Analisis Usahatani Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Studi Kasus : Desa Marihat Bandar, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Tinjauan Pustaka

Ubi kayu atau Manihot esculenta termasuk familia Euphorbiaceae, genus Manihot yang terdiri dari 100 spesies. Ada dua tipe tanaman ubi kayu yaitu tegak (bercabang dan tidak), dan tipe membentang.

Menurut (Richana, 2013) Ubi kayu diklarifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Klas : Magnoliopsida

Order : Malpighales

Famili : Euphorbiaceae

Sub Family : Crotonodeae

Genus : Manihot

Species : Manihot esculenta

Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia (per 100 gram) antara lain: Kalori 146 kal, Protein 1,2 gram, Lemak 0,3 gram, Hidrat arang 34,7 gram, Kalsium 33 mg, Fosfor 40 mg, dan Zat besi 0,7 mg. Buah ubi kayu mengandung (per 100 gram): Vitamin B1 0,06 mg, Vitamin C 30 mg, dan 75% bagian buah yang dapat dimakan. Daun ubi kayu mangandung (per 100 gram): Vitamin A 11000 SI, Vitamin C 275 mg, Vitamin B1 0,12 mg, Kalsium 165 mg, Kalori 73 kal, Fosfor 54 mg, Protein 6,8 mg, Lemak 1,2 gram, Hidrat arang 13 gram, Zat besi 2 mg, dan 87% bagian daun dapat dimakan. Kulit batangnya mengandung


(2)

Perlu diketahui bahwa meskipun ubi kayu diperkirakan dari Brazilia, namun dapat tumbuh dan populer di Indonesia. Karena tanaman ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya karena:

1. Ubi kayu dapat tumbuh pada lahan kering dan kurang subur. 2. Daya tahan terhadap penyakit umumnya relatif tinggi.

3. Masa panennya tidak diburu waktu, sehingga dapat diolah menjadi beragam

makanan utama maupun makanan ringan.

4. Selain itu ubi kayu adalah penghasil kalori yang efisien. Artinya tanaman ubi kayu mempunyai kemampuan dalam menghasilkan kalori yang produktif dan efisien di daerah tropis.

Analisis kelayakan secara keseluruhan menunjukkan bahwa usahatani baik tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan telah memberikan nilai yang positif bagi peningkatan pendapatan petani yang ditunjukkan oleh nilai kelayakan yang menguntungkan tetapi berada pada level positif yang rendah. Hampir semua komoditas dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan meningkatkan penggunaan input serta mengurangi biaya tenaga kerja. Peningkatan penggunaan input dapat meningkatkan produksi komoditas dan selanjutnya memberikan peningkatan pada pendapatan petani.

Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan secara ekonomi, untuk tanaman (padi sawah, padi gogo, jagung, kacang hijau, kacang tanah, bawang merah, dan ubi kayu). Indikator yang digunakan adalah rasio penerimaan dengan total biaya (R/C ratio). Suatu usahatani tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C-nya lebih besar dari satu, dimana semakin tinggi


(3)

nilai R/C ratio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan (Gray et al, 1992).

Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan yang banyak dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Simalungun khususnya di kecamatan Bandar. Tanaman ini umumnya diusahakan di lahan yang cukup luas dan hasilnya umumnya untuk dijual. Petani menjual ubi kayunya kepada Agen pengumpul ubi kayu di Kecamtan bandar dengan harga Rp 900/kg.

2.2 Landasan Teori

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan yang maksimal (Suratiyah, 2009)

Setiap petani dalam pengelolaan usahataninya mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Ada tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang disebut usahatani subsisten, dan ada yang bertujuan mencari keuntungan disebut usahatani komersial. Petani umumnya bertujuan untuk mencari keuntungan dalam meningkatkan penghasilan/pendapatannya bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Rismayani, 2007)


(4)

sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak maupun sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Misalnya biaya pajak yang akan tetap dibayar walaupun usahatani itu besar atau gagal sekalipun. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variable biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Misalnya biaya untuk sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah (Soekartawi, 1995).

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi; luas lahan yang dimilki, jumlah benih yang digunakan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, banyaknya pupuk yang digunakan, banyaknya pestisida yang digunakan, keadaan pengairan, tingkat pengetahuan dan keterampilan, tingkat kesuburan tanah, iklim atau musim, modal yang tersedia. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 2002).

Modal adalah syarat mutlak untuk berlansungnya suatu usaha. Modal dapat dikelompokkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu, juga fungsi. Pembagian modal berdasarkan fungsi sangat penting dilakukan dalam memperhitungkan biya usahatani. Modal berdasarkan fungsinya dibagi atas modal tidak tetap dan modal tetap. Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dipakai sekali dalam produksi, sedangkan modal tetap perlu diperhitungkan terlebih dahulu karena tidak semua


(5)

modal tetap dibebankan pada produksi. Salah satu kosekuensi dari penggunaan modal tetap adalah penyusutan (Suratiyah, 2009).

