Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dilakukan Oleh Masyarakat Adat Simalungun di Kecamatan Panombean Panei Kabupaten Simalungun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan dan pertambahan penduduk membawa konsekuensi logis
tuntutan kebutuhan manusia akan tanah sebagai tempat tinggalnya, akan tetapi disisi
lain keadaan tanah statis tidak bertambah, bahkan dimungkinkan terjadi pengurangan
karena proses alam. Tanah selain dapat di miliki pibadi atau badan hukum juga dapat
diperuntukkan untuk kepentingan sosial. Dalam ketentuan UUPA mengenai fungsi
sosial dari tanah, dinyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial.”1
Kondisi kebutuhan dan tersedianya tanah yang tidak seimbang ini terus
berlanjut dan akan menimbulkan masalah-masalah dalam penggunaan tanah, yaitu:
1.
2.

3.
4.
5.

Berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah pemukiman, industri dan

keperluan non pertanian lainnya.
Terjadinya pembenturan kepentingan berbagai sektor pembangunan (misalnya
antara kehutanan dan transmigrasi, pertambangan dengan perkebunan dan
sebagainya).
Menurunnya kualitas lingkungan pemukiman akibat banjir, kekurangan air bersih
baik dari jumlah maupun mutunya.
Meluasnya tanah kritis akibat penggunaaan tanah yang tidak sesuai dengan
potensinya, terjadinya erosi, banjir, dan sedimentasi.
Pengunaan tanah untuk berbagai kegiatan akan menghasilkan limbah yang dapat
menimbulkan pencemaran air dan udara.2

1

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria
2

J. Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat, (Yogyakarta:
Laksbang Mediatama, 2009), halaman 1.


1

Universitas Sumatera Utara

2

Untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi masalah-masalah pertanahan
tersebut di atas bisa dilakukan tindakan-tindakan antara lain:
1.

2.
3.

4.

Tidak melakukan perusakan atas tanah, dalam arti melakukan perbuatan yang
dapat menimbulkan kerusakan tanah, yakni menurunnya kualitas tanah sehingga
mengganggu peruntukan tanah yang bersangkutan.
Tidak menelantarkan tanah, dalam arti tanah terus digarap guna memelihara

kesuburan tanah tersebut.
Tidak melakukan pemerasan atau pendayagunaan (eksploitasi) tanah yang
melebihi batas sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak-pihak yang lain
juga membutuhkan areal atas tanah tersebut.
Tidak menjadikan tanah sebagai alat pemerasan terhadap orang lain.3
Masalah ketersediaan tanah dalam masa pembangunan adalah amat luas dan

menyangkut banyak segi kehidupan manusia dalam masyarakat yang bersifat politis,
hukum, sosial, dan ekonomi, dimana tiap pembangunan membutuhkan tanah, baik
sebagai faktor produksi atau sebagai ruang tempat usaha atau permukiman. Makin
meningkatnya jumlah penduduk, juga semakin meningkatnya jumlah pembangunan,
akan meningkat pula kebutuhan akan tanah, pada hal luas tanah (wilayah) di suatu
negara sangat tebatas. Dalam rangka pembangunan nasional dewasa ini, tampaknya
masalah pertanahan memerlukan perhatian dan penanganan dari berbagai pihak,
karena dalam susana yang demikian dirasakan sekali semakin bertambah banyaknya
tanah rakyat yang tersangkut dalam berbagai kegiatan ekonomi, sehingga dalam
hubungan dengan hal ini semakin lama semakin terasa pula perlunya suatu jaminan
kepastian hak atas tanah.4

3


Ibid., halaman. 2
Abdurrahman, Tabaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, (Bandung: Alumni, 1985),
halaman 2.
4

Universitas Sumatera Utara

3

Hak milik atas tanah sangat penting bagi negara, bangsa dan rakyat sebagai
masyarakat yang sedang membangun ke arah perkembangan industri. Tanah yang
merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan berbagai hal
seperti keterbatasan tanah baik dalam jumlah maupun kualitas dibanding dengan
kebutuhan yang harus dipenuhi. Tanah disatu pihak telah tumbuh sebagai benda
ekonomi yang sangat penting serta telah tumbuh sebagai bahan perniagaan dan objek
spekulasi, di lain pihak harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat.5
Salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan hak milik atas tanah saat
ini yaitu dengan melakukan peralihan hak atas tanah. Pengalihan hak atas tanah

adalah penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain
pemerintah

guna pelaksanaan

pembangunan

termasuk pembangunan

untuk

kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Ada dua cara dalam
mendapatkan ataupun memperoleh hak milik, yakni dengan pengalihan, yang
meliputi beralih dan dialihkan, dalam hal ini berarti ada pihak yang kehilangan yaitu
pemilik semula dan pihak lain yang mendapatkan suatu hak milik, dimana terjadinya
hak milik karena:6
1.

Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan peraturan

pemerintah, dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali dengan
hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan wilayah masyarakat
5

Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), halaman 1.
6
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

Universitas Sumatera Utara

4

2.

hukum adat dengan persetujuan kepala desa, dengan dibukanya tanah tesebut,
belum berarti orang tersebut langsung memperoleh hak milik. Hak milik akan
dapat tercipta jika orang tersebut memanfaatkan tanah yang telah dibukanya,
menanami dan memelihara tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu
yang sangat lama, dari sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui

sebagai hak milik menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini
memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang
berupa pengakuan dari pemerintah.
Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan oleh
pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh peraturan pemerintah, dalam hal ini berarti pemerintah
memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga dapat
memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada.
Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk memindahkan hak

atas tanah kapada pihak lain. Pemindahan dilakukan apabila status hukum pihak yang
akan menguasai tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang
tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.
Secara khusus falsafah kepemilikan atas tanah dalam hukum adat, hakekat dasarnya
adalah dari pertautan manusia dengan tanah dan alamnya dan bukan pada hak,
melainkan pada hubungan kuatnya pertautan hubungan yang melahirkan kewenangan
(hak), oleh karena itu hak lahir melalui proses intensitas hubungan antara manusia
dengan tanah tidak dari keputusan pejabat.7
Dalam filosofi adat, hak dipahamkan sebagai suatu yang relatif dan mudah
berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga hak

sesuatu yang tidak mutlak. Masyarakat adat memiliki tanah atas dasar hubungan

7

Herman Soesangobeng, Filosofi Adat Dalam UUPA, Makalah, Presentasi Dalam Sarasehan
Nasional “Peningkatan Akses Rakyat Terhadap Sumberdaya Tanah”, Diselenggarakan Oleh Kantor
Menteri Negara Agraria Bekerjasama Dengan ASPPAT, (Jakarta: Kantor Kemeterian Agraria, 1998)
halaman. 4

Universitas Sumatera Utara

5

ulayat yang menimbulkan hak-hak atas tanah. Hak-hak itu dilahirkan berdasarkan
proses perhubungan penguasaan nyata, utamanya oleh perorangan dan keluarga
sebagai pemegang hak. Pertumbuhan hak atas tanah itu diawali dari pemilihan lahan
berdasarkan hak wenang pilih. Hukum adat mengenal hak wenang pilih bagi
perseorangan warga persekutuan yang membuka tanah atau menempatkan tandatanda pelarangan seperti pagar pada tanahnya.8
Pengalihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak

lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, dengan demikian
berarti setiap pengalihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli,
tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT.9 Jual beli, tukar menukar
atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang
bersifat terang dan tunai. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan
kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak
milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan
bertindak atas bidang tanah tersebut.
Adapun yang menjadi syarat-syarat terjadinya pengalihan terhadap kebendaan
tersebut haruslah dilakukan oleh orang yang berhak untuk mengalihkan kebendaan
tersebut. Tidak selamanya pemilik suatu kebendaan dapat diberikan hak untuk
8

S. Hendrati Ningsih, A. Budiartha & Andi Hernandi, “Masyarakat Dan Tanah Adat Bali”
Jurnal Sosioteknologi Edisi 15 Tahun 7, (Jakarta: Desember 2008), halaman. 519
9
Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Universitas Sumatera Utara


6

mengalihkan benda tersebut, hal ini dikarenakan suatu hal misalnya saja pemilik
suatu kebendaan di dalam keadaan pailit (failiet). Dalam hal ini ia merupakan pemilik
suatu kebendaan tetapi dikarenakan keputusan pengadilan yang mengatakan ia pailit
maka ia tidak berhak untuk mengalihkan benda tersebut.
Adapun sebaliknya orang tersebut tidak merupakan pemilik suatu kebendaan
tetapi ia berhak untuk melakukan pengalihan. Misalnya pandamer, di mana pihak ini
menerima barang gadaian dari pemilik benda tersebut sebagai jaminan pelunasan
hutangnya. Dalam hal ini ia tidak merupakan pemilik yang sah dari suatu kebendaan,
tetapi bila pihak yang berhutang dalam hal ini pemilik yang sah dari benda itu ingkar
janji atau wanprestasi maka pihak penerima gadai dapat mengalihkan benda
tersebut.10
Pengalihan itu dilakukan secara nyata artinya pengalihan itu harus benarbenar terjadi dan dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Melihat persyaratan
tersebut di atas pengalihan terhadap benda-benda bergerak cukup hanya melakukan
penyerahannya begitu saja, tetapi terhadap benda tidak bergerak, pencatatan benda
tersebut ke dalam suatu akte sangat penting untuk menetapkan keabsahan benda
tersebut. Terhadap benda tidak bergerak, di samping dengan pengalihan nyata, maka
untuk mengalihkan hak milik atas barang tidak bergerak tersebut harus dilakukan

dengan pengalihan secara yuridis.
Perbuatan hukum jual beli hak milik atas tanah yang dilakukan dengan
perjanjian jual beli di hadapan notaris yang kemudian apabila syarat terang dan
10

