Kesalahan Gramatika Dan Kolokasi Pada Terjemahan Buku Economics 2B.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tata Bahasa (grammar)
Definisi tata bahasa (grammar) menurut versi kamus John M. Echols:
Grammar: (kb) 1. Tata bahasa, 2. Buku tata bahasa. Sedangkan pengertian grammar
menurut Oxford Learner’s Pocket Dictionary adalah: book that describes the rules
for forming words and making sentences.
Merujuk pada definisi di atas, grammar adalah kumpulan kaidah tentang
struktur gramatikal bahasa. Kumpulan kaidah ini lazim dikenal sebagai tata bahasa
(grammar).
Coghill and Stacy (2003:26) mendefinisikan grammar sebagai berikut:
“The grammar of a language is the set of rules that govern its structure. Grammar
determines how words are arranged to form meaningful units.” (Grammar sebuah
bahasa adalah satu kumpulan aturan yang menata bagian susunannya. Grammar
menentukan bagaimana kata - kata itu disusun dalam bentuk unit - unit bahasa yang
bermakna).
Sama halnya dengan definisi di atas, Swan (2005:19), ahli bahasa yang lebih
cenderung

memperhatikan


Bahasa

Inggris

asli

Inggris

(British

English)

mendefinisikan grammar seperti dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

“The rules that show how words are combined, arranged or changed to show certain
kinds of meaning.” (Grammar adalah aturan yang menerangkan bagaimana kata
digabungkan, disusun atau diubah untuk menunjukkan beberapa jenis makna).

Menurut Harmer (2003:142), tata bahasa merupakan penjelasan cara
bagaimana kata – kata diubah dan digabungkan pada kalimat di dalam suatu bahasa
(grammar is the description of the ways in which words can change their forms and
can be combined into sentences in that language). Tata bahasa adalah salah satu
aspek yang paling penting dalam penerjemahan
Selain definisi yang umum seperti di atas, ada beberapa pakar bahasa yang
mendefinisikan grammar dengan gaya yang berbeda seperti Greenbaum dan Leech.
Leech dkk (1982:3) mendefinisikan grammar sebagai:
“Reference to the mechanism according to which language works when it is used to
communicate with other people. Grammar is a mechanism for putting words
together, but we have said little about sound of meaning.” (Makna Grammar adalah
referensi mekanisme menurut fungsi bahasa ketika digunakan dalam komunikasi
dengan orang lain. Grammar adalah aturan untuk penggabungan kata, tetapi kami
telah menjelakan sedikit tentang bunyi suatu makna).
Lebih ekstrim lagi, pakar kenamaan tentang grammar Greenbaum (1996:25)
mengartikan grammar seperti di bawah ini:
“In the concrete sense of the word grammar, a grammar is a book of one or more
volumes. We of course also use grammar for the contents of the book. When we

Universitas Sumatera Utara


compare grammars for their coverage and accuracy, we are referring to the contents
of the book: a grammar is a book on grammar, just as a history is a book on
history.” (Menurut makna konkrit kata grammar, grammar adalah sebuah buku yang
berisi satu volume atau lebih. Kita juga tentu mengartikan grammar sebagai isi
sebuah buku. Ketika kita membandingkan grammar dengan bahasan dan
kebebenarannya, kita tentu mengacu pada isi dari sebuah buku: jadi grammar adalah
sebuah buku tentang grammar, seperti halnya sejarah adalah sebuah buku tentang
sejarah).
Menurut Hartanto dkk (2003:9), tata bahasa dalam bahasa Inggris terdiri dari
delapan bagian yang lazim disebut dengan the eight parts of speech, yaitu:


Noun (kata benda)



Pronoun (kata ganti diri)




Adjectives (kata sifat)



Verb (kata kerja)



Adverbs (kata keterangan)



Preposition (kata depan)



Conjunction (kata penghubung)




Interjection (kata seru)

2.2. Pengertian Kolokasi
Kata kolokasi disebut juga sanding kata. Kata kolokasi dibedakan dengan
idiom, kata majemuk,

dan

frasa

karena

sanding

kata

dilihat

dar i


Universitas Sumatera Utara

kemungkinan adanya beberapa kata dalam lingkungan yang sama atau
perasosiasian yang tetap antara kata dan kata-kata tertentu (Harimurti Kridalaksana,
1982).
Kata kolokasi berasal dari bahasa Inggris collocation yang verbanya adalah
collocate. Menurut kamus Collins English Dictionary (Hanks [Ed], 1979:298), kata
kerja collocate ini berasal dari bahasa Latin collocāre, yang berasal dari dua kata com
'together' dan locāre 'to place', dan kata yang terakhir ini berasal dari kata locus
'place'. Kridalaksana (2008:127) memberikan definisi kolokasi sebagai "asosiasi yang
tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat; misalnya antara
kata buku dan tebal dalam Buku tebal ini mahal, dan antara keras dan kepala dalam
Kami sulit meyakinkan orang keras kepala itu".
Dalam korpus linguistik, kolokasi didefinisikan sebagai urutan kata atau
istilah co-occur yang lebih sering dari pada yang diharapkan secara kebetulan. Dalam
phraseology, kolokasi adalah jenis sub-phraseme. Contoh dari kolokasi yang
berhubungan dengan penyusunan kata (Halliday 1966: 57-67) adalah ekspresi strong
tea. Sedangkan arti yang sama bisa disampaikan secara ekivalen dengan ungkapan
powerful tea. Ungkapan ini dianggap tidak benar oleh penutur bahasa Inggris.

