T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Tlatah Bocah dalam Menjaring Anak Lereng Gunung Merapi dengan Menggunakan Kearifan Lokal: Studi pada Komunitas Tlatah Bocah di Muntilan T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1

Komunitas

Komunitas berasal dari bahasa latin communities yang berarti
”kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama,
publik, dibagi oleh semua atau banyak”. Komunitas sebagai sebuah kelompok
sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki
ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individuindividu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya,
preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. (Wenger,
2002:4)
Pengertian komunitas menurut Kertajaya Hermawan (2008),

adalah

sekelompok orang yang peduli satu sama lain yang lebih dari yang
seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat
antar anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau

values.

Menurut Crow dan Allan, komunitas dapat terbagi menjadi 2 komponen :
1.

Berdasarkan lokasi atau tempat wilayah atau tempat sebuah
komunitas dapat dilihat sebagai tempat dimana sekumpulan orang
mempunyai sesuatu yang sama secara geografis.

2.

Berdasrkan minat sekelompok orang yang mendirikan suatu
komunitas karena mempunyai ketertarikan dan minat yang sama,
misalnya agama, pekerjaan, suku, ras, maupun berdasarkan
kelainan seksual.

Proses pembentukannya bersifat horizontal karena dilakukan oleh
individu-individu yang kedudukannya setara. Komunitas adalah sebuah
identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi
kebutuhan fungsional (Soenarno, 2002). Kekuatan pengikat suatu komunitas,


9

terutama adlah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan
sosialnya yang biasanya didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya,
ideologi, sosial ekonomi. Disamping itu secara fisik suatu komunitas
biasanya diikat oleh batas lokasi atau wilayah geografis masing-masing
komunitas. Karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda
dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapinya serta
mengembangkan kemampuan kelompoknya.
Menurut Vanina Delobelle, definisi suatu komunitas adalah group
beberapa orang yang barbagi minat yang sama, yang terbentuk oleh 4 faktor,
yaitu :
1.

Komunikasi dan keinginan berbagi (sharing)

2.

Tempat yang disepakati bersama untuk bertemu


3.

Ritual dan kebiasaan : orang-orang datang secra teratur dan
periodik

4.

Influencer : Influencer merintis sesuatu hal dan para anggota
selanjutnya ikut terlibat

Vanina juga menjelaskan bahwa komunitas mempunyai beberapa aturan
sendiri, yaitu :
1.

Saling berbagi

: mereka saling menolong dan berbagi satu

sama lain dalam komunitas.

2.

Komunikasi

: mereka saling respon dan komunikasi satu

sama lain.
3.

Kejujuran

: dilarang keras untuk berbohong. Sekali

seseorang berbohong, maka akan segera ditinggalkan.
4.

Transparansi

: saling bicara terbuka dan tidak boleh


menyembunyikan sesuatu hal.
5.

Partisipasi

:

semua

anggota

harus

disana

dan

berpartisipasi pada acara bersama komunitas.
Menurut Mac Iver (Mansyur, cholil 1987:69) community diistilahkan
sebagai persekutuan hidup atau paguyuban dan dimaknai sebagai suatu

daerah masyarakat yang ditandai dengan beberapa tingkatan pertalian

10

kelompok sosial satu sama lain. Dalam Soerjono Soekanto (1983:143), Mac
Iver menjelaskan mengenai unsur-unsur dalam sentiment community, yaitu :
a.

Seperasaan
Unsur seperasaan muncul akibat adanya tindakan anggota dalam
komunitas yang mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok
dikarenakan adanya kesamaan kepentingan

b.

Sepenanggungan
Sepenanggungan diartikan sebagai kesadaran akan peranan dan
tanggung jawab anggota komunitas dalam kelompoknya

c.


Saling memerlukan
Unsur

saling

memerlukan

diartikan

sebagai

perasaan

ketergantungan terhadap komunitas baik yang sifatnya fisik
maupun psikis.

