Determinan Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan Ke Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

(1)

DETERMINAN KETERLAMBATAN PENDERITA KANKER SERVIKS MENCARI PENGOBATAN KE RUMAH SAKIT UMUM

ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2013

TESIS

Oleh

ELKA HALIFAH 117032185/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Nama Mahasiswa : Elka Halifah Nomor Induk Mahasiswa : 117032185

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes)(dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

Ketua Anggota

Dekan

Tanggal Lulus : 26 Agustus 2013


(3)

DETERMINAN KETERLAMBATAN PENDERITA KANKER SERVIK MENCARI PENGOBATAN KE RUMAH SAKIT UMUM

ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELKA HALIFAH 117032185/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. dr. Ria Masniari, M.Si

2. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K) 3. Drs. Eddy Syahrial, M.S


(5)

PERNYATAAN

DETERMINAN KETERLAMBATAN PENDERITA KANKER SERVIK MENCARI PENGOBATAN KE RUMAH SAKIT UMUM

ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013 Elka Halifah


(6)

dari rahim yang menonjol kepuncak liang senggama (vagina), menyebar (metastasis)

ke organ-organ lain dan menyebabkan kematian

Tujuan penelitian untuk mengetahui determinan keterlambatan penderita kanker serviks mencari pengobatan ke rumah sakit umum Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian merupakan survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh penderita kanker serviks yang dirawat di RSUZA Banda Aceh.Sampel sebanyak 60 orang dipilih dengan teknik Accidental Samplingmulai tanggal 24 Mei-25 Juni 2013.Data diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dengan tahapan analisis univariat, bivariat menggunakan uji chi-square, dan multivariat dengan regresi logistik berganda pada kemaknaan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan responden yang terlambat mencari pengobatan sebesar 65,0% yang tidak terlambat sebesar 35,0%. Ada pengaruh pengetahuan kurang baik, akses sulit dijangkau, persepsi negatif terhadap penyakit kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan. Variabel yang besar pengaruhnya adalah persepsi terhadap penyakit dengan nilai koefisien B = 3,865. Variabel pengetahuan, akses dan persepsi terhadap penyakit menjelaskan pengaruhnya terhadap keterlambatan mencari pengobatan sebesar 90%. Sedangkan sisanya 10% dipengaruhi faktor-faktor lain.

Disarankan kepada Pemerintah, Dinas Kesehatan, Yayasan Kanker Indonesia Provinsi NAD memberikan kemudahan akses pelayanan, sistem rujukkan, melakukan penyuluhan tentang kanker serviks, memberikan dukungan moril positif agar membentuk persepsi positif dalam mencegah keterlambatan mencari pengobatan. Meningkatkan gerakan deteksi dini (Papsmear) agar wanita yang sudah aktif dalam seksualitasnya untuk memeriksakan diri kepelayanan kesehatan agar tidak terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan.

Kata Kunci : Keterlambatan Mencari Pengobatan, Pengetahuan, Akses Persepsi terhadap Penyakit


(7)

ABSTRACT

Cervical cancer is a type of cancer which ranks the first of whole incident of cancer in women. Cervical cancer can metastatic to other organs and can cause death.

The objective of the research was to know the determinants of lateness of cervical cancer patient in having treatment in Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh. The type of research was a survey with cross sectional design. The population were all patients of cervical cancer who were being under the treatment in RSUZA Banda Aceh and 60 of them were used as the samples using accidental sampling technique from May 24 to June 25, 2013. The data were collected by interview and analyzed by using univariat, bivariat analysis with chi square test, and multivariat analysis with multiple logistic regression test.

That 65.0% of the respondents were late in having treatment and 35.0% were not late. There were influence of poor knowledge, unreachable access, negative perception on the lateness in having treatment. The variables of knowledge, access, perception could explain their the lateness in having treatment of 90%, while the rest (10%) was influenced by other factors.

It is recommended that the local Government, Health Office and Indonesian Cancer Foundation in Nanggroe Aceh Darussalam Province provide convenience in service counseling in order to increase knowledge, be able to prevent the lateness in having treatment. The movement of early detection program (papsmear) need to be improved so that women sexually active are willing to examine themselves to the health service so that there will be no lateness in having treatment.

Keywords: Lateness in Having Treatment, Knowledge, Access, Perception on Disease


(8)

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penilis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis dengan judul “Determinan Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan Ke Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh 2013”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Kesehatan Reproduksi Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan terhadap

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya penulisan tesis ini.

6. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.

7. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(K) dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

8. Kepala Direktur Utama RSU Zainoel Abidin Banda Aceh beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan izin melakukan penelitian sehingga tesis ini selesai. 9. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

10. Orangtuaku tercinta Aziz Tambara dan Ibunda Halijah Pulungan serta adik-adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan do’a pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

11. Teristimewa buat suami tercinta Redy Franata, ST beserta anak-anakku Muzaki Ramadhan dan Muhammad Nakhla Khalif yang selalu memberi do’a, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.


(10)

pendidikan, penelitian dan penyusunan tesis ini

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat di harapkan dan diucapkan terimakasih

Medan, September 2013 Penulis

Elka Halifah 117032185/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Elka Halifah berumur 29 tahun dilahirkan di Belawan Sumatera Utara Medan.Penulis beragama Islam, anak pertama dari empat bersaudara pasangan Aziz Tambara dan Halijah Pulungan, saat ini penulis telah menikah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri No.5, menamatkan sekolah lanjutan pertama di SMIP Swasta Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang, menamatkan sekolah lanjutan atas di SMU Negeri 2 Kejuruan Muda Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang, menamatkan Sarjana Keperawatan di STIKes Deli Husada Delitua Sumatera Utara.Pada tahun 2011-2013 penulis menempuh pendidikan S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 2007-2010, penulis bekerja sebagai staf pengajar di STIKes Deli Husada Delitua. Tahun 2010-2012 bekerja di STIKes Bina Bangsa Kualasimpang. Pada tahun 2013 sampai dengan sekarang menjadi staf pengajar di STIKes Harapan Bangsa Darussalam Banda Aceh.


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kanker Serviks ... 8

2.1.1 Defenisi Kanker Serviks ... 8

2.1.2 Faktor Risiko Kanker Serviks ... 9

2.1.3 Tanda dan Gejala Kanker Serviks ... 10

2.1.4 Pencegahan Kanker Serviks ... 13

2.1.5 Deteksi Dini Pada Kanker Serviks ... 16

2.1.6 Stadium Kanker Serviks ... 17

2.1.7 Pengobatan Kanker Serviks ... 18

2.2 Keterlambatan Pengobatan ... 18

2.2.1 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan ... 25

2.2.2 Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 26

2.3 Landasan Teori ... 29

2.4 Kerangka Konsep ... 31

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Desain Penelitian ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 31

3.2.2 Waktu Penelitian ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.4.1 Data Primer ... 33

3.4.2 Data Sekunder ... 33


(13)

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 37

3.5.1 Variabel ... 37

3.5.2 Defenisi Operasional ... 37

3.6 Metode Pengukuran ... 37

3.7 Metode Analisis Data ... 39

3.7.1 Analisis Univariat ... 39

3.7.2 Analisis Bivariat ... 39

3.7.3 Analisis Multivariat ... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin ... 41

4.2 Distribusi Karakteristik Responden ... 43

4.3 Analisis Univariat ... 45

4.3.1 Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 45

4.3.2 Pengetahuan ... 45

4.3.3 Akses ke RSUZA Banda Aceh... 48

4.3.4 Persepsi terhadap Penyakit... 49

4.4 Analisis Bivariat ... 51

4.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 51

4.4.2 Hubungan Akses ke RSUZA dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 52

4.4.3 Hubungan Persepsi Penyakit dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 53

4.5 Analisis Multivariat ... 54

BAB 5. PEMBAHASAN ... 57

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Keterlambatan Mencari Pengobatan Ke RSUZA Banda Aceh ahun 2013 ... 57

5.2 Pengaruh Akses terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh Tahun 2013 ... 60

5.3 Pengaruh Persepsi Penyakit terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RRUZA Banda Aceh Tahun 2013 ... 63

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

6.1 Kesimpulan ... 66

6.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN


(14)

2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks ... 20 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan

terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 35 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Akses

terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 35 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Persepsi

terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 36 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penderita

Kanker Serviks ... 44 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keterlambatan

Mencari Pengobatan ... 45 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan ... 46 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan ... 46 4.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Akses ke RSUZA

Banda Aceh ... 48 4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pertanyaan Akses ... 48 4.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Persepsi terhadap

Penyakit ... 49 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi terhadap

Penyakit ... 50 4.9 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan

pada Penderita Kanker Serviks ... 52 4.10 Hubungan Akses dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan


(15)

4.11 Hubungan Persepsi terhadap Penyakit dengan Keterlambatan

Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Serviks ... 53 4.12 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda ... 54


(16)

2.2 Kerangka Teori ... 31 2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 31


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner ... 72

2. Master Tabel ... 75

3. Analisis Univariat, Bivariat, dan Multivariat ... 76

4. Izin Penelitian ... 85


(18)

dari rahim yang menonjol kepuncak liang senggama (vagina), menyebar (metastasis)

ke organ-organ lain dan menyebabkan kematian

Tujuan penelitian untuk mengetahui determinan keterlambatan penderita kanker serviks mencari pengobatan ke rumah sakit umum Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian merupakan survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh penderita kanker serviks yang dirawat di RSUZA Banda Aceh.Sampel sebanyak 60 orang dipilih dengan teknik Accidental Samplingmulai tanggal 24 Mei-25 Juni 2013.Data diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dengan tahapan analisis univariat, bivariat menggunakan uji chi-square, dan multivariat dengan regresi logistik berganda pada kemaknaan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan responden yang terlambat mencari pengobatan sebesar 65,0% yang tidak terlambat sebesar 35,0%. Ada pengaruh pengetahuan kurang baik, akses sulit dijangkau, persepsi negatif terhadap penyakit kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan. Variabel yang besar pengaruhnya adalah persepsi terhadap penyakit dengan nilai koefisien B = 3,865. Variabel pengetahuan, akses dan persepsi terhadap penyakit menjelaskan pengaruhnya terhadap keterlambatan mencari pengobatan sebesar 90%. Sedangkan sisanya 10% dipengaruhi faktor-faktor lain.

