassar.
Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah batang tumbuhan dikotil. Adapun kategori sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah memiliki habitus perdu atau semak, ukuran batang kecil, dan
merupakan tumbuhan dikotil yang umum dan mudah ditemukan di lingkungan sekitar sekolah.
Instrumen dan Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar pengamatan jumlah sayatan dan lembar
pengamatan hasil gambar preparat. Pada lembar pengamatan jumlah sayatan, aspek yang dinilai
adalah kemudahan bahan disayat tipis selapis sel dengan menghitung jumlah sayatan yang dapat
disayat tipis selama kegiatan penyayatan. Sedangkan, pada lembar pengamatan hasil gambar
preparat terdapat 2 aspek yang dinilai, yaitu kejelasan preparat dan kontraks pewarnaan. Adapun
prosedur pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu, (1) Tahapan Eksplorasi,
mengidentifikasi dan mendata jenis-jenis tumbuhan dikotil dengan kategori berupa tumbuhan
kosmopolitan, berhabitus perdu atau semak dan berbatang kecil yang ditemukan di ruang lingkup
penelitian. (2) Tahapan Penyayatan, tahapan ini menggunakan metode penyayatan melintang
dengan tangan kosong (free hand cross section) mengikuti metode Yeung (1998). Penyayatan
dikhususkan pada bagian batang tumbuhan dikotil. (3) Tahapan Pengamatan, tahapan
pengamatan dilakukan terhadap jenis tumbuhan yang dinyatakan cukup mudah, mudah dan
sangat mudah disayat pada tahapan sebelumnya. Pada tahapan pengamatan digunakan metode
tanpa pewarnaan dan metode pewarnaan sederhana menggunakan safranin 1% yang larut dalam
alkohol 50%. Kegiatan ini menggunakan mikroskop cahaya Monokuler XSP-12 perbesaran
16x10 berbantuan kamera handphone Xiaomi note 3 pro.
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Pada tahap
penyayatan, untuk mengetahui tingkat kesulitan penyayatan maka dibuat suatu kategori penilaian
dengan tingkat kesulitan yang ditentukan berdasarkan jumlah seluruh sayatan tipis yang
diperoleh pada setiap 10 menit waktu penyayatan sebagai indikator penentuan pengkategorian.
Adapun penentuan suatu kategori diketahui dengan menggunakan skala interval yang
ditunjukkan oleh rumus berikut :
Jumlah maksimum− jumlah minimum
Skala Inteval=
−1
Jumlah Kategori
Skala interval merupakan skala yang akan digunakan sebagai patokan interval tingkat
kesulitan penyayatan pada batang tumbuhan dikotil sehingga dapat dinyatakan dalam kategori.
Adapun jumlah minimum merupakan jumlah minimum sayatan tipis yang diperoleh dari seluruh
jumlah sayatan selama 2 putaran kegiatan penyayatan (6x10 menit). Jumlah maksimum
merupakan jumlah maksimal sayatan tipis yang diperoleh dari seluruh jumlah sayatan selama 2
putaran kegiatan penyayatan (6x10 menit). Sedangkan jumlah kategori yang dimaksud adalah
jumlah pengkategorian yang diguanakan untuk menilai kemudahan batang tumbuhan untuk
disayat, dalam penelitian ini kategori yang digunakan adalah sangat sulit, sulit, cukup mudah,
mudah dan sangat mudah. Setelah mengetahui skala interval untuk pengkategorian, selanjutnya
data yang diperoleh dari 6x10 menit penyayatan kemudian dirata-ratakan dan dibulatkan untuk
disesuaikan dengan kategori tingkat kemudahan penyayatan. Adapun kelayakan preparat hasil
pengamatan kemudian dinilai untuk direkomendasikan sebagai bahan pengamatan anatomi
batang dikotil oleh dosen validator berdasarkan rubrik penilaian kualitas preparat untuk
direkomendasikan sebagai bahan pengamatan anatomi batang dikotil (Tabel 1).
Tabel 1. Rubrik Penilaian Kualitas Preparat*
Indikator
Penilaian
Kejelasan
Preparat
Kontras
Preparat
Deskriptif Indikator Penilaian
Kriteia Penilaian
Apabila penampakan bentuk sel dan bagian-bagian jaringan
dapat dibedakan dengan sangat jelas pada preparat.