Penerimaan total (total revenue) adalah seluruh pendapatan yang diterima perusahaan atas penjualan barang hasil produksinya. Penerimaan rata-rata (average revenue) adalah penerimaan dari hasil penjualan setiap unit barang. Penerimaan marginal (marginal revenue) adalah tambahan penerimaan dengan menjual suatu unit lagi hasil produksinya (Soekartawi, 1995).

Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan mengurangi nilai output total (penerimaan) dengan nilai total input (biaya). Selisih dinamakan pendapatan pengelola atau manajemen income. Jadi pendapatan adalah jumlah yang tersisa setelah biaya yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangkan dari penerimaan (Soekartawi, 1995).

Menurut (Nitiseminto dan Burhan, 2000) Studi kelayakan (feabisility study) diartikan sebagai suatu metode penjajahan dari suatu gagasan usaha tentang suatu kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Hal ini perlu dilakukan karena seorang peengusaha tanpa melakukan studi kelayakan sehingga mungkin akan memahami kegagalan dengan kerugian yang sangat besar.

Kelayakan artinya menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain, kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan


(6)

keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas (Kasmir dan Jakfar, 2007).

Dalam uji kelayakan, kriteria yang digunakan yaitu: 1. R/C (Revenue – Cost Ratio)

R/C merupakan kriteria uji kelayakan dengan membandingkan besar penerimaan (revenue) dengan besar biaya yang dikeluarkan (cost). Secara sederhana menggunakan rumus:

a = R/C Dimana:

a = Kelayakan

R = Revenue (penerimaan) C = Cost (biaya)

Besarnya penerimaan merupakan total yang diterima perusahaan dari hasil penjualannya. Secara singkat, formula untuk menghitung besar penerimaan yaitu:

TR = P . Q Dimana:

TR = total revenue (total penerimaan) P = price/harga jual

Q = quantity/jumlah yang terjual

Keuntungan merupakan pendapatan yang diperoleh produsen dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Oleh karena itu semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, semakin besar pula pendapatannya (Teguh, 2010).


(7)

I = TR – TC Dimana:

I = income (pendapatan)

TR = total revenue (total penerimaan) TC = total cost (total biaya)

(Soekartawi, 1993).

2.3 Kerangka Pemikiran

Petani dalam mengusahakan petaninya menggunakan beberapa faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, pupuk/pestisida, bibit, peralatan secara cermat, sebab pengembalian biaya yang dikorbankan akan bergantung dari keberhasilan usahatani yang dikelola. Karakteristik petani juga mempengaruhi dalam usahatani seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani dan juga jumlah tanggungan.

Dari usahatani tersebut diperoleh produksi yang oleh petani akan dijual dengan tingkat harga tertentu. Dari hasil penjualan tersebut petani memperoleh imbalan dalam bentuk uang. Uang yang diterima petani disebut penerimaan atau pendapatan kotor.

Penerimaan atau pendapatan kotor tersebut bila dikurangi dengan biaya produksi dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dikorbankan petani tersebut, disebut dengan pendapatan bersih atau keuntungan dari usahatani ubi kayu. Keuntungan petani juga dapat diketahui dari analisis kelayakan (R/C), sehingga akan terlihat hasilnya apakah usahatani itu menguntungkan (layak) atau tidak menguntungkan (tidak layak) untuk diusahakan. Berdasarkan keterangan


(8)

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Keterangan:

: hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Biaya Produksi

Penerimaan

Menguntungkan (layak)

Tidak menguntungkan

(tidak layak) Analisis (R/C)

Pendapatan Produksi

Harga Jual Petani

Usahatani Ubi Kayu Faktor –faktor Produksi:

• Lahan

• Bibit

• Pupuk/pestisida


(9)

2.4 Hipotesis Penelitian

1) Biaya produksi usahatani ubi kayu di daerah penelitian didominasi oleh biaya bibit


(1)

sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak maupun sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Misalnya biaya pajak yang akan tetap dibayar walaupun usahatani itu besar atau gagal sekalipun. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variable biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Misalnya biaya untuk sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah (Soekartawi, 1995).

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi; luas lahan yang dimilki, jumlah benih yang digunakan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, banyaknya pupuk yang digunakan, banyaknya pestisida yang digunakan, keadaan pengairan, tingkat pengetahuan dan keterampilan, tingkat kesuburan tanah, iklim atau musim, modal yang tersedia. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 2002).