Sebaliknya, ekspresi yang sesuai untuk komputer, powerful computers lebih disukai
dari pada strong computers. Kolokasi yang berhubungan dengan penyusunan kata
tidak harus dibingungkan dengan idiom, dari mana makna berasal, sedangkan
kolokasi sebagian besar adalah komposisi (karangan).

Universitas Sumatera Utara

Dalam tradisi linguistik Barat, terdapat sejumlah istilah yang merujuk kepada
konsep kolokasi sebagaimana yang dikemukakan Su`ad Awab (1999), yaitu:
composite elements; idioms; gambit; multi-word lexemes; lexical phrases; fixed
expressions; set phrases and compounds; recurrent word combination dan multiword units. Menurut Su`ad Awab (1999:42), multi-word units merupakan istilah
generik yang mencakupi kolokasi. Pendapat Su`ad Awab, sejalan dengan istilah
Moentaha (2006:10) yang memberinya nama rangkaian kata-kata yang mencakupi
word-group, word-combination, dan collocation.
Biasanya para linguis beranggapan bahwa J.R. Firth ([1951] 1957) adalah
yang pertama kali membicarakan konsep kolokasi dengan jargonnya yang terkenal
"You shall know a word by the company it keeps". Namun, menurut Robins (1967:21)
dan Gitsaki (1999:10), 2300 tahun lalu para ahli falsafah Yunani telah mengkaji
kolokasi sebagai fenomena linguistik dalam hubungannya dengan semantik leksikal.
Robins (1967:21) menyatakan bahwa para ahli falsafah Yunani menolak persamaan

"one word, one meaning" dan mereka mengusulkan aspek penting dari struktur
semantik bahasa. Mereka percaya bahwa"word meaning do not exist in isolation, and
they may differ according to the collocation in which they are used".
Ide kolokasi mulai diperkenalkan oleh Palmer (1938:4) yang mendefinisikan
kolokasi sebagai "successions of two or more words the meaning of which can hardly
be deduced from a knowledge of their component words. Contoh-contoh yang ia
berikan seperti at last, give up, let alone, go without, carry on, as matter of fact, all at
once, to say the least of it, give somebody up for lost, throw away, how do you do,

Universitas Sumatera Utara

dan let alone. Ia menekankan bahwa setiap gabungan kata tersebut harus dipelajari
sama seperti mempelajari satu kata.
Kemudian, Firth (1957:194) lebih jauh mengartikan kata kolokasi sebagai
istilah teknis, sehingga makna dengan kolokasi (meaning by collocation) menjadi
lebih baik sebagai salah satu dari mode makna (modes of meaning). Firth (1968:182)
memberikan contoh kolokasi dengan dua buah kata dark dan night sebagai kolokasi
adjektiva + nomina. Ia menegaskan bahwa salah satu makna night adalah
kebolehannya berkolokasi dengan dark, dan salah satu makna dark adalah
kebolehannya berkolokasi dengan night. Dengan kata lain, pemberian sebuah makna

yang lengkap harus mencakupi kata lainnya yang berkolokasi. Firth (1968:182)
kemudian mendefinisikan kolokasi sebagai "the company that words keep". Ia
menyatakan bahwa betapa pentingnya mengenal kata - kata yang selalu menyertai
kata yang hendak diketahui maknanya.
Menurut Benson, M (1985), ada beberapa tipe kolokasi yang berbeda.
Kolokasi bisa berupa adjective + adverb, noun + noun, verb + noun dan sebagainya.
Berikut in adalah tipe – tipe utama kolokasi dalam contoh kalimat.
1. adverb + adjective


Invading that country was an utterly stupid thing to do.



We entered a richly decorated room.



Are you fully aware of the implications of your action?


2. adjective + noun


The doctor ordered him to take regular exercise.

Universitas Sumatera Utara



The Titanic sank on its maiden voyage.



He was writhing on the ground in excruciating pain.

3. noun + noun


Let's give Mr Jones a round of applause.




The ceasefire agreement came into effect at 11am.



I'd like to buy two bars of soap please.

4. noun + verb


The lion started to roar when it heard the dog barking.



Snow was falling as our plane took off.



The bomb went off when he started the car engine.

5. verb + noun


The prisoner was hanged for committing murder.



I always try to do my homework in the morning, after making my bed.



He has been asked to give a presentation about his work.

6. verb + expression with preposition


We had to return home because we had run out of money.



At first her eyes filled with horror, and then she burst into tears.



Their behaviour was enough to drive anybody to crime.

7. verb + adverb


She placed her keys gently on the table and sat down.



Mary whispered softly in John's ear.



I vaguely remember that it was growing dark when we left.

Universitas Sumatera Utara

Berikut ini adalah contoh – contoh kolokasi dengan menggunakan 'll:
I'll give you a call.

I'll be in touch.

I'll be back in a minute.

I'll see what I can do.

I'll get back to you as soon as I can.

Kolokasi dengan verb + preposition/noun :
1. to burst into laughter
2. to bear witness to (something)
3. to carry something too far
4. to cast an eye over (something) ( = to examine something briefly)
5. come on
6. do the washing up
etc.

