Struktur Sosial Politik Kerajaan Loloda
Struktur Sosial Politik Kerajaan Loloda di Antara Minoritas Islam dan Mayoritas Kristen Abad XVII-XX
Abd. Rahman 1
Abstrak
Loloda adalah sebuah kata atau konsep yang terkait dengan suatu tempat, bahasa, etnik, mitologi, masyarakat, kerajaan, dan agama, dengan sejarah panjang yang masih kabur. Loloda secara bahasa adalah bahasa orang-orang Loloda, etnik adalah suku bangsa Loloda, mitologi adalah mitos asal mula keberadaan orang dan raja-raja yang pernah menjdi penguasa tertinggi di kerajaan Loloda yang tidak terlepas dari tradisi-tradisi lokal masyarakatnya. Loloda adalah suatu komunitas masyarakat yang telah sejak berabad-berabad yang lalu mendiami sebuah wilayah geografis yang luas. Loloda adalah salah satu kerajaan yang berada di kawasan Laut dan Kepulauan Maluku bagian utara yang cenderung belum dikenalLoloda dan Moro, oleh kebanyakan ahli dianggap adalah dua kerajaan yang sejauh ini belum diketahui kapan terbentuknya. Namun untuk Loloda sendiri menurut beberapa tradisi lokal mengatakan bahwa secara politis kerajaan ini sudah ada sejak tahun 1220 (abad ke-13), sedangkan Moloku Kie Rahayang terbentuk berdasarkan perjanjian Moti/Traktat Moti dan terkonfigurasi pula ke dalam Motir Staten Verbond1322- 1343, secara bersamaan baru muncul pada 1320-an (abad ke-14).Sejak abad ke-
15 (1486) Kata Kunci: Loloda, Struktur, Sosial, Agama, Sejarah
Abstract
Loloda is a word or concept associated with a place, language, ethnic, mythology, society, empire, and religion, with a long history that is still vague. Loloda in the language is the language of the people Loloda, ethnic tribes are Loloda, mythology is the mythical origin of the existence of people and the kings that ever menjdi highest ruler in the kingdom Loloda which is inseparable from the traditions of local communities. Loloda is a community of people who have since many centuries ago inhabited a vast geographical area. Loloda is one of the kingdom which is in the Mediterranean region and northern Maluku Islands which tend not dikenalLoloda and Moro, by most experts consider these two kingdoms which so far is not yet known when the formation. But for Loloda itself according to some local traditions say that politically this kingdom has existed since 1220 (the 13th century), while Kie Rahayang Moloku formed by Moti agreement / treaty Moti and configured into the inner Motir Staten Verbond1322-1343, simultaneously emerged in the late 1320s (the 14th century) .Since the 15th century (1486) Keywords: Loloda, Structure, Social, Religion, History
1 Studi Ilmu Sejarah-Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khairun Ternate & Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
206 Al- Turāṡ Vol. XXI, No. 2, Juli 2015
A. Pendahuluan
tersebar melalui jalur-jalur pelayaran dan perdagangan baik melalui darat (jalur
Fokus kajian di dalam artikel ini sutra) maupun melalui laut. Teori adalah Loloda dalam konteks sejarah Balapan agamisasi antara islamisasi dan perkembangan kehidupan beragama kristenisasi memang telah terjadi sejauh yang dalam hal ini terfokus pada agama pembacaan sumber-sumber sejarah Islam dan Kristen, sebagai bagian dari sebelumnya (Saifuddin Zuhri mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat teori-teori Islamisasi di Indonesia dan daerah ini. Loloda sebagai sebuah lihat pula teori 3G yang terkait dengan kerajaan tua di kepulauan rempah- konsep dasar, sasaran, dan tujuan rempah di kawasan laut dan kepulauan kedatangan bangsa-bangsa Barat di Maluku ini menarik untuk dipertanyakan Nusantara, sejak abad ke-16 hingga 19). apakah kerajaan ini kerajaan Islam Loloda sesungguhnya memiliki (kesultanan) atau bukan? Apakah status sejarah panjang sebagai bagian dari Loloda justru adalah kerajaan Kristen, sejarah kawasan laut dan kepulauan karena masyarakatnya secara umum Maluku. Kerajaan initermasuk tidak justru didominasi oleh penduduk dikenal oleh banyak orang.Informasi beragama Kristen yang tersebar di sejarah mengenai Loloda dalam segala banyak kampung dan desa-desanya baik dimensi kehidupannya belum pernah di utara maupun di selatan, yang pada ditemukan. Kalaupun ada maka masih sisi yang lain struktur pemerintahan bersifat umum dan tidak mendalam. kerajaannya bernuansa Islam, karena Loloda adalah sebuah wilayah geografis para raja dan bangsawannya justru sejak yang sejak abad ke-13 hingga kini abad ke-17 hingga sekarang adalah dikenal oleh masyarakatnya sebagai orang-orang beragama Islam? Fenomena bekas kerajaan pertama, tertua, dan ini sangat jauh berbeda dibanding terbesar di kawasan laut dan kepulauan Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo yang Maluku bagian utara. Sejumlah penulis sudah dikenal sebagai kerajaan-kerajaan lokal maupun asing juga pernah Islam dengan rajanya-rajanya yang menyebutkan julukan-julukan Loloda itu bergelar Sultan.
yang dikenal oleh Loloda adalah sebuah kata, konsep,
sebagaimana
masyarakatnya tersebut. Namun para dan istilah yang identik dengan suku penulis itu tidak pernah mengungkapkan bangsa (etnik), bahasa, kerajaan, sejarah,
ini secara lebih mendalam latar belakang geografi, budaya (adat-tradisi), mitologi,
dan cikal bakal kerajaan ini. Tidak ada dan persaingan yang terjadi dalam hal
pula penjelasan mengenai mengapa agamisasi, yang dalam hal ini adalah
kerajaan Loloda adalah yang terbesar di antara Islam yang disebarkan terutama
kerajaan-kerajaan lain di oleh para mubaligh baik dari Timur-
antara
sekitarnya. Tetapi dalam beberapa Tengah (Arab) maupun India (Gujarat),
dan lokal yang serta Jawa dan Melayu, dengan agama
sumber asing
keberadaannya sudah sangat langka Kristen yang disebarkan oleh para
mengatakan bahwa setelah abad ke-17 misionaris dan orientalis asing Eropa kerajaan ini sudah hilang sehingga sudah yang masuk melalui bangsa-bangsa
sangat jarang disebut-sebut dalam Barat (Portugis dan Spanyol dengan
banyak referensi sejarah mereka. Kristen Katolik-Roma dan Katolik
Loloda adalah salah satu wilayah Ortodoksnya) dan Belanda dengan
yang menjadi bagian dari kepulauan agama Kristen Protestannya) melalui rempah-rempah ( the spices islands ) misi dan zendingnya (UZV), termasuk
iniyang dalam banyak referensi tesebar yang terjadi di Maluku Utara. Islam
Abd. Rahman : Struktur Sosial … 207
dan terpisah-pisah serta langkah itu nampaknya kurang banyak diketahui orang, dibandingkan dengan empat kerajaan utama lainnya di kawasan ini yaitu: Ternate, Tidore, Bacan (Makian), dan Jailolo (Moti). Menurut letak geografisnya kini, Loloda berada di Pulau Halmahera di bagian utara dan Barat. Loloda secara umum terbagi atas dua bagian yaitu Loloda Utara di Halmahera Utara (Halut) dan Loloda Selatan di Halmahera Barat (Halbar). Halmahera adalah pulau terbesar di Propinsi Maluku Utara. Wilayah dan penduduk Loloda secara administratif berada dan tersebar di Kabupaten Halut dan Kabupaten Halbar. Tipologi geografis Loloda terdiri dari Loloda Daratan, Loloda Kepulauan, Loloda Teluk, dan Loloda Pegunungan.
