Analisis Usahatani Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Studi Kasus : Desa Marihat Bandar, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ubi-ubian adalah sekelompok tanaman yang menghasilkan makanan cadangan
dalam bentuk modifikasi dari akar atau batang. Ubi-ubian mempunyai
kemampuan cadangan makanan dalam bentuk modifikasi batang dan akar, itulah
sebagai tanaman ubi-ubian dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat penting,
disamping tanaman serealia. Salah satu tanaman ubi-ubian yang penting adalah
ubi kayu (Darjanto dan Murjati, 1980).
Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan yang utama, tidak saja di
Indonesia tapi juga di dunia. Di Indonesia, ubikayu merupakan makanan pokok
ketiga setelah padi dan jagung. Ubi kayu merupakan salah satu komoditas yang
layak dikembangkan untuk mendukung program ketahanan pangan, dikarenakan
komoditi ini dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan yang dapat
dikonsumsi langsung sebagai pengganti beras. Selain itu juga ubi kayu berperan
sebagai bahan baku industri, baik dalam bentuk gaplek dan tepung tapioka
ataupun makanan olahan.
Di bidang industri, ubi kayu menghasilkan bioethanol, yang dapat dijadikan
bahan bakar nabati, karena memiliki kandungan oksigen lebih tinggi sehingga
terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi, dan ramah lingkungan karena
mengandung emisi gas karbon monoksida lebih rendah dibandingkan dengan

bahan bakar minyak (Anonim, 2007).

Potensi ubi kayu di Indonesia sangat besar baik ditinjau dari sisi sebagai
sumber bahan pangan utama karbohidrat setelah padi dan jagung, maupun sebgai
bahan pakan dan bahan baku industri.
Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), ubi kayu
memberikan kontribusi tanaman pangan terbesar ketiga setelah padi dan jagung
pada tahun 2003 sebesar 6,1 triliun (hanya dari on farm). Kontribusinya terhadap
produksi ubi kayu dunia adalah

sebesar 10%, dimana pada tahun 2002

produksinya sebesar 16.913.104 ton, tahun 2003 sebesar 18.523.810 ton, tahun
2004 sebesar 19.249.169 ton (ARAM II).
Seluruh produksi ubi kayu terutama di negara berkembang dan bagian terbesar
berasal dari pertanian kecil yang sering memiliki lahan yang diolah seadanya. Ubi
kayu sangat penting bagi penduduk pedesaan miskin sebagai tanaman tumpuan
bahkan juga selama musim kemarau dikarenakan tanaman ini toleransi terhadap
kekeringan dan masa tanam panen yang fleksibel menjadikan ubi kayu sebagai
tanaman pangan cadangan yang sangat bernilai bagi penduduk miskin

(Rubatzky, 1998 ).
Kabupaten Simalungun, keadaan agroekosistemnya hampir sama dengan
daerah lainnya di wilayah Provinsi Sumatera Utara, yaitu dominasi praktek
usahatani adalah lahan kering. Dari gambaran fisik, agronomi, klimatologi dan
sosial ekonomi kemasyarakatan, maka masyarakat pertanian di Kabupaten
Simalungun menunjukkan pola usahatani berbasis tanaman pangan, perkebunan
dan hortikultura. Pola usaha yang dijalankan adalah menanam tanaman pangan
(monokultur tanaman pangan), menanam tanaman perkebunan (monokultur

2

perkebunan), campuran tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura. Kombinasi
ini sangat tergantung pada keadaan lahan dan sistem usahatani sekeliling petani.
Pola-pola usahatani yang dinampakkan petani Simalungun dewasa ini perlu
dievaluasi dari berbagai segi, misalnya keragaman pola, kelayakan usaha dan
keputusan menerapkan pola tersebut. Analisa kelayakan usaha bermanfaat dalam
mengevaluasi nilai manfaat biaya dari kegiatan usahatani tersebut. Informasi
tentang jenis usahatani dan pola usaha yang memberikan keuntungan untuk
membantu petani dalam mengambil keputusan jenis usaha yang digeluti.
Pada tahun 2010, Kabupaten Simalungun, dengan luas panen ubi kayu 12.569

ha, produksi 353.930 ton merupakan penyumbang hasil ubi kayu sebesar 39,08 %
dari produksi total Propinsi Sumatera Utara dengan produksi 905.571 ton.
Sementara data tahun 2011 menunjukkan bahwa terjadi penurunan produksi dan
luas panen menjadi 327.185 ton dengan luas panen 11.843 ha (BPS Provinsi
Sumatera Utara dalam Angka 2012).
Salah satu sentra produksi ubikayu di Sumatera Utara adalah Kabupaten
Simalungun, untuk melihat produksi ubikayu di Kabupaten Simalungun dapat
dilihat pada Tabel 1.

3

Tabel 1.