Herman Soesangobeng, Loc. Cit., halaman. 4

Universitas Sumatera Utara

7

tunainya terpenuhi maka dilanjutkan dengan penandatanganan akta jual beli yang
dibuat dihadapan pejabat pembuat akta tanah sekaligus juga merupakan penyerahan
hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli. Terang dimaksudkan bahwa
perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang
menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan
dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan pejabat
yang berwenang berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan
segala akibat hukumnya.11
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa “peralihan hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan harta ke
perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”12
Pada hukum pertanahan dikenal bahwa jual beli tanah harus dilakukan secara
terang dan tunai dalam artian penyerahan dan pembayaran jual beli hak milik atas
tanah dilakukan pada saat bersamaan (tunai) dihadapan seorang PPAT (terang).13
Penambahan terang dan tunai dalam jual beli hak milik atas tanah disebabkan karena
hukum tanah mengadopsi aturan-aturan hukum adat. Pandangan hukum adat

11

Gunawan Widjaja, Kartini Mulyadi, Jual Beli, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
halaman. 87
12
Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
13
Gunawan Widjaja, Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara

8

menyatakan bahwa jual beli atas bidang tanah telah terjadi antara penjual dan pembeli
bila diketahui oleh kepala kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang
saksi.14 Akta peralihan hak milik atas tanah merupakan sebuah akta otentik, dimana
menurut ketentuan peraturan perundang‐undangan, akta otentik mempunyai 3 (tiga)
macam kekuatan pembuktian yaitu:
1.
2.

3.

Kekuatan pembuktian luar (uitwendige bewijskracht), yaitu syarat‐syarat formal
yang diperlukan agar akta notaris dapat berlaku sebagai akta otentik.
Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht), yaitu kepastian, bahwa
suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul‐betul dilakukan oleh notaris
atau diterangkan oleh pihak‐pihak yang menghadap.
Kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskracht), yaitu kepastian bahwa
apa yang tersebut dalam akta tersebut merupakan pembuktian yang sah terhadap
pihak‐pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku
umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).15
Berdasarkan hal tersebut keberadaan akta notaris merupakan akibat langsung

yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang‐undangan, bahwa harus ada
akta‐akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh
undang‐undang kepada pejabat‐pejabat atau orang‐orang tertentu, dimana dalam
pemberian tugas inilah terletak pemberian tanda kepercayaan kepada para pejabat itu
dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta‐akta yang mereka buat dan
sepakati.16
Penelitian ini berkaitan dengan peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh
masyarakat adat Simalungun. Menurut ketentuan hukum adat Simalungun, pada
14
Sahat Sinaga, Jual Beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan, (Jakarta: Pustaka Sutra, 2007),
halaman. 17-21
15
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta:
Rajawali Pers, 1982), halaman. 55
16
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

9

mulanya pemilikan tanah adalah hak milik marga yang dikuasai oleh raja dari salah
seorang anak keluarga marga tersebut. Rakyat hanya mempunyai hak pakai atau hak
massamod, dan sering juga disebut galunggung. Hak massamod (galunggung) bagi
rakyat berlaku turun-temurun dan dapat diwariskan, juga dapat dijual. Sebenarnya
Kabupaten Simalungun yang penduduknya etnis Batak, berada di Pantai Timur
Sumatera Utara ini sangat berbeda dengan daerah Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan
maupun Karo.17
Penduduk dapat membuka perladangan atau persawahan dengan sekuat
kemampuannya dengan ketentuan tanaman keras di atas tanah tersebut adalah milik
marga oleh salah seorang raja dari marga tersebut. Sebagai pemerintah tertinggi di
wilayahnya masing-masing penduduk diwajibkan mendapat persetujuan dari raja
untuk massamod yang baru dan setiap penjualan hak massamod dari rakyat kepada
orang lain harus diketahui oleh raja, untuk itu yang bersangkutan memberikan suatu
pertanda berupa hasil dari atau peliharaan atau uang tunai (tidak ada ketentuan yang
pasti).18
Masyarakat adat Simalungun adalah masyarakat Batak Simalungun di wilayah
Kabupaten Simalungun yang berprinsip Tolu Sahundulan Lima Saodoran (kedudukan
nan tiga, barisan nan lima, Tondong, Sanina, Suhut, Anak Boru Jabu, Anak Boru
Mintori). Hak bersama atas tanah disebut rahatan ni huta. Rahatan ni huta termasuk
juga hutan yang berdekatan dengan kampung, dimana kayu-kayunya tidak boleh
17

Moshedayan Pakpahan, Tanah Adat Di Daerah-Daerah Indonesia, (Jakarta: Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional, 1998), halaman. 6
18
Ibid., halaman. 6

