Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Penelitian ini mengambil topik mengenai implementasi deteksi dini kanker
serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” yang terletak di Jalan Karya
Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan
Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Paradigma pembangunan kesehatan di
Indonesia semula memusatkan perhatian pada penyembuhan penderita. Namun dalam
perkembangannya, paradigma tersebut secara berangsur-angsur telah diubah kearah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh, menyangkut upaya peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Semua masyarakat menjadi sasaran
pembangunan kesehatan. Tidak hanya yang sakit, tetapi juga mereka yang sehat.
Sesuai UU No.23 Tahun 19921 tentang kesehatan.
Dari perspektif kesehatan, perbaikan kualitas sumberdaya manusia diyakini
harus dimulai sedini mungkin, sejak janin tumbuh dalam tubuh ibu. Peran ibu sebagai
1
yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian, seseorang
dikatakan sehat tidak saja memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, tetapi juga dapat bermasyarakat secara
baik.
1
Universitas Sumatera Utara
penerus keturunan, pengasuh dan pendidik anak, pengatur rumah tangga dan
pendamping suami dan anggota masyarakat dapat terlaksana dengan baik apabila ibu
berada dalam keadaan sejahtera, sehat fisik, mental dan sosialnya. Dengan kata lain,
peningkatan mutu sumberdaya manusia yang diupayakan dapat dilakukan sedini
mungkin, sangat bergantung pada kesejahteraan ibu, termasuk kesehatan dan
keselamatan reproduksinya (Sidhi, 1989 : 2).
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu konsep dalam pembangunan
kesehatan yang lahir sebagai reaksi dalam konteks kependudukan dan perluasan
program keluarga berencana. Konsep ini mulai gencar disosialisasikan karena dinilai
sangat nyata pengaruhnya bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dr. Dra.
Ida Yustina, MSi dalam buku Pemahaman Keluarga tentang Kesehatan Reproduksi
(2007) mengatakan bahwa Kesehatan reproduksi sebagaimana didefinisikan Kongres
Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo pada tahun 1994 merupakan
keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial menyeluruh dan tidak adanya penyakit
atau keadaan lemah. Kesehatan reproduksi mengandung arti bahwa orang dapat
mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, mereka memiliki
kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan mereka ingin atau
tidaknya melakukan, kapan dan frekuensinya.
Di
Indonesia,
tujuan
utama
program
kesehatan
reproduksi
adalah
meningkatkan kesadaran dan kemandirian dalam mengatur fungsi dan peran
reproduksi, termasuk disini kehidupan seksual, sehingga hak-hak reproduksi dapat
terpenuhi yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidup (Departemen
2
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan RI, 2001). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari pengertian
kesehatan reproduksi, Pertama, pengertian sehat bukan berarti semata-mata sebagai
pengertian kedokteran (klinis), tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat).
Seseorang dikatakan sehat tidak saja memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, tetapi juga
dapat bermasyarakat secara baik. Kedua, kesehatan reproduksi bukan merupakan
masalah seseorang saja, tetapi juga menjadi kepedulian keluarga dan masyarakat
(Baso dan Rahardjo, 1997 : 19).
Dalam
konteks
kesehatan
reproduksi,
kaum
perempuan
sebenarnya
diharapkan tampil menjadi subjek utama yang mengontrol kesehatan reproduksinya,
karena perempuanlah yang memiliki rahim. Di Indonesia, sosialisasi tentang
kesehatan reproduksi yang menitikberatkan pentingnya perempuan memahami dan
menerapkan sesuatu yang menjadi haknya tersebut saat ini sangat gencar dilakukan
oleh banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di berbagai Kota di Indonesia,
termasuk badan kesehatan dunia seperti World Health Organization (WHO) (Sidhi,
1989 : 25).
Menurut Arivia (Kompas, 15 November 2000), tidak mudah untuk
menjelaskan kepada perempuan Indonesia bahwa mereka mempunyai tubuhnya
sendiri, karena mereka terlanjur meyakini bahwa tubuhnya adalah milik sesuatu di
luar mereka, entah medis, hukum, agama, kebudayaan dan lainnya. Padahal, akibat
rendahnya pemahaman perempuan tentang kesehatan reproduksi, berimplikasi antara
lain terhadap tingginya angka kematian ibu yang melahirkan dan menurunnya gizi ibu
dan anak.
3
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan reproduksi sering dianggap sebagai sinonim dari keluarga
berencana, sedangkan aspek-aspek lain dari
kesehatan reproduksi
kurang
diperhatikan. Selain itu, ada juga masyarakat yang mencampuradukkan konsep
kesehatan reproduksi dengan konsep kesehatan seksual dan tidak bisa membedakan
antara keduanya. Secara singkat bisa dikatakan bahwa konsep kesehatan reproduksi
terdiri atas beberapa elemen pokok, yaitu perilaku reproduksi selama usia subur,
untuk perempuan usia subur mulai dari menstruasi pertama sampai menopause,
sedangkan untuk laki-laki dimulai sejak ejakulasi pertama dan dapat sampai akhir
hidup, perilaku seksual, perawatan sebelum dan pasca kehamilan serta penghentian
melahirkan, perawatan kesehatan ibu, penanganan ketidaksuburan (infertilitas),
penghapusan aborsi yang tidak aman, penanganan infeksi dan penyakit yang
diakibatkan oleh hubungan seks yang tidak aman, pencegahan dan pengobatan
keganasan di alat-alat reproduksi, akses pada pelayanan kontrasepsi yang aman dan
penghormatan hak-hak reproduksi.2
Sejauh ini penulis melihat masalah kesehatan reproduksi lebih banyak
didekati dari aspek klinis saja sehingga berkembang anggapan bahwa masalahmasalah kesehatan reproduksi hanya dapat dipelajari dan dipecahkan oleh ahli-ahli
kedokteran. Sementara itu, terdapat banyak bukti bahwa inti persoalan kesehatan
reproduksi sesungguhnya terletak pada konteks sosial, ekonomi dan kebudayaan yang
2
Lebih khusus, hak-hak konsumen dalam program keluarga berencana adalah: hak untuk
mendapatkan informasi, hak untuk mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan reproduksi;hak
memilih antara metode-metode kontrasepsi;hak untuk mendapatkan pelayanan yang aman;hak
untuk kepribadian;hak atas konfidensialitas;hak untuk kehormatan;hak untuk meneruskan
pelayanan;hak untuk mengekpresikan opini (PKBI 1989).
4
Universitas Sumatera Utara
sangat kompleks. Kesehatan reproduksi dipengaruhi dan mempengaruhi sistem
politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan gender.
Kesehatan reproduksi juga berhubungan dengan Angka Kematian Ibu (AKI).
Angka Kematian Ibu di Indonesia tercatat merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara
atau keempat di Wilayah Asia Pasifik, yakni mencapai 334 orang per 100.000
kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2001)3. Penyebab langsung kematian ibu
tersebut terutama adalah pendarahan , infeksi, eklamsia, partus lama dan aborsi yang
terkomplikasi. Persoalannya, meski perempuan merupakan key-person dari efektivitas
pelaksanaan kesehatan reproduksi yang sangat penting artinya bagi peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, dalam kenyataannya perempuan di Indonesia “belum
dapat” sepenuhnya mengambil keputusan sendiri meski itu menyangkut dirinya.
Faktor budaya masih cukup kental berperan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya, perempuan masih selalu
tergantung pada orang di luar dirinya, seperti suami, orang tua, mertua maupun
keluarga besarnya (Ford Foundation, 2002).
Berkaitan dengan hal ini, pemeliharaan kesehatan reproduksi bagi manusia
sangatlah penting terutama bagi wanita. Salah satunya yaitu pencegahan kanker
serviks yang merupakan penyakit yang menyerang sistem reproduksi wanita dan
dapat menyebabkan kematian. Kanker bukanlah semata-mata masalah kesehatan,
karena dampaknya lebih luas mencakup masalah sosial, ekonomi dan pembangunan
serta berimplikasi terhadap hak asasi manusia. Berdasarkan data Patologi Anatomi
3
Ida Yustina, dalam buku Pemahaman Keluarga Dalam Kesehatan Reprosuksi terbit tahun 2007.
5
Universitas Sumatera Utara
Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada tahun 2010, kanker serviks di Indonesia kerap
disebut sebagai kanker leher rahim tercatat menduduki ranking kedua terbanyak yang
menyerang wanita setelah kanker payudara.
Penyebabnya adalah virus yang menyerang leher rahim atau sebutan bahasa
latinnya adalah Human Pappilloma Virus (HPV)4, infeksi HPV yang sering
menyerang kaum perempuan ini umumnya yang berusia di atas 30 tahun, meski tidak
menutup kemungkinan usia di bawah 30 tahun juga dapat terserang dan kadang tidak
disadari oleh kaum perempuan. Penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan
tentang gejala, deteksi dini, proses terjadinya infeksi dan pengobatannya. Ditambah
lagi dengan faktor kebersihan lingkungan, pola hidup bersih dan sehat serta
lingkungan sosial yang menjadi pemicu kegiatan dan perilaku seks berisiko di luar
pernikahan (Adi D.Tilong, 2012 : 12).
Data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah perempuan Indonesia
yang berusia 30 sampai dengan 50 tahun berada pada kisaran 35 juta orang. Jumlah
penduduk perempuan usia produktif tersebut perlu dikawal terus masalah kesehatan
reproduksinya, satu diantaranya adalah pencegahan terhadap kanker serviks melalui
upaya skrinning5 untuk deteksi dini kasus kanker serviks. Menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia ditargetkan setiap 5 tahun minimal 80% perempuan
4
Virus yang dapat menyebabkan kutil di berbagai bagian tubuh, hidup pada sel-sel kulit dan memiliki
lebih dari 100 jenis.
5
Proses pendeteksian kasus/kondisi kesehatan pada populasi sehat dalam kelompok tertentu sesuai
dengan jenis penyakit yang akan dideteksi dini dengan upaya meningkatkan kesadaran pencegahan
dan diagnosis dini bagi kelompok yang termasuk berisiko tinggi.
6
Universitas Sumatera Utara
usia 30-50 tahun sudah melakukan skrinning. Hingga tahun 2012, jumlah perempuan
yang di skrinning sudah lebih dari 550 ribu orang (Departemen Kesehatan RI, 2001).
Diperkirakan setiap satu jam, seorang wanita di Indonesia meninggal dunia
karena kanker serviks. Tingginya angka kematian kaum wanita akibat kanker serviks
antara lain disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang kanker serviks, terutama
dalam mengenali gejala-gejalanya. Sehingga, mereka datang berobat dalam kondisi
sudah parah.
Para wanita yang rawan mengidap kanker serviks, biasanya berusia antara 30-50
tahun, terutama yang aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual
pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko terserang kanker serviks dua kali lebih
besar dibandingkan dengan mereka yang melakukan hubungan seksual setelah usia
20 tahun. Kanker serviks juga berkaitan dengan partner seksual. Semakin banyak
partner seksual yang dimiliki oleh seorang wanita , semakin meningkat pula risiko
terjadinya kanker serviks. Sama halnya dengan jumlah partner seksual, jumlah
kehamilan yang pernah dialami juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks.
Keikutsertaan masyarakat khususnya kaum wanita dan pemerintah daerah dalam
penurunan jumlah penderita kanker serviks sangat diharapkan, karena sesungguhnya
lebih dari 40% semua jenis kanker dapat dicegah bahkan dapat disembuhkan, asalkan
program skrinning ditegakkan (Adi D.Tilong, 2012 : 17).
Atas dasar permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui apa saja gejala kanker
serviks? Bagaimana cara melakukan pencegahan dan deteksi dini terhadap kanker
serviks yang berhubungan dengan sistem kesehatan dan sosial-budaya?. Di samping
7
Universitas Sumatera Utara
itu penulis juga ingin mengetahui lebih jauh tentang implementasi deteksi dini
terhadap kanker serviks di Kota Medan tepatnya di Klinik Bidan Praktik Swasta
“MANDA” yang berada di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan
Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
1.2. Tinjauan Pustaka
Akhir-akhir ini semakin banyak ahli-ahli kesehatan yang menaruh minat pada
ilmu Antropologi. Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dan
segala aspek kehidupannya, khususnya kebudayaannya. Kebudayaan adalah seluruh
sistem gagasan dan rasa, tindakan dan karya yang dihasilkan dalam kehidupan
masyarakat. Yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dengan demikian, hampir
setiap tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan yang
dilakukannya dalam kehidupan masyarakat yang tidak dibiasakan dengan belajar
(yaitu tindakan naluri, refleks atau tindakan-tindakan yang dilakukan akibat suatu
proses fisiologi) maupun berbagai tindakan-tindakan yang sangat terbatas. Bahkan,
berbagai tindakan yang merupakan nalurinya (makan, minum, berjalan) juga telah
banyak dirombak oleh manusia sendiri sehingga menjadi tindakan berkebudayaan
(Koentjaraningrat, 1985 : 180).
