Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Habitat tumbuhan rumput laut
Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan
lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk
beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas,
temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Secara umum rumput laut
dijumpai tumbuh di perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir,
sedikit berlumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat benthic
(melekat) dan disebut juga benthic algae, dengan cara melekatkan talus pada
substrat pasir, lumpur, karang, kulit kerang, batu atau kayu (Anggadiredja, et al.,
2011). Tempat tumbuh rumput laut berfungsi untuk tempat menempel agar tahan
terhadap terpaan ombak. Kebanyakan tempat menempel rumput laut berupa
karang atau cangkang moluska walaupun dapat juga berupa pasir atau lumpur
(Indriani dan Suminarsih, 1999).
Rumput laut coklat Sargassum dapat tumbuh mulai dari daerah intertidal,
subtidal, sampai daerah tubir yang berombak besar dan berarus deras dengan
kedalaman untuk pertumbuhan 0,5-10 m. Marga Sargassum yang termasuk dalam
kelas Phaeophyceae tumbuh subur pada daerah tropis, suhu perairan 27,2529,30ºC dan salinitas 32-33,5%. Kebutuhan intensitas cahaya matahari Sargassum


Universitas Sumatera Utara

berkisar 6.500-7500 lux. Sargassum banyak dijumpai di beberapa perairan pantai
termasuk pantai selatan Pulau Jawa, Selat Sunda, sebagian pulau di perairan
Batam dan Bangka Belitung (Basmal, et al., 2014).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Rumput laut merupakan makro alga yang termasuk dalam divisi
Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka dari talus, tidak
memiliki batang, daun, serta akar sejati (Ditjen PEN, 2013). Talus berbentuk
silindris, “akar” (holdfast) membentuk cakram kecil yang berfungsi untuk
menempel pada karang, cangkang moluska, pasir atau lumpur. “Batang” (stipe)
dengan percabangan utama tumbuh rimbun dibagian ujungnya.“Daun” (blade)
kecil, lonjong, ujungnya runcing, tepi daun bergerigi, gelembung udara
(pneumatocysts) berbentuk bulat telur berisi gas berfungsi untuk mengangkat
blades terapung kearah permukaan air untuk mendapatkan cahaya matahari.
(Atmaja, 1996; Basmal, et al., 2014).
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Menurut Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, rumput laut coklat Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agard diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Ochrophyta

Kelas

: Phaeophyceae

Bangsa

: Fucales

Suku

: Sargassaceae


Marga

: Sargassum

Jenis

: Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Nama lain tumbuhan
Nama lain dari tumbuhan ini adalah Oseng (Kepulauan seribu).
2.1.5 Kandungan rumput laut coklat
Rumput laut coklat mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten,
violasantin dan fukosantin. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan
karbohidrat (selulosa, alginat, laminaran, fukoidan), protein, vitamin (A, B1, B2,
B6, B12, dan C), mineral makro (kalium, kalsium, fosfor, natrium dan
magnesium), serta mineral mikro (besi, iodium) (Anggadiredja, et al., 2011;
Indriani dan Suminarsih, 1999).


2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia suatu bahan yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair
(Ditjen POM RI, 2000).
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Ditjen POM RI, 2000).
Menurut Ditjen POM RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan dalam penelitian antara lain yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Universitas Sumatera Utara

Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat
aktif yang mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap yaitu pengembangan bahan,
tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga bahan dapat terekstraksi
sempurna.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan secara terus-menerus
pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50ºC.

Universitas Sumatera Utara

3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90ºC selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang
umumnya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari
bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil
dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu sari yang diperoleh
dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90ºC selama 30 menit.

2.3 Senyawa Fukoidan

Senyawa fukoidan adalah polisakarida yang mengandung L-fukosa dan
grup ester sulfat dalam jumlah besar. Senyawa fukoidan merupakan komponen
yang terdapat pada rumput laut coklat dan beberapa invertebrata (seperti teripang
dan bulu babi). Dahulu polisakarida ini dinamakan “fukoidin” ketika pertama kali
diisolasi dari rumput laut coklat oleh Kylin pada tahun 1913. Sekarang namanya
berubah menjadi “fukoidan”, tetapi disebut juga fukan, fukosan atau fukan sulfat
(Li Bo, et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

