Teknik Pengukuran Kualitas Air pada Budi

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di Indonesia terdapat sekitar 419.282 ha tambak air payau dan sekitar
913.000 ha lahan lainnya yang potensial untuk budidaya. Peningkatan produksi
perikanan secara global rata-rata mencapai 8.9% per tahun. Tentunya hal ini dapat
menjadi faktor pendukung perkembangan industri budidaya udang yang selaras
dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Melihat pesatnya perkembangan industri budidaya udang, tentu saja
memerlukan banyak tenaga kerja. Mahasiswa FAPERIKA Universitas Riau,
setelah lulus nanti diharapkan menjadi ahli yang kompeten di bidang perikanan,
salah satunya budidaya. Untuk itu, para mahasiswa perlu diberi bekal agar dapat
berkompetisi ketika masuk ke dunia kerja nanti. Salah satu caranya adalah dengan
melakukan praktek magang di instansi-instansi yang fokus dalam perkembangan
perikanan budidaya, khususnya budidaya udang.
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee, Nanggroe
Aceh Darussalam merupakan salah satu Unit Pelaksana Tugas (UPT) di
lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan. Pada saat ini BPBAP Ujung
Batee merupakan pusat perkembangan industri budidaya udang di Provinsi Aceh,

karena di BPBAP Ujung Batee ini telah dapat memproduksi benih, pembesaran
sampai pakan udang. Selain itu, tenaga ahli dan fasilitas yang ada di BPBAP
Ujung Batee juga sangat memadai. Oleh karena itu tidak heran jika BPBAP Ujung
Batee mempunyai reputasi yang baik di antara instansi-instansi pembudidaya
udang lain di wilayah sumatera.
Dari beberapa kajian, diketahui penyebab penurunan produksi budidaya
udang adalah merosotnya kualitas lingkungan perikanan budidaya yang memicu

2

mewabahnya penyakit. Kondisi lingkungan terkait erat dengan kualitas air
budidaya yang tercermin dari beberapa parameter. Pengukuran kualitas air selama
kegiatan budidaya dilakukan untuk mengetahui kualitas perairan budidaya.
Kontrol kualitas air harian dilakukan pada beberapa parameter diantaranya
oksigen terlarut, salinitas, pH, suhu dan kecerahan.
Kegiatan budidaya udang windu yang dilakukan di tambak BPBAP Ujung
Batee telah menggunakan peralatan yang bisa dikatakan lengkap dengan teknologi
yang mumpuni dan dilakukan oleh tenaga yang berkompeten di bidangnya.
Dalam hal ini penulis tertarik untuk melakukan praktek magang di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee, dengan harapan dapat mengetahui

lebih jauh tentang teknik pengukuran kualitas air payau dalam kegiatan budidaya,
khususnya budidaya udang windu (Penaeus monodon).
1.2 Tujuan Magang
Kegiatan praktek magang ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui
teknik pengukuran kualitas air pada kegiatan budidaya udang windu (Penaeus
monodon) di BPBAP Ujung Batee, Provinsi Aceh.
1.3 Manfaat Magang
Manfaat dari kegiatan praktek magang ini adalah dapat memperoleh
informasi serta menambah wawasan, pengetahuan, keterampilan dan masukan
mengenai teknik pengukuran kualitas air yang dilakukan dalam kegiatan budidaya
udang windu.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi Udang Windu (Penaneus monodon)
Di alam terdapat 30.000 Spesies krustacea yang umumnya hidup di laut.
Tubuh bersegmen, ruas-ruas pembentuk kepala tumbuh menjadi satu. Tubuh
terdiri dari cephalotorax dan abdomen serta ditutupi oleh carapace (Nuraini,

2009).
Klasifikasi udang windu menurut Rusmiyati (2010), adalah sebagai
berikut:
Filum
Kelas
Sub Kelas
Super Ordo
Ordo
Sub Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Arthropoda
: Crustaceae
: Malacostraca
: Eucarida
: Decapoda
: Natantia
: Penaeidae

: Penaeus
: Penaeus monodon
Gambar 1. Udang windu (Penaeus monodon)
Sumber : BPBAP Ujung Batee
Secara internasional udang windu dikenal sebagai black tiger, tiger shrimp,

atau tiger prawn. Istilah tiger ini muncul karena corak tubuhnya berupa garis-garis
loreng mirip harimau, tetapi warnanya hijau kebiruan. Nama ilmiah udang windu
adalah Penaeus monodon. Udang ini termasuk crustacea (udang-udangan) dan
dikelompokkan sebagai udang laut atau udang penaide bersama dengan jenis
lainnuya, seperti udang putih atau udang jrebung (Penaeus merguensis), udang

4

werus atau udang dogol (Metapenaeus spp), udang jari (Penaeus indicus) dan
udang kembang (Penaeus semiculatus) (Rusmiyati, 2010).
Udang windu termasuk dalam familia Penaidae, Sub Ordo Natantia, Ordo
Decaoda dan Klas Crustacea. Kelompok ini hidup di dasar perairan/bentik, tidak
menyukai cahaya terang dan bersembunyi di lumpur pada siang hari. Bersifat
kanibal, terutama dalam keadaan lapar dan tidak ada makanan tersedia,

mempunyai eksresi smoniak yang cukup tinggi dan untuk pertumbuhan
diperlukan ganti kulit (moulting) (Sumeru, 1992).
Udang windu memiliki kulit tubuh yang keras dari bahan chitin. Warna
sekujur tubuhnya hijau kebiruan dengan motif lereng besar. Tubuh udang windu di
bagi menjadi dua bagian besar yaitu bagian cephalothorax dan abdomen
(Rusmiyati, 2010).
Bagian cephalotorax yaitu bagian kepala yang menyatu dengan bagian
dada terdiri atas kepala dan dada. Terdapat 13 ruas, 5 ruas ada di kepala dan 8 ruas
ada di dada. Cephalothorax dilindungi oleh kulit chitin yang tebal atau juga
dengan karapas (carapace). Bagian depan kepala yang menjorok merupakan
kelopak kepala yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi atau disebut
juga dengan cucuk (rostrum). Cucuk di kepala ini memiliki tujuh buah gerigi di
bagian bawah. Sementara itu, di bagian pangkal bawah kepala terdapat sepasang
mata (Rusmiyati, 2010).
Bagian abdomen terdiri atas enam ruas perut dan satu ekor (telson). Bagian
ini memiliki lima pasang kaki renang (pleopoda) yang berfungsi untuk berenang
dan sepasang sirip ekor (uropoda) yang membantu gerakan melompat dan naik
turun. Ujung sirip ekor membentuk ujung ekor yang disebut telson. Di bawah
pangkal ujung ekor terdapat anus (Rusmiyati, 2010).


5

2.2 Sifat dan Kehidupan Udang Windu (Penaeus monodon)
Di alam, udang windu biasa memakan berbagai jenis Crustacea besar,
Brachyura, benda-benda nabati, Polychaeta, Mollusca, ikan-ikan kecil dan
Crustacea kecil dalam jumlah yang terbatas (Sumeru, 1992).
Udang windu windu bersifat nocturnal, yaitu hewan yang aktif mencari
makanan pada saat malam hari. Hal ini merupakan sifat alami dari udang,
sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka bersembunyi di dalam substrat
atau lumpur (Rusmiyati, 2010).
Menurut Buwono (1993), pemberian pakan udang windu harus di
sesuaikan dengan tingkah laku udang dalam hal mencari makanan. Udang bersifat
nocturnal, yakni aktif mencari makan bila suasana gelap.
Syarat mutlak untuk terpenuhinya pemberian pakan yang baik adalah
merata, dalam arti dapat diusahakan agar satu individu udang memperoleh bagian
pakan yang sama dengan individu lainnya, sehingga di harapkan dengan
pemberian pakan merata, pertumbuhan akan seragam. Dengan danya seleksi alam,
sejalan dengan lamanya waktu pemeliharaan, udang yang lemah akan mengalami
kematian dan udang yang memiliki daya tahan standar akan mampu bertahan dan
tumbuh dengan baik (Sumeru, 1992).

Udang juga terkenal dengan sifatnya yang rakus, dimana udang memiliki
usus yang tidak terlalu panjang, sehingga proses pencernaan makanan cepat sekali
berlangsung dan perut udang cepat sekali kosong (Rusmiyati, 2010).
Udang windu juga bersifat kanibal. Kanibalisme merupakan fenomena
rantai makanan dimana makhluk hidup tersebut memakan mekhluk hidup lainnya

6

yang sejenis. Udang windu dapat melakukan penyerangan terhadap sesame
jenisnya, udang sehat akan menyerang udang yang lemah. Hal ini lebih sering
terjadi saat udang sedang sakit dan saat terjadinya proses moulting. Seperti
diketahui, saat proses moulting udang akan berada pada kondisi fisik yang lemah
dan kulit belum mengeras. Sifat kanibalisme biasanya akan muncul terutama bila
udang tersebut dalam keadaan kurang pakan sedangkan kepadatan udang di
tambak cukup padat (Rusmiyati, 2010).
Secara alami udang tumbuh di perairan laut, yang didahului dengan proses
ganti kulit (moulting). Fenomena ini merupakan indikasi awal pertumbuhan
hewan crustacea. Proses tersebut merupakan salah satu sifat bilogis udang yang
berlangsung secara periodic (Buwono, 1993).
Interval moulting bagi udang muda lebih pendek daripada udang dewasa,

dimana semakin besar udang frekuensi moulting semakin menurun (Buwono,
1993).
Sifat berikutnya dari udang windu adalah berupa, pakan dan kebiasaan
makan (feeding behaviour), berdasarkan kebiasaan makan, udang ini dapat
dikelompokkan dalam golongan hewan pemakan segala (omnivora). Pada awal
kehidupannya, yaitu pada saat persediaan kuning telur habis, udang mulai mencari
makanan alami berupa plankton nabati seperti skeletonema, amphora, navicular,
tertraselmis dan lain sebagainya. Setelah mencapai ukuran pasca larva dan udnag
muda (yuwana), selain dari makanan tersebut, udang juga memakan plankton
jenis cyanophyceae, dan plankton hewani dari rotifer, protozoa, copepoda dan lain
sebagainya. Sedangkan apabila udang telah mencapai ukuran dewasa, maka ia
mulai makan daging hewan lunak seperti moluska, cacing annelida, udang-

7

udangan (crustacea) dan anak-anak serangga sperti chironomus dan lain
sebagainya. Di tambak, udang juga dapat memakan plankton, klekap, lumut dan
hewan bentos, namun jika padat penebaran tinggi, maka makanan tambahan
mutlak diperlukan (Rusmiyati, 2010).
Udang windu hidup dan mencari makan di dasar perairan (benthic). Udang

windu merupakan hewan pemakan lambat dan terus menerus dan digolongkan ke
dalam hewan pemakan segala macam bangkai (omnivorous scavenger) atau
pemakan detritus dan karnivora yang memakan krustacea kecil, amphopoda dan
polychataeta (Rusmiyati, 2010).
2.3 Kualitas Air Untuk Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon)
Air merupakan media hidup bagi udang dan organisme lainnya penting
untuk diperhatikan. Kesalahan mengelola air berakibat fatal bagi kesehatan
pembenihan. Untuk memperoleh air laut yang bersih selain mengambil langsung
dari laut dapat pula dihasilkan melalui penyaringan (Rusmiyati, 2010).
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam usaha budidaya udang,
perlu di perhatikan kualitas air yang baik. Persyaratan yang layak bagi beberapa
parameter kualitas air bagi budidaya udang akan di jelaskan satu persatu (Sumeru,
1992).
2.3.1 Oksigen Terlarut (DO)
Tersedianya oksigen dalam air sangat menentukan kehidupan udang.
Rendahnya kadar oksigen dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan
lambatnya pertubuhan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Fungsi oksigen di

8


tambak selain untuk pernapasan organisme juga untuk mengoksidasi bahan oranik
di tambak (Buwono, 1993).
Dilihat dari jumlahnya, oksigen terlarut adalah satu jenis gas terlarut di
dalam air urutan kedua setelah Nitorgen. Namun jika dilihat kepentingannya bagi
kehidupan ukan dan udang, oksigen menempati urutan paling atas. Oksigen yang
sangat diperlukan udang untuk pernafasannya harus dalam bentuk terlarut dalam
air, karena udang tidak dapat memanfaatkan oksigen langsung dari udara
(Sumeru, 1992).
2.3.2 Salinitas
Berdasarkan toleransinya terhadap salinitas, maka udang windu termasuk
ke dalam golongan euryhaline laut, yaitu hewan laut yang mampu hidup pada air
tawar. Di beberapa tempat, udang windu ditemukan masih mampu hidup pada
salinitas 40 permil, namun terbukti mengalami pertumbuhan yang lambat. Nilai
salinitas yang optimal bagi udang windu adalah 15-25 permil. Jika nilai salinitas
terlalu tinggi, konversi rasio pakan akan tinggi sehingga untuk mengantisipasinya,
volume penggantian air harus diperbesar (Sumeru, 1992).
Salinitas yang terlalu tinggi sering terjadi pada musim kemarau, sedangkan
pada waktu musim hujan salinitas terlalu rendah. Untuk mengatasi hal tersebut
maka penggunaan air artesis dari sumur bor sangat bermanfaat (Buwono, 1993).
2.3.3 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman air (pH) menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam
larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam mol per
liter) pada suhu tertentu (Sumeru, 1992).