Dalam ilmu Antropologi Kesehatan istilah yang digunakan oleh ahli-ahli
antropologi adalah untuk mendeskripsikan (1) Penelitian mereka yang tujuannya
adalah definisi konfrehensif dan interpretasi tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia di masa lalu dan masa kini dengan derajat
kesehatan dan penyakit tersebut serta (2) Partisipasi professional mereka dalam
8
Universitas Sumatera Utara
program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman
yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan kesehatan,
serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan meningkatkan
kesehatan yang lebih baik (Foster dan Anderson 1986 : 11).
Dengan adanya hal ini, maka ada anggapan bahwa faktor kebutuhanlah yang
mendorong mereka untuk memanfaatkan antropologi guna mengatasi berbagai
persoalan yang dihadapi dalam praktik medis. Para dokter dimanapun semuanya
bekerja setelah memperoleh pendidikan kedokteran. Pendidikan tersebut bertujuan
agar mereka mampu mendiagnosis secara cepat dan cermat semua penyakit-penyakit
akut yang membahayakan jiwa manusia atau pasiennya. Sejak mulai membuka
praktik sendiri, mereka menghadapi berbagai persoalan antara lain seperti yang sering
didengar dari mulut para dokter, “Mengapa rakyat tidak mau datang kepada
kami?”Kalau mereka sudah mau datang, mereka tetap curiga terhadap kami, padahal
kami tahu benar apakah sakit dan sehat itu, dan kami beri’tikad baik terhadap
mereka” (Koentjaraningrat, 1982 : 1) .
Kerisauan terhadap orang-orang yang enggan berobat ke rumah sakit atau
dokter (menurut survai kesehatan rumah tangga tahun 1980) 34,8% mengobati sendiri
penyakitnya dan 6,0% pergi ke dukun, memang merupakan persoalan tersendiri bagi
para ahli kesehatan yang membutuhkan penjelasan-penjelasan antropologis untuk
mencari cara pemecahannya. Namun barangkali yang paling perlu dikaji adalah
persoalan-persoalan yang terdapat pada praktik medis itu sendiri, baik di rumah sakit,
puskesmas maupun praktik perseorangan (Koentjaraningrat, 1982 : 3).
9
Universitas Sumatera Utara
Tujuan penerapan antropologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan,
antara lain untuk menambah kemampuan para dokter dalam melakukan penilaian
klinis secara lebih rasional, menambah kemampuan untuk mengatasi persoalanpersoalan yang dialami dalam praktik, mampu memahami dan menghargai perilaku
pasien, kolega serta organisasi dan menambah kemampuan dan keyakinan dokter
dalam menangani kebutuhan sosial dan emosional pasien, sebaik kemampuan yang
mereka miliki dalam menangani gangguan penyakit yang diderita pasiennya.
Masalah kesehatan masyarakat, terutama
di negara-negara berkembang,
pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Yang pertama ialah aspek fisik, seperti
misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit. Sedangkan yang
kedua adalah aspek non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Perilaku
kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati
maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari respon seseorang terhadap
stimulus/objek yang berkaitan dengan sehat/sakit, penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap
status kesehatan individu maupun masyarakat. Perilaku kesehatan berupa perilaku
preventif (pencegahan) adalah upaya memelihara kesehatannya dengan mencegah
datangnya sakit dianggap mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui
tindakan medis seperti deteksi dini dan medical activities (Sarwono, 1993:25).
Hal ini merupakan salah satu kajian dari ilmu Antropologi Kesehatan
dimana dalam upaya memahami suatu gejala sosial dalam masyarakat maka studi10
Universitas Sumatera Utara
studi dalam Antropologi dilakukan dengan menggunakan dua macam pendekatan,
yaitu pendekatan emik dan etik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan
emik berusaha memahami perilaku individu/masyarakat dari sudut pandang si pelaku
sendiri (individu tersebut atau anggota masyarakat yang bersangkutan), sedangkan
pendekatan etik menganalisa perilaku atau gejala sosial dari pandangan orang luar
serta membandingkannya dengan budaya lain. Dengan demikian maka pendekatan
etik lebih bersifat obyektif, sementara pendekatan emik lebih bersifat subjektif
(Foster, 1978 : 4).
Penelitian-penelitian antropologi harus memakai dua pendekatan diatas,
selain itu juga harus menggunakan teori-teori yang berkaitan dan relevan dengan
topik kajian penelitiannya. Di dalam penelitian ini, penulis memakai sebuah teori
yang berhubungan dengan topik Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik
Bidan Praktik Swasta “MANDA”. Ada dua tes yang digunakan untuk mendeteksi
dini kanker serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”, yaitu : Pap Smear
dan Inspeksi Visual Asam asetat (IVA).
Adi D.Tilong dalam buku Bebas dari Ancaman Kanker Serviks (2012)
mengatakan bahwa kanker serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
HPV atau Human Papilloma Virus onkogenik, mempunyai persentase yang cukup
tinggi dalam menyebabkan kanker serviks, yaitu sekitar 99,7%. Kanker serviks
adalah salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada kaum wanita.
Setiap satu jam, satu wanita meninggal di Indonesia karena kanker serviks. Fakta
menunjukkan bahwa jutaaan wanita di dunia terinfeksi virus HPV, yang dianggap
11
Universitas Sumatera Utara
penyakit lewat hubungan seks yang paling umum di dunia. Kanker serviks bisa
menyerang dengan pendarahan pada vagina, tetapi gejala kanker serviks tidak terlihat
sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh. Kanker serviks bisa dilihat dengan
menggunakan suatu test, yaitu pap smear. Menurut Dr.A.M.Puguh,SpOG, Ahli
kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Husada Jakarta, di Indonesia, kanker serviks
merupakan kanker nomor satu yang umum diderita oleh wanita. Semua wanita yang
aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi kanker serviks atau tahap awal kanker
serviks, tanpa memandang usia dan gaya hidup.
Kanker serviks terjadi pada bagian organ reproduksi wanita. Leher rahim
adalah bagian yang sempit disebelah bawah antara vagina dan rahim. Di bagian inilah
tempat terjadi dan tumbuhnya kanker serviks, penyakit serius yang menyerang kaum
wanita yang jumlah penderitanya semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini.
Dari seluruh penderita kanker di Indonesia, sepertiganya adalah penderita kanker
serviks (Alodokter 2015, diakses pada 15 Juli 2016).
Kanker serviks .dapat dideteksi secara dini dengan melakukan pemeriksaan
sitologis leher rahim. Pemeriksaan sitologis ini populer dengan nama Pap Smear Test
atau papanicolaou smear dan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat). Pap Smear
pertama kali dicetuskan oleh seorang dokter berkebangsaan Yunani yang bernama
George Nicholas Papanicolaou yang memulai studi tentang sitologi vagina pada
tahun 1920. Papanicolaou test atau Pap smear adalah metode skrining ginekologi,
untuk menemukan proses-proses premalignant dan malignant di ectocervix, dan
infeksi dalam endocervix dan endometrium.
12
Universitas Sumatera Utara
Pap smear digunakan untuk mendeteksi kanker rahim secara dini yang
disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV. Pemeriksaan pap smear dilakukan
dengan mengambil contoh sel-sel leher rahim, kemudian dianalisa untuk mendeteksi
dini kanker leher rahim. Selain itu, dengan tes ini kita juga bisa menemukan adanya
infeksi atau sel-sel yang abnormal yang dapat berubah menjadi sel kanker sehingga
kita bisa segera melakukan tindakan pencegahan. Pap smear sangat dianjurkan untuk
dilakukan oleh setiap wanita, terutama mereka yang telah berkeluarga dan sudah
pernah melahirkan. Wanita yang aktif secara seksual disarankan menjalani pap smear
sekali setahun.
Pap smear dapat mendeteksi kondisi kanker dan prakanker dalam serviks.
Biopsi (pengambilan jaringan) serviks umumnya dilakukan saat pap smear bila ada
indikasi kelainan signifikan, atau bila ditemukan kelainan selama pemeriksaan dalam
rutin, untuk mengidentifikasi kelainan tersebut. Hasil pap smear dinyatakan positif,
bila menunjukkan perubahan-perubahan sel serviks. Biopsi (pengambilan jaringan)
mungkin tidak perlu dilakukan segera, kecuali individu dalam kategori risiko tinggi.
Untuk perubahan sel yang minor, umumnya direkomendasikan untuk mengulang pap
smear dalam 6 bulan ke depan.
Alasan Harus melakukan pap smear, yaitu : Menikah pada usia muda
(dibawah 20 tahun), pernah melakukan senggama sebelum usia 20 tahun, pernah
melahirkan lebih dari 3 kali, pemakaian alat kontrasepsi lebih dari 5 tahun, terutama
IUD atau kontrasepsi hormonal, mengalami pendarahan setiap hubungan seksual,
13
Universitas Sumatera Utara
mengalami keputihan atau gatal pada vagina, sudah menopause dan mengeluarkan
darah dari vagina karena berganti-ganti pasangan dalam senggama.
Pemeriksaan pap smear dapat dilakukan kapan pun, kecuali pada masa haid,
sedang hamil dan baru saja melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan pap smear
dianjurkan bagi perempuan yang sudah menikah atau sudah pernah melakukan
hubungan seksual minimal sekali setahun. Pelaksanaan pap smear dilakukan 10 hari
setelah bersih menstruasi dan 2 x 24 jam. Dalam pelaksanaannya, sebelum dilakukan
pap smear wanita tersebut dilarang melakukan hubungan seksual karena akan
mengaburkan hasil pemeriksaan.
Sejak ditemukannya metode pap smear, maka jumlah kematian akibat kanker
serviks menurun. Meskipun demikian, untuk menurunkan risiko terkena kanker
serviks, setiap wanita sebaiknya melakukan pap smear secara rutin (Adi D.Tilong,
2012 :39).
Gambar 1.1 Tes Pap Smear
Sumber : http://alodokter.com
14
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, pemeriksaan IVA diperkenalkan oleh Hans Hinselmann pada
tahun 1925. IVA merupakan
metode
deteksi dini kanker serviks dengan
mengoleskan asam asetat (cuka) 5% dan larutan iodium lugol ke dalam leher rahim.
Bila terdapat lesi kanker, maka akan terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan
pada leher rahim yang diperika. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Rasjidi, 2010 : 4).
Di Indonesia, khususnya di Kota Medan, IVA sedang dikembangkan dengan
melatih tenaga kesehatan, termasuk bidan. Sekarang IVA dapat dilakukan di
puskesmas atau klinik kebidanan dengan harga yang relatif murah bahkan gratis.
IVA dilakukan hanya untuk deteksi dini. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus kanker
serviks di Kota Medan semakin diperparah disebabkan lebih dari 70% kasus yang
datang ke rumah sakit berada pada stadium lanjut. Untuk itu diperlukan tindakan
pencegahan dan deteksi dini agar bisa dilakukan pemeriksaan dan pengobatan kanker
serviks yang lebih baik, sehingga mortalitas (kematian) akibat penyakit ini dapat
menurun (Bidanshop 2013, diakses 12 Juni 2016).
Gambar 1.2. Tes IVA
Sumber : http://alodokter.com
15
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis menggunakan sebuah teori untuk mengkaji
topik penelitian ini, yaitu :
1. Teori Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
Pada tahun 1950-an, Irwin Rosenstock (1974) dan Godfrey M.Hochbaum
(1958) yaitu dua peneliti kesehatan sosial dari Pusat Layanan Kesehatan Publik
Amerika Serikat mengembangkan suatu
teori intrapersonal yang disebut Health
Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan). Health Belief Model atau disingkat
HBM ialah sebuah model yang menjelaskan pertimbangan seseorang sebelum ia
berperilaku sehat dan memiliki fungsi sebagai upaya pencegahan (preventif) dan
deteksi dini terhadap penyakit. Upaya pencegahan (preventif) dapat dilakukan dengan
medical activities seperti imunisasi dan vaksinasi serta non-medical activities seperti
olahraga, minum jamu, mandi dll.
Dalam penelitiannya, mereka mendapati masalah dengan sedikitnya orang
yang berpartisipasi dalam program pencegahan dan deteksi
dini penyakit
Tuberculosis (TBC). Hipotesis dalam model HBM adalah orang tidak akan mencari
pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka kurang mempunyai
pengetahuan dan motivasi, minimal yang relevan dengan kesehatannya atau tidak
semua pengobatan gratis itu didatangi orang. Apabila mereka memandang
keadaannya tidak cukup berbahaya, maka mereka tidak yakin terhadap keberhasilan
suatu intervensi medis dan melihat adanya beberapa kesulitan dalam melaksanakan
perilaku kesehatan yang disarankan (Rosenstock, 1974 :135).