Universitas Sumatera Utara

10

diambil oleh penduduk kecuali untuk keperluan kampung itu umpamanya untuk balai
desa, lumbung desa.19
Hak atas tanah adat yang terdiri atas hak ulayat dan hak perseorangan atas
tanah (adat) di Kabupaten Simalungun masih di akui, meskipun dari segi objek
adanya bong-bongan sahuta, tapian, juma na bolak, dan lain-lain. Masyarakat hukum
adat masih ada tapi lemah, hal ini ditandai dengan adanya pimpinan adat dalam acaraacara ritual seperti pesta, dan hukum adat juga masih dipakai meskipun di sana-sini
sudah mengalami pergeseran.20 Untuk dapat dikatakan mempunyai hubungan dan
hak-hak perorangan atas tanah haruslah memenuhi tiga syarat pokok yakni tempat
tinggal, kedudukan sebagai warga persekutuan dan intensitas penguasaaan serta
pengolahan tanah21 artinya hanya mereka yang bertempat tinggal dalam lingkungan
ulayatlah yang berhak memiliki hubungan dan hak perorangan yang kuat, baik secara
individu, keluarga maupun kelompok.
Begitu pula hanya warga persekutuanlah yang memiliki hak serta hubungan
yang kuat terhadap tanah yang berada dalam lingkungan tanah ulayat. Selanjutnya
tentang syarat ketiga yaitu intensitas penguasaan dan pengolahan tanah, artinya tanah
yang secara terus menerus diusahakan dan diolah sehingga memberikan hasil dan
manfaat.

Syarat

ini

merupakan

petunjuk

bagi

adanya

sifat

menguncup

mengembangnya hubungan ulayat dengan hak perorangan. Dengan diusahakan tanah
19

Ibid., halaman. 7
Rosnidar Sembiring, Keberadaan Hak Ulayat Di Kabupaten Simalungun, Tesis, (Medan:
PPS USU, 2001), halaman. 16
21
Herman Soesangobeng, Kontektualisme Filosofi Adat Tentang Tanah Dan Penerapannya
Setelah UU Nomor 5 Tahun 1960 Serta Advokasi Pertanahan Di Indonesia, Makalah, (Bandung:
Akatiga), 21 Pebruari 1998, halaman. 4
20

Universitas Sumatera Utara

11

secara terus menerus dan hubungan penguasaan maupun pengolahan oleh seseorang
ataupun keluarga atas tanah, maka hubungan hak perorangan berkembang menjadi
kuat dan penuh sedangkan hubungan kewenangan ulayat menguncup dan menjadi
bertambah lemah begitupun sebaliknya.
Meskipun demikian, hubungan kekuasaan dan kewenangan ulayat, masih
tetap meliputi dan menguasai hak perorangan yang bersangkutan, karena itu bilamana
ketiga syarat tersebut dibaikan, maka hubungan hak perorangan atas tanah menjadi
munguncup dan melemah atau lenyap, tetapi sebaliknya hubungan kekuasaan ulayat
pun menjadi berkembang dan terpulihkan tanpa halangan apapun.22
Atas dasar hubungan kewenangan dan kekuasaan ulayat maka dikembangkan
hak-hak perorangan maupun masyarakat atas tanah, dimana hak dan kewenangan
masyarakat atas tanah dapat dipisahkan menjadi tiga yaitu:23
1.
2.
3.

Untuk mengatur dan menetapkan peruntukan serta penggunaan tanah.
Untuk mengendalikan penyimpangan atas peruntukan dan penggunaan tanah.
Untuk memberikan tanah yang ditelantarkan kepada warga masyarakat lainnya
yang diakui berhak.
Sedangkan hak-hak perorangan yang dapat lahir ada empat yaitu sebagai

berikut:24
1.
2.
3.
4.

Hak untuk mengambil hasil hutan serta pengairan dalam lingkungan ulayat.
Hak untuk menanam dan memiliki bangunan atas tanah ulayat.
Hak untuk membuka tanah dan hutan.
Hak untuk mengalihkan hak atas tanah serta bangunan dan tanaman diatas
tanahnya.

22

Ter Haar, Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Balai Pustaka, 2013), halaman. 51

23

Ibid., halaman. 52
Ibid.

24

Universitas Sumatera Utara

12

Adapun kedudukan hak penguasaan atau hak perorangan adalah merupakan
hak yang diciptakan berdasarkan kekuasaan masyarakat (ulayat). Hak ini tidak
bersifat abadi dan diikat oleh kekuasaan masyarakat. Ikatan mana bisa menjadi kuat
atau melemah bergantung pada lamanya penguasaan dan intensitas pengolahan atas
tanahnya. Lamanya waktu penguasaan itu biasanya dibuktikan dengan adanya
kewenangan meneruskan hak penguasaan berupa mewariskan tanah kepada generasi
penerus. Dengan demikian setiap waktu masyarakat dapat mencampuri dalam urusan
pemakaian dan pemanf aatan hak perorangan yang bersangkutan bila dalam
pemakaian atau pemanfaatan hak perorangan oleh yang bersangkutan ada hal-hal
yang tidak sesuai atau berlawanan dengan prinsip-prinsip pemberian hak perorangan
tersebut.25
Salah satu yang menjadi hak perorangan terhadap tanah dalam msyarakat adat
adalah hak untuk mengalihkan hak atas tanah serta bangunan dan tanaman diatasnya.
Untuk kelompok-kelompok masyarakat yang belum tersentuh administrasi dan
hukum pertanahan yang lebih modern dan hanya mengenal ketentuan hukum adat
mereka, dimana peralihan hak atas tanah hanya dilakukan dibawah tangan dan atas
dasar kepercayaan serta kekeluargaan tanpa adanya akta yang dibuat pejabat yang
berwenang yang hanya diperkuat dengan kesaksian orang-orang yang dapat
dipercaya.26

