Perancangan Sistem Informasi pada PT. As
Perancangan Sistem Informasi pada PT. Asia Penta Garmen
[1]
[1,2]
James Henoch, [2]Ignatius A. Sandy, S.Si., M.T.
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Informasi merupakan salah satu komponen utama yang terdapat pada sebuah perusahaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan terhadap informasi semakin berkembang pula. Namun
demikian tidak semua perusahaan memiliki sistem pengelolaan yang baik terhadap informasi. Hal ini dapat
dilihat pada masalah yang dialami oleh PT. Asia Penta Garmen (PT. APG). Gejala-gejala seperti
keterlambatan jadwal produksi, keterlambatan pemenuhan demand dan terhambatnya proses produksi
kerap kali ditemukan dalam PT. APG. Akibat terburuk yang dapat terjadi adalah penurunan keuntungan
dan membengkaknya biaya operasional. Melalui observasi awal, ditemukan bahwa salah satu masalah
utama yang menjadi penyebab terjadinya gejala-gejala tersebut adalah pengelolaan informasi yang buruk.
Melalui penelitian ini, peneliti mengkaji solusi yang tepat untuk masalah yang dialami oleh PT. APG
dengan menggunakan metode SDLC. Metode SDLC menggunakan beberapa instrumen yaitu DFD,
metode DDA untuk perancangan basis data, proses normalisasi data, kamus data, serta bentuk form dan
report yang terkomputerisasi. Dengan demikian, metode ini memfasilitasi peneliti untuk dapat memahami
proses bisnis yang sudah ada, kelemahan proses bisnis tersebut dan kebutuhan informasi sehingga
peneliti dapat merancang sistem informasi yang tepat untuk PT. APG. Usulan sistem informasi tersebut
diharapkan dapat menjadi solusi praktis bagi masalah yang dialami oleh PT. APG mengenai pengelolaan
informasi.
Kata kunci: sistem informasi, SDLC, DFD, DDA, database.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang terjadi di era
ini membawa setiap industri masing-masing
untuk dapat memenuhi tuntutan teknologi yaitu
penyediaan informasi. Hal ini disebabkan oleh
setiap aktivitas yang terjadi di dalam sebuah
industri saling berkesinambungan serta setiap
aktivitas tersebut pasti membutuhkan informasi
dan menghasilkan informasi yang akan
digunakan oleh aktivitas lainnya. Tanpa sistem
pengelolaan informasi yang tepat, penyediaan
informasi akan terhambat.
Seiring dengan terhambatnya penyediaan
informasi, aktivitas yang berjalan di dalam
industri juga menjadi tidak dapat berjalan
dengan baik. Hal ini sangat berakibat buruk
bagi kinerja industri. Khususnya dalam aspek
keuntungan dan biaya.
Kerugian dapat berupa finansial seperti
kehilangan sales karena respon yang
terlambat dan kerugian non-finansial berupa
loyalitas atau kepercayaan konsumen pada
industri akibat tidak dapat memenuhi
permintaan tepat pada waktunya. Selain itu,
biaya operasionalpun membengkak karena
kesalahan dalam pembacaan informasi
sehingga terjadi kesalahan pada pengambilan
keputusan pada tahap perencanaan yang
turun hingga kepada tahap operasional.
Dampak yang terjadi berupa dampak berantai
yang sangat berbahaya bagi industri.
PT. Asia Penta Garmen atau biasa disebut
(PT. APG) kerap kali mengalami kerugiankerugian tersebut. Hal ini dikarenakan PT. APG
tidak memiliki sistem pengelolaan informasi
yang cukup memadai dalam menyediakan
informasi. Terdapat beberapa gejala yang
terjadi seperti keterlambatan jadwal produksi,
pemenuhan demand, dan pemenuhan
kebutuhan material. Menurut hasil observasi,
penyebab utama gejala-gejala tersebut adalah
karena minimnya perhatian perusahaan pada
pengelolaan informasi yang sehari-hari
dibutuhkan oleh masing-masing bagian yang
beroperasi dari tingkat manajerial paling
bawah sampai yang paling atas.
2. METODE PENELITIAN
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
merancang dan mengembangkan sistem
informasi yang berada pada PT. APG. Proses
perancangan dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu tahap identifikasi sistem sekarang dan
tahap perancangan sistem informasi.
Oleh karena itu, penelitian ini
membutuhkan beberapa input sebagai bahan
pertimbangan seperti keadaan sistem yang
sudah ada beserta dengan kelemahankelemahannya, kebutuhan sistem khususnya
kebutuhan informasi dan sebagainya. Inputinput tersebut yang akan digunakan untuk
merancang sistem informasi.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan
metode SDLC (System Development Life
Cycle) yang terdiri dari tahap secara berturutturut planning, analysis, design dan
implementation.
3. PEMBAHASAN
Pembahasan meliputi tahap-tahap yang
diperlukan dalam proses perancangan sistem
informasi sedangkan hasil akan menunjukkan
gambaran praktis mengenai hasil perancangan
end-user interface yang berupa form dan
report. Berikut penjelasan mengenai
pembahasan untuk penelitian ini.
3.1 Metode SDLC – Planning
Input utama dalam tahap ini adalah definisi
proses bisnis yang ada. Definisi proses bisnis
digambarkan dengan narasi dan deskripsi
detail mengenai job description untuk masingmasing bagian manajerial yang berada di
dalam struktur organisasi perusahaan. Output
yang dihasilkan melalui tahap ini adalah
informasi mengenai gejala, akibat dan masalah
utama yang terjadi dalam sistem yang
digambarkan dalam proses bisnis, tujuan
perancangan sistem dan kendala yang
dijumpai pada kondisi nyata.
Pada tahap ini ditemukan kelemahankelemahan pada sistem yang ada sehingga
proses perancangan sistem dapat menjadi
lebih terarah dan efektif. Berdasarkan
penelitian pada tahap ini, setidaknya
ditemukan enam buah masalah yang terjadi
pada PT. APG yaitu sebagai berikut :
1. Tidak ada pendataan penerimaan
bahan baku.
2. Penyimpanan bahan baku yang tidak
teratur.
3. Tidak ada pendataan laporan perintah
produksi yang baku.
4. Tidak ada pengkodean pesanan yang
baku.
5. Tidak ada rekap data penggunaan
bahan baku.
6. Tidak ada pengkodean hasil produksi
Tujuan perancangan sistem tentunya untuk
menciptakan dan atau mengembangkan
sistem informasi sehingga dapat menjadi
infrastruktur yang baik dalam kegiatan
pengelolaan informasi. Tantangan yang
dihadapi oleh perusahaan adalah tidak semua
orang relevan dengan sistem informasi yang
terkomputerisasi. Proses penggunaan sistem
membutuhkan waktu pembiasaan.
3.2 Metode SDLC - Analysis
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
tahap sebelumnya meliputi kelemahan sistem,
deskripsi cara kerja sistem yang telah ada,
tantangan yang dijumpai, maka diperolehlah
informasi mengenai kebutuhan informasi. Pada
tahap ini juga, ditentukan kriteria performansi
dari sistem yang akan dirancang atau
diperbaiki.
Pada tahap analisis ini, diperoleh empat
buah poin yang berisi kebutuhan informasi
sebagai berikut :
1. Informasi akurat mengenai
penggunaan bahan baku.
2. Informasi mengenai kedatangan
bahan baku.
3. Informasi yang akurat mengenai
proses produksi.
4. Informasi mengenai order.
Dapat dilihat bahwa keempat kebutuhan
informasi yang ditemukan pada tahap analisis
berhubungan dengan pengelolaan informasi
mengenai bahan baku, proses produksi dan
order. Oleh karena itu, perusahaan
membutuhkan sistem untuk memfasilitasi
pengelolaan informasi tersebut melalui
keempat perbaikan sistem berikut :
1. Sistem informasi yang memberi
kemudahan bagi pengguna untuk
mengakses dan memperbaharui data.
2. Sistem informasi yang cukup
sederhana untuk dimengerti oleh
seluruh bagian yang terlibat di dalam
perusahaan.
3. Sistem informasi yang mendukung
mekanisme aliran informasi dari satu
departemen ke departemen lainnya.
4. Sistem penginputan data yang efektif
dan efisien.
Sebuah sistem dikatakan baik apabila dapat
memenuhi kebutuhan pengguna sistem untuk
menyelesaikan masalah yang kerap kali
dialami oleh pengguna sistem. Kriteria
performansi untuk sistem yang akan dirancang
adalah ketika tidak terjadi salah komunikasi
antar departemen, semua bagian mudah
mengerti mengenai informasi yang disediakan
oleh departemen lainnya, tidak ada kesalahan
interpretasi dari informasi, informasi yang
disediakan merupakan informasi yang terus
menerus diperbaharui dan semua departemen
tidak mengalami kesulitan ketika hendak
mencari informasi yang dibutuhkan. Kriteriakriteria tersebut dibutuhkan untuk menilai
kinerja sistem.
3.3 Metode SDLC – Design
Tahap ini diawali dengan mengidentifikasi
sistem usulan dan menggambarkan rancangan
sistem usulan melalui DFD atau Data Flow
Diagram dan basis data yang dirancang
dengan menggunakan metode DDA (Design
Database based on Activity).
Melalui tahap pertama ditemukan bahwa
perusahaan membutuhkan sistem usulan yang
dapat diterapkan pada lima departemen utama
yaitu departemen Marketing, departemen
Produksi, departemen Finishing, bagian
gudang dan departemen PPIC (Production
Planning and Inventory Control). Masingmasing berkontribusi terhadap masalah yang
terjadi dalam perusahaan. Oleh karena itu,
terdapat empat buah subsistem yang akan
diperbaiki dan satu buah rancangan subsistem
berdasarkan lima departemen tersebut yaitu :
1. Perbaikan Subsistem Pengelolaan
Order untuk Departemen Marketing
2. Perbaikan Subsistem Pengadaan
Bahan Baku untuk Departemen PPIC
3. Perbaikan Subsistem Pengelolaan
Bahan Baku untuk bagian gudang
4. Perbaikan Subsistem Pengendalian
Produksi untuk Departemen Produksi
5. Rancangan Subsistem Finishing
Produk Jadi untuk Departemen
Finishing
3.3.1
Pembuatan DFD
Tahap selanjutnya pada fase design
adalah penggambaran sistem usulan secara
konseptual melalui DFD. Setiap subsistem
akan digambarkan melalui DFD. Seperti yang
diketahui bahwa DFD terdiri dari beberapa
level yaitu context diagram, DFD level 0, DFD
level 1, dan seterusnya. Sebagai contoh,
berikut DFD untuk perbaikan subsistem
pengelolaan order.
Gambar 1. Context diagram untuk perbaikan
subsistem pengelolaan order
Berdasarkan context diagram tersebut,
terdapat tiga buah entitas eksternal yang
berhubungan langsung dengan departemen
Marketing yaitu konsumen, departemen
Produksi dan departemen PPIC. Di dalam
subsistem pengelolaan order terdapat
beberapa informasi yang mengalir dari satu
entitas (departemen) ke entitas yang lainnya.
Selain itu, melalui context diagram, ditemukan
aktivitas utama yang menyokong kinerja
subsistem tersebut yakni dapat dilihat pada
DFD level 0 dibawah ini.
Gambar 2. DFD level 0 untuk Subsistem
Pengelolaan Order
Berdasarakan Gambar 2, dapat
disimpulkan bahwa subsistem pengelolaan
order terdiri dari empat buah aktivitas yakni
penerimaan order yang dilanjutkan dengan
aktivitas verifikasi order, kemudian administrasi
order dan diakhiri dengan aktivitas
perencanaan order.
Pada DFD level 0 ini didapati gambaran
mengenai informasi yang mengalir dari satu
aktivitas kepada aktivitas lain. Setiap
subsistem akan digambarkan dengan DFD
sampai tingkat DFD yang terbawah. Semakin
besar level DFD, gambaran sistem usulan
akan semakin detail. Sebagai contoh, berikut
DFD level 1 untuk aktivitas verifikasi order.
Gambar 3. DFD untuk aktivitas verifikasi order pada
subsistem pengelolaan order
Gambar 3 memberikan gambaran
mengenai informasi yang dibutuhkan dalam
aktivitas utama yang ada pada subsistem
pengelolaan order yaitu aktivitas perencanaan
order. Perencanaan order dinilai akan berjalan
efektif bila informasi yang dibutuhkan lengkap,
mudah diakses, mudah dimengerti, tidak perlu
melakukan verifikasi ulang. Berikut DFD untuk
aktivitas perencanaan order yang menjadi
aktivitas inti pada subsistem ini.
membantu pengguna untuk mengakses
informasi yang dibutuhkan melalui basis data
yang tersedia.
Metode DDA atau Design Database
based on Activity ini terdiri dari tiga buah
langkah praktis yang dimulai dengan tahap
identifikasi seluruh aktivitas yang diikuti
dengan identifikasi seluruh kebutuhan
informasi untuk masing-masing aktivitas
kemudian diakhiri dengan tahap
pengelompokan informasi sehingga diperoleh
tabel entitas.
a. Identifikasi Seluruh Aktivitas
Tahap pertama metode DDA akan
menghasilkan list aktivitas yang terdapat pada
sebuah subsistem. Tahap ini dilakukan untuk
seluruh subsistem. Aktivitas yang
diidentifikasikan ini berasal dari wawancara
langsung dengan pihak perusahaan dan juga
hasil penggambaran konseptual yang telah
dilakukan sebelumnya dengan menggunakan
DFD.
Sebagai contoh, berikut hasil identifikasi
aktivitas untuk subsistem pengelolaan order :
Tabel 1. Daftar nama aktivitas subsistem
pengelolaan order
Gambar 4. DFD level 1 aktivitas perencanaan order
pada subsistem pengelolaan order
DFD level 1 pada Gambar 4 menjelaskan
bahwa output utama pada subsistem
pengelolaan order adalah job order yang akan
dikirimkan pada departemen produksi sebagai
tanda bahwa departemen produksi dapat
memulai kegiatan produksinya. Kemacetan
pada proses ini berarti kemacetan pada proses
produksi.
3.3.2
Perancangan Basis Data
Tahap selanjutnya pada fase design
adalah tahap yang sangat penting yaitu
perancangan basis data yang dilakukan
dengan menggunakan metode DDA. Basis
data adalah kumpulan tabel yang berisi entitas
beserta atributnya.
Tujuan utama tahap ini adalah untuk
membantu sistem informasi dalam
menyediakan informasi yang terkumpul ke
dalam sebuah basis data. Hal ini akan
Tabel 1 menunjukkan bahwa subsistem
pengelolaan order terdiri dari 13 aktivitas yang
mendukung kinerja sistem itu sendiri.
b. Identifikasi Seluruh Informasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa seluruh aktivitas di dalam sebuah
perusahaan pasti membutuhkan dan
menghasilkan informasi. Oleh karena itu,
berdasarkan daftar nama aktivitas yang telah
ditemukan pada tahap sebelumnya, maka
akan dilakukan identifikasi mengenai
kebutuhan informasi untuk masing-masing
aktivitas.
Kinerja aliran informasi adalah input untuk
aktivitas kedua merupakan output dari aktivitas
pertama, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, berikut informasi yang
dibutuhkan untuk tiga aktivitas pertama pada
subsistem pengelolaan order.
informasi yang telah diidentifikasikan pada
tahap sebelumnya hanya saja
direpresentasikan dalam bentuk tabel-tabel.
Berikut contoh-contoh tabel hasil
pengelompokan informasi :
i. Aktivitas menerima order : konsumen
(kode konsumen, nama konsumen,
nomor telepon konsumen, alamat
konsumen), spesifikasi pesanan (nama
pesanan, jumlah pesanan, nomor
desain pesanan, warna produk
pesanan, ukuran produk pesanan, jenis
kelamin, jenis kain, kode pesanan),
laporan order (kode pesanan, kode
konsumen, nama konsumen, nama
pesanan), sampel produk (kode sampel
produk, kode pesanan, nama pesanan,
ukuran produk, kode spesifikasi bahan
baku).
ii. Aktivitas merekap order : spesifikasi
pesanan (nama pesanan, jumlah
pesanan, nomor desain pesanan,
warna produk pesanan, ukuran produk
pesanan, jenis kelamin, jenis kain, kode
pesanan).
iii. Aktivitas menyebarkan informasi order :
spesifikasi pesanan (nama pesanan,
jumlah pesanan, nomor desain
pesanan, warna produk pesanan,
ukuran produk pesanan, jenis kelamin,
jenis kain, kode pesanan).
Dengan demikian masing-masing aktivitas
memiliki spesifikasi kebutuhan informasi
masing-masing yang diperlukan dalam
kegiatan yang akan dilakukan pada aktivitas
tersebut.
Tabel 3. Entitas spesifikasi pesanan
c. Pengelompokan Informasi
Berdasarkan tahap sebelumnya, diperoleh
kebutuhan informasi untuk masing-masing
aktivitas yang ada pada masing-masing
subsistem. Tahap ini memuat proses
pengelompokan masing-masing informasi
tersebut ke dalam tabel-tabel sehingga
menjadi entitas dengan atribut masing-masing.
Proses pengelompokan informasi tidaklah
sulit. Tahap ini hanya merupakan proses
rekapitulasi terhadap spesifikasi kebutuhan
Tabel 2. Entitas konsumen
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, dapat
dilihat bahwa masing-masing entitas memiliki
atributnya masing-masing. Sebenarnya, pada
tahap sebelumnya, setiap entitas tersebut
telah dicantumkan bersama dengan atribut
masing-masing, namun dengan bentuk tabel
setiap atribut untuk masing-masing entitas
dapat terlihat dengan lebih jelas.
Sebagai contoh, Tabel 3 menunjukkan
entitas spesifikasi pesanan memiliki tujuh buah
atribut yang menggambarkan entitas
spesifikasi pesanan itu sendiri. Berikut juga
dengan entitas konsumen pada Tabel 2 dan
entitas yang lainnya.
3.4 Metode SDLC – Implementation
Fase implementasi merupakan fase
terakhir dari metode SDLC yang digunakan
untuk merancang dan mengembangkan sistem
usulan. Fase ini terbagi menjadi tiga buah
langkah utama antara lain proses normalisasi,
pembuatan kamus data dan proses
pembuatan form dan report yang
terkomputerisasi.
Fase ini hanya dilakukan sampai dengan
pembuatan end-user interface saja. Hal ini
dikarenakan untuk menghemat waktu
penelitian dan juga karena waktu penelitian
yang terbatas serta memerlukan tenaga ahli
dalam merancang software yang dapat
bekerja.
3.4.1 Proses Normalisasi
Tahap ini dibutuhkan karena setiap
database yang telah dirancang pada tahap
sebelumnya memiliki anomali-anomali yang
tidak kasat mata sehingga perlu proses
normalisasi untuk menghindari anomalianomali tersebut. Keberadaan anomali tidaklah
baik bagi sistem informasi.
Anomali berdampak sangat buruk bagi
sistem informasi karena anomali dapat
menghambat kinerja sistem informasi dalam
menyediakan informasi yang akurat dan dapat
dimengerti oleh setiap pengguna informasi
yang membutuhkan.
Normalisasi dibagi menjadi tiga buah
bentuk normal yaitu meliputi 1NF (first normal
form), 2NF (second normal form) dan 3NF
(third normal form). Setiap database akan
melalui ketiga tahap tersebut untuk
memastikan kenormalan masing-masing
database. Sebagai contoh berikut proses
normalisasi yang dialami oleh entitas produk
jadi.
sangatlah diperlukan untuk memperjelas data
yang telah dirancang sebelumnya.
Kamus data dibuat untuk dapat
memberikan gambaran praktis dalam
penggunaan sistem sehingga user tidak
menjadi bingung dalam mempelajari dan
menggunakan sistem informasi. Kamus data
memberikan cara penulisan yang baku untuk
masing-masing field yang terdapat pada
database. Seperti contoh, penulisan kode
spesifikasi bahan baku yang harus ditulis
dengan format “MXX-OXXX” dengan huruf “M”
dan “O” sebagai domain dan “X” sebagai
angka yang spesifik.
Tabel 5. Kamus data produk jadi
Tabel 6. Kamus data detail produk jadi
Tabel 4. Normalisasi produk jadi
Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan contoh
kamus data yang dibuat untuk entitas produk
jadi. Seperti yang telah dijelaskan bahwa
terdapat prosedur penulisan untuk masingmasing field, jenis data, jumlah karakter serta
contoh penulisan yang baku. Hal ini akan
membantu user untuk menggunakan sistem
informasi usulan.