Disarankan kepada Pemerintah, Dinas Kesehatan, Yayasan Kanker Indonesia Provinsi NAD memberikan kemudahan akses pelayanan, sistem rujukkan, melakukan penyuluhan tentang kanker serviks, memberikan dukungan moril positif agar membentuk persepsi positif dalam mencegah keterlambatan mencari pengobatan. Meningkatkan gerakan deteksi dini (Papsmear) agar wanita yang sudah aktif dalam seksualitasnya untuk memeriksakan diri kepelayanan kesehatan agar tidak terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan.

Kata Kunci : Keterlambatan Mencari Pengobatan, Pengetahuan, Akses Persepsi terhadap Penyakit


(19)

ABSTRACT

Cervical cancer is a type of cancer which ranks the first of whole incident of cancer in women. Cervical cancer can metastatic to other organs and can cause death.

The objective of the research was to know the determinants of lateness of cervical cancer patient in having treatment in Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh. The type of research was a survey with cross sectional design. The population were all patients of cervical cancer who were being under the treatment in RSUZA Banda Aceh and 60 of them were used as the samples using accidental sampling technique from May 24 to June 25, 2013. The data were collected by interview and analyzed by using univariat, bivariat analysis with chi square test, and multivariat analysis with multiple logistic regression test.

That 65.0% of the respondents were late in having treatment and 35.0% were not late. There were influence of poor knowledge, unreachable access, negative perception on the lateness in having treatment. The variables of knowledge, access, perception could explain their the lateness in having treatment of 90%, while the rest (10%) was influenced by other factors.

It is recommended that the local Government, Health Office and Indonesian Cancer Foundation in Nanggroe Aceh Darussalam Province provide convenience in service counseling in order to increase knowledge, be able to prevent the lateness in having treatment. The movement of early detection program (papsmear) need to be improved so that women sexually active are willing to examine themselves to the health service so that there will be no lateness in having treatment.

Keywords: Lateness in Having Treatment, Knowledge, Access, Perception on Disease


(20)

1.1Latar Belakang

Masalah yang terdapat dalam kesehatan reproduksi salah satunya terjadi pada sistem organ reproduksi.Kanker reproduksi meliputi kanker alat kelamin perempuan, kanker payudara, kanker indung telur, kanker rahim dan kanker leher rahim.Istilah kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat, tetapi ada juga kalangan masyarakat yang masih sangat asing tentang kesehatan reproduksi terutama masalah serviks (Kanker serviks) (Riska, 2011).

Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita. Karena HPV (Human Papiloma Virus) yang merupakan faktor etiologi.Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar permukaan serviks.(Andrijono, 2003).

World Health Organization (WHO) (2012), mencatat penyakit kanker serviks

menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker penyebab kematian perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahunnya terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks. Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks tertinggi di dunia. Kanker


(21)

serviks muncul seperti musuh dalam selimut.Sehingga terdeteksi penyakit telah mencapai stadium lanjut.

Angka kejadian kanker serviks setiap tahun sekitar 470.000 wanita terdiagnosis di seluruh dunia. Meskipun progam screening sudah dicanangkan namun sekitar 20 persen kejadian kanker serviks tidak terdeteksi, terutama adenokarsinoma

serviks, yang lebih sulit untuk dideteksi melalui metode-metode screening yang telah

ada. Jumlah penderita kanker di Indonesia memiliki jumlah yang sangat signifikan, kanker serviks merupakan kanker yang paling umum menimpa wanita. Pada tahun 2007 menyebutkan angka yang lebih hebat, 500.000 perempuan terdeteksi telah mengidap kanker serviks setiap tahun, dan separuhnya meninggal akibat kanker tersebut. Sebanyak 70% pasien kanker serviks di rumah sakit datang sudah dalam keadaan stadium lanjut.Inilah yang membuat angka harapan hidup mereka dibawah 50% ketika memasuki perawatan rumah sakit.

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) (2002) kebanyakan pasien datang sudah dalam stadium lanjut (II-IV) mencapai 80% dengan rincian. Stadium 1 (19,1%), stadium II (32%), stadium III (40,7%) stadium IV (7,4%). Sedangkan angka harapan hidup 5 tahun (5 year survical rate) makin rendah dengan makin tingginya stadium. FIGO pada tahun 1988 melaporkan angka harapan hidup 5 tahun untuk masing-masing untuk stadium I (75,7%), stadium II (54,6%), stadium III (30,6%) dan stadium IV (7,3%) (Tjokronegoro, 2002).


(22)

Penyebab kanker serviks belum diketahui secara pasti.Akan tetapi, sekitar 95% kanker serviks diduga terjadi karena sejenis virus, yaitu HPV.Virus ini dapat menular melalui hubungan seksual.Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker serviks diantaranya sering berganti pasangan hubungan seksual, berhubungan seksual diusia muda, kehamilan berulang (sering melahirkan) dan infeksi virus pada serviks (Setiati, 2009).

Tentunya ada banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam mencari pengobatan kanker serviks sehingga terlambat didiagnosis, diantara adalah karena pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker serviks masih rendah, kemampuan petugas kesehatan dalam menyampaikan informasi pencegahan dini kanker serviks yang belum merata, faktor sosial ekonomi sehingga masyarakat enggan untuk kepelayanan kesehatan karena takut pada biaya pengobatan yang mahal, akses yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan, adanya rasa takut pada penderita sehingga enggan untuk melakukan pemeriksaan secara dini. Kanker serviks pada gejala dini belum menunjukkan gejala yang khas, sehingga banyak perempuan Indonesia belum mengetahui dirinya kanker serviks (Dewi, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Sabareta (2011) di Gondang Wetan Kecamatan Gondang Wetan Kabupaten Pasuruan, didapat 6% responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang pencegahan kanker serviks , 23% cukup, 71% kurang. Tingginya angka penderita kanker serviks disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya kenker serviks, sehingga membuat banyak penderita baru


(23)

menyadari dan melakukan pengobatan ketika sel kankernya sudah menyebar dan mencapai stadium akut.

Menurut hasil penelitian RSU Dr. Soetomo (2008) di Surabaya, frekuensi pada penderita yang memiliki kebutuhan lain lebih penting dari pada memeriksakan kelainan pada rahimnya sebesar (18,1%) dan frekuensi penderita yang tidak memiliki kebutuhan lain lebih utama dari pada memeriksakan kelainan pada rahimnya (81,9%). Terlambat dalam memeriksakan diri kepelayanan kesehatan sebagian besar (74,5%) memiliki rasa takut, sedangkan pada kelompok penderita yang tidak terlambat dalam memeriksakan diri kepelayanan kesehatan, sebanyak (46,8%) yang memiliki rasa takut (Dewi, 2008)

Penelitian Nuranna (2009) di Banda Aceh menunjukkan, kanker serviks masih menjadi penyebab kematian utama bagi wanita usia reproduksi saat ini di Indonesia. Kanker serviks yang mencapai 34 % keganasan pada wanita dan menjadi penyebab kematian wanita usia reproduksi yang menjadi masalah sekarang, ia menyebutkan sekitar 70 % dari kasus tersebut datang ke dokter saat stadium lanjut sehingga angka keberhasilan kesembuhan menjadi kurang.

Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) adalah rumah sakit kelas A dan pusat rujukan untuk seluruh daerah propinsi NAD. Menurut Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin (RSUZA), setiap hari diantaranya 20 sampai 25 kasus atau satu diantaranya meninggal dunia per hari dan terdiagnosa pada stadium III sampai IV. Yang menjadi masalah sekarang adalah cakupan skrining masih sangat rendah yakni 5 %, semestinya untuk menekan kasus itu harus mencapai


(24)

80%. Saat ini banyak cara untuk deteksi awal, seperti “Papsmear test” dan inspeksi dengan usapan asam asetat. Cara deteksi awal ini mempunyai sensivitas yang tinggi.