Banyak ungkapan yang kemudian muncul mengenai Loloda sejauh ini di mana Loloda diindikasikan sebagai kata atau
konsep
yang
terabaikan, tersingkirkan, hilang, dan terlupakan dalam sejarah Lokal Maluku Utara dan sejarah nasional Indonesia. Karya-karya tulis mengenai perjalanan sejarah Loloda sejauh ini masih sangat sulit ditemukan oleh karena itu Loloda tidak banyak diketahui
dan karenanya jarang disebutkan. Loloda secara mitologis dan secara geohistoris adalah bagian dari kehadiran atau kemunculan raja dan kerajaan-kerajaan awal dunia Maluku dan Loloda memiliki luas wilayah yang mencakup hampir separuh Halmahera bahkan bisa dikatakan seluruh pulau ini dahulunya adalah bagian dari miliknya. Semestinya ini adalah kebenaran yang tidak dapat diingkari. Akan tetapi rupanya sejarah tentang itu sejauh ini justru masih sangat sulit ditemukan, dan para sejarawan lokal, nasional, bahkan asingpun seolah merasa enggan untuk menulis sejarah Loloda yang mencakup mengenai seberapa luas wilayah Halmahera yang pernah dikuasai Loloda.
Kalaupun ada yang menuliskannya, maka semuanya masih nampak belum mendalam dan rinci. Namun kenyataan, tidak berarti bahwa Loloda telah hilang sama sekali dan bukan berarti bahwa sejarahnya sudah tidak bisa diluruskan atau
ditulis
kembali, karena sesungguhnya apabila ingin ditelusuri secara lebih jauh maka sumber-sumber yang menyebutkan tentang keberadaan Loloda itu masih bisa ditemukan hanya saja diperlukan ketekunan dan kesabaran mencarinya.
Sesungguhnya
masih terdapat sejumlah data tentang Loloda walaupun terhitung langka dalam ketersediannya. Ketersediaan sumber-sumber tradisi lisan nampaknya sejauh ini menjadi sangat
penting
terutama ketika menghadapi permasalahan kelangkaan sumber-sumber tertulis berupa arsip dan dokumen-dokumen tertulis lainnya dan tentu saja sumber itu dapat menjadi petunjuk awal bagi penemuan sumber- sumber sejarah Loloda yang tertulis (Jan Vansina). Oleh karena itu tidaklah etis jika kemudian semangat untuk meneliti dan menulis sejarah kehadiran Loloda menjadi surut, karena sesungguhnya jika bertekun dan bersabar diri maka bisa diyakinkan bahwa sumber-sumber yang dibutuhkan untuk itu masih dapat ditemukan, baik yang bertema sosial, ekonomis, budaya, maupun politik.
Pertanyaan berikutnya yang menarik adalah apakah teori-terori Islamisasi yang selama ini dikenal dan diterapkan di Nusantara, juga berlaku di kerajaan Loloda hingga abad ke-19 itu? Meskipun di banyak sumber yang dikemukakan oleh sejarawan asing itu setelah abad ke-
17 menganggap bahwa Loloda hanyalah sebuah kerajaan kecil dan miskin yang sudah hilang tenggelam dari dunia Maluku (Leonard Y. Andaya). Sebuah hipotesis dapat penulis sampaikan di sini bahwa mungkin salah satu yang membuat Loloda tidak terkonfigurasi ke
208 Al- Turāṡ Vol. XXI, No. 2, Juli 2015
Verbond Keempat kerajaan inilah yang (Persekutuan Raja-Raja Maluku, 1322-
dalam Motir
Staten
terkonfigurasi ke dalam organisasi 1343) di mana Loloda tidak pernah
Persekutuan Raja-Raja Maluku, dari terdengar sebagai kerajaan Islam dengan
hasil Pertemuan Moti (di pulau Moti) di raja yang bergelar sultan) adalah karena
abad ke-14 tersebut. Keempatnya persoalan agama? Karena para peserta
kemudian dikenal dengan Moloku Kie pertemuan Moti lainnya menganggap
Raha (empat kerajaan gunung Maluku). bahwa raja Loloda lemah dan tidak
Sesungguhnya Loloda adalah bagian konsisten dalam menyebarkan agama
integral dari Dunia Maluku. Namun, Islam secara luas di kalangan
kenyataannya sejarah Loloda seolah masyarakat-masyarakat
hilang dari dunia itu. Adalah menarik pedalaman yang masih didominasi oleh
primitif
konsep-konsep penduduk
untuk
meninjau
historiografis dari Bernard Lewis (2009) animisme
yang
berkepercayaan
dalam kaitannya dengan sejarah Loloda politeisme, seperti pada etnik Alifuru.
yang terabaikan ini yakni, Sejarah yang Ketidaktegasan Raja Loloda dalam
Diingat, Ditemukan Kembali, dan Ditemu-
Islamisasi, membuat rakyat Loloda yang Ciptakan . Semestinya dari sisi yang lain, beragama
Loloda di masa lalu tidak terlepas dari dibandingkan yang beragama Kristen,
dinamika pergolakan politik di antara mayoritas penduduk Loloda beragama
kerajaan-kerajaan lokal tradisional dunia Kristen, karena kelemahan Raja Loloda
Maluku di bagian utara. Nampaknya dalam misi Islamisasi atas penduduk asli
pertanyaan seperti ini sering muncul di Loloda pada hampir semua wilayah
hadapan penulis.
kerajaan Loloda hingga kini, justru Menjawab pertanyaan ini rupanya dimanfaatkan oleh para misionaris
tidak semudah apa yang dibayangkan. Eropa/Barat terutama Belanda dengan
Perlu kajian mendalam, untuk bisa Missi dan Zendingnya (UZV) untuk
menjelaskan secara lebih baik setiap agama Kristen Protestannya. Sehingga
jawaban atas setiap pertanyaan yang empat kerajaan gunung Maluku (MKR)
muncul.
yang sudah resmi menjadi kerajaan Islam sejak abad ke-15 dan yang
1. Masuk dan Berkembangnya Dua
tergabung ke dalam
organisasi
Agama
Persekutuan Moti, meninggalkan Loloda
sendiri dan menolaknya sebagai kerajaan
a. Pengaruh Agama Islam
Islam/kesultanan. Gelar Sultan pada raja
dalam
Struktur
Loloda tidak diakui dan kerajaan Loloda
Pemerintahan Kerajaan
pun tidak diakui sebagai sebuah
kesultanan di Maluku. Hipotesis ini Di Maluku Utara terdapat adalah merupakan suatu hal yang aneh
tradisi lisan tentang masuknya Islam. namun
Dalam tradisi lisan ( oral tradition ) kebenarannya dan dalam hal ini, kasus
digambarkan bahwa Islam sudah masuk Loloda adalah
di kepulauan Maluku terutama Ternate pengecualian apabila dibandingkan
merupakan suatu
sejak abad kedelapan Masehi atau abad dengan kerajaan-kerajaan yang sudah
kedua Hijriah. Menurut tradisi ini, pada berbasis Islam di Maluku dengan raja
sekitar abad ke-2 Hijriah (abad yang bergelar sultan, seperti Kesultanan
kedelapan Masehi), telah tiba empat Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan
orang Syekh buron dari Irak di Bacan, dan Kesultanan Jailolo.
