Materi Biologi Perairan KSEP PLANKTON AI

Materi Biologi Perairan KSEP
27 Desember 2003

PLANKTON AIR TAWAR
‰

Pengertian Plankton
-

Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887. Kata
plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengembara (Sulistiawati, 1982:
Sachlan, 1987).

-

Menurut Nontji (1987), plankton adalah organisme (baik hewan maupun tumbuhan)
yang hidup melayang atau mengambang di perairan, kemampuan geraknya kalaupun
ada sangat terbatas sehingga organisme tersebut selalu terbawa arus.

-


Sedangkan Odum (1994) menyatakan bahwa plankton adalah organisme yang
mengapung di perairan dan pergerakannya kurang lebih tergantung pada arus, secara
keseluruhan plankton tidak dapat bergerak melawan arus.

‰

Klasifikasi Plankton
Dalam klasifikasi biologi, plankton dikelompokkan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu

a. Fitoplankton, merupakan tumbuhan. Sering disebut plankton nabati. Sel tubuh
mengandung

klorofil

sehingga

merupakan

organisme


autotrof

yang

mampu

berfotosintesis secara langsung dan merupakan penyumbang makanan alami pada
kehidupan perairan (Nybakken, 1988). Fitoplankton ditemukan hanya pada kedalaman
tertentu yang memiliki penyusupan sinar yang cukup untuk fotosintesis (Michael, 1994).
b. Zooplankton, ditemukan pada semua kedalaman atau lapisan air, karena mereka memiliki
kekuatan untuk bergerak, yang meskipun lemah tetapi dapat membantunya untuk naik
atau turun (Michael, 1994).

1

‰

Penggolongan Plankton
Berdasarkan daur hidupnya plankton dibedakan menjadi :


a. Holoplankton,
yaitu organisme yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik. Jika larva suatu
organisme berasal dari induknya yang planktonik, maka jika larva itu bermetamorfosis
menjadi organisme muda dan kemudian menjadi organisme dewasa maka organisme
tersebut akan tetap sebagai plankton.

Contoh : bermacam udang kecil → udang plankton atau euphausiid shrimp, udang rebon,
Cladocera, Ostracoda, Copepoda (kutu laut), ubur-ubur, Siphonophora dan Ctenophora.
b. Meroplankton,
yaitu organisme yang hanya sebagian dari daur hidupnya bersifat planktonik, yang
termasuk meroplankton adalah hewan laut yang stadium dewasanya hidup sebagai bentos
atau nekton.
Contoh : larva cacing Polychaeta, larva cacing Lanice, larva udang Caridea, larva
kerang dan keong, larva Echinodermata.
Sedangkan Michael (1994), membagi plankton dalam 5 golongan besar berdasarkan
ukurannya, yaitu :

a. Ultrananoplankton, yaitu plankton yang berukuran < 2 μm. contoh : Diatom, bakteri.

b. Nanoplankton, yaitu plankton yang berukuran 2 μm s.d. 20 μm. Contoh : Flagellata.


c. Mikroplankton, yaitu plankton yang berukuran 20 μm s.d. 200 μm. Contoh : sebagian
besar plankton, Foraminifera, Rotifera, Ciliata, larva Copepoda.

d. Mesoplankton, yaitu plankton yang berukuran 200 μm s.d. 2000 μm. Contoh : Cladocera
dan Copepoda.

e. Megaplankton, yaitu plankton yang berukuran lebih dari 2000 μm. Contoh : Scyphozoa.
(Ket : 1 mm = 1000 μm)

Menurut Tjitrasoma (1986), fitoplankton termasuk golongan algae & diperkirakan
ada 30.000 jenis algae yang tumbuh di bumi.
Selain mempunyai klorofil, plankton juga mempunyai pigmen tambahan yang dapat
menutupi klorofil. Kandungan pigmen ini menjadi dasar dalam klasifikasi plankton.
Berdasarkan pigmen yang dominan, algae dibedakan atas 7 divisi, tetapi hanya 5
divisi yang hidup sebagai plankton yaitu : Chlorophyta (alga hijau), Cyanophyta (alga biru
2

hijau),


Euglenophyta,

Chrysophyta

(alga

coklat

keemasan),

dan

Pyrhophyta

(Dinoflagellata). Sedangkan Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah )
sebagian besar anggotanya adalah makro alga yang hidup menempel pada substrat (Bradt &
Pritchard, 1984; Tjitrasoma, 1986).
a. Divisi Chlorophyta (alga hijau)
-


Meliputi 8.000 jenis, 87 % hidup di air tawar dan sisanya 13 % hidup di air laut.

-

Pigmen : klorofil a,b; β-karotin (Bradt & Pritchard, 1984).

-

Habitat : air tawar, air laut, air payau dan teresterial.

-

Contoh : Chlamydomonas, Spirogyra, Volvox, Scenedesmus, Ankistrodesmus,
Hydrodiction, Ulothrix, Zygnema, Pediastrum, Sorastrum, dll.

b. Divisi Cyanophyta (alga biru hijau)
-

Beranggotakan 1.500 jenis & umumnya berwarna hijau kebiruan yang disebabkan
oleh adanya pigmen fikosianin, klorofil dan karotin serta kadang-kadang fikoeritrin

(Tjitrasoma, 1986).

-

Pigmen : klorofil a, c, phycocianin, allophycocianin, β-carotin dan beberapa xantofil.

-

Habitat : air tawar, air laut, air payau dan teresterial.

-

Contoh : Chroococcus, Microcystis, Anabaena, Lyngbya, Gleocapsa, Nostoc,
Oscillatoria, Spirulina, Merismopedia, Anacystis, dll.

c. Divisi Euglenophyta (Euglena).
-

Merupakan kelompok algae yang mempunyai flagellata yang primitif dan memiliki
bentuk peralihan antara hewan dan tumbuhan.


-

Beberapa dari divisi ini memiliki klorofil a & b; β- karotin juga beberapa xantofil,

tetapi kebanyakan tidak berklorofil (Bradt & Pritchard, 1984).
-

Habitat : air tawar, air laut, air payau dan teresterial.

-

Contoh : Euglena, Trachelomonas, Phacus, Hyalophacus, Colacium, Astasia,
Eutreptia.

d. Divisi Chrysophyta (alga emas dan kuning hijau).
-

Algae ini sering disebut algae coklat keemasan karena selnya mengandung pigmenpigmen kuning karotenoid, termasuk pigmen coklat fukosantin.


-

Habitat : air tawar, air laut, air payau dan teresterial.

3

-

Contoh : Ochromonas, Tribonema, Navicula, Nitschia, Stauroneis, Thalassiosira,
Pinnularia, Rivularia, Amphora, Melosira, Pleurosigma, Rhizosolenia, Chaetoceros,
dll.

e. Divisi Pyrhophyta (Dinoflagellata).
-

Divisi ini terdiri dari 1.100 jenis.

-

Anggota divisi ini dikenal sebagai Dinoflagellata.


-

Pigmen

: klorofil a & c; β- karotin, beberapa xantofil, peridinin, neoperidinin,

dinosantin, neodinosantin, & diatosantin (Bold & Wynne, 1978).
-

Habitat : air tawar, air laut, air payau.

-

Contoh : Peridinium, Dinophysis, Ceratium, Noctiluca, Amphidinium, dll.
Pada dasarnya kehidupan plankton sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,

termasuk faktor fisika & kimia perairannya. Faktor fisika mencakup kecepatan arus,
kecerahan, suhu, warna, bau & rasa. Sedangkan faktor kimia mencakup pH, oksigen terlarut,
CO2, fosfat, nitrat, amoniak, garam-garam mineral, dan salinitas (Sachlan, 1984). Faktorfaktor tersebut sangat menentukan jenis, kesuburan serta sifat perairan tersebut. Kesuburan

dan sifat suatu perairan juga dapat dilihat dari jenis & populasi plankton yang ada di perairan
tersebut (Djuhanda, 1980).
‰

Plankton sebagai Bioindikator
Walker (1981), menyatakan bahwa organisme yang digunakan sebagai bioindikator

pada perairan ialah organisme yang dapat memberikan respon terhadap sedikit banyaknya
bahan pencemar. Meningkatnya

populasi organisme tersebut akan menunjukkan bahwa

perairan tersebut tercemar.
Menurut Suriawiria (1990), jumlah plankton yang digunakan sebagai indikator
pencemaran air ada kurang lebih 500 jenis mikroalgae, antara lain :
♦ Alage biru hijau (Cyanophyta).

Kelompok ini dapat menjadi penyebab timbulnya lendir pada air (Anacystis, Oscillatoria,
Phormidium), mengubah warna air (Anacystis, Oscillatoria), perkaratan (Oscillatoria),
dan menghasilkan racun (Anabaean dan Microcystis).

4

♦ Algae hijau (Chlorophyta).
Beberapa algae ini dapat menyebabkan perubahan warna (Chlorella, Cosmarium),
menghasilkan lendir (Chaetophora, Spirogyra, Tetraspora), dan perlunakan air
(Cosmarium, Scenedesmus).

♦ Flagellata.

Kelompok ini dapat menurunkan kualitas air karena menghasilkan lendir (Euglena),
mengubah warna (Ceratium, Chlamydomonas, Euglena), & menyebabkan korosi
(Euglena).
Beberapa contoh plankton yang dapat dijumpai dalam perairan yang bersih, a.l. :

• Chrysococcus rufescens

• Dinobryon sp

• Entophysalis lemaniae

• Rhodomonas lacustris

• Cocconeis placentala
• Cyclotella ocellata

• Melosira islandica

Beberapa contoh mikroalgae yang merupakan indikator pencemaran adalah :
Genera :

Spesies :

• Oscillatoria

• Euglena viridis

• Navicula

• Oscillatoria lauterbonii

• Euglena

• Chlorella

• Chlamydomonas
• Nitschia

• Stigedonium
• Phormidium

• Scenedesmus
• Arthrospira
• Spyrogyra

• Microcystis
• Anabaena

• Nitschia palea

• Oscillatoria putrida

• Oscillatoria chlorina

• Anabaena constricta
• Lepocinclis texta

• Microcystis aeruginosa

• Aphamizomenon flos-aquae
• Navicula cryptocephala
• Microcoleus vaginalis
• Schizothrix calcicola

• Gomphonema parvulum

5

Alat :
1. Plankton Net No. 25
2. Ember 5 L
3. Botol Sampel/botol film
4. Pipet Tetes
5. Sedgwick/Object glass + cover glass
6. Mikroskop
7. Buku identifikasi
8. Label
Bahan :
Formalin 4% + CuSO4 atau lugol
Cara Kerja :
1. Tentukan stasiun pengambilan sampel meliputi daerah tepi kiri, tengah dan kanan.
2. Masukkan air sebanyak 100 L dengan mengunakan ember 5 L ke dalam plankton net
sebanyak 20 kali.
3. Semprotkan aquadest dengan menggunakan botol semprot ke kain plankton net dari arah
luar untuk mendapatkan plankton yang mungkin tertinggal di jaring plankton net.
4. Sampel yang tertampung di dalam bucket dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi 3
tetes formalin 4 % dan 1 tetes larutan CuSO4. Beri label pada botol sampel dan tulis
stasiun, titik & waktu pengambilan.
5. Bilas plankton net dengan air sampai bersih, lalu keringkan di tempat yang sejuk.

Untuk identifikasi jenis-jenis plankton :
1. Ambil air sampel dengan menggunakan pipet tetes dan masukkan ke dalam Sedgwick
(usahakan jangan sampai ada rongga udara).
2. Periksa sampel di bawah mikroskop, mulai dari sudut pandang sebelah kanan, kemudian
digeser ke kiri, lalu ke bawah, ke sebelah kanan, ke bawah, ke kiri, dst.
3. Jenis plakton yang ditemukan dicatat, digambar, dan dihitung jumlahnya. Plankton yang
ditemukan diidentifikasi menggunakan buku identifikasi.
4. Lakukan analisis data yang meliputi kelimpahan, Frekuensi, Dominansi, Indeks
Keanekaragaman, Indeks Kemerataan, Indeks Kesamaan dan analisis Cluster.
6

⁄ Pengertian Bentos

MAKROZOOBENTOS

Bentos merupakan organisme yang hidupnya di dasar suatu perairan.

Bentos

dibedakan menjadi 2 bagian yaitu zoobentos (hewan) dan fitobentos (tumbuhan). Menurut
Barnes dan Mann (1980) dalam Mulyadi (1999), berdasarkan ukurannya hewan bentos
(zoobentos) dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :
- makrozoobentos berukuran lebih dari 1 mm,
- meiobentos yang berukuran antara 0,1 – 1 mm, dan
- mikrobentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm.

⁄ Penggolongan Makrozoobentos

Makrozoobentos adalah semua jenis hewan yang berukuran makroskopis dan tidak
bertulang belakang (invertebrata) (Untung dkk, 1996), yang sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang
(Kendeigh, 1980; Odum, 1993; Rosenberg dan Resh, 1993 dalam Ardi, 2002). Selanjutnya
Slack et al (1973) dalam Ardi, (2002) dan Untung (1996) menyatakan bahwa yang tergolong
makrozoobentos adalah hewan-hewan yang dapat dilihat secara visual dan tertahan pada
saringan yang berukuran pori 200 sampai 500 mikrometer (µm).
Berdasarkan keberadaannya di dasar perairan, maka makrozoobentos dibagi menjadi
2 kelompok yaitu (Barnes and Hughes, 1999; Nybakken, 1997) :
- yang hidupnya di dasar perairan disebut epifauna (seperti Crustacea dan larva serangga)
- makrozoobentos yang hidup terpendam di dalam dasar perairan disebut infauna (seperti
Bivalva dan Polychaeta).
Sebagai organisme dasar perairan, bentos mempunyai habitat yang relaitf tetap.
Dengan sifatnya yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan subtrat tempat
hidupnya sangat mempengaruhi komposisi dan kelimpahannya. Komposisi maupun
kelimpahan makrozoobentos bergantung pada toleransi atau sensitivitasnya terhadap
perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas
habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif
stabil, komposisi dan kelimpahan makrozoobentos relatif tetap (APHA, 1992).
Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozoobentos berdasarkan
kepekaannya terhadap pencemar karena bahan organik, yaitu :
7

- kelompok intoleran. Organisme intoleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan
berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai pada
perairan yang kaya akan bahan organik serta sangat peka terhadap penurunan kualitas
peraian. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Ephemeroptera, Trichoptera,
Coleoptera dan Plecoptera.
- Kelompok fakultatif. Organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup
pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme
intoleran. Mekipun organisme ini dpat bertahan hidup di perairan yang banyak bahan
organik, namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkunga. Termasuk ke dalam kelompok
ini adalah Odonata, Gastropoda, Diptera dan Crustacea.
- Kelompok toleran. Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan
berkembang dalam kisaran lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai di
perairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap
berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang
tercemar oleh bahan oganik. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah Tubificidae.

⁄ Peranan Makrozoobentos di perairan

Di samping penting sebagai sumber makanan alami ikan, bentos juga memegang
beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi
material organik yang masuk ke perairan (Lind, 1985), serta menduduki beberapa tingkat
tropik dalam rantai makanan (Odum, 1993).
Menurut Ardi (2002), hewan bentos membantu mempercepat proses dekomposisi
materi organik.