Data luas lahan panen ubi kayu, produksi, produktivitas Di
Kabupaten Simalungun per kecamatan (2013).
Kecamatan
Luas lahan
Produksi
Produktivitas
panen (Ha)

(Ton)
(Kw/Ha)
Silimakuta
23
555
241,21
P. Silimakuta
27
730
270,34
Purba
210
5.094
242,57
Haranggaol Horison
35
851
243,18
Dolok Pardamean
198

4.800
242,42
Sidamanik
105
2.625
250,02
P. Sidamanik
73
1.794
245,78
Girsang Simp.Bolon
199
4.843
243,36
Tanah Jawa
637
18.148
284,9
Hatonduhan
491

14.124
287,67
Dolok Panribuan
224
5.845
260,95
Jorlang Hataran
250
6.597
263,86
Panei
418
11.027
263,81
Panombeian Panei
516
13.669
264,9
Raya
257

6.970
271,22
Dolok Silau
290
7.083
244,22
Silau Kahean
465
11.027
245,77
Raya Kahean
436
11.428
281,16
Tapian Dolok
695
19.259
284
Dolokbatu Nanggar
461

12.994
281,86
Siantar
230
6.379
277,35
Gunung Malela
77
2.088
271,21
Gunung Maligas
186
4.596
266,43
Hutabayu Raja
787
21.607
274,55
Jawa M. Bahjambi
69

1.831
265,38
Pematang Bandar
601
17.477
290,8
Bandar Huluan
1.208
34.955
289,36
Bandar
1.876
54.493
291,1
Bandar Masilam
372
10.575
284,28
Bosar Maligas
207

5.803
280,33
Ujung Padang
224
5.844
260,87
Kabupaten
11.843
327.182
276,27
Simalungun
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2014
Dari Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2013 produksi ubikayu
Kabupaten Simalungun sebesar 327.182 ton, dimana kecamatan yang menjadi
sentra produksi terbesar adalah Kecamatan Bandar dan Kecamatan Bandar
4

Huluan. Dan Kecamatan yang memiliki produksi terbesar adalah kecamatan
Bandar dengan produksi sebesar 54.493 ton. Hal ini menunjukan bahwa
Kecamatan Bandar memiliki potensi dan minat petani yang besar untuk komoditi

ubi kayu. Sedangkan Kecamatan dengan produksi terkecil adalah Kecamatan
Silimakuta dengan produksi sebesar 555 ton.
Tabel 2.

Data luas panen, produksi, dan rata-rata produksi ubi kayu
Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun (2008-2012).
Luas Panen
Produksi
Rata-rata Produksi

Tahun
(Ha)

(Ton)

(Kw/Ha)

2008

1.701

43.396

255,12

2009

1.803

50.333

279.14

2010

1.661

49.760

299.58

2011

1.872

52.399

279.91

2012

1.572

47.849

304,00

Sumber : BPS Sumatera Utara, 2013
Dari Tabel 2, dapat dijelaskan bahwa tahun 2008 luas panen ubi kayu sebesar
1.701 ha dan produksinya sebesar 43.396 ton, dan pada tahun 2009 mengalami
peningkatan luas panen menjadi 1.803 ha atau meningkat sebesar 5,6 % dan
produksi menjadi 50.333 ton atau meningkat sebesar 13,7 %. Pada tahun 2010
luas panen dan produksi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya luas panen
menjadi 1.661 ha atau berkurung sebesar 8,5 % dan produksi menjadi 49.760 atau
menurun sebesar 1,1 %, hal ini terjadi karena alih fungsi lahan yang dilakukan di
Kececamatan Bandar. Dan pada tahun 2011 luas panen dan produksi mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya luas panen menjadi 1.872 ha dan produksi
menjadi 52.399 ton atau meningkat sebesar 5,03 %. Hal ini terjadi karena adanya

5

dukungan pemerintah kepada petani ubi kayu untuk meningkatkan pendapatan
petani dengan pembebasan lahan kosong. Dan untuk produktivitas tertinggi terjadi
pada tahun 2012 yaitu sebesar 304 kw/ha, hal ini disebabkan petani sudah
menggunakan bibit unggul.
Dari latar belakang

tersebut dimana sebelumnya ubi kayu hanya

dimanfaatkan untuk konsumsi saja, saat ini dengan berkembangannya industri ubi
kayu maka ubi kayu sudah menjadi usahatani atau agribisnis, maka peneliti
tertarik untuk menganalisis usaha ubi kayu.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biaya produksi usahatani ubi kayu di daerah penelitian?
2. Berapa besar pendapatan dari usahatani ubi kayu?
3. Apakah usahatani ubi kayu layak untuk diusahakan?

1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis biaya produksi usahtani ubi kayu di daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis besar pendapatan usahatani ubi kayu di daerah
penelitian.
3. Untuk menganalisis layak atau tidaknya usahatani ubi kayu di daerah
penelitian.

6

1.3 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman bagi petani/produsen ubi kayu dalam menjalankan
usahatani ubi kayunya.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan guna
meningkatkan pendapatan usahatani ubi kayu
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya
4.

Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan

7