Analisis Semiotik pada Bangunan Kelenteng Leng Chun Keng di Kota Jambi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah hasil peninjauan,

pandangan, ataupun pendapat

yang sudah di lakukan terhadap buku, jurnal, skripsi, artikel, dan lainnya. Hal ini di
lakukan membantu penulis dalam penyusunan. Adapun beberapa tinjauan pustaka
yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
Afrilliani (2015), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Semiotik budaya
terhadap bangunan mesjid Jami’ Tan Kok Liong di Kota Bogor” skripsi ini
mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat pada mesjid Jami’ Tan Kok Liong
dan makna-makna budaya khas Tiongkok yang terdapat pada mesjid Jami’ Tan kok
Liong. Skripsi ini juga memuat tentang makna-makna simbolis yang berupa naga,
lampion, burung rajawali, tiang penyangga hingga yang lainnya masjid Jami’ Tan
kok Liong menggunakan arsitektur khas Tionghoa. Skripsi ini sangat membantu
penulis dalam menganalisis mengenai bentuk dan makna simbolis yang bergaya
Tiongkok.
Rudiansyah (2014), dalam skripsi berjudul Makna dan Tipologi Rumah Tjong

A Fie di Kota Medan. Dalam penelitiannya memaparkan makna simbolis pada
elemen rumah tinggal Tjong A Fie di kota Medan.Menjelaskan elemen fisik meliputi
tipologi, fasade, atap, ornamen warna bangunan sebagai komponen utama dan
elemen non fisik meliputi kebudayaan Tiongkok dan kehidupan sosial budaya

16
Universitas Sumatera Utara

sebagai komponen penunjang.Skripsi ini juga sedikit memuat tentang model atap
bangunan khas Tiongkok.Skripsi ini membantu penulis dalam mempelajari mengenai
model atap bangunan Tiongkok.
Sitepu (2014), dalam skripsinya yang berjudul “Bentuk, fungsi dan makna
bangunan pagoda shwedagon di Brastagi”. Dalam penelitianyaa mendeskripsikan
bentuk fungsi dan makna bangunan pagoda shwedagon di Brastagi. Skripsi ini
sangat membantu penulis dalam memahami mengenai bentuk dan makna bangunan.

2.2 Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan
klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah
atau rangkaian kata (Soedjadi, 2009:14). Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan

untuk merumuskan istilah yang di gunakan secara mendasar. Selain itu juga sebagai
penyamaan persepsi tentang apa yang akan di teliti serta menghindari kesalahan pada
penelitian. Berdasarkan penelitian ini, konsep yang dibahas adalah mengenai: (1)
Semiotik, (2) Bangunan, dan (3) Kelenteng.

2.1.1

Semiotik
Semiotika (ilmu tanda, berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda)

adalah nama cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda–tanda dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang
berlaku bagi pengunaan tanda (Syuropati, 2011:66). Pernyataan Eco (dalam

17
Universitas Sumatera Utara

Syuropati, 2011:11) bahwa semiotika merupakan penerapan prinsip–prinsip segala
disiplin ilmu yang dapat di manfaatkan untuk mengelabuhi. Jadi tanda-tanda dapat
menceritakan kebenaran maupun kebohongan. Namun demikian, tidak semua tanda

dapat di lihat. Suara dapat dianggap sebagai tanda, begitu juga dengan bau, rasa, dan
bentuk. Ferdinand de Saussure mendefinisikan

‘semiotik’ (semiotics) di dalam

course in general linguistics, sebagai “ilmu yang mengkaji tanda peran tanda sebagai
bagian dari kehidupan sosial” (Sobur, 2004:Vii) .
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini, di tengah–tengah manusia dan bersama–sama manusia.

2.1.2

Bangunan
Bangunan adalah suatu susunan elemen-elemen yang membentuk fungsi

untuk mewadahi aktivitas manusia dengan segala komponen yang dibutuhkan dalam
aktivitasnya. Ia memiliki bentuk dan dimensi yang dapat menaungi dengan memiliki
kekakuan dan kekokohan yang dapat melindungi manusia dan segala aktivitas
didalamnya dari segala gangguan. Karena bangunan berfungsi untuk mewadahi

aktivitas manusia maka ia harus mempunyai keadaan yang dibutuhkan oleh manusia
yaitu kenyamanan, keamanan, dan efisiensi, serta kebutuhan-kebutuhan manusia
yang lain.
Bangunan adalah kata benda, dengan kata kerjanya bangun atau membangun,
sehingga bangunan dapat diartikan sebagai yang dibangun atau yang didirikan.