Hewan bentos terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat

menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke
dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah
mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan.
Adapun organisme yang termasuk makrozoobentos antara lain adalah :
- larva Plecoptera (“stonefly”)

- larva Diptera

- larva Trichoptera (“caddisfly”)

- Decapoda

- larva Ephemeroptera (“mayfly)

- Mollusca (siput dan kerang)

- Plathyhelminthes (cacing pipih)

- Isopoda

- larva Odonata (capung)

- Nematoda
8

- Crustacea (udang-udangan)

- Pelecypoda

- Hydracarina (laba-laba air)

- Polychaeta

- larva Hemiptera (kepik),

- Hirudinae (lintah)

- Coleoptera (kumbang)

- Oligochaeta (cacing)

Taksa-taksa tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam komunitas
perairan karena sebagian daripadanya menempati tingkatan tropik kedua ataupun ketiga.
Sedangkan sebagian yang lain mempunyai peranan yang penting di dalam proses mineralisasi
dan pendaurulangan bahan-bahan oganik, baik yang berasal dari perairan maupun dari
daratan (Janto et al, 1981 dalam Ardi, 2002).

Analisis Data Biologi :
ƒ

Kelimpahan
Menurut Misra (1973) dan Braver & Zar (1977), rumus kelimpahan adalah :
Jumlah individu satu jenis pada plot
K =
Luas area
Kelimpahan suatu jenis
Kelimpahan Relatif =

X 100 %
Total nilai kelimpahan seluruh jenis

ƒ

Frekuensi ( F )
Jumlah plot yang dijumpai jenis tertentu
F=
seluruh plot transek
Frekuensi untuk suatu jenis
Frekuensi Relatif =

ƒ

X 100 %
Total nilai frekunsi untuk semua jenis

Nilai Dominansi
Nilai dominansi diperoleh dengan rumus :
D = K + F
dimana :
D = Nilai Dominansi
K = Nilai Kelimpahan

ƒ

F = Nilai Frekuensi
Indeks Keanekaragaman (Diversity Indeks).
9

- Digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati biota yang akan diteliti.
- Bila nilai indeks semakin tinggi, berarti komunitas biota perairan itu makin beragam dan
tidak didominansi oleh satu atau dua takson saja (Romimohtarto, 1999).
- Indeks Diversitas dihitung berdasarkan formulasi yang diadopsi oleh Shannon-Weiner
(1963, dalam Romimohtarto, 1999) :
H1 = −∑ pi ln pi

ni
pi =
N

dimana :
H1 = Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Jika :
1. H1 < 1, maka komunitas dalam kondisi tidak stabil.
2. 1 < H1 < 3, maka komunitas dalam kondisi moderat.
3. H1 > 3, maka komunitas dalam kondisi baik
Shannon-Weiner (1963 dalam Indarjo, 1997)
ƒ

Indeks Kemerataan (Evennes Indeks)
-

Digunakan untuk mengetahui pola penyebaran individu tiap jenis, apakah merata atau
tidak.

-

Bila nilai indeks kemerataan tinggi, ini menandakan bahwa kandungan setiap taxon
(jenis) tidak mengalami perbedaan.

-

Nilai indeks kemerataan adalah 0 – 1.

-

Indeks Kemerataan ini dihitung berdasarkan rumus dari Pielou :
H1
E =
H max

dimana :
E

= Indeks Keseragaman

H1

= Indeks Keanekaragaman

H max

= Keragaman maksimum

S

= Jumlah jenis / marga

10

Gambar 1. Kelompok-kelompok organisme makrozoobentos berdasarkan
kepekaannya terhadap bahan-bahan pencemar.
(Sumber : Mackentum, 1960 dalam Ravera, 1979)

Wilhm (1975) menyatakan bahwa jumlah spesies intoleran, fakultatif dan toleran
dapat digunakan untuk menunjukkan pola atau keadaan daerah aliran suatu perairan. Perairan
yang tidak tercemar atau bersih memperlihatkan keseimbangan komunitas makrozoobentos.
Pada perairan tersebut hidup spesies dari kelompok intoleran yang diselingi spesies dari
11

kelompok fakultatif dan tidak ada spesies dari kelompok tertentu yang

mendominasi.