Dari hasil wawancara awal terhadap 10 orang pasien kanker serviks yang datang dengan stadium lanjut diperoleh informasi bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan pasien tersebut datang untuk berobat. Ada 7 orang penderita kanker serviks yang pernah merasakan duduk di bangku kuliah mempunyai tingkat pengetahuan buruk tentang tanda gejala dan pencegahan kanker serviks, mencari pengobatan pada tokoh agama yang biasa dipanggil dengan sebutan tuan Syeh dan pak Teungku. Dan yang mengganggap bahwa penyakitnya ini merupakan gejala biasa bukan menunjukkan gejala yang khas penderita kanker serviks sebanyak 6 orang belum mengetahui dirinya terkena kanker serviks. Ada juga penderita yang datang terlambat ke rumah sakit dan mengatakan rasa tidak takut terhadap penyakitnya meskipun keluhan atau gejala awal sudah dirasakan setahun yang lalu sebanyak 7 orang.Sedangkan 6 orang penderita yang mengganggap besarnya biaya dan jauhnya jarak tempuh dalam mencari pengobatan kanker serviks menjadi alasannya. Sebanyak 9 orang penderita kanker serviks yang berdomisili di Kota Banda Aceh enggan melakukan deteksi dini kanker serviks (Pap smear), sehingga awal datang berobat sudah terdeteksi menderita kanker serviks stadium lanjut.

Demikian juga, berdasarkan data yang didapat mengenai kanker serviks dari Instalasi Rekam Medik dan Ruang Seureune III RSUZA Banda Aceh menunjukan persentase penderita yang datang pertama kali untuk berobat pada stadium lanjut yaitu sebesar 54% dan jumlah yang meninggal dunia sebanyak 1 orang dari 40 orang


(25)

penderita yang datang kepoliklinik dan dirawat inap di RSUZA bulan Januari 2011 – September 2012. Rentang umur antara berumur 25-64 tahun adalah berasal dari kota Banda Aceh sebanyak 18 orang sedangkan 22 orang lainnya berasal dari luar kota Banda Aceh yaitu berasal dari Aceh Utara, Aceh Barat, Aceh Tengah, Sabang, Aceh Pidie, dan Simeulu. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu penelitian untuk mengetahui determinan keterlambatan wanita penderita kanker serviks mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.

1.2Perumusan Masalah

Banyaknya penderita kanker serviks datang ke RSUZA Banda Aceh sudah dalam stadium lanjut dan belum diketahui determinan keterlambatan tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui determinan keterlambatan wanita penderita kanker serviks mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.

1.4Hipotesis

1. Ada pengaruh pengetahuan penderita kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh

2. Ada pengaruh akses penderita kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh

3. Ada pengaruh persepsi keparahan penyakit penderita kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.


(26)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh sehingga dapat melakukan intervensi agar tidak terjadi keterlambatan pengobatan kanker serviks pada wanita

2. Sebagai informasi bagi Yayasan Kanker Indonesia (YKI) di Banda Aceh sehinga dapat melakukan intervensi agar tidak terjadi keterlambatan pengobatan kanker serviks

3. Sebagai bahan informasi bagi RSUZA Banda Aceh untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

2.1.1 Definisi Kanker Serviks

Serviks adalah penjaga gerbang antara dunia rahim dan dunia luar.Sebagian leher rahim yang kaku, serviks dan ligamennya menyokong rahim.Lubang ditengahnya membuat darah menstruasi keluar dan sperma masuk.Jalan ini dilapisi oleh sel pembuat secret, yang membantu menciptakan keadaan lembap alami di vagina. Dan saluran yang sangat langsing inilah yang akan membesar sampai cukup lebar untuk melahirkan bayi (Carol, 2006)

Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah kegananasan yang terjadi pada leher rahim (serviks) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol kepuncak liang senggama (vagina) yang dapat menyebar (metastasis) ke organ-organ lain dan menyebabkan kematian (Depkes RI, 2007)

Virus karsinogenik di serviks adalah HPV (human papiloma virus) terdapat di cairan semen dan pada permukaan genital, dan ditularkan lewat hubungan seks yang tidak terlindungi.Dibutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan dari saat terpapar HPV sampai dapat dideteksi.Kanker serviks dimulai dengan adanya suatu perubahan dari sel leher rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian membelah diri tanpa terkendali.Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul menjadi tumor. Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak ataupun ganas kearah kanker yang dapat menyebar


(28)

(Rasjidi, 2007). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada leher rahim dengan hiperplasia sel jaringan sekitar sampai menjadi sel yang membesar, menjadi borok atau luka yang mengeluarkan cairan yang berbau busuk.

2.1.2 Faktor Risiko Kanker Serviks

Ada beberapa faktor yang memicu munculnya kanker. Menurut Samadi (2009), faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kanker serviks antara lain :

1. Perempuan dengan mitra seksual multipel atau suami risiko tinggi, yaitu suami yang mempunyai mitra seksual yang multipel juga.

2. Aktivitas seksual dini. Wanita dengan aktivitas seksual dini, misalnya sebelum usia 16 tahun, mempunyai risiko lebih tinggi karena pada usia itu terkadang

epitel atau lapisan dinding vagina dan serviks belum terbentuk sempurna. Hal ini

bisa terjadi karena belum sempurnanya keseimbangan hormonal sehingga lapisan terluar dari lapisan epitel (epitel superfisialis) vagina belum terbentuk sempurna. Hal ini menyebabkan mudahnya terjadi lesi atau luka mikro di vagina atau serviks sehingga gampang pula terjadi infeksi, termasuk infeksi oleh virus HPV, penyebab kanker servik

3. Suami yang tidak disirkumsisi. Telah diketahui bahwa frekuensi kanker serviks pada wanita Yahudi jauh lebih rendah dibandingkan dengan wanita kulit putih lainnya. Mereka menyangka bahwa persetubuhan dengan laki-laki yang tidak disirkumsisi lebih banyak menyebabkan kenker serviks karena hygiene penis tidak terawat, dimana terdapat kumpulan-kumpulan smegma


(29)

4. Perempuan yang merokok. Perempuan perokok mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker serviks dari pada perempuan yang tidak merokok

5. Frekuensi persalinan. Perempuan yang sering melahirkan memiliki risiko menderita kanker serviks lebih tinggi. Begitu pula dengan perempuan yang kehamilan pertamanya cepat.

6. Tingkat sosial ekonomi yang rendah. Perempuan dengan tingkat ekonomi yang rendah mempunyai risiko lebih tinggi menderita kanker serviks daripada perempuan dengan tingkat sosial ekonomi menenggah atau tinggi. Hal ini berkaitan dengan asupan gizi serta status imunitas.

7. Pengguna obat imunosupresan/penekan kekebalan tubuh, misalnya pasca transplantasi organ, termasuk kelompok risiko tinggi terkena kanker serviks

8. Riwayat terpapar infeksi menular seksual (IMS) juga meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Hal ini karena HPV bisa ikut tertularkan bersamaan dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan kelamin.

2.1.3 Tanda dan Gejala Kanker Serviks

Awal gejala atau stadium awal kanker serviks memang sulit terdeteksi.Pada tahap prakanker atau dysplasia sampai dengan stadium I, tidak ada keluhan yang dirasakan oleh penderita.Namun, menginjak stadium IA-IIIB, keluhan muncul, misalnya keluar darah sewaktu berhubungan seks. Sedangkan pada stadium IVB, sel kanker biasanya mudah menjalar keotak dan paru-paru sehingga nyawa sipenderita semakin sulit untuk diselamatkan (Dalimarta, 2004)


(30)

Keputihan yang berulang dan nyeri pinggang belum tentu penyakit batu ginjal. Ada kemungkinan lain yaitu kanker serviks. Pada 95% lesi prakanker tidak terdapat gejala, hanya berupa rasa kering di vagina, keputihan yang berulang dan tidak sembuh-sembuh walau sudah diobati. Menurut (Sarjadi, 1998) gejala klinis jika sudah menjadi kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa stadium kanker serviks yaitu sebagai berikut:

1. Gejala awal

a. Perdarahan per vagina, berupa perdarahan pascasenggamaatau perdarahan spontan diluar masa haid. Perdararahan pascasenggama bisa terjadi bukan disebabkan oleh adanya kanker serviks, melainkan karena iritasi atau mikro lesi atau luka-luka kecil di vagina saat bersenggama. Serviks yang normal konsistensinya kenyal dan permukaannya licin. Adapun serviks yang sudah berubah menjadi kanker bersifat rapuh, mudah berdarah dan diameternya membesar. Serviks yang rapuh tersebut akan mudah berdarah pada saat aktivitas seksual sehingga terjadi perdarahan pascasenggama. Oleh karena itu, apapun bentuk perdarahan pascasenggama sudah sehusnya diperiksakan untuk melihat adanya tanda-tanda kanker serviks.

b. Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati. Keputihan biasanya berbau, gatal dan panas. Cairan yang keluar dari lesi prakanker ditambah infeksi oleh kuman, bakteri ataupun jamur. Keputihan yang normal memiliki cirri-ciri seperti


(31)

terjadi menjelang haid, lender jernih, tidak berbau dan tidak gatal. Keputihan yang wajar bisa terjadi pada semua wanita disebabkan karena kelembapan serta kebersihan yang kurang pada daerah kewanitaan. Keputihan yang harus diwaspadai adalah keputihan terjadi bersamaan dengan penyakit kelamin, misalnya Gonorea (kencing bernanah) dan Sifilis, karena virus HPV bisa ditularkan bersamaan dengan kuman penyebab penyakit kelamin tersebut.

2. Gejala lanjut: cairan keluar dari liangvagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri dikandung kemih dan rectum/ anus. Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker tersebut mendekat/ mendesak ataupun menginvasi organ disekitarnya. 3. Kanker telah menyebar/ metastasis: timbul gejala sesuai dengan organ

yang terkena, misalnya penyebaran diparu-paru, hati, dan tulang.

4. Kambuh/ residif: terjadi pembengkakan pada tungkai satu sisi, nyeri panggul menyalar ke tungkai dan gejala pembantuan pada saluran kemih

(obstruksi ureter).

Menurut Andrijono (2003), kelainan prakanker sering kali tanpa gejala. Namun, kadang bisa ditemukan gejala seperti:

1. Keputihan (lekore)

2. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

3. Perdarahan antara haid atau setelah masa menopause


(32)

4. Rasa berat dibagian perut bawah 5. Rasa kering di vagina

6. Bila kanker sudah masuk dalam stadium invasif, keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau, dan dapat bercampur dengan darah

7. Timbul gejala kekurangan darah (anemia) bila terjadi perdarahan kronis, misalnya pucat, lesu, mudah lelah, mengantuk, berdebar dan sebagainya.

8. Timbul nyeri di tempat-tempat lain bila sudah terjadi penyebaran (metastasis) 9. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus karena kurang gizi, edema kaki, iritasi

kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuk fistel

vesikovaginal atau rektrovaginal

2.1.4 Pencegahan Kanker Serviks

Menurut Yatim (2005), upaya pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan diri dari faktor risiko seperti:

1. Pengunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan penyakit infeksi menular seksual.

2. Berhubungan seksual pada waktunya. Organ kelamin wanita mengalami perkembangan terus-menerus sejak anak-anak hingga remaja akhir. Para ahli kandungan menyatakan usia aman bagi wanita untuk berhubungan seksual adalah mulai usia 20 tahun. Sebelum usia tersebut, alat kelamin dan mental wanita mungkin belum matang. Bagi wanita, berhubungan seksual pada usia dini dapat mengakibatkan iritasi dan infeksi akibat ketidaksiapan fisik dan mental serta pengetahuan seksual. Selain berhubungan seksual pada usia dini, menikah pada


(33)

usia terlambat dan melakukan hubungan seksual pertama pada usia diatas 35 tahun juga kurang dianjurkan. Bahkan wanita yang tidak menikah dan tidak berhubungan seksual sekalipun dapat berisiko terkena kanker rahim.

3. Menghindari merokok, kandungan nikotin dalam rokokpun dapat mengakibatkan kanker serviks. Kemudian asap rokok menghasilkan senyawa berbahaya, yaitu

Polycyclic aromatic Hydrocarbon heterocyclic nitrosamines yang sangat

berbahaya bagi sel-sel normal. Pencegahan dari senyawa ini dapat menganggu susunan senyawa DNA dan mengubah informasi serta prosedur pembelahan sel hingga tak terkontrol. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengidap kanker serviks daripada yang tidak merokok.

4. Menghindari mencuci vagina dengan antiseptic tidak dilakukan secara rutin, kecuali bila ada indikasi infeksi yang membutuhkan pencucian dengan antiseptik. Obat tersebut dapat membunuh kuman, termasuk Baccillusdoderlen divagina. 5. Jangan pernah menaburi talk pada vagina yang terasa gatal atau kemerahan,

dikhawatirkan serbuk talk tersebut akan terserap masuk kedalam vagina dan lama-kelamaan berkumpul kemudian mengendap menjadi benda asing yang bisa berubah menjadi sel kanker.

6. Diet rendah lemak, diketahui bahwa timbulnya kanker berkaitan erat dengan pola makan, lemak memproduksi hormone esterogen dan mudah berubah menjadi kanker.makanan berlemak tinggi, daging yang dipanggang dengan api, serta daging asap dan goring berpotensi menyisakan zat karsinogenik serta radikal bebas yang berbahaya bagi perkembangan sel tertentu. Agar kita terhindar dari


(34)

kanker, makanlah makanan sehat. Belum tentu makanan sehat tidak enak di lidah. Banyak sekali makanan yang sehat tidak kalah citra rasanya.

7. Memenuhi kecukupan gizi tubuh terutama, betakaroten, vitamin C, dan asam folat. Ketiga zat ini dapat memperbaiki dan memperkuat mukosa kanker serviks. Oleh karena itu, rajinlah mengkonsumsi wortel, buah– buahan yang mengandung vitamin C dan makanan hasil laut.

8. Hubungan seks terlalu dini, idealnya hubungan seks dilakukan setelah perempuan benar-benar matang. Ukuran pematangan bukan hanya dilihat dari datangnya menstruasi, tetapi juga bergantung pada pematangan sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh, Sel-sel mukosa akan matang setelah perempuan berusia 20 tahun keatas, maka hendaknya perempuan yang berumur dibawah 16 tahun tidak melakukan hubungan seksual, meskipun sudah menikah.

9. Menghindari berganti-ganti pasangan karena berisiko kemungkinan tertularnya penyakit kelamin semakin besar. Risiko munculkan infeksi dan penularan virus HPV semakin besar seiring meningkatnya frekuensi seseorang melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan. Kebanyakan orang hanya menghubungkan risiko hubungan seksual dengan AIDS, sementarea penggunaan kondom untuk mencegah AIDS tidak cukup kuat bagi pencegahan virus HPV. HPV dapat menular melalui oral seks. Oleh karenanya, menjaga frekuensi hubungan seksual dan memantapkan diri berkomitmen pada satu pasangan hidup resmi adalah tindakan yang lebih aman.


(35)

10. Melakukan pemeriksaan rutin. Pahamilah bahwa sel kanker adalah sel berbahaya yang berkembang dengan sangat lembut namun pasti. Membutuhkan waktu 15-20 tahun untuk menunjukkan gejala gangguan yang terasa.

11. Melakukan vaksinasi HPV telah ditemukan banyak sekali vaksin anti HPV. Vaksinasi ini bisa dilakukan sejak seorang wanita berusia 9 tahun, dan belum terlambat dilakukan bagi wanita berusia 55 tahun.

2.1.5 Deteksi Dini pada Kanker Serviks

Metode pemeriksaan deteksi dini yang ditemukan oleh para ahli yang mampu mendeteksi adanya kelainan pada leher rahim merupakan lompatan raksasa dibidang ilmu kedokteran, karena tingkat penyembuhan dan penanggulangan kanker serviks telah mencapai 80%. Menurut Elizabeth (2001), adapun cara metode-metode dalam mendeteksi dini pada kanker serviks antara lain yaitu:

Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker serviks, test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula

kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

Biopsy ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan punch biopsy yang tidak memerlukan anastesi dan teknik cone biopsy

yang mengunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada kanker serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal.


(36)

Hasil biopsyakan memperjelas apakah yang akan terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja.

Insfeksi Visual Asam Asetat (IVA) test merupakan alternatif skrining untuk kanker serviks. Test sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan dokter genekologi, bidan praktek dll. Prosedur pelaksanaannya sangat sederhana, permukaan leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan kanker serviks yang tidak normal.

Test servik dengan koloskopi teknik ini akan menghasilkan informasi lebih valid. Test koloskopi umumnya dilakukan pada penderita yang telah mengalami beberapa gejala, dan dokter sudah memiliki dugaan kearah potensi kanker rahim.

Koloskopi adalah sebuah teknik pemeriksaan mengunakan mikro kamera dari

serat optik yang dimasukkan kemulut vagina untuk mengambil gambar mulut rahim hingga. Alat ini mampu memperbesar gambar hingga 40 kali lebih besar. Koloskopy ini mampu memberikan informasi mengenai :

- Pola abnormalitas pembuluh darah - Bercak putih pada serviks

- Peradangan

- Pengerutan jaringan serviks 2.1.6 Stadium Kanker Serviks

Penentuan stadium kanker serviks dan harus dilakukan sebelum terapi dimulai serta dilakukan oleh dokter yang berkompeten dibidang tersebut. Kesalahan


(37)

penentuan diagnosis akan berimbas pada tidak akuratnya pilihan terapi yang akan dilakukan dan prediksi respon terapi serta risiko kekambuhannya.