Apabila penampakan bentuk sel tidak dapat dibedakan namun
bagian-bagian jaringan dapat dibedakan dengan jelas pada
preparat
Apabila penampakan bentuk sel dan bagian-bagian jaringan
tidak dapat dibedakan pada preparat
Pewarna terikat dengan sangat kuat pada bagian tertentu pada
sel jaringan (tidak mewarnai semua struktur pada jaringan)
Pewarna hanya terikat kuat pada bagian tertentu pada jaringan
Sangat Jelas
Pewarna terikat kuat pada semua jaringan seluruh penampang
jaringan
Tidak Jelas
Jelas
Tidak Jelas
Sangat Jelas
Jelas
* Adaptasi dari kategori indikator penilaian preparat oleh Wahyuni (2015)
Hasil Penelitian
Hasil eksplorasi menunjukkan terdapat 10 jenis tumbuhan dikotil yang dapat diasumsikan
sebagai tumbuhan kosmopolitan (Tabel 2). Tumbuhan kosmopolitan merupakan tumbuhan yang
memiliki persebaran yang luas (Simpson, 2010). Kesepuluh tumbuhan yang dipilih merupakan
tumbuhan yang umumnya dapat ditemukan baik di pekarangan sekolah maupun di wilayah
sekitar sekolah.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tabel 2. Jenis Tumbuhan di Beberapa Pekarangan Sekolah dan Sekitarnya di kota Makassar
Nama Jenis Tumbuhan
Familia
Latin
Indonesia
Reullia tweediana.
Reullie
Acanthaceae
Catharantus roseus
Tapak Dara
Apocynaceae
Acalypha Siamensis
Teh-Tehan
Euphorbinaceae
Ixora maxima
Asoka Besar
Rubiaceae
Miriabilis japala
Bunga Pukul Empat
Nyctaginaceae
Ecalipta prostate
Urang-Aring
Asteraceae
Bougenville spectabilis
Kembang Kertas
Nyctaginaceeae
Zinnia elegans
Bunga Kertas
Asteraceae
Oleina syzigum
Pucuk Merah
Myrtaceae
Coleus scutellarioles
Miyana
Lamiaceae
Tahapan kedua yaitu tahapan penyayatan. Penentuan kategori tingkat kesulitan penyayatan
batang tumbuhan ditunjukkan pada Tabel 3, berdasarkan hasil analisis data terhadap skala
interval jumlah rata-rata sayatan yang diperoleh. Hasil kegiatan penyayatan diperoleh data bahwa
dari 10 jenis tumbuhan hasil eksplorasi terdata 6 tumbuhan yang dinyatakan cukup mudah,
mudah dan sangat mudah disayat (Tabel 4).
Tabel 3. Indikator Tingkat Kemudahan
Penyayatan
Kategori Penilaian Tingkat
Kemudahan Penyayatan
Sangat mudah
Mudah
Cukup Mudah
Sulit
Sangat Sulit
TABEL 4.
Jumlah Rata-Rata
Sayatan Diperoleh
86 - 104
67 - 85
48 - 66
29 - 47
10 - 28
TINGKAT KESULITAN PENYAYATAN SELAPIS SEL BEBERAPA
TUMBUHAN DIKOTIL
No
Jenis tumbuhan
Rata-rata
jumlah
sayatan*
Tingkat kesulitan
penyayatan*
1
Reullia tweediana.
38
Sulit
2
Catharantus roseus
63
Mudah
3
Acalypha Siamensis
90
Sangat Mudah
4
5
6
7
8
9
10
Ixora maxima
Mirabilis japala
Ecalipta prostate
Bougainvillea spectabilis
Zinnia elegans
Oleina syzigum
Coleus scutellarioles
49
50
49
48
26
33
23
Cukup Mudah
Cukup Mudah
Cukup Mudah
Cukup Mudah
Sulit
Sulit
Sulit
*Merujuk pada Tabel 3
Keterangan
Batang terlalu lunak
Batang tidak terlalu
lunak
Batang tidak terlalu
lunak dan tidak terlalu
keras
Batang keras
Batang lunak
Batang lunak
Batang keras
Batang terlalu lunak
Batang terlalu keras
Batang terlalu lunak
Tahapan ketiga penelitian yaitu pengamatan bagian anatomi tumbuhan dikotil. Adapun
jenis tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan yang termasuk dalam kategori cukup mudah,
mudah dan sangat mudah disayat berdasarkan tahapan penelitian yang kedua, yaitu Acalypha
Siamensis termasuk tumbuhan yang sangat mudah disayat, Catharanthus roseus termasuk
tumbuhan yang mudah disayat, sedangkan 4 tumbuhan yang termasuk dalam kategori cukup
mudah disayat adalah Ixora maxima, Mirabilis jalapa, Ecalipta prostate, dan Bougainvillea
spectabilis.
