Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

`

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global
yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan
ekonomi, masalah pangan, serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Jumlah
penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai, justru menjadi
beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan nasional (BKKBN, 2008).
Indonesia merupakan penduduk terbanyak ke empat didunia setelah China,
India dan Amerika Serikat (Population Reference Bureau 2011, USAID). Jumlah
Penduduk Indonesia Menurut Sensus Penduduk tahun 2010 mencapai 237,6 juta jiwa.
Penduduk bertambah sekitar 32,5 juta jiwa selama 10 tahun terakhir (BPS,2010).
Upaya pemerintah untuk menekan peningkatan jumlah penduduk, salah
satunya upaya pemerintah adalah Keluarga Berencana (KB). Program pelayanan
Keluarga Berencana (KB) mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia
Indonesia yang sejahtera, di samping program pendidikan dan kesehatan. Kesadaran
mengenai pentingnya kontrasepsi di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk

mencegah terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015
(BKKBN, 2010).

`

Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya
dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi
visiuntuk “mewujudkan Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas
adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan
yang Maha Esa (Saifuddin, 2008).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah wujud kepedulian
pemerintah pembangun aspek kependudukan secara berkelanjutan. Pembangunan
keluarga diarahkan pada keluarga sejahtera, berkualitas, serasi, dan seimbang dengan
daya dukung sosial ekonomi wilayah. Atas dasar itu, paradigma pembangunan
kependudukan tidak lagi bersifat sentralistik dari pemerintah pusat, namun
diamanatkan pada pemerintah daerah sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.
Ini berarti bahwa Undang-Undang kependudukan tersebut adalah piranti bagi
pemerintah daerah untuk menentukan ukuran penduduk ideal bagi pembangunan

Kesepakatan International Conference on Population and Development
(ICPD) di Cairo tahun 1994 mencantumkan bahwa pemenuhan kebutuhan Keluarga
Berencana yang terjangkau secara universal pada tahun 2015 merupakan bagian dari
pendekatan kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi. Disamping itu,Indonesia
juga telah menyepakati konsensus global dalam Millenium Development Goals
(MDGs) yang kini menjadi arah pembangunan nasional. Tujuan MDGs yang terkait
dengan program yang terkait dengan program KB diantaranya adalah tujuan ke-4

`

(menurunkan angka kematian Anak) dengan target menurunkan Angka Kematian
Balita (AKBA) hingga dua pertiga dalam kurun waktu 1990 - 2015 dan tujuan ke-5
(meningkatkan kesehatan ibu) dengan target 5a menurunkan angka kematian ibu
hingga tiga per empat,dan 5b mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua
pada tahun 2015 (BKKBN,2013).
Pelayanan dan informasi Keluarga Berencana merupakan suatu intervensi
kunci dalam upaya meningkatkan kesehatan perempuan dan anak, serta merupakan
hak asasi manusia. Di lain pihak masih sangat banyak pasangan usia subur diseluruh
dunia yang belum mendapat akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana karena
berbagai faktor seperti masalah logistik, sosial, perilaku,organisasi dan prosedur

dalam sistem pelayanan kesehatan yang perlu diperbaiki. Klien harus memilih
informasi yang cukup sehingga dapat memilih sendiri metode kontrasepsi yang sesuai
untuk mereka. Informasi tersebut meliputi pemahaman tentang efektivitas, metode
kontrasepsi, cara kerja, efek samping,manfaat dan kerugian metode tersebut
(Saifudin, 2008).
Ada beberapa hal yang dapat mendukung terwujudnya gerakan nasional,yaitu
dengan pemberian informasi kepada calon asektor KB. Dalam pemberian informasi
mengenai kontrasepsi terdapat tiga kegiatan,dimana diantaranya adalah konseling.
Konseliing merupakan aspek penting dalam Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan
Reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu konseling
kepada klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan
sesuai dengan pilihannya (Saifuddin, 2005).

`

Salah satu program untuk menurunkan angka kematian ibu dan menekan
angka pertumbuhan penduduk yakni melalui program Keluarga Berencana (KB).
Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, menentukan jarak kelahiran atau
menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan Usia Subur

(PUS).Pelaksanaan program KB di Indonesia, dikenal beberapa jenis kontrasepsi
seperti Pil, Suntik, Implant, Intra Uterine Device (IUD), MOW dimana akseptornya
adalah wanita, sedangkan Kondom dan Metode Operