Studi Kebijakan Publik Penelitian Implem
LAPORAN KULIAH LAPANGAN
MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN
DI DESA BAGAN DALAM
KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Muhammad Fahruza
Logika Ginting
Fredick Broven Ekayanta
Arya Pranata
Ade Beby Yuliana
Ronny Ryelar
Ricca Sophia
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2014
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KULIAH LAPANGAN
MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN
DI DESA BAGAN DALAM
KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Nama
Muhammad Fahruza
Logika Ginting
Fredick Broven Ekayanta
Arya Pranata
Ade Beby Yuliana
Ronny Ryelar
Ricca Sophia
NIM
120906010
120906015
120906037
120906055
120906059
120906061
120906066
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Mata Kuliah
Pada tanggal:
Januari 2014
Mengetahui
Dosen Mata Kuliah
Zulkifli
Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M.Si
Kepala Desa
NIP: 197512222008121002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas rahmat dan
berkatnya laporan akhir ini kami selesaikan.
Laporan akhir berjudul “Implementasi Penyaluran Program Raskin” ini
diselesaikan guna memenuhi tugas akademik untuk mata kuliah Studi Kebijakan Publik.
Laporan ini disusun berdasarkan penelitian dan pengamatan langsung melalui kuliah
lapangan di Desa Bagan Dalam, pada 4-7 November 2013 lalu. Kemudian hasilnya
dipadukan dengan konsep-konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan kebijakan publik
dan implementasi kebijakan.
Rasa terima kasih kami ucapkan sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah
membimbing kami, Bapak Faisal Andri Mahrawa dan Yurial Arief Lubis, selanjutnya
kepada pemerintah dan warga Desa Bagan Dalam yang telah menerima kami dengan
hangat dan memberikan data-data yang kami butuhkan. Dan juga ucapan terima kasih kami
kepada rekan-rekan seperjuangan di jurusan Ilmu Politik stambuk 2012.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca, khususnya penyusun
guna mendapat bekal dan pengetahuan yang cukup di masa mendatang sebagai lulusan di
bidang politik. Kepada Pemerintah Desa Bagan Dalam, sekiranya laporan ini dapat
membantu mengevaluasi pelaksanaan penyaluran Raskin guna pengimplementasian yang
semakin baik lagi kedepannya. Dan semoga laporan ini dapat menambah khazanah dan
wawasan serta menambah literatur dan referensi bagi penelitian serupa di masa
selanjutnya.
Medan, Januari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................
i
Halaman Pengesahan.......................................................................................................... ii
Kata Pengantar................................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................................
iv
Daftar Gambar...................................................................................................................
v
Daftar Tabel.......................................................................................................................
vi
Bab I Pendahuluan.............................................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................
1.2 Perumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Batasan Masalah....................................................................................................
1.4 Metodologi............................................................................................................
1.5 Sistematika Penyusunan........................................................................................
Bab II Dasar Teori..............................................................................................................
2.1 Teori-Teori Kebijakan Publik................................................................................
2.2 Teori-Teori Implementasi Kebijakan.....................................................................
Bab III Tinjauan Umum Desa Bagan Dalam......................................................................
3.1 Profil Desa Bagan Dalam.......................................................................................
3.2 Implementasi Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam.......................................
3.3 Kajian Teori terhadap Pelaksanaan Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam.....
Bab IV Penutup...................................................................................................................
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................
4.2 Saran.......................................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................................
Lampiran..............................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Beras sebagai sumber karbohidrat menjadi bahan pangan pokok bagi 95%
penduduk Indonesia dan menyumbang konsumsi energi dan protein lebih dari 55%.
Konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia terus meningkat. Dari tahun 1971
hingga 2004 konsumsi tersebut meningkat dari 105 menjadi 128 kg/kapita/tahun.1
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan kemampuan atau sumber
daya terhadap pemenuhan hal-hal pokok yang biasa dimiliki seperti pangan, papan, dan
sandang. Kebutuhan pokok tersebut yang menentukan baik tidaknya kualitas hidup
dalam masyarakat. Kemiskinan juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan
yang layak sebagai warga negara. Terjadi fluktuatif data terhadap angka kemiskinan di
Indonesia. Pada 2005 jumlah penduduk miskin di Indonesia 34,10 juta jiwa atau sekitar
15,97%. Sementara di 2006 meningkat menjadi 39,30 juta jiwa (17,75%). Angka
tersebut kembali turun pada 2007 dan 2008 menjadi 16,58% dan 15,42%. Sehingga
dibutuhkan program-program yang tepat sasaran dan tepat guna untuk terus menekan
angka tersebut.
Salah satu fokus utama yang telah dipusatkan pemerintah Indonesia adalah
masalah pangan. Salah satu tugas pemerintah adalah harus mampu menjaga ketahanan
pangan bagi rakyat Indonesia. Krisis pangan sempat terjadi pada tahun 1998, ketika
inflasi terjadi dan daya beli masyarakat turun. Ketika itu pula mencanagkan program
1 Bahan presetasi TNP2K, Adang Setiana (Deputi Menko Kesra bidang Koordinasi
Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat sekaligus Ketua Pelaksana Tim Koordinasi
Raskin Pusat) di Hotel Aryaduta Jakarta pada 17 Juli 2012.
Operasi Pasar Khusus (OPK), cikal bakal program Raskin (beras untuk rumah tangga
miskin).
Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal dari pelaksanaan Raskin yang
bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga
miskin. Pada awalnya disebut program Operasai Pasar Khusus (OPK). Kemudian
diubah menjadi Raskin mulai tahun 2002. Raskin diperluas fungsinya tidak lagi menjadi
program darurat melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial
masyarakat. 2
Raskin adalah bagian dari program penanggulangan kemiskinan yang berada pada
kluster I, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pangan pokok bagi mayarakat kurang mampu. Raskin mempunyai multi
fungsi, yaitu memperkuat ketahanan pangan keluarga miskin, sebagai pendukung bagi
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendukung usaha tani padi dan
sektor lainnya dan peningkatan pemberdayaan ekonomi daerah. Disamping itu Raskin
berdampak langsung pada stabilisasi harga beras, yang akhirnya juga berperan dalam
menjaga stabilitas ekonomi nasional.3
Dalam rangka pelaksanaan program ini dibentuk tim koordinasi mulai dari pusat,
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa/kelurahan. Desa Bagan Dalam di
Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara termasuk
desa yang mendapat bantuan program Raskin setiap bulan. Pemerintahan desa mulai
dari kepala desa hingga kepala dusun menjadi pelaksana teknis yang menerima Raskin
dari Bulog dan menyalurkan kepada setiap keluarga.
2 http://www.bulog.co.id/sekilasraskin_v2.php
3 Sutarto Alimoeso, Dirut Perum Bulog dalam Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012
Kemenko Kesra RI
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana proses implementasi kebijakan program Raskin?
2. Apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi dalam proses implementasi ini?
3. Apakah proses penyaluran Raskin telah optimal bagi masyarakat?
1.3 Batasan Masalah
Sesuai dengan pembagian wilayah penelitian yang ditetapkan oleh dosen
pembimbing dan untuk mempermudah penelitian agar hasil yang diperoleh lebih
efektif dan akurat, lokasi penelitian untuk menjawab perumusan masalah diatas adalah
Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera
Utara.
1.4 Metodologi
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research).
Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau
peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan
fakta, situasi, atau kejadian. Hasil penelitian yang ditekankan adalah memberikan
gambaran atau penjelasan secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek
yang diteliti. (Nawawi, 1991:31).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung
Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Sementara objek penelitian
adalah perangkat-perangkat desa yang berkaitan langsung dengan proses
penyaluran Raskin serta masyarakat sebagai penerima Raskin.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang dipilih peneliti untuk mengumpulkan data adalah
dengan observasi langsung, wawancara, dan kepustakaan. Observasi langsung
dilakukan dengan tinggal selama beberapa hari di rumah salah satu warga sehingga
dapat melihat dengan jelas dan lebih dekat kondisi kehidupan masyakat Desa
Bagan Dalam. Wawancara dilaksanakan kepada perangkat desa yang dalam hal ini
pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai perpanjangan tangan
pemerintah dalam penyaluran Raskin, serta masyarakat sebagai penerima bantuan
tersebut. Teknik kepustakaan dilakukan dengan mencari data-data terkait dari
literatur-literatur yang ada sebagai referensi untuk mendukung hasil penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian
sebagaimana adanya. Data yang telah didapatkan dari hasil penelitian di lapangan
kemudian dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis dengan menggambarkan,
menjelaskan, dan memberikan komentar dikaitkan dengan teori-teori pendukung
mengenai kebijakan publik.
1.5 Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan laporan akhir ini terdiri dari:
1. Bab I: Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
masalah, metodologi, dan sistematika penyusunan.
2. Bab II: Dasar Teori
Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori kebijakan publik yang terkait dan
sesuai dengan penelitian tentang penyaluran Raskin.
3. Bab III: Tinjauan Umum
Bab ini berisi tentang sejarah dan gambaran umum mengenai Desa Bagan
Dalam, selanjutnya gambaran mengenai implementasi program penyaluran Raskin.
4. Bab IV: Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diberikan oleh peneliti terhadap
hasil penelitian yang diperoleh.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Teori-Teori Kebijakan Publik
Carl Friedrich mengatakan kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah
pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu seraya mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Dan Anderson berpendapat kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja
dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah
atau persoalan tertentu yang dihadapi (Mariyam Musawa, 2009:36).
Miftah Thoha berpendapat bahwa dalam arti yang luas, kebijakan mempunyai
dua aspek pokok, yaitu:
a.
Kebijakan merupakan praktik sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir.
Dengan demikian suatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian
b.
dalam masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan, baik untuk mendamaikan
klaim dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan insentif terhadap
tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menciptakan tujuan, akan tetapi
mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha bersama tersebut.
Dari kedua aspek diatas dapat disimpulkan bahwa pada satu pihak, kebijakan
dapat berbentuk suatu usaha yang kompleks dari masyarakat untuk kepentingan
masyarakat, dilain pihak kebijakan merupakan suatu teknik atau cara untuk mengatasi
konflik yang menimbulkan insentif. (Mariyam Musawa, 2009:37).
Tokoh pertama yang menggambarkan ide kebijakan untuk dipelajari secara
sistematis adalah John Dewey. Melalui bukunya Logic: The Theory of Inquiry, Dewey
memberi perhatian terhadap sifat eksperimen dan cara mengukur kebijakan. Ia berhasil
menggambarkan bagaimana rencana-rencana tindakan harus dipilih dari berbagai
alternatif dan bagaimana mengamati berbagai akibat yang dapat digunakan sebagai uji
coba yang tepat. Hasil buah pemikiran John Dewey tersebut kemudian digunakan oleh
Harold Lasswell seorang eksperimentalis ilmupolitik yang pertama kali mempertajam
ide ilmu kebijakan sebagai disiplin yang tidak terpisahkan dari disiplin ilmu-ilmu lain.
Lasswell mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan proyek-proyek tertentu. Menurut
pandangannya, kebijakan merupakan studi tentang proses pembuatan keputusan atau
proses memilih dan mengevaluasi informasi yang tersedia, kemudian memecahkan
masalah-masalah tertentu.
Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton
merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat. Akan tetapi, hanya
pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan
semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan
adalah hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut. (Mariyam Musawa, 2009:39).
2.2 Teori-Teori Implementasi Kebijakan
Studi Implementasi secara sungguh-sungguh dianggap muncul pertama kali
pada tahun 1970-an saat Jeffrey Pressman & Aaron Wildavsky (1973) menerbitkan
bukunya
yang
sangat
berpengaruh
Implementation, dan Erwin
Hargrove
(1975) dengan bukunya The Misssing link : The Study of Implementation of Social
Policy yang mempertanyakan “missing link” antara formulasi kebijakan dan evaluasi
dampak kebijakan dalam studi kebijakan publik. Sejak saat itu studi tentang
implementasi mulai marak, terutama karena fakta menunjukkan berbagai intervensi
pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah sosial terbukti tidak efektif.
Hargrove menyatakan menyatakan selama ini studi tentang kebijakan publik
hanya menitik beratkan pada studi tentang proses pembuatan kebijakan dan studi –
studi
tentang
evaluasi,
tapi
mengabaikan
permasalahan-permasalahan
pengimplementasian. Proses administrasi antara formulasi kebijakan dan hasil
kebijakan dianggap sebagai kotak hitam yang tidak berhubungan dengan kebijakan
(terutama karena budaya administrasi di negara Inggris yang bersifat relatif
tertutup). Sampai akhir tahun 1960-an anggapan umum adalah bahwa mandat politik
dalam
kebijakan
sudah
sangat
jelas
dan
orang-orang
administrasi
akan
melaksanakannya sesuai dengan yang diinginkan oleh “bos” mereka.
Dua perspektif awal dalam studi implementasi didasarkan pada pertanyaan
sejauh mana implementasi terpisah dari formulasi kebijakan, yakni apakah suatu
kebijakan dibuat oleh pusat dan diimplementasikan oleh daerah (top-down) atau
kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang akan
menjadi para pelaksananya (bottom-up). Padahal persoalan ini hanya merupakan
bagian dari permasalahan yang lebih luas, yakni bagaimana mengidentifikasikan
gambaran-gambaran dari suatu proses yang sangat kompleks, dari berbagai ruang dan
waktu, serta beragam aktor yang terlibat di dalamnya.
Dalam perkembangan studi implementasi kebijakan dijelaskan kedua
pendekatan ini guna memahami implementasi kebijakan secara sederhana. Pendekatan
ini selanjutnya dikenal dengan the command and control approach (pendekatan
kontrol dan komando yang mirip dengan top down approach) dan the market
approach (pendekatan pasar yang mirip dengan bottom up approach).
Penjelasan tentang pendekatan top down awalnya adalah pendekatan yang
paling banyak digunakan oleh pembuat kebijakan publik, walaupun dikemudian hari
terdapat pula kelemahan-kelemahan dalam pendekatan ini sehingga menimbulkan
perdebatan-perdebatan yang menghasilkan pendekatan baru bernama bottom up
approach. Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan dilakukan secara
tersentralisasi dan dimulai dari aktor di tingkat pusat, serta keputusannya pun
dilakukan pada tingkat pusat. Pendekatan ini bertitik tolak pula dari perspektif bahwa
keputusan-keputusan politik (kebijakan publik) yang telah ditetapkan oleh pembuat
kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat
pada level dibawahnya. Inti pendekatan ini secara sederhana dapat dimengerti sebagai
sejauh mana tindakan para pelaksana (admnistrator dan birokrat) sesuai dengan
prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat
pusat. Maka untuk memahami pendekatan yang kedua yaitu bottom up, pada intinya
bertitik tolak pada asumsi-asumsi yang sama dan memahaminya adalah secara terbalik
dari apa yang kita pahami pada pendekatan top down.
Para penulis studi implementasi pun memiliki keragaman tanggapan atas
kekompleksan variabel yang terlibat di dalamnya. Ada penulis yang cukup berani
menyederhanakannya dengan mengurangi variabel variabel tersebut, namun ada pula
yang mencoba mengembangkan model studi implementasi dengan memperhitungkan
seluruh variabel yang teridentifikasi dalam studi mereka. Oleh karenanya dalam studi
implementasi pretensi untuk mengembangkan suatu teori implementasi yang bersifat
umum (grand theory) yang dapat berlaku untuk semua kasus, di semua tempat dan
waktu, hampir mustahil dicapai, karena yang dikembangkan tak lebih hanya akan
menjadi teori “tindakan” atau teori “melaksanakan” bukan teori Implementasi
Kebijakan.
Secara umum yang membuat perbedaan pendekatan dalam teori implementasi
ini berkaitan dengan :
1. Keragaman isu-isu kebijakan, atau jenis kebijakan. Isu atau jenis kebijakan yang
berbeda menghendaki perbedaan pendekatan pula, karena ada jenis kebijakan yang
sejak awal diformulasikan sudah rumit karena melibatkan banyak faktor dan
banyak aktor, dan ada pula yang relatif mudah. Kebijakan yang cakupannya luas
dan menghendaki perubahan yang relatif besar tentu cara implementasi dan tingkat
kesulitannya akan berbeda dengan kebijakan yang lebih sederhana.
2. Keragaman konteks kelembagaan, yang bisa meluas menyangkut pertanyaan sejauh
mana generalisasi dapat diterapkan pada sistem politik dan konteks negara yang
berbeda. Kebijakan yang sama dapat diimplementasikan dengan cara yang berbeda
bergantung pada sistem politik serta kemampuan sistem administrasi negara yang
bersangkutan.
Dalam sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan
pemerintah. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan pelaksanaan kebijakan
tersebut hari demi hari sehingga menuju kinerja kebijakan. Implementasi tersebut
dapat melibatkan banyak aktor kebijakan sehingga sebuah kebijakan bisa menjadi
rumit. Kerumitan dalam tahap implementasi kebijakan bukan hanya ditunjukkan dari
banyaknya aktor kebijakan yang terlibat, namun juga variabel-variabel yang terkait di
dalamnya.
Menurut Van Meter dan Van Horn (M Rosyid, 2012:24) terdapat enam variabel
yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu :
1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan
terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur,
maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para
agen implementasi.
2. Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber
daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human
resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti Program Jaring
Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena
keterbatasan kualitas aparat pelaksana.
3. Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah
mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik, dan eknonomi. Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi
lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh
mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik
mendukung implementasi kebijakan tersebut.
6. Disposisi atau tanggapan atau sikap para pelaksana, termasuk di dalamnya adalah
pengetahuan dan pemahaman akan isi dan tujuan kebijakan; sikap mereka atas
kebijakan dan intensitas sikap tersebut.
BAB III
TINJAUAN UMUM DESA BAGAN DALAM
3.1 Profil Desa
Desa Bagan Dalam berada pada wilayah administratif Kecamatan Tanjung Tiram,
Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. (berdasarkan Peraturan Daerah Batu
Bara Nomor 2 Tahun 2011 tentang pemekaran desa).
Sejak 2011 Desa Bagan Dalam terbagi menjadi Desa Bagan Dalam dan Desa Suka
Jaya. Desa Bagan Dalam berdiri sejak tahun 1960, “Bagan” artinya tempat
persinggahan, “Dalam” maksudnya adalah lokasi desa ini terletak agak jauh dan
kedalam.