B
Ixora maxima
F
Eclipta prostate
J
Acalypha siamensis
D
Miriabilis jalapa
H
Catharanthus roseus
L
Bougenville spectabilis
Gambar 1 Pengamatan preparat free hand cross section batang. Gambar
A,C,E,G,I dan K metode tanpa pewarnaan. Gambar B,D,F,H,J dan L dengan
metode pewarnaan safranin. Ep=Epidermis, Ct= Kortetks, Vs= Vaskular, Pt=
Empulur
Berdasarkan penilaian validator terhadap hasil gambar pengamatan dengan
berdasar pada rubrik penilaian kualitas preparat (Tabel 1) diketahui bahwa keenam
jenis tumbuhan tersebut dinyatakan direkomendasikan sebagai bahan pengamatan
anatomi tumbuhan, dan terdapat dua jenis tumbuhan yang dapat direkomendasikan.
Pembahasan
Jenis Tumbuhan Dikotil yang Dapat Direkomendasikan Sebagai Bahan Pengamatan
Anatomi Tumbuhan
Tahapan pertama penelitian adalah eksplorasi tumbuhan dikotil yang mudah ditemukan.
Salah satu syarat suatu tumbuhan menjadi objek dalam kegiatan praktikum adalah mudah
ditemukan di lingkungan sekitar. Lahan di sekitar sekolah umumnya didirikan pemukiman atau
tempat umum, sehingga wilayah di sekitar sekolah juga dapat dimanfaatkan sebagai wilayah
eksplorasi tumbuhan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dipaparkan oleh Hartono (2009)
bahwa kriteria pemilihan bahan praktikum adalah tumbuhan yang mudah dikenali dan mudah
dijumpai di alam.
Tumbuhan dikotil memiliki keanegaragaman yang sangat beragam, oleh karena itu
ditentukan kriteria-kriteria tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian, seperti
memiliki habitus perdu atau semak dan berbatang kecil. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
terdapat sekitar 18 jenis tumbuhan dikotil herba yang dapat ditemukan baik di pekarangan
sekolah maupun wilayah sekitar sekolah di kota Makassar sesuai dengan kriteria tersebut.
Namun beberapa tumbuhan yang tercatat tidak ditemukan di seluruh sekolah maupun wilayah
sekitar sekolah, sehingga ditentukan 10 jenis tumbuhan yang paling sering ditemukan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini tumbuhan yang masuk dalam kategori yang mudah ditemukan
adalah Reulia tweediana, Acalypha siamensis, Miriabilis jalapa, Eclipta prostate, Zinnie
elegans, Coleus scutellarioles, Catharantus roseus, Ixora maxima, Bougenville spectabilis, dan
Oleina syzigum yang kemudian ditentukan sebagai bahan penelitian.
Setelah jenis tumbuhan dikotil ditentukan, maka dilanjutkan pada tahapan kedua penelitian
yaitu kegiatan penyayatan terhadap batang tumbuhan-tumbuhan tersebut. Struktur morfologi
batang sangat berpengaruh pada tahap ini, karena struktur batang menentukan kemudahan batang
untuk disayat. Struktur morfologi tumbuhan tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan itu sendiri. Oleh karena itu pemilihan bagian batang yang baik untuk
disayat sangat diperlukan. Berdasarkan hasil kegiatan penyayatan, diketahui jenis tumbuhan
yang termasuk jenis tumbuhan sangat mudah, mudah, cukup mudah, sulit dan sangat sulit untuk
disayat.
Berdasarkan hasil penyayatan diketahui bahwa Acalypha Siamensis merupakan tumbuhan
yang sangat mudah disayat. Hal tersebut dikarenakan tumbuhan Acalypha siamensis memilik
struktur batang yang tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras. Steenis (2008) menyatakan
bahwa tumbuhan Acalypha merupakan tumbuhan perdu, berbatang lunak, baik pada bagian
pucuk hingga batang tua, namun berkayu pada bagian pangkal batang. Struktur tumbuhan
Acalypha Siamensis memungkinkan kemudahan memperoleh bagian batang yang baik untuk
disayat, sehingga bagian batang tumbuhan Acalypha Siamensis yang dapat disayat dari pucuk
hingga 5cm dari pucuk tumbuhan.