Berdasarkan Tabel 4, entitas produk jadi
mengalami proses normalisasi bentuk normal
pertama atau 1NF dikarenakan terdapat atribut
yang bernilai ganda.
Sebagai contoh, atribut yang memiliki
nilai ganda tersebut adalah ukuran produk
yang dapat bernilai “S”, “M”, “L” dan
sebagainya. Namun karena entitas ini sudah
normal untuk bentuk normal kedua dan ketiga,
maka diperoleh dua buah tabel untuk produk
jadi yaitu tabel produk jadi dan tabel detail
produk jadi.
3.4.2 Pembuatan Kamus Data
Setiap database yang telah dipastikan
sudah dalam bentuk normal akan direkap
kembali dan menjadi kamus data. Kamus data
3.4.3 Pembuatan Form dan Report
Tahap terakhir dalam fase implementasi
adalah pembuatan form dan report yang
menjadi gambaran praktis untuk end-user
interface. Form dirancang dengan
menggunakan software “VisualBasic”
sedangkan report dirancang secara manual
dnegna menggunakan software “Microsoft
Excel”.
Berbeda dengan tahap-tahap
sebelumnya, tujuan utama pembuatan form ini
adalah untuk memberikan gambaran praktis
terhadap penggunaan sistem informasi yang
telah dirancang. Oleh karena itu tidak heran
apabila terdapat beberapa kamus data yang
disatukan kedalam satu buah form sehingga
user dapat mengakses informasi dengan lebih
singkat dan mudah. Berikut contoh bentuk
form yang ditawarkan untuk data konsumen.
Tabel 7. Report faktur penerimaan bahan baku
gudang
Gambar 5. Form data konsumen
Melalui form data konsumen pada
Gambar 5, user dapat mengetahui informasi
mengenai nama konsumen dan kode
konsumen. Seperti yang telah dijelaskan,
beberapa kamus data disatukan ke dalam
sebuah form.
Semua informasi yang lebih jauh
mengenai konsumen dapat diakses dengan
cara meng-klik tombol “Detail Konsumen >>”
sehingga user dapat mengakses informasi
mengenai konsumen yang tertera pada form
detail konsumen di bawah ini.
Gambar 6. Form detail konsumen
Berdasarkan Gambar 6, user dapat
mencari tahu informasi penting mengenai
konsumen seperti kontak dan alamat.
Informasi ini dibutuhkan untuk keperluan
pengiriman, ekspor impor dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan konsumen.
Setiap form yang ada memiliki fitur
cetak sehingga informasi yang dibutuhkan
dapat dicetak sesuai dengan informasi yang
telah diperbaharui sehingga informasi yang
digunakan tidak perlu diverifikasi ulang. Hasil
pencetakan dari form adalah berupa report
yang dapat dilihat sebagai berikut :
Report ini berfungsi sebagai bentuk fisik
dari data yang telah diinput ke dalam form.
Keuntungan keberadaan report ini adalah
mengurangi biaya percetakan karena report
akan dicetak sesuai dengan kebutuhan saja,
selain itu, semua informasi yang tertera pada
report tidak perlu diverifikasi ulang karena
memakan waktu. Melainkan user dapat
dengan mudah langsung menggunakan
informasi yang tertera pada report tersebut.
4. HASIL
Mengingat kembali setiap masalah yang
dialami oleh PT. Asia Penta Garmen
berhubungan dengan pengelolaan informasi.
Oleh karena itu, hasil perancangan yang
berupa form dan report merupakan jawaban
yang tepat untuk permasalahan pengelolaan
informasi.
Melalui rancangan form dan report yang
telah terkomputerisasi, user dapat mengakses,
menggunakan, memperbaharui dan
menyebarkan informasi dengan baik, akurat,
tepat guna dan cepat. Hal ini dapat membantu
perusahaan dalam memenuhi tuntutan
perkembangan teknologi sehingga perusahaan
dapat meningkatkan daya jualnya di pasar.
Sebagai contoh, untuk masalah yang
pertama yaitu tidak ada pendataan
penerimaan bahan baku, hal ini berhubungan
dengan segala informasi yang dibutuhkan
mengenai bahan baku. Segala informasi
meliputi kode spesifikasi bahan baku, waktu
tanggal kedatangan bahan baku, kesesuaian
antara jumlah bahan baku yang datang dan
yang dipesan. Informasi-informasi tersebut
sangatlah penting dalam aktivitas dalam
perusahaan seperti perencanaan pengadaan
bahan baku. Departemen PPIC dan gudang
dapat menggunakan kedua form ini:
Gambar 7. Form pengecekan kedatangan
bahan baku
Gambar 7 memberikan informasi
mengenai kedatangan bahan baku di gudang.
Seperti yang telah dijelaskan, informasi
seputar waktu kedatangan dan jumlah bahan
baku yang datang dapat diakses melalui form
ini.
Gambar 8. Form pemesanan bahan baku
Gambar 8 berisi informasi mengenai
bahan baku yang dipesan oleh bagian
pembelian. Informasi waktu pemesanan dan
jumlah bahan baku sangat diperlukan untuk
mencocokan jumlah bahan baku yang datang
dan waktu kedatangan apakah sesuai dengan
lead time yang dijanjikan oleh supplier kepada
perusahaan.
Cara kerjanya adalah seperti ini, ketika
bahan baku datang, gudang akan menerima
bahan baku tersebut dan mengecek
kesesuaian tanggal kedatangan, menghitung
kesesuaian lead time dan menyesuaikan
jumlah bahan baku yang dipesan melalui form
pengecekan kedatangan bahan baku dan form
pemesanan bahan baku.
5. KESIMPULAN
Setiap masalah yang terjadi di dalam
perusahaan dapat diselesaikan dengan
menggunakan sistem informasi usulan yang
digambarkanmelalui solusi praktis form dan
report. Berikut kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini :
a. Sistem yang ada sekarang pada PT.
APG masih memiliki banyak
kekurangan dan kelemahan
khususnya pada proses pengelolaan
informasi
b. Sistem usulan yang diberikan adalah
perbaikan sistem yang sudah ada dan
perancangan sistem baru untuk
menjawab masalah PT. APG.
c. Sistem informasi yang tepat adalah
suatu mekanisme aliran informasi
yang teratur dengan penggunaan form
dan report yang terkomputerisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Gordon B. dan Olson, Margareth H.
(1988). Kerangka Dasar Sistem Informasi
Manajemen Bagian II: Struktur dan
Pengembangannya, Gramedia, Jakarta.
Kanter, Jerome. (1984). Management
Information Systems 3rd Edition, PrenticeHall, New Delhi.
McLeod Jr., Raymond. (2001). Management
Information Systems 8th Edition, PrentinceHall, New Jersey.
Martin, James. (1990). Information
Engineering Book II: Planning and
Analysis, Prentice-Hall International,
Singapore.
Sandy, Ignatius A. (2009). Terapan Keilmuan
Teknik Industri. Metoda Perancangan
Basis Data DDA (Disain Database
berdasarkan Aktivitas). 58-62.