Pada kanker serviks, sebagaimana kanker yang lain, makin tinggi stadium, makin rendah tingkat kesembuhannya. Tingkat kekambuhan juga akan meningkat serta ada peluang menimbulkan banyak keluhan serta biaya pengobatan yang besar. Inilah salah satu aspek, begitu pentingnya deteksi dini. Menurut (Benson, 2001) adapun tingkat perkembangan kanker serviks adalah:

a. Lesi Prakanker

Lesi berarti kelainan dimana tahap paling awal dari pertumbuhan sel kanker adalah lesi skuamosa intraepitel.tahap ini berupa kelainan awal dari sel skuamosa

(dinding celah mulut rahim), namun baru sebatas di permukaan skuamosa dan dalam area yang sangat kecil. Kelainan sel ini masih sulit dideteksi dan belum menunjukan gejala apapun yang dirasakan penderita.

Lesi intra epitel ini dapat hilang oleh system kekebalan tubuh, namun dapat juga

berkembang terus-menerus meski sangat lambat.Perkembangan selanjutnya disebut sebagai displasia ringan atau neoplasia intraepitel servical 1 (NIS 1). NIS 1 menunjukan ketidaknormalan yang lebih jelas disbanding sel normal. Umumnya NIS 1 ditemukan pada wanita usia 25-35 tahun. NIS 1, berkembang selanjutnya adalah NIS 2 atau disebut juga displasia sedang, dan selanjutnya menjadi NIS 3 atau

dysplasiaberat. Pada tahap ini sel prakanker telah mengumpal lebih besar dan disebut

juga Karsinoma in Situ (KIS).KIS tersebut belum menyebar meski beberapa sel telah 18


(38)

masuk ke lapisan jaringan serviks lebih dalam, namun semuanya masih berada di area serviks.

b. Karsinoma Serviks Uteri

Karsinoma serviks uteri merupakan kelanjutan dari lesi prakanker serviks dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat. Kenyataan menunjukkan bahwa usia terjadi karsinoma serviks uteri yang semakin muda, dapat dikaitkan dengan faktor sosial dan epidemiologi terjadinya lesi prakanker. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini, diperlukan skrining masal masyarakat dan dibutuhkan uji laboratorium yang teliti dan memadai untuk menentukan stadium kanker serviks.

Stadium kanker serviks didasarankan atas pemeriksaan klinis.Oleh karena itu, pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose/pembiusan.Stadium klinis tidak berubah jika kemudian ada penemuan baru.Penemuan paska bedah dicatat, tetapi tidak mengubah stadium yang ditetapkan prabedah.Klasifikasi stadium kanker serviks menurut FIGO (International Federation of Gynecologic and

Gynecology). Pembagian stadium ini yang digunakan oleh UICC ( International


(39)

Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Stadium Tanda – tanda

0 Karsinoma in situ, yaitu kanker yang masih terbatas pada lapisan Epitel mulut rahim yang belum punya potensi menyebar ketempat atau organ lain

I Terbatas di uterus

IA Diagnosis hanya dengan mikroskop (penyebaran horizontall ≤ 7mm) IA1 Kedalaman invasi ≤ 3 mm

IA2 Kedalaman invasi > 3 mm dan ≤ 5 mm

IB Terlihat secara klinik dan terbatas diserviks atau secara mikroskopik > IA2

IB1 Besar lsi/ tumor/ benjolan ≤ 4 cm IB2 Besar lsi/ tumor/ benjolan > 4 cm

II Invasi tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bagian bawah vagina

IIA Tanpa invasi keparametrium/ jaringan kesamping uterus IIB Invasi keparametrium

III Invasi mencapai dinding panggul, 1/3 bagian bawah vagina atau timbul hidronefrosis/ bendungan ginjal

IIIA Invasi pada 1/3 bagian bawah vagina IIIB Dinding panggul atau hidronefrosis

IVA Invasi mukosa kandung kemih/ rectum atau meluas keluar panggul Kecil

IVB Metastasis jauh

Sumber: Samadi, 2010

Berdasarkan stadium kliniknya, maka prognosis penderita karsinoma serviks adalah sebagai berikut : stadium 0 : penyembuhan 100%, stadium I: penyembuhan 63,7%, stadium II: penyembuhan 53,5%, stadium III: penyembuhan 24,2%, stadium IV: penyembuhan 6,7%. Makin tinggi stadium klinik makin jelek prognosisnya.Untuk itu program-program pencegahan kanker tingkat I dan II harus ditingkatkan. Termasuk dalam pencegahan tingkat I ialah penerangan kepada masyarakat,. Sedangkan tingkat II ialah pemeriksaan Koloskopi dan pasmear dapat


(40)

digunakan sebagai alat untuk menilai kondisi wanita, terutama dalam upaya menemukan kondisi in situ (lesi prakanker) (Sarjadi, 1995)

2.1.8 Pengobatan Kanker Serviks

Pengobatan kanker sangat bervariasi, bergantung pada tahap stadium pada saat penangananya.Perlu ditekankan kepada setiap orang bahwa penanganan kanker tidak selalu harus berakhir diujung pisau bedah atau sinar laser yang menyakitkan, serta serangkaian kemoterapi yang juga tidak ringan dirasakan. Berikut beberapa uraian singkat mengenai langkah-langkah pengobatan yang lazim dilakukan untuk melawan kanker serviks (Nurcahyo,2010).

1. Vaksinasi

Vaksin diberikan sebagai pencegahan kanker.Namun pada tahap lesi pra kanker terutama pada dysplasia ringan dan sedang, vaksin dapat diberikan sebagai upaya membantu pertahanan tubuh dan membasmi infeksi HPV yang sudah mulai terjadi.

2. Radiografi

Radioterapi atau penyinaran adalah pengobatan dengan mengunakan sinar ion dari jenis sinar X, sinar Gamma, atau gelombang panas (Hipertermia) yang ditembakkan kesel-sel kanker.Metode ini dianggap cukup akurat dan aman.

Menurut Nurcahyo (2010), radioterapi memiliki beberapa efek samping bagi pengidap kanker serviks yang mengunakan metode ini yaitu:

- Rasa lelah luar biasa sampai sekitar satu minggu setelah penyinaran biasanya dokter akan menerangkan penderita tetap beraktivitas meski merasa sangat lelah


(41)

- Kerontokkan rambut ke area yang disinari

Kulit memerah dan gatal, kulit menjadi gelap, area kulit yang disinari harus mendapat udara cukup namun terlindung dari sinar matahari langsung.

Kulit menjadi kurang lentur, hal ini juga akan dapat dialami vagina jika kurang mendapatkan penyinaran oleh karenanya, setelah dilakukan penyinaran pasien tidak boleh berhubungan seksual selama beberapa waktu tertentu keluhan diare dan sering buang air kecil.

3. Konisasi

Konisasi adalah semacam operasi, namun tidak seperti operasi besar, hanya

menggangkat jaringan selaput lendir serviks. Konisasi dilakukan apabila hasil

Sitologi meragukan, konisasi dilakukan mengunakan pisau bedah khusus. Sesudah

konisasi biasanya akan dilakukan kuretase.

4. Histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim. Biasanya histerektomi

dihindari oleh pengidap kanker yang masih berusia muda, sebab setelah menjalani

histerektomi ia tidak bisa lagi mengandung, juga dapat membawa risiko berupa rasa

sakit dan menopause dini bagi yang menjalaninya. Biasanya hal ini dilakukan sebagai pilihan terakhir.

5. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pengobatan kanker mengunakan obat-obatan dosis tinggi

yang telah dirancang untuk aktif bekerja didalam sel. Kemoterapi diberikan baik sebagai pengobatan tunggal, maupun sebagai pendukung pasca Biopsy.Pengobatan


(42)

jenis ini bekerja didalam sel dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker serta meningkatkan daya kekebalan tubuh yang diharapkan dapat menghentikan perkembangan sel kanker.Pada kasus stadium IV atau IIIB di mana kondisi penderita tidak memungkinkan untuk dioperasi (karena tingkat penyebaran kankernya yang telah meluas, atau faktor daya tahan penderita terhadap risiko operasi), kemoterapi juga bisa dijalankan sebagai pengobatan paliattif yang berfungsi mengurangi rasa sakit dan membuat penderita memiliki semangat untuk menjalani sisa hidup dengan lebih baik.

Terdapat beberapa efek samping dari kemoterapi, meskipun tidak terlalu sama pada setiap penderita. Kemoterapi dapat mengakibatkan kerontokkan rambut, kulit menjadi gelap, perdarahan dibawah kulit, berkurangnya nafsu makan, dan mual atau muntah.Hal ini dapat memegaruhi sel pada akar rambut dan dindin saluran cerna untuk mempercepat pembelahan dan regenerasi.

Kemoterapi juga dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah. Jika sel darah terpengaruh, maka sel darah mengalami pengaruh yang sama halnya dengan yang dialami sel kanker, yaitu terlambat proses regenerasinya. Itu berarti produksi sel darah merah (mengangkut oksigen dan nutrisi), sel darah putih (menahan infeksi), dan keeping darah (pembeku darah) juga akan terlambat. Akibatnya penderita akan lemas, mudah infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan yang sulit membeku seperti pada penderita diabetes.