16
Universitas Sumatera Utara
Health Belief Model
merupakan model kognitif yang artinya perilaku
individu dipengaruhi oleh proses kognitif dalam dirinya. Berikut adalah ilustrasi
faktor yang mempengaruhi health belief model dan komponennya:
a.Komponen Health Belief Model
Health belief model memiliki enam komponen yaitu:
1. Kerentanan Terhadap Penyakit
Kepercayaan seseorang atau individu dengan menganggap bahwa setiap orang
memiliki risiko (rentan) terhadap penyakit tertentu sehingga ia akan mencari
pertolongan medis dengan melakukan upaya pencegahan (preventif) dan deteksi dini
terhadap penyakit tersebut.
Contohnya seorang wanita percaya kalau semua wanita tanpa memandang usia
dan gaya hidup, berpotensi terkena kanker serviks. Selain itu, Ia percaya bahwa
perilaku tertentu yang dilakukan oleh seorang wanita seperti sering bergonta-ganti
pasangan seksual menjadi penyebab terinfeksinya virus HPV yang menyebabkan
kanker serviks. Dalam penelitian ini, Ibu Eka Yulianti yang melakukan pap smear
percaya bahwa dirinya didiagnosa positif terkena kanker serviks karena ia melakukan
perilaku tertentu seperti berganti-ganti pasangan seksual dan merokok.
2. Keparahan Penyakit
Kepercayaan subyektif individu terhadap keparahan penyakit tertentu yang akan ia
terima atau rasakan apabila melakukan perilaku atau tindakan tertentu sehingga ia
menghindari perilaku tidak sehat agar tidak sakit. Contohnya wanita percaya bahwa
kanker serviks adalah penyakit berbahaya dan mematikan sehingga wanita
17
Universitas Sumatera Utara
menghindari aktifitas dan hal-hal yang dapat menyebabkan kanker serviks, salah
satunya merokok dapat menyebabkan kanker serviks, maka untuk mencegah penyakit
tersebut, wanita dilarang untuk merokok. Dalam penelitian ini, Ibu Susilawati yang
melakukan IVA melakukan pencegahan kanker serviks dengan mengkonsumsi obatobatan herbal anti kanker setiap harinya.
3. Untung dan Rugi Mengetahui Jenis Penyakit Yang Diderita
Kepercayaan individu
terhadap keuntungan dan kerugian dari metode yang
disarankan untuk mengurangi risiko penyakit dan mengetahui jenis penyakit yang
dideritanya. Individu yang sadar akan keuntungan dan kerugian deteksi dini penyakit
untuk mengetahui jenis penyakit yang mungkin dideritanya akan terus melakukan
perilaku sehat seperti medical check up rutin. Contoh lain adalah wanita percaya
bahwa melakukan pap smear dan IVA dapat melindungi diri dari kanker serviks.
Mereka akan mendapat keuntungan karena mengikuti pap smear dan IVA untuk
mencegah dan mendeteksi dini gejala kanker serviks. Dalam penelitian ini, Ibu
Ernawati yang melakukan pap smear mengaku bahwa banyak sekali manfaat yang ia
dapatkan dengan melakukan pap smear yaitu untuk membersihkan kuman-kuman
yang terdapat di vagina dan serviks serta untuk mendeteksi dini kemungkinan gejalagejala kanker serviks.
4. Contoh atau Panutan Untuk Bertindak
Adanya contoh atau panutan yang telah melakukan perilaku kesehatan dalam
pencegahan penyakit, membuat individu akan mengikuti dan termotivasi untuk
melakukan hal yang sama dengan orang yang telah berhasil melakukan upaya
18
Universitas Sumatera Utara
kesehatan tersebut. Contoh atau panutan dalam bertindak bisa didapat internal dan
eksternal diri individu seperti keluarga, teman, saudara dan lain sebagainya. Dalam
penelitian ini, ibu Faridah yang melakukan IVA karena termotivasi dari pengalaman
tetangganya yang pernah melakukan IVA.
5. Tindakan Nyata
Mempercepat suatu hal yang membuat seseorang merasa butuh mengambil
tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku sehat. Hal ini juga
berarti dukungan atau dorongan dari lingkungan terhadap individu yang melakukan
perilaku sehat. Saran bidan atau rekomendasi dokter telah ditemukan untuk menjadi
tindakan nyata untuk bertindak dalam konteks deteksi dini kanker serviks melalui
pemeriksaan pap smear dan IVA (Weinberger et al 1981;. Stacy dan Llyod 1990).
Dalam penelitian ini ibu Juwita Agustina Boru Situmeang S.H yang melakukan pap
smear, ketika mengalami sesuatu yang aneh pada organ intimnya, langsung
memeriksakan dirinya ke klinik bidan untuk diperiksa karena rekomendasi dari
temannya yang sudah pernah melakukan pap smear.
6. Percaya Diri
Hal yang berguna dalam memproteksi kesehatan adalah percaya diri (self
efficacy). Hal ini senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston (1966)
mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting sebagai kontrol dari faktorfaktor perilaku sehat.
Self Efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai
kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa percaya diri dengan
perilaku sehat yang ia lakukan agar terhindar dari penyakit. Contohnya, seorang
19
Universitas Sumatera Utara
wanita merasa percaya diri dan yakin untuk melakukan tes pap smear atau IVA untuk
mendeteksi dini kanker serviks. Dalam penelitian ini, ibu Rosmauli Boru Sitanggang
yang melakukan IVA yang sebelumnya tidak mengetahui dan mempunyai
pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks merasa percaya diri untuk melakukan
IVA sebagai upaya pencegahan infeksi kanker serviks.
b.Aplikasi Penerapan Komponen Health Belief Model
Penelitian sebelumnya menghasilkan area luas yang bisa diidentifikasikan dari
aplikasi HBM:
1. Promosi kesehatan (seperti olahraga dan perilaku mengurangi risiko kesehatan seperti
pemberian vaksinasi dan penggunaan alat kontrasepsi. Dalam penelitian ini vaksinasi
HPV sangat dianjurkan pada wanita yang berusia minimal 10 tahun dan sudah
mengalami menstruasi untuk mencegah terinfeksinya virus HPV yang saat ini
semakin meningkat jumlahnya.
2. Rekomendasi Medis, biasanya diikuti oleh diagnosis dari tenaga profesional tentang
penyakit. Ibu Eka Yulianti yang melakukan pap smear dan didiagnosa terinfeksi
HPV, menuruti rekomendasi bidan Shanty untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke
dokter spesialis kandungan (obginekologi) di Rumah Sakit Imelda Medan.
3. Kunjungan Klinik termasuk kunjungan dengan alasan yang bervariasi dari setiap
individu yang berobat.
Teori diatas sangat relevan digunakan dalam mengkaji topik penelitian ini, karena
berhubungan langsung dengan kognitif dari wanita untuk mencegah kanker serviks
yang diimplementasikan dalam bentuk deteksi dini kanker serviks.
20
Universitas Sumatera Utara
1.3. Rumusan Masalah
Karena penelitian ini bersifat ilmiah, maka haruslah dibuat batasan-batasan
rangkaian analisa ; untuk menghindari dan untuk memfokuskan masalah-masalah
yang akan dikaji maupun hal-hal yang berkaitan di dalamnya. Maka, permasalahan
yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik
Swasta “MANDA” di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan
Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1.Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengungkapkan Implementasi
Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di Jalan
Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan
Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Secara teoritis,, penelitian ini bertujuan untuk menambah kashanah
pengetahuan kepustakaan tentang masalah kebudayaan, khususnya yang menyangkut
Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks.
Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk mencari informasi dan
membantu dalam penilaian terhadap pengimplementasi deteksi dini kanker serviks di
Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”. Penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai masukan bagi masyarakat luas untuk mengetahui bagaimana implementasi
deteksi dini kanker serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”.
21
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah bahan bacaan dan referensi
bagi para akademisi dan masyarakat luas dalam mengetahui aspek kesehatan tentang
deteksi dini terhadap kanker serviks untuk wanita serta menambah kepustakaan
Departemen Antropologi FISIP USU dan memperluas kajian mengenai deteksi dini
kanker serviks dengan menggunakan metode etnografi dan pendekatan antropologi.
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif berupa metode etnografi. Dimana penulis melakukan wawancara langsung
dengan Bidan dan pasiennya yang melakukan pap smear dan IVA di Klinik Bidan
Praktik Swasta “MANDA” berdasarkan pada kenyataan di lapangan. Untuk
mendeskripsikan secara rinci, maka penulis melakukan penelitian lapangan ( field
research) selama dua bulan. Selama dua bulan tersebut penulis mencoba memahami
suatu pandangan hidup secara terperinci, dibentuk dengan kata-kata dan gambaran
holistik.
Tujuan metode kualitatif adalah menceritakan dan menjelaskan secara detail dan
mendalam terhadap suatu masalah yang akan di teliti. Penelitian ini juga bertipekan
deskriptif untuk mencapai sasaran yang dituju, yakni dengan mendeskripsikan
Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta
“MANDA”. Dalam penelitian ini, informasi dari hasil wawancara mendalam (depth
22
Universitas Sumatera Utara
interview)6 dengan para informan, sumber pustaka yang relevan atau pun informasi
dari lembaga resmi seperti Klinik Bidan Praktik “Manda”menjadi data utama bagi
peneliti.
Penulis memposisikan diri sebagai orang yang sedang belajar, tidak mengetahui
mengenai perihal
deteksi dini kanker serviks sebelumnya di Klinik Manda dan
menempatkan informan sebagai guru yang menjadi tempat bertanya. Peneliti juga
menunjukkan rasa ketertarikan akan hal tersebut, sehingga mereka menjadi
bersemangat untuk menceritakan apa saja pengetahuan dan pengalaman yang
dimilikinya tanpa adanya rasa takut pendapat tersebut benar atau salah.
Teknik-teknik yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah :
1. Observasi Partisipasi
Observasi partisipasi dilakukan di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di
Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Medan. Penulis melakukan pengamatan
dan pencatatan apapun yang terjadi selama proses pengambilan data. Penulis terjun
langsung ke klinik dan ke rumah informan. Lama observasi dan pengambilan data
penelitian dilakukan selama dua bulan dengan melibatkan penulis secara langsung
dalam kegiatan di lapangan serta mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh
informan berkaitan dengan tes pap smear dan IVA. Selain itu, penulis juga
menggunakan alat-alat lain untuk mendukung pencarian dan pencatatan informasi
6
Wawancara mendalam (depth interview) yaitu penelitian kualitataif biasanya lebih sering
menggunakan wawancara mendalam ketimbang wawancara terstruktur (menggunakan kuesioner)
dalam proses pengumpulan data di lapangan . Wawancara mendalam biasanya dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara.
23
Universitas Sumatera Utara
yang telah ditemukan, seperti : alat perekam visual maupun alat perekam audio,
kamera handphone dan field note.
2. Wawancara langsung dan mendalam
Wawancara dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung dengan para
informan yang ditemui di klinik maupun di
rumah informan. Wawancara yang
dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara mendalam ( depth interview),
dilakukan dengan bantuan pedoman wawancara ( interview guide )7. Wawancara ini
dilakukan dengan cara terbuka agar para informan dapat menjawab pertanyaan dan
bercerita panjang lebar tentang apa yang dialami, dihadapi dan dirasakannya selama
mengikuti tes pap smear atau IVA dengan santai seperti berbicara dengan keluarga
atau sahabat dekatnya, agar proses wawancara berjalan lancar dan tidak kaku.
Wawancara dengan Bidan Shanty penulis lakukan di klinik pada pagi hari
sekitar pukul 09.00 Wib dan pada saat tidak ada pasien yang datang untuk periksa
atau berobat. Sementara itu, wawancara dengan para pasien yang melakukan pap
smear dan IVA dilakukan pada saat mereka berkunjung ke klinik dan ke rumah
mereka saat waktu luang informan bisa dikunjungi dan diwawancarai.
Proses wawancara tidak cukup sulit dilakukan, karena sifat informan yang
ramah, terbuka dan senang bercerita dengan penulis. Walaupun penulis terkadang
harus menunggu mereka berjam-jam di klinik dan terkadang harus berulang-ulang
memperjelas maksud dari pertanyaan yang diajukan kepada mereka.
7
Panduan berisi seperangkat pertanyaan terbuka sesuai dengan aspek-aspek yang ingin di dapatkan.
24
Universitas Sumatera Utara
Informan penelitian ini adalah orang-orang yang dipilih oleh penulis berdasarkan
rekomendasi Bidan Shanty yang telah melakukan pap smear dan IVA pada tahun
2015 dan tahun 2016 di Klinik Manda. Dalam penelitian ini penulis memiliki
informan sebanyak tujuh orang. Masing-masing infoman berasal dari latar belakang
yang berbeda-beda. Adapun informan pada penelitian ini adalah Bidan Shanty yang
merupakan pimpinan klinik Manda sekaligus sebagai informan kunci, ibu Juwita
Agustina Boru Situmeang S.H (32 tahun) adalah seorang ibu rumah tangga yang baru
memiliki satu orang anak, ibu Ernawita (46 tahun) yang berprofesi sebagai ibu rumah
tangga dengan tiga orang anak, ibu Eka Yulianti (42 tahun) yang berprofesi sebagai
wiraswasta, ibu Faridah Hanum (43 tahun) yang berprofesi sebagai penjual makanan,
ibu Rosmauli Boru Sitanggang (31 tahun) yang telah memiliki dua orang anak dan
ibu Susilawati (26 tahun) yang berprofesi sebagai karyawan swasta dan memiliki dua
orang anak..