Sebelum tahun 2011, Desa Bagan Dalam ini memiliki luas sekitar 250 Ha. Sebelum
pemekaran, jumlah penduduknya sekitar 9.500 jiwa.
Letak geografis Desa Bagan Dalam sebelum pemekaran adalah :
• Utara berbatasan dengan Sungai Batubara kiri.
• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.
• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.
• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.
Pemekaran desa terjadi pada awal Juli 2011. Desa Suka Jaya pisah dari Desa Bagan
Dalam. (Peraturan Desa Bagan Dalam No 1 Tahun 2013). Setelah pemekaran, luas
Desa Bagan Dalam menjadi 137 Ha, dengan panjang jalan sekitar 1 Km. Jumlah
penduduk Desa Bagan Dalam setelah pemekaran sekitar 4.126, terdiri dari 2.200 lakilaki, 1.894 perempuan, dan berjumlah 1.270 Kepala Keluarga (data per September
2013). Letak geografis Desa Bagan Dalam setelah pemekaran adalah :
• Utara berbatasan dengan Desa Suka Jaya.
• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.
• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.
• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.
Berikut adalah susunan Pemerintah Desa Bagan Dalam:
• Kepala Desa
: Zulkifli
• Sekertaris Desa
: Fahrul Rozi
• Kaur Pemerintahan
: Effendi
• Kaur Umum
: Mulia
• Kaur Kesra, Ekonomi
: Nuraisyah Tanjung, Nazmi
• Operator Komp
: Tiwani
Desa Bagan Dalam juga terdiri dari 10 Dusun,berikut adalah Nama Kepala Dusun
didesa Bagan Dalam.
• Dusun 1
: Bakrie Ay
• Dusun 2
: Saharudin
• Dusun 3
: Ahmad Fauzi
• Dusun 4
: Saharawati
• Dusun 5
: Faridawati
• Dusun 6
: Ramlan
• Dusun 7
: Yus Ardiansah
• Dusun 8
: Khodijah
• Dusun 9
: Aina Sabar
• Dusun 10
: Khairun
Sementara BPD di desa Bagan dalam berjumlah 7 orang , 1 orang sebagai Ketua, 1
orang sebagai wakil Ketua, 1 orang sebagai Bendahara,1 orang lagi menjadi Sekretaris
dan 3 orang lagi menjadi anggota. Pemilihan anggota BPD secara musyawarah di
Balai desa, anggota BPD berjumlah 7 orang setelah dilakukan pemekaran, sebelum
pemekaran ada 13 orang yang menjadi anggota. Yang memilih BPD yaitu tokoh
pemuda, tokoh agama, organisasi masyarakat, dan masyarakat.
Tugas BPD mengawasi kinerja kepala desa, tiap akhir tahun atau di akhir masa
jabatan BPD menerima laporan kinerja kepala desa dan meminta pertanggungjawaban
dari kepala Desa. BPD kita perkotaan seperti di kota Medan sangat penting dalam
menyelesaikan tugasnya, berbeda dengan di desa yang kerjanya hanya transparan.
3.2 Implementasi Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam
Kebijakan pengadaan raskin merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam menjaga
ketahanan pangan (PP No 68 Tahun 2002) bagi rakyat Indonesia, terutama untuk
keluarga miskin. Dasar hukum kebijakan ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) No
13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, dilanjutkan dengan
Instruksi Presiden (Inpres) No 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Adapun
penyalur utama kebijakan ini adalah Perum Bulog (sesuai PP No 61 Tahun 2003).
Desa Bagan Dalam menjadi salah satu penerima program/kebijakan ini, seperti
desa-desa lainnya. Ketentuan pelaksanaan kebijakan ini telah ditetapkan oleh pusat.
Namun, dengan alasan pemerataan, Pemerintah Desa Bagan Dalam sepakat dengan
warganya bahwa aturan teknis pendistribusian Raskin ini dilaksanakan sesuai mufakat
yang disetujui di Desa Bagan Dalam. Implementasi pendistribusian/penyaluran Raskin
kepada masyarakat Desa Bagan Dalam dilaksanakan berdasarkan Keputusan Kepala
Desa Bagan Dalam Nomor: 11/SK/BD/2013.
Penyaluran Raskin ini kemudian dilaksanakan oleh panitia yang terdiri dari kepal
desa sebagai ketua, sekretaris desa sebagai sekretaris, kaur kesra sebagai anggota.
Berikut adalah tugas pelaksana distribusi Raskin sesuai dengan yang tercantum
dalam Keputusa Kepala Desa diatas:
a. Memeriksa dan menerima/menolak raskin dari Satuan Kerja Raskin di titik
distribusi;
b. Mendistribusikan dan menyerahkan/menjual Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran
Penerima Manfaat (RTS-PM) di titik bagi;
c. Menerima hasil penjualan beras (HPB) raskin dari RTS-PM secara tunai dan
menyetorkan ke BRI Unit Tanjung Tiram atau langsung kepada Satker Raskin;
d. Menyelesaikan administrasi penyaluran Raskin yaitu Berita Acara Serah Terima
(BAST) dan Daftar Realisasi Penjualan Beras sesuai model DPM-2 serta
melaporkan ke Tim Koordinasi Raskin Kecamatan;
e. Memfasilitasi pelaksanaan Musyawarah Desa (Mudes) guna menetapkan data RTSPM
Sementara teknis pelaksanaan penyaluran Raskin ini disampaikan oleh Kepala
Desa Zulkifli seperti berikut:
“Raskin datang dari Bulog ke dalam desa, BPD datang ke kepala-kepala dusun
untuk mengecek berapa jumlah kepala keluarga dan berapa goni beras yang akan
dibagikan. Setelah pembagian, anggota BPD mengecek ke dusun-dusunn siapa yang
belum mendapatkan raskin tersebut. Kadang ada warga yang tidak mendapatkan
raskin dikarenakan pada waktu kepala dusun mendata warga sedang tidak ada di
tempat. Bagi warga yang belum mendapatkan raskin dapat melapor kepada BPD dan
kemudian BPD akan melapor ke kepala desa. Raskin yang diantar dari Bulog ke desa
kemudian diambil oleh Kepala Desa serta BPD yang mengawasinya.”
Mengenai pembiayaan ia menjelaskan seperti berikut:
“Dalam pembagian raskin dikutip Rp. 1600 per KK yang dibayarkan ke Bulog,
untuk membayar alat tarnsportasi , namun dengan kebijakan kepala desa dikutip
menjadi Rp. 2000 per KK untuk menggaji Kepala Dusun. Kepala dusun digaji sebesar
200 perak per KK. Dari mobil ke lapangan bayar 200 perak lagi untuk pembagian
kepada warga. Biasa 100 ribu dari Kepala desa untuk minum di lapangan dalam
pembagian beras miskin.”
Alasan Desa Bagan Dalam memutuskan setiap kepala keluarga mendapatkan
Raskin dijelaskan seperti berikut:
“Di Desa Bagan Dalam raskin belum tepat sasaran. Raskin dapat dibagikan
dengan syarat harus mendapat BLT terlebih dahulu. Namun sebagian besar warga
tidak mendapatkan BLT. Kemudian diratakan kepada warga dan dibagikan 7,5
kilogram per KK, di Desa Bagan Dalam orang kaya juga mendapatkan beras miskin.
Bahkan orang yang mampu yang mendapatkan BLT dan bisa mendapatkan raskin.
Akhirnya di lakukan musyawarah agar semua masyarakat desa Bagan Dalam
mendapatkan raskin dengan meratakan semua jumlah beras yang sebesar 7,5
kilogram. Dalam musyarawah kebijakan tersebut disetujui oleh tokoh agama, tokoh
pemuda, dan masyarakat organisasi.”
Berikut ini juga penjelasan dari Kepala Dusun X Khairun terkait dengan tugas dan
tanggung jawabnya dalam melaksanakan kebijakan raskin di Desa Bagan Dalam.
“Tugas saya sebagai Kadus dalam pembagian raskin adalah sebagai penyalur.
Biaya raskin kepada Bulog biasanya didahulukan oleh Kadus, biaya yang ditetapkan
pemerintah Rp 1.600/kg sedangkan biaya yang dikutip kepada warga adalah Rp
2.000/kg, dengan rincian 1.600/kg diberikan kepada Bulog, Rp 200,- untuk
transportasi di pedesaan, dan Rp 200,- untuk biaya pengelola, jadi setiap bulannya
masyarakat desa dikutip Rp 15.000/ 7,5kg beras untuk masing-masing KK. Kebijakan
ini didiskusikan oleh masyarakat dan perangkat desa, sehingga tidak ada masyarakat
yang merasa keberatan dengan biaya tambahan ini. Tapi, ada juga warga yang
terlambat mengambil raskin dengan alasan tidak memiliki uang.
Teknis pembagian Raskin, setelah uang didahulukan oleh masing-masing Kadus,
dan ditransfer melalui Kades, kemudian beras datang. Jika beras sudah tiba di balai
desa, maka sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Kadus untuk membagi kepada
setiap warganya. Di daerah ini memang raskin sangat membantu warga, ada juga
beberapa warga yang mengajukan permohonan kepada Bulog untuk memperoleh dua
kali raskin dalam sebulan, dan syukur Alhamdullilah pihak dari Bulog mau
menyetujuinya.”
3.3 Kajian Teori terhadap Pelaksanaan Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam
Sesuai dengan pendapat Miftah Thoha, Pemerintah Republik Indonesia melihat
kesulitan yang dialami oleh masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok
yakni beras. Kesulitan tersebut akibat kurangnya daya beli yang dimiliki oleh
masyarakat. Di lain sisi, tugas pemerintah lah untuk meringankan beban dan
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut. Artinya
kebijakan penyaluran Raskin adalah suatu respon dari pemerintah terhadap kejadian
yang terjadi di masyarakat, dan respon tersebut ditujukan sepenuhnya untuk
kepentingan masyarakat.
Dalam kebijakan ini, pemerintah pusat telah menetapkan rambu-rambu yang harus
diikuti oleh pelaksana-pelaksana terkait. Ini dibutuhkan karena program ini bersifat
nasional dan meyeluruh untuk seluruh wilayah di Indonesia. Megingat luasnya
wilayah Indonesia, Perum Bulog ditunjuk menjadi pelaksana pengimplementasian
program ini. Perum Bulog pun disusun berjenjang mulai dari pusat hingga sub divisi
regional. Berdasarkan pengumpulan data, diketahui Pemerintah Desa Bagan Dalam
menerima pasokan raskin setiap bulannya dari Bulog Asahan. Mengingat Kabupaten
Batubara belum memiliki Bulog sendiri, dan sebelumnya
wilayah Kabupaten
Batubara merupakan bagian dari Kabupaten Asahan. Selanjutnya
pengelolaan
penyaluran kepada setiap kepala keluarga menjadi wewenang dan hak desa. Bagan
Dalam sendiri telah menyepakati setiap kepala keluarga mendapat jatah. Kesepakatan
tersebut berdasarkan musyawarah desa yang dirembugkan sebelumnya.
Dikaji dari pendekatan implementasi yang diambil, kebijakan ini sebenarnya adalah
melalui pendekatan top down. Seperti disebut diatas pemerintah telah menggariskan
kebijakan ini sebagai program nasional. Namun, satuan terendah dalam pemerintahan
(desa) pun memiliki hak untuk menentukan aturan penyaluran kepada objek atau
sasaran, yaitu masyarakat. Hak desa ini terlihat terbitkan Peraturan Kepala Desa
mengenai implementasi program ini. Disebut dengan pendekatan top down karena
proses formulasi kebijakan ini ditentukan oleh pusat.
Proses implementasi terhadap sebuah kebijakan atau program tak selamanya
terlaksana sesuai dengan rencana saat proses formulasi. Sesuai dengan pandangan Van
Meter dan Van Horn, kita dapat menilai apakah implementasi tersebut akan berhasil
sesuai dengan hal-hal yang mempengaruhinya.
1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar program penyaluran Raskin di Desa Bagan
Dalam cukup jelas. Aturan tertulis dan teknis pelaksanaan secara rinci telah
dipaparkan diatas. Sementara sasaran kebijakan adalah keselurah kepala keluarga di
desa tersebut. Dengan disepakatinya seluruh masyarakat desa memperoleh bantuan
ini maka tidak akan ada istilah salah sasaran dalam proses pengimplementasiannya.
2. Sumber daya. Karena dilaksanakan oleh satuan pemerintahan terkecil, wilayah
menjadi lebih kecil dan mudah untuk
menjangkau keseluruhan. Hal ini tak
membuat Pemerintah Desa Bagan Dalam kesulitan dalam hal sumber daya, baik
sumber daya manusia maupun modal.
3. Hubungan antar organisasi. Koordinasi antar elemen Pemerintah Desa memang
sudah berjalan baik dan mampu menjalankan program ini tanpa kendala. Namun,
hubungan ke tingkat pemerintah yang lebih tinggi terlihat kabur. Tak ada monitor
dan pengawasan yang jelas dari Bulog tingkat kabupaten, povinsi, pusat atau
bahkan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Ini memberikan peluang
terhadap penyalahgunaan wewenang oleh tingkat Pemerintahan Desa.
4. Karakteristik agen pelaksana. Pengimplementasian progam Raskin ini bukan
sesuatu hal yang sulit. Rincian pelaksanaan teknis jelas sehingga memudahkan
agen-agen pelaksana. Yang sulit hanya dalam bagian administrasi, teutama
keakuratan data.
5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Musyawarah desa menghasilkan kesepakatan
semua kepala keluarga mendapat bantuan. Ini karena kondisi ekonomi masyarakat
Desa Bagan Dalam seluruhnya kurang mampu dan membutuhkannya. Kondisi
demikian adalah kondisi yang tepat dan memang seharusnya menjadi sasaran bagi
program ini.
6. Disposisi atau tanggapan para pelaksana. Aparat-aparat desa terkait mengganggap
program Raskin ini sangat membantu, meskipun tidak besar. Setidaknya mampu
meringankan beban setiap bulannya. Sehingga ke depan berharap program ini tetap
dijalankan, dan semakin baik jika pemerintah menambah subsidi dan nominal
beratnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah:
1. Program penyaluran Raskin adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat melalui Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Namun sebagai
pelaksana teknis (pembagian langsung kepada masyarakat) dilaksanakan oleh
pemerintahan di tingkat paling rendah, yaitu kelurahan atau desa.
2. Implementasi kebijakan ini cukup jelas, baik dasar hukum dan aturan teknis
pelaksanaannya. Demikian juga dampaknya kepada masyarakat. Implementasi
sebuah kebijakan harusnya benar, logis, dan punya manfaat kepada masyarakat.
Fakta di lapangan menunjukkan masyarakat merasa terbantu atau setidaknya
meringankan beban terhadap pemenuhan kebutuhan beras. Satu-satunya masalah
adalah data yang belum akurat, dimana masih banyak masyarakat kurang mampu
yang belum masuk di data pemerintah.
3. Raskin awalnya dijatah oleh Bulog sebesar 15 kg per kepala keluarga. Namun,
dengan alasan masih banyak masyarakat Desa Bagan Dalam yang kurang mampu
tapi tidak terdata sehingga tak memperoleh bantuan, disepakati setiap masyarakat
mendapat dengan menyiasati pembagian merata kepada seluruh masyarakat dengan
nominal 7,5 kg per kepala keluarga. Dana yang dikutip oleh panitia penyalur
sebesar Rp 2.000.
4.2 Saran
Masih ditemukan beberapa kekurangan dalam program penyaluran Raskin ini.
Yang pertama adalah data. Desa Bagan Dalam memutuskan seluruh kepala keluarga
mendapatkan bagian dikarenakan seluruh masyarakat dikategorikan sebagai
masyarakat yang kurang mampu dan berhak untuk mendapat bantuan. Sementara
Bulog hanya menyalurkan Raskin sesuai data penerima program BLT (Bantuan
Langsung Tunai) dan BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) sebelumnya.
Data tersebut kurang lengkap karena banyak masyarakat Desa Bagan Dalam yang
tidak terdata sebagai masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah Desa Bagan Dalam
sebaiknya mencermati ini dan melaporkan ke tingkat yang lebih atas agar dilakukan
pendataan ulang. Sehingga seluruh masyarakat dapat menerima bantuan yang lebih
merata, karena itu juga merupakan hak setiap masyarakat. Ini juga menjadi pekerjaan
rumah pemerintah pusat yang harus dibereskan, mengenai data dan administrasi.
Sudah terlalu sering permasalahan ini terjadi terhadap beberapa program-program
pemerintah, terutama program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan.
Kedua adalah masalah pengawasan. Tak ada aturan tertulis dan resmi yang jelas
terhadap pengawasan implementasi penyaluran Raskin ini. Seharusnya ada pencatatan
yang jelas di tingkat desa yang menjadi pertanggungjawaban kepada Bulog atau
pemerintahan di atasnya. Ini agar menjaga tidak terjadi penyelewengan dan
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Alimoeso, Sutarto, 2012, Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012.
2.
Dwi Kususmawhardani, Astrida, Skripsi: Studi Implementasi Kebijakan Beras untuk
Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Barusari Semarang. Semarang, 2008.
3.
Munthe, Hikmah, Skripsi: Evaluasi Program Beras Miskin di Lingkungan X
Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota. Medan, 2009.
4.
Musawa, Mariyam, Tesis: Studi Implementasi Program Beras Miskin di Wilayah
Kelurahan Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Semarang,
2009.
5.
Setiana, Adang, 2012, Bahan Presentasi TNP2K. Jakarta, Juli 2012.
6. www.bulog.co.id
7. www.unair.ac.id
LEMBAR PENILAIAN KULIAH LAPANGAN
Berdasarkan kuliah lapangan yang dilakukan oleh:
Nama Mahasiswa
:.................................................................................................
NIM
:.................................................................................................
Lokasi
: Desa Bagan Dalam, Kec Tanjung Tiram, Kab Batubara
Kisaran Penilaian
: 100 ≥ A ≥ 80 , 80 ≥ B ≥ 60 , C < 60
Kriteria Penilaian
I.
Inovasi dan Kreativitas
:.........................
II. Kerjasama
:.........................
III. Disiplin
:.........................
IV. Presentasi
:.........................
V.
Penulisan Laporan
:.........................
Jumlah
..........................
Rata-Rata
..........................
(.....................................................................................................................................)
Catatan:.....................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
Medan,
Januari 2014
Dosen Mata Kuliah
Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M.Si
NIP: 197512222008121002
MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN
DI DESA BAGAN DALAM
KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Muhammad Fahruza
Logika Ginting
Fredick Broven Ekayanta
Arya Pranata
Ade Beby Yuliana
Ronny Ryelar
Ricca Sophia
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2014
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KULIAH LAPANGAN
MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN
DI DESA BAGAN DALAM
KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Nama
Muhammad Fahruza
Logika Ginting
Fredick Broven Ekayanta
Arya Pranata
Ade Beby Yuliana
Ronny Ryelar
Ricca Sophia
NIM
120906010
120906015
120906037
120906055
120906059
120906061
120906066
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Mata Kuliah
Pada tanggal:
Januari 2014
Mengetahui
Dosen Mata Kuliah
Zulkifli
Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M.Si
Kepala Desa
NIP: 197512222008121002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas rahmat dan
berkatnya laporan akhir ini kami selesaikan.
Laporan akhir berjudul “Implementasi Penyaluran Program Raskin” ini
diselesaikan guna memenuhi tugas akademik untuk mata kuliah Studi Kebijakan Publik.
Laporan ini disusun berdasarkan penelitian dan pengamatan langsung melalui kuliah
lapangan di Desa Bagan Dalam, pada 4-7 November 2013 lalu. Kemudian hasilnya
dipadukan dengan konsep-konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan kebijakan publik
dan implementasi kebijakan.
Rasa terima kasih kami ucapkan sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah
membimbing kami, Bapak Faisal Andri Mahrawa dan Yurial Arief Lubis, selanjutnya
kepada pemerintah dan warga Desa Bagan Dalam yang telah menerima kami dengan
hangat dan memberikan data-data yang kami butuhkan. Dan juga ucapan terima kasih kami
kepada rekan-rekan seperjuangan di jurusan Ilmu Politik stambuk 2012.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca, khususnya penyusun
guna mendapat bekal dan pengetahuan yang cukup di masa mendatang sebagai lulusan di
bidang politik. Kepada Pemerintah Desa Bagan Dalam, sekiranya laporan ini dapat
membantu mengevaluasi pelaksanaan penyaluran Raskin guna pengimplementasian yang
semakin baik lagi kedepannya. Dan semoga laporan ini dapat menambah khazanah dan
wawasan serta menambah literatur dan referensi bagi penelitian serupa di masa
selanjutnya.
Medan, Januari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................
i
Halaman Pengesahan.......................................................................................................... ii
Kata Pengantar................................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................................
iv
Daftar Gambar...................................................................................................................
v
Daftar Tabel.......................................................................................................................
vi
Bab I Pendahuluan.............................................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................
1.2 Perumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Batasan Masalah....................................................................................................
1.4 Metodologi............................................................................................................
1.5 Sistematika Penyusunan........................................................................................
Bab II Dasar Teori..............................................................................................................
2.1 Teori-Teori Kebijakan Publik................................................................................
2.2 Teori-Teori Implementasi Kebijakan.....................................................................
Bab III Tinjauan Umum Desa Bagan Dalam......................................................................
3.1 Profil Desa Bagan Dalam.......................................................................................
3.2 Implementasi Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam.......................................
3.3 Kajian Teori terhadap Pelaksanaan Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam.....
Bab IV Penutup...................................................................................................................
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................
4.2 Saran.......................................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................................
Lampiran..............................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Beras sebagai sumber karbohidrat menjadi bahan pangan pokok bagi 95%
penduduk Indonesia dan menyumbang konsumsi energi dan protein lebih dari 55%.
Konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia terus meningkat. Dari tahun 1971
hingga 2004 konsumsi tersebut meningkat dari 105 menjadi 128 kg/kapita/tahun.1
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan kemampuan atau sumber
daya terhadap pemenuhan hal-hal pokok yang biasa dimiliki seperti pangan, papan, dan
sandang. Kebutuhan pokok tersebut yang menentukan baik tidaknya kualitas hidup
dalam masyarakat. Kemiskinan juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan
yang layak sebagai warga negara. Terjadi fluktuatif data terhadap angka kemiskinan di
Indonesia. Pada 2005 jumlah penduduk miskin di Indonesia 34,10 juta jiwa atau sekitar
15,97%. Sementara di 2006 meningkat menjadi 39,30 juta jiwa (17,75%). Angka
tersebut kembali turun pada 2007 dan 2008 menjadi 16,58% dan 15,42%. Sehingga
dibutuhkan program-program yang tepat sasaran dan tepat guna untuk terus menekan
angka tersebut.
Salah satu fokus utama yang telah dipusatkan pemerintah Indonesia adalah
masalah pangan. Salah satu tugas pemerintah adalah harus mampu menjaga ketahanan
pangan bagi rakyat Indonesia. Krisis pangan sempat terjadi pada tahun 1998, ketika
inflasi terjadi dan daya beli masyarakat turun. Ketika itu pula mencanagkan program
1 Bahan presetasi TNP2K, Adang Setiana (Deputi Menko Kesra bidang Koordinasi
Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat sekaligus Ketua Pelaksana Tim Koordinasi
Raskin Pusat) di Hotel Aryaduta Jakarta pada 17 Juli 2012.
Operasi Pasar Khusus (OPK), cikal bakal program Raskin (beras untuk rumah tangga
miskin).
Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal dari pelaksanaan Raskin yang
bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga
miskin. Pada awalnya disebut program Operasai Pasar Khusus (OPK). Kemudian
diubah menjadi Raskin mulai tahun 2002. Raskin diperluas fungsinya tidak lagi menjadi
program darurat melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial
masyarakat. 2
Raskin adalah bagian dari program penanggulangan kemiskinan yang berada pada
kluster I, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pangan pokok bagi mayarakat kurang mampu. Raskin mempunyai multi
fungsi, yaitu memperkuat ketahanan pangan keluarga miskin, sebagai pendukung bagi
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendukung usaha tani padi dan
sektor lainnya dan peningkatan pemberdayaan ekonomi daerah. Disamping itu Raskin
berdampak langsung pada stabilisasi harga beras, yang akhirnya juga berperan dalam
menjaga stabilitas ekonomi nasional.3
Dalam rangka pelaksanaan program ini dibentuk tim koordinasi mulai dari pusat,
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa/kelurahan. Desa Bagan Dalam di
Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara termasuk
desa yang mendapat bantuan program Raskin setiap bulan. Pemerintahan desa mulai
dari kepala desa hingga kepala dusun menjadi pelaksana teknis yang menerima Raskin
dari Bulog dan menyalurkan kepada setiap keluarga.
2 http://www.bulog.co.id/sekilasraskin_v2.php
3 Sutarto Alimoeso, Dirut Perum Bulog dalam Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012
Kemenko Kesra RI
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana proses implementasi kebijakan program Raskin?
2. Apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi dalam proses implementasi ini?
3. Apakah proses penyaluran Raskin telah optimal bagi masyarakat?
1.3 Batasan Masalah
Sesuai dengan pembagian wilayah penelitian yang ditetapkan oleh dosen
pembimbing dan untuk mempermudah penelitian agar hasil yang diperoleh lebih
efektif dan akurat, lokasi penelitian untuk menjawab perumusan masalah diatas adalah
Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera
Utara.
1.4 Metodologi
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research).
Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau
peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan
fakta, situasi, atau kejadian. Hasil penelitian yang ditekankan adalah memberikan
gambaran atau penjelasan secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek
yang diteliti. (Nawawi, 1991:31).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung
Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Sementara objek penelitian
adalah perangkat-perangkat desa yang berkaitan langsung dengan proses
penyaluran Raskin serta masyarakat sebagai penerima Raskin.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang dipilih peneliti untuk mengumpulkan data adalah
dengan observasi langsung, wawancara, dan kepustakaan. Observasi langsung
dilakukan dengan tinggal selama beberapa hari di rumah salah satu warga sehingga
dapat melihat dengan jelas dan lebih dekat kondisi kehidupan masyakat Desa
Bagan Dalam. Wawancara dilaksanakan kepada perangkat desa yang dalam hal ini
pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai perpanjangan tangan
pemerintah dalam penyaluran Raskin, serta masyarakat sebagai penerima bantuan
tersebut. Teknik kepustakaan dilakukan dengan mencari data-data terkait dari
literatur-literatur yang ada sebagai referensi untuk mendukung hasil penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian
sebagaimana adanya. Data yang telah didapatkan dari hasil penelitian di lapangan
kemudian dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis dengan menggambarkan,
menjelaskan, dan memberikan komentar dikaitkan dengan teori-teori pendukung
mengenai kebijakan publik.
1.5 Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan laporan akhir ini terdiri dari:
1. Bab I: Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
masalah, metodologi, dan sistematika penyusunan.
2. Bab II: Dasar Teori
Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori kebijakan publik yang terkait dan
sesuai dengan penelitian tentang penyaluran Raskin.
3. Bab III: Tinjauan Umum
Bab ini berisi tentang sejarah dan gambaran umum mengenai Desa Bagan
Dalam, selanjutnya gambaran mengenai implementasi program penyaluran Raskin.
4. Bab IV: Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diberikan oleh peneliti terhadap
hasil penelitian yang diperoleh.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Teori-Teori Kebijakan Publik
Carl Friedrich mengatakan kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah
pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu seraya mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Dan Anderson berpendapat kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja
dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah
atau persoalan tertentu yang dihadapi (Mariyam Musawa, 2009:36).