2.3. Pengertian Terjemahan
Terjemahan menurut Munday (2001:5) adalah peralihan bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran dalam bentuk teks tulis. ....as changing of an original written
text in the original verbal language into a written text in a different verbal language.
Terkait dengan perihal ekivalensi yang ditetapkan sebagai suatu kata kunci,
Catford

(1965:

20-21).

mendefinisikan

penerjemahan

sebagai

penempatan

(replacement) teks bahasa sumber dengan teks yang ekivalen dalam bahasa sasaran.

Universitas Sumatera Utara

The replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual
material in another language (TL) and the term equivalent is a clearly a key term
Meskipun sangat jarang terdapat padanan suatu kata dalam bahasa sumber yang sama
dengan arti dalam bahasa sasaran, namun keduanya dapat berfungsi secara ekivalen
pada saat keduanya dapat saling dipertukarkan (interchangeable).
Berdasarkan ketiga definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas, terlihat
adanya kesepakatan bahwa penerjemahan adalah suatu pekerjaan yang menyangkut
keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang menekankan suatu
kesamaan yakni adanya ekivalensi. Dalam penerjemahan, yang kemudian terjadi
adalah transfer makna dari bahasa sumber (source language) ke bahasa sasaran
(sasaran language) dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan produk
(Nababan 2010).
Pandangan para ahli yang lain mengungkapkan Translation is made possibly
by an equivalence of thought that lies behind its different verbal expressions. (Savory,
1969:13) (Terjemahan itu mungkin dibuat dengan kesamaan ide yang ada dibalik
ungkapan verbalnya yang berbeda). Translation consists of reproducing in the
receptor language the closest natural equivalence of the source language message,
first in terms of meaning and secondly in terms of style. (Nida and Taber, 1982)
(Terjemahan menghasilkan padanan natural yang paling dekat dari pesan bahasa
sumber ke dalam bahasa penerima, pertama dari segi makna dan kedua dari segi
gaya).

Universitas Sumatera Utara

Translation is a process of finding a TL equivalent for a SL utterance. (Pinchuck,
1977:38) (Terjemahan adalah sebuah proses untuk menemukan padanan bahasa
sasaran dengan pernyataan bahasa sumber). Translation is the rendering of a source
language (SL) text into the target language (TL) so as to ensure that (1) the surface
meaning of the two will be approximately similar and (2) the structure of the SL will
be preserved as closely as possible, but not so closely that the TL structures will be
seriously distorted (Mc.Guire,1980:2). (Terjemahan adalah mengartikan teks bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran dengan tujuan untuk (1) meyakinkan bahwa makna
luar dari kedua bahasa sama dan (2) menyakinkan bahwa susunan dari bahasa sumber
dipertahankan sedekat mungkin, namun tidak terlalu dekat hingga menjadikan
susunan bahasa sasaran menjadi sangat tidak jelas). Translation is a craft consisting
in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the
same message and/or statement in another language. (Newmark, 1981:7)
(Terjemahan yaitu suatu keahlian yang meliputi usaha mengganti pesan atau
pernyataan tertulis dalam suatu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama
dalam bahasa lain).
Bell (1993:5), translating the definition of translation according to Dubois, states
that Translation is the expression in another language (or target language) of what
has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylistic
equivalences. (Bell 1993:5), menerjemahkan pengertian terjemahan menurut Dubois,
menyatakan bahwa terjemahan adalah ekspresi dari bahasa sumber dari apa yang

Universitas Sumatera Utara

diekspresikan dari bahasa sasaran, dengan mempertahankan kesepadanan semantik
dan stylistiknya).
Translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from
one language (source) to another (target), whether the languages are in written or
oral form; whether the languages have established orthographies or do not have such
standardization or whether one or both languages is based on signs, as with sign
languages of the deaf (Brislin, 1976) (Terjemahan adalah istilah umum yang
mengacu pada pengalihan pikiran dan ide dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, baik
bahasa tulis atau lisan; baik salah satu atau keduanya membentuk ortografi atau tidak
mempunyai standar seperti itu; atau baik salah satu atau keduanya berbentuk tanda
seperti bahasa orang tuli).
Translation is a transfer process which aims at the transformation of a written SL text
into an optimally equivalent TL text, and which requires the syntactic, the systematic
and the pragmatic understanding and analytical processing of the SL (Wilss and
Noss, 1982) (Terjemahan adalah proses pengalihan yang bertujuan mengubah teks
tertulis bahasa sumber menjadi teks bahasa sasaran yang sepadan, yang
membutuhkan pemahaman sintaksis, sistematis, dan pragmatis serta pengolahan
analisa bahasa sumber).
I see translation as the attempt to produce a text so transparent that it does
not seem to be translated. (Venuti, 1991:1) (Saya memahami terjemahan sebagai
sebuah usaha untuk menghasilkan suatu teks yang transparan sehingga teks tersebut
tidak kelihatan sebagai terjemahan).