25
26

Ibid., halaman. 55
Herman Soesangobeng, Op. Cit., halaman. 15

Universitas Sumatera Utara

13

Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada, surat di bawah tangan tidak
memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, surat di bawah tangan tetap dapat
dijadikan sebagai alat bukti, dan hal ini tentu saja terkait dengan masalah tanda
tangan dan kesaksian dalam surat tersebut.27 Fakta yang ada saat ini, tidak jarang alas
hak berupa surat di bawah tangan ini menimbulkan masalah di kemudian hari seperti
munculnya dua pihak yang mengaku sebagai pemilik atas tanah yang telah di alihkan
tersebut, pemalsuan, dan penyerobotan tanah oleh ahli waris ketika si penjual sudah
meninggal dunia. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini diberi judul
“Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dilakukan Oleh Masyarakat Adat
Simalungun Di Kecamatan Panombean Panei Kabupaten Simalungun.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat di identifikasi
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1.

Bagaimana legalitas peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris
terkait peralihan tanah yang berasal dari kepemilikan hukum adat yang belum
bersertifikat di Kecamatan Panombean Panei Kabupaten Simalungun?

2.

Apa yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah milik
perorangan secara hukum adat dipandang dari hukum agraria nasional di
Kecamatan Panombean Panei Kabupaten Simalungun?

27

Ibid., halaman. 16

Universitas Sumatera Utara

14

3.

Bagaimana solusi hukum yang dapat dilakukan dalam mengatasi persoalan
terkait peralihan hak atas tanah yang dilakukan berdasarkan hukum adat di
Kecamatan Panombean Panei Kabupaten Simalungun?

C. Tujuan Penelitian
Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah
yang bermanfaat bagi semua kalangan baik civitas akademika, pemerintah,
masyarakat maupun para pihak yang terlibat langsung dalam setiap pelaksanaan
peralihan hak atas tanah khususnya tanah-tanah milik masyarakat adat. Selain itu
tujuan penelitian ini untuk mengembangkan pengetahuan hukum khususnya hukum
yang mengatur tentang administrasi pertanahan. Sesuai permasalahan yang diatas
adapun tujuan penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai legalitas peralihan hak atas tanah
yang dibuat dihadapan notaris terkait peralihan tanah yang berasal dari
kepemilikan hukum adat yang belum bersertifikat di Kecamatan Panombean
Panei Kabupaten Simalungun.

2.

Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai faktor penghambat dalam
pelaksanaan peralihan hak atas tanah milik perorangan secara hukum adat
dipandang dari hukum agraria nasional di Kecamatan Panombean Panei
Kabupaten Simalungun.

3.

Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai solusi hukum yang dapat
dilakukan dalam mengatasi persoalan terkait peralihan hak atas tanah yang

Universitas Sumatera Utara

15

dilakukan berdasarkan hukum adat di Kecamatan Panombean Panei Kabupaten
Simalungun.

D. Manfaat Penelitian
Penelitan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoretis
kepada disiplin ilmu hukum yang diterapkan oleh aparat penegak hukum maupun
praktis kepada para praktisi hukum.
1.

Manfaat yang bersifat teoretis adalah diharapkan hasil penelitian ini dapat
menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin
ilmu hukum khususnya pengetahuan ilmu hukum pertanahan, hukum
administrasi dan hukum agraria nasional.

2.

Manfaat yang bersifat praktis adalah bahwa hasil penelitian ini nantinya
diharapkan memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang
diteliti. Penelitian diharapkan juga agar dapat menjadi bahan masukan bagi
masyarakat, aparat penegak hukum dan para pihak yang berperan serta yang
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam memberikan
kepastian dan perlindungan hukum dalam setiap pelaksanaan peralihan hak atas
tanah khususnya milik masyarakat adat.

E. Keaslian Penulisan
Penelitian yang berjudul “Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dilakukan Oleh
Masyarakat Adat Simalungun Di Kecamatan Panombean Panei Kabupaten
Simalungun” adalah hasil pemikiran sendiri. Penelitian ini menurut sepengetahuan,

Universitas Sumatera Utara

16

belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada seperti beberapa judul penelitian
yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya
berbeda. Oleh karena itu, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara
moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya dilingkungan
Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum juga telah dilakukan dan dilewati,
namun ada beberapa penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang
diangkat, antara lain:
1.

Nama

:

Fine Handryani

Nim

:

097011108

Judul

:

Akibat Hukum Dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah
Bersertifikat Yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan
Akta PPAT (Studi Pada PPAT Di Kabupaten Langkat)

Rumusan Masalah:
1. Mengapa terjadi pembuatan akta jual beli yang tidak sesuai ketentuan dalam
prosedur pembuatan akta pejabat pembuat akta tanah?
2. Bagaimanakah

peran

badan

pertanahan

nasional

dalam

melakukan

pengawasan atas tata cara pembuatan akta oleh para pejabat pembuat akta
tanah?
3. Bagaimanakah akibat hukum terhadap akta pejabat pembuat akta tanah yang
tidak sesuai dengan prosedur?