kepulauan Maluku Utara. Mereka adalah
Abd. Rahman : Struktur Sosial … 209
Syekh Mansur, Syekh Yakub, Syekh Loloda adalah salah satu Amin, dan Syekh Umar. Kedatangan
daerah yang merupakan pusat kekuatan empat orang Syekh ini dikaitkan dengan
politis yang melahirkan gelar kolano terjadinya pergolakan politik di Irak,
(raja) yang dibantu oleh Jougugu (kapita ketika golongan Syiah dibunuh oleh
laut dan hukum), sebagaimana halnya Penguasa bani Umaiyah dan Bani
fungsi-fungsi politik yang serupa di Abbasyiah. 2 Syekh Mansyur menyiarkan
Ternate. Faktanya ialah bahwa penguasa agama Islam di Ternate dan Halmahera
Loloda tertinggi bergelar kolano Muka dan ketika tutup usia, ia
sebagaimana halnya gelar kolano dimakamkan di gunung Gamalama
sebelum digantikan dengan gelar Sultan Ternate. Syekh Yakub menyebarkan
bagi raja Ternate dan Tidore, namun agama Islam di Tidore dan Makian, dan
kemudian Loloda dinyatakan terpisah. ketika tutup usia, ia dimakamkan di
Pada abad ke-17 Loloda telah menjadi gunung Makian ( Kie Besi
). Syekh Amin 5 pusat Islam karena pada tahun 1686 dan Umar menyiarkan agama Islam di
namun Islam dinyatakan baru masuk Halmahera Belakang, Maba, Patani, dan 6 Loloda pada tahun 1656. Di Loloda
sekitarnya. Keduanya
dikabarkan
desa yang menjadi tempat utama kembali ke Irak. 3 kediaman kolano adalah sebuah desa
Kehadiran empat orang Syekh Muslim di tepi sungai Loloda, yang di atas bisa dikatakan melalui Cina yang
dapat disimpulkan bahwa kolano pada langsung menuju ke Kawasan Laut dan
waktu itu telah menganut Islam juga. Kepulauan Maluku bagian Utara
Tetapi menurut van Baarda Kolano (Maluku Utara). Hal ini berdasarkan tiga
Loloda dan segenap aparat kerajaannya argumentasi. Pertama , pada masa itu,
sudah menganut Islam sebelum abad ke- hubungan Cina dengan Timur Tengah 7 19 pertengahan. Jika berpatokan pada
terjadi melalui jalur darat sehingga pandangan Mapanawang, maka ini disebut dengan “jalur sutra”. Rempah-
berarti bahwa islamisasi di Loloda rempah yang diperdagangkan oleh orang
lamban jika Cina itu diambil dari Kepulauan
sungguh
sangat
dibandingkan dengan tempat-tempat lain Maluku. 4 di Nusantara.
Tahun 1662 penduduk Loloda
diperkirakan berjumlah 200 orang dan di Djoko Suryo, “Bulan Sabit di Bawah
tahun 1686 muslim Loloda berjumlah 16
Rimbunan Cengkeh: Islamisasi Ternate atau Ternatesasi Islam” dalam Moloku Kie Raha
orang. Sementara penduduk Alifuru
dalam Perspektif Budaya
dan
Sejarah
Masuknya Islam , (Ternate: HPMT Press, Ternate Bandar Jalur Sutera, (Ternate: Lintas
2005), h. 120, dalam Mustafa Mansyur. 2013.
2001), h. 4 dalam Mustafa Mansyur. 2013. Transformasi Politik di Loloda Maluku Utara
Transformasi Politik di Loloda Maluku Utara (1808-1945) . (Bandung: PPS-UNPAD (Tesis),
(1808-1945) , h. 141.
2013), h. 140. 5 Arend L Mapanawang, Loloda Kerajaan 3 Djoko Suryo, “Bulan Sabit di Bawah
Pertama Moluccas (Sejarah Kerajaan Loloda Rimbunan Cengkeh, h. 120; Irza Arnyta
Maluku) , (Tobelo: Yayasan Medika Mandiri Djafaar, Dari Moloku Kie Raha hingga Negara
Halmahera, 2012), h. 63.
Federal Biografi Politik Sultan Ternate 6 Arend L Mapanawang, Loloda Kerajaan Iskandar
Pertama Moluccas (Sejarah Kerajaan Loloda (Yokyakarta: Bio Pustaka, 2005), h. 19; dan
Maluku) , (Tobelo: Yayasan Medika Mandiri Mustafa Mansyur, Transformasi Politik di
Halmahera, 2012), h. 143. Loloda Maluku Utara (1808-1945) , h. 14.
7 Arend L Mapanawang, Loloda Kerajaan 4 R.Z. Leirissa, “Jalur Sutera: Integrasi Laut-
Pertama Moluccas (Sejarah Kerajaan Loloda Darat dan Ternate sebagai Bandar di Jalur
Maluku) , (Tobelo: Yayasan Medika Mandiri Sutera” dalam Yusuf Abdulrahman, et al.,
Halmahera, 2012), h. 143.
210 Al- Turāṡ Vol. XXI, No. 2, Juli 2015
berjumlah 60 orang.Pada 1911 sekitar 19 10 sini bisa jadi adalah Loloda dan Ibu. desa dengan jumlah penduduk 4000 jiwa
tradisi oral yang Muslim, Kristen, dan Pagan. Pada tahun
Berdasarkan
dikemukakan, dapat dikatakan bahwa 1686 terdapat lima desa yang ditempati
Islam telah masuk di Maluku Utara oleh orang-orang Alifuru (di luar desa-
khususnya Ternate dan Loloda sejak desa Muslim utama), lima desa orang
abad kedelapan Masehi. Versi lain dapat Alifuru itu adalah Lobo-Lobo, Tobo-
Hikayat Ternate Tobo, Kedi Togolami, dan Bakune,
dilihat
dari
sebagaimana yang ditulis oleh Naidah mereka semua berjumlah kira-kira 60
dan mitos mengenai kelahiran Raja orang. Desa-desa Alifuru yang lain
Loloda.
adalah, Baru, Bakun, Kedi, dan Laba. 8 Di Loloda, meskipun cerita Kedua , jalur pelayaran melalui Selat
tentang masuknya Islam tidak dimuat Malaka belum
dalam berbagai catatan terutama hikayat, hubungan antara para pedagang dari
terjadi, sehingga
namun berdasarkan sumber-sumber Timur Tengah dengan Asia Timur masih
lisan, dapat digambarkan bahwa melalui jalan darat.