2.1.2

Strategi Komunikasi


Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategos” yang berarti seni
umum, namun term ini kemudian berubah menjadi kata sifat yaitu “strategia”
yang memiliki arti “keahlian militer”. Karl von Clausewitz (1780-1831)
dalam bukunya yang berjudul On War merumuskan Strategi sebagai suatu
seni menggunakan sarana pertempuran untuk mencapai tujuan perang,
Strategi komunikasi menurut Rogers (1982) sebagai suatu rancangan yang
dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala yang lebih besar
melalui transfer ide-ide baru (Cangara, 2013 : 61). Strategi komunikasi
merupakan panduan perencanaan komunikasi (communication planning)
dengan manajemen komunikasi (communication managemen) untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Effendy, 2013 : 32).
Dalam Abidin (2015:86) Sondang P Siagian mendefinisikan perencanan
sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang dari halhal yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah di tentukan sebelumnya. Adapun perencanaan
komunikasi menurut Cangara (Abdidin, 2015:89), communication explains

11

how to covey the right message, from the right communicator, to the right

audience, through the right channel, at right time (Perencanaan komunikasi

menjelaskan cara mengirimkan pesan yang tepat dari komunikator yang tepat,
kepada khalayak yang tepat melalui saluran yang tepat pada waktu yang
tepat).
Marthin-Anderson (1968) merumuskan strategi adalah seni di mana
melibatkan kemampuan intelegensi atau pikiran untuk membawa semua
sumber daya yang tersedia dalam mencapai tujuan dengan memperoleh
keuntungan yang maksimal dan efisien (Cangara, 2013 : 61).
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari lingkup komunikasi, sebagai
makhluk sosial menggunakan komunikasi bukan hanya untuk kontak
hubungan dengan individu lain namun komunikasi juga merupakan alat bagi
individu untuk bertahan hidup. Komunikasi memilik kekuatan dalam
memberikan stimulus atau rangsangan yang kuat. Dari ruang komunikasi ada
beberapa bentuk-bentuk strategi komunikasi yaitu :
1.

Tujuan

2.


Sasaran

3.

Pesan

4.

Instrument dan kegiatan

5.

Sumber daya dan skala

6.

Evaluasi dan perbaikan 1

Strategi komunikasi adalah suatu cara atau taktik rencana dasar yang

menyeluruh dari rangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh seseorang atay
organisasi untuk mencapa suatu tujuan (Afdjani, 2014:191)
Dalam strategi komunikasi, pasti terdapat sebuah tujuan tertentu yang
ingin dicapai, beberapa tujuan strategi komunikasi (Liliweri, 2011:248-249)
ialah sebagai berikut :
1.

Memberitahu (Announcing)

1

http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/04/DANA%20PRIATAMA%2006.56443.08669.02%20EJOURNAL%20(0430-13-04-43-58.pdf diakses tgl 10 Maret pukul 22.16

12

2.

Memotivasi (Motivating)

3.

Mendidik (Educating)

4.

Menyebarkan informasi (Informing)

5.

Mendukung pembuatan keputusan (Supporting Decision Making)

Menyusun strategi komunikasi harus memperhitungkan faktor-faktor
pendukung dan penghambat. Berikut ini sebagian komponen komunikasi dan
faktor serta penghambat pada setiap komponen tersebut (Effendy, 2013:35)
1.

Mengenali sasaran komunikasi
a. Faktor kerangka referensi
b. Faktor situasi dan kondisi

2.

Pemilihan media komunikasi

3.

Pengkajian tujuan pesan komunikasi

4.

Peranan komunikator dan komunikasi
a. Daya tarik sumber
b. Kredibilitas sumber

Dalam rangka menyusun strategi perlu diperhatikan dalam menyusun
strategi komunikasi (Effendy, 2013:35-39) :
1.

Mengenali Sasaran Komunikasi
Mengenal sasaran komunikasi merupakan langkah pertama bagi
seorang komunikator dalam usaha mencapai komunikasi yang
efektif. Hal ini tentu bergantung pada tujuan komunikasi yang
ingin dicapai, hanya sekedar mengetahui informasi atau diharapkan
ada tindakan tertentu dari komunikan. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dari komunikan ialah :
a. Faktor kerangka referensi
Kerangka referensi setiap individu berbeda dengan individu
yang lain. Kerangka referensi masing-masing individu
terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan pengalaman,
pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial, ideology,
cita-cita dan sebagainya.

13

b. Faktor situasi dan kondisi
Situasi yang dimaksud adalah situasi komunikasi pada saat
komunikan menerima pesan yang kita sampaikan. Situasi yang
menghambat proses komunikasi bisa diduga sebelumnya, atau
dapat juga datang secara tiba-tiba. Sedangkan kondisi adalah
state of personality komunikan, yaitu keadaan fisik dan psikis

komunikan pada saat ia menerima pesan komunikasi.
2.

Pemilihan Media Komunikasi
Untuk mencapai sasaran komunikasi kita dapat memilih salah satu
atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang
akan dicapai, pesan yang disampaikan dan teknik yang akan
digunakan. Media komunikasi banyak jumlahnya mulai dari yang
tradisional

sampai

modern.