Perairan yang tercemar sedang memperlihatkan adanya pengurangan atau hilangnya spesies
dari kelompok intoleran dan bertambahnya spesies dari kelompok fakultatif serta spesies dari
kelompok toleran yang mulai mendominasi.
Pada perairan tercemar terlihat adanya pembatasan jumlah spesies dalam komunitas
makrozoobentos. Pada perairan ini kelompok fakultatif dan intoleran mulai hilang diganti
dengan kelompok toleran dalam jumlah yang banyak serta banyaknya bahan organik di
dalam perairan. Hilangnya semua spesies makrozoobentos kecuali oligochaeta dan organisme
yang biasa mengambil oksigen dari udara merupakan indikasi perairan telah tercemar berat.

A.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Makrozoobentos
Struktur komunitas zoobentos dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan abiotik

dan

biotik.

Secara

abiotik,

faktor

lingkungan

yang

mempengaruhi

keberadaan

makrozoobentos adalah faktor fisika dan kimia lingkungan perairan, meliputi penetrasi
cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air, kecepatan arus, substrat dasar, oksigen terlarut,
kandungan ion hidrogen (pH), dan nutrien. Sedangkan secara biologis, diantaranya interaksi
spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas (Tudorancea et
all, 1979). Secara skematis, Hawkes (1978) memgemukakan 14 faktor yang mempengaruhi
keberadaan hewan bentos di perairan (Gambar 2), sembilan di antaranya merupakan faktor
penentu kualitas perairan.
1. Faktor Fisika
a. Suhu dan cahaya
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya
matahari yang diserap badan air akan menghasilkan panas di perairan (Odum, 1993). Di
perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di
dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan yang
dangkal.
Suhu air berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan
biota akuatik (Sverdrup, 1946 dalam Siregar, 1998). Pengaruh langsung yang ditimbulkan
adalah kematian, menghambat pertumbuhan, metabolisme dan respirasi. Sedangkan pengaruh
tidak langsung adalah meningkatnya daya tahan akumulasi terhadap zat-zat kimia, serta
12

penurunan oksigen dalam air. Selain itu suhu juga berpengaruh langsung terhadap struktur
komunitas dan pola penyebaran organisme dalam suatu perairan (Hutagalung, 1988).

13

Selanjutnya United State Departement of Interior (1970) dalam Siregar (1998) menyatakan
bahwa suhu juga dapat merubah jumlah spesies dalam suatu komunitas serta dapat
menimbulkan ledakan populasi dari suatu spesies. Hal ini menurut Welch (1952) disebabkan
kisaran toleransi setiap jenis organisme terhadap suhu berbeda-beda.
Arinardi (1981), menyatakan bahwa pada umumnya organisme perairan akan mati
pada kenaikan temperatur 3 oC – 5 oC di atas temperatur maksimum perairan di sekitarnya.
Sedangkan kenaikan temperatur 2 oC – 3 oC akan mengakibatkan organisme mengalami stres.
Menurut Hawkes (1978), suhu yang tidak melebihi 30 oC tidak akan berpengaruh drastis
terhadap makrozoobentos. Sedangkan suhu kritis (lethal temperature) yang dapat
menyebabkan kematian pada makrozoobentos adalah berkisar antara 35 oC – 40 oC (Welch,
1980).
b.