9

Kisaran normal pH air untuk udang berkisar 7,5 – 8,5. Tambak yang baru
di bangun pada lahan hutan bakau dan belum direklamasi, umunya pH air sangat
rendah yakni sebesar di bawah 5. Air yang memiliki pH sangat rendah umumnya
disebabkan oleh keasaman tanah. Pengaruh langsung dari pH rendah adalah
menyebabkan kulit udang menjadi keropos dan selalu lembek karena tidak dapat
membentuk kulit baru (Buwono, 1993).
2.3.4 Suhu
Beberapa pengamat menemukan bahwa udang windu tidak dapat hidup
pada suhu kurang dari 15 ºC atau lebih dari 40 ºC. Suhu optimal bagi udang windu
adalah 28 ºC - 30 ºC. Selain pengaruh langsung mematikan, suhu juga secara tidak
langsung mempengaruhi metabolisme, daya larut gas-gas, termasuk oksigen serta
berbagai reaksi kimia air (Sumeru, 1992).
Perubahan-perubahan yang mendadak dari suhu secara drastis selama
kegiatan budidaya menyebabkan kondisi udang menjadi stress. Untuk
mengantisipasinya dilakukan usaha dengan pembuangan lapisan air permukaan
tambak (Buwono, 1993).
2.3.5 Amoniak
Amonia di dalam air terdiri dari dua bentuk yaitu ion NH 4+ dan NH3,
menurut reaksi NH3 + H2O → NH4+ + OH dengan total ammonia yaitu (NH 4) +
(NH3). Apabila pH air tinggi maka kadar NH3 menjadi keras (Buwono, 1993).
Sumber utama amoniak di dalam air adalah hasil perombakan bahan
organic, sedangkan sumber bahan organic terbesar dalam budidaya intensif adalah
pakan. Sebagian besar pakan yang diberikan akan dimanfaatkan udang untuk
pertumbuhannya, namun sebagian lagi akan di eksresikan dalam bentuk kotoran

10

padat dan amoniak terlarut (NH3) dalam air. Motoran padat pun selanjutnya akan
mengalami perombakan menjadi NH3 (Sumeru, 1992).

11

III. METODE MAGANG

3.1 Waktu dan Tempat Magang
Praktek magang ini dilaksanakan pada 26 Januari sampai dengan 20
Februari 2016 dan bertempat di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP)
Ujung Bate , Provinsi Aceh.
3.2 Metode Praktek Magang
Metode yang digunakan dalam praktek magang ini adalah metode
mentorial dan metode obsevasi/turun langsung kelapangan. Metode mentorial
yaitu berupa pengenalan lingkungan dan lokasi magang serta pengarahan dan
diskusi yang dibimbing oleh pembimbing lapangan.
Metode observasi yaitu praktek secara langsung di lapangan dengan
pengumpulan data yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan pengamatan/pengukuran secara langsung di lapangan, wawancara
dengan pegawai/staff BPBAP. Sedangkan data sekunder dengan melakukan studi
pustaka yaitu melakukan pengumpulan data berupa literatur-literatur yang
bersumber dari buku, jurnal dan internet.
3.3. Jadwal Kegiatan Magang
Praktek magang ini akan dilaksanakan di Balai Perikanan Budidaya Air
Payau (BPBAP) Ujung Batee. Jadwal kegiatan magang dapat dilihat pada Tabel 1.

12

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Magang di (BPBAP) Ujung Batee
Jenis Kegiatan

Minggu Ke1

Pengenalan dan
peninjauan lokasi
magang

Seminar
hasil
praktek magang
di
BPBAP
BPBAP Ujung
Batee

3

4
Kegiatan berupa penyerahan
peserta
magang
kepada
pembimbing
lapangan
dan
kemudian pengenalan lokasi
praktek magang
Kegiatan dilakukan di lapangan
dibimbing oleh pembimbing.



Pengenalan alat
dan bahan dalam

pengukuran
kualitas air
Pengukuran
kualitas air

Dokumentasi

2

Keterangan











Kegiatan dilakukan di lapangan
dibimbing oleh pembimbing.


Kegiatan dilakukan di lokasi
praktek magang
Kegiatan Dilakukan Di Ruangan
Serbaguna BPBAP Ujung Batee



IV. HASIL PRAKTEK MAGANG

4.1 Keadaan Umum BPBAP Ujung Batee
Lokasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee berada di
Kabupaten Aceh Besar dengan dua lokasi pengembangan. Lokasi pertama (balai
satu) terletak di Desa Durung Kecamatan Mesjid Raya dengan luas areal 2,09 ha.

13

Sarana dan Prasarana terdiri dari gedung kantor, bak induk bandeng, bak induk
Kerapu, hatchery Bandeng, hatchery Kerapu, laboratorium pakan alami,
laboratorium hama dan penyakit, laboratorium pakan buatan, bak larva outdoor,
bak pakan alami, perpustakaan dan musholla.
Lokasi kedua (balai dua) terletak di desa Neuheun Kecamatan Mesjid
Raya, 1 km dari lokasi pertama dengan luas area 7,58 ha. Sarana dan prasarana
terdiri dari bak induk udang windu, bak induk kelong/lambouh, hatchery udang
windu, bak pakan alami massal, reservoir air laut 450 ton, bak pakan alami,
tambak pendederan, tambak calon induk, tambak udang windu dan bak
pembesaran ikan nila salin.
4.1.1 Sejarah Berdirinya BPBAP Ujung Batee
Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee berdiri pada tanggal 5 Agustus
1986 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.473/kpts/OT.210/8/1986 dengan
nama “SUB Centre Udang” dan disempurnakan lagi dengan SK Menteri Pertanian
No. 264/kpts/OT.210/1994 tanggal 18 April 1994 menjadi “Loka Budidaya Air
Payau’. Pada saat itu Loka Budidaya Air Payau Ujung Batee diberi tugas
melaksanakan penerapan teknik budidaya air payau serta kelestarian sumber daya
ikan di lingkungan wilayah Indonesia bagian Barat khususnya Sumatera.
Pada Tanggal 19 Oktober 1999, Loka Budidaya Air Payau mendapat tugas
berdasarkan SK Menteri Pertanian No.1040.1/kpts/ik.150/10/1999/ dan SK
Menteri Eksploitasi Laut dan Perikanan No. 65 tahun 2000. Selanjutnya pada
tanggal 18 November 2002 Loka Budidaya Air Payau mendapat tugas sebagai
pelaksana “Teknik Pembenihan dan Pembudidayaan Ikan Air Payau” serta
pelestarian sumber daya induk atau benih ikan dan lingkungan berdasarkan SK
Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.49/MEN/2002.

14

Pada perkembangan terakhir sesuai dengan kebutuhan Organisasi Loka
Budidaya Air Payau berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.PER.08/MEN/2006 tanggal 12 Januari 2006 mendapat peningkatan ke III/a
sehingga struktur organisasi meningkat menjadi Balai Perikanan Budidaya Air
Payau Ujung Batee. Secara umum usaha aplikasi teknik dan segala aspek kegiatan
dan sumberdaya manusia terus berkembang sesuai kebutuhan dinamika
kehidupan, walaupun dalam berbagai sisi masih harus dilakukan pembinaan dan
dipacu perkembangannya.
Sejak berdirinya Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee sudah
mulai memproduksi benur yang berada di Desa Durung. Namun produksinya
masih sangat terbatas disebabkan fasilitas yang kurang mendukung sehingga
usaha pembenihan udang sempat tidak berjalan selama beberapa tahun. Kemudian
pada tahun 1997, dibawah kepemimpinan Bapak Sugeng Raharjo, S.pi Balai
Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee mulai menjalankan kembali usaha
pembenihan yang telah lama terbengkalai.
Pada tahun 2005 kegiatan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau sempat
terhenti selama beberapa bulan karena adanya musibah gempa bumi dan tsunami
pada akhir tahun 2004 yang melanda daerah Aceh dan Sumatera. Balai Perikanan
Budidaya Air Payau Ujung Batee mulai beroperasi kembali pada bulan Mei tahun
2005. Sampai tahun 2007 ada beberapa keberhasilan usaha yang dirintis oleh
Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee antara lain, pembenihan udang windu,
budidaya udang windu, budidaya udang putih, pembenihan dan budidaya ikan
bandeng, budidaya kepiting sangkat, produksi pakan alami dan budidaya kerapu
kertang. Kegiatan usaha tersebut dipimpin oleh seorang kepala proyek yang

15

berada dibawah pembinaan dan pengawasan Balai Perikanan Budidaya Air Payau
Ujung Batee.
4.1.2 Visi dan Misi BPBAP Ujung Batee
Adapun visi dari BPBAP Ujung Batee yaitu sebagai pusat pengembangan
dan informasi dalam pendampingan teknologi budidaya air payau dalam
menunjang pembangunan perikanan budidaya yang ramah lingkungan, berdaya
saing, berkelanjutan dan berkeadilan.
Adapun misi dari BPBAP Ujung Batee, yaitu:
1. Mengkaji dan menerapkan teknologi budidaya air payau yang sederhana,
efisien, berdaya guna dan berhasil guna.
2. Meningkatkan peranan balai sebagai pendamping teknologi di masyarakat
dalam rangka proses alih teknologi.
3. Meningkatkan kualitas dan kapabilitas sumberdaya manusia BPBAP Ujung
Batee.
4. Mewujudkan sentral pengembangan bank induk udang windu unggul,
mendorong berkembangnya usaha perikanan budidaya air payau yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

4.1.3 Tugas dan Fungsi BPBAP Ujung Batee
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee, merupakan salah satu
Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) di Lingkungan Departement Kelautan dan
Perikanan yang bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan dan
Budidaya. BPBAP Ujung Batee mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
1. Tugas Pokok

16

Penerapan teknik pembenihan dan budidaya ikan air payau serta pelestarian
sumberdaya induk atau benih ikan dan lingkungan. Dalam melaksanakan
tugasnya, BPBAP Ujung Batee menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan
pembudidayaan ikan air payau.
b. Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi
personil pembenihan serta pembudidayaan ikan air payau.
c. Pengkajian sistem dan tata pelaksana produksi dan pengelolaan induk
udang dan induk dasar ikan air payau.
d. Pelaksanaan pengujian teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air
payau.
e. Pengkajian standar pengawas benih, pembudidayaan serta pengendalian
hama dan penyakit ikan air payau.
f. Pengkajian standar pengendalin lingkungan dan sumberdaya induk/benih
ikan air payau.
g. Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih
dan pembudidayaan ikan air payau.
h. Pengelolaan dan pelayanan informasi dan publikasi pembenihan dan
pembudidayaan ikan air payau.
i. Pelaksana urusan tata usaha dan rumah tangga.
4.1.4 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja
Dalam menjalankan tugas, struktur organisasi merupakan salah satu hal
yang penting. BPBAP Ujung Batee dipimpin oleh seorang kepala balai dan
beranggotakan petugas urusan rumah tangga dan tata usaha dan beberapa bagian,
yaitu:

17

a. Sub bagian tata usaha yang mempunyai tugas melaksanakan urusan
keuangan, asistensi operasional serta kelompok jabatan fungsional seperti
pembenihan, divisi budidaya dan koordinator laboratorium pengendalian
lingkungan.
b. Tata usaha terdiri dari bagian pelaksana keuangan, administrasi dan rumah
tangga.
c. Asistensi operasional terdiri dari sub seleksi pelayanan teknik yang
mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, penerapatan pemeliharaan dan
budidaya ikan air payau.
d. Sub seksi informasi dan publikasi kegiatan perekayasaan teknik
pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau serta pengelola
perpustakaan.
e. Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
pekerjaan,

pengujian,

penerapan,

standar

atau

sertifikasi

teknik

pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau.
f. Pengendalian hama dan penyakit, pengawasan budidaya sesuai dengan
tugas masing-masing.
4.1.5 Sarana dan Prasarana BPBAP Ujung Batee
Untuk mendukung kegiatan BPBAP secara keseluruhan, dilengkapi
dengan berbagai sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki sampai
dengan tahun 2016, terdiri dari:
a. Hatchery Udang
kegiatan pemijahan, pemeliharaan larva, dan pentokolan udang di Desa
Neheun, yang meliputi:


Bak perkawinan induk udang

18



Bak pemeliharaan larva-post larva



Bak pendedaran/pentokolan



Bak kultur fitoplankton



Bak treatment air baku

b. Hatchery Ikan
Terdapat dua komoditas utama yang menjadi andalan balai, yaitu ikan
bandeng (Chanos chanos) dan ikan kerapu (Ephinephelus fuscoguttatus/kerapu
macan dan E.Lanceolatus/kerapu kertang), disamping itu ikan lainnya seperti nila
salin dan kerapu tikus. Beberapa sarana untuk mendukung produksi benih ikan
yang dimiliki balai diantaranya:


Bak pemijahan induk kandeng/kerapu



Bak pemeliharaan larva dan juvenil



Bak kultur fitoplankton

c. Laboratorium
Kegiatan laboratorium memiliki fungsi yang cukup penting, diantaranya
adalah mendukung seluruh kegiatan teknis dan membantu masyarakat
(pembenih/tambak) dalam melakukan analisis penyakit dan lingkungan. Beberapa
kegiatan seperti analisis kualitas tanah dan air, pengujian PCR dan produksi bibit
plankton. Laboratorium yang dimiliki BPBAP Ujung Batee antara lain:


Laboratorium kesehatan ikan



Laboratorium kualitas air



Laboratorium pakan alami

19

Laboratorium pakan alami sebagai komponen yang vital dalam produksi
benih (ikan dan udang) laboratorium pakan alami dilengkapi beberapa fasilitas
untuk mendukung kontuinitas penyediaan plankton antara lain:


Ruang kultur murni alga (seperti Chlorella sp., Nannochloropsis sp.,
Skeletonema sp., Chaetoceros sp. dan Dunaiella sp.).



Ruang kultur semi-massal (intermediate)



Ruang kultur massal alga dan rotifer (Brachionus sp.)



Bak race-way untuk kultur bio-massa artemia

d. Tambak/kolam
Tambak atau kolam yang dimiliki BPBAP Ujung Batee seluruhnya berada
di lokasi II. Tambak/kolam semuanya berjumlah 11 petak tambak/kolam dengan
konstruksi beton dan tanah, serta penggunaannya untuk pendederan dan
pembudidayaan
Tabel 2. Tambak/ kolam di BPBAP Ujung Batee
Jumlah
4 petak
1 petak
1 petak
1 petak

Luas per unit (m2)
3000
3000
3000
2000

Konstruksi fisik
Beton dilapisi plastik
Beton
Beton
Tanah

Penggunaan
Budidaya intensif
Pembuangan limbah
Pengendapan air (tandon)
Budidaya sistem ekstensif

4.2 Kegiatan Magang
Tambak yang akan digunakan sebagai media budidaya adalah tambak
beton berbentuk persegi empat yang dibagian pinggirnya dilapisi plastic mulsa.
Luas tambak 50 × 60 m dengan kedalaman air 100 cm dan volume air berkisar
3000 m³. Pada sekeliling tambak dipagari dengan jaring agar terhindar dari hama
dan predator.
Keberhasilan kegiatan budidaya udang windu (Penaeus monodon) sangat
ditentukan oleh kualitas air tambak. Untuk mendapatkan kualitas air yang baik

20

bagi pertumbuhan dan perkembangan udang windu (Penaeus monodon) di dalam
tambak, maka perlu dilakukan persiapan tambak. Adapun hal-hal yang harus
dilakukan dalam persiapan tambak meliputi:
4.2.1 Pengeringan tambak
Pengeringan tanah tambak bertujuan untuk mengurangi senyawa-senyawa
beracun yang terjadi selama tambak terendam air. Memungkinkan terjadinya
pertukaran udara dalam tambak sehingga proses mineralisasi bahan organik yang
diperlukan untuk pertumbuhan plankton dapat berlangsung, serta untuk
membasmi hama, penyakit, dan benih-benih ikan liar yang bersifat predator
ataupun kompetitor.

Gambar 2. Pengeringan tambak
4.2.2 Kedok taplok dan pengolahan dasar tambak
Kedok taplok merupakan pengangkatan lumpur dasar tambak untuk
meguapkan gas-gas beracun. Kemudian melakukan pengolahan tanah dasar
menggunakan cangkul, dengan kedalaman tidak lebih dari 30 cm, kegiatan ini
berguna untuk mengangkat unsur hara dan menumbuhkan plankton pada pada
saat telah di isi air nanti. Pengolahan dasar tanah tambak dilakukan agar unsur

21

toksin dalam bongkahan tanah teroksidasi dengan sempurna. Setelah tanah dasar
tambak di cangkul, kemudian dibalik dan lumpur hitam yang ada didalam
tambak

harus

diangkat.

Gambar 3. Kedok taplok tanah dasar tambak
4.2.3 Penebaran molase
Molase adalah sejenis cairan sisa proses pengkristalan gula pasir. Sumber
molase itu sendiri didapatkan dari tebu. Molase bermanfaat untuk mengasilkan
bakteri pengurai baik dalam budidaya budidaya udang maupun untuk menambah
unsur hara di dalam tambak.

Gambar 4. Penebaran molase
4.2.4 Pengapuran tambak
Pengapuran berfungsi untuk meningkatkan pH tanah dan air, membunuh
jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar, mengikat dan mengendapkan
butiran lumpur halus, memperbaiki kualitas tanah serta mengikat fosfat yang
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton. Pengapuran dilakukan dengan

22

cara disebar merata di permukaan tanah dasar tambak. Dosis kapur yang
diberikan dalam pembesaran udang windu ini adalah 500 kg/300 m².

Gambar 5. Kapur
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengapuran tambak yaitu:
1. Pemberian kapur dilakukan saat dasar tambak kering, setelah pembilasan.
2. Pemberian kapur disarankan pada waktu dimana angin tidak berhembus
kencang untuk mencegah kapur beterbangan keluar tambak. Tempatkan
posisi tubuh yang membelakangi arah angin agar kapur tidak mengenai
tubuh saat pemberian kapur.
3. Tebarkan kapur serata mungkin didasar tambak.
4. Diamkan tambak selama beberapa hari setelah pengapuran, kemudian isi
dengan air. Jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan, bila pH mencapai
7,5-8,5 setelah pengapuran itu menunjukkan bahwa proses pengapuran telah
berhasil.

23

4.2.5 Pemasangan Kincir
Kincir merupakan alat yang digunakan untuk mempertahankan
kandungan oksigen terlarut selama kegiatan budidaya udang tetap tesedia dengan
baik. Pemasangan kincir dilakukan setelah tanah dasar tambak benar-benar kering.
Kincir yang di pasang di tambak BPBAP Ujung Batee adalah sebanyak 4 buah.
Kincir tersebut di pasang setiap sudut tambak dan arah putaran kincir di atur agar
pada saat kincir hidup akan membuat arus searah mengelilingi tambak sehingga
kotoran yang ada di tambak akan terbawa arus dan mengendap di bagian tengah
tambak.
Gambar 6. Kincir
4.3 Pemasukan Air
Air yang yang dimasukkan kedalam tambak yang pertama adalah air
payau dengan salinitas antara 11-13 ppt. Air dimasukkan hingga ketinggian 3040 cm lalu dibiarkan beberapa hari untuk menumbuhkan plankton. Air yang
masuk ke tambak harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari ikan-ikan liar

maupun hama pembawa penyakit dan predator lain masuk kedalam tambak.
Penyaringan air yang masuk menggunakan filter bag yang di pasang pada pipa
inlet.

24

Gambar

7.

Pemasukan air
Setelah pemasukan air payau, dilakukan penambahan air laut yang sudah
disterilkan terlebih dahulu di bak tandon. Pengisian air laut dari tandon hingga
mencapai kedalaman 100 cm dan salinitas air tambak juga meningkat menjadi
20 ppt. Tambak yang sudah berisi air harus diberikan treatment (perlakuan), yaitu
pemberian racun (pestisida) untuk membunuh crustacea dan ikan liar yang
mungkin lolos masuk kedalam tambak. Racun (pestisida) di tebar pada tambak
adalah racun (pestisida) yang bermerek Nufaq dengan dosis 5 liter pada 300.000
m³.
Setelah dilakukan penebaran racun (pestisida), dibutuhkan waktu 13-15
hari sampai kandungan racun tersebut hilang. Setelah kandungan racun di
perairan tambak dipastikan sudah tidak ada lagi, barulah benur udang dilepaskan
ke dalam tambak.
4.4 Penebaran Benur
Penebaran benur dilakukan setelah perairan tambak dalam kondisi yang
mendukung. Penebaran benur harus dilakukan dengan hati-hati, dikarenakan
benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. Benur yang di
tebar di tambak berjumlah 90.000 ekor. Penebaran benur di tambak dilakukan
dengan prosedur tertentu guna meminimalisir matinya benur.

25

Gambar

8.

Pemasukan benur
Adapun prosedur yang harus diperhatikan dalam penebaran benur adalah:


Aklimatisasi
Plastik wadah benur direndam selama 2-5 menit, agar terjadi penyesuaian
suhu antara air tambak dan dalam plastik.



Pengeluaran benur
Dilakukan dengan membuka sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan
benur keluar sendiri keair tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri,
dapat dimasukkan ketambak dengan perlahan dan hait-hati.

4.5 Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan berupa pakan alami dan pakan buatan yang sesuai
dengan stadia dan umur udang. Pakan dari jenis alga terdiri dari Skeletonema sp,
dan artemia. Pemberian pakan diberikan 2 kali sehari pada jam 07.00 dan 17:00.
Pemberian pakan dua kali sehari dilakukan sampai udang berumur satu bulan.
Pada bulan berikutnya pemberian pakan kembali disesuaikan berdasarkan
kebutuhan.

26

Gambar 9. Pemberian

Pakan

4.6 Monitoring Kualitas Air
Kegiatan monitoring kualitas air di tambak bertujuan untuk memastikan
bahwa kualitas air tambak sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan udang
windu (Penaeus monodon) yang dibudidayakan. Metode pengukuran kualitas air
yang digunakan selama praktek magang di BPBAP Ujung Batee adalah
elektrometri dan refractometri.
Metode elektrometri merupakan metode analisis dengan adanya interaksi
antara zat kimia dengan energi listrik. Alat-alat yang menggunakan metode ini
adalah DO meter, thermometer digital dan pH meter. DO meter adalah alat untuk
menganalisa kadar oksigen terlarut, thermometer untuk menganalisa suhu dan pH
meter untuk menganalisa kadar pH (derajat keasaman).
Metode yang digunakan untuk menentukan kadar garam terlarut dalam air
disebut refractometri yang menggunakan alat yang disebut dengan refractometer.
Prinsip alat ini adalah dengan memanfaatkan refraksi atau pembiasan cahaya.
Refraksi atau pembiasan cahaya terjadi ketika berkas cahaya melewati bidang
batas dua medium yang berbeda indeks biasnya.

27

4.6.1 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut diukur dengan metode elektrometri dengan menggunakan
multiparameter. Sebelum digunakan, multiparameter dikalibrasi terlebih dahulu.
Kalibrasi dilakukan untuk memastikan apakah alat tersebut stabil dan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Prosedur pengukuran oksigen terlarut yaitu
dengan cara memasukkan ujung detektor dari alat multiparameter kedalam
perairan tambak. Multiparameter dihidupkan dengan menekan tombol Power/On
kemudian tekan tombol Mode sampai multiparameter menunjukkan pengukuran
parameter oksigen terlarut. Untuk membaca hasil pengukuran, tunggu beberapa
detik hingga angka pada layar sudah benar-benar stabil dan hasilnya dicatat.
Setelah itu kabel dibilas dengan air bersih agar bersih dan alat tidak cepat rusak.

Gambar 10. Pengukuran oksigen terlarut
Pengukuran Oksigen terlarut menggunakan multiparameter dan dilakukan
dua kali sehari, yaitu pada pagi pukul 05:00 sampai 06:00 dan sore hari pukul
17:00 sampai 18:00. Hasil yang pengukuran DO dapat dilihat pada grafik
dibawah.