3. Analisis Data
Setelah melakukan semua teknik penelitian dan menemukan data, maka
penulis akan melakukan analisis data. Data yang telah ditemukan dari lapangan akan
dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yakni pengertian kanker serviks, deteksi
dini kanker serviks dengan metode pap smear dan IVA, pengalaman informan yang
melakukan pap smear, pengalaman informan yang melakukan IVA dan pencegahan
kanker serviks. Analisis data dilakukan untuk mengetahui makna yang ada dibalik
data informasi yang telah diperoleh dari informan. Data ini berasal dari naskah
25
Universitas Sumatera Utara
wawancara, catatan lapangan, foto, video, dan hasil pemberitaan yang berasal dari
media massa dan buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di Jalan
Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan
Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena
merupakan salah satu Klinik Bidan Praktik Swasta di Kota Medan yang sudah
terakreditasi dan berpengalaman dalam menyediakan fasilitas pelayanan deteksi dini
kanker serviks. Selain itu, Klinik ini dipilih karena letak lokasinya yang strategis di
tengah Kota Medan dan dioperasionalkan oleh Bidan yang telah bersertifikat Bidan
Delima.
1.7. Pengalaman Lapangan
Berawal dari cita-cita dan minat saya pada dunia gender, kesehatan dan
kedokteran, lalu mengambil jurusan Antropologi saat kuliah di FISIP USU, saya
sangat tertarik untuk belajar lebih dalam mengenai Antropologi Kesehatan. Dari hal
tersebut, timbul ketertarikan saya untuk meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai
kesehatan reproduksi wanita, karena kesehatan reproduksi masih menjadi sesuatu
yang awam dan terkadang tabu untuk dipelajari oleh mahasiswa ilmu sosial. Hal ini
membuat saya ingin sekali untuk menjadikannya sebagai skripsi. Penelitian skripsi
saya mengambil topik mengenai pap smear dan IVA, yaitu suatu tes untuk
mendeteksi dini kanker serviks. Kenapa harus kanker serviks? Karena kanker serviks
adalah penyakit nomor satu yang mematikan bagi para wanita di dunia saat ini, dan
26
Universitas Sumatera Utara
hanya wanitalah yang mempunyai rahim. Saat ini kedua tes tersebut juga bermanfaat
untuk upaya pembersihan, perawatan dan pencegahan diri dari infeksi virus HPV,
yang merupakan penyebab utama terjadinya kanker serviks.
Saya sangat tertarik untuk meneliti hal ini karena beberapa hal, yaitu karena
saya telah
melihat jumlah kematian wanita yang tinggi akibat kanker
serviks,berbagai macam penyuluhan dan sosialisasi telah diupayakan pemerintah dan
berbagai pihak swasta untuk mengatasi jumlah kematian akibat penyakit ini. Namun,
angka kematian wanita akibat kanker serviks masih cukup tinggi di Indonesia.
Sehingga saya ingin mencari informasi apa saja faktor-faktor yang menyebabkan hal
ini bisa sampai terjadi di Indonesia, khususnya di kota Medan. Sebagai pembelajaran
dan pengalaman bagi saya untuk merawat dan mencegah diri sebagai seorang wanita
dari ancaman penyakit kanker serviks dan saya juga ingin melihat keterkaitan
hubungan antara kebudayaan dan kesehatan masyarakat dalam mencegah dan
mendeteksi dini dirinya dari penyakit berbahaya seperti kanker serviks.
Lokasi yang saya pilih untuk melakukan penelitian ini adalah di Klinik Bidan
Praktik Swasta “MANDA” yang terletak di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung
No.22 kelurahan karang berombak, kecamatan medan barat, Kota Medan, Provinsi
Sumatera Utara. Pertama kali saya mengetahui keberadaan klinik ini, dari
perbincangan saya dengan salah satu teman baik ibu saya, yaitu ibu Lina Boru
Hasibuan. Beliau bertanya mengenai perkuliahan saya apakah masih kuliah atau
sudah wisuda, saya pun menjawab kalau saya masih menyelesaikan skripsi mengenai
27
Universitas Sumatera Utara
pap smear dan IVA, kebetulan saat ini sedang mencari tempat penelitian mengenai
hal tersebut.
Semula saya ingin meneliti di Yayasan Kanker Indonesia cabang Sumatera
Utara yang terletak di Jalan Iskandar Muda no.272 Medan. Namun, saat pertama kali
saya observasi dan melakukan kunjungan kesana, tidak ada dokter maupun pasien
yang ada disitu, hanya seorang karyawan yang menyambut dan mengatakan kalau
dokternya sedang keluar kota. Saya pun pulang tanpa mendapatkan hasil. Kunjungankunjungan selanjutnya saya sangat sulit bertemu dengan dokternya karena dokternya
sering keluar dan pergi ke Dinas Kesehatan Kota Medan. Selain itu, dokternya juga
datangnya (maaf) sesuka hati kadang pagi kadang siang terserah maunya dia ,disana
juga jarang ada pasien dari Kota Medan, kebanyakan pasien yang datang untuk
berobat kesini berasal dari luar kota seperti Tebing Tinggi dan Siantar. Lalu ada salah
satu pernyataan dari seorang cleaning service laki-laki disana yang mengatakan
bahwa selama bulan puasa, kantor tutup.
Kebetulan saat itu saya ingin melakukan penelitian disana pada saat menjelang
bulan ramadhan. Kemudian saya langsung berpikir, loh ini kan tempat pelayanan
kesehatan masyarakat bukannya warung makan atau café sehingga selama bulan
ramadhan harus tutup. Ah tidak benar ini. Saya pun mengambil kesimpulan untuk
mengurungkan niat saya untuk melakukan penelitian disana, karena saya sangat sulit
bertemu dengan dokter yang bertanggung jawab melakukan pap smear yang nantinya
akan menjadi informan kunci saya, selain itu data yang didapatkan pun sangat kering
28
Universitas Sumatera Utara
karena keterbatasan jumlah pasien dan domisilinya yang bukan penduduk Kota
Medan yang nantinya akan menjadi informan penelitian ini.
Berdasarkan dari cerita saya tersebut, ibu Lina pun merekomendasikan klinik
Manda yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah beliau sebagai tempat penelitian
saya. Beliau sangat kenal dengan bidan yang betanggung jawab disana, orangnya
baik dan ramah. Klinik ini juga memilki track record yang bagus dalam melayani
kesehatan masyarakat selama puluhan tahun, dioperasionalkan oleh bidan regenerasi
dan bersertifikat Bidan Delima serta menyediakan fasilitas yang lengkap untuk
melakukan pap smer dan IVA.
Saya pun akhirnya setuju untuk melakukan penelitian disana. Namun
sebelumnya saya mengamati dan mengobservasi dahulu lokasi klinik Manda. Pertama
kali datang kesana, saya ditemani oleh ibu Lina, sebelumnya beliau sudah
menyampaikan maksud dan tujuan saya untuk melakukan penelitian disana kepada
bidan Manda yang merupakan pemilik dan pendiri klinik ini melalui pertemuan
mereka di gereja tadi pagi. Sesampainya di klinik, kami disambut oleh bidan Manda
sembari mengajak masuk dan mempersilahkan kami untuk duduk. Kemudian beliau
mengatakan kalau untuk urusan klinik, sekarang sepenuhnya ditanggungjawapi oleh
anak sulung beliau, yaitu bidan Shanty termasuk untuk urusan magang dan penelitian
mahasiswa yang ingin dilakukan di klinik Manda.
Beliau pun memanggil bidan Shanty untuk bergabung bersama kami. Saya
langsung berdiri dan menjabat tangan beliau sembari mengenalkan diri, beliau pun
menyambutnya dengan ramah. Kemudian saya membuka pembicaraan dengan
29
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan maksud dan tujuan saya datang kesana. Beliau mengapresiasi i’tikad
baik saya untuk menambah ilmu dan mencari informasi mendalam mengenai pap
smear dan IVA di kliniknya. Tak berselang lama, beliau langsung membawa saya
untuk melihat-lihat keadaan disekitar klinik dan masuk ke ruang praktik tempat
melakukan pap smear dan IVA, karena saya bukan berasal dari mahasiswa kebidanan
ataupun kedokteran, beliau dengan ramah dan sabar menjelaskan beberapa alat-alat
kesehatan dan fungsinya yang terdapat disana kepada saya. Saya langsung berinisiatif
untuk merekam penjelasan beliau sambil memotret alat-alat tersebut.
Kemudian setelah itu, beliau memberikan data-data pasien yang pernah
melakukan pap smear dan IVA kepada saya. Saya pun langsung mencatatnya agar
nantinya pasien-pasien ini bisa menjadi informan saya. Setelah itu, beliau pun
mengatakan kepada saya bahwa ia akan mengabari saya langsung jika ada pasien
yang ingin pap smear atau IVA kesana, saya memberikan nomor handphone dan id
whatsapp saya kepada beliau untuk memudahkan kami berkomunikasi. Saya merasa
ini adalah tahap awal yang baik untuk penelitian saya selanjutnya.
Saya melakukan penelitian disana selama 2 bulan dengan frekuensi 15 kali
kunjungan untuk mendapatkan informasi dan data dari klinik Manda, 1 kali saya
tidak berhasil bertemu lagi dengan bidan Shanty karena beliau pergi ke Bangkok
untuk liburan bersama keluarganya, informasi ini saya peroleh dari bidan jaga saat itu
yang menggantikan beliau. Selain melakukan kunjungan ke klinik, saya juga
melakukan wawancara kepada informan langsung ke rumahnya. Informan saya dalam
penelitian ini adalah wanita yang sudah pernah melakukan pap smear dan IVA di
30
Universitas Sumatera Utara
Klinik Manda pada tahun ini, yaitu ibu Juwita Agustina S.H, ibu Ernawati, Ibu
Faridah Hanum, ibu Rosmauli Boru Sitanggang dan Ibu Susilawati.
Kelima informan saya ini berdomisili di Kota Medan, sehingga memudahkan
saya untuk berkunjung ke rumah mereka walaupun jaraknya cukup berjauhan.
Mereka memiliki profesi yang beragam dari agama dan etnis yang berbeda. Perasaan
khawatir bahwa mereka tidak mau menerima saya membuat saya gugup pada saat
pertama kali berjumpa dengan mereka di klinik.
Banyak pertanyaan mereka mengenai jati diri dan tujuan saya untuk mendekati
dan bertemu dengan mereka. Saya menjawab pertanyaan mereka dengan jujur dan
apa adanya, dengan harapan mereka dapat menerima saya. Alhamdulillah mereka
semua menyambut positif niat saya untuk berinteraksi langsung dengan mereka
dengan baik dan ramah.
Tidak banyak hambatan yang saya alami selama melakukan penelitian di klinik
Manda, saya sangat bersyukur diterima secara ramah dan baik oleh bidan dan pasienpasiennya. Hanya satu kendala yang saya alami yaitu dokumentasi foto dan video
informan yang melakukan pap smear dan IVA. Pada saat salah satu informan
melakukan pap smear dan IVA di klinik, saya tidak diperbolehkan masuk untuk
mendokumentasikannya karena beliau mengganggap hal tersebut adalah sesuatu yang
privasi dan bersifat sensitif baginya sehingga ia malu untuk difoto ataupun
divideokan. Saya pun memaklumi permintaan beliau.
Kemudian bidan Shanty
dengan sabar menjelaskan tahapan-tahapan pelaksanaan pap smear dan IVA kepada
saya secara mendetail sehingga saya seperti melihat langsung tes itu dilakukan.
31
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan data dan informasi yang mendalam saya membagun
rapport 8 dengan informan-informan saya. Mereka semua baik sekali, menerima saya
dan berbagi informasi seputar pap smear atau IVA yang pernah mereka lakukan.
Setiap saya melakukan kunjungan ke rumah untuk wawancara dan melengkapi data
yang kurang lengkap, mereka selalu memberi makanan dan minuman kepada saya.
Seperti ibu Juwita Agustina, walaupun beliau beragama khatolik, namun ia tetap
menyuguhkan minuman sirup dan kue bolu buatannya kepada saya. Saya pun
menerima dengan baik dan berpikir positif dengan apa yang beliau berikan walaupun
kami berbeda agama namun harus saling menghargai satu sama lainnya.
Sampai akhir melakukan penelitian, tak lupa saya mengucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini terutama kepada
Bidan Manda, Bidan Shanty dan pasien-pasiennya yang telah memberikan informasi
yang sangat saya perlukan. Mereka berharap bisa bertemu dan ngobrol lagi dengan
saya jika ada data dan hal-hal yang masih diperlukan, mereka menyambut saya
dengan tangan terbuka.