Modal adalah syarat mutlak untuk berlansungnya suatu usaha. Modal dapat dikelompokkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu, juga fungsi. Pembagian modal berdasarkan fungsi sangat penting dilakukan dalam memperhitungkan biya usahatani. Modal berdasarkan fungsinya dibagi atas modal tidak tetap dan modal tetap. Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dipakai sekali dalam produksi, sedangkan modal tetap perlu diperhitungkan terlebih dahulu karena tidak semua


(2)

modal tetap dibebankan pada produksi. Salah satu kosekuensi dari penggunaan modal tetap adalah penyusutan (Suratiyah, 2009).

Penerimaan total (total revenue) adalah seluruh pendapatan yang diterima perusahaan atas penjualan barang hasil produksinya. Penerimaan rata-rata (average revenue) adalah penerimaan dari hasil penjualan setiap unit barang. Penerimaan marginal (marginal revenue) adalah tambahan penerimaan dengan menjual suatu unit lagi hasil produksinya (Soekartawi, 1995).

Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan mengurangi nilai output total (penerimaan) dengan nilai total input (biaya). Selisih dinamakan pendapatan pengelola atau manajemen income. Jadi pendapatan adalah jumlah yang tersisa setelah biaya yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangkan dari penerimaan (Soekartawi, 1995).

Menurut (Nitiseminto dan Burhan, 2000) Studi kelayakan (feabisility study) diartikan sebagai suatu metode penjajahan dari suatu gagasan usaha tentang suatu kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Hal ini perlu dilakukan karena seorang peengusaha tanpa melakukan studi kelayakan sehingga mungkin akan memahami kegagalan dengan kerugian yang sangat besar.

Kelayakan artinya menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain, kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan mereka yang diinginkan. Layak disini diartikan juga akan memberikan


(3)

keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas (Kasmir dan Jakfar, 2007).

Dalam uji kelayakan, kriteria yang digunakan yaitu: 1. R/C (Revenue – Cost Ratio)

R/C merupakan kriteria uji kelayakan dengan membandingkan besar penerimaan (revenue) dengan besar biaya yang dikeluarkan (cost). Secara sederhana menggunakan rumus:

a = R/C Dimana:

a = Kelayakan

R = Revenue (penerimaan) C = Cost (biaya)

Besarnya penerimaan merupakan total yang diterima perusahaan dari hasil penjualannya. Secara singkat, formula untuk menghitung besar penerimaan yaitu:

TR = P . Q Dimana:

TR = total revenue (total penerimaan) P = price/harga jual

Q = quantity/jumlah yang terjual

Keuntungan merupakan pendapatan yang diperoleh produsen dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Oleh karena itu semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, semakin besar pula pendapatannya (Teguh, 2010).


(4)

I = TR – TC Dimana:

I = income (pendapatan)

TR = total revenue (total penerimaan) TC = total cost (total biaya)

(Soekartawi, 1993).

2.3 Kerangka Pemikiran

Petani dalam mengusahakan petaninya menggunakan beberapa faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, pupuk/pestisida, bibit, peralatan secara cermat, sebab pengembalian biaya yang dikorbankan akan bergantung dari keberhasilan usahatani yang dikelola. Karakteristik petani juga mempengaruhi dalam usahatani seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani dan juga jumlah tanggungan.

Dari usahatani tersebut diperoleh produksi yang oleh petani akan dijual dengan tingkat harga tertentu. Dari hasil penjualan tersebut petani memperoleh imbalan dalam bentuk uang. Uang yang diterima petani disebut penerimaan atau pendapatan kotor.

Penerimaan atau pendapatan kotor tersebut bila dikurangi dengan biaya produksi dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dikorbankan petani tersebut, disebut dengan pendapatan bersih atau keuntungan dari usahatani ubi kayu. Keuntungan petani juga dapat diketahui dari analisis kelayakan (R/C), sehingga akan terlihat hasilnya apakah usahatani itu menguntungkan (layak) atau tidak menguntungkan (tidak layak) untuk diusahakan. Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat digambarkan skema kerangka pemikiran sebagai berikut:


(5)

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Keterangan:

: hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Biaya Produksi

Penerimaan

Menguntungkan (layak)

Tidak menguntungkan

(tidak layak) Analisis (R/C)

Pendapatan Produksi

Harga Jual Petani

Usahatani Ubi Kayu Faktor –faktor Produksi:

• Lahan • Bibit

• Pupuk/pestisida • Peralatan


(6)

2.4 Hipotesis Penelitian

1) Biaya produksi usahatani ubi kayu di daerah penelitian didominasi oleh biaya bibit