Miftah Thoha berpendapat bahwa dalam arti yang luas, kebijakan mempunyai
dua aspek pokok, yaitu:
a.
Kebijakan merupakan praktik sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir.
Dengan demikian suatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian
b.
dalam masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan, baik untuk mendamaikan
klaim dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan insentif terhadap
tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menciptakan tujuan, akan tetapi
mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha bersama tersebut.
Dari kedua aspek diatas dapat disimpulkan bahwa pada satu pihak, kebijakan
dapat berbentuk suatu usaha yang kompleks dari masyarakat untuk kepentingan
masyarakat, dilain pihak kebijakan merupakan suatu teknik atau cara untuk mengatasi
konflik yang menimbulkan insentif. (Mariyam Musawa, 2009:37).
Tokoh pertama yang menggambarkan ide kebijakan untuk dipelajari secara
sistematis adalah John Dewey. Melalui bukunya Logic: The Theory of Inquiry, Dewey
memberi perhatian terhadap sifat eksperimen dan cara mengukur kebijakan. Ia berhasil
menggambarkan bagaimana rencana-rencana tindakan harus dipilih dari berbagai
alternatif dan bagaimana mengamati berbagai akibat yang dapat digunakan sebagai uji
coba yang tepat. Hasil buah pemikiran John Dewey tersebut kemudian digunakan oleh
Harold Lasswell seorang eksperimentalis ilmupolitik yang pertama kali mempertajam
ide ilmu kebijakan sebagai disiplin yang tidak terpisahkan dari disiplin ilmu-ilmu lain.
Lasswell mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan proyek-proyek tertentu. Menurut
pandangannya, kebijakan merupakan studi tentang proses pembuatan keputusan atau
proses memilih dan mengevaluasi informasi yang tersedia, kemudian memecahkan
masalah-masalah tertentu.
Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton
merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat. Akan tetapi, hanya
pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan
semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan
adalah hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut. (Mariyam Musawa, 2009:39).
2.2 Teori-Teori Implementasi Kebijakan
Studi Implementasi secara sungguh-sungguh dianggap muncul pertama kali
pada tahun 1970-an saat Jeffrey Pressman & Aaron Wildavsky (1973) menerbitkan
bukunya
yang
sangat
berpengaruh
Implementation, dan Erwin
Hargrove
(1975) dengan bukunya The Misssing link : The Study of Implementation of Social
Policy yang mempertanyakan “missing link” antara formulasi kebijakan dan evaluasi
dampak kebijakan dalam studi kebijakan publik. Sejak saat itu studi tentang
implementasi mulai marak, terutama karena fakta menunjukkan berbagai intervensi
pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah sosial terbukti tidak efektif.
Hargrove menyatakan menyatakan selama ini studi tentang kebijakan publik
hanya menitik beratkan pada studi tentang proses pembuatan kebijakan dan studi –
studi
tentang
evaluasi,
tapi
mengabaikan
permasalahan-permasalahan
pengimplementasian. Proses administrasi antara formulasi kebijakan dan hasil
kebijakan dianggap sebagai kotak hitam yang tidak berhubungan dengan kebijakan
(terutama karena budaya administrasi di negara Inggris yang bersifat relatif
tertutup). Sampai akhir tahun 1960-an anggapan umum adalah bahwa mandat politik
dalam
kebijakan
sudah
sangat
jelas
dan
orang-orang
administrasi
akan
melaksanakannya sesuai dengan yang diinginkan oleh “bos” mereka.
Dua perspektif awal dalam studi implementasi didasarkan pada pertanyaan
sejauh mana implementasi terpisah dari formulasi kebijakan, yakni apakah suatu
kebijakan dibuat oleh pusat dan diimplementasikan oleh daerah (top-down) atau
kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang akan
menjadi para pelaksananya (bottom-up). Padahal persoalan ini hanya merupakan
bagian dari permasalahan yang lebih luas, yakni bagaimana mengidentifikasikan
gambaran-gambaran dari suatu proses yang sangat kompleks, dari berbagai ruang dan
waktu, serta beragam aktor yang terlibat di dalamnya.
Dalam perkembangan studi implementasi kebijakan dijelaskan kedua
pendekatan ini guna memahami implementasi kebijakan secara sederhana. Pendekatan
ini selanjutnya dikenal dengan the command and control approach (pendekatan
kontrol dan komando yang mirip dengan top down approach) dan the market
approach (pendekatan pasar yang mirip dengan bottom up approach).
Penjelasan tentang pendekatan top down awalnya adalah pendekatan yang
paling banyak digunakan oleh pembuat kebijakan publik, walaupun dikemudian hari
terdapat pula kelemahan-kelemahan dalam pendekatan ini sehingga menimbulkan
perdebatan-perdebatan yang menghasilkan pendekatan baru bernama bottom up
approach. Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan dilakukan secara
tersentralisasi dan dimulai dari aktor di tingkat pusat, serta keputusannya pun
dilakukan pada tingkat pusat. Pendekatan ini bertitik tolak pula dari perspektif bahwa
keputusan-keputusan politik (kebijakan publik) yang telah ditetapkan oleh pembuat
kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat
pada level dibawahnya. Inti pendekatan ini secara sederhana dapat dimengerti sebagai
sejauh mana tindakan para pelaksana (admnistrator dan birokrat) sesuai dengan
prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat
pusat. Maka untuk memahami pendekatan yang kedua yaitu bottom up, pada intinya
bertitik tolak pada asumsi-asumsi yang sama dan memahaminya adalah secara terbalik
dari apa yang kita pahami pada pendekatan top down.
Para penulis studi implementasi pun memiliki keragaman tanggapan atas
kekompleksan variabel yang terlibat di dalamnya. Ada penulis yang cukup berani
menyederhanakannya dengan mengurangi variabel variabel tersebut, namun ada pula
yang mencoba mengembangkan model studi implementasi dengan memperhitungkan
seluruh variabel yang teridentifikasi dalam studi mereka. Oleh karenanya dalam studi
implementasi pretensi untuk mengembangkan suatu teori implementasi yang bersifat
umum (grand theory) yang dapat berlaku untuk semua kasus, di semua tempat dan
waktu, hampir mustahil dicapai, karena yang dikembangkan tak lebih hanya akan
menjadi teori “tindakan” atau teori “melaksanakan” bukan teori Implementasi
Kebijakan.
Secara umum yang membuat perbedaan pendekatan dalam teori implementasi
ini berkaitan dengan :
1. Keragaman isu-isu kebijakan, atau jenis kebijakan. Isu atau jenis kebijakan yang
berbeda menghendaki perbedaan pendekatan pula, karena ada jenis kebijakan yang
sejak awal diformulasikan sudah rumit karena melibatkan banyak faktor dan
banyak aktor, dan ada pula yang relatif mudah. Kebijakan yang cakupannya luas
dan menghendaki perubahan yang relatif besar tentu cara implementasi dan tingkat
kesulitannya akan berbeda dengan kebijakan yang lebih sederhana.
2. Keragaman konteks kelembagaan, yang bisa meluas menyangkut pertanyaan sejauh
mana generalisasi dapat diterapkan pada sistem politik dan konteks negara yang
berbeda. Kebijakan yang sama dapat diimplementasikan dengan cara yang berbeda
bergantung pada sistem politik serta kemampuan sistem administrasi negara yang
bersangkutan.
Dalam sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan
pemerintah. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan pelaksanaan kebijakan
tersebut hari demi hari sehingga menuju kinerja kebijakan. Implementasi tersebut
dapat melibatkan banyak aktor kebijakan sehingga sebuah kebijakan bisa menjadi
rumit. Kerumitan dalam tahap implementasi kebijakan bukan hanya ditunjukkan dari
banyaknya aktor kebijakan yang terlibat, namun juga variabel-variabel yang terkait di
dalamnya.
Menurut Van Meter dan Van Horn (M Rosyid, 2012:24) terdapat enam variabel
yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu :
1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan
terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur,
maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para
agen implementasi.
2. Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber
daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human
resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti Program Jaring
Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena
keterbatasan kualitas aparat pelaksana.
3. Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah
mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik, dan eknonomi. Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi
lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh
mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik
mendukung implementasi kebijakan tersebut.
6. Disposisi atau tanggapan atau sikap para pelaksana, termasuk di dalamnya adalah
pengetahuan dan pemahaman akan isi dan tujuan kebijakan; sikap mereka atas
kebijakan dan intensitas sikap tersebut.
BAB III
TINJAUAN UMUM DESA BAGAN DALAM
3.1 Profil Desa
Desa Bagan Dalam berada pada wilayah administratif Kecamatan Tanjung Tiram,
Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. (berdasarkan Peraturan Daerah Batu
Bara Nomor 2 Tahun 2011 tentang pemekaran desa).
Sejak 2011 Desa Bagan Dalam terbagi menjadi Desa Bagan Dalam dan Desa Suka
Jaya. Desa Bagan Dalam berdiri sejak tahun 1960, “Bagan” artinya tempat
persinggahan, “Dalam” maksudnya adalah lokasi desa ini terletak agak jauh dan
kedalam.