Fukoidan yang diisolasi dari berbagai spesies dipelajari secara mendalam
karena aktivitas biologisnya yang bervariasi, termasuk antikoagulan dan
antitrombosis, antivirus, antitumor, imunomodulator, antiinflamasi, antioksidan,
antiulser (Li Bo, et al., 2008; Atashrazm, et al., 2015). Struktur fukoidan dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur senyawa fukoidan
2.3.1 Ekstraksi senyawa fukoidan
Teknik ekstraksi fukoidan telah banyak dipelajari. Metode ekstraksi tidak
hanya berpengaruh terhadap rendemen fukoidan tetapi juga berpengaruh terhadap

komposisi dan bioaktivitasnya. Beberapa metode ekstraksi senyawa fukoidan
antara lain:
1. Ekstraksi umum
Sumber senyawa fukoidan yang utama adalah rumput laut coklat. Ekstraksi
senyawa fukoidan menggunakan air panas, penambahan asam, dan garam (CaCl2 )
adalah metode ekstraksi yang umum digunakan. Tahap awal adalah alga
dikeringkan lalu dihancurkan untuk memperbesar luas permukaannya. Kemudian
ditambahkan etanol atau formaldehid untuk menghilangkan pigmen, lipid, terpen
dan fenol. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi alga dengan menggunakan air panas

Universitas Sumatera Utara

atau larutan asam selama beberapa jam. Proton atau ion hidroksida pada pelarut
akan mengganggu ikatan hidrogen pada polisakarida sehingga polisakarida
tersebut larut dalam pelarut. Salah satu keuntungan ekstraksi senyawa fukoidan
dengan menggunakan asam adalah asam alginat akan mengendap sehingga
terpisah dari senyawa fukoidan. Tahap ekstraksi dapat dilakukan berulang untuk
mendapatkan rendemen fukoidan yang tinggi. Selanjutnya, ekstrak diendapkan
dengan menggunakan senyawa organik. Tahap ini akan memisahkan garam dan
molekul yang berukuran kecil dengan senyawa fukoidan (Tiwari dan Troy, 2015).

2. Ekstraksi dengan microwave
Ekstraksi senyawa fukoidan yang umum membutuhkan waktu yang lama.
Untuk mempersingkat waktu ekstraksi, diperkenalkan metode yang baru yaitu
ekstraksi dengan bantuan microwave. Energi microwave dapat mencapai struktur
molekul dari rumput laut, sehingga dapat mempercepat pengeluaran senyawa
fukoidan dari dalam sel. Ekstraksi menggunakan metode ini memiliki beberapa
keuntungan yaitu menghasilkan senyawa yang lebih selektif, waktu ekstraksi yang
singkat, tidak menggunakan pelarut yang korosif sehingga lebih ekonomis dan
ramah

lingkungan.

Kondisi terbaik

untuk

ekstraksi senyawa

fukoidan


menggunakan microwave adalah tekanan 120 psi selama 1 menit menggunakan 1
g alga dalam 25 mL akuades. Metode ekstraksi ini menghasilkan rendemen
fukoidan yang tinggi, tetapi belum dilakukan penelitian mengenai bioaktivitasnya
(Tiwari dan Troy, 2015).
Metode lain yang hampir mirip adalah ekstraksi dengan gelombang
ultrasonik. Tahap awal menggunakan CO 2 superkritis untuk menghilangkan
senyawa lipofilik pada alga, tahap ini membutuhkan waktu 4 jam. Tahap
selanjutnya adalah menggunakan gelombang ultrasonik pada alga. Tahap akhir

Universitas Sumatera Utara

ekstraksi menggunakan air panas selama 5 jam. Total waktu yang dibutuhkan
pada metode ini kurang lebih 9 jam. Senyawa fukoidan yang diekstraksi dengan
metode ini mempunyai bioaktivitas yang sama dengan metode umum (Tiwari dan
Troy, 2015).
3. Ekstraksi dengan enzim
Enzim yang digunakan untuk ekstraksi senyawa fukoidan adalah 4-α-Dglukosidase, karbohidrase, alginat liase, dan papain. Enzim akan memecah ikatan
1,4 dan 1,6-α pada polisakarida dinding sel tumbuhan dan dapat mengubah
polimer tidak larut air menjadi materi yang larut dalam air sehingga polisakarida
sulfat akan berpindah ke media ekstraksi (Tiwari dan Troy, 2015). Ekstraksi