masuknya Islam di Loloda dikaitkan Hubungan melalui jalur laut
dengan tokoh-tokoh legendaris, yang terjadi ketika Khalifah Abbasiyah mulai
kekuatan magis dan mengalami kemunduran pada abad ke-
memiliki
supranatural. Mitos kelahiran raja
10 Masehi. Sejak saat itu, disepanjang 11 Loloda, bisa dikatakan bahwa Islam Samudra Hindia, baru muncul apa yang
telah masuk Loloda. Hal ini bisa terlihat disebut “emporium” yaitu kota-kota
dari nama Raja Loloda yang pelabuhan yang menyediakan segala
menggambarkan nama bercirikan Islam macam fasilitas bagi kaum pedagang dan
yakni Usman dengan gelar Malamo pelaut. Jaringan emporium itulah yang
(agung). Kehadiran empat orang syekh memungkinkan pelayaran niaga dari
dari Irak di atas, bisa juga dijelaskan Timur Tengah ke Asia Timur, tidak
bahwa Islam masuk Loloda sejak abad
kedelapan Masehi. Hal ini bisa dilihat kehadiran empat orang Syekh di
perlu melalui jalur darat. 9 Ketiga ,
dari operasi penyiaran Islam yang Kepulauan Maluku Utara ini mungkin
dilakukan oleh Syekh Mansyur yang lebih awal menyinggahi pesisir Utara –
meliputi Ternate dan Halmahera muka Barat Halmahera, karena secara
termasuk Loloda dan Ibu. Meskipun geografis pesisir Utara Halmahera
Islam telah masuk di Loloda, namun berada langsung di antara Laut Maluku
tidak dapat dijelaskan apakah Islam telah dan
dalam struktur menghubungkannya dengan Laut Cina
pemerintahan di Kerajaan Loloda pada Selatan. Hal ini mengacu pada proses
abad kelimabelas sebagaimana di penyebaran Islam yang dilakukan oleh
Ternate. Pada abad ini (1486), Islam Syekh Mansyur di Ternate dan
telah masuk ke dalam sistem politik di Halmahera muka. Halmahera muka di
Ternate yang ditandai dengan adanya
8 Arend L Mapanawang, Loloda Kerajaan Pertama Moluccas (Sejarah Kerajaan Loloda
10 U.M. Assegaf, “Sedikit tentang Maluku Maluku) , (Tobelo: Yayasan Medika Mandiri
Utara”. Buletin IKMU Surabaya. Medio Halmahera, 2012), h. 143.
Januari, 1974, h. 15 dalam Mustafa Mansyur, 9 R.Z Leirissa, “Jalur Sutera: Integrasi Laut-
Transformasi Politik di Loloda Maluku Utara Darat dan Ternate sebagai Bandar di Jalur
(1808-1945) . Bandung: PPS-UNPAD (Tesis), Sutera” dalam Yusuf Abdulrahman, et al.,
2013), h. 142.
Ternate Bandar Jalur Sutera, (Ternate: Lintas, 11 Mustafa Mansyur, Transformasi Politik di 2001), h. 4.
Loloda Maluku Utara (1808-1945) , h. 142.
Abd. Rahman : Struktur Sosial … 211
gelar Sultan untuk Raja Ternate. Adapun Hukum Adat dan Lingkungan Hidup Raja Ternate yang pertama kali memakai
Adat Ternate”, terdapat juga sebutan
12 gelar 14 sultan adalah Zainal Abidin Sjah. untuk Sultan Loloda. Di Loloda, Islam dapat
Namun untuk mengimbangi dikatakan masuk ke dalam sistem politik
kedua pemahaman antara sultan versus setidak-tidaknya pada abad ke-17. Hal
kolano , dapat ditelusuri dengan simbol ini berdasarkan tulisan Chr. F. van
keislaman yang lain yaitu istilah soa-sio Fraassen yang berjudul Types of Socio
yang terdapat pada abad ke-19. Istilah Political Structure in North-Halmahera
digambarkan untuk History (1979). Menurutnya, pada abad
soa-sio ini
membedakan penduduk yang beragama ke-17, Loloda telah menjadi sebuah
Islam, di mana istilah Soa-Sio ini pusat Muslim karena pada tahun 1686
digunakan sebagai nama negeri yang kampung utama Loloda dan kediaman
berada di pusat-pusat pemerintahan Kolano
Loloda adalah kampung Muslim 15 kerajaan dan distrik. Hal ini di tepi Sungai Loloda, sehingga ia
sebagaimana yang terdapat di dalam menyimpulkan bahwa Kolano Loloda
catatan de Clerq 1890, yang adalah seorang Muslim (Van Fraassen,
menggambarkan adanya negeri-negeri 1979:115). Namun, Van Fraassen tidak
distrik-distrik di menjelaskan bagaimana posisi Islam
Soa-Sio pada
Halmahera bagian utara termasuk dalam sistem politik di Loloda.
Loloda.Meskipun de Clerq tidak Pada abad ke-19, pengaruh
menjelaskan peran dan fungsi dari Islam di Loloda juga dapat terlihat.
negeri-negeri Soa-Sio , namun eksistensi Pengaruh itu dapat dilihat dari adanya
negeri Soa-Sio yang disebut de Clerq pemukiman Muslim yakni Soa-Sio dan
memberikan asumsi terdapat pengaruh Bantoli 13 di ibukota Loloda. Islam terhadap sistem politik di Loloda
Kemungkinan Kampung Muslim yang pada abad kesembilanbelas. dimaksud Van Fraassen di atas adalah
Secara etimologis, kata Soa-Sio Soa-Sio , karena Soa-Sio yang dimaksud
diambil dari kata ‘soa’ yang berarti pada abad ini terletak di tepi Sungai
‘rumpun’ dan ‘sio’ yang berarti Loloda. Di Soa-Sio inilah, kediaman
‘sembilan’. Kata Soa lalu diartikan atau kedudukan Raja Loloda berada, dan
dengan kesatuan keluarga (marga) dalam raja juga seorang Muslim. Meskipun raja
suatu masyarakat, dan bisa juga adalah seorang Muslim, namun dalam
diartikan dalam perspektif alam untuk sumber-sumber
menunjukkan “teluk”. Teluk bisa disebutkan eksistensi Penguasa Loloda
Belanda
tidak
di maknai dengan sebutan “jiko”, tetapi dengan gelar sultan . Sekalipun demikian
bisa juga “soa”, ketika ada cela-cela dalam pemahaman orang Loloda saat
yang kosong di antara dua titik di depan ini, mereka senantiasa memberi konotasi
dan di belakang. Singkatnya berbentuk yang sama antara raja ( kolano ) dengan sultan . Bahkan dalam tulisan Sultan
Ternate Mudaffar Sjah tentang “Sejarah
14 Hidayatullah M. Sjah, “Sultan Jailolo; melengkapi Kesempurnaan Moloku Kie Raha” dalam Mudaffar Sjah, et al., Moloku Kie Raha
Perspektif Budaya dan Sejarah Kesultanan Ternate dan Agama Islam”, dalam
12 Saleh Putuhena, “Struktur Pemerintahan
dalam
Masuknya Islam , (Ternate: HPMT Press, E.K.M. Masinambow, Halmahera dan Raja
2005), h. 26.
, (Jakarta: Leknas LIPI, 1983), h. 315. Ampat 15 R.Z. Leirissa, Halmahera Timur dan Raja 13 F.S.A. De Clerq, De Bijdragen tot de Kennis
Jailolo: Pergolakan Sekitar Laut Seram Awal der Residentie Ternate . (Leiden: Brill, 1890),
Abad Ke-19 , (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. h. 74.