Sebelum tahun 2011, Desa Bagan Dalam ini memiliki luas sekitar 250 Ha. Sebelum
pemekaran, jumlah penduduknya sekitar 9.500 jiwa.
Letak geografis Desa Bagan Dalam sebelum pemekaran adalah :
• Utara berbatasan dengan Sungai Batubara kiri.
• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.
• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.
• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.
Pemekaran desa terjadi pada awal Juli 2011. Desa Suka Jaya pisah dari Desa Bagan
Dalam. (Peraturan Desa Bagan Dalam No 1 Tahun 2013). Setelah pemekaran, luas
Desa Bagan Dalam menjadi 137 Ha, dengan panjang jalan sekitar 1 Km. Jumlah
penduduk Desa Bagan Dalam setelah pemekaran sekitar 4.126, terdiri dari 2.200 lakilaki, 1.894 perempuan, dan berjumlah 1.270 Kepala Keluarga (data per September
2013). Letak geografis Desa Bagan Dalam setelah pemekaran adalah :
• Utara berbatasan dengan Desa Suka Jaya.
• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.
• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.
• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.
Berikut adalah susunan Pemerintah Desa Bagan Dalam:
• Kepala Desa
: Zulkifli
• Sekertaris Desa
: Fahrul Rozi
• Kaur Pemerintahan
: Effendi
• Kaur Umum
: Mulia
• Kaur Kesra, Ekonomi
: Nuraisyah Tanjung, Nazmi
• Operator Komp
: Tiwani
Desa Bagan Dalam juga terdiri dari 10 Dusun,berikut adalah Nama Kepala Dusun
didesa Bagan Dalam.
• Dusun 1
: Bakrie Ay
• Dusun 2
: Saharudin
• Dusun 3
: Ahmad Fauzi
• Dusun 4
: Saharawati
• Dusun 5
: Faridawati
• Dusun 6
: Ramlan
• Dusun 7
: Yus Ardiansah
• Dusun 8
: Khodijah
• Dusun 9
: Aina Sabar
• Dusun 10
: Khairun
Sementara BPD di desa Bagan dalam berjumlah 7 orang , 1 orang sebagai Ketua, 1
orang sebagai wakil Ketua, 1 orang sebagai Bendahara,1 orang lagi menjadi Sekretaris
dan 3 orang lagi menjadi anggota. Pemilihan anggota BPD secara musyawarah di
Balai desa, anggota BPD berjumlah 7 orang setelah dilakukan pemekaran, sebelum
pemekaran ada 13 orang yang menjadi anggota. Yang memilih BPD yaitu tokoh
pemuda, tokoh agama, organisasi masyarakat, dan masyarakat.
Tugas BPD mengawasi kinerja kepala desa, tiap akhir tahun atau di akhir masa
jabatan BPD menerima laporan kinerja kepala desa dan meminta pertanggungjawaban
dari kepala Desa. BPD kita perkotaan seperti di kota Medan sangat penting dalam
menyelesaikan tugasnya, berbeda dengan di desa yang kerjanya hanya transparan.
3.2 Implementasi Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam
Kebijakan pengadaan raskin merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam menjaga
ketahanan pangan (PP No 68 Tahun 2002) bagi rakyat Indonesia, terutama untuk
keluarga miskin. Dasar hukum kebijakan ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) No
13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, dilanjutkan dengan
Instruksi Presiden (Inpres) No 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Adapun
penyalur utama kebijakan ini adalah Perum Bulog (sesuai PP No 61 Tahun 2003).
Desa Bagan Dalam menjadi salah satu penerima program/kebijakan ini, seperti
desa-desa lainnya. Ketentuan pelaksanaan kebijakan ini telah ditetapkan oleh pusat.
Namun, dengan alasan pemerataan, Pemerintah Desa Bagan Dalam sepakat dengan
warganya bahwa aturan teknis pendistribusian Raskin ini dilaksanakan sesuai mufakat
yang disetujui di Desa Bagan Dalam. Implementasi pendistribusian/penyaluran Raskin
kepada masyarakat Desa Bagan Dalam dilaksanakan berdasarkan Keputusan Kepala
Desa Bagan Dalam Nomor: 11/SK/BD/2013.
Penyaluran Raskin ini kemudian dilaksanakan oleh panitia yang terdiri dari kepal
desa sebagai ketua, sekretaris desa sebagai sekretaris, kaur kesra sebagai anggota.
Berikut adalah tugas pelaksana distribusi Raskin sesuai dengan yang tercantum
dalam Keputusa Kepala Desa diatas:
a. Memeriksa dan menerima/menolak raskin dari Satuan Kerja Raskin di titik
distribusi;
b. Mendistribusikan dan menyerahkan/menjual Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran
Penerima Manfaat (RTS-PM) di titik bagi;
c. Menerima hasil penjualan beras (HPB) raskin dari RTS-PM secara tunai dan
menyetorkan ke BRI Unit Tanjung Tiram atau langsung kepada Satker Raskin;
d. Menyelesaikan administrasi penyaluran Raskin yaitu Berita Acara Serah Terima
(BAST) dan Daftar Realisasi Penjualan Beras sesuai model DPM-2 serta
melaporkan ke Tim Koordinasi Raskin Kecamatan;
e. Memfasilitasi pelaksanaan Musyawarah Desa (Mudes) guna menetapkan data RTSPM
Sementara teknis pelaksanaan penyaluran Raskin ini disampaikan oleh Kepala
Desa Zulkifli seperti berikut:
“Raskin datang dari Bulog ke dalam desa, BPD datang ke kepala-kepala dusun
untuk mengecek berapa jumlah kepala keluarga dan berapa goni beras yang akan
dibagikan. Setelah pembagian, anggota BPD mengecek ke dusun-dusunn siapa yang
belum mendapatkan raskin tersebut. Kadang ada warga yang tidak mendapatkan
raskin dikarenakan pada waktu kepala dusun mendata warga sedang tidak ada di
tempat. Bagi warga yang belum mendapatkan raskin dapat melapor kepada BPD dan
kemudian BPD akan melapor ke kepala desa. Raskin yang diantar dari Bulog ke desa
kemudian diambil oleh Kepala Desa serta BPD yang mengawasinya.”
Mengenai pembiayaan ia menjelaskan seperti berikut:
“Dalam pembagian raskin dikutip Rp. 1600 per KK yang dibayarkan ke Bulog,
untuk membayar alat tarnsportasi , namun dengan kebijakan kepala desa dikutip
menjadi Rp. 2000 per KK untuk menggaji Kepala Dusun. Kepala dusun digaji sebesar
200 perak per KK. Dari mobil ke lapangan bayar 200 perak lagi untuk pembagian
kepada warga. Biasa 100 ribu dari Kepala desa untuk minum di lapangan dalam
pembagian beras miskin.”
Alasan Desa Bagan Dalam memutuskan setiap kepala keluarga mendapatkan
Raskin dijelaskan seperti berikut:
“Di Desa Bagan Dalam raskin belum tepat sasaran. Raskin dapat dibagikan
dengan syarat harus mendapat BLT terlebih dahulu. Namun sebagian besar warga
tidak mendapatkan BLT. Kemudian diratakan kepada warga dan dibagikan 7,5
kilogram per KK, di Desa Bagan Dalam orang kaya juga mendapatkan beras miskin.
Bahkan orang yang mampu yang mendapatkan BLT dan bisa mendapatkan raskin.
Akhirnya di lakukan musyawarah agar semua masyarakat desa Bagan Dalam
mendapatkan raskin dengan meratakan semua jumlah beras yang sebesar 7,5
kilogram. Dalam musyarawah kebijakan tersebut disetujui oleh tokoh agama, tokoh
pemuda, dan masyarakat organisasi.”
Berikut ini juga penjelasan dari Kepala Dusun X Khairun terkait dengan tugas dan
tanggung jawabnya dalam melaksanakan kebijakan raskin di Desa Bagan Dalam.
“Tugas saya sebagai Kadus dalam pembagian raskin adalah sebagai penyalur.
Biaya raskin kepada Bulog biasanya didahulukan oleh Kadus, biaya yang ditetapkan
pemerintah Rp 1.600/kg sedangkan biaya yang dikutip kepada warga adalah Rp
2.000/kg, dengan rincian 1.600/kg diberikan kepada Bulog, Rp 200,- untuk
transportasi di pedesaan, dan Rp 200,- untuk biaya pengelola, jadi setiap bulannya
masyarakat desa dikutip Rp 15.000/ 7,5kg beras untuk masing-masing KK. Kebijakan
ini didiskusikan oleh masyarakat dan perangkat desa, sehingga tidak ada masyarakat
yang merasa keberatan dengan biaya tambahan ini. Tapi, ada juga warga yang
terlambat mengambil raskin dengan alasan tidak memiliki uang.
Teknis pembagian Raskin, setelah uang didahulukan oleh masing-masing Kadus,
dan ditransfer melalui Kades, kemudian beras datang. Jika beras sudah tiba di balai
desa, maka sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Kadus untuk membagi kepada
setiap warganya. Di daerah ini memang raskin sangat membantu warga, ada juga
beberapa warga yang mengajukan permohonan kepada Bulog untuk memperoleh dua
kali raskin dalam sebulan, dan syukur Alhamdullilah pihak dari Bulog mau
menyetujuinya.”