menggunakan enzim menghasilkan senyawa fukoidan dengan bioaktivitas yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan senyawa fukoidan yang diekstraksi dengan
menggunakan metode umum. Metode ekstraksi ini dilakukan pada kondisi yang
lemah dan tanpa menggunakan senyawa kimia beracun sehingga dapat langsung
digunakan untuk produk makanan atau industri farmasi (Kim, 2012).
4. Ekstraksi autohidrolisis
Autohidrolisis adalah teknik ekstraksi baru yang tidak menggunakan asam
atau pelarut sehingga ramah lingkungan. Selama autohidrolisis, materi
terhidrolisis karena adanya ion hidronium pada temperatur yang tinggi. Kondisi
ekstraksi pada 180ºC selama 20 menit menghasilkan rendemen fukoidan yang
tinggi ( ˃ 16%) (Tiwari dan Troy, 2015).
2.3.2 Pemurnian senyawa fukoidan
Krud fukoidan dimurnikan menjadi beberapa fraksi. Senyawa fukoidan
yang dimurnikan ini mempunyai berat molekul, sifat kimia dan bioaktivitas yang
berbeda. Berat molekul fukoidan berkisar antara 21 kDa sampai 1600 kDa.

Universitas Sumatera Utara

Ekstraksi menggunakan enzim menghasilkan senyawa fukoidan dengan berat
molekul yang tinggi. Ekstraksi menggunakan asam menghasilkan fukoidan
dengan

berat

molekul

yang

rendah

karena

asam

dapat

menginduksi

depolimerisasi. Fraksi ini dapat dipisahkan berdasarkan muatan atau ukuran.
Metode pemurnian yang umum adalah kromatografi penukar ion dan kromatografi
permeasi gel (Tiwari dan Troy, 2015).
1. Kromatografi penukar ion
Senyawa fukoidan mempunyai muatan negatif karena gugus ester sulfat
pada struktur polisakarida sehingga kromatografi penukar ion adalah alat yang
sering digunakan untuk isolasi dan fraksinasi senyawa fukoidan. Senyawa
fukoidan bermuatan negatif akan dipisahkan berdasarkan interaksinya denga fase
diam yang bermuatan positif. Resin yang umum digunakan untuk fraksinasi
senyawa fukoidan adalah DEAE-Selulosa dan Q-Sephadex. Fukoidan dielusi
dengan NaCl dengan konsentrasi bertingkat. Metode ini dapat digunakan untuk
menghasilkan fraksi fukoidan yang mempunyai struktur dan sifat kimia yang
berbeda (Tiwari dan Troy, 2015).
2. Kromatografi permeasi gel
Prinsip kromatografi permeasi gel adalah pemisahan molekul berdasarkan
ukurannya. Ketika molekul sampel berjalan melewati partikel berpori, mereka
akan terpisah berdasarkan perbedaan eksklusi pori pada fase diam. Tahap
pemurnian fukoidan dengan menggunakan kromatografi penukar ion selalu diikuti
dengan kromatografi permeasi gel sehingga garam yag digunakan pada
kromatografi penukar ion akan hilang. Resin kromatografi yang sering digunakan

Universitas Sumatera Utara

untuk pemurnian fukoidan adalah Sephadex G-100. Kromatografi penukar ion dan
permeasi gel mempunyai pengaruh yang kecil terhadap gugus ester sulfat pada
polisakarida sehingga tidak berpengaruh terhadap bioaktivitasnya (Tiwari dan
Troy, 2015).

2.4 Artemia salina Leach
Artemia atau brine shrimp adalah jenis udang-udangan primitif. Oleh
Linnaeus pada tahun 1778, Artemia diberi nama Cancer salinus. Kemudian pada
tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach (Mudjiman, 1999).
Artemia salina hidup secara planktonik di perairan laut dengan salinitas
berkisar antara 15-300 per mil dan suhu antara 25º-30ºC serta nilai pH antara 7,38,4. Keistimewaan Artemia salina sebagai plankton adalah memiliki toleransi
(kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri) pada kisaran kadar garam
yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi dimana tidak ada satu pun
organisme lain mampu bertahan hidup (Mudjiman, 1989).
2.4.1 Klasifikasi Artemia salina
Klasifikasi Artemia salina Leach menurut Harefa (1997), adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Branchiopoda