Media

komunikasi

dapat

diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetakan, visual, aural,
dan audio-visual.
3.

Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Pesan komunikasi (massage) mempunyai tujuan tertentu. Ini
menentukan teknik yang harus diambil, apakah teknik infomasi,
teknis persuasi atau teknik intruksi. Apapun tekniknya, langkah
pertama komunikasi harus mengerti pesan komunikasi itu. Isi
pesan komunikasi bisa satu, tetapi lambing yang dipergunakan bisa
bermacam-macam. Lambing yang biasa dipergunakan untuk
menyampaikan isi komunikasi ialah bahasa, gambar, warna,
gesture, dan sebagainya.

4.

Peranan Komunikator Dalam Komunikasi
Terdapat faktor penting yang harus dimiliki seorang komunikator
bila ia akan memberikan informasi, yaitu daya tarik sumber (source
attractiveness) dan kredibilitas sumber (source credibility).

a. Daya tarik sumber
Seorang komunkator akan berhasil dalam komunikasi, akan
mampi mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan

14

melalui mekanisme daya tarik jika pihak komunikan merasa
bahwa komunikator ikut serta dengannya. Dengan kata lain
komunikan merasa ada kesamaan dengan komunikator
sehingga komunikan taat dengan isi pesan yang sedang
disampaikan.
b. Kredibilitas sumber
Komunikasi akan berhasil jika komunikan memberikan
kepercayaan

kepada

kominkator.

Kepercayaan

ini

bersangkutan pada profesi dan keahlian yang dimiliki seorang
komunikator.
Berdasarkan kedua faktor tersebut, seorang komunikator
dalam menghadapi komunikan harus bersikap empatik
(empathy) yaitu kemampuan memproyeksikan dirinya seperti
peranan orang lain.

2.1.3

Model Perencanaan Komunikasi AIDDA

Dalam berkomunikasi, untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan,
seorang komunikator harus memiliki strategi komunikasi yang baik. Adanya
proses pendekatan merupakan awal yang baik dalam berkomunikasi. Proses
pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan A-A procedure atau
from attention to action procedure (Afdjani, 2014:195).

Menurut Kasali (1992:83-86) A-A Procedure ini sebenarnya adalah
penyederhanaan dari proses yang disingkat dengan AIDDA, yaitu :
1.

Attention (perhatian)

2.

Interest (minat)

3.

Desire (hasrat)

4.

Decision (keputusan)

5.

Action (kegiatan)

Dalam Cangara (2013, 78-79) dijelaskan bahwa langkah pertama yang
harus dilakukan seorang komunikator adalah menanamkan perhatian atau
attention. Dimana dalam hubungan ini komunikator harus menimbulkan daya
15

tarik yang mengarah pada target sasaran sehingga komunikan menyadari atau
mengetahui ide atau gagasan yang ditawarkan. Apabila perhatian komunikan
telah terbangkitkan, maka akan muncul fase dimana akan timbul minat atau
interest yang merupakan tingkatan lebih tinggi dari perhatian. Minat

merupakan kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi
timbulnya suatu hasrat atau desire untuk melakukan suatu kegiatan yang
diharapkan oleh komunikator. Jika hanya ada hasrat saja pada diri
komunikan, maka bagi komunikator proses ini belum berarti apa-apa sebab
harus dilanjutkan dengan datangnya keputusan atau decision, yaitu keputusan
untuk melakukan kegiatan atau actionsebagaimana yang diharapkan oleh
komunikator.
2.1.4

Kearifan Lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua
kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus Inggris Indonesia
John M. Echols dan Hassan Syadily, lokal berarti setempat, sedangkan
wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local
wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan

setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Wiloso 2012:114)
Dalam Sibarani (2012:112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal
adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal
dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.
Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau
bijaksana.
Menurut Keraf (2002) kearifan lokal (tradisional) adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial
masyarakat dapat dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu

16

generasi ke generasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola
perilaku manusia sehari-hari.
Menurut Ataupah (2004) kearifan lokal bersifat historis dan positif. Nilainilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan secara lisan kepada
generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak menerimanya secara pasif,
namun dapat menambah atau mengurangi dan diolah sehingga apa yang
disebut kearifan itu berlaku secara situasional dan tidak dapat dilepaskan dari
sistem lingkungan hidup atau sistem ekologi/ekosistem yang harus dihadapi
orang-orang yang memahami dan melaksanakan kearifan itu.
Haba (2007:11) menjelaskan kearifan lokal mengacu pada berbagai
kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat
yang dikenal, dipercaya dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang
mampu mempertebal kohesi masyarakat.
Lebih lanjur Haba (2007:4) menjelaskan bahwa ada beberapa fungsi dari
kearifan lokal, yakni :
1.