3.3 Kajian Teori terhadap Pelaksanaan Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam
Sesuai dengan pendapat Miftah Thoha, Pemerintah Republik Indonesia melihat
kesulitan yang dialami oleh masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok
yakni beras. Kesulitan tersebut akibat kurangnya daya beli yang dimiliki oleh
masyarakat. Di lain sisi, tugas pemerintah lah untuk meringankan beban dan
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut. Artinya
kebijakan penyaluran Raskin adalah suatu respon dari pemerintah terhadap kejadian
yang terjadi di masyarakat, dan respon tersebut ditujukan sepenuhnya untuk
kepentingan masyarakat.
Dalam kebijakan ini, pemerintah pusat telah menetapkan rambu-rambu yang harus
diikuti oleh pelaksana-pelaksana terkait. Ini dibutuhkan karena program ini bersifat
nasional dan meyeluruh untuk seluruh wilayah di Indonesia. Megingat luasnya
wilayah Indonesia, Perum Bulog ditunjuk menjadi pelaksana pengimplementasian
program ini. Perum Bulog pun disusun berjenjang mulai dari pusat hingga sub divisi
regional. Berdasarkan pengumpulan data, diketahui Pemerintah Desa Bagan Dalam
menerima pasokan raskin setiap bulannya dari Bulog Asahan. Mengingat Kabupaten
Batubara belum memiliki Bulog sendiri, dan sebelumnya
wilayah Kabupaten
Batubara merupakan bagian dari Kabupaten Asahan. Selanjutnya
pengelolaan
penyaluran kepada setiap kepala keluarga menjadi wewenang dan hak desa. Bagan
Dalam sendiri telah menyepakati setiap kepala keluarga mendapat jatah. Kesepakatan
tersebut berdasarkan musyawarah desa yang dirembugkan sebelumnya.
Dikaji dari pendekatan implementasi yang diambil, kebijakan ini sebenarnya adalah
melalui pendekatan top down. Seperti disebut diatas pemerintah telah menggariskan
kebijakan ini sebagai program nasional. Namun, satuan terendah dalam pemerintahan
(desa) pun memiliki hak untuk menentukan aturan penyaluran kepada objek atau
sasaran, yaitu masyarakat. Hak desa ini terlihat terbitkan Peraturan Kepala Desa
mengenai implementasi program ini. Disebut dengan pendekatan top down karena
proses formulasi kebijakan ini ditentukan oleh pusat.
Proses implementasi terhadap sebuah kebijakan atau program tak selamanya
terlaksana sesuai dengan rencana saat proses formulasi. Sesuai dengan pandangan Van
Meter dan Van Horn, kita dapat menilai apakah implementasi tersebut akan berhasil
sesuai dengan hal-hal yang mempengaruhinya.
1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar program penyaluran Raskin di Desa Bagan
Dalam cukup jelas. Aturan tertulis dan teknis pelaksanaan secara rinci telah
dipaparkan diatas. Sementara sasaran kebijakan adalah keselurah kepala keluarga di
desa tersebut. Dengan disepakatinya seluruh masyarakat desa memperoleh bantuan
ini maka tidak akan ada istilah salah sasaran dalam proses pengimplementasiannya.
2. Sumber daya. Karena dilaksanakan oleh satuan pemerintahan terkecil, wilayah
menjadi lebih kecil dan mudah untuk
menjangkau keseluruhan. Hal ini tak
membuat Pemerintah Desa Bagan Dalam kesulitan dalam hal sumber daya, baik
sumber daya manusia maupun modal.
3. Hubungan antar organisasi. Koordinasi antar elemen Pemerintah Desa memang
sudah berjalan baik dan mampu menjalankan program ini tanpa kendala. Namun,
hubungan ke tingkat pemerintah yang lebih tinggi terlihat kabur. Tak ada monitor
dan pengawasan yang jelas dari Bulog tingkat kabupaten, povinsi, pusat atau
bahkan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Ini memberikan peluang
terhadap penyalahgunaan wewenang oleh tingkat Pemerintahan Desa.
4. Karakteristik agen pelaksana. Pengimplementasian progam Raskin ini bukan
sesuatu hal yang sulit. Rincian pelaksanaan teknis jelas sehingga memudahkan
agen-agen pelaksana. Yang sulit hanya dalam bagian administrasi, teutama
keakuratan data.
5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Musyawarah desa menghasilkan kesepakatan
semua kepala keluarga mendapat bantuan. Ini karena kondisi ekonomi masyarakat
Desa Bagan Dalam seluruhnya kurang mampu dan membutuhkannya. Kondisi
demikian adalah kondisi yang tepat dan memang seharusnya menjadi sasaran bagi
program ini.
6. Disposisi atau tanggapan para pelaksana. Aparat-aparat desa terkait mengganggap
program Raskin ini sangat membantu, meskipun tidak besar. Setidaknya mampu
meringankan beban setiap bulannya. Sehingga ke depan berharap program ini tetap
dijalankan, dan semakin baik jika pemerintah menambah subsidi dan nominal
beratnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah:
1. Program penyaluran Raskin adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat melalui Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Namun sebagai
pelaksana teknis (pembagian langsung kepada masyarakat) dilaksanakan oleh
pemerintahan di tingkat paling rendah, yaitu kelurahan atau desa.
2. Implementasi kebijakan ini cukup jelas, baik dasar hukum dan aturan teknis
pelaksanaannya. Demikian juga dampaknya kepada masyarakat. Implementasi
sebuah kebijakan harusnya benar, logis, dan punya manfaat kepada masyarakat.
Fakta di lapangan menunjukkan masyarakat merasa terbantu atau setidaknya
meringankan beban terhadap pemenuhan kebutuhan beras. Satu-satunya masalah
adalah data yang belum akurat, dimana masih banyak masyarakat kurang mampu
yang belum masuk di data pemerintah.
3. Raskin awalnya dijatah oleh Bulog sebesar 15 kg per kepala keluarga. Namun,
dengan alasan masih banyak masyarakat Desa Bagan Dalam yang kurang mampu
tapi tidak terdata sehingga tak memperoleh bantuan, disepakati setiap masyarakat
mendapat dengan menyiasati pembagian merata kepada seluruh masyarakat dengan
nominal 7,5 kg per kepala keluarga. Dana yang dikutip oleh panitia penyalur
sebesar Rp 2.000.
4.2 Saran
Masih ditemukan beberapa kekurangan dalam program penyaluran Raskin ini.
Yang pertama adalah data. Desa Bagan Dalam memutuskan seluruh kepala keluarga
mendapatkan bagian dikarenakan seluruh masyarakat dikategorikan sebagai
masyarakat yang kurang mampu dan berhak untuk mendapat bantuan. Sementara
Bulog hanya menyalurkan Raskin sesuai data penerima program BLT (Bantuan
Langsung Tunai) dan BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) sebelumnya.
Data tersebut kurang lengkap karena banyak masyarakat Desa Bagan Dalam yang
tidak terdata sebagai masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah Desa Bagan Dalam
sebaiknya mencermati ini dan melaporkan ke tingkat yang lebih atas agar dilakukan
pendataan ulang. Sehingga seluruh masyarakat dapat menerima bantuan yang lebih
merata, karena itu juga merupakan hak setiap masyarakat. Ini juga menjadi pekerjaan
rumah pemerintah pusat yang harus dibereskan, mengenai data dan administrasi.
Sudah terlalu sering permasalahan ini terjadi terhadap beberapa program-program
pemerintah, terutama program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan.
Kedua adalah masalah pengawasan. Tak ada aturan tertulis dan resmi yang jelas
terhadap pengawasan implementasi penyaluran Raskin ini. Seharusnya ada pencatatan
yang jelas di tingkat desa yang menjadi pertanggungjawaban kepada Bulog atau
pemerintahan di atasnya. Ini agar menjaga tidak terjadi penyelewengan dan
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Alimoeso, Sutarto, 2012, Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012.
2.
Dwi Kususmawhardani, Astrida, Skripsi: Studi Implementasi Kebijakan Beras untuk
Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Barusari Semarang. Semarang, 2008.
3.
Munthe, Hikmah, Skripsi: Evaluasi Program Beras Miskin di Lingkungan X
Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota. Medan, 2009.
4.
Musawa, Mariyam, Tesis: Studi Implementasi Program Beras Miskin di Wilayah
Kelurahan Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Semarang,
2009.
5.
Setiana, Adang, 2012, Bahan Presentasi TNP2K. Jakarta, Juli 2012.
6. www.bulog.co.id
7. www.unair.ac.id
LEMBAR PENILAIAN KULIAH LAPANGAN
Berdasarkan kuliah lapangan yang dilakukan oleh:
Nama Mahasiswa
:.................................................................................................
NIM
:.................................................................................................
Lokasi
: Desa Bagan Dalam, Kec Tanjung Tiram, Kab Batubara
Kisaran Penilaian
: 100 ≥ A ≥ 80 , 80 ≥ B ≥ 60 , C < 60
Kriteria Penilaian
I.
Inovasi dan Kreativitas
:.........................
II. Kerjasama
:.........................
III. Disiplin
:.........................
IV. Presentasi
:.........................
V.
Penulisan Laporan
:.........................
Jumlah
..........................
Rata-Rata
..........................
(.....................................................................................................................................)
Catatan:.....................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
Medan,
Januari 2014
Dosen Mata Kuliah
Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M.Si
NIP: 197512222008121002