Bangsa

: Anostraca

Suku

: Artemiidae

Marga

: Artemia

Jenis

: Artemia salina Leach

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Morfologi
Bentuk Artemia dewasa menyerupai udang kecil. Ukurannya hanya 10-20
mm. Bagian kepala berukuran lebih besar dan kemudian mengecil hingga ke
bagian ekor. Panjang ekor kurang lebih sepertiga dari total panjang tubuh. Di
bagian kepala terdapat sepasang mata dan sepasang antenula (sungut). Pada
bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki atau secara khusus disebut torakopoda.
Jumlah kaki inilah yang membedakan Artemia dengan spesies dari Crustacea lain
yang umumnya hanya memiliki sepuluh pasang kaki. Antara ekor dan pasangan
kaki paling belakang terdapat sepasang alat kelamin, yaitu penis pada jantan dan
ovarium pada betina. Ovarium akan menghasilkan telur dan apabila telah masak,
telur tersebut kemudian akan menjadi oosit (Harefa, 1997). Morfologi Artemia
salina dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Morfologi Artemia salina Leach (Harefa, 1997)
2.4.3 Siklus hidup
Berdasarkan cara perkembangbiakannya, Artemia terdiri dari dua
golongan, yaitu biseksual dan jenis partenogenetik. Jenis biseksual tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

berkembang biak secara partenogenesis, demikian pula sebalikya. Perkembangan
pada jenis biseksual harus melalui proses perkawinan antara induk betina dengan
induk jantan. Sedangkan pada jenis partenogenetik tidak ada perkawinan. Jadi
betinanya akan beranak dengan sendirinya tanpa kawin (Harefa, 1997).
Perkembangbiakan dapat terjadi secara ovovivipar maupun ovipar. Pada
ovovivipar, yang keluar dari induknya sudah berupa Artemia muda yang
dinamakan nauplius. Sedangkan pada cara ovipar, yang keluar dari induknya
berupa telur yang bercangkang tebal, yang dinamakan siste. Untuk menjadi
nauplius harus melalui proses penetasan lebih dahulu. Ovoviviparitas terjadi
apabila keadaan lingkungannya cukup baik, kadar garam kurang dari 150 permil
dan kandungan oksigennya cukup. Sedangkan oviparitas terjadi jika keadaan
lingkungannya memburuk, kadar garam lebih dari 150 permil dan kandungan
oksigennya rendah (Harefa, 1997).
Telur Artemia salina yang kering direndam dalam air laut, akan menetas
dalam waktu 24-36 jam, dari dalam cangkang keluar larva yang disebut nauplius.
Selanjutnya, nauplius akan mengalami 15 kali perubahan bentuk. Setiap kali
mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan
pertama disebut instar I, bentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan
beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerahan karena masih banyak mengandung
cadangan makanan. (Mudjiman, 1989).
Setelah 24 jam menetas, nauplius akan berubah menjadi instar II. Pada
tingkat ini nauplius mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh
karena itu mereka mulai mencari makan dan bersamaan dengan itu cadangan
makanannya pun mulai habis. Artemia salina mempunyai cara makan dengan

Universitas Sumatera Utara

jalan menyaring makanannya atau filter feeder. Selama perubahan bentuk terjadi,
nauplius akan mengalami perubahan mata majemuk, antena dan kaki. Setelah
menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang maka nauplius telah berubah
menjadi Artemia salina dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu.
Artemia salina dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg.
Artemia salina dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap
kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Mudjiman, 1989).