Sebagai penanda sebuah komunitas

2.

Elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama dan
kepercayaan

3.

Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top done),
tetapi sebuah unsus kultural yang ada dalam masyarakat, karena itu
daya ikatnya lebih mengena dan bertahan

4.

Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah
komunitas

5.

Local wisdom akan mengubah pola pikir dan hubungan timbal

balik individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas
common ground atay kebudayaan yang dimiliki

6.

Kearifan

lokal

dapat

berfungsi

mendorong

terbangunnya

kebersamaan, apresiasi sekaligus sebagai sebuah mekanisme
bersama untuk menepis berbagai kemungkinan yang meredusir
bahkan merusak, solidaritas komunal yang dipercaya tumbuh di
atas kesadaran bersama dari sebuah komunitas terintegrasi.

17

Rahyono (dalam Sinar, 2011:4) mengemukakan jika local genius hilang
atau musnah, kepribadian bangsa memudar, hal itu disebabkan karena hal-hal
berikut :
1.

Kearifan lokal merupakan pembentuk identitas yang inheran sejak
lahir.

2.

Kearifan lokal bukan sebuah keasingan bagi pemiliknya.

3.

Keterlibatan emosional masyarakat dalam penghayatan kearifan
lokal kuat.

4.

Pembelajaran kearifan lokal tidak memerlukan pemaksaan.

5.

Kearifan lokal mampu menumbuhkan harga diri dan percaya diri.

6.

Kearifan lokal mampu meningkatkan martabat bangsa dan negara.

Sementara Sibarani (2012:5) mengatakan bahwa ada nilai-nilai yang
terkandung dalam kearifan lokal tersebut, antara lain :
1.

Kerja keras (keuletan, inovasi, visi dan misi kerja, dan disiplis
kerja)

2.

Gotong Royong (melakukan dan menyelesaikan pekerjaan secara
bersama)

3.

Kerukunan (sikap toleransi antar umat beragama, etnik, budaya)

4.

Penyelesaian konflik (sikap dalam menyelesaikan masalah sesuai
dengan hukum adat)

5.

Kesehatan

(menjaga

hidup

baik

secara

pribadi

maupun

masyarakat)
6.

Pendidikan (peningkatan pengetahuan tentang suatu hal)

7.

Menjaga lingkungan (penjagaan lingkungan untuk tetap menjaga
rantai kehidupan)

8.

Pelestarian dan inovasi budaya (pemeliharaan dan pengembangan
warisan budaya)

9.

Penguatan identitas (tetap menjaga keaslian budaya)

10. Peningkatan kesejahteraan (menambah pendapatan masyarakat)
11. Hukum (norma-norma dan aturan-aturan adat yang telah
ditetapkan dan harus dipatuhi)

18

2.2 Penelitian Terdahulu

Peniliti

Judul

Tujuan

Metode

Hasil

Yohane Paulus Strategi

Untuk

Metode

Kicau

Sutedjo

Komunikasi

menggambarkan

Penelitian

memiliki

Komunitas

strategi

Kualitatif

factor

Dalam

komunitas Kicau dengan

Mania
dua
yang

mendorong

Mempertahankan Mania

Salatiga pendekatan adanya

Eksistensi (Studi dalam

deskriptif.

solidaritas

Pada Komunitas mempertahankan

diantara

Kicau

anggotanya

Mania Solidaritas.

Salatiga)

yaitu

adanya

komunikasi
atau hubungam
kontak
berkelanjutan
diantara
anggotanya
serta

adanya

event-event
yang

rutin

dilakukan.
Eny Suparny

Strategi

Untuk

Kualitatif

Bahwa

Komunikasi

mengetahui

Eksploratif

komunitas

Pada Komunitas bagaimana pola

gedung

Skareboard

komunikasi

skateboarding

Dalam

kelompok yang

Jogjakarta

Mempertahankan digunakan
Eksistensi (Studi strategi
Deskriptif

dan
yang

diterapkan dalam

pusat

menggunakan
pola
komunikasi

19

Kualitatif

mempertahankan

vertikal,

Komunitas

eksistensi.

horizontal dan

Gedung

Pusat

informal.

