Profil Faktor Pencetus Migren Pada Pasien Migren di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Migren adalah salah satu masalah klinis yang paling umum dan sering

dikeluhkan dalam dunia medis. Migren adalah gangguan neurovaskular yang
ditandai dengan episode nyeri kepala rekuren, disfungsi sistem saraf otonom dan
pada beberapa pasien tertentu disertai dengan aura berupa gejala neurologis
(Vanmolkot, De Hoon, 2010). Prevalensi migren biasanya dimulai setelah
pubertas dan berlanjut sampai usia pertengahan akhir. Prevalensi migren pada
orang dewasa adalah 10-12% setahun. Migren tanpa aura merupakan jenis migren
yang tersering dijumpai. Rasio migren tanpa aura berbanding migren dengan aura
adalah 5 : 1 (Peter P, 2009).
Menurut statistik, prevalensi migren sebesar enam kali lipat epilepsi,
namun masalah ini sering terabaikan di bidang pendidikan maupun penelitian
kedokteran. Padahal migren sering menjadi penyebab menurunnya kualitas hidup

dan mempunyai dampak besar di bidang sosial-ekonomi (Smitherman et al,
2011). Diperkirakan masalah ini mengakibatkan hilangnya pekerjaan sebesar
100.000 hari per 100 pernderita migren, sehingga menduduki peringkat ke-3
dalam pengeluaran terbanyak di bidang Neurologi setelah demensia dan stroke.
Sangat sulit untuk menentukan prevalensi yang tepat dari migren pada
masyarakat, mengingat tidak semua penderita berobat ke dokter (Lipton, 2007).
Angka kejadian migren lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki, kurang lebih tiga kali lebih banyak (Ojini, et al., 2009). Perempuan lebih
banyak terkena migren diduga karena faktor hormonal (hormonally-driven)
berupa estrogen. Di Negara Barat angka kejadian migren berkisar antara 8-14%,
sedangkan di Asia lebih rendah yaitu 4-8%. Penelitian di Eropa dan Amerika
menunjukkan bahwa 15-18% perempuan, 6-8% laki-laki, 4% anak-anak
mengalami migren setiap tahun, sedangkan di Asia 10% pada perempuan dan 3%
pada laki-laki. Data di Indonesia menunjukkan angka kejadian migren di Medan

Universitas Sumatera Utara

2

sebesar 18,26% pada perempuan dan 14,87% pada laki-laki sedangkan di Jakarta

sebesar 52,5% pada perempuan dan 35,8% pada laki-laki (Funaidi., 2013).
Patofisiologi terjadinya migren masih belum dapat dipastikan. Teori
mengenai patofisiologi migren yang berkembang saat ini adalah teori
neurovaskular yang komprehensif, yaitu gabungan antara teori neurogenik dan
teori vaskular. Teori neurovaskular menyatakan bahwa pada penderita migren
terdapat suatu keadaan hipereksitabilitas, yaitu bila otak terpapar lingkungan yang
mencetuskan migren, akan terjadi perubahan neurokimia, aktivasi sistem
trigeminovaskular, pelepasan peptida vasoaktif, inflamasi neurogenik dan
hipereaktivitas serebrovaskular (Goadsby, 2012).
Reaktivitas serebrovaskular merupakan kemampuan vasokonstriksi atau
vasodilatasi pembuluh darah serebral untuk beradaptasi terhadap suatu keadaan
tertentu sebagai salah satu mekanisme autoregulasi serebral, yang dinilai dengan
persentase perubahan aliran darah rata-rata. (Geppetti P, 2012). Reaktivitas
serebrovaskular dapat diprovokasi oleh beberapa hal, seperti perubahan kadar
CO2 (dengan stimulasi hiperventilasi dan tahan napas/inhalasi CO2), injeksi
asetazolamid, dan memposisikan kepala di bawah (Sloan, 2009).
Pada