2.5 Uji Sitotoksisitas
Dasar dari uji sitotoksik adalah kemampuan sel untuk bertahan hidup
karena adanya senyawa toksik. Beberapa uji pendahuluan untuk pencarian obat
kanker antara lain, Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test, dan Uji
terhadap Lemna minor L. (McLaughlin dan Lingling, 1998).
2.5.1 Brine shrimp lethality test
Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu,
kematian hewan percobaan pada pengujian suatu ekstrak dapat digunakan sebagai
skrining awal terhadap ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga
untuk mengetahui komponen zat aktifnya.
Telur Artemia salina Leach dapat dijumpai di toko hewan dengan harga
yang murah. Ketika ditempatkan didalam air laut, telur akan pecah dalam waktu
48 jam menghasilkan larva (nauplius) dalam jumlah besar untuk keperluan
eksperimen. Metode BSLT mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya yaitu
cepat (24 jam), tidak mahal, dan simpel (tidak diperlukan teknik aseptik), tidak
diperlukan peralatan khusus dan menggunakan sedikit sampel (2-20 mg)
(McLaughlin dan Lingling, 1998).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Metode potato disk (penghambatan tumor crown gall)
Crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh
strain spesifik dari bakteri gram negatif, Agrobacterium tumefaciens. Bakteri ini
mengandung plasmid yang menginduksi tumor yang membawa DNA pengubah
sel tanaman yang normal menjadi sel kanker. Penghambatan tumor crown gall
pada potato disk (Solanum tuberosum L.) menunjukkan bahwa bahan tersebut
mempunyai aktivitas biologi. Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya
tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan tumor pada tumbuhan juga dapat berfungsi sebagai antitumor pada
hewan (McLaughlin dan Lingling, 1998).
2.5.3 Uji terhadap Lemna minor L.
Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah
perairan. Pada kondisi normal, tanaman ini menghasilkan anak daun. Ekstrak
tumbuhan dan bahan kimia dapat dikatakan berkhasiat sebagai antitumor jika
dapat menghambat pertumbuhan anak daun tumbuhan Lemna minor L.
(McLaughlin dan Lingling, 1998).

2.6 Spektofotometri Ultraviolet
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Visibel adalah sinar atau cahaya
dilewatkan melalui sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan
menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya
akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding
dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet. Spektrofotometri UV-Visibel memakai
sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak
(380-780 nm) (Owen, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum
ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sitem optik dengan kemampuan
menghasilkan sinar monokromatik dalam jangkauan panjang gelombang 200800nm. Komponen spektrofotometer UV-Visibel terdiri atas sumber-sumber
sinar, monokromator dan sistem optik (Rohman, 2007).
Data spektrofotometri UV secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif suatu obat atau metabolitnya, tetapi jika digabung dengan
cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan
spektroskopi massa dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa
tersebut. Data yangdiperoleh dari spektrofotometri UV adalah panjang gelombang
maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut, yang kesemuanya itu dapat
diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan (Published data)
(Rohman, 2007).

2.7 Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri inframerah merupakan teknik analisis yang sangat
popular untuk analisis berbagai jenis sampel, baik sampel produk farmasetik,
makanan,

cairan

biologis,

maupun

sampel

lingkungan.

Penggunaan

spektrofotometri inframerah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari
650 – 4000 cm-1. Daerah dengan frekuensi lebih rendah 650 cm-1 disebut
inframerah jauh, dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi dari 4000 cm-1 disebut
inframerah dekat (Sastrohamidjojo, 1985). Daerah yang paling penting untuk
analisis kualitatif sistem organik adalah inframerah dekat yang mana kebanyakan
vibrasi-vibrasi normal ditemukan pada daerah ini (Gandjar dan Rohman, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Spektrofotometer FTIR didasarkan pada ide adanya interferensi radiasi
antara 2 berkas sinar untuk menghasilkan suatu interferogram. Interferogram
merupakan sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi perubahan pathlenght antara 2
berkas sinar. Radiasi yang berasal dari sumber sinar dilewatkan melalui
interferometer ke sampel sebelum mencapai detektor. Selama penguatan
(amplifikasi) sinyal, yang mana kontribusi-kontribusi frekuensi tinggi telah
dihilangkan dengan filter, maka data diubah ke bentuk digital dengan suatu
analog-to-digital converter dan dipindahkan ke komputer untuk menjalani
transformasi Fourier (Gandjar dan Rohman, 2012).
Spektrofotometri inframerah merupakan teknik analisis kualitatif yang
sangat ampuh karena spektrum IR merupakan spektrum sidik jari yang berarti
tidak ada 2 molekul obat yang mempunyai spektrum IR yang sama, baik jumlah
puncak, intensitas, atau frekuensi tiap puncak (Gandjar dan Rohman, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

17 53 74

Isolasi Natrium Alginat Dari Talus Rumput Laut Coklat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard

3 21 70

Isolasi Natrium Alginat Dari Talus Rumput Laut Coklat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard

0 2 15

Isolasi Natrium Alginat Dari Talus Rumput Laut Coklat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard

0 0 2

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 0 15

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 0 2

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 1 4

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test Chapter III V

0 2 16

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

5 19 4

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 0 17