DO (mg/L)

28

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Pa
gi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Hari ke-

G
rafik 1. Hasil pengukuran DO (mg/L)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan selama 23 hari. Dari grafik diatas
dapat dilihat bahwa kandungan oksigen terlarut di tambak berada pada kisaran
4,62 - 8,9 mg/L.
4.6.2 Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan metode refraktometri. Alat yang
digunakan adalah Refraktometer. Prinsip kerja alat ini adalah dengan
memanfaatkan refraksi. Refraksi atau pembiasan cahaya adalah pembelokan
cahaya ketika berkas cahaya melewati bidang batas dua medium yang berbeda
indeks biasnya.
Sebelum digunakan, refractometer harus dikalibrasi terlebih dahulu.
Kalibrasi menggunakan air bersih dilakukan untuk mengetahui kinerja alat. Pada
bagian kaca prisma ditetesi air bersih lalu diamati melalui eye piece layar display
hingga pembacaan menunjukan angka nol (0), lalu permukaan prisma
dikeringkan dengan tissue.
Air sampel yang berada diperairan diambil dan kemudian ditetesi pada
bagian kaca prisma, lalu prisma ditutup. Pastikan air sampel menyebar secara
merata dan tidak ada gelembung udara dipermukaan prisma. Skala salinitas dapat
dilihat melalui eye piece yang menunjukkan angka salinitas.

29

25

Gambar 11. Pengukuran Salinitas

Salinitas (ppt)

20
15
10
Salinitas

5
0

Hari ke-

Pengukuran salinitas menggunakan refractometer dan dilakukan pada pagi hari
pukul 05:00 sampai 06:00. Hasil pengukuran dapat dilihat pada grafik dibawah.
Grafik 2. Hasil pengukuran salinitas (ppt)
Pengukuran salinitas dilakukan selama 23 hari. Dari grafik diatas dapat
dilihat bahwa salinitas di tambak berada pada kisaran 11 ppt sampai 20 ppt.
4.6.4 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) diukur dengan metode elektrometri menggunakan
pH meter. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi

30

dilakukan sebelum alat digunakan untuk memastikan apakah alat tersebut stabil

dan hasil yang didapatkan lebih akurat.
Gambar 12. Pengukuran pH
Prosedur pengukuran pH yaitu dengan cara memasukkan ujung detektor
pH meter ke dalam perairan, kemudian pH meter di hidupkan dengan menekan
tombol Power/On, tunggu hingga angka pada layar sudah benar-benar stabil dan
kemudian hasilnya dicatat. Setelah itu pH meter dibilas dengan air bersih agar
bersih dan alat tidak cepat rusak.
Pengukuran pH menggunakan pH meter dan dilakukan dua kali sehari
yaitu pada jam 05:00-06:00 dan 17:00-18:00. Hasil pengukuran pH dapat dilihat

pH

pada grafik dibawah.
8.2
8
7.8
7.6
7.4
7.2
7
6.8
6.6
6.4

Pagi
Sore

Hari ke-

Grafik
3. Hasil Pengukuran pH

31

Pengukuran pH dilakukan selama 23 hari. Dari grafik diatas dapat dilihat
bahwa pH di tambak berada pada kisaran 7,1 sampai 8,1.
4.6.5 Suhu
Suhu di ukur dengan metode elektrofotometri dan menggunakan
multiparameter. Sebelum digunakan, multiparameter dikalibrasi terlebih dahulu.
Kalibrasi dilakukan agar hasil yang di dapat bisa lebih akurat. Prosedur
pengukuran suhu yaitu dengan cara memasukkan ujung detektor multiparameter
kedalam perairan tambak. Multiparameter di hidupkan dengan menekan tombol
Power/On kemudian tekan tombol Mode sampai menunjukkan parameter
pengukur suhu, tunggu beberapa detik hingga angka pada layar benar-benar stabil
dan catat hasilnya. Setelah itu, kabel multiparameter dibilas dengan air bersih agar
bersih dan alat tidak cepat rusak.

Gambar 13.
Pengukuran

suhu

Suhu (oC)

32

35
30
25
20
15
10
5
0

Pagi
Sore

Hari ke-

Pengu
kuran suhu menggunakan multiparameter dilakukan dua kali sehari, pagi pukul
05:00 sampai 06:00 dan sore 17:00 sampai 18:00. Hasil pengukuran suhu dapat
dilihat pada grafik dibawah.
Grafik 4. Hasil Pengukuran suhu ( C )
Pengukuran suhu dilakukan selama 23 hari. Dari grafik diatas dapat
dilihat bahwa pengukuran suhu di tambak berada pada kisaran 26,9 oC sampai
31,8 oC.
4.6.6 Amoniak
Pengukuran kandungan amoniak di tambak dilakukan sebelum benur
dimasukkan. Pengukuran kadar ammoniak dilakukan oleh pegawai BPBAP Ujung
Batee dari bagian laboraturium. Hasil dari pengukuran menunjukkan kandungan
amoniak di tambak adalah 0,07 ppm.
4.6.7 Nitrit
Pengukuran kandungan Nitrit di tambak dilakukan sebelum benur di
masukkan. Pengukuran kadar nitrit di lakukan oleh pegawai BPBAP Ujung Batee
dari bagian laboraturium. Hasil dari pengukuran menunjukkan kandungan nitrit di
tambak 0,20 ppm.

33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktek magang teknik pengukuran kualitas air dalam kegiatan
budidaya udang windu (Penaeus monodon) di Balai Perikanan Budidaya Air
Payau Ujung Batee, Provinsi Aceh, pengukuran oksigen terlarut, suhu dan pH
dilakukan dua kali sehari, pagi pukul 05:00 sampai 06:00 dan sore 17:00 sampai
18:00. Salinitas diukur sekali saja pada pagi hari pukul 05:00 sampai 06:00.
Sedangkan pengukuran ammoniak dan nitrit di tambak dilakukan oleh pihak
laboraturium sebelum benur di masukkan. Metode pengukuran kualitas air yang
digunakan selama praktek magang di BPBAP Ujung Batee adalah elektrometri
untuk mengukur oksigen terlarut, suhu dan pH dan refractometri untuk mengukur
salinitas.
5.2 Saran
Dalam praktek magang ini dirasakan masih belum maksimal. Karena
proses budidaya udang windu di tambak berlangsung sekitar 3 sampai 4 bulan.
Sedangkan praktek magang hanya berlangsung selama 1 bulan, hal tersebut
mengakibatkan mahasiswa tidak dapat mengikuti segala aktifitas di tambak dalam
periode 1 siklus penuh. Oleh karena itu untuk praktek magang berikutnya
diharapkan dapat disesuaikan lama waktu magang yang diberikan dan lama waktu
magang yang dibutuhkan agar peserta praktek magang mendapatkan hasil yang
maksimal.