Winardi. (1987). Pengantar Tentang Sistem
Informasi Manajemen, NOVA, Bandung.
[1]
[1,2]
James Henoch, [2]Ignatius A. Sandy, S.Si., M.T.
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Informasi merupakan salah satu komponen utama yang terdapat pada sebuah perusahaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan terhadap informasi semakin berkembang pula. Namun
demikian tidak semua perusahaan memiliki sistem pengelolaan yang baik terhadap informasi. Hal ini dapat
dilihat pada masalah yang dialami oleh PT. Asia Penta Garmen (PT. APG). Gejala-gejala seperti
keterlambatan jadwal produksi, keterlambatan pemenuhan demand dan terhambatnya proses produksi
kerap kali ditemukan dalam PT. APG. Akibat terburuk yang dapat terjadi adalah penurunan keuntungan
dan membengkaknya biaya operasional. Melalui observasi awal, ditemukan bahwa salah satu masalah
utama yang menjadi penyebab terjadinya gejala-gejala tersebut adalah pengelolaan informasi yang buruk.
Melalui penelitian ini, peneliti mengkaji solusi yang tepat untuk masalah yang dialami oleh PT. APG
dengan menggunakan metode SDLC. Metode SDLC menggunakan beberapa instrumen yaitu DFD,
metode DDA untuk perancangan basis data, proses normalisasi data, kamus data, serta bentuk form dan
report yang terkomputerisasi. Dengan demikian, metode ini memfasilitasi peneliti untuk dapat memahami
proses bisnis yang sudah ada, kelemahan proses bisnis tersebut dan kebutuhan informasi sehingga
peneliti dapat merancang sistem informasi yang tepat untuk PT. APG. Usulan sistem informasi tersebut
diharapkan dapat menjadi solusi praktis bagi masalah yang dialami oleh PT. APG mengenai pengelolaan
informasi.
Kata kunci: sistem informasi, SDLC, DFD, DDA, database.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang terjadi di era
ini membawa setiap industri masing-masing
untuk dapat memenuhi tuntutan teknologi yaitu
penyediaan informasi. Hal ini disebabkan oleh
setiap aktivitas yang terjadi di dalam sebuah
industri saling berkesinambungan serta setiap
aktivitas tersebut pasti membutuhkan informasi
dan menghasilkan informasi yang akan
digunakan oleh aktivitas lainnya. Tanpa sistem
pengelolaan informasi yang tepat, penyediaan
informasi akan terhambat.
Seiring dengan terhambatnya penyediaan
informasi, aktivitas yang berjalan di dalam
industri juga menjadi tidak dapat berjalan
dengan baik. Hal ini sangat berakibat buruk
bagi kinerja industri. Khususnya dalam aspek
keuntungan dan biaya.
Kerugian dapat berupa finansial seperti
kehilangan sales karena respon yang
terlambat dan kerugian non-finansial berupa
loyalitas atau kepercayaan konsumen pada
industri akibat tidak dapat memenuhi
permintaan tepat pada waktunya. Selain itu,
biaya operasionalpun membengkak karena
kesalahan dalam pembacaan informasi
sehingga terjadi kesalahan pada pengambilan
keputusan pada tahap perencanaan yang
turun hingga kepada tahap operasional.
Dampak yang terjadi berupa dampak berantai
yang sangat berbahaya bagi industri.
PT. Asia Penta Garmen atau biasa disebut
(PT. APG) kerap kali mengalami kerugiankerugian tersebut. Hal ini dikarenakan PT. APG
tidak memiliki sistem pengelolaan informasi
yang cukup memadai dalam menyediakan
informasi. Terdapat beberapa gejala yang
terjadi seperti keterlambatan jadwal produksi,
pemenuhan demand, dan pemenuhan
kebutuhan material. Menurut hasil observasi,
penyebab utama gejala-gejala tersebut adalah
karena minimnya perhatian perusahaan pada
pengelolaan informasi yang sehari-hari
dibutuhkan oleh masing-masing bagian yang
beroperasi dari tingkat manajerial paling
bawah sampai yang paling atas.
2. METODE PENELITIAN
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
merancang dan mengembangkan sistem
informasi yang berada pada PT. APG. Proses
perancangan dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu tahap identifikasi sistem sekarang dan
tahap perancangan sistem informasi.
Oleh karena itu, penelitian ini
membutuhkan beberapa input sebagai bahan
pertimbangan seperti keadaan sistem yang
sudah ada beserta dengan kelemahankelemahannya, kebutuhan sistem khususnya
kebutuhan informasi dan sebagainya. Inputinput tersebut yang akan digunakan untuk
merancang sistem informasi.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan
metode SDLC (System Development Life
Cycle) yang terdiri dari tahap secara berturutturut planning, analysis, design dan
implementation.
3. PEMBAHASAN
Pembahasan meliputi tahap-tahap yang
diperlukan dalam proses perancangan sistem
informasi sedangkan hasil akan menunjukkan
gambaran praktis mengenai hasil perancangan
end-user interface yang berupa form dan
report. Berikut penjelasan mengenai
pembahasan untuk penelitian ini.
3.1 Metode SDLC – Planning
Input utama dalam tahap ini adalah definisi
proses bisnis yang ada. Definisi proses bisnis
digambarkan dengan narasi dan deskripsi
detail mengenai job description untuk masingmasing bagian manajerial yang berada di
dalam struktur organisasi perusahaan. Output
yang dihasilkan melalui tahap ini adalah
informasi mengenai gejala, akibat dan masalah
utama yang terjadi dalam sistem yang
digambarkan dalam proses bisnis, tujuan
perancangan sistem dan kendala yang
dijumpai pada kondisi nyata.
Pada tahap ini ditemukan kelemahankelemahan pada sistem yang ada sehingga
proses perancangan sistem dapat menjadi
lebih terarah dan efektif. Berdasarkan
penelitian pada tahap ini, setidaknya
ditemukan enam buah masalah yang terjadi
pada PT. APG yaitu sebagai berikut :
1. Tidak ada pendataan penerimaan
bahan baku.
2. Penyimpanan bahan baku yang tidak
teratur.
3. Tidak ada pendataan laporan perintah
produksi yang baku.
4. Tidak ada pengkodean pesanan yang
baku.
5. Tidak ada rekap data penggunaan
bahan baku.
6. Tidak ada pengkodean hasil produksi
Tujuan perancangan sistem tentunya untuk
menciptakan dan atau mengembangkan
sistem informasi sehingga dapat menjadi
infrastruktur yang baik dalam kegiatan
pengelolaan informasi. Tantangan yang
dihadapi oleh perusahaan adalah tidak semua
orang relevan dengan sistem informasi yang
terkomputerisasi. Proses penggunaan sistem
membutuhkan waktu pembiasaan.
3.2 Metode SDLC - Analysis
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
tahap sebelumnya meliputi kelemahan sistem,
deskripsi cara kerja sistem yang telah ada,
tantangan yang dijumpai, maka diperolehlah
informasi mengenai kebutuhan informasi. Pada
tahap ini juga, ditentukan kriteria performansi
dari sistem yang akan dirancang atau
diperbaiki.