Hasil kegiatan penyayatan menunjukkan tumbuhan Catharantus roseus termasuk tumbuhan
yang mudah disayat. Berdasarkan pengamatan morfologinya, tumbuhan Catharantus rosesus
merupakan tumbuhan yang memiliki batang berkayu dengan cabang simpodial dan berwarna
hijau. Dalam proses penyayatan, bagian muda tumbuhan Catharantus roseus memiliki struktur
yang baik untuk disayat karena tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak. Bagian tumbuhan yang
paling lunak adalah bagian pucuk dan semakin keras pada bagian batang yang dekat dengan
tanah. Oleh karena itu bagian tumbuhan yang disayat adalah sekitar 3-5 cm dari pucuk
tumbuhan.
Tumbuhan Ixora maxima, Miriabilis japala, Bougenville spectabilis dan Ecalipta prostate
termasuk dalam kategori tumbuhan yang cukup mudah disayat. Berdasarkan struktur
morfologinya, keempat jenis tumbuhan tersebut memiliki struktur batang yang berbeda.
Tumbuhan Ixora maxima memiliki struktur batang berkayu, bulat telur pada bagian pucuk dan
bulat pada bagian badan batang hingga pangkal batang dan berwarna hijau hingga coklat.
Penyayatan batang Ixora maxima dilakukan pada bagian 1 cm dari pucuk tumbuhan. Hal tersebut
dikarenakan bagian Ixora telah mengalami pengerasan, baik pada bagian muda batang, sehingga
penyayatan hanya dapat dilakukan pada bagian tersebut. Hal yang menjadi kendala dalam
kegiatan penyayatan pada kedua tumbuhan tersebut adalah sedikitnya bagian tumbuhan yang
tidak lunak dan tidak keras pada bagian muda tumbuhan.
Tumbuhan Bougenville spectabilis dan Miriabilis japala merupaka tumbuhan yang berasal
dari familia yang sama yaitu Nyctaginaceae, namun kedua tumbuhan memiliki perbedaan yang
sangat signifikan pada struktur morfologinya. Tumbuhan Bougenville spectabilis memiliki
struktur morfologi batang yang hampir sama dengan tumbuhan Catharantus roseus yaitu
berbatang bulat, berkayu dan berwarna hijau hingga coklat. Namun, bagian batang yang dapat
disayat pada Catharantus roseus tidak dapat diterapkan pada kedua tumbuhan tersebut. Bagian
pucuk batang Bougenville spectabilis terlalu lunak untuk disayat, sehingga bagian batang
Bougenville spectabilis yang dapat disayat adalah bagian sekitar 1 cm dari pucuk hingga 3 cm.
Tumbuhan Miriabilis japala merupakan tumbuhan dari familia Nyctaginaceae yang
memiliki batang herba (Steenis, 2008). Berdasarkan struktur morfologinya, tumbuhan Miriabilis
japala memiliki struktur batang lunak, tegak, permukaan batang berambut dan berwarna hijau.
Dalam proses penyayatan, bagian batang yang disayat adalah pada bagian pucuk hingga 4 cm.
Adapun tumbuhan Ecalipta prostate memiliki struktur morfologi batang yang hampir sama
dengan Miriabilis jalapa yaitu berbatang lunak dan tegak, namun permukaan batang berambut
halus dan berwarna ungu kehijau-hijauan. Penyayatan pada batang tumbuhan Miriabilis jalapa
dilakukan pada mulai bagian sekitar 2 cm dari pucuk hingga bagian badan batang tumbuhan.
Hasil penyayatan pada tumbuhan lain, yaitu Zinnia elegans, Oleina syzigum dan Coleus
scutellarioles menunjukkan bahwa tanaman tersebut termasuk dalam kategori sulit disayat.
Berdasarkan struktur morfologinya, tumbuhan Zinnia elegans merupakan tumbuhan dikotil herba
yang memiliki batang lunak, bulat, tegak dan berwarna hijau dari pucuk hingga pangkal batang.
Adapun Coleus scutellarioles juga merupakan tumbuhan dikotil herba yang memiliki batang
lunak, tegak, berbentuk segiempat dan berwarna ungu pada batang dan daun tumbuhan.