18
Universitas Sumatera Utara

Bangunan adalah segala sesuatu yang dibangun untuk suatu kepentingan tertentu.
Dengan definisi demikian, hampir semua bentuk yang didirikan atau dibangun dapat
disebut sebagai bangunan, seperti gedung, rumah, jembatan,jalan, tugu, kios, warung
dan banyak lagi contoh yang dapat disebutkan. Sehingga kita dapat menyebut ada
bangunan kapal, bangunan irigasi, bangunan permanen, bangunan tidak permanen
dan seterusnya.
Bangunan sering digunakan untuk tempat-tempat produksi, meskipun tidak
selalu demikian. Misalnya pabrik, galangan, bangsal, penjara, tenda, bengkel, gudang,
serta masjid sering menggunakan yang disebut bangunan, walau ada juga tempattempat itu yang dibangun dengan arsitektur dengan nilai seni tinggi yang tidak kalah
menariknya wujud yang lain (Afrilliani, 2015:37).


2.1.3

Kelenteng
Kelenteng adalah rumah ibadah penganut Taoisme, maupun Konfuciusisme.

Namun demikian

di Indonesia, karena orang yang ke vihara atau kelenteng

umumnya adalah etnis Tionghoa, maka menjadi agak sulit untuk dibedakan, karena
umumnya sudah terjadi sinkritisme antara Buddhisme, Taoisme, dan Konfuciusisme.
Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan antara kelenteng dan vihara.
Kelenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi.
Kelenteng pada dasarnya berarsitektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai
tempat aktivitas sosial masyarakat selain fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal
dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang

19
Universitas Sumatera Utara


berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang
memang berasal dari Tiongkok (Rudiansyah, 2014:71)

2.3 Landasan Teori
Dalam suatu kajian atau analisis sudah sewajarnya memakai landasan teori
tertentu. Teori digunakan sebagai landasan untuk memahami, menjelaskan, menilai
suatu objek atau data yang dikumpulkan sekaligus sebagai pembimbing yang
menuntun dan memberi arah dalam penelitian. Untuk mengkaji semiotik pada
bangunan Kelenteng Leng Chun Keng di kota Jambi, penulis menggunakan teori
semiotik.
Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.
Artinya semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni suatu
yang harus kita beri makna. Teori yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah teori semiotik yang dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1916), melihat
tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan
makna (atau isi yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). De Saussure
menggunakan istilah signifier(penanda) untuk segi bentuk suatu tanda, dan signified
(petanda) untuk segi maknanya (Hoed, 2011:3).
Penanda dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal melalui wujud
karya arsitektur, sedangkan pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui

konsep, fungsi dan atau nilai-nilai yang terkandung didalam karya arsitektur. Dalam
teori De Saussure, signifier bukanlah bunyi bahasa secara konkret, tetapi merupakan

20
Universitas Sumatera Utara

citra tentang bunyi bahasa (image acoustique). Dengan demikian, apa yang ada
dalam kehidupan kita dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai “makna” tertentu.
Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan
konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda
yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau
konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda
tersebut. Menurut Saussure, tanda terdiri dari: bunyi-bunyian dan gambar, disebut
signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut
signified yakni petanda. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk
mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda
tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent.” Hampir serupa dengan Peirce yang
mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya
Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur
tambahan dalam proses penandaan.

De Sausure memberikan contoh kata latin arbor yang di ucapkan [arbor]
ditangkap dalam kognisi sebagai citra akustik (image acoustique) yang dikaitkan
dengan makna ‘pohon’ [di gambar sebagai suatu “gambar” pohon secara umum dan
bukan pohon tertentu]. Setiap tanda selalu terdiri atas penanda dan petanda. Dalam
teori ini, tanda adalah sesuatu yang berstruktur karena terdiri atas komponen yang
berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan. “Signifier dan signified
merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas” (Hoed,
2011:23)

21
Universitas Sumatera Utara