Pada tahap analisis ini, diperoleh empat
buah poin yang berisi kebutuhan informasi
sebagai berikut :
1. Informasi akurat mengenai
penggunaan bahan baku.
2. Informasi mengenai kedatangan
bahan baku.
3. Informasi yang akurat mengenai
proses produksi.
4. Informasi mengenai order.
Dapat dilihat bahwa keempat kebutuhan
informasi yang ditemukan pada tahap analisis
berhubungan dengan pengelolaan informasi
mengenai bahan baku, proses produksi dan
order. Oleh karena itu, perusahaan
membutuhkan sistem untuk memfasilitasi
pengelolaan informasi tersebut melalui
keempat perbaikan sistem berikut :
1. Sistem informasi yang memberi
kemudahan bagi pengguna untuk
mengakses dan memperbaharui data.
2. Sistem informasi yang cukup
sederhana untuk dimengerti oleh
seluruh bagian yang terlibat di dalam
perusahaan.
3. Sistem informasi yang mendukung
mekanisme aliran informasi dari satu
departemen ke departemen lainnya.
4. Sistem penginputan data yang efektif
dan efisien.
Sebuah sistem dikatakan baik apabila dapat
memenuhi kebutuhan pengguna sistem untuk
menyelesaikan masalah yang kerap kali
dialami oleh pengguna sistem. Kriteria
performansi untuk sistem yang akan dirancang
adalah ketika tidak terjadi salah komunikasi
antar departemen, semua bagian mudah
mengerti mengenai informasi yang disediakan
oleh departemen lainnya, tidak ada kesalahan
interpretasi dari informasi, informasi yang
disediakan merupakan informasi yang terus
menerus diperbaharui dan semua departemen
tidak mengalami kesulitan ketika hendak
mencari informasi yang dibutuhkan. Kriteriakriteria tersebut dibutuhkan untuk menilai
kinerja sistem.
3.3 Metode SDLC – Design
Tahap ini diawali dengan mengidentifikasi
sistem usulan dan menggambarkan rancangan
sistem usulan melalui DFD atau Data Flow
Diagram dan basis data yang dirancang
dengan menggunakan metode DDA (Design
Database based on Activity).
Melalui tahap pertama ditemukan bahwa
perusahaan membutuhkan sistem usulan yang
dapat diterapkan pada lima departemen utama
yaitu departemen Marketing, departemen
Produksi, departemen Finishing, bagian
gudang dan departemen PPIC (Production
Planning and Inventory Control). Masingmasing berkontribusi terhadap masalah yang
terjadi dalam perusahaan. Oleh karena itu,
terdapat empat buah subsistem yang akan
diperbaiki dan satu buah rancangan subsistem
berdasarkan lima departemen tersebut yaitu :
1. Perbaikan Subsistem Pengelolaan
Order untuk Departemen Marketing
2. Perbaikan Subsistem Pengadaan
Bahan Baku untuk Departemen PPIC
3. Perbaikan Subsistem Pengelolaan
Bahan Baku untuk bagian gudang
4. Perbaikan Subsistem Pengendalian
Produksi untuk Departemen Produksi
5. Rancangan Subsistem Finishing
Produk Jadi untuk Departemen
Finishing
3.3.1
Pembuatan DFD
Tahap selanjutnya pada fase design
adalah penggambaran sistem usulan secara
konseptual melalui DFD. Setiap subsistem
akan digambarkan melalui DFD. Seperti yang
diketahui bahwa DFD terdiri dari beberapa
level yaitu context diagram, DFD level 0, DFD
level 1, dan seterusnya. Sebagai contoh,
berikut DFD untuk perbaikan subsistem
pengelolaan order.
Gambar 1. Context diagram untuk perbaikan
subsistem pengelolaan order
Berdasarkan context diagram tersebut,
terdapat tiga buah entitas eksternal yang
berhubungan langsung dengan departemen
Marketing yaitu konsumen, departemen
Produksi dan departemen PPIC. Di dalam
subsistem pengelolaan order terdapat
beberapa informasi yang mengalir dari satu
entitas (departemen) ke entitas yang lainnya.
Selain itu, melalui context diagram, ditemukan
aktivitas utama yang menyokong kinerja
subsistem tersebut yakni dapat dilihat pada
DFD level 0 dibawah ini.
Gambar 2. DFD level 0 untuk Subsistem
Pengelolaan Order
Berdasarakan Gambar 2, dapat
disimpulkan bahwa subsistem pengelolaan
order terdiri dari empat buah aktivitas yakni
penerimaan order yang dilanjutkan dengan
aktivitas verifikasi order, kemudian administrasi
order dan diakhiri dengan aktivitas
perencanaan order.
Pada DFD level 0 ini didapati gambaran
mengenai informasi yang mengalir dari satu
aktivitas kepada aktivitas lain. Setiap
subsistem akan digambarkan dengan DFD
sampai tingkat DFD yang terbawah. Semakin
besar level DFD, gambaran sistem usulan
akan semakin detail. Sebagai contoh, berikut
DFD level 1 untuk aktivitas verifikasi order.
Gambar 3. DFD untuk aktivitas verifikasi order pada
subsistem pengelolaan order
Gambar 3 memberikan gambaran
mengenai informasi yang dibutuhkan dalam
aktivitas utama yang ada pada subsistem
pengelolaan order yaitu aktivitas perencanaan
order. Perencanaan order dinilai akan berjalan
efektif bila informasi yang dibutuhkan lengkap,
mudah diakses, mudah dimengerti, tidak perlu
melakukan verifikasi ulang. Berikut DFD untuk
aktivitas perencanaan order yang menjadi
aktivitas inti pada subsistem ini.
membantu pengguna untuk mengakses
informasi yang dibutuhkan melalui basis data
yang tersedia.
Metode DDA atau Design Database
based on Activity ini terdiri dari tiga buah
langkah praktis yang dimulai dengan tahap
identifikasi seluruh aktivitas yang diikuti
dengan identifikasi seluruh kebutuhan
informasi untuk masing-masing aktivitas
kemudian diakhiri dengan tahap
pengelompokan informasi sehingga diperoleh
tabel entitas.
a. Identifikasi Seluruh Aktivitas
Tahap pertama metode DDA akan
menghasilkan list aktivitas yang terdapat pada
sebuah subsistem. Tahap ini dilakukan untuk
seluruh subsistem. Aktivitas yang
diidentifikasikan ini berasal dari wawancara
langsung dengan pihak perusahaan dan juga
hasil penggambaran konseptual yang telah
dilakukan sebelumnya dengan menggunakan
DFD.
Sebagai contoh, berikut hasil identifikasi
aktivitas untuk subsistem pengelolaan order :
Tabel 1. Daftar nama aktivitas subsistem
pengelolaan order
Gambar 4. DFD level 1 aktivitas perencanaan order
pada subsistem pengelolaan order
DFD level 1 pada Gambar 4 menjelaskan
bahwa output utama pada subsistem
pengelolaan order adalah job order yang akan
dikirimkan pada departemen produksi sebagai
tanda bahwa departemen produksi dapat
memulai kegiatan produksinya. Kemacetan
pada proses ini berarti kemacetan pada proses
produksi.