(43)

6. Terapi Biologis

Terapi Biologis adalah pengobatan pada kanker telah menyebar kebagian tubuh lain. Terapi ini biasanya mengunakan Interveron dan dikombinasikan dengan

kemoterapi.Prinsip kerja dan tujuan terapi ini adalah membantu tubuh penderita untuk

meningkatkan kekebalan tubuh dan mempertahankan kinerja sel-sel normal, agar tubuh tetap mendapat asupan nutrisi yang cukup.

7. Terapi Alternatif dan Tradisional

Di Indonesa banyak sekali terapi alternatif yang menawarkan kesembuhan penderita dari kanker.Seperti bekam, akupuntur, bioenergi, terapi herbal.

Selain menjalani upaya pengobatan, pengidap kanker juga harus melakukan berbagai upaya positif lainnya antara lain:

- Memperkuat semangat untuk tetap berpikir positif. Untuk ini, pengidap membutuhkan dukungan keluarga dan orang-orang sekitar

- Mengubah pola makan. Banyak sekali pemicu dan faktor risiko yang berasal dari pola makan kita. Pahami jenis-jenis makanan yang harus menjadi pantangan dan makanan yang dianjurkan untuk pengidap kanker.

- Mengubah pola hidup yang kita jalani sehari-hari juga memungkinkan menjadi salah satu faktor risiko terserang kanker. Dimana menyangkut aktivitas kerja, olahraga, aktivitas seksual, hingga cara berfikir, dan sisi spiritual.


(44)

2.2 Keterlambatan Pengobatan

Keterlambatan pengobatan adalah penderita kanker serviks datang untuk mendapatkan pengobatan sudah dalam stadium lanjut atau sudah parah sehingga tindakan tidak dapat dilakukan (inoperable).Menurut Soekardja (2000), keterlambatan pengobatan kanker dapat digolongkan dalam 3 jenis yaitu:

a. Keterlambatan penderita antara lain, karena:

1. Penderita stadium dini umumnya merasa lalai dimana - Tidak sakit

- Tidak terganggu bekerja, sehingga penyakitnya dibiarkan saja beberapa lama, bulanan bahkan tahunan, sampai penyakitnya tidak tertahan lagi. 2. Kurang memperhatikan diri sendiri

Penderita baru mengetahui adanya tumor dalam tubuhnya sendiri sesudah tumor itu besar atau sudah menimbulkan keluhan

3. Tidak mengerti atau kurang menyadari bahaya kanker

Tidak terpikir olehnya lesi yang kelihatannya ringan itu adalah suatu kanker yang sangat bahaya

4. Ada rasa takut

- Takut diketahui penyakitnya itu kanker - Takut kedokter

- Takut operasi

- Takut penyakitnya lebih cepat menyebar - Takut sakit


(45)

5. Tidak mempunyai biaya

6. Keluarga tidak mengizinkan kedokter 7. Rumah jauh dari dokter

b. Keterlambatan dokter dapat disebabkan oleh:

1. Tidak memikirkan keluhan penderita munkin disebabkan oleh suatu kanker. Keluhan penderita dianggap disebabkan oleh penyakit non kanker dan diobati beberapa lama sampai gejala kanker menjadi jelas

2. Enggan mengadakan konsultasi atau merujuk penderita 3. Belum “Cancer minded” yaitu berfikir ke arah kanker c. Keterlambatan rumah sakit dapat disebabkan oleh:

1. Kurang tempat fasilitas di rumah sakit 2. Kurang sarana diagnostik dan terapi 3. Kurang tenaga ahli onkologi

2.2.1 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

- Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action) karena kesehatan belum menjadi prioritas hidupnya, fasilitas pengobatan yang letaknya jauh atau karena petugas kesehatan tidak simpatik.

- Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) karena percaya pada diri sendiri dan berdasar pada pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah mendatangkan kesembuhan.


(46)

- Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional

(traditional remedy)

- Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung obat dan sejenisnya termasuk ke tukang-tukang jamu.

- Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.

- Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine).

2.2.2 Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2007), menggambarkan model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan yang terdiri dari 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu karakteristik predisposisi

(predisposing characteristics), karakteristik pendukung (enabling characteristic), dan

karakteristik kebutuhan (need characteristic)

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan pada 3 kelompok yaitu:

1. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.

2. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan, menurut asumsi penulis tingkat pengetahuan seseorang terhadap penyakit perlu dilakukan


(47)

penelitian, karena seperti yang terjadi pada pasien yang menderita suatu penyakit apabila ditanya tentang penyakit yang dideritanya si klien belum mengerti benar apa yang telah menimpanya, meskipun si klien jenjang pendidikannya tinggi. Pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya.

3. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

- Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

- Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, perbedaan gaya hidup, pola penggunaan pelayanan kesehatan.

- Individu percaya adanya kemujuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan. 2.Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak untuk menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya tergantung dari kemampuannya untuk membayar.

3.Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila dirasakan sebagai kebutuhan.


(48)

2.3 Landasan Teori

Ada 3 faktor yang penting dalam mencari layanan kesehatan yaitu: 1. Mudahnya mengunakan pelayanan kesehatan yang tersedia

2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanaan kesehatan yang ada 3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan

Menurut Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2007), mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan. Pengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke dalam 3 kategori utama, yaitu:

1. Karakteristik Predisposing (Predisposing Characteristics)

Karakteristik ini digunakan untuk mengambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan mengunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan kedalam tiga kelompok:

- Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur dan status perkawinan

- Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya

- Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan penyembuhan penyakit

2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics)

Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan :


(49)

- Sumber daya keluarga seperti: penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam ansuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

- Sumber daya masyarakat seperti: jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk. Dimana semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah 3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics)

Karakteristik kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit atau persepsi terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari kebutuhan. Dalam penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber yaitu :

- Penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita

- Penilaian klinik (evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.


(50)

Gambar 2.2Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian tentang “Determinan Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh 2013” adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel

Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Predisposing Characteristics

- Demographics - Social structur - Health beliefs

Enabling Characteristics

- Family Resources - Community resources

Need Based Characteristics

-Perceived needs -Clinically evaluated needs

Health Services Use

Pengetahuan

Persepsi Penyakit

Akses ke RSUZA Keterlambatan Mencari


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini memakai metode survei yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di RSUZA Banda Aceh yang beralamat dijalan Tgk. Daud Beudreueh No.108 Banda Aceh dengan alasan:

1. RSUZA Banda Aceh merupakan rumah sakit kelas A dan pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A provinsi NAD yang meliputi Kuala Simpang, Aceh Timur, Langsa, Lokseumawe, Simeulue sampai Sabang sehingga banyak penderita kanker serviks yang berobat ke rumah sakit ini

2. RSUZA Banda Aceh juga merupakan rumah sakit pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian mulai dari Januari 2013 sampai Juli 2013.Tahapan dilaksanakan mulai pra survei, pembuatan proposal penelitian dan konsultasi dosen pembimbing sampai dengan ujian komprehensif.


(52)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis menderita kanker serviks yang dirawat inap di ruangan Seureune III maupun yang dirawat jalan (poli onkologi) di RSUZA Banda Aceh.Dengan pasien yang dirawat inap memiliki kriteria bisa berbicara dan mendengarkan pada saat menjadi responden. Pengambilan sampelnya dengan mengunakan teknik Accidental Sampling yaitu suatu metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada atau dijumpai selama waktu penelitian yaitu didapat sebanyak 60 orang, yang dilakukan mulai tanggal 24 Mei sampai dengan 25 Juni 2013.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya mengacu pada variabel yang diteliti.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder penelitian diperoleh dari laporan-laporan dan catatan mengenai jumlah penderita kanker serviks yang datang berobat ke RSUZA Banda Aceh.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Kuesioner yang telah dibuat dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas dan reabilitas data terhadap 30 orang pasien penderita kanker serviks di rumah sakit Meuraxa Banda Aceh. Uji validitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana


(53)

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur, harus mengukur apa yang akan diukur. Uji validitas instrumen (kuesioner) dilakukan dengan membandingkan nilai Corrected Item-Total Correlation dengan ketentuan bila nilai r hitung > nilai r tabel (0,361) pada df= 30-2=28 dan α 5% maka dinyatakan valid, dan jika r hitung < r tabel maka dinyatakan tidak valid

Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Teknik untuk menghitung indeks reliabilitas alat ukur mengunakan Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan bila Cronbach Alpha > r tabel (0,60) maka dinyatakan reliabel dan bila Cronbach Alpha < r tabel maka butir soal dinyatakan tidak reliabel (Hastono,2007).

Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang pasien kanker serviks di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh dengan karakteristik relatif sama dengan responden di lokasi penelitian. Hasil uji coba kuesioner ditemukan seluruh item pertanyaan dengan nilai Corrected Item Total Correlation> 0,361 dan nilai Cronbach

Alpha 0,6. Dengan demikian seluruh item pertanyaan untuk mengukur variabel

penelitian dinyatakan valid dan reliabel sehingga layak digunakan untuk penelitian, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :


(54)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan

Item

Pernyataan

n Corrected item- Total correlation Hasil Uji Cronbach’s Alpha Hasil Uji

P1 30 0,587 Valid

0,865 Reliabel

P2 30 0,642 Valid

P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 0,657 0,587 0,587 0,587 0,507 0,584 0,471 0,364 0,364 0,587 0,573 0,587 0,587 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Tabel 3.1 dapat menunjukkan nilai Corrected Item Total Correlation lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya 15 item pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel pengetahuan semuanya valid. Memerhatikan nilai Cronbach

Alpha sebesar 0,865 dan lebih besar dari 0,60, hal ini menunjukkan bahwa 15 item

pernyataan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Akses terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan

Item

Pernyataan

n Corrected item- Total correlation Hasil Uji Cronbach’s Alpha Hasil Uji

A2 30 0,458 Valid

0,672 Reliabel

A4 30 0,489 Valid

A6 A8 A9 30 30 30 0,431 0,491 0,382 Valid Valid Valid


(55)

Tabel 3.2 menunjukkan nilai Corrected Item Total Correlation lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya 5 item pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel pengetahuan semuanya valid. Memerhatikan nilai Cronbach

Alpha sebesar 0,672 dan lebih besar dari 0,60, hal ini menunjukkan bahwa 15 item

pernyataan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Persepsi terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan

Item Pernyataan

n Corrected item- Total correlation Hasil Uji Cronbach’s Alpha Hasil Uji

T1 30 0,578 Valid

0,810 Reliabel

T2 30 0,409 Valid

T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 30 30 30 30 30 30 30 30 0,490 0,423 0,423 0,578 0,578 0,409 0,405 0,578 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Tabel 3.3 menunjukkan nilai Corrected Item Total Correlation lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya 10 item pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel pengetahuan semuanya valid. Memerhatikan nilai Cronbach

Alpha sebesar 0,810 dan lebih besar dari 0,60, hal ini menunjukkan bahwa 15 item

pernyataan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.


(56)

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah keterlambatan mencari pengobatan, dan variabel independen adalah pengetahuan, akses dan persepsi penyakit

3.5.2 Defenisi Operasional 1. Variabel Dependen

Keterlambatan pengobatan adalah pasien kanker serviks datang ke RSUZA Banda Aceh sudah pada stadium III atau IV.

2. Variabel Independen

a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang kanker serviks yang meliputi tanda-tanda awal gejala, penyebab, kapan periksa dan kapan harus berobat.

b. Akses adalah kemudahan atau kesulitan meliputi jarak, waktu, dana, transportasi dan yang menemani untuk datang berobat ke rumah sakit

c. Persepsi penyakit adalah penilaian seseorang mengenai penyakit kanker serviks yang dideritanya.

3.6 Metode Pengukuran

Pengukuran variabel dependen (keterlambatan mencari pengobatan) dan variabel independen (pengetahuan, akses ke RSUZA, persepsi penyakit) adalah sebagai berikut:


(57)

a. Pengukuran determinan keterlambatan mencari pengobatan yang dikategorikan menjadi 2 yaitu:

(1) Terlambat, jika pasien datang ke RSUZA dengan diagnosa sudah stadium III dan IV

(0) Tidak terlambat, jika pasien datang ke RSUZA dengan diagnosa sudah stadium I dan II

b. Pengukuran pengetahuan diukur dengan 15 (lima belas) pernyataan benar-salah, dimana bila menjawab benar (bobot nilai 1) dan bila menjawab salah (bobot nilai 0). Skor terendah adalah nol, skor tertinggi 15. Jawaban responden dikategorikan menjadi 2 (Nursalam, 2008) yaitu:

(1) Baik, jika responden memperolah nilai ≥ 50% dari skor total yaitu 8 -15 (0) Kurang, jika responden memperoleh nilai < 50% dari skor total yaitu 0-7 c. Aspek pengukuran akses diukur dengan 5 (lima) pertanyaan yang berisi tentang

dukungan akses ke RSUZA Banda Aceh, dimana bila menjawab “ya” (bobot nilai 1) dan bila menjawab tidak (bobot nilai 0), skor terendah adalah nol dan skor tertinggi 5. Jawaban responden dengan skala ordinal maka penilaian akses dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:

(1) Mudah dijangkau, jika responden memperolah nilai < 50% dari skor total yaitu 0-2

(0) Sulit dijangkau, jika responden memperoleh nilai ≥ 50% dari skor total yaitu 3-5


(58)

d. Aspek pengukuran persepsi terhadap penyakit diukur dengan 10 (sepuluh) pernyataan, bila menjawab pernyataan benar (bobot nilai 1) dan bila menjawab salah (bobot nilai 0). Maka skor terendah nol dan tertinggi 10. Berdasarkan jumlah skor yang diperolah maka penilaian persepsi terhadap penyakit dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:

(1) Positif, jika responden memperoleh nilai ≥ 50% dari skor total yaitu 6 -10 (0) Negatif, jika responden memperoleh nilai < 50% dari skor total yaitu 0-5

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik masing-masing variabel. Variabel dependen yaitu keterlambatan pengobatan dan variabel independen meliputi faktor pengetahuan, akses ke RSUZA dan persepsi penyakit.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara variabel independen (pengetahuan, akses ke RSUZA dan persepsi penyakit) dengan variabel dependen (keterlambatan mencari pengobatan) mengunakan uji

Chi-square pada derajat kemaknaan α = 0,05 (derajat kepercayaan 95%). Bila nilai p <

0,05 maka hasil statistik dinyatakan ada hubungan bermakna antara variabel independen dan variabel dependen


(59)

3.7.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat untuk melihat pengaruh independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen dengan mengunakan uji regresi logistik berganda. Yang masuk dalam analisis multivariat adalah variabel-variabel yang memiliki nilai p< 0,25 pada analisis bivariatnya. Untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan penderita mencari pengobatan dilihat dari nilai koefisien β yang paling besar.


(60)

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin

RSU Zainoel Abidin beralamat di Jl. Tgk. H.M.Daud Beureueh No.118 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2dengan luas bangunan 25.760 m2. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 22 Pebruari 1979 yaitu atas dasar Keputusan Menteri Kesehatan No.551/Menkes/SK/2F/1979 yang menetapkan RSU Zainoel Abidin sebagai rumah sakit kelas C. Selanjutnya dengan SK Gubernur Daerah Istimewa Aceh No.445/173/1979 tanggal 7 Mei 1979 Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah.

Kemudian dengan adanya Fakultas Kedokteran Unsyiah, maka dengan SK Menkes RI No.233/Menkes/SK/IV/1983 tanggal 11 Juni 1983, RSUD Zainoel Abidin ditingkatkan kelasnya menjadi rumah sakit kelas B Pendidikan dan rumah sakit rujukan untuk Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Dalam rangka menjamin peningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat serta optimalisasi fungsi rumah sakit rujukan dan juga sebagai sumah sakit pendidikan, maka dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 8 Tahun 1997 tanggal 17 Nopember 1997 dilakukan penyempurnaan Susunan Organisasi dan Tatakerja RSU Zainoel Abidin. Selanjutnya berdasarkan SK Menkes RI No.153/Menkes/SK/II/1998 tentang Persetujuan Rumah


(61)

Sakit Umum digunakan sebagai tempat pendidikan calon dokter dan dokter spesialis, telah dikukuhkan kembali RSU Zainoel Abdian sebagai Rumah Sakit Kelas A.

Pada tanggal 27 Agustus 2001 melalui Perda No.41 tahun 2001 RSU Zainoel Abidin ditetapkan perubahan dari UPTD (Unit Pelayanan Teknis Daerah) menjadi LTD (Lembaga Teknis Daerah) dalam bentuk “ Badan Pelayanan Kesehatan (BPK)” yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Susunan organisasi dan Tatakerja BPK RSUZA disempurnakan kembali dengan Qanun No.10 tahun 2003. Dengan Qanun ini, dibentuk 2 (dua) wakil direktur, yaitu Wakil Direktur Pelayanan, Penunjang dan Pelatihan serta Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 tahun 2003 juga menjelaskan bahwa RSUZA mempunyai tugas dan fungsi memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat Provinsi NAD dalam memberikan pelayanan kesehatan yang prima dan bermutu kepada masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; memberikan pelayanan rujukan dari Puskesmas, rumah sakit daerah, mendidik tenaga kesehatan yang profesional, memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat, memberikan pelayanan pemulihan kesehatan secara terpadu dan menyeluruh.

Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin merupakan pusat rujukan tertinggi di Provinsi Aceh. RSU Zainoel Abidin secara bertahap melengkapi fasilitas rumah sakit dengan peralatan, sarana dan prasarana lain serta tenaga ahli yang diperlukan. Sehingga masyarakat tidak perlu mendapatkan pelayanan kesehatan di luar daerah maupun di luar negeri.Adapun yang menjadi visi, misiyaitu :


(62)

VISI :

Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Terkemuka dalam pelayanan dan Pendidikan yang bertaraf Internasional.