Skateboarding
Jogjakarta)
Rike Indriyani

Strategi

Menjelaskan

Deskriptif

Pola

Komunikasi

strategi

Kualitatif

Komunikasi

Youth
Salatiga

Krew komunikasi
Dalam komunitas Youth

Mempertahankan Krew

Salatiga

yang digunakan
komunitas
Youth

Krew
model

Eksistensi

dalam

adalah

Kelompok

mempertahankan

komunikasi all

eksistensi

channel

kelompok

memungkinkan

yang

para
anggotanya
bertukan
informasi
kepada anggota
lain. Pesan yang
disampaikan
bersifat
komunikasi
massa terutama
event-event
khusus

yang

diselenggarakan
komunitas
Youth Krew.

20

Meliana

Strategi

Sadikun Halim Komunikasi
Dalam

Untuk

Kualitatif

Ada

mendeskripsikan

Deskriptif

Strategi

Upaya strategi

Pembentukkan

Komunikasi

komunikasi

Groupthink Pada dalam

yang digunakan

upaya

Komunitas

pembentukan

Perempuan

groupthink

KAGUMI yaitu
tatap muka dan

dan

Gemuk

(Studi factor-faktor

Kasus

Ikatan yang

Wanita

dua

nonverbal.

Gemuk mempengaruhi
– pembentukan

Indonesia
KAGUMI)

groupthink pada

komunitas
perempuan
gemuk.
Kristina Dewi Strategi

Untuk

Deskriptif

Bahwa

Widyaningtyas Komunikasi

mengetahui

Kualitatif

GEMPAR

Ketua

Rukun strategi

menggunakan

Warga

Dalam komunikasi

model

Menarik

Minat dalam

Ketua

perencanaan

Warga Kampung Rukun

Warga

AIDDA dengan

Pancuran Untuk menarik
Bergabung

minat

factor-faktor

warga pancuran

komunikator

Dalam Drumblek untuk bergabung

yaitu

Generasi

emphaty,

Muda dengan

respect,

Pancuran

drumblek

audiable,

(GEMPAR)

GEMPAR

clarity, humble
yang

ditandai

dengan adanya
rasa

percaya,

sikap

suportif

21

dan

sikap

terbuka.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

2.3 Kerangka Pikir

Komunitas Tlatah
Bocah
Menjaring
anggota
baru
Komunitas
Tlatah
Bocah

Strategi Komunikasi dengan model
perencanaan AIDDA melalui
program Beasiswa Merapi sebagai
kearifan lokal setempat

Anak-anak Lereng
Merapi dari beberapa
Dusun sekitar

Gambar 1. Kerangka Pikir

Melihat permasalahan beberapa anak-anak lereng gunung Merapi yang
berpotensi dalam bidang seni lokal daerah gunung Merapi namun tidak memiliki
wadah untuk bermain atau mengembangkan bakatnya, menjadi salah satu faktor
Bapak Gunawan dan teman-temannya membuat suatu komunitas untuk mewadahi
anak lereng gunung Merapi bermain dan belajar tradisi lokal yang ada lereng
Gunung Merapi. Yang mana pada awalnya Bapak Gunawan dan teman-temannya
membuat sebuah perpustakaan mini disalah satu dusun daerah gunung merapi.
Namun pasca erupsi 2006, Bapak Gunawan dan teman-temannya memutuskan
untuk memfokuskan anak-anak lereng Gunung Merapi untuk ikut serta dalam
pelestarian tradisi seni lokal. Sampai pada akhirnya terbentuk Komunitas Tlatah
Bocah yang beranggotakan anak lereng Merapi dari beberapa dusun sekitar. Dalam
proses menjaring anak-anak lereng Gunung Merapi untuk menjadi anggota baru
Komunitas Tlatah Bocah dibutuhkan cara atau langkah-langkah khusus untuk

22

memengaruhi anak-anak lereng Gunung Merapi. Peneliti ingin mengetahui
bagaimana strategi komunikasi pengurus Komunitas Tlatah Bocah sehingga dapat
membuat anak lereng gunung Merapi yang tersebar di beberapa dusun tersebut mau
bersedia bergabung menjadi anggota baru komunitas Tlatah Bocah yang mana
strategi yang dilakukan akhirnya mampu menggerakan minat anak lereng Gunung
Merapi untuk bergabungmelalui program Komunitas Tlatah Bocah yaitu Beasiswa
Merapi yang merupakan kearifan lokal di lereng Gunung Merapi. Sampai akhirnya
komunitas Tlatah Bocah dikenal oleh banyak masyarakat sekitar khusunya dengan
berbagai program dalam bidang kesenian yang disambut baik oleh masyarakat
setempat.

23

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24