212 Al- Turāṡ Vol. XXI, No. 2, Juli 2015
garis lengkung. Cela-cela itu disebut Fanyira Jawa , 8. Fanyira Torangara , “soa” atau “ma-soa”. 16 dan 9. Fanyira Tobala . Para kimalaha di
Kata soa dalam pengertian atas merupakan orang-orang (marga) marga,
terbaik yang ditunjuk kolano , dan para maknanya menjadi kampung atau negeri.
kemudian
berkembang
fanyira adalah utusan dari empat soa Dengan kata lain, istilah kampung
(kampung) utama di Ternate. Adapun merupakan modifikasi dari kata soa .
Sembilan negeri ( sangaji ) terdiri dari: 1. Istilah kampung sesungguhnya berasal
Sangaji Tomajiko , 2. Sangaji Malayu , 3. dari bahasa Portugis yaitu “ 17 campo ”. Sangaji Limatahu , 4. Sangaji Kulaba , 5.
Selain itu di tengah-tengah masyarakat Sangaji Malayu Cim , 6. Sangaji lokal di Maluku Utara, dikenal pula
Tobeleu , 7. Sangaji Tafamutu , 8. Sangaji adanya istilah fanyira yang merujuk
Tafaga , dan 9. Sangaji Takofi . Bobato pada suatu status dan jabatan sosial
ini bertugas sebagai lembaga parlemen soa Fanyira
sebagai kepala 18 . dalam kesultanan Ternate. bahasa Ternate mengandung makna
dalam bidang sebagai orang yang dituakan dalam suatu
Sementara
eksekutif disebut Bobato Madopolo kampung ( soa ). Sementara untuk marga
yang dipimpin oleh Perdana Menteri (klan), soa -nya bisa merujuk pada suatu
yang menangani sistem kekerabatan berdasarkan asumsi
(jogugu).Menteri
urusan dalam negeri disebut hukum soa- genealogis dan negeri yang biasanya
sio. Hal yang sama juga terdapat di dikategorikan dengan eksistensi atau
Kesultanan Tidore, di mana istilah soa- status wilayah yang dipimpin oleh
sio digunakan sebagai nama negeri yang sangaji , sehingga disebut soa sangaji .
sebagai pusat Di
berkedudukan
pemerintahan Kesultanan Tidore, dan terdapat juga istilah soa-sio yang
Kesultanan
Ternate,
teradapat seorang hukum soa-sio yang digunakan sebagai nama negeri yang 19 menangani urusan dalam negeri.
menjadi pusat pemerintahan kesultanan. Sebagai pusat pemerintahan, negeri Soa-
Sio 18 ini ditempati oleh perwakilan/duta Syahril Muhammad, Kesultanan Ternate
dari golongan masyarakat dari sembilan Politik,
(Yokyakarta: Ombak, 2004), h. 49; Talabudin
marga/kampung dan sembilan negeri
Yusuf. 2005. “Sejarah Kesultanan Ternate”
( sangaji ) yang menjadi bagian yang
dalam Mudaffar Sjah, et al., Moloku Kie Raha
sangat penting di dalamnya. Di dalam
dalam
Perspektif Budaya dan Sejarah
konteks inilah, Soa-Sio diartikan sebagai
Masuknya Islam , (Ternate. HPMT Press, 2005), h. 45-46;
Busranto Abdul Latif Do’a.
sembilan marga/kampung, dan Sembilan
“Sistem Kemasyarakatan Tradisional Ternate
negeri ( sangaji ) yang kemudian disebut
dalam Perspektif Budaya Modern” dalam
Bobato Delapan
Belas ( Bobato
Mudaffar Sjah, et. al., Moloku Kie Raha dalam
Nyagimoi Setofkange ).
Perspektif Budaya dan Sejarah Masuknya
Sembilan
marga/kampung
Islam . Ternate: HPMT Press, 2005), h. 98-99;
tersebut terdiri dari: 1. dalam Mustafa Mansyur, Tra nsformasi Politik Kimalaha
di Loloda Maluku Utara (1808-1945) , h. 146;
Marsaoli , 2. Kimalaha Tomagola , 3.
dan Abd. Rahman Marasabessy, dkk. Sejarah
Kimalaha Tomaito , 4. Kimelaha Tamadi ,
Sosial Kesultanan Ternate . Ombak, 2012), h.
5. Kimelaha Payahe , 6. Fanyira Jiko , 7.
90-91.
19 Hidayatullah M. Sjah, “Sultan Jailolo;
melengkapi Kesempurnaan Moloku Kie Raha”
16 Mustafa Mansyur, Transformasi Politik di dalam Mudaffar Sjah, et al., Moloku Kie Raha Loloda Maluku Utara (1808-1945) , (Bandung:
dalam Perspektif Budaya dan Sejarah Masuknya PPS-UNPAD (Tesis), 2013).
Islam , (Ternate: HPMT Press, 2005), h. 35, 17 Irza Arnyta Djafaar, Jejak Portogis di Maluku
dalam Mustafa Mansur, Transformasi Politik di Utara. (Jakarta: Ombak, 2007), h. 151.
Loloda Maluku Utara (1808-1945) , h. 146.
Abd. Rahman : Struktur Sosial … 213
Adapun di Kesultanan Bacan soa-sio .Akan tetapi kampung-kampung tidak terdapat negeri Soa-Sio .Hanya
Soa-Sio di bekas-bekas distrik tersebut, saja, golongan rakyat jelata ( bala ) yang
tidak lagi eksis pada saat ini, kecuali di telah menganut agama Islam disebut
Ternate, Tidore, Loloda, dan Galela. “orang Soa-Sio ”. Orang Soa-Sio inilah
Untuk Soa-Sio di Loloda, yang dipilih
pengertiannya kurang lebih sama dengan pemerintahan seperti pada jabatan
untuk
menjalankan
Soa-Sio di Ternate, Tidore, Bacan, dan jogugu 20 , hukum (hakim) dan kimalaha . Galela. Hal ini bisa dilihat dari adanya
Ini menunjukkan adanya kesamaan negeri Soa-Sio yang menjadi pusat dengan istilah soa-sio di Kesultanan
pemerintahan kerajaan Loloda (bisa juga Ternate dan Tidore.
disebut distrik). Selain itu, negeri Soa- Di Jailolo, istilah soa-sio juga
Sio juga merupakan pemukiman disebutkan oleh de Clerq, namun
golongan Muslim. Sebagai pusat eksistensi soa-sio yang dimaksudkannya
pemerintahan kerajaan, di negeri Soa-Sio itu berkaitan dengan status Jailolo
ini terdapat representasi golongan sebagai pusat pemerintahan Distrik
masyarakat dari Sembilan Soa yang Jailolo. Hal ini dikarenakan bahwa pada
disebut Bobato Soa-Sio . Bobato inilah abad kesembilanbelas tersebut Jailolo
yang memegang kewenangan/urusan bukan lagi sebuah kesultanan melainkan
utama dalam sistem sosial politik di distrik di bawah kesultanan Ternate. 21 Loloda.