8
Rapp
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Penelitian ini mengambil topik mengenai implementasi deteksi dini kanker
serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” yang terletak di Jalan Karya
Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan
Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Paradigma pembangunan kesehatan di
Indonesia semula memusatkan perhatian pada penyembuhan penderita. Namun dalam
perkembangannya, paradigma tersebut secara berangsur-angsur telah diubah kearah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh, menyangkut upaya peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Semua masyarakat menjadi sasaran
pembangunan kesehatan. Tidak hanya yang sakit, tetapi juga mereka yang sehat.
Sesuai UU No.23 Tahun 19921 tentang kesehatan.
Dari perspektif kesehatan, perbaikan kualitas sumberdaya manusia diyakini
harus dimulai sedini mungkin, sejak janin tumbuh dalam tubuh ibu. Peran ibu sebagai
1
yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian, seseorang
dikatakan sehat tidak saja memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, tetapi juga dapat bermasyarakat secara
baik.
1
Universitas Sumatera Utara
penerus keturunan, pengasuh dan pendidik anak, pengatur rumah tangga dan
pendamping suami dan anggota masyarakat dapat terlaksana dengan baik apabila ibu
berada dalam keadaan sejahtera, sehat fisik, mental dan sosialnya. Dengan kata lain,
peningkatan mutu sumberdaya manusia yang diupayakan dapat dilakukan sedini
mungkin, sangat bergantung pada kesejahteraan ibu, termasuk kesehatan dan
keselamatan reproduksinya (Sidhi, 1989 : 2).
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu konsep dalam pembangunan
kesehatan yang lahir sebagai reaksi dalam konteks kependudukan dan perluasan
program keluarga berencana. Konsep ini mulai gencar disosialisasikan karena dinilai
sangat nyata pengaruhnya bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dr. Dra.
Ida Yustina, MSi dalam buku Pemahaman Keluarga tentang Kesehatan Reproduksi
(2007) mengatakan bahwa Kesehatan reproduksi sebagaimana didefinisikan Kongres
Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo pada tahun 1994 merupakan
keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial menyeluruh dan tidak adanya penyakit
atau keadaan lemah. Kesehatan reproduksi mengandung arti bahwa orang dapat
mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, mereka memiliki
kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan mereka ingin atau
tidaknya melakukan, kapan dan frekuensinya.
Di
Indonesia,
tujuan
utama
program
kesehatan
reproduksi
adalah
meningkatkan kesadaran dan kemandirian dalam mengatur fungsi dan peran
reproduksi, termasuk disini kehidupan seksual, sehingga hak-hak reproduksi dapat
terpenuhi yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidup (Departemen
2
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan RI, 2001). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari pengertian
kesehatan reproduksi, Pertama, pengertian sehat bukan berarti semata-mata sebagai
pengertian kedokteran (klinis), tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat).
Seseorang dikatakan sehat tidak saja memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, tetapi juga
dapat bermasyarakat secara baik. Kedua, kesehatan reproduksi bukan merupakan
masalah seseorang saja, tetapi juga menjadi kepedulian keluarga dan masyarakat
(Baso dan Rahardjo, 1997 : 19).
Dalam
konteks
kesehatan
reproduksi,
kaum
perempuan
sebenarnya
diharapkan tampil menjadi subjek utama yang mengontrol kesehatan reproduksinya,
karena perempuanlah yang memiliki rahim. Di Indonesia, sosialisasi tentang
kesehatan reproduksi yang menitikberatkan pentingnya perempuan memahami dan
menerapkan sesuatu yang menjadi haknya tersebut saat ini sangat gencar dilakukan
oleh banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di berbagai Kota di Indonesia,
termasuk badan kesehatan dunia seperti World Health Organization (WHO) (Sidhi,
1989 : 25).
Menurut Arivia (Kompas, 15 November 2000), tidak mudah untuk
menjelaskan kepada perempuan Indonesia bahwa mereka mempunyai tubuhnya
sendiri, karena mereka terlanjur meyakini bahwa tubuhnya adalah milik sesuatu di
luar mereka, entah medis, hukum, agama, kebudayaan dan lainnya. Padahal, akibat
rendahnya pemahaman perempuan tentang kesehatan reproduksi, berimplikasi antara
lain terhadap tingginya angka kematian ibu yang melahirkan dan menurunnya gizi ibu
dan anak.
3
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan reproduksi sering dianggap sebagai sinonim dari keluarga
berencana, sedangkan aspek-aspek lain dari
kesehatan reproduksi
kurang
diperhatikan. Selain itu, ada juga masyarakat yang mencampuradukkan konsep
kesehatan reproduksi dengan konsep kesehatan seksual dan tidak bisa membedakan
antara keduanya. Secara singkat bisa dikatakan bahwa konsep kesehatan reproduksi
terdiri atas beberapa elemen pokok, yaitu perilaku reproduksi selama usia subur,
untuk perempuan usia subur mulai dari menstruasi pertama sampai menopause,
sedangkan untuk laki-laki dimulai sejak ejakulasi pertama dan dapat sampai akhir
hidup, perilaku seksual, perawatan sebelum dan pasca kehamilan serta penghentian
melahirkan, perawatan kesehatan ibu, penanganan ketidaksuburan (infertilitas),
penghapusan aborsi yang tidak aman, penanganan infeksi dan penyakit yang
diakibatkan oleh hubungan seks yang tidak aman, pencegahan dan pengobatan
keganasan di alat-alat reproduksi, akses pada pelayanan kontrasepsi yang aman dan
penghormatan hak-hak reproduksi.2
Sejauh ini penulis melihat masalah kesehatan reproduksi lebih banyak
didekati dari aspek klinis saja sehingga berkembang anggapan bahwa masalahmasalah kesehatan reproduksi hanya dapat dipelajari dan dipecahkan oleh ahli-ahli
kedokteran. Sementara itu, terdapat banyak bukti bahwa inti persoalan kesehatan
reproduksi sesungguhnya terletak pada konteks sosial, ekonomi dan kebudayaan yang
2
Lebih khusus, hak-hak konsumen dalam program keluarga berencana adalah: hak untuk
mendapatkan informasi, hak untuk mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan reproduksi;hak
memilih antara metode-metode kontrasepsi;hak untuk mendapatkan pelayanan yang aman;hak
untuk kepribadian;hak atas konfidensialitas;hak untuk kehormatan;hak untuk meneruskan
pelayanan;hak untuk mengekpresikan opini (PKBI 1989).
4
Universitas Sumatera Utara
sangat kompleks. Kesehatan reproduksi dipengaruhi dan mempengaruhi sistem
politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan gender.
Kesehatan reproduksi juga berhubungan dengan Angka Kematian Ibu (AKI).
Angka Kematian Ibu di Indonesia tercatat merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara
atau keempat di Wilayah Asia Pasifik, yakni mencapai 334 orang per 100.000
kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2001)3. Penyebab langsung kematian ibu
tersebut terutama adalah pendarahan , infeksi, eklamsia, partus lama dan aborsi yang
terkomplikasi. Persoalannya, meski perempuan merupakan key-person dari efektivitas
pelaksanaan kesehatan reproduksi yang sangat penting artinya bagi peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, dalam kenyataannya perempuan di Indonesia “belum
dapat” sepenuhnya mengambil keputusan sendiri meski itu menyangkut dirinya.
Faktor budaya masih cukup kental berperan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya, perempuan masih selalu
tergantung pada orang di luar dirinya, seperti suami, orang tua, mertua maupun
keluarga besarnya (Ford Foundation, 2002).
Berkaitan dengan hal ini, pemeliharaan kesehatan reproduksi bagi manusia
sangatlah penting terutama bagi wanita. Salah satunya yaitu pencegahan kanker
serviks yang merupakan penyakit yang menyerang sistem reproduksi wanita dan
dapat menyebabkan kematian. Kanker bukanlah semata-mata masalah kesehatan,
karena dampaknya lebih luas mencakup masalah sosial, ekonomi dan pembangunan
serta berimplikasi terhadap hak asasi manusia. Berdasarkan data Patologi Anatomi
3
Ida Yustina, dalam buku Pemahaman Keluarga Dalam Kesehatan Reprosuksi terbit tahun 2007.
5
Universitas Sumatera Utara
Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada tahun 2010, kanker serviks di Indonesia kerap
disebut sebagai kanker leher rahim tercatat menduduki ranking kedua terbanyak yang
menyerang wanita setelah kanker payudara.
Penyebabnya adalah virus yang menyerang leher rahim atau sebutan bahasa
latinnya adalah Human Pappilloma Virus (HPV)4, infeksi HPV yang sering
menyerang kaum perempuan ini umumnya yang berusia di atas 30 tahun, meski tidak
menutup kemungkinan usia di bawah 30 tahun juga dapat terserang dan kadang tidak
disadari oleh kaum perempuan. Penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan
tentang gejala, deteksi dini, proses terjadinya infeksi dan pengobatannya. Ditambah
lagi dengan faktor kebersihan lingkungan, pola hidup bersih dan sehat serta
lingkungan sosial yang menjadi pemicu kegiatan dan perilaku seks berisiko di luar
pernikahan (Adi D.Tilong, 2012 : 12).
Data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah perempuan Indonesia
yang berusia 30 sampai dengan 50 tahun berada pada kisaran 35 juta orang. Jumlah
penduduk perempuan usia produktif tersebut perlu dikawal terus masalah kesehatan
reproduksinya, satu diantaranya adalah pencegahan terhadap kanker serviks melalui
upaya skrinning5 untuk deteksi dini kasus kanker serviks. Menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia ditargetkan setiap 5 tahun minimal 80% perempuan
4
Virus yang dapat menyebabkan kutil di berbagai bagian tubuh, hidup pada sel-sel kulit dan memiliki
lebih dari 100 jenis.
5
Proses pendeteksian kasus/kondisi kesehatan pada populasi sehat dalam kelompok tertentu sesuai
dengan jenis penyakit yang akan dideteksi dini dengan upaya meningkatkan kesadaran pencegahan
dan diagnosis dini bagi kelompok yang termasuk berisiko tinggi.
6
Universitas Sumatera Utara
usia 30-50 tahun sudah melakukan skrinning. Hingga tahun 2012, jumlah perempuan
yang di skrinning sudah lebih dari 550 ribu orang (Departemen Kesehatan RI, 2001).
Diperkirakan setiap satu jam, seorang wanita di Indonesia meninggal dunia
karena kanker serviks. Tingginya angka kematian kaum wanita akibat kanker serviks
antara lain disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang kanker serviks, terutama
dalam mengenali gejala-gejalanya. Sehingga, mereka datang berobat dalam kondisi
sudah parah.
Para wanita yang rawan mengidap kanker serviks, biasanya berusia antara 30-50
tahun, terutama yang aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual
pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko terserang kanker serviks dua kali lebih
besar dibandingkan dengan mereka yang melakukan hubungan seksual setelah usia
20 tahun. Kanker serviks juga berkaitan dengan partner seksual. Semakin banyak
partner seksual yang dimiliki oleh seorang wanita , semakin meningkat pula risiko
terjadinya kanker serviks. Sama halnya dengan jumlah partner seksual, jumlah
kehamilan yang pernah dialami juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks.
Keikutsertaan masyarakat khususnya kaum wanita dan pemerintah daerah dalam
penurunan jumlah penderita kanker serviks sangat diharapkan, karena sesungguhnya
lebih dari 40% semua jenis kanker dapat dicegah bahkan dapat disembuhkan, asalkan
program skrinning ditegakkan (Adi D.Tilong, 2012 : 17).
Atas dasar permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui apa saja gejala kanker
serviks? Bagaimana cara melakukan pencegahan dan deteksi dini terhadap kanker
serviks yang berhubungan dengan sistem kesehatan dan sosial-budaya?. Di samping
7
Universitas Sumatera Utara
itu penulis juga ingin mengetahui lebih jauh tentang implementasi deteksi dini
terhadap kanker serviks di Kota Medan tepatnya di Klinik Bidan Praktik Swasta
“MANDA” yang berada di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan
Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
1.2. Tinjauan Pustaka
Akhir-akhir ini semakin banyak ahli-ahli kesehatan yang menaruh minat pada
ilmu Antropologi. Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dan
segala aspek kehidupannya, khususnya kebudayaannya. Kebudayaan adalah seluruh
sistem gagasan dan rasa, tindakan dan karya yang dihasilkan dalam kehidupan
masyarakat. Yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dengan demikian, hampir
setiap tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan yang
dilakukannya dalam kehidupan masyarakat yang tidak dibiasakan dengan belajar
(yaitu tindakan naluri, refleks atau tindakan-tindakan yang dilakukan akibat suatu
proses fisiologi) maupun berbagai tindakan-tindakan yang sangat terbatas. Bahkan,
berbagai tindakan yang merupakan nalurinya (makan, minum, berjalan) juga telah
banyak dirombak oleh manusia sendiri sehingga menjadi tindakan berkebudayaan
(Koentjaraningrat, 1985 : 180).