3.3.2
Perancangan Basis Data
Tahap selanjutnya pada fase design
adalah tahap yang sangat penting yaitu
perancangan basis data yang dilakukan
dengan menggunakan metode DDA. Basis
data adalah kumpulan tabel yang berisi entitas
beserta atributnya.
Tujuan utama tahap ini adalah untuk
membantu sistem informasi dalam
menyediakan informasi yang terkumpul ke
dalam sebuah basis data. Hal ini akan
Tabel 1 menunjukkan bahwa subsistem
pengelolaan order terdiri dari 13 aktivitas yang
mendukung kinerja sistem itu sendiri.
b. Identifikasi Seluruh Informasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa seluruh aktivitas di dalam sebuah
perusahaan pasti membutuhkan dan
menghasilkan informasi. Oleh karena itu,
berdasarkan daftar nama aktivitas yang telah
ditemukan pada tahap sebelumnya, maka
akan dilakukan identifikasi mengenai
kebutuhan informasi untuk masing-masing
aktivitas.
Kinerja aliran informasi adalah input untuk
aktivitas kedua merupakan output dari aktivitas
pertama, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, berikut informasi yang
dibutuhkan untuk tiga aktivitas pertama pada
subsistem pengelolaan order.
informasi yang telah diidentifikasikan pada
tahap sebelumnya hanya saja
direpresentasikan dalam bentuk tabel-tabel.
Berikut contoh-contoh tabel hasil
pengelompokan informasi :
i. Aktivitas menerima order : konsumen
(kode konsumen, nama konsumen,
nomor telepon konsumen, alamat
konsumen), spesifikasi pesanan (nama
pesanan, jumlah pesanan, nomor
desain pesanan, warna produk
pesanan, ukuran produk pesanan, jenis
kelamin, jenis kain, kode pesanan),
laporan order (kode pesanan, kode
konsumen, nama konsumen, nama
pesanan), sampel produk (kode sampel
produk, kode pesanan, nama pesanan,
ukuran produk, kode spesifikasi bahan
baku).
ii. Aktivitas merekap order : spesifikasi
pesanan (nama pesanan, jumlah
pesanan, nomor desain pesanan,
warna produk pesanan, ukuran produk
pesanan, jenis kelamin, jenis kain, kode
pesanan).
iii. Aktivitas menyebarkan informasi order :
spesifikasi pesanan (nama pesanan,
jumlah pesanan, nomor desain
pesanan, warna produk pesanan,
ukuran produk pesanan, jenis kelamin,
jenis kain, kode pesanan).
Dengan demikian masing-masing aktivitas
memiliki spesifikasi kebutuhan informasi
masing-masing yang diperlukan dalam
kegiatan yang akan dilakukan pada aktivitas
tersebut.
Tabel 3. Entitas spesifikasi pesanan
c. Pengelompokan Informasi
Berdasarkan tahap sebelumnya, diperoleh
kebutuhan informasi untuk masing-masing
aktivitas yang ada pada masing-masing
subsistem. Tahap ini memuat proses
pengelompokan masing-masing informasi
tersebut ke dalam tabel-tabel sehingga
menjadi entitas dengan atribut masing-masing.
Proses pengelompokan informasi tidaklah
sulit. Tahap ini hanya merupakan proses
rekapitulasi terhadap spesifikasi kebutuhan
Tabel 2. Entitas konsumen
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, dapat
dilihat bahwa masing-masing entitas memiliki
atributnya masing-masing. Sebenarnya, pada
tahap sebelumnya, setiap entitas tersebut
telah dicantumkan bersama dengan atribut
masing-masing, namun dengan bentuk tabel
setiap atribut untuk masing-masing entitas
dapat terlihat dengan lebih jelas.
Sebagai contoh, Tabel 3 menunjukkan
entitas spesifikasi pesanan memiliki tujuh buah
atribut yang menggambarkan entitas
spesifikasi pesanan itu sendiri. Berikut juga
dengan entitas konsumen pada Tabel 2 dan
entitas yang lainnya.
3.4 Metode SDLC – Implementation
Fase implementasi merupakan fase
terakhir dari metode SDLC yang digunakan
untuk merancang dan mengembangkan sistem
usulan. Fase ini terbagi menjadi tiga buah
langkah utama antara lain proses normalisasi,
pembuatan kamus data dan proses
pembuatan form dan report yang
terkomputerisasi.
Fase ini hanya dilakukan sampai dengan
pembuatan end-user interface saja. Hal ini
dikarenakan untuk menghemat waktu
penelitian dan juga karena waktu penelitian
yang terbatas serta memerlukan tenaga ahli
dalam merancang software yang dapat
bekerja.
3.4.1 Proses Normalisasi
Tahap ini dibutuhkan karena setiap
database yang telah dirancang pada tahap
sebelumnya memiliki anomali-anomali yang
tidak kasat mata sehingga perlu proses
normalisasi untuk menghindari anomalianomali tersebut. Keberadaan anomali tidaklah
baik bagi sistem informasi.
Anomali berdampak sangat buruk bagi
sistem informasi karena anomali dapat
menghambat kinerja sistem informasi dalam
menyediakan informasi yang akurat dan dapat
dimengerti oleh setiap pengguna informasi
yang membutuhkan.
Normalisasi dibagi menjadi tiga buah
bentuk normal yaitu meliputi 1NF (first normal
form), 2NF (second normal form) dan 3NF
(third normal form). Setiap database akan
melalui ketiga tahap tersebut untuk
memastikan kenormalan masing-masing
database. Sebagai contoh berikut proses
normalisasi yang dialami oleh entitas produk
jadi.
sangatlah diperlukan untuk memperjelas data
yang telah dirancang sebelumnya.
Kamus data dibuat untuk dapat
memberikan gambaran praktis dalam
penggunaan sistem sehingga user tidak
menjadi bingung dalam mempelajari dan
menggunakan sistem informasi. Kamus data
memberikan cara penulisan yang baku untuk
masing-masing field yang terdapat pada
database. Seperti contoh, penulisan kode
spesifikasi bahan baku yang harus ditulis
dengan format “MXX-OXXX” dengan huruf “M”
dan “O” sebagai domain dan “X” sebagai
angka yang spesifik.
Tabel 5. Kamus data produk jadi
Tabel 6. Kamus data detail produk jadi
Tabel 4. Normalisasi produk jadi
Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan contoh
kamus data yang dibuat untuk entitas produk
jadi. Seperti yang telah dijelaskan bahwa
terdapat prosedur penulisan untuk masingmasing field, jenis data, jumlah karakter serta
contoh penulisan yang baku. Hal ini akan
membantu user untuk menggunakan sistem
informasi usulan.
Berdasarkan Tabel 4, entitas produk jadi
mengalami proses normalisasi bentuk normal
pertama atau 1NF dikarenakan terdapat atribut
yang bernilai ganda.