Merujuk pada kriteria bagian tumbuhan yang baik disayat, yaitu memiliki struktur tidak
terlalu lunak dan tidak terlalu keras, seharusnya diperoleh hasil pnyayatan yang lebih banyak
pada kedua tumbuhan tersebut. Namun dalam proses penyayatan diketahui bahwa penyayatan
tipis sulit dilakukan karena struktur batang lunak menjadi kendala. Rianawaty (2010)
menyatakan bahwa batang tumbuhan herba umumnya memiliki struktur lunak, jaringan kayunya
sedikit atau tidak ada sama sekali.
Hasil kegiatan penyayatan juga menunjukkan bahwa warna hijau pada batang tumbuhan
tidak dapat dijadikan sebagai indikator kelunakan suatu bagian batang tumbuhan. Hal tersebut
dibuktikan oleh panjang bagian tumbuhan yang dapat disayat hanya berkisar 0-5 cm, sedangkan
berdasarkan struktur morfologinya, batang tumbuhan umumnya berwarna hijau hingga coklat
pada bagian pangkal tumbuhan. Dengan demikian, hal tersebut membuktikan bahwa kemudahan
penyayatan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh struktur morfologi batang.
Tumbuhan Oleina syzigum juga merupakan tumbuhan batang berkayu dan bercabang
simpodial. Berdasarkan hasil yang diperoleh, Oleina syzigum termasuk tumbuhan yang sulit
disayat. Hal tersebut disebabkan struktur batang tumbuhan terlalu keras untuk disayat dan bagian
pucuk batang terlalu kecil sehingga menjadi salah satu kendala dalam proses penyayatan.
Bagian tumbuhan yang baik untuk disayat adalah bagian yang tidak terlalu lunak dan tidak
terlalu keras, hal tersebut ditujukan agar dapat mempermudah proses penyayatan. Tingkat
kesulitan batang tumbuhan untuk disayat disebabkan oleh perbedaan proses pertumbuhan dan
perkembangan setiap jaringan tumbuhan. Proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
menyebabkan perubahan pada struktur sel (Campbell, 2012). Hal tersebut dapat mempengaruhi
komposisi kandungan organik tiap sel pada jaringan. Setiap dinding sel pada tumbuhan
umumnya terdiri atas tiga senyawa organik yaitu, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sehubungan
dengan struktur batang tumbuhan, senyawa organik yang berperan dalam memberi
kekuatan/kekakuan pada jaringan tumbuhan adalah lignin (Muladi, 2013).
Perbedaan kekerasan batang tumbuhan dikotil dapat disebabkan oleh perbedaan proses
lignifikasi pada setiap jaringan tumbuhan. yaitu proses penebalan struktur lignin secara fisik dan
kimia yang dapat menyebabkan perubahan struktur menjadi kaku dan keras (Campbell, 2012).
Proses tersebut tidak terjadi secara bersamaan karena dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Oleh karena itu terjadi perbedaan kekerasan pada batang tumbuhan.
Selain itu, sejalan dengan pernyataan Suryanto (2016) bahwa kandungan lignin pada sel pada
tiap tumbuhan bervariasi, bahkan pada bagian di dalam tanaman yang sama, sehingga terjadi
variasi pada struktur batang yaitu lunak hingga keras.
Pada tahapan ketiga dilakukan kegiatan pengamatan pada jenis tumbuhan yang termasuk
dalam ketegori cukup mudah disayat, mudah disayat, dan sangat mudah disayat, dari 10 jenis
tumbuhan diketahui 6 jenis tumbuhan yang termasuk dalam kategori tersebut (Tabel 4.2).
Berdasarkan hasil penilaian dosen validator mengenai kalayakan preparat diketahui bahwa
terdapat empat preparat yang sangat layak untuk direkomendasikan dan dua preparat layak untuk
direkomendasaikan.
Pengamatan pada preparat menggunakan tiga jenis mikroskop yaitu Mikoroskop cahaya
Monokuler XSP-12 berbantuan kamera handphone xiaomi note 3 pro perbesaran 16x10.
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil penilaian dosen validator, kejelasan dan kontras warna
keenam preparat dapat dilihat dengan jelas.
Kegiatan pengamatan ini dilakukan dengan dua metode, yaitu metode tanpa pewarnaan dan
metode dengan pewarnaan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat kualitas kejelasan jaringan
tumbuhan baik sebelum diwarnai maupun setelah pewarnaan. Hasil kegiatan menunjukkan
bahwa pengamatan preparat dengan pewarnaan dan tanpa pewarnaan memiliki kualitas
penampakan yang baik. Namun, dalam hal ini metode pewarnaan lebih diajurkan, hal tersebut
dikarenakan pewarnaan dapat membantu membedakan jaringan pembuluh dengan jaringan
lainnya. Pewarnaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas preparat
(Wahyuni, 2015).