Dalam ilmu Antropologi Kesehatan istilah yang digunakan oleh ahli-ahli
antropologi adalah untuk mendeskripsikan (1) Penelitian mereka yang tujuannya
adalah definisi konfrehensif dan interpretasi tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia di masa lalu dan masa kini dengan derajat
kesehatan dan penyakit tersebut serta (2) Partisipasi professional mereka dalam
8
Universitas Sumatera Utara
program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman
yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan kesehatan,
serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan meningkatkan
kesehatan yang lebih baik (Foster dan Anderson 1986 : 11).
Dengan adanya hal ini, maka ada anggapan bahwa faktor kebutuhanlah yang
mendorong mereka untuk memanfaatkan antropologi guna mengatasi berbagai
persoalan yang dihadapi dalam praktik medis. Para dokter dimanapun semuanya
bekerja setelah memperoleh pendidikan kedokteran. Pendidikan tersebut bertujuan
agar mereka mampu mendiagnosis secara cepat dan cermat semua penyakit-penyakit
akut yang membahayakan jiwa manusia atau pasiennya. Sejak mulai membuka
praktik sendiri, mereka menghadapi berbagai persoalan antara lain seperti yang sering
didengar dari mulut para dokter, “Mengapa rakyat tidak mau datang kepada
kami?”Kalau mereka sudah mau datang, mereka tetap curiga terhadap kami, padahal
kami tahu benar apakah sakit dan sehat itu, dan kami beri’tikad baik terhadap
mereka” (Koentjaraningrat, 1982 : 1) .
Kerisauan terhadap orang-orang yang enggan berobat ke rumah sakit atau
dokter (menurut survai kesehatan rumah tangga tahun 1980) 34,8% mengobati sendiri
penyakitnya dan 6,0% pergi ke dukun, memang merupakan persoalan tersendiri bagi
para ahli kesehatan yang membutuhkan penjelasan-penjelasan antropologis untuk
mencari cara pemecahannya. Namun barangkali yang paling perlu dikaji adalah
persoalan-persoalan yang terdapat pada praktik medis itu sendiri, baik di rumah sakit,
puskesmas maupun praktik perseorangan (Koentjaraningrat, 1982 : 3).
9
Universitas Sumatera Utara
Tujuan penerapan antropologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan,
antara lain untuk menambah kemampuan para dokter dalam melakukan penilaian
klinis secara lebih rasional, menambah kemampuan untuk mengatasi persoalanpersoalan yang dialami dalam praktik, mampu memahami dan menghargai perilaku
pasien, kolega serta organisasi dan menambah kemampuan dan keyakinan dokter
dalam menangani kebutuhan sosial dan emosional pasien, sebaik kemampuan yang
mereka miliki dalam menangani gangguan penyakit yang diderita pasiennya.
Masalah kesehatan masyarakat, terutama
di negara-negara berkembang,
pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Yang pertama ialah aspek fisik, seperti
misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit. Sedangkan yang
kedua adalah aspek non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Perilaku
kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati
maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari respon seseorang terhadap
stimulus/objek yang berkaitan dengan sehat/sakit, penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap
status kesehatan individu maupun masyarakat. Perilaku kesehatan berupa perilaku
preventif (pencegahan) adalah upaya memelihara kesehatannya dengan mencegah
datangnya sakit dianggap mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui
tindakan medis seperti deteksi dini dan medical activities (Sarwono, 1993:25).
Hal ini merupakan salah satu kajian dari ilmu Antropologi Kesehatan
dimana dalam upaya memahami suatu gejala sosial dalam masyarakat maka studi10
Universitas Sumatera Utara
studi dalam Antropologi dilakukan dengan menggunakan dua macam pendekatan,
yaitu pendekatan emik dan etik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan
emik berusaha memahami perilaku individu/masyarakat dari sudut pandang si pelaku
sendiri (individu tersebut atau anggota masyarakat yang bersangkutan), sedangkan
pendekatan etik menganalisa perilaku atau gejala sosial dari pandangan orang luar
serta membandingkannya dengan budaya lain. Dengan demikian maka pendekatan
etik lebih bersifat obyektif, sementara pendekatan emik lebih bersifat subjektif
(Foster, 1978 : 4).
Penelitian-penelitian antropologi harus memakai dua pendekatan diatas,
selain itu juga harus menggunakan teori-teori yang berkaitan dan relevan dengan
topik kajian penelitiannya. Di dalam penelitian ini, penulis memakai sebuah teori
yang berhubungan dengan topik Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik
Bidan Praktik Swasta “MANDA”. Ada dua tes yang digunakan untuk mendeteksi
dini kanker serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”, yaitu : Pap Smear
dan Inspeksi Visual Asam asetat (IVA).
Adi D.Tilong dalam buku Bebas dari Ancaman Kanker Serviks (2012)
mengatakan bahwa kanker serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
HPV atau Human Papilloma Virus onkogenik, mempunyai persentase yang cukup
tinggi dalam menyebabkan kanker serviks, yaitu sekitar 99,7%. Kanker serviks
adalah salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada kaum wanita.
Setiap satu jam, satu wanita meninggal di Indonesia karena kanker serviks. Fakta
menunjukkan bahwa jutaaan wanita di dunia terinfeksi virus HPV, yang dianggap
11
Universitas Sumatera Utara
penyakit lewat hubungan seks yang paling umum di dunia. Kanker serviks bisa
menyerang dengan pendarahan pada vagina, tetapi gejala kanker serviks tidak terlihat
sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh. Kanker serviks bisa dilihat dengan
menggunakan suatu test, yaitu pap smear. Menurut Dr.A.M.Puguh,SpOG, Ahli
kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Husada Jakarta, di Indonesia, kanker serviks
merupakan kanker nomor satu yang umum diderita oleh wanita. Semua wanita yang
aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi kanker serviks atau tahap awal kanker
serviks, tanpa memandang usia dan gaya hidup.
Kanker serviks terjadi pada bagian organ reproduksi wanita. Leher rahim
adalah bagian yang sempit disebelah bawah antara vagina dan rahim. Di bagian inilah
tempat terjadi dan tumbuhnya kanker serviks, penyakit serius yang menyerang kaum
wanita yang jumlah penderitanya semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini.
Dari seluruh penderita kanker di Indonesia, sepertiganya adalah penderita kanker
serviks (Alodokter 2015, diakses pada 15 Juli 2016).
Kanker serviks .dapat dideteksi secara dini dengan melakukan pemeriksaan
sitologis leher rahim. Pemeriksaan sitologis ini populer dengan nama Pap Smear Test
atau papanicolaou smear dan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat). Pap Smear
pertama kali dicetuskan oleh seorang dokter berkebangsaan Yunani yang bernama
George Nicholas Papanicolaou yang memulai studi tentang sitologi vagina pada
tahun 1920. Papanicolaou test atau Pap smear adalah metode skrining ginekologi,
untuk menemukan proses-proses premalignant dan malignant di ectocervix, dan
infeksi dalam endocervix dan endometrium.
12
Universitas Sumatera Utara
Pap smear digunakan untuk mendeteksi kanker rahim secara dini yang
disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV. Pemeriksaan pap smear dilakukan
dengan mengambil contoh sel-sel leher rahim, kemudian dianalisa untuk mendeteksi
dini kanker leher rahim. Selain itu, dengan tes ini kita juga bisa menemukan adanya
infeksi atau sel-sel yang abnormal yang dapat berubah menjadi sel kanker sehingga
kita bisa segera melakukan tindakan pencegahan. Pap smear sangat dianjurkan untuk
dilakukan oleh setiap wanita, terutama mereka yang telah berkeluarga dan sudah
pernah melahirkan. Wanita yang aktif secara seksual disarankan menjalani pap smear
sekali setahun.
Pap smear dapat mendeteksi kondisi kanker dan prakanker dalam serviks.
Biopsi (pengambilan jaringan) serviks umumnya dilakukan saat pap smear bila ada
indikasi kelainan signifikan, atau bila ditemukan kelainan selama pemeriksaan dalam
rutin, untuk mengidentifikasi kelainan tersebut. Hasil pap smear dinyatakan positif,
bila menunjukkan perubahan-perubahan sel serviks. Biopsi (pengambilan jaringan)
mungkin tidak perlu dilakukan segera, kecuali individu dalam kategori risiko tinggi.
Untuk perubahan sel yang minor, umumnya direkomendasikan untuk mengulang pap
smear dalam 6 bulan ke depan.
Alasan Harus melakukan pap smear, yaitu : Menikah pada usia muda
(dibawah 20 tahun), pernah melakukan senggama sebelum usia 20 tahun, pernah
melahirkan lebih dari 3 kali, pemakaian alat kontrasepsi lebih dari 5 tahun, terutama
IUD atau kontrasepsi hormonal, mengalami pendarahan setiap hubungan seksual,
13
Universitas Sumatera Utara
mengalami keputihan atau gatal pada vagina, sudah menopause dan mengeluarkan
darah dari vagina karena berganti-ganti pasangan dalam senggama.
Pemeriksaan pap smear dapat dilakukan kapan pun, kecuali pada masa haid,
sedang hamil dan baru saja melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan pap smear
dianjurkan bagi perempuan yang sudah menikah atau sudah pernah melakukan
hubungan seksual minimal sekali setahun. Pelaksanaan pap smear dilakukan 10 hari
setelah bersih menstruasi dan 2 x 24 jam. Dalam pelaksanaannya, sebelum dilakukan
pap smear wanita tersebut dilarang melakukan hubungan seksual karena akan
mengaburkan hasil pemeriksaan.
Sejak ditemukannya metode pap smear, maka jumlah kematian akibat kanker
serviks menurun. Meskipun demikian, untuk menurunkan risiko terkena kanker
serviks, setiap wanita sebaiknya melakukan pap smear secara rutin (Adi D.Tilong,
2012 :39).
Gambar 1.1 Tes Pap Smear
Sumber : http://alodokter.com
14
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, pemeriksaan IVA diperkenalkan oleh Hans Hinselmann pada
tahun 1925. IVA merupakan
metode
deteksi dini kanker serviks dengan
mengoleskan asam asetat (cuka) 5% dan larutan iodium lugol ke dalam leher rahim.
Bila terdapat lesi kanker, maka akan terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan
pada leher rahim yang diperika. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Rasjidi, 2010 : 4).
Di Indonesia, khususnya di Kota Medan, IVA sedang dikembangkan dengan
melatih tenaga kesehatan, termasuk bidan. Sekarang IVA dapat dilakukan di
puskesmas atau klinik kebidanan dengan harga yang relatif murah bahkan gratis.
IVA dilakukan hanya untuk deteksi dini. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus kanker
serviks di Kota Medan semakin diperparah disebabkan lebih dari 70% kasus yang
datang ke rumah sakit berada pada stadium lanjut. Untuk itu diperlukan tindakan
pencegahan dan deteksi dini agar bisa dilakukan pemeriksaan dan pengobatan kanker
serviks yang lebih baik, sehingga mortalitas (kematian) akibat penyakit ini dapat
menurun (Bidanshop 2013, diakses 12 Juni 2016).
Gambar 1.2. Tes IVA
Sumber : http://alodokter.com
15
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis menggunakan sebuah teori untuk mengkaji
topik penelitian ini, yaitu :
1. Teori Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
Pada tahun 1950-an, Irwin Rosenstock (1974) dan Godfrey M.Hochbaum
(1958) yaitu dua peneliti kesehatan sosial dari Pusat Layanan Kesehatan Publik
Amerika Serikat mengembangkan suatu
teori intrapersonal yang disebut Health
Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan). Health Belief Model atau disingkat
HBM ialah sebuah model yang menjelaskan pertimbangan seseorang sebelum ia
berperilaku sehat dan memiliki fungsi sebagai upaya pencegahan (preventif) dan
deteksi dini terhadap penyakit. Upaya pencegahan (preventif) dapat dilakukan dengan
medical activities seperti imunisasi dan vaksinasi serta non-medical activities seperti
olahraga, minum jamu, mandi dll.
Dalam penelitiannya, mereka mendapati masalah dengan sedikitnya orang
yang berpartisipasi dalam program pencegahan dan deteksi
dini penyakit
Tuberculosis (TBC). Hipotesis dalam model HBM adalah orang tidak akan mencari
pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka kurang mempunyai
pengetahuan dan motivasi, minimal yang relevan dengan kesehatannya atau tidak
semua pengobatan gratis itu didatangi orang. Apabila mereka memandang
keadaannya tidak cukup berbahaya, maka mereka tidak yakin terhadap keberhasilan
suatu intervensi medis dan melihat adanya beberapa kesulitan dalam melaksanakan
perilaku kesehatan yang disarankan (Rosenstock, 1974 :135).