Universitas Sumatera Utara

Demikian beberapa penjelasan mengenai definisi terjemahan menurut para
ahli yang dipandang dari perspektif yang agak berbeda namun masih relevan dengan
translasi sebagai penggunaan interpretatif bahasa (interpretative use of language),
Ernst dan Gutt memberi pengertian penerjemahan sebagai suatu upaya yang
dimaksudkan untuk pernyataan ulang (restate) apa yang telah dinyatakan atau
dituliskan oleh seseorang dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya.
The translation is intended to restate in one language what someone else said or
wrote in another language. (Ernst & Gutt dalam Hickey, 1998:46).
Terkait dengan perihal makna, Larson (1984:3) mendefinisikan penerjemahan
sebagai pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran melalui tiga
langkah pendekatan, yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi
komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisis teks
bahasa sumber untuk menemukan maknanya; dan 3) mengungkapkan kembali makna
yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam
bahasa sasaran.
Adakah keterkaitan antara penerjemahan dengan seni? Dalam hal ini Bell juga
mengemukakan suatu pandangan mengenai status proses penerjemahan sebagai suatu
ilmu pengetahuan atau suatu seni. Keduanya mengarah pada dua hal berbeda; di mana
ilmu pengetahuan (science) adalah identik dengan objektivitas, sementara seni (art)
cenderung merujuk pada sesuatu yang tidak objektif (not amenable to objective).
Terlepas dari nilai seni dan ilmu pengetahuan, Bell menegaskan pengertian
penerjemahan yang hampir sama dengan Catford, yakni penerjemahan sebagai suatu

Universitas Sumatera Utara

bentuk pengungkapan suatu bahasa dalam bahasa lainnya sebagai bahasa sasaran,
dengan mengedepankan semantik dan ekivalensi. Translation is the expression in
another language (or sasaran language) of what has been expressed in another,
source language, preserving semantic and stylistic equivalences. (Bell, 1991:4-5).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas,
terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan merupakan suatu kegiatan yang
menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang
kemudian adanya transfer makna dari bahasa sumber (SL) ke bahasa sasaran (TL)
dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan yang akan bermuara pada
produk terjemahan yang baik, sebagaimana dikemukakan Halliday dalam Steiner
(2001:17) bahwa terjemahan yang baik adalah suatu teks yang merupakan terjemahan
ekivalen terkait dengan fitur-fitur linguistik yang bernilai dalam konteks
penerjemahan. A good translation is a text which is a translation (i.e.is equivalent) in
respect of those linguistic feautures which are most valued in the given transalation.

2.3.1. Jenis-jenis Terjemahan
Pada dasarnya terjemahan dapat dibedakan ke dalam tiga jenis:
(1) terjemahan intralingual atau rewording, yakni interpretasi tanda verbal dengan
menggunakan tanda lain dalam bahasa yang sama;
(2) terjemahan interlingual atau translation proper, merupakan interpretasi tanda
verbal dengan menggunakan bahasa (bahasa-bahasa) lain; dan

Universitas Sumatera Utara

(3) terjemahan intersemiotik atau transmutation, yakni interpretasi tanda verbal
dengan tanda dalam sistem tanda non-verbal (Jakobson dalam Venuti, 1995).
Tipe

penerjemahan

pertama

atau

intralingual

menyangkut

proses

menginterpretasikan tanda verbal dengan tanda lain dalam bahasa yang sama. Dalam
penerjemahan tipe yang kedua (interlingual translation) tidak hanya menyangkut
mencocokkan/membandingkan simbol, tetapi juga padanan kedua simbol dan tata
aturannya atau dengan kata lain mengetahui makna dari keseluruhan ujaran.
Terjemahan tipe ketiga yakni transmutation, menyangkut pengalihan suatu pesan dari
suatu jenis sistem simbol ke dalam sistem simbol yang lain seperti lazimnya dalam
Angkatan Laut Amerika suatu pesan verbal bisa dikirimkan melalui pesan bendera
dengan menaikkan bendera yang sesuai dalam urutan yang benar (Nida, 1964:4).
Jenis terjemahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terjemahan interlingual atau
translation proper.
Sementara Larson dalam Choliluddin (2005:22) mengklasifikasi terjemahan
dalam dua tipe utama, yakni :
1. terjemahan berdasarkan bentuk (Form-based translation)
2. terjemahan berdasarkan makna (Meaning-based translation).
Terjemahan berdasarkan bentuk, cenderung mengikuti bentuk bahasa sumber
yang dikenal dengan terjemahan harfiah, sementara terjemahan berdasarkan makna
cenderung mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber dalam bahasa sasaran
secara alami. Terjemahan tersebut dikenal dengan terjemahan idiomatik.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Kesepadanan (Ekivalensi) dalam Penerjemahan
Bentuk satu bahasa dengan bahasa lainnya tidaklah selalu sama. Oleh sebab
itulah, seorang penerjemah harus dapat mencari kesepadanan (ekivalensi) dalam
penerjemahan. Catford menyatakan “the central problem of translation is that of
finding translation equivalence”. Menurut Catford, permasalahan utama yang
ditemui penerjemah dalam proses penerjemahan adalah untuk mencari kesepadanan
bahasa sumber dengan bahasa sasaran.
Yusuf, seorang ahli bahasa dari Indonesia yang sependapat dengan Catford,
mengemukakan bahwa kesepadanan (equivalence) harus diartikan secara luas.
Kesepadanan tidak hanya menyangkut padanan formal bahasa berupa padanan kata
per kata, frase per frase, ataupun kalimat per kalimat, melainkan juga padanan makna,
baik makna denotatif, makna konotatif, atau makna kiasan (figurative meaning). Hal
yang paling penting untuk diingat adalah bahwa kesepadanan bukanlah kesamaan.
Seorang penerjemah seringkali melakukan banyak ubahan bentuk dengan tetap
menjaga agar maknanya sepadan. Makna yang

disampaikan dalam teks bahasa

sumber harus sepadan dengan makna yang disampaikan dalam bahasa sasaran, seperti
yang diungkapkan Nida dan Taber (1969:24) : “dynamic equivalence is therefore to
be defined in terms of the degree to which the receptors of the message in the
receptor language respond to it in substantially the same manner as the receptors in
the source language”.