Sebagaimana telah Sementara 22 di Galela, dikemukakan sebelumnya, bahwa
penyebutan istilah soa-sio bisa dikaitkan
atau urusan dari dengan adanya golongan Muslim yang
kewenangan
representasi golongan masyarakat itu di mendapat satus sosial utama dalam
antaranya: 1. Soa Bangsa (golongan sistem sosial kemasyarakatan, sehingga
bangsawan yang memegang kedudukan melahirkan negeri Soa-Sio . Golongan
raja); 2. Soa Kimalaha (menjalankan inilah yang kemungkinan menjadi
3. Soa Hukum Sangaji/kepala Distrik Galela yang
pemerintahan),
(melaksanakan peradilan); 4. Soa Lebe berkedudukan di negeri Soa-Sio .
(melaksanakan urusan syari’ah Islam); 5. Keadaan ini tergambar dari catatan
Soa Sabuange (penasehat Kolano); 6. F.S.A de Clerq yang berjudul “ Ternate,
Soa Dumo (pelayan kolano); 7. Soa Kori The Residensi and its Sultanate ,”
(penjaga hutan); 8. Soa Tobo-Tobo mengungkapkan bahwa di beberapa
(penjaga pantai/teluk); dan 9. Soa distrik di Halmahera Utara dan Barat
(prajurit perang). 23 (Jailolo, Sahu, Gamkonora, Loloda, dan
Mandioli
Dengan mengacu pada Galela) terdapat kampung-kampung soa-
pengertian Soa-Sio , baik sebagai sio yang dihuni golongan Muslim.
Muslim, pusat Keadaan ini menunjukkan bahwa pada
pemukiman
pemerintahan, maupun sebagai salah pusat-pusat kekuasaan raja ( kolano ) dan
satu soa yang mengurusi masalah sangaji, sesungguhnya terdapat negeri
syari’ah Islam, maka dapat dikatakan bahwa Islam telah ditransformasikan ke
20 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-Rempah
dalam sistem politik Loloda. Hal ini
Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Edisi Revisi. Makssar: Kerja sama Gora
Pustaka Indonesia, Nala Cipta Litera, dan 22 Lihat Mustafa Mansyur, Tra nsformasi Politik Bursa Kawasan Timur Indonesia, 2007), h.
di Loloda Maluku Utara (1808-1945) , h. 55.
23 Wawancara dengan Munawar Miraji, pada 25
dalam Mustafa Mansyur, der Residentie Ternate , (Leiden: Brill, 1890),
21 F.S.A. De Clerq, De Bijdragen tot de Kennis
April
Transformasi Politik di Loloda Maluku Utara h. 70-71.
(1808-1945) , lihat, h. 148.
214 Al- Turāṡ Vol. XXI, No. 2, Juli 2015
dapat dilihat dari sistem kedudukan Halmahera). Dalam catatan itu, raja/kolano (kepala distrik) yang
disebutkan bahwa Kolano Loloda adalah beragama Islam, pusat pemerintahan
seorang Muslim dan di ibukota Loloda berkedudukan di negeri Soa-Sio sebagai
dihuni orang Islam, terdapat mesjid dan pemukiman Muslim, dan ada suatu
ada seorang Imam. Selain itu, di sana- lembaga yang mengurus mengenai
sini juga ditemukan pedagang yang masalah Syari’ah Islam dalam Bobato
beragama Islam. 25 Ini menunjukkan Soa-Sio yakni Soa Lebe. Dalam istilah
bahwa kedudukan Islam dalam sistem lokal, lembaga yang menangani masalah
politik di Loloda tetap eksis. Syari’ah Islam disebut Bobato Akhirat.
Ketika kedudukan raja (kolano) Bobato ini dipimpin oleh seorang imam
ditransformasikan atau mufti. Dalam istilah lokal, mufti
dilikuidasi
dan
dengan kedudukan sangaji oleh disebut juga dengan Jo Qalem atau Jo
Pemerintah Hindia Belanda setelah Lebe 24 . Februari 1909, pengaruh Islam bisa
dikatakan tetap menjadi bagian sistem politik Loloda. Dikatakan demikian karena sangaji yang ditempatkan di Loloda dipastikan seorang Muslim, dan imam atau Jo Lebe tetap berada di bawah sangaji untuk menjalankan syari’ah Islam. Pada perkembangan berikutnya, istilah imam atau Jo Lebe
Petani Loloda memanen sagu di
Loloda disebut sebagai imam Distrik
Halmahera, Maluku Utara.
Loloda. Adapun Imam Distrik pada saat
COLLECTIE_TROPENMUSEUM_S 26 agobereiding_bij_Loloda_Halmahera_Noord-
itu bernama Imam Syawal.
Molukken/Nederlands: Negatief. Sagobereiding
Pengruh Islam terhadap sistem
bij Loloda, Halmahera, Noord-
politik di Loloda membawa pengaruh Molukken/ Tropenmuseum .
terhadap penyebaran Islam di wilayah Loloda pada masa-masa berikutnya. Hal
Pada awal abad keduapuluh, ini dapat dilihat dari data statistik 1917, pengaruh Islam terhadap sistem politik
terlihat jumlah penduduk Loloda yang di Loloda juga terlihat, keadaan ini bisa
telah beragama Islam sebanyak 1155, dilihat dari catatan Van Baarda pada
1904 yang berjudul “Het Loda’sch in jumlah itu tersebar di kampung Soa-Sio Vergelijking met het Galela’sch Dialect (248), Tolofuo (330), Baja (56), Tobo- op Halmaheira” (perbandingan dialek Tobo (87), Fitako (119), Dedeta (149),
Dama (103), dan Tate (63). Angka bahasa Loloda dengan Galalae di
25 M.J. van Baarda. 1904 . “Het Loda'sch, in
24 Talabudin Yusuf, “Sejarah Kesultanan vergelijking met het Galela'sch dialect op Tern ate” dalam Mudaffar Sjah, et al., Moloku
Halmaheira”. BKI. Vol. 56, No. 1, 1904, hlm. Kie Raha dalam Perspektif Budaya dan Sejarah
321. Diakses dari http://www.kitlvjournals.nl/ Masuknya Islam, (Ternate. HPMT Press, 2005),
index.php/btlv/article/viewFile/6762/7529, h. 45-46; Abdul Latif Do’a, Busranto, “Sistem
pada 20 November 2012, pkl. 19.48 WIB. Kemasyarakatan Tradisional Ternate dalam
26 Mustafa Mansyur, Loloda dan Integritas
Perspektif Budaya Modern” dalam Mudaffar Kesultanan Ternate (1945-1999) , (Ternate: Sjah, et. al., Moloku Kie Raha dalam Perspektif
Program Studi Ilmu Sejarah-Fakultas Sastra Budaya dan Sejarah Masuknya Islam , (Ternate:
dan Budaya-Universitas Khairun (Skripsi), HPMT Press, 2005), h. 100 dan Mustafa
2007), h. 65 dan Mustafa Mansyur. 2013. Mansyur, Transformasi Politik di Loloda Maluku
Transformasi Politik di Loloda Maluku Utara ,
Utara (1808-1945) , lihat, h. 148 . h. 149.