34

Salah satu visi dan misi dari BPBAP Ujung Batee adalah melakukan
transfer ilmu dan alih teknologi kepada masyarakat. Demi tercapainya tujuan
tersebut, pihak balai perlu mengadakan suatu program magang dengan
memberikan pelatihan langsung terutama kepada masyarakat yang mempunyai
usaha di bidang budidaya udang yang berada di Provinsi Aceh. Program magang
yang di laksanakan seperti masyrakat melakukan aktifitas budidaya langsung di
tambak BPBAP Ujung Batee dan di bimbing dan di dampingi oleh karyawan/staff
BPBAP Ujung Batee. Dengan dilakukannya program magang tersebut,
masyarakat diharapkan dapat memperoleh ilmu tentang bagaimana melakukan
budidaya udang yang baik dan benar.

35

DAFTAR PUSTAKA

Buwono, D. 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif.
Kanisius. Yogyakarta.
H.S. Nuraini, dan Rusliadi. 2009. Avertebrata Air. Pusat Pengembangan
Pendidikan Universitas Riau. Pekanbaru.
Pulungan, C. dan R.M., Putra. 2014. Kumpulan Istilah Biologi Perikanan.
Universitas Riau. Pekanbaru. (tidak diterbitkan).
Rusmiyati, S. 2010. Pintar Budidaya Udang Windu (Langkah Tepat, Prospek
Cerah Meraih Rupiah). Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Sahidir, I. 2010. Tentang BBAP Ujung Batee. artaquaculture.blogspot.co.id.
diakses pada 24 April 2016.
Sumeru, U dan S, Anna. 1992. Pakan Udang Windu. Kanisius. Yogyakarta.
Wardana, Y. 2011. Kajian Prospek Komoditas Induk Udang Windu Pada Kawasan
Pesisir Perairan Pantai Di Daerah Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Agrisep Universitas Padjajaran. Bandung.
Widanarni. D, Wahjuningrum. dan F, Puspita, . 2012. Aplikasi Bakteri Probiotik
Melalui Pakan Buatan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang
Windu. Jurnal Sains Terapan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institu Pertanian Bogor, Edisi II Vol-2 (1) :
32 – 49 (2012). Bogor.

36

LAMPIRAN

37

Lampiran 1. Peta Lokasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee
(BPBAP), Provinsi Aceh

38

Lampiran 2. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran kualitas air

Multiparameter

Refraktometer

39

pH Meter

40

Lampiran 3. Dokumentasi Praktek Magang

Persiapan tambak

Pembuatan jembatan anco

Pengecoran

Penebaran pestisida

Pembimbing memberi pengarahan

Perbaikan instalasi listrik

41

Lampiran 4. Sarana dan Prasarana Tambak BPBAP Ujung Batee

Tambak

Bak Tandon

Rumah Rehat

Kincir

Gudang

Pos Jaga

42

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Kualitas air di Tambak Udang Windu
Ha
ri
ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

DO
(mg/L)
pH
Pa Sor Pag
gi
e
i
Sore
4.7
8 7.83 7.4
7.7
4.5
6 7.23 7.2
7.5
5.0
1 8.34 7.2
7.4
5.3
5 7.54 7.4
7.8
4.6
2 8.34 7.5
7.8
5.3
4 8.87 7.1
7.6
5.2
8
8.9 7.9
8.1
5.3
8 7.94 7.4
7.5
5.2
9 8.56 7.6
7.7
5.5
7 8.43 7.3
7.7
4.6
9 8.65 7.2
7.5
4.8
5 7.34 7.2
7.5
5.6
7 7.69 7.6
7.9
4.7 7.02 7.1
7.7
4.8
5 8.13 7.3
7.5
5.7
3 7.24 7.1
7.6
5.1
4 6.92 7.8
7.9
5.2
6 7.24 7.7
7.8
5.2
1 7.45 7.4
7.7
5.4
5 7.41 7.2
7.6
4.7
4 7.76 7.3
7.9

Suhu ( ̊C )
Pagi

Sore

Salinitas
(mg/L)

27

29.5

11

27.3

29.2

20

28.1

28.8

20

27.5

29.7

20

28.6

29.2

20

29.6

31.1

20

28.7

30.2

19

27.9

31.2

19

28.8

29.8

19

28.6

30.2

18

28.5

31.2

18

27.9

29.8

18

28.5
27.9

30.2
31.5

18
17

28.2

31.8

17

27.7

29.8

17

27.4

30.1

17

28.4

29.3

17

28.8

30.7

17

29.8

31.2

17

29.4

31.2

17

43

22
23

4.9
8
4.7
8

7.83

7.2

7.5

26.9

30.1

17

7.46

7.4

7.8

27.5

31.5

16

44

Lampiran 6. Sertifikat Bukti Magang

45

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PENGUKURAN KUALITAS AIR PADA KOLAM BUDIDAYA
UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA
AIR PAYAU UJUNG BATEE PROVINSI ACEH

OLEH
MUHAMMAD ISNAN ZUHRI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

46

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PENGUKURAN KUALITAS AIR PADA KOLAM BUDIDAYA
UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA
AIR PAYAU UJUNG BATEE PROVINSI ACEH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau

OLEH
MUHAMMAD ISNAN ZUHRI
NIM: 1304121789

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

47

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru-Panam. Pekanbaru
Telp : (0761) 63274, Fax : (0761) 63275
Laman www.unri.ac.id, e-mail :Faperika.unri.ac.id
PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK MAGANG
Judul Praktek

: Teknik Pengukuran Kualitas Air Pada Kolam
Budidya Udang Windu (Penaeus monodon) Di
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung
Batee Provinsi Aceh

Nama Mahasiswa

: Muhammad Isnan Zuhri

Nomor Mahasiswa

: 1304121789

Jurusan

: Manajemen Sumberdaya Perairan

Program Studi

: Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh

Ketua Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Adriman, M.Si
NIP: 196401011991031009

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Adriman, M.Si
NIP: 196401011991031009

48

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya dengan pertolongan-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan praktek magang ini yang berjudul “Teknik
Pengukuran Kualitas Air Kolam Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon) Di
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee Provinsi Aceh” sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr. Ir. Adriman, M.Si yang telah memberikan petunjuk dan bimbingannya dalam
menyusun laporan praktek magang ini, sehingga laporan praktek magang ini
dapat disusun dengan baik.
Dalam penyusunan laporan praktek magang ini, penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan
praktek magang ini. Semoga laporan praktek magang ini dapat berguna bagi kita
semua.

Pekanbaru, April 2016

49

Muhammad Isnan Zuhri

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22