Sebagai contoh, atribut yang memiliki
nilai ganda tersebut adalah ukuran produk
yang dapat bernilai “S”, “M”, “L” dan
sebagainya. Namun karena entitas ini sudah
normal untuk bentuk normal kedua dan ketiga,
maka diperoleh dua buah tabel untuk produk
jadi yaitu tabel produk jadi dan tabel detail
produk jadi.
3.4.2 Pembuatan Kamus Data
Setiap database yang telah dipastikan
sudah dalam bentuk normal akan direkap
kembali dan menjadi kamus data. Kamus data
3.4.3 Pembuatan Form dan Report
Tahap terakhir dalam fase implementasi
adalah pembuatan form dan report yang
menjadi gambaran praktis untuk end-user
interface. Form dirancang dengan
menggunakan software “VisualBasic”
sedangkan report dirancang secara manual
dnegna menggunakan software “Microsoft
Excel”.
Berbeda dengan tahap-tahap
sebelumnya, tujuan utama pembuatan form ini
adalah untuk memberikan gambaran praktis
terhadap penggunaan sistem informasi yang
telah dirancang. Oleh karena itu tidak heran
apabila terdapat beberapa kamus data yang
disatukan kedalam satu buah form sehingga
user dapat mengakses informasi dengan lebih
singkat dan mudah. Berikut contoh bentuk
form yang ditawarkan untuk data konsumen.
Tabel 7. Report faktur penerimaan bahan baku
gudang
Gambar 5. Form data konsumen
Melalui form data konsumen pada
Gambar 5, user dapat mengetahui informasi
mengenai nama konsumen dan kode
konsumen. Seperti yang telah dijelaskan,
beberapa kamus data disatukan ke dalam
sebuah form.
Semua informasi yang lebih jauh
mengenai konsumen dapat diakses dengan
cara meng-klik tombol “Detail Konsumen >>”
sehingga user dapat mengakses informasi
mengenai konsumen yang tertera pada form
detail konsumen di bawah ini.
Gambar 6. Form detail konsumen
Berdasarkan Gambar 6, user dapat
mencari tahu informasi penting mengenai
konsumen seperti kontak dan alamat.
Informasi ini dibutuhkan untuk keperluan
pengiriman, ekspor impor dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan konsumen.
Setiap form yang ada memiliki fitur
cetak sehingga informasi yang dibutuhkan
dapat dicetak sesuai dengan informasi yang
telah diperbaharui sehingga informasi yang
digunakan tidak perlu diverifikasi ulang. Hasil
pencetakan dari form adalah berupa report
yang dapat dilihat sebagai berikut :
Report ini berfungsi sebagai bentuk fisik
dari data yang telah diinput ke dalam form.
Keuntungan keberadaan report ini adalah
mengurangi biaya percetakan karena report
akan dicetak sesuai dengan kebutuhan saja,
selain itu, semua informasi yang tertera pada
report tidak perlu diverifikasi ulang karena
memakan waktu. Melainkan user dapat
dengan mudah langsung menggunakan
informasi yang tertera pada report tersebut.
4. HASIL
Mengingat kembali setiap masalah yang
dialami oleh PT. Asia Penta Garmen
berhubungan dengan pengelolaan informasi.
Oleh karena itu, hasil perancangan yang
berupa form dan report merupakan jawaban
yang tepat untuk permasalahan pengelolaan
informasi.
Melalui rancangan form dan report yang
telah terkomputerisasi, user dapat mengakses,
menggunakan, memperbaharui dan
menyebarkan informasi dengan baik, akurat,
tepat guna dan cepat. Hal ini dapat membantu
perusahaan dalam memenuhi tuntutan
perkembangan teknologi sehingga perusahaan
dapat meningkatkan daya jualnya di pasar.
Sebagai contoh, untuk masalah yang
pertama yaitu tidak ada pendataan
penerimaan bahan baku, hal ini berhubungan
dengan segala informasi yang dibutuhkan
mengenai bahan baku. Segala informasi
meliputi kode spesifikasi bahan baku, waktu
tanggal kedatangan bahan baku, kesesuaian
antara jumlah bahan baku yang datang dan
yang dipesan. Informasi-informasi tersebut
sangatlah penting dalam aktivitas dalam
perusahaan seperti perencanaan pengadaan
bahan baku. Departemen PPIC dan gudang
dapat menggunakan kedua form ini:
Gambar 7. Form pengecekan kedatangan
bahan baku
Gambar 7 memberikan informasi
mengenai kedatangan bahan baku di gudang.
Seperti yang telah dijelaskan, informasi
seputar waktu kedatangan dan jumlah bahan
baku yang datang dapat diakses melalui form
ini.
Gambar 8. Form pemesanan bahan baku
Gambar 8 berisi informasi mengenai
bahan baku yang dipesan oleh bagian
pembelian. Informasi waktu pemesanan dan
jumlah bahan baku sangat diperlukan untuk
mencocokan jumlah bahan baku yang datang
dan waktu kedatangan apakah sesuai dengan
lead time yang dijanjikan oleh supplier kepada
perusahaan.
Cara kerjanya adalah seperti ini, ketika
bahan baku datang, gudang akan menerima
bahan baku tersebut dan mengecek
kesesuaian tanggal kedatangan, menghitung
kesesuaian lead time dan menyesuaikan
jumlah bahan baku yang dipesan melalui form
pengecekan kedatangan bahan baku dan form
pemesanan bahan baku.
5. KESIMPULAN
Setiap masalah yang terjadi di dalam
perusahaan dapat diselesaikan dengan
menggunakan sistem informasi usulan yang
digambarkanmelalui solusi praktis form dan
report. Berikut kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini :
a. Sistem yang ada sekarang pada PT.
APG masih memiliki banyak
kekurangan dan kelemahan
khususnya pada proses pengelolaan
informasi
b. Sistem usulan yang diberikan adalah
perbaikan sistem yang sudah ada dan
perancangan sistem baru untuk
menjawab masalah PT. APG.
c. Sistem informasi yang tepat adalah
suatu mekanisme aliran informasi
yang teratur dengan penggunaan form
dan report yang terkomputerisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Gordon B. dan Olson, Margareth H.
(1988). Kerangka Dasar Sistem Informasi
Manajemen Bagian II: Struktur dan
Pengembangannya, Gramedia, Jakarta.
Kanter, Jerome. (1984). Management
Information Systems 3rd Edition, PrenticeHall, New Delhi.
McLeod Jr., Raymond. (2001). Management
Information Systems 8th Edition, PrentinceHall, New Jersey.
Martin, James. (1990). Information
Engineering Book II: Planning and
Analysis, Prentice-Hall International,
Singapore.
Sandy, Ignatius A. (2009). Terapan Keilmuan
Teknik Industri. Metoda Perancangan
Basis Data DDA (Disain Database
berdasarkan Aktivitas). 58-62.
Winardi. (1987). Pengantar Tentang Sistem
Informasi Manajemen, NOVA, Bandung.