Pewarnaan menyababkan terjadi perbedaan warna pada preparat, hal tersebut menunjukkan
perbedaan kemampuan penyerapan zat warna pada setiap jaringan. Pewarna yang digunakan
pada kegiatan ini adalah safranin 1% yang larut dalam alkohol 50%. Menurut National Center
for Biotechnology Informastion (2017) Safranin merupakan zat warna yang berwarna merah,
termasuk dalam senyawa kimia organik yang bersifat netral, dapat mewarnai lignin menjadi
warna merah. Adapun lignin merupakan senyawa organik kimia nonpolar yang terdiri atas gugus
metoksil, hidroksil fenolik dan aldehida (Evert, 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan warna pada jaringan, yaitu merah muda,
merah gelap dan oranye. Perbedaan warna pada preparat tersebut dipengaruhi oleh kandungan
lignin pada sel-sel jaringan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Srebotnil dan Kurt
(1994) dan Khalil (2006) yang menyatakan bahwa suatu sel yang memiliki kandungan lignin
yang tinggi, akan berubah warna menjadi merah muda hingga merah gelap setelah diberi
safranin. Sebaliknya, suatu sel yang memiliki sedikit kandungan lignin akan berubah warna
menjadi orange kemerah-merahan.
Revan (2002) menyatakan bahwa jaringan yang banyak mengandung lignin adalah
skerenkim. Skerenkim dibedakan menjadi dua jenis yaitu serat dan skereid. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa jaringan yang memiliki unsur serat atau unsur skereid
akan berwarna merah muda atau merah gelap ketika diwarnai dengan safranin. Berdasarkan hasil
pengamatan, penampakan preparat yang menunjukkan warna merah muda dan merah gelap
terdapat pada bagian jaringan pembuluh. Jaringan pembuluh terdiri atas xilem dan floem yang
merupakan jaringan majemuk. Xilem terdiri atas unsur serat dan unsur skereid, sedangkan floem
terdiri atas unsur tapis, unsur pengiring dan parenkim floem. Keberadaan xilem dalam jaringan
pembuluh menyebabkan jaringan pembuluh dapat terwarnai menjadi warna merah muda dan
merah gelap setelah diberi pewarna safranin.
Selain sel pada jaringan pembuluh, sel lain juga tampak terwarnai oleh safranin. Hal tersebut
dapat dikarekan pada sel tersebut juga terdapat lignin. Dinding sel pada jaringan Epidermis
disusun oleh selulosa, pektin, polisakarida yang bukan merupakan selulosa dan hemiselulosa,
dan kadang-kadang berlignin. Sedangkan jaringan parenkima, kolenkima, dan skelerenkima
dinding selnya disusun oleh pektin, selulosa, hemiselulosa dan kadang berlignin. Sel-sel yang
tersusun berdampingan dengan sel-sel dari jaringan epidermis adalah sel-sel kolenkima yang
merupakan modifikasi dari sel-sel parenkima (penebalan dinding selulosa), umumya memiliki
bentuk sel berupa prisma atau bias panjang seperti serat dengan ujung runcing. Adapun sel
skerenkima berkembang dari modifikasi sel kolenkima dengan dinding sel yang tebal dan
panjang, merupakan sel mati dan berfungsi sebagai penguat. Diantara ketiga jaringan tersebut,
hanya jaringan skelerenkim yang mengalami penebalan pada lignin dan membentuk dinding
sekunder. Ketiga sel-sel tersebut kemudian disebut jaringan korteks. Jaringan endodermis
disusun oleh lignin, suberin, pati dan selulosa (Fahn, 1995).
Berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa struktur sel
pada jaringan mempengaruhi kemudahan penyayatan pada batang. Terlihat pada kegiatan
pengamatan, hampir seluruh warna preparat pada tumbuhan Ixora maxima dan Bougainvillea
spectabilis tampak merah gelap dibandingkan dengan warna preparat lain. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada batang tumbuhan tersebut terdapat kandungan lignin yang tinggi.