Abd. Rahman : Struktur Sosial … 215
tersebut termasuk Kampung Pocao, penduduk Islam di kerajaan ini justru karena dalam data statistik itu, hanya
tidak menjadi dominan. Justru jika mencantumkan penduduk Pocao terdiri
dilihat dari komposisi masyarakatnya dari Islam dan Alifuru (kafir). 27 sejak abad ke-17, nampaknya Islam di
Dengan adanya pengaruh Islam Loloda sudah melembaga dan menjadi terhadap sistem politik di Loloda,
agama resmi kerajaan, akan tetapi agama menunjukkan adanya perubahan sosial
warga masyarakat kerajaan ini mayoritas dalam bidang kebudayaan. Perubahan
bukanlah Islam, atau bukan mayoritas sosial
muslim. Karena hingga kini mayoritas transformasi
itu telah
mempengaruhi
warga masyarakat Loloda di Utara menunjukkan adanya perubahan sosial
maupun di Selatan dan dalam banyak dan kebudayaan. Perubahan sosial itu
kampung serta pemukiman penduduk telah mempengaruhi transformasi politik
justru lebih banyak yang lebih banyak di Loloda dari sistem kerajaan ke sistem
yang beragama Kristen. Teori Islamisasi distrik, namun peran Islam yang
secara “top down” (dari atas ke bawah). dilegitimasikan
Yang berarti jika raja telah beragama pemerintahan di Loloda (Bobato Soa-
dalam
sistem
Islam, apalagi Islam sudah melembaga Sio) yakni Soa Lebe tetap eksis).
di dalam struktur pemerintahan kerajaan, Dengan demikian dapat dikatakan
maka secara otomatis ajaran Islam pun pengaruh Islam justru merupkan
akan menurun ke rakyat/kawula landasan dari sistem politik di Loloda.
berarti bahwa Pada masa pendudukan bala
kerajaan,
yang
rakyat/kawula yang kerajaan pun akan tentara Jepang, pengaruh Islam di
memeluk agama Islam dan menjadi Loloda dapat dikatakan berjalan di
Muslim, namun demikian hal ini tidak tempat, kalaupun tidak mau dikatakan
terjadi di Loloda.
mati. Keadaan ini dapat dimaklumi Pada bagian ini sedikit akan karena situasi perang membuat pengaruh
disampaikan mengenai kisah kristenisasi Islam dibatasi oleh Jepang. Setelah
yang telah berlangsung di Loloda yang proklamasi kemerdekaan Indonesia,
dimulai pada abad ke-19. Meskipun pengaruh Islam bisa dikatakan ada. Hal
sesungguhnya kedatangan orang-orang ini dapat dilihat dari adanya kedudukan
Kristen dari kerajaan Kristen Katolik di Imam di distrik Loloda saat itu, dan
Eropa yaitu Portugis ke kawasan laut kepala distrik juga adalah Muslim,
dan kepulauan Maluku, termasuk di namun belum bisa dijelaskan bagaimana
daratan Halmahera sejak abad ke-16 pengaruh secara lebih jauh.
(1512) sudah ada di mana aktivitas keristenisasi mereka berlangsung hingga
b. Masuknya
Agama
menjelang akhir abad ke-17. Informasi
Kristen dan Fenomena
mengenai aktivitas kristenisasi di
Mayoritas
Loloda, ditandai oleh kehadiran seorang misionaris/pendeta
Belanda yang Meskipun data telah ditemukan
bernama Van Baarda dan kemunculan dalam bentuk silsilah raja-raja dan
beberapa pendeta lain hingga awal abad bangsawan Loloda yang semuanya
ke-20.
beragama Islam, namun rupanya Pada 7 Oktober 1898 tatkala Van Baarda dalam perjalanan pulang ke
27 J.M. Baretta, Halmahera en Morotai Bewerk
Darume (Loloda Utara), terdengar berita
Naar de Memorie van Den Kapitein van Den
bahwa masih tersisa dua orang Masehi
Generalen Staf , (Batavia: Javasche Boekhandel
(Kristen) yang belum dibebaskan dari & Drukkerij, 1917), h. 104-106.
216 Al- Turāṡ Vol. XXI, No. 2, Juli 2015
penjara Soa-Sio, dengan adanya surat tidak melarikan diri ke kampung Pitu. keterangan Sultan (Raja Ternate), kedua
Pada tanggal 13 Oktober 1898, pada orang itu pun langsung dibebaskan, dan
suatu tempat di kampung Durume dalam perjalanannya ke Durume, Van
diadakan pembakaran (pemusnahan) Baarda sempat bertemu dengan perahu
berhala. Di tempat itu kemudian orang Pacao yang beragama Islam pergi
dibangun gereja, mula-mula dibangun mencari seorang pembunuh yang telah
difak atau sabua semacam bangunan melarikan diri. Pemimpin rombongan
rumah tempat pertemuan dan pada perahu itu mengatakan kepada orang-
tanggal 16 Oktober 1898 di tempat ini orang Kristen di Durume, bahwa
diselenggarakan pembaptisan sejumlah sekembalinya mereka dari pencarian ini,
70 orang. Dengan demikian sudah mereka akan mampir ke Durume untuk
terdapat 130 orang Kristen di Loloda, berurusan dengan orang-orang Kristen di
yaitu 60 orang baptisan Tobelo dan 70 sana. Berita ini kemudian meresahkan
orang baptisan di Durume. Memang hati orang-orang Kristen di Durume,
sudah sejak lama orang Durume tidak tetapi tatkala van Baarda membacakan
menyelenggarakan gomanga isi surat sri Sultan di hadapan mereka
lagi
(semacam upacara tolak bala) melainkan maka lenyaplah rasa takutnya dan
mereka mencari bantuan ke Tobelo menjadi tenang. 28 bilamana terjadi sesuatu yang menimpa
Setelah mengadakan Baarda menemui Raja Loda (Loloda)
Tanggal 8 Oktober 1898 Van
kampung.
persiapan seperlunya, Van Baarda yang sementara berada di Dagasuli.
menjemput istrinya yang masih berada Kepada raja Loda (Loloda) itu
di Duma dan tanggal 25 November ditanyakan oleh Van Baarda, apakah
dengan dengan sudah menerima surat dari Sri Sultan
bersama
keluarganya telah berada kembali di Ternate. Raja Loda (Loloda) menjawab
Durume. Dari sebuah rumah kecil yang Sri Sultan tetap berkeberatan atau tidak
mereka melakukan mengijinkan rakyatnya masuk agama
ditempatinya
kegiatannya baik terhadap orang-orang Kristen, dan dikatakan bahwa orang
yang baru dibaptis maupun dengan Durume tidak lagi mengindahkan
mengadakan kontak dengan yang belum perintah rajanya maka sekarang telah
masuk agama Kristen. Baru saja tersedia balok pasungan kaki untuk
beberapa hari mereka berada di Durume, memasung setiap orang yang sudah
terjadi pula suatu peristiwa, di mana masuk agama Kristen supaya dijemur di
saudara Raja Loda (Loloda) dari matahari.