beberapa


penelitian,

telah

dibuktikan

adanya

reaktivitas

serebrovaskular yang lebih tinggi pada penderita migren dengan aura
dibandingkan dengan orang normal (Sinclair, 2012). Namun pada penelitian yang
dilakukan oleh Moghaddasi et al. menunjukkan bahwa reaktivitas serebrovaskular
fase interiktal lebih rendah secara signifikan pada penderita migren dengan aura
dibandingkan migren tanpa aura (Moghaddasi et al., 2008). Pada penelitian
Indriyati, didapatkan penurunan bermakna reaktivitas serebrovaskular pada sisi
nyeri penderita migren dengan aura dibandingkan sisi tidak nyeri fase interiktal
dan kontrol sehat (Indriyati, 2012).
Faktor resiko dari migren pada perkembangan anak dipengaruhi oleh
orang tua yang menderita migren. Faktor pencetus berupa perubahan lingkungan

secara eksternal atau internal menjadi pemicu terjadinya migren. Contoh faktor
pencetusnya adalah trauma, stres psikogenik, hormonal, usia, gangguan tidur,
kelelahan, iklim, beberapa jenis makanan yang mengandung tiramin atau

Universitas Sumatera Utara

3

monosodium glutamate. Bagi faktor familial, resiko anak yang terkena migren
lebih besar jika kedua orang tuanya mempunyai riwayat yang sama (Silberstein,
2013).
Lebih lanjut, dikemukakan bahwa stres memiliki dampak yang positif
maupun negatif. Menurut Selye, terdapat dua jenis stres, yaitu eustress, stres yang
mempunyai dampak positif bagi kehidupan seseorang dan distress, stres yang
dapat membawa dampak negatif bagi seseorang. Selain itu, stres diasosiasikan
sebagai penyebab naiknya angka kematian pada populasi umum (Roohafza, et al.,
2007).
Migren saat ini menduduki urutan ke-20 dari semua penyakit yang
menyebabkan disabilitas di dunia (Migraine Research Foundation). Penelitian
sebelumnya juga melaporkan hal yang sama (Stovner, et al., 2007), bahwa

penderita migren mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari saat
serangan timbul. Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan
bahwa migren merupakan jenis nyeri kepala yang cukup sering terjadi di
masyarakat, dengan gejala klinis yang bervariasi dan dapat menimbulkan
disabilitas. Namun, belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai migren itu
sendiri, terutama di Indonesia.
Hal-hal itulah yang mendorong saya untuk melakukan penelitian ini. Saya
berharap karya tulis ini akan bermanfaat untuk mempelajari mengenai nyeri
kepala migren, angka kejadian migren, karasteristiknya, serta faktor pencetus
yang akan sangat membantu dalam mendiagnosa dan mencegah timbulnya
migren. Penelitian dalam karya tulis ini berupa studi kasus yang dilakukan di
Rumah Sakit Umum Pendidikan (RSUP) Haji Adam Malik Medan. Data yang
digunakan adalah data rekam medis pasien yang berobat ke Poliklinik Saraf
RSUP HAM Medan pada tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara

4

1.2


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka rumusan

masalah adalah bagaimana profil faktor pencetus pasien migren yang berobat ke
Poliklinik Saraf di RSUP HAM Medan pada tahun 2014.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran profil faktor pencetus migren di RSUP HAM

Medan pada tahun 2014.

1.3.2


Tujuan Khusus

1. Mengetahui tanda dan gejala klinis yang dialami oleh pasien migren di
RSUP HAM Medan selama periode 2014.
2. Mengetahui faktor pencetus apa saja yang terdapat pada pasien migren di
RSUP HAM Medan selama periode 2014.

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Akademisi
Mengetahui gambaran profil faktor pencetus migren di RSUP HAM
Medan selama periode 2014.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Menambah referensi dan bahan kajian fakultas dalam bidang ilmu saraf,
mengenai nyeri kepala khususnya migren.
3. Masyarakat
Menambah wawasan dan pemahaman masyarakat mengenai gambaran
profil faktor pencetus migren, sebagai upaya dalam meningkatkan

kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas hidup, dengan melakukan
pengobatan yakni memeriksakan diri ke dokter, serta dapat menghindari
faktor-faktor pencetus terjadinya serangan migren.

Universitas Sumatera Utara