Lignin yang berfungsi memberi kekakuan pada sel jaringan tumbuhan dapat menjadi salah satu
penyebab batang tumbuhan sulit untuk disayat. Selain itu, jaringan epidermis juga diperkirakan
dapat menjadi penyebab batang tumbuhan dapat dengan mudah atau sulit disayat. Evert (2006)
menyatakan bahwa jaringan epidermis dapat terdiri atas selapis atau beberapa lapis sel, memiliki
derivat, sel penjaga dan memiliki sel skelerenkim sehingga dapat berfungsi secara mekanik.
Adanya skelerenkim pada jaringan epidermis ditunjukkan oleh warna merah gelap pada preparat
batang tumbuhan. Gambar preparat keenam tumbuhan tersebut juga menunjukkan perbedaan
ketebalan dan kerapatan lapisan sel epidermis. Pada gambar preparat Ixora maxima,
Bougainvillea spectabilis, Miriabilis jalapa dan Eclipta prostate yang termasuk kategori
tumbuhan yang cukup mudah disayat menunjukkan sel pada epidermis yang sangat rapat,
sedangkan pada gambar preparat Catharanthus roseus yang termasuk tumbuhan mudah disayat
dan Acalypha siamensis yang termasuk tumbuhan yang sangat mudah disayat menunjukkan sel
epidermis yang tidak terlalu rapat sehingga dapat dilihat dengan jelas lapisan sel pada jaringan
epidermis.
Berdasarkan ketiga tahapan pelaksanaan penelitian menunjukkan bahwa jenis tumbuhan
dikotil yang dapat direkomendasikan sebagai bahan dalam kegiatan praktikum pengamatan
anatomi jaringan adalah Ixora maxima, Acalypha siamensis, Catharanthus roseus, Bougenville
spectabilis, Miriabilis jalapa dan Eclipta prostate.
Implementasi dalam Kurikulum 2013
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi oleh guru mengenai
jenis tumbuhan yang dapat digunakan dalam kegiatan pengamatan anatomi tumbuhan, sehingga
dapat menunjang pencapaian Kompetensi Dasar (KD) 3.3 dan KD 4.3 mengenai menganalisis
keterkaitan antara struktur sel pada jaringan tumbuhan dengan fungsi organ pada tumbuhan dan
4.3 yaitu Menyajikan data hasil pengamatan struktur jaringan dan organ pada tumbuhan.
Hasil penelitian ini merekomendasikan 6 jenis tumbuhan yang dapat digunakan dalam
kegiatan pengamatan anatomi batang tumbuhan dikotil dengan indikator tumbuhan tersebut
mudah disayat dan preparat batang menunjukkan menampang yang jelas. Untuk lebih jelasnya,
pada penelitian ini telah dipaparkan kriteria bagian batang tumbuhan yang baik untuk disayat,
sehingga apabila keenam tumbuhan yang direkomendasikan tidak tersedia, guru dapat mencari
alternatif tumbuhan lain dengan mengacu pada kriteria tersebut. Selain itu, pada pelaksanaan
penelitian ini juga dipaparkan metode penyayatan dan pewarnaan yang baik digunakan dalam
kegiatan pengamatan. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru dan
dapat mempermudah guru membuat preparat batang tumbuhan dikotil.
Kegiatan praktikum anatomi tumbuhan diupayakan dapat membantu peserta didik
memenuhi tuntutan kurikulum 2013 yang menerapkan pendekatan saintifik dalam proses
pembelajaran. Pendekatan saintifik berbasis pada kerja ilmiah yang meliputi kegiatan
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta (Permendikbud, 2016).
Kegiatan praktikum baik secara langsung maupun tidak langsung telah menunjang ketercapaian
kegiatan pembelajaran pada KD 3.3 dan 4.3 untuk memenuhi tuntutan pendekatan saintifik
kurikulum 2013. Hal tersebut dapat diketahui dari aktifitas pada kegiatan praktikum yang sesuai
dengan pendekatan saintifik, diantaranya yaitu mengamati, mencoba, menalar, menyaji.