16
Universitas Sumatera Utara
Health Belief Model
merupakan model kognitif yang artinya perilaku
individu dipengaruhi oleh proses kognitif dalam dirinya. Berikut adalah ilustrasi
faktor yang mempengaruhi health belief model dan komponennya:
a.Komponen Health Belief Model
Health belief model memiliki enam komponen yaitu:
1. Kerentanan Terhadap Penyakit
Kepercayaan seseorang atau individu dengan menganggap bahwa setiap orang
memiliki risiko (rentan) terhadap penyakit tertentu sehingga ia akan mencari
pertolongan medis dengan melakukan upaya pencegahan (preventif) dan deteksi dini
terhadap penyakit tersebut.
Contohnya seorang wanita percaya kalau semua wanita tanpa memandang usia
dan gaya hidup, berpotensi terkena kanker serviks. Selain itu, Ia percaya bahwa
perilaku tertentu yang dilakukan oleh seorang wanita seperti sering bergonta-ganti
pasangan seksual menjadi penyebab terinfeksinya virus HPV yang menyebabkan
kanker serviks. Dalam penelitian ini, Ibu Eka Yulianti yang melakukan pap smear
percaya bahwa dirinya didiagnosa positif terkena kanker serviks karena ia melakukan
perilaku tertentu seperti berganti-ganti pasangan seksual dan merokok.
2. Keparahan Penyakit
Kepercayaan subyektif individu terhadap keparahan penyakit tertentu yang akan ia
terima atau rasakan apabila melakukan perilaku atau tindakan tertentu sehingga ia
menghindari perilaku tidak sehat agar tidak sakit. Contohnya wanita percaya bahwa
kanker serviks adalah penyakit berbahaya dan mematikan sehingga wanita
17
Universitas Sumatera Utara
menghindari aktifitas dan hal-hal yang dapat menyebabkan kanker serviks, salah
satunya merokok dapat menyebabkan kanker serviks, maka untuk mencegah penyakit
tersebut, wanita dilarang untuk merokok. Dalam penelitian ini, Ibu Susilawati yang
melakukan IVA melakukan pencegahan kanker serviks dengan mengkonsumsi obatobatan herbal anti kanker setiap harinya.
3. Untung dan Rugi Mengetahui Jenis Penyakit Yang Diderita
Kepercayaan individu
terhadap keuntungan dan kerugian dari metode yang
disarankan untuk mengurangi risiko penyakit dan mengetahui jenis penyakit yang
dideritanya. Individu yang sadar akan keuntungan dan kerugian deteksi dini penyakit
untuk mengetahui jenis penyakit yang mungkin dideritanya akan terus melakukan
perilaku sehat seperti medical check up rutin. Contoh lain adalah wanita percaya
bahwa melakukan pap smear dan IVA dapat melindungi diri dari kanker serviks.
Mereka akan mendapat keuntungan karena mengikuti pap smear dan IVA untuk
mencegah dan mendeteksi dini gejala kanker serviks. Dalam penelitian ini, Ibu
Ernawati yang melakukan pap smear mengaku bahwa banyak sekali manfaat yang ia
dapatkan dengan melakukan pap smear yaitu untuk membersihkan kuman-kuman
yang terdapat di vagina dan serviks serta untuk mendeteksi dini kemungkinan gejalagejala kanker serviks.
4. Contoh atau Panutan Untuk Bertindak
Adanya contoh atau panutan yang telah melakukan perilaku kesehatan dalam
pencegahan penyakit, membuat individu akan mengikuti dan termotivasi untuk
melakukan hal yang sama dengan orang yang telah berhasil melakukan upaya
18
Universitas Sumatera Utara
kesehatan tersebut. Contoh atau panutan dalam bertindak bisa didapat internal dan
eksternal diri individu seperti keluarga, teman, saudara dan lain sebagainya. Dalam
penelitian ini, ibu Faridah yang melakukan IVA karena termotivasi dari pengalaman
tetangganya yang pernah melakukan IVA.
5. Tindakan Nyata
Mempercepat suatu hal yang membuat seseorang merasa butuh mengambil
tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku sehat. Hal ini juga
berarti dukungan atau dorongan dari lingkungan terhadap individu yang melakukan
perilaku sehat. Saran bidan atau rekomendasi dokter telah ditemukan untuk menjadi
tindakan nyata untuk bertindak dalam konteks deteksi dini kanker serviks melalui
pemeriksaan pap smear dan IVA (Weinberger et al 1981;. Stacy dan Llyod 1990).
Dalam penelitian ini ibu Juwita Agustina Boru Situmeang S.H yang melakukan pap
smear, ketika mengalami sesuatu yang aneh pada organ intimnya, langsung
memeriksakan dirinya ke klinik bidan untuk diperiksa karena rekomendasi dari
temannya yang sudah pernah melakukan pap smear.
6. Percaya Diri
Hal yang berguna dalam memproteksi kesehatan adalah percaya diri (self
efficacy). Hal ini senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston (1966)
mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting sebagai kontrol dari faktorfaktor perilaku sehat.
Self Efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai
kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa percaya diri dengan
perilaku sehat yang ia lakukan agar terhindar dari penyakit. Contohnya, seorang
19
Universitas Sumatera Utara
wanita merasa percaya diri dan yakin untuk melakukan tes pap smear atau IVA untuk
mendeteksi dini kanker serviks. Dalam penelitian ini, ibu Rosmauli Boru Sitanggang
yang melakukan IVA yang sebelumnya tidak mengetahui dan mempunyai
pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks merasa percaya diri untuk melakukan
IVA sebagai upaya pencegahan infeksi kanker serviks.
b.Aplikasi Penerapan Komponen Health Belief Model
Penelitian sebelumnya menghasilkan area luas yang bisa diidentifikasikan dari
aplikasi HBM:
1. Promosi kesehatan (seperti olahraga dan perilaku mengurangi risiko kesehatan seperti
pemberian vaksinasi dan penggunaan alat kontrasepsi. Dalam penelitian ini vaksinasi
HPV sangat dianjurkan pada wanita yang berusia minimal 10 tahun dan sudah
mengalami menstruasi untuk mencegah terinfeksinya virus HPV yang saat ini
semakin meningkat jumlahnya.
2. Rekomendasi Medis, biasanya diikuti oleh diagnosis dari tenaga profesional tentang
penyakit. Ibu Eka Yulianti yang melakukan pap smear dan didiagnosa terinfeksi
HPV, menuruti rekomendasi bidan Shanty untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke
dokter spesialis kandungan (obginekologi) di Rumah Sakit Imelda Medan.
3. Kunjungan Klinik termasuk kunjungan dengan alasan yang bervariasi dari setiap
individu yang berobat.
Teori diatas sangat relevan digunakan dalam mengkaji topik penelitian ini, karena
berhubungan langsung dengan kognitif dari wanita untuk mencegah kanker serviks
yang diimplementasikan dalam bentuk deteksi dini kanker serviks.
20
Universitas Sumatera Utara
1.3. Rumusan Masalah
Karena penelitian ini bersifat ilmiah, maka haruslah dibuat batasan-batasan
rangkaian analisa ; untuk menghindari dan untuk memfokuskan masalah-masalah
yang akan dikaji maupun hal-hal yang berkaitan di dalamnya. Maka, permasalahan
yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik
Swasta “MANDA” di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan
Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1.Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengungkapkan Implementasi
Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di Jalan
Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan
Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Secara teoritis,, penelitian ini bertujuan untuk menambah kashanah
pengetahuan kepustakaan tentang masalah kebudayaan, khususnya yang menyangkut
Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks.
Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk mencari informasi dan
membantu dalam penilaian terhadap pengimplementasi deteksi dini kanker serviks di
Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”. Penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai masukan bagi masyarakat luas untuk mengetahui bagaimana implementasi
deteksi dini kanker serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”.
21
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah bahan bacaan dan referensi
bagi para akademisi dan masyarakat luas dalam mengetahui aspek kesehatan tentang
deteksi dini terhadap kanker serviks untuk wanita serta menambah kepustakaan
Departemen Antropologi FISIP USU dan memperluas kajian mengenai deteksi dini
kanker serviks dengan menggunakan metode etnografi dan pendekatan antropologi.
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif berupa metode etnografi. Dimana penulis melakukan wawancara langsung
dengan Bidan dan pasiennya yang melakukan pap smear dan IVA di Klinik Bidan
Praktik Swasta “MANDA” berdasarkan pada kenyataan di lapangan. Untuk
mendeskripsikan secara rinci, maka penulis melakukan penelitian lapangan ( field
research) selama dua bulan. Selama dua bulan tersebut penulis mencoba memahami
suatu pandangan hidup secara terperinci, dibentuk dengan kata-kata dan gambaran
holistik.
Tujuan metode kualitatif adalah menceritakan dan menjelaskan secara detail dan
mendalam terhadap suatu masalah yang akan di teliti. Penelitian ini juga bertipekan
deskriptif untuk mencapai sasaran yang dituju, yakni dengan mendeskripsikan
Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta
“MANDA”. Dalam penelitian ini, informasi dari hasil wawancara mendalam (depth
22
Universitas Sumatera Utara
interview)6 dengan para informan, sumber pustaka yang relevan atau pun informasi
dari lembaga resmi seperti Klinik Bidan Praktik “Manda”menjadi data utama bagi
peneliti.
Penulis memposisikan diri sebagai orang yang sedang belajar, tidak mengetahui
mengenai perihal
deteksi dini kanker serviks sebelumnya di Klinik Manda dan
menempatkan informan sebagai guru yang menjadi tempat bertanya. Peneliti juga
menunjukkan rasa ketertarikan akan hal tersebut, sehingga mereka menjadi
bersemangat untuk menceritakan apa saja pengetahuan dan pengalaman yang
dimilikinya tanpa adanya rasa takut pendapat tersebut benar atau salah.
Teknik-teknik yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah :
1. Observasi Partisipasi
Observasi partisipasi dilakukan di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di
Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Medan. Penulis melakukan pengamatan
dan pencatatan apapun yang terjadi selama proses pengambilan data. Penulis terjun
langsung ke klinik dan ke rumah informan. Lama observasi dan pengambilan data
penelitian dilakukan selama dua bulan dengan melibatkan penulis secara langsung
dalam kegiatan di lapangan serta mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh
informan berkaitan dengan tes pap smear dan IVA. Selain itu, penulis juga
menggunakan alat-alat lain untuk mendukung pencarian dan pencatatan informasi
6
Wawancara mendalam (depth interview) yaitu penelitian kualitataif biasanya lebih sering
menggunakan wawancara mendalam ketimbang wawancara terstruktur (menggunakan kuesioner)
dalam proses pengumpulan data di lapangan . Wawancara mendalam biasanya dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara.
23
Universitas Sumatera Utara
yang telah ditemukan, seperti : alat perekam visual maupun alat perekam audio,
kamera handphone dan field note.
2. Wawancara langsung dan mendalam
Wawancara dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung dengan para
informan yang ditemui di klinik maupun di
rumah informan. Wawancara yang
dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara mendalam ( depth interview),
dilakukan dengan bantuan pedoman wawancara ( interview guide )7. Wawancara ini
dilakukan dengan cara terbuka agar para informan dapat menjawab pertanyaan dan
bercerita panjang lebar tentang apa yang dialami, dihadapi dan dirasakannya selama
mengikuti tes pap smear atau IVA dengan santai seperti berbicara dengan keluarga
atau sahabat dekatnya, agar proses wawancara berjalan lancar dan tidak kaku.
Wawancara dengan Bidan Shanty penulis lakukan di klinik pada pagi hari
sekitar pukul 09.00 Wib dan pada saat tidak ada pasien yang datang untuk periksa
atau berobat. Sementara itu, wawancara dengan para pasien yang melakukan pap
smear dan IVA dilakukan pada saat mereka berkunjung ke klinik dan ke rumah
mereka saat waktu luang informan bisa dikunjungi dan diwawancarai.
Proses wawancara tidak cukup sulit dilakukan, karena sifat informan yang
ramah, terbuka dan senang bercerita dengan penulis. Walaupun penulis terkadang
harus menunggu mereka berjam-jam di klinik dan terkadang harus berulang-ulang
memperjelas maksud dari pertanyaan yang diajukan kepada mereka.
7
Panduan berisi seperangkat pertanyaan terbuka sesuai dengan aspek-aspek yang ingin di dapatkan.
24
Universitas Sumatera Utara
Informan penelitian ini adalah orang-orang yang dipilih oleh penulis berdasarkan
rekomendasi Bidan Shanty yang telah melakukan pap smear dan IVA pada tahun
2015 dan tahun 2016 di Klinik Manda. Dalam penelitian ini penulis memiliki
informan sebanyak tujuh orang. Masing-masing infoman berasal dari latar belakang
yang berbeda-beda. Adapun informan pada penelitian ini adalah Bidan Shanty yang
merupakan pimpinan klinik Manda sekaligus sebagai informan kunci, ibu Juwita
Agustina Boru Situmeang S.H (32 tahun) adalah seorang ibu rumah tangga yang baru
memiliki satu orang anak, ibu Ernawita (46 tahun) yang berprofesi sebagai ibu rumah
tangga dengan tiga orang anak, ibu Eka Yulianti (42 tahun) yang berprofesi sebagai
wiraswasta, ibu Faridah Hanum (43 tahun) yang berprofesi sebagai penjual makanan,
ibu Rosmauli Boru Sitanggang (31 tahun) yang telah memiliki dua orang anak dan
ibu Susilawati (26 tahun) yang berprofesi sebagai karyawan swasta dan memiliki dua
orang anak..