Universitas Sumatera Utara

Pada kutipan di atas Nida dan Taber mengungkapkan bahwa teks dapat
disebut sepadan apabila pembaca bahasa sasaran dapat menangkap maksud yang
sama dengan pembaca teks bahasa sumber.
Untuk dapat mencapai kesepadanan, seorang penerjemah harus memahami apa
maksud pengarang saat menulis teks tersebut, bagaimana gaya penulis dan budaya
yang diikuti penulis. Dengan demikian, penerjemah dapat mencari kesepadanan
dalam menerjemahkan teks bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Lebih jauh lagi mengenai kesepadanan ini, Catford (1969:49) menyatakan “the
source language and target language items rarely have ‘the same meaning’ in the
linguistic sense; but they can function in the same situation”. Dari pernyataan
tersebut dapat kita simpulkan bahwa meskipun kata-kata dalam bahasa sumber dan
bahasa sasaran memiliki ‘arti’ yang berbeda dalam linguistik, tapi kata-kata tersebut
bisa menjadi sepadan dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, dalam penerjemahan
banyak dilakukan penyesuaian - penyesuaian untuk kesepadanan. Penerjemah
terkadang harus banyak melakukan perubahan bentuk untuk tetap menjaga agar
maknanya sepadan.

2.4. Pengertian Error
Kesalahan (error) adalah istilah yang digunakan dalam tata bahasa preskriptif
untuk sebuah contoh dari salah penggunaan yang tidak konvensional, atau
kontroversial, seperti sambatan koma atau pengubah salah tempat. Kontras tata
bahasa kesalahan dengan kebenaran.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Corder (1967: 971, 961) cited by Ellis (2008), a ‘mistake’ is a
deviation in learner language that occurs when learners fail to perform their
competence. It is a lapse that reflects processing problems. An error, on the other
hand, is a deviation in learner language which results from lack of knowledge of the
correct rule.
Menurut Brown (2004:216), “a mistake refers to a performance error in that
it is a failure to utilize a known system correctly; while an error is a noticeable
deviation from the adult grammar of a native speaker, reflecting the inter language
competence of the learner.”
In translation there are two kinds of errors, they are; global errors vs local
errors. Global errors are errors that affect overall sentence organization (for
example, wrong word order). They are likely to have a marked effect on
comprehension (Ellis, 2008:964).
Local errors are errors that affect single elements in a sentence (for example,
errors in the use of inflections or grammatical functors (Ellis, 2008:970).
West (2008:29-36) memberikan penjelasan tentang kesalahan - kesalahan
gramatikal dalam menulis sebuah kalimat. Berikut adalah penjelasan secara singkat,
jelas, dan transparan. Menurut West, setidaknya ada 6 kesalahan umum yang
dilakukan seseorang dalam menulis sebuah kalimat, 6 kesalahan Grammar Bahasa
Inggris dalam menulis kalimat diantaranya adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Verbs not agreeing with subjects
Aturannya sederhana: Kata Kerja sesuai dengan Subyek (The verb agrees with the
subject)


Singular subject, singular verb

Subyek tunggal harus ditemani kata kerja ‘tunggal’,
contoh: The cat sits on the mat


Plural subject, plural verb

Subyek jamak harus ditemani kata kerja ‘jamak’,
contoh: The cats sit on the mat


Two singular subject, plural verb

Dua subyek tunggal harus ditemani kata kerja ‘jamak’,
contoh: The cat and the dog sit on the mat

Keterangan:
Aturan-aturan di atas masih sebatas aturan umum, ada beberapa pengecualian
dalam aturan tersebut, misalnya kata kerja tak beraturan (irregular verb) yang
berupa ‘to be’ (You are my love dan You are my students). Contoh pertama (you
are my love) menunjukkan subyek tunggal (kamu) sedang contoh kedua (you are
my students) menunjukkan subyek jamak (kalian); meskipun begitu, kata kerja
yang berupa ‘to be’ tetap menggunakan ‘are’. Oleh karena itulah pemahaman
tentang kata kerja (verb) sangat mempengaruhi dalam menulis sebuah kalimat.

Universitas Sumatera Utara

Selain ‘to be’, subyek yang berupa ‘collective noun’ juga sangat mempengaruhi
kata kerja, bandingkan contoh berikut:
1. The team is working on it
2. The team are working on it
Kedua contoh diatas sama-sama benar. Contoh pertama mengacu pada suatu
tim dalam satu kesatuan sehingga kata kerjanya berupa ‘is’, sedang contoh
kedua mengacu pada orang-orang yang ada dalam tim (the people of the team)
sehingga kata kerjanya berupa “are”.
Kategori kesalahan grammatikal di atas tampak mudah jika kita sangat
memahami tentang ‘Subject-Verb Agreement’.
2. Split infinitives
Infinitives (lebih dikenal dengan to infinitive) sewajarnya berbentuk to + verb
murni. Split infinitives ini berarti terpisahnya to dengan verb murninya.
Memang jika terpisahnya ‘kedua pasangan’ ini tidak terlalu jauh, maka bolehboleh saja. Namun jika jaraknya terlalu panjang maka akan terlihat kaku,
contoh:
He began to slowly but surely turn the company round
Contoh di atas terlihat tidak wajar karena memisahkan to dengan verb
murninya terlalu jauh.
Kalimat diatas seharusnya:
He began to turn the company round, slowly but surely. Atau
Slowly but surely, he began to turn the company round.

Universitas Sumatera Utara

3. Dangling Participles
Participle disini adalah participle hasil dari omitting ataupun reducing clause,
bukan participle yang difungsikan sebagai adjective. Berbeda dengan dua
contoh di atas karena hanya kemampuan memahami grammar yang
dibutuhkan, Dangling Participles, dikenal juga dengan istilah misrelated
participle (participle yang tak serasi dengan subyek), membutuhkan
kemampuan dalam segi makna untuk memahaminya, contoh:
Cycling along a path used by Dr Livingstone, a leopard leapt out and
attacked me.
Contoh di atas sebenarnya adalah sebuah adverbial clause yang sub-clausenya
menghilangkan (omitting) subyek dan conjunction after. Karena dalam syarat
omitting, subyek yang dihilangkan harus sama dengan yang ada di main
clause, maka participle ‘cycling’ diatas tidaklah benar. Seharusnya ‘cycling’
pada ‘omitting’ pada contoh tadi mengacu pada subyek manusia karena
kegiatan bersepeda umumnya dilakukan oleh manusia; akan tetapi subyek
pada main clause berupa binatang ‘leopard’ sehingga makna kedua clausenya menjadi rancu.

Contoh kalimat di atas jika dijabarkan maka akan menjadi seperti ini:
After I had cycled along a path used by Dr Livingstone,
a leopard leapt out and attacked me.

Universitas Sumatera Utara

Untuk membenarkan kalimat di atas, maka seharusnya subyek pada main
clause harus diubah menjadi I, sehingga menjadi:
After I had cycled along a path used by Dr Livingstone, I was attacked
by a leopard.
Jika sub-Conjunction dan subyeknya dihilangkan (omitted), maka kalimatnya
menjadi:
Cycling along a path used by Dr Livingstone, I was attacked by a leopard.

4. Unbalanced Sentences
Jika menggunakan correlative conjunction, seperti either….or… atau not
only….but also… kita harus memahami bahwa kalimat tersebut memiliki
kesejajaran dalam bentuk dan fungsi.
Contoh:
Shelly is not only beautiful but also smart
Kata - kata setelah not only dan but also diatas (beautiful dan smart) jelas
memiliki bentuk dan fungsi yang sama yaitu sama - sama adjective dan samasama berfungsi sebagai subjective complement. Namun hal yang paling
penting adalah bentuk harus sama, jika tidak maka kalimat tersebut menjadi
tidak seimbang.
Contoh:
Shelly is not only a student but also smart

Universitas Sumatera Utara

Kalimat tersebut salah karena tidak seimbangnya antara a student dan smartnya (student sebagai noun dan sedangkan smart sebagai adjective). Menurut
nalar semantik (pengetahuan akan makna) juga pasti terlihat rancu.

5. ‘I’ or ‘me’?
Dalam percakapan sehari-hari, kalimat It’s me, terdengar wajar - wajar saja,
namun dalam menulis bahasa Inggris yang baik, tentu kalimat tersebut jelas
salah. Mengapa? Karena me hanya digunakan sebagai object pronoun yang
hanya bisa diletakkan setelah transitive verb. Sedangkan is (to be)
dikategorikan sebagai intransitive verb (kata kerja yang tidak membutuhkan
object). Oleh karena itu sangat tidak wajar jika kita menulis kalimat berikut
ini: It was me who suggest the rise in fees
Kalimat diatas seharusnya:
It was I who suggest the rise in fees

6. ‘Who’ or ‘whom’?
Di dalam pelajaran adjective clause, kita mengenal kata who dan whom.
Kesalahan ini sebenarnya tidak menjadi masalah untuk sekarang ini,
mengingat kata who dan whom terkadang sudah tidak mempunyai perbedaan
satupun. Meskipun dalam grammar kedua kata tersebut memiliki perbedaan
yang sangat signifikan.

Universitas Sumatera Utara

Contoh:
The man whom I mentioned yesterday is Andi.
The man who came yesterday is Andi.
Jika dilihat perbedaan kedua kalimat diatas: setelah who menggunakan verb,
sedangkan setelah whom menggunakan subject = noun / pronoun.

2.4.1. Error vs Mistake
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang berbeda yang menanggung arti yang
sama atau mirip. Namun, ada cara yang tepat untuk menggunakan kata-kata, dan ini
sering akan tergantung pada konteks.
'Error' dan 'Mistake' adalah dua kata yang berarti: "Sebuah tindakan yang
salah disebabkan penilaian buruk, atau ketidaktahuan, atau kekurangan perhatian".
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konteks akan menentukan penggunaan
yang tepat. 'Error' dan 'Mistake' memiliki kategori yang sama. Banyak yang
mengatakan bahwa 'error' lebih parah. Hal ini karena penilaian salah perhitungan dan
salah, bahwa "mistake", di sisi lain, adalah kurang dalam gravitasi, sebagaimana
orang - orang biasanya membuat kesalahan. Namun, banyak juga orang yang akan
bertentangan dalam hal ini.
Hal ini sangat bisa diterima untuk menggunakan 'error' dalam konteks formal
atau teknis. Dalam istilah ilmiah atau teknis yang sangat, 'error' adalah lebih cocok.
Dalam dunia komputasi dan pemrograman, 'error' adalah istilah yang lebih pas untuk
menunjukkan kesalahan, atau 'error', terutama di coding dan proses. 'error system'

Universitas Sumatera Utara

terdengar lebih baik dari pada 'Mistake System'. 'Error' juga digunakan dalam
percakapan bahasa Inggris lebih kasual. Meskipun “mistake” masih dapat digunakan
dalam uang, sering kali akan terdengar tidak alami, atau teknis. Hal ini akan menjadi
canggung untuk mengatakan sesuatu seperti : "It’s my error. I am sorry! ".
Pernyataan yang terdengar lebih alami akan menjadi: “It’s my mistake. I am sorry!”
Dari segi etimologi, kata 'error' berasal dari 'errorem' kata latin atau 'errare',
yang berarti 'mengembara atau menyimpang'. Kata Norse tua, 'mistaka', yang berarti
'salah' (salah) dan 'taka' (mengambil). Secara keseluruhan, itu berarti “salah ambil”.
Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sebagian orang mungkin menganggap 'error' akan jauh lebih parah dari
"mistake".
2. 'Error' adalah istilah yang lebih cocok untuk konteks yang lebih formal,
sedangkan 'mistake' digunakan lebih luas dalam percakapan santai.
3. Etimologi menunjukkan bahwa 'error' berasal dari kata latin yang berarti
'mengembara atau menyimpang', sedangkan 'mistake' adalah dari kata norse
tua yang berarti 'salah mengambil'.

2.5. Pengertian Ungkapan (Phrase)
Frase menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gabungan dua kata atau
lebih yang bersifat nonpredikatif. Frase adalah satuan konstruksi yang terdiri atas dua
kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Ramlan, frase adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau
lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya
sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek,
predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, masih bisa disebut frasa.
Contoh:
1. rumah bersalin itu
2. yang akan datang
3. sedang memasak
4. cantik sekali
5. minggu depan
Jika contoh itu diletakkan dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja.
1. Rumah bersalin itu luas
S
P
2. Beliau yang akan datang besok.
S
P
Ket
3. Bapak sedang memasak nasi goreng.
S
P
O
4. Gadis itu cantik sekali.
S
P
5. Ibu guru berdiri di depan.
S
P
Ket

2.6. Pengertian Klausa (Clause)
Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurangkurangnya terdiri atas subjek (S) dan predikat (P), dan mempunyai potensi untuk

Universitas Sumatera Utara

menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Unsur inti klausa adalah S dan P.
Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas
sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62).
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan
gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap,
keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat.
Macam – macam Clauses
Dalam bahasa Inggris ada 2 macam Clauses, yaitu:
1. Main Clauses (Klausa Utama)
2. Subordinate Clauses (Anak Kalimat)
1. Klausa Utama (Main Clause)
Main Clause (induk kalimat) disebut juga dengan Independent Clauses adalah
serangkaian kata yang mengandung subjek dan predikat yang telah mempunyai
pengertian sempurna (jelas), dan dapat berdiri sendiri, artinya tidak tergantung pada
Clause yang lain.
Contoh:
· We study English.
· English is an international language.
· She has finished working.
2. Anak Kalimat (Subordinate Clause)
Anak Kalimat (Subordinate Clause) disebut juga dengan Dependent Clause, adalah
serangkaian kata yang mengandung subjek dan predikat tetapi belum mempunyai

Universitas Sumatera Utara

pengertian yang sempurna, dan tidak dapat berdiri sendiri, artinya tergantung pada
induk kalimat (Main Clause).
Contoh:
1. I will go if you go.
2. She won't come unless you invite her.
3. I enjoy my job although I work long hours.
Berdasarkan fungsi (penggunaannya), Clauses diklasifikasikan menjadi 3 macam,
yaitu:
1. NOUN CLAUSE
2. ADJECTIVE CLAUSE
3. ADVERBIAL CLAUSE

2.7. Pemilihan Kata (Diksi)
Definisi diksi (diction) adalah pemilihan kata dan metode penggunaannya
dalam

tulisan

atau

pembicaraan,

serta

kemampuan

untuk

menyampaikan

maksud/ide/keinginan dalam bentuk kata-kata dengan jelas.

“Diction will be effective only when the words you choose are appropriate for
the audience and purpose, when they convey your message accurately and
comfortably. The idea of comfort may seem out of place in connection with diction,
but, in fact, words can sometimes cause the reader to feel uncomfortable. You’ve
probably experienced such feelings yourself as a listener–hearing a speaker whose

Universitas Sumatera Utara

words

for

one

reason

or

another

strike

you

as

inappropriate.”

(Martha Kolln, Rhetorical Grammar. Allyn and Bacon, 1999).

Diksi sangat penting dalam komunikasi karena pada dasarnya, setiap orang
memiliki tingkatan yang berbeda dalam berbahasa. Mencoba menunjukkan ketidak
setujuan kita pada dosen dengan berucap “penjelasan bapak kaya sampah” jauh
lebih mengesankan kita sebagai orang tidak terdidik bagi si dosen, sementara pesan
tentang pendapat kita yang berbeda justru akan tersamarkan.

Memilih kata yang tepat yang dapat mewakili pesan yang ingin kita
sampaikan, yang tepat bagi audiens, dan yang dapat membawa tujuan dari
komunikasi yang kita lakukan, itu lah diksi. Dan diksi itu, semacam skill.
Kemampuan. Bakat, namun juga dapat dikembangkan melalui latihan.

Manurut Keraf (2006:24), pengertian diksi adalah :


Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus
dipakai

untuk

mencapai

suatu

gagasan,

bagaimana

membentuk

pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan –
ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.


Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa –
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk

Universitas Sumatera Utara

menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar.


Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan
yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah
keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.

Jadi semakin banyak vocabulary kita, serta semakin dalam pemahaman kita
terhadap nuansa makna (efek mental) dari suatu kata, maka semakin bagus diksi kita.
Cara melatihnya tentu saja, banyak membaca, mendengar, memperhatikan reaksi
orang-orang ketika membaca/mendengar kata-kata tertentu, banyak membuka kamus.

2.8. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Berikut diberikan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul kajian tesis
ini yaitu;
1. Abbasi (2011) dalam artikelnya yang berjudul An Analysis of Grammatical
Errors among Iranian Translation Students: Insights From Interlanguage
Theory. Dalam tulisannya ia menjelaskan bahwa Error Analysis pada
terjemahan mahasiswa Iran menjelaskan adanya kesalahan yang signifikan
dalam grammar bahasa Inggris mereka. Temuan – temuan tersebut
menunjukkan 98% mahasiswa memiliki masalah dalam sisi tata bahasa
(grammar) dan sebagian besar kesalahan yang dilakukan para mahasiswa

Universitas Sumatera Utara

adalah kesalahan interlingual (antar bahasa), yang menunjukkan pengaruh
bahasa ibu mereka.
2. Siubelan (2009) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dalam tesisnya
yang berjudul Analisis Kesalahan Preposisi Lokatif Bahasa Jerman. Dari hasil
penelitiannya diperoleh preposisi “in” paling banyak digunakan untuk
menyatakan keberadaan preposisi “in” untuk menyatakan keberadaan.
Preposisi yang menjadi permasalahan dalam penggunaannya adalah prefosisi
auf dan in. Dari analisis kesalahan bahwa jenis interferensi yang terjadi pada
kasus ini adalah interferensi grammatikal berjenis penghilangan kategori
grammatical wajib.
3. Zhang (2008) dalam artikelnya yang berjudul Grammar Comparison Study for
Translation Equivalence Modeling and Statistical machine Translation. Dalam
jurnalnya ia menjelaskan mengenai studi perbandingan grammar Translation
Equivalence Modeling (TEM) dan Statistical Machine Translation (SMT). Di
sini dapat dibandingkan kemampuan ekspresif berbagai grammar melalui
bentuk terjemahan yang sebenarnya pada corpora bilingual bahasa Cina –
Inggris. Hasil percobaan menunjukkan bahwa model tersebut lebih mampu
menjelaskan data parallel corpora dari pada grammar yang lain. Studi tersebut
menunjukkan perbedaan struktur yang lebih kompleks dari pada yang
dianjurkan dalam literatur yang menghadapi tantangan besar terhadap model
basis transformasi sintatis.

Universitas Sumatera Utara

4. Yang (2010) dalam artikelnya yang berjudul A Tentative Analysis of Error in
Language Learning and Use. Dalam jurnalnya disebutkan: Para analis Analysis
of Error menyatakan bahwa kesalahan – kesalahan pembelajar di dalam skala
yang besar tidak disebabkan oleh pengaruh bahasa pertama mereka namun
pada strategi pembelajaran yang lazim. Error Analysis menjelaskan hal – hal
beraturan dalam proses pembelajaran bahasa asing melalui studi kesalahan –
kesalahan pembelajar. Studi ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam
pengajaran bahasa asing. Para guru harus lebih sensitif terhadap kesalahan –
kesalahan siswa mereka dan menyimpulkan jenis kesalahan apa yang sering
terjadi pada periode tertentu dan kemudian memodifikasi bahan ajar untuk
beradaptasi dengan kebutuhan siswa.
5. Pym (1992) dalam artikelnya yang berjudul Translation Error Analysis and
The

Interface

with

Language

Teaching.

Dalam

artikelnya,

penulis

menyebutkan bahwa evaluasi secara empiris terhadap pengajaran dan
pembelajaran terjemahan pada umumnya terhambat disebabkan karena adanya
kompleksitas bidang – bidang tertentu yang terlibat, subjektivitas metode –
metode penilaian yang digunakan dan kesulitan mendapatkan contoh yang
tepat. Faktor – faktor ini cenderung membatasi hasil – hasil yang jelas pada
tingkat bahasa yang paling mendasar.

Secara umum, sebagian besar kesalahan yang diperoleh dari artikel penelitian
di atas dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah masalah

Universitas Sumatera Utara

kesalahan tata bahasa (grammar) namun setiap peneliti menggunakan metode dan
bahan analisis yang berbeda. Kesalahan tata bahasa (grammar) yang dilakukan
disebabkan karena latar belakang obyek penelitian adalah orang atau bahan yang
bukan berasal dari negara – negara yang menggunakan bahasa Inggris sehingga
kesalahan tata bahasa (grammar) sangat sering terjadi.

Universitas Sumatera Utara