MISI :

a. Meningkatkan kompetensi SDM melalui Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kedokteran, Keperawatan dan Ilmu Kesehatan lainnya serta Pengembangan Sistem dan Prosedur Pelayanan Administrasi yang bertaraf Internasional;

b. Memberikan pelayanan Kesehatan Individu yang menyenangkan dan mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan

c. Mendukung upaya Pemerintah Aceh dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk mencapai Millenium Development Goals yang di aplikasikan melalui pencapaian Human Development Index

d. Menerapkan prinsip efektifitas dalam memberikan pelayanan kesehatan dan pengelolaan keuangan.

4.2Distribusi Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan terhadap 60 responden.Tabel 4.1 menjelaskan distribusi frekuensi responden pada setiap karakteristik reponden. Responden pada kelompok umur 34 – 44tahun ( 40,0 % ), umur 23 – 33 tahun ( 31,7 %) dan sisanya umur 45 – 55 tahun (28,3 %), pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA (33,3%), SMP (26,7%), SD (21,7%), Sarjana (11,6%) dan Diploma (6,7%), responden sebagai


(63)

Ibu Rumah Tangga (43,3%), berprofesi sebagai Pegawai Swasta sebanyak (25%), PNS sebanyak (18,4%), petani sebanyak (8,3%) dan pedagang sebanyak (5,0%), sementara itu (65,0%) responden terlambat untuk memeriksakan diri ke RSUZA dan sisanya sebanyak (35,0%) tidak terlambat dalam memeriksakan diri ke RSUZA terhadap penyakitnya, dan terdapat (40,0%) penanggung biaya pengobatan dengan JKA (Jaminan Kesehatan Aceh), responden yang menanggung biaya sendiri atau pribadi (30,0%), menggunakan Askes (18,3%) dan sisanya responden menggunakan Jamsostek (11,7%).Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, diagnosa dan penanggung biaya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penderita Kanker Serviks

No Karakteristik f %

1. Umur 23 – 33tahun 34 – 44tahun 45 – 55tahun

19 24 17 31,7 40,0 28,3 2. Pendidikan

SD SMP SMA Diploma Sarjana 13 16 20 4 7 21,7 26,7 33,3 6,7 11,6 3. Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga Petani Pedagang Pegawai Swasta Pegawai Negeri 26 5 3 15 11 43,3 8,3 5,0 25,0 18,4 44


(64)

No Karakteristik f % 4. Diagnosa

Stadium I- II Stadium III-IV

21 39

35,0 65,0 5. Penanggung biaya

Pribadi (umum) Askes Jamsostek JKA 18 11 7 24 30,0 18,3 11,7 40,0

4.3Analisis Univariat

4.3.1 Keterlambatan Mencari Pengobatan

Distribusi responden berdasarkan keterlambatan mencari pengobatan penderita kanker serviks ke RSUZA Banda Aceh sebagian besar yaitu 39 orang (65,0%) terlambat mencari pengobatan terdiagnosa sudah dalam stadium III dan IV, dan sebanyak 21 orang (35,0%) tidak terlambat mencari pengobatan karena terdiagnosa sudah stadium antara I dan II

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Keterlambatan Mencari

Pengobatan

f %

Terlambat Tidak terlambat 39 21 65,0 35,0

Jumlah 60 100,0

4.3.2 Pengetahuan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan pada penderita kanker serviks sebanyak 38 orang (63,3 %) berpengetahuan kurang dan sebanyak 22orang (36,7 %) termasuk kategori baik. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.3


(65)

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan f %

Kurang baik Baik 38 22 63,3 36,7

Jumlah 60 100,0

Pengetahuan diukur dalam 15 pernyataan, seluruh pernyataan responden yang berisi pengetahuan mengenai penyakit kanker serviks secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan

No Pernyataan

Jawaban

Benar Salah Total

f % f % f %

1. Kanker leher rahim (kanker serviks)

adalah penyakit yang mematikan 52 86,7 8 13,3 60 100,0 2. Penyakit kanker leher rahim salah satu

penyebabnya adalah Papiloma Human Virus

47 78,3 13 21,7 60 100,0 3. Penyakit kanker leher rahim dapat

menyebar keorgan-organ tubuh yang lain 23 38,3 37 61,7 60 100,0 4. Tanda penyakit kanker leher rahim salah

satunya adalah keluar lendir yang berwarna kuning dan berbau

29 48,3 31 51,7 60 100,0 5. Ketidakteraturan datang bulan

merupakan gejala dari kanker leher rahim

32 53,3 28 46,7 60 100,0 6. Merasakan nyeri setelah melakukan

hubungan intim merupakan gejala dari penyakit kanker leher rahim

31 51,7 29 48,3 60 100,0 7. Penyakit kanker leher rahim harus segera

diobati sedini mungkin agar penyakit tersebut tidak semakin parah

30 50,0 30 50,0 60 100,0 8. Penyakit kanker serviks apabila sudah

parah dan menyebar di dalam rahim 30 50,0 30 50,0 60 100,0 46


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 21.733a 1 .000

Continuity Correctionb 19.193 1 .000

Likelihood Ratio 22.319 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 21.371 1 .000

N of Valid Cases 60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,70. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Akses * Diagnosa 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Akses * Diagnosa Crosstabulation Diagnosa

Total Terlambat Tidak Terlambat

Akses Sulit dijangkau Count 38 15 53

% within Akses 71.7% 28.3% 100.0% % within Diagnosa 97.4% 71.4% 88.3%

% of Total 63.3% 25.0% 88.3%

Mudah dijangkau Count 1 6 7

% within Akses 14.3% 85.7% 100.0% % within Diagnosa 2.6% 28.6% 11.7%

% of Total 1.7% 10.0% 11.7%

Total Count 39 21 60

% within Akses 65.0% 35.0% 100.0% % within Diagnosa 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.959a 1 .003

Continuity Correctionb 6.613 1 .010

Likelihood Ratio 8.799 1 .003

Fisher's Exact Test .006 .006

Linear-by-Linear Association 8.810 1 .003

N of Valid Cases 60

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,45. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Persepsi * Diagnosa 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Persepsi * Diagnosa Crosstabulation Diagnosa

Total Terlambat Tidak Terlambat

Persepsi Negatif Count 37 8 45

% within Persepsi 82.2% 17.8% 100.0% % within Diagnosa 94.9% 38.1% 75.0%

% of Total 61.7% 13.3% 75.0%

Positif Count 2 13 15

% within Persepsi 13.3% 86.7% 100.0% % within Diagnosa 5.1% 61.9% 25.0%


(3)

Persepsi * Diagnosa Crosstabulation Diagnosa

Total Terlambat Tidak Terlambat

Persepsi Negatif Count 37 8 45

% within Persepsi 82.2% 17.8% 100.0% % within Diagnosa 94.9% 38.1% 75.0%

% of Total 61.7% 13.3% 75.0%

Positif Count 2 13 15

% within Persepsi 13.3% 86.7% 100.0% % within Diagnosa 5.1% 61.9% 25.0%

% of Total 3.3% 21.7% 25.0%

Total Count 39 21 60

% within Persepsi 65.0% 35.0% 100.0% % within Diagnosa 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 65. 0%

35.0% 1

00.0%

Chi-Square Tests V

alue df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square

2 3.468a

1 .000

Continuity Correctionb

2 0.537

1 .000

Likelihood Ratio 2 3.793

1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association

2 3.077

1 .000

N of Valid Cases 6 0


(4)

Analisis Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 60 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 60 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 60 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

Terlambat 0

Tidak Terlambat 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Diagnosa

Percentage Correct Terlambat Tidak Terlambat

Step 0 Diagnosa Terlambat 39 0 100.0

Tidak Terlambat 21 0 .0


(5)

Variables in the Equation B

S .E.

W

ald df

S ig. E xp(B) S tep 0 C onstant -.619 .2 71 5. 231

1 .0

22

. 538

Variables not in the Equation S

core df

S ig. S tep 0 Va riables Pengetah uan 2 1.733

1 .

000

Akses 8

.959

1 .

003

Persepsi 2

3.468

1 .

000 Overall Statistics 3

6.437

3 .

000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df

S ig. S

tep 1 tep

43.6 61

3 .

000 lock

43.6 61

3 .

000 odel

43.6 61

3 .

000 Model Summary tep -2 Log likelihood Cox & Snell R Square

Nagelk erke R Square 34.033

a .517 .712

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.


(6)

Classification Tablea

Observed Predicted

Diagnosa

Percentage Correct Terlambat Tidak Terlambat

Step 1 Diagnosa Terlambat 37 2 94.9

Tidak Terlambat 4 17 81.0

Overall Percentage 90.0

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Pengetahuan 2.526 .948 7.092 1 .008 12.500

Akses 2.835 1.398 4.110 1 .043 17.027

Persepsi 3.865 1.078 12.848 1 .000 47.680

Constant -3.186 .806 15.645 1 .000 .041

a. Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan, Akses, Persepsi.

Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a Pengetahuan 1.948 80.205

Akses 1.099 263.870

Persepsi 5.762 394.511 Constant

a. Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan, Akses, Persepsi.