Dagasuli datang dan mengharukan Mendengar penjelasan Raja
orang-orang Kriten di Kampung Loda (Loloda) yang demikian, Van
Asimiro, sebuah kampung yang Baarda memperlihatkan surat Sri Sultan
berdekatan dengan kampung Durume. kepada raja tersebut disertai dengan
Kepala kampung Asimiro yang baru saja penjelasan Van Baarda dan menarik
dibabptis sebulan sebelumnya ditangkap kesimpulan bahwa hendaknya ia
dan dimasukkan ke dalam perahu untuk secepatnya menetap di kampung
dibawa ke Kedi untuk dipenjarakan. Durume agar dapat membendung
Dikatakannya bahwa ia mendapat tugas ketakutan orang Kristen di situ untuk
dari raja Loda (Loloda) untuk mengusir pendeta dan mereka yang sudah dibaptis
28 Magany, Bahtera Injil Halmahera. Tobelo: supaya kembali ke kepercayaan berhala
Gereja Injil Masehi Halma hera (GMIH) dan
sebelumnya. Tetapi tatkala melihat Van
Arend L. Mapanawang,. 2012. Loloda Kerajaan
Baarda bersama keluarganya yang sudah
Pertama Moluccas , h. 67.
Abd. Rahman : Struktur Sosial … 217
berada di Durume di tengah orang maksud tersembunyi untuk mengusir Kristen, niat saudara Raja Loda (Loloda)
mereka dari kampung halamannya itu dibatalkan lagi.
sendiri, dan ini berarti pula akan Penduduk dari kampung lain
menghambat kristenisasi. Namun seperti yaitu Asimiro, Salangade dan Jikolamo
yang dikatakan di atas, Hueting agar minta supaya mereka juga dibaptis.
tiap-tiap orang kembali ke kampung Dalam pada itu merekapun menyatakan
halamannya maing-masing supaya dapat keinginannya supaya mereka yang sudah
menyebarkan agama itu kepada orang- dibabptis itu sebaiknya berkumpul saja
orang yang belum menjadi orang di 30 Durume membangun rumah Kristen.
berdampingan dengan rumah pendeta, Perjalanan Raja Loda (Loloda) mungkin karena takut kepada Raja Loda,
dalam menghambat pembangunan ruma atau ingin hidup dekat dengan pendeta
guru agama Kristen di Asimiro baru supaya mudah menerima ajaran Kristen,
dapat diredakan, tatkala Posthouder namun
sendiri datang dari Galela dan menanam menganjurkan agar masing-masing
belo (patok) di tempat itu yang di mereka kembali saja ke kampung
atasnya bakan dibangun rumag guru halamannya dan dari sana mereka
agama Kristen. Dengan adanya belo membantu menyebarkan Injil.
yang ditangkap sendiri oleh Posthouder, Dengan adanya hasil kegiatan
menghentikan pembatisan di sana-sini maka mulailah
lagi dilakukan pembakaran benda-benda Setahun kemudian yakni pada berhala yang sebelumnya masih
tahun 1899, Residen dari Ternate dianggap agama dan kepercayaan
mengunjungi Loloda dan sempat animisme dan dinamisme, yang percaya
singgah di Durume, dalam kunjungan ini dengan roh-roh leluhur dan benda-benda
Residen sekali lagi mengingatkan Raja keramat di lingkunan alam di mana
Loda agar tidak menghambat orang yang mereka tinggal, untuk melayani orang-
ingin memeluk agama Kristen. Pada orang Kristen yang baru di Asimiro. Di
pertengahan tahun 1899 Raja Loda sini dibangun rumah guru agama
mengunjungi kampung dengan maksud Kristen, dan pembangunan rumah itu
mengajak orang supaya jangan masuk pun dibantu oleh Raja Loda, karena Raja
agama Kristen, tetapi usaha Raja Loda Loda dianggap sudah tidak sanggup lagi
tidak banyak hasilnya, di sana sini membendung keinginan orang-orang di
terdapat kegairahan warga masyarakat kampung itu untuk masuk agama
untuk memeluk agama Kristen. Kristen, maka ditempuh jalan lain ialah
Ruma guru agama Kristen di memerintahkan supaya mereka yang
siap dibangun sudah dibabtis itu berpindah ke Durume
Asimiro
telah
ditempatkan seorang guru di situ dan tinggal di dekat rumah pendeta yang
bernama Dores Nuha, seorang Penatua ditugaskan Magany. 29 (tokoh adat kampung) dari Jamaah
Duma yang diangkat menjadi guru dimaksudkan
Pada awalnya
hal
ini
Jemaah dan ditempatkan di Loloda keinginan orang-orang Kristen, namun
untuk
mewujudkan
untuk membantu Van Baarda. Dengan sebaliknya justru timbul kekhawatiran
bantuan Dores Nuha sebagai guru bahwa di balik perintah itu ada maksud-
30 Magany, Bahtera Injil Halmahera , (Tobelo: Gereja Injil Masehi Halmahera (GMIH),
29 Arend. L Mapanawang, Loloda Kerajaan 1984), dalam Arend L. Mapanawang, Loloda Pertama Moluccas , h. 67.
Kerajaan Pertama Moluccas, h. 69.
218 Al- Turāṡ Vol. XXI, No. 2, Juli 2015
tersebut, komunikasi antara pendeta atas kesehatannya yang semakin dengan orang banyak makin bertambah
menurun. Setelah dirawat ternyata Schut pesat, hanya saja sangat disayangkan
tidak kembali lagi ke Durume, pada tahun 1900 Van Baarda terpaksa
melainkan dikirim ke tempat kerjanya meninggalkan posnya di Durume dan
yang baru di pulau Buru. Ketika harus pindah ke Galela (Duma)
bertugas di pulau Buru ia diangkat oleh menggantikan Van Dijken yang telah
Ambon untuk meninggal dunia. Dari Duma, Van
Gubernemen
tugas sebagai Baarda terus menjalankan visi misinya
melaksanakan
Burgermeester di kota Ambon. Selama menyebarkan agama Kristen dan
tugasnya itu ia juga sempat membantu memimpin jamaahnya di Loloda,
pekerjaan UZV di Halmahera. sedangkan Dores Nuha, tinggal bersama-
Ketika Van Baarda jatuh sakit sama dengan jamaahnya di Loloda.
ia selalu mengalami keterterlambatan Pekerjaan van Baarda semakin berat
mendapatkan perawatan ketika ia harus merangkap tugas
dalam
semestinya yang mengakibatkan kakinya memimpin jamaah Kristiani baik di
pincang. Ia kemudian dikirim kembali daerah pesisir pantai Loloda tetapi juga
ke Duma sebagai seorang yang timpang di daerah-daerah lereng pegunungan
walaupun keadaan jasmaninya sudah untuk
tidak normal lagi, namun ia tetap umumnya. Pekerjaan kristenisasi di
melakukan kunjungan ke Loloda. Dalam Loloda diteruskan oleh Dores Nuha di
kunjungannya ke Loloda ia mengalami mana ia kemudian dibangunkan sebuah
banyak kekecewaan. Kepercayaan gereja di Duruma tepat di atas tanah
penduduk atas penganut Kristen di bekas tempat pembakaran berhala-
daerah ini mula-mula sangat berkobar- berhala kepercayaan animisme dan
kobar, namun akhirnya kini padam dianisme
karena ketakutan terhadap raja Loda dan pekerjaan ini mendapatkan banyak
penduduk
sebelumnya,
takut akan kemarahan Giki dan rintangan. Pada tahun 1902, pengurus
Gomanga (para petinggi adat setempat) UZV mendatangkan Schut, yang
sehubungan dengan aksi pembakaran dipindahkan dari Celebes (Sulawesi) ke
berhala penduduk Durume, mereka mengalami banyak
benda-benda