3. Analisis Data
Setelah melakukan semua teknik penelitian dan menemukan data, maka
penulis akan melakukan analisis data. Data yang telah ditemukan dari lapangan akan
dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yakni pengertian kanker serviks, deteksi
dini kanker serviks dengan metode pap smear dan IVA, pengalaman informan yang
melakukan pap smear, pengalaman informan yang melakukan IVA dan pencegahan
kanker serviks. Analisis data dilakukan untuk mengetahui makna yang ada dibalik
data informasi yang telah diperoleh dari informan. Data ini berasal dari naskah
25
Universitas Sumatera Utara
wawancara, catatan lapangan, foto, video, dan hasil pemberitaan yang berasal dari
media massa dan buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di Jalan
Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan
Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena
merupakan salah satu Klinik Bidan Praktik Swasta di Kota Medan yang sudah
terakreditasi dan berpengalaman dalam menyediakan fasilitas pelayanan deteksi dini
kanker serviks. Selain itu, Klinik ini dipilih karena letak lokasinya yang strategis di
tengah Kota Medan dan dioperasionalkan oleh Bidan yang telah bersertifikat Bidan
Delima.
1.7. Pengalaman Lapangan
Berawal dari cita-cita dan minat saya pada dunia gender, kesehatan dan
kedokteran, lalu mengambil jurusan Antropologi saat kuliah di FISIP USU, saya
sangat tertarik untuk belajar lebih dalam mengenai Antropologi Kesehatan. Dari hal
tersebut, timbul ketertarikan saya untuk meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai
kesehatan reproduksi wanita, karena kesehatan reproduksi masih menjadi sesuatu
yang awam dan terkadang tabu untuk dipelajari oleh mahasiswa ilmu sosial. Hal ini
membuat saya ingin sekali untuk menjadikannya sebagai skripsi. Penelitian skripsi
saya mengambil topik mengenai pap smear dan IVA, yaitu suatu tes untuk
mendeteksi dini kanker serviks. Kenapa harus kanker serviks? Karena kanker serviks
adalah penyakit nomor satu yang mematikan bagi para wanita di dunia saat ini, dan
26
Universitas Sumatera Utara
hanya wanitalah yang mempunyai rahim. Saat ini kedua tes tersebut juga bermanfaat
untuk upaya pembersihan, perawatan dan pencegahan diri dari infeksi virus HPV,
yang merupakan penyebab utama terjadinya kanker serviks.
Saya sangat tertarik untuk meneliti hal ini karena beberapa hal, yaitu karena
saya telah
melihat jumlah kematian wanita yang tinggi akibat kanker
serviks,berbagai macam penyuluhan dan sosialisasi telah diupayakan pemerintah dan
berbagai pihak swasta untuk mengatasi jumlah kematian akibat penyakit ini. Namun,
angka kematian wanita akibat kanker serviks masih cukup tinggi di Indonesia.
Sehingga saya ingin mencari informasi apa saja faktor-faktor yang menyebabkan hal
ini bisa sampai terjadi di Indonesia, khususnya di kota Medan. Sebagai pembelajaran
dan pengalaman bagi saya untuk merawat dan mencegah diri sebagai seorang wanita
dari ancaman penyakit kanker serviks dan saya juga ingin melihat keterkaitan
hubungan antara kebudayaan dan kesehatan masyarakat dalam mencegah dan
mendeteksi dini dirinya dari penyakit berbahaya seperti kanker serviks.
Lokasi yang saya pilih untuk melakukan penelitian ini adalah di Klinik Bidan
Praktik Swasta “MANDA” yang terletak di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung
No.22 kelurahan karang berombak, kecamatan medan barat, Kota Medan, Provinsi
Sumatera Utara. Pertama kali saya mengetahui keberadaan klinik ini, dari
perbincangan saya dengan salah satu teman baik ibu saya, yaitu ibu Lina Boru
Hasibuan. Beliau bertanya mengenai perkuliahan saya apakah masih kuliah atau
sudah wisuda, saya pun menjawab kalau saya masih menyelesaikan skripsi mengenai
27
Universitas Sumatera Utara
pap smear dan IVA, kebetulan saat ini sedang mencari tempat penelitian mengenai
hal tersebut.
Semula saya ingin meneliti di Yayasan Kanker Indonesia cabang Sumatera
Utara yang terletak di Jalan Iskandar Muda no.272 Medan. Namun, saat pertama kali
saya observasi dan melakukan kunjungan kesana, tidak ada dokter maupun pasien
yang ada disitu, hanya seorang karyawan yang menyambut dan mengatakan kalau
dokternya sedang keluar kota. Saya pun pulang tanpa mendapatkan hasil. Kunjungankunjungan selanjutnya saya sangat sulit bertemu dengan dokternya karena dokternya
sering keluar dan pergi ke Dinas Kesehatan Kota Medan. Selain itu, dokternya juga
datangnya (maaf) sesuka hati kadang pagi kadang siang terserah maunya dia ,disana
juga jarang ada pasien dari Kota Medan, kebanyakan pasien yang datang untuk
berobat kesini berasal dari luar kota seperti Tebing Tinggi dan Siantar. Lalu ada salah
satu pernyataan dari seorang cleaning service laki-laki disana yang mengatakan
bahwa selama bulan puasa, kantor tutup.
Kebetulan saat itu saya ingin melakukan penelitian disana pada saat menjelang
bulan ramadhan. Kemudian saya langsung berpikir, loh ini kan tempat pelayanan
kesehatan masyarakat bukannya warung makan atau café sehingga selama bulan
ramadhan harus tutup. Ah tidak benar ini. Saya pun mengambil kesimpulan untuk
mengurungkan niat saya untuk melakukan penelitian disana, karena saya sangat sulit
bertemu dengan dokter yang bertanggung jawab melakukan pap smear yang nantinya
akan menjadi informan kunci saya, selain itu data yang didapatkan pun sangat kering
28
Universitas Sumatera Utara
karena keterbatasan jumlah pasien dan domisilinya yang bukan penduduk Kota
Medan yang nantinya akan menjadi informan penelitian ini.
Berdasarkan dari cerita saya tersebut, ibu Lina pun merekomendasikan klinik
Manda yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah beliau sebagai tempat penelitian
saya. Beliau sangat kenal dengan bidan yang betanggung jawab disana, orangnya
baik dan ramah. Klinik ini juga memilki track record yang bagus dalam melayani
kesehatan masyarakat selama puluhan tahun, dioperasionalkan oleh bidan regenerasi
dan bersertifikat Bidan Delima serta menyediakan fasilitas yang lengkap untuk
melakukan pap smer dan IVA.
Saya pun akhirnya setuju untuk melakukan penelitian disana. Namun
sebelumnya saya mengamati dan mengobservasi dahulu lokasi klinik Manda. Pertama
kali datang kesana, saya ditemani oleh ibu Lina, sebelumnya beliau sudah
menyampaikan maksud dan tujuan saya untuk melakukan penelitian disana kepada
bidan Manda yang merupakan pemilik dan pendiri klinik ini melalui pertemuan
mereka di gereja tadi pagi. Sesampainya di klinik, kami disambut oleh bidan Manda
sembari mengajak masuk dan mempersilahkan kami untuk duduk. Kemudian beliau
mengatakan kalau untuk urusan klinik, sekarang sepenuhnya ditanggungjawapi oleh
anak sulung beliau, yaitu bidan Shanty termasuk untuk urusan magang dan penelitian
mahasiswa yang ingin dilakukan di klinik Manda.
Beliau pun memanggil bidan Shanty untuk bergabung bersama kami. Saya
langsung berdiri dan menjabat tangan beliau sembari mengenalkan diri, beliau pun
menyambutnya dengan ramah. Kemudian saya membuka pembicaraan dengan
29
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan maksud dan tujuan saya datang kesana. Beliau mengapresiasi i’tikad
baik saya untuk menambah ilmu dan mencari informasi mendalam mengenai pap
smear dan IVA di kliniknya. Tak berselang lama, beliau langsung membawa saya
untuk melihat-lihat keadaan disekitar klinik dan masuk ke ruang praktik tempat
melakukan pap smear dan IVA, karena saya bukan berasal dari mahasiswa kebidanan
ataupun kedokteran, beliau dengan ramah dan sabar menjelaskan beberapa alat-alat
kesehatan dan fungsinya yang terdapat disana kepada saya. Saya langsung berinisiatif
untuk merekam penjelasan beliau sambil memotret alat-alat tersebut.
Kemudian setelah itu, beliau memberikan data-data pasien yang pernah
melakukan pap smear dan IVA kepada saya. Saya pun langsung mencatatnya agar
nantinya pasien-pasien ini bisa menjadi informan saya. Setelah itu, beliau pun
mengatakan kepada saya bahwa ia akan mengabari saya langsung jika ada pasien
yang ingin pap smear atau IVA kesana, saya memberikan nomor handphone dan id
whatsapp saya kepada beliau untuk memudahkan kami berkomunikasi. Saya merasa
ini adalah tahap awal yang baik untuk penelitian saya selanjutnya.
Saya melakukan penelitian disana selama 2 bulan dengan frekuensi 15 kali
kunjungan untuk mendapatkan informasi dan data dari klinik Manda, 1 kali saya
tidak berhasil bertemu lagi dengan bidan Shanty karena beliau pergi ke Bangkok
untuk liburan bersama keluarganya, informasi ini saya peroleh dari bidan jaga saat itu
yang menggantikan beliau. Selain melakukan kunjungan ke klinik, saya juga
melakukan wawancara kepada informan langsung ke rumahnya. Informan saya dalam
penelitian ini adalah wanita yang sudah pernah melakukan pap smear dan IVA di
30
Universitas Sumatera Utara
Klinik Manda pada tahun ini, yaitu ibu Juwita Agustina S.H, ibu Ernawati, Ibu
Faridah Hanum, ibu Rosmauli Boru Sitanggang dan Ibu Susilawati.
Kelima informan saya ini berdomisili di Kota Medan, sehingga memudahkan
saya untuk berkunjung ke rumah mereka walaupun jaraknya cukup berjauhan.
Mereka memiliki profesi yang beragam dari agama dan etnis yang berbeda. Perasaan
khawatir bahwa mereka tidak mau menerima saya membuat saya gugup pada saat
pertama kali berjumpa dengan mereka di klinik.
Banyak pertanyaan mereka mengenai jati diri dan tujuan saya untuk mendekati
dan bertemu dengan mereka. Saya menjawab pertanyaan mereka dengan jujur dan
apa adanya, dengan harapan mereka dapat menerima saya. Alhamdulillah mereka
semua menyambut positif niat saya untuk berinteraksi langsung dengan mereka
dengan baik dan ramah.
Tidak banyak hambatan yang saya alami selama melakukan penelitian di klinik
Manda, saya sangat bersyukur diterima secara ramah dan baik oleh bidan dan pasienpasiennya. Hanya satu kendala yang saya alami yaitu dokumentasi foto dan video
informan yang melakukan pap smear dan IVA. Pada saat salah satu informan
melakukan pap smear dan IVA di klinik, saya tidak diperbolehkan masuk untuk
mendokumentasikannya karena beliau mengganggap hal tersebut adalah sesuatu yang
privasi dan bersifat sensitif baginya sehingga ia malu untuk difoto ataupun
divideokan. Saya pun memaklumi permintaan beliau.
Kemudian bidan Shanty
dengan sabar menjelaskan tahapan-tahapan pelaksanaan pap smear dan IVA kepada
saya secara mendetail sehingga saya seperti melihat langsung tes itu dilakukan.
31
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan data dan informasi yang mendalam saya membagun
rapport 8 dengan informan-informan saya. Mereka semua baik sekali, menerima saya
dan berbagi informasi seputar pap smear atau IVA yang pernah mereka lakukan.
Setiap saya melakukan kunjungan ke rumah untuk wawancara dan melengkapi data
yang kurang lengkap, mereka selalu memberi makanan dan minuman kepada saya.
Seperti ibu Juwita Agustina, walaupun beliau beragama khatolik, namun ia tetap
menyuguhkan minuman sirup dan kue bolu buatannya kepada saya. Saya pun
menerima dengan baik dan berpikir positif dengan apa yang beliau berikan walaupun
kami berbeda agama namun harus saling menghargai satu sama lainnya.
Sampai akhir melakukan penelitian, tak lupa saya mengucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini terutama kepada
Bidan Manda, Bidan Shanty dan pasien-pasiennya yang telah memberikan informasi
yang sangat saya perlukan. Mereka berharap bisa bertemu dan ngobrol lagi dengan
saya jika ada data dan hal-hal yang masih diperlukan, mereka menyambut saya
dengan tangan terbuka.
8
Rapp