Kegiatan pengamatan dapat menunjang pelaksanaan pembelajaran berbasis saintifik, yaitu
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengamati anatomi batang. Selanjutnya,
kemampuan menalar peserta didik dilatih melalui kegiatan mengaitkan informasi yang diperoleh
dari pengamatan dengan informasi yang diperoleh dari sumber lain. Setelah itu hasil pengamatan
dan penelusuran terkait materi akan disajikan dalam presentasi oleh peserta didik, baik dalam
bentuk portopolio, poster dan sebagainya. Pembuatan media presentasi yang dibuat oleh peserta
didik dapat dikategorikan sebagai kemampuan mencipta dalam pendekatan saintifik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa jenis tumbuhan
yang dapat direkomendasikan sebagai bahan kegiatan pengamatan tumbuhan untuk meteri
struktur anatomi batang tumbuhan dikotil adalah merupakan tumbuhan yang dapat diasumsikan
sebagai tumbuhan yang mudah ditemukan, memiliki struktur batang yang baik untuk disayat,
yaitu tidak lunak dan tidak keras dan memiliki anatomi yang mudah diamati menggunakan
mikroskop. Adapun pada hasil penelitian direkomendasikan 6 tumbuhan dikotil yaitu
Catharantus roseus, Acalypha Siamensis, Ixora maxima, Miriabilis japala, Ecalipta prostate dan
Bougenville spectabilis.
Penutup
Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam proses penelitian terutama kepada pembimbing. Peneliti berharap agar kiranya
hasil penelitian ini dapat membantu segenap civitas akademik untuk meningkatkan proses
pembelajaran yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Campbell, et.all. 2012. Biologi Edisi 2 Kedelapan Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga
Evert, F. Ray. 2006. Esau’s Anatomy of Seed Plants,3th ed. New York: John Wiley & Sons.
Fahn, A, 1995. Anatomi Tumbuhan. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press
Hamidah, Afreni. 2014. Persepsi Siswa tentang Kegiatan Praktikum Biologi di Laboratorium SMA Negeri
Se-Kota Jambi. Jurnal Sainmatika 8 (1), 49-59.
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia.
2017.
KBBI
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Praktikum. Diakses pada 2 Mei 2017.
Daring
(online).
Khalil H.P.S. Abdul et.al. 2008. Chemical Compotition, Anatomy, Lignin Distribution, and Cell Wall
Structure of Malaysian Plant Waste Fibers. Jurnal BioResourse 1(2), 220-232
Muladi, Sipon. 2013. Diktat Kuliah Teknologi Kimia Kayu Lanjutan. Samarinda: Universitas
Mulawarman Samarinda
National Center for Biotechnology Informastion. 2017. PubChem Compound Database;
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Safranin_bluish. (accessed Agust. 9, 2017)
Permendikbud. 2016. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
Permendikbud. 2016. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016
Tentang Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada
Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Raven, Peter H., & George B. Johhson. 2002. Biology Sixth Edition. New York: The McGraw Hill
Companies
Rianawaty,
Ida.
2010.
Biology
2
for
Junior
High
School
Year
VIII.
https://idarianawaty.files.wordpress.com/2011/07/struktur-tubuh-tumbuhan.pdf diakses pada 25
Agustus 2017
Sobiroh, Arbain. 2006. Pemanfaatan Laboratorium untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa
Kelas 2 SMA Se-Kabupaten Banjarnegara Semester 1 Tahun 2004/2005. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Solomon, J., “The Social construction of school science”, Doing Science: Science Education, Ed. Millar,
R. (Falmer, 1989).
Srebotnik, Ewald., & Kurt Messner. 1994. A Simple Method That Uses Differential Staining and Light
Microscopy To Assess the Selectivity of Wood Delignification by White Rot Fungi. Applied and
Environmental Microbiology 60(4), 1383-1386.
Steenis, C.G.G.J, Van. et al. 2008. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: PT. Percetakan Penebar
Swadaya.
Sugiharto, Bowo. 2011. Konsepsi Guru IPA Biologi SMP Se-Surakarta tentang Hakikat Biologi sebagai
Sains. Prosiding Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi 8 (1), 406-411.
Sumanto. 2014. Teori dan Aplikasi Metode Penelitian. Jakarta: PT. Buku Seru.
Suryanto, Heru. 2016. Review Serat Alam: Komposisi, Struktur, dan Sifat Mekanis (online).
https://www.researchgate.net/publication/309421383. Diakses pada 2 Mei 2017.
Wahyuni, Sri. 2015. Identifikasi Preparat Gosok Tulang (Bone) Berdasarkan Teknik Pewarnaan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015 : Universitas Muhammadiyah Malang.
Widodo, A., & Ramdhaningsih, V. 2006. Analisis Kegiatan Praktikum Biologi dengan Menggunakan
Video. Metalogika. 9 (2), 146-158.
Yeung, E. 1998. A beginner’s guide to the study of plant structure. Tested studies for laboratory teaching
(ABLE Proceedings), 19(9), 125-142.