Kekeruhan, warna, dan padatan tersuspensi
Faktor-faktor kekeruhan, warna dan padatan tersuspensi pada umumnya dapat

mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke perairan. Hal ini akan mengakibatkan
menurunnya produktifitas primer dari alga dan makrofita. Dengan demikian, hal tersebut
akan mempengaruhi makrozoobentos yang secara langsung maupun tidak langsung
memerlukan alga dan makrofita sebagai bahan makanan. Kekeruhan juga mempengaruhi
hubungan mangsa-pemangsa dengan mengurangi kemampuan pemangsa yang mengandalkan
penglihatannya dalam mencari mangsa (Hawkes, 1979).
Kekeruhan air biasanya dipengaruhi oleh bahan-bahan tersuspensi seperti lumpur,
pasir, bahan organik dan anorganik, plankton dan mikroorganisme (Boyd, 1982). Perairan
yang keruh tidak disukai oleh organisme air karena mengganggu sistem pernafasan sehingga
menghambat pertumbuhan dan perkembangan, terlebih untuk hewan bentos (Mason, 1981).
Padatan tersuspensi memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kehidupan biota air. Pengaruh langsung adalah terganggunya proses
respirasi serta menyebabkan hewan mudah terinfeksi. Pada konsentrasi tinggi, partikel
tersuspensi akan mempengaruhi mekanisme penyerapan makanan dari invertebrata serta
kebiasaan mencari makanannya. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menyebabkan
14

kekeruhan yang akan membatasi proses fotosintesis, sehingga menurunkan produktifitas
primer (Henry, 1989).
c.

Kecepatan Arus
Organisme akuatik yang hidup pada suatu substrat membutuhkan arus yang dapat

membawa makanan, oksigen, garam-garam dan organisme kecil untuk kelangsungan
kehidupannya. Kecepatan arus berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap
pembentukan komposisi komunitas bentos (Hawkes, 1979).
Odum (1971) menyatakan bahwa pada air mengalir terdapat dua zona utama yaitu
zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras merupakan zona dangkal dengan kecepatan
arus tinggi yang menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas
sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang beradaptasi khusus atau
organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegang kuat pada dasar yang padat.
Zona air tenang merupakan bagian air yang dalam dimana kecepatan arus sudah
berkurang, dimana lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar, sehingga
dasarnya lunak. Zona ini tidak sesuai untuk bentos permukaan, tetapi cocok untuk organisme
meliang, nekton dan beberapa plankton.
Macan (1978) dalam Hadiati (2000) mengelompokkan sungai berdasarkan
kecepatan arusnya menjadi 5 kelompok yaitu: 1). Sungai berarus sangat cepat, dengan
kecepatan lebih dari 1 m/det, 2). Sungai berarus cepat, dengan kecepatan antara 0,5 – 1
m/det, 3). Sungai berarus sedang, dengan kecepatan antara 0,25 – 0,5 m/det, 4). Sungai
berarus lambat, dengan kecepatan antara 0,1 – 0,25 m/det, 5). Sungai berarus sangat lambat,
dengan kecepatan kurang dari 0,1 m/det. Menurut Mason (1993), pada perairan yang berarus
cepat lebih banyak ditemukan hewan bentos dan mempunyai kecepatan metabolisme yang
lebih tinggi dari pada di perairan berarus lambat.
d. Substrat dasar
Karakter

substrat

dasar

suatu

perairan

sangat

menentukan

keberadaan

makrozoobentos di perairan. Organisme tidak terdistribusi secara acak di dasar sungai.
Habitat yang berbeda seperti lumpur, pasir, batu kerikil atau material organik mendukung
perbedaan kepadatan dan jenis organisme yang ada. Pada dasar yang relatif homogen,
organisme cenderung mengelompok (APHA, 1989).
Dasar yang keras terutama jika berisi batu-batuan merupakan tempat yang tepat
untuk makrozoobentos menempel dan melekat. Dasar yang lunak dan selalu berubah-ubah
15

biasanya membatasi makrozoobentos untuk berlindung. Pasir atau lumpur yang halus
merupakan tipe dasar perairan yang kurang disukai dan berisi sejumlah kecil spesies
makrozoobentos. Substrat dasar berupa tanah liat lebih disukai dari pada pasir. Dasar yang
datar atau berbatu biasanya mengandung sejumlah besar jenis makrozoobentos dengan
kepadatan yang tinggi. Secara umum makrozoobentos memiliki kepadatan yang tinggi pada
komunitas dengan aliran air yang deras (Odum, 1971).

16