Universitas Sumatera Utara

17

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.28 Teori berguna untuk
menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi
dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat
menunjukkan ketidakbenarannya.
Menurut Soerjono Soekanto, dinyatakan bahwa “keberlanjutan perkembangan
ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi
sosial sangat ditentukan oleh teori.”29 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk
memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang
diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka
kerangka teori diarahkan kepada teori-teori ilmu hukum. Pada penelitian ini teori
yang digunakan adalah teori bola, teori kepastian hukum dan teori perlindungan
hukum.
Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori bola yang mana hubungan
masyarakat hukum dan individu terhadap tanah selalu mengembang dan mengempes,
atau dalam artian lain terdapat hubungan timbal balik antara masyarakat hokum adat

28
29

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), halaman. 80
Soerjono Soekanto, Op. Cit., halaman. 6

Universitas Sumatera Utara

18

dengan tanah. Hal ini diumpamakan dengan sebuah bola, jika mendapat tekanan yang
kuat bola mengempes, dan jika tekanan terhadap bolanya berkurang atau melemah,
bola akan mengembung kembali.
Menurut Ter Haar pada prinsipnya tanah tidak bisa lepas dari masyarakat
hukum lain, kecuali dalam hal-hal tertentu, yaitu sebagai berikut30 :
1.
2.
3.
4.

Ada pembunuhan yang tidak diketahui pelakunya.
Jika persekutuan hukum dikalahkan dalam peperangan, atau dapat tekanan dari
pemerintahan yang lebih tinggi tingkatannya.
Tanah itu jauh dari pusat kehidupan persekutuan.
Tanah itu tidak subur atau gersang.
Menurut Ter Haar bila hak persekutuan menguat maka hak perseorangan akan

melemah, sebaliknya apabila hak perseorangan menguat maka hak persekutuan akan
melemah (teori bola)31 . Pada masyarakat yang masih mengakui hak ulayat apabila
terhadap tanah tersebut diperlukan oleh negara, maka negara harus memberikan ganti
rugi atas tanah tersebut. Cara persekutuan memelihara serta mempertahankan hak
ulayat yaitu dengan cara:
1.
2.
3.

Persekutuan berusaha meletakkan batas-batas di sekeliling wilayah kekuasaan
itu.
Menunjuk pejabat-pejabat tertentu yang khusus bertugas mengawasi wilayah
kekuasaan persekutuan yang bersangkutan.
Mengadakan patroli-patroli perbatasan.
Fungsi teori bola dalam penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana

eksistensi hak ulayat masa kini di kalangan masyarakat hukum adat, dan juga untuk

30
31

Ter Haar, Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Balai Pustaka, 2013), halaman. 52

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

19

melihat apakah hak persekutuan atau hak perseorangan yang lebih digunakan saat ini
terkait peralihan hak-hak atasa tanah.
Teori dalam penulisan tesis ini juga menggunakan teori kepastian hukum,
dimana istilah kepastian hukum dalam tataran teori hukum tidak memiliki pengertian
yang tunggal. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah pendapat yang berusaha
menjelaskan arti dari istilah tersebut dengan argumen dan perspektif tertentu, baik
dalam pengertian yang sempit maupun luas. Kepastian hukum merupakan pertanyaan
yang hanya dapat dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara
normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena
mengatur secara jelas dan logis. Jelas, dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan
(multitafsir) dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma, dengan norma lain
sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.
Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk
kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Kepastian hukum harus
diindikasikan oleh adanya ketentuan peraturan yang tidak menimbulkan multitafsir
terhadap formulasi gramatikal dan antinomi antar peraturan, sehingga menciptakan
keadaan hukum yang tidak membawa kebingungan ketika hendak diterapkan atau
ditegakkan oleh aparat penegak hukum.
Gustaf Radbruch, dalam konsep ajaran prirotas baku mengemukakan bahwa
tiga ide dasar hukum atau tiga tujuan utama hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Keadilan merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu tetapi tidak
berarti dua unsur yang lain dapat dengan serta merta diabaikan. Hukum yang baik

Universitas Sumatera Utara

20

adalah hukum yang mampu mensinergikan ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakat.32 Keadilan yang dimaksudkan oleh Radbruch adalah
keadilan dalam arti yang sempit yakni kesamaan hak untuk semua orang di depan
pengadilan. Kemanfaatan atau finalitas menggambarkan isi hukum karena isi hukum
memang sesuai dengan tujuan yang mau dicapai oleh hukum tersebut. Kepastian
hukum dimaknai dengan kondisi di mana hukum dapat berfungsi sebagai peraturan
yang harus ditaati.33
Kepastian hukum itu berkaitan dengan putusan hakim yang didasarkan pada
prinsip the binding for precedent (stare decisis) dalam sistem common law dan the
persuasive for precedent (yurisprudensi) dalam civil law. Putusan hakim yang
mengandung kepastian hukum adalah putusan yang berisi prediktabilitas dan otoritas.
Kepastian hukum akan terjamin oleh sifat prediktabilitas dan otoritas pada putusanputusan terdahulu.34

Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum

(rechszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain,
yaitu harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna. Dalam kedua tugas
tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum menjaga agar masyarakat tidak
terjadi main hakim sendiri (eigenrichting). Dalam penerapan teori hukum tidak dapat
hanya satu teori saja tetapi harus gabungan dari berbagai teori.

32

Ali Ahmad, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2009),
halaman. 287-288
33
Ibid., halaman. 162
34
Ibid., halaman. 294

Universitas Sumatera Utara

21

Berdasarkan teori hukum yang ada maka tujuan hukum yang utama adalah
untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum, ketertiban dan
perdamaian.35 Fuller memberikan makna yang lebih luas tentang kepastian hukum.
Fuller menjabarkan pendapatnya tentang kepastian hukum, dengan menyatakan
kepastian hukum selalu berkaitan dengan hal-hal seperti:36
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Adanya sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, bukan berdasarkan
putusan sesaat untuk hal-hal tertentu.
Peraturan tersebut diumumkan kepada publik.
Peraturan tersebut tidak berlaku surut.
Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum.
Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan.
Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.
Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.
Penggunaan teori kepastian hukum dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

menjamin pelaksanaan atas peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh masyarakat
adat yang harus dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah sebagai pejabat umum yang
berwenang dalam pembuatan akta akta peralihan hak atas tanah.
Teori perlindungan hukum juga digunakan dalam penulisan tesis ini. Menurut
Satjipto

Raharjo

“hukum melindungi

kepentingan

seseorang dengan

cara

mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut.”37 Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur
dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah

35
Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),
halaman. 22
36
Ahmad Ali, Op. Cit., halaman. 294
37
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V 2000),
halaman. 53

Universitas Sumatera Utara

22

yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut
sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya
hak itu pada seseorang.38 Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau
upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa
yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan
ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai
manusia.39
Menurut Muchsin perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi
individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang
menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam
pergaulan hidup antar sesama manusia.40 Perlindungan hukum merupakan suatu hal
yang melindungi subjek-subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:41
1.

2.

Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang diberikan oleh
pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal
ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu kewajiban.
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
38

Ibid.
Setiono, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Magister Ilmu Hukum (Pascasarjana:
Universitas Sebelas Maret, 2004), halaman. 3
40
Muchsin, Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia, Tesis, Magister
Ilmu Hukum (Pascasarjana: Universitas Sebelas Maret, 2003), halaman. 14
41
Ibid., halaman. 20
39

Universitas Sumatera Utara

23

Perlindungan hukum bagi rakyat adalah prinsip pengakuan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip
negara hukum yang berdasarkan pancasila. Adapun elemen dan ciri-ciri negara
hukum pancasila ialah:42
1.
2.
3.

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
Berdasarkan elemen-elemen tersebut, perlindungan hukum bagi rakyat

terhadap pemerintah diarahkan untuk mencegah terjadinya sengketa atau sedapat
mungkin mengurangi terjadinya sengketa, dalam hubungan ini sarana perlindungan
hukum preventif patut diutamakan daripada sarana perlindungan represif.
Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan jalan terakhir, peradilan
hendaklah merupakan ultimum remedium dan peradilan bukan forum konfrontasi
sehingga peradilan harus mencerminkan suasana damai dan tentram. Penggunaan
teori perlindungan hukum dalam tesis ini bertujuan untuk memberikan perlindungan
hukum bagi masyarakat adat khususnya dalam setiap pelaksanaan peralihan hak atas
tanah yang dilakukan tanpa adanya akta dari pejabat pembuat akta tanah.
2.

Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan

42

Pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945

Universitas Sumatera Utara

24

kenyataan. Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang di
generalisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.43 Maka dalam
penelitian defenisi operasional yang akan digunakan yakni:
a.

Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah
yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya
semula dan menjadi hak pihak lain.

b.

Hukum adat adalah hukum non statutair yang sebagian besar adalah hukum
kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam (agama). Hukum adat melingkupi
hukum yang berdasarkan keputusan hakim, yang berisi asas-asas hukum dalam
lingkungan, di mana ia memutuskan perkara. Hukum adat berurat-akar pada
kebudayaan nasional, dimana hukum adat adalah hukum yang hidup, karena ia
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat.

c.

Masyarakat hukum adat menurut adalah sekelompok orang yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.44

d.

Masyarakat hukum adat teritorial adalah masyarakat hukum berdasar lingkungan
daerah, keanggotaan persekutuan seseorang tergantung pada tempat tinggalnya,
apakah di dalam lingkungan daerah persekutuan atau tidak.

43

Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998),

halaman. 3
44

Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berda Dalam
Suatu Kwasan Tertentu

Universitas Sumatera Utara

25

e.

Masyarakat hukum adat berdasarkan genealogis adalah persekutuan masyarakat
hukum berdasarkan suatu keturunan (keluarga), yang mana keanggotaan
persekutuan seseorang bergantung pada apakah seseorang itu masuk dalam satu
keturunan yang sama atau tidak.

f.

Hak atas tanah ulayat juga disebut sebagai hak komunal atas suatu tanah adat, hal
ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang
Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah
Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan
Tertentu, dinyatakan bahwa “hak komunal atas tanah adalah hak milik bersama
atas tanah yang diberikan kepada masyarakat yang berada dalam kawasan
tertentu.”

g.

Masyarakat adat simalungun adalah masyarakat adat yang memiliki kekerabatan
yang diteruskan dengan kekerabatan kebapakan yang terdiri dari tiga pihak yaitu
tondong, sanina, boru, dimana dengan ikatan perkawinan tersebut menimbulkan
hubungan

kekeluargaan

dan

terciptanya

integrasi

ketiga

pihak

yang

dilambangkan dengan tolu sahundulan lima saodaran.
h.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
jabatan notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya.

i.

Akta peralihan hak atas tanah adalah akta otentik yang diterbitkan oleh notaris
sebagai akibat adanya peralihan hak atas tanah yang dilakukan dengan sengaja

Universitas Sumatera Utara

26

supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula atau pemegang hak awal
menjadi hak pihak lain.

G. Metode Penelitian
1.

Jenis Dan Sifat Penelitian
Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,

jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam
proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara
tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, dan konsisten berarti tidak
adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.45
Metode penelitian yang digunakan dalam penulian tesis ini adalah metode
penelitian hukum normatif dan empiris. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau
cara meneliti bahan pustaka. Penelitian empiris merupakan penelitian hukum yang
memakai sumber data primer. Data yang diperoleh berasal dari eksperimen dan
observasi. Dari sudut tujuannya, penelitian hukum ini memaparkan mengenai sejauh
mana peranan notaris dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam
setiap pelaksanaan peralihan hak atas tanah khususnya yang di lakukan oleh
masyarakat adat. Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitis dengan menguraikan permasalahan secara sistematis dan

45

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
halaman. 42

Universitas Sumatera Utara

27

kompeherensif. Tujuan penelitian deskriptif analitis adalah menggambarkan secara
tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.46
2.

Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan empiris yang

ditunjang dengan data sekunder dan data primer dengan pendekatan perundangundangan, pendekatan analisis, dan pendekatan kasus.47 Pendekatan undang-undang
(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan
perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan
regulasi.48 Pendekatan analisis adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum,
kaedah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.49 Pendekatan kasus
adalah (case approach) adalah mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah
hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang
telah diputus terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian.50
3.

Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data

sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang
bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi

46

Koentjorodiningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka,
1997), halaman. 42
47
Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama,
(Malang: Bayu Media, 2005), halaman. 248
48
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), halaman. 93
49
Jhonny Ibrahim, Op. Cit., halaman. 257
50
Ibid., halaman 268

Universitas Sumatera Utara

28

serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya
ilmiah lainnya.51 Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:
a.

Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya Undang-Undang
Dasar 1945, Pancasila, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah, serta peraturan-peraturan lain yang mendukung penelitian
ini.

b.

Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang
relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya
tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang
diteliti.

c.

Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep
dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti kamus berbagai bahasa, kamus-kamus hukum,
ensklopedia dan sebagainya.

4.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library

reseacrh) dan juga dengan melakukan wawancara langsung kepada narasumber
51

Ibid., halaman. 192

Universitas Sumatera Utara

29

sebagai data primer penelitian, dimana wawancara dilakukan dengan informan yakni
dengan masyarakat adat setempat, notaris, dan juga pengetua adat, serta responden
lain yang mendukung peneilitian ini. Pengumpulan data dengan cara studi
kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk memperoleh data
dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan
pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundangundangan serta buku-buku literatur yang ada relevansi atau hubungannya dengan
permasalahan-permasalahan yang dikaji didalam penelitian.
Wawancara dengan informan adalah suatu sarana atau alat pengumpulan data
di dalam penelitian dengan menunjukkan adanya suatu hubungan diantara dua pihak
yang mengandalkan diri pada pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bahan
yang dikaji. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara
sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik
dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau
penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di uji dalam
penelitian.52
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada narasumber yang
mendukung penelitian ini, diantaranya adalah:
1.
2.

Wawancara Dengan Bapak St. Drs. Kamen Purba Dasuha, Pengetua Adat
Kecamatan Panombean Panei
Wawancara Dengan Bapak St. S. Purba Sidabalog, Pengetua Adat Kecamatan
Panombean Panei
52

Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan
Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara), 2009, halaman. 24

Universitas Sumatera Utara

30

3.
4.
5.

Wawancara Dengan Bapak Jhonsidi Hutasoit, Pangulu Kecamatan Panombean
Panei
Wawancara Dengan F. H. Saragih, SH, SpN, Notaris Kabupaten Simalungun
Wawancara Dengan Notaris D. S. Purba, SH, SpN, Notaris Pematang Siantar

5.

Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat

dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategorikategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.53 Data yang
telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu:
a.
b.

c.

d.

Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundangundangan yang terkait dengan peralihan hak atas tanah.
Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya
melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji di
dalam penelitian.
Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk
menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum
tersebut.
Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan
teori sebagai pisau analisis.
Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan

menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca,
menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang
terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang
dirumuskan.54

53

Soejono Soekonto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
halaman. 225
54
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), halaman. 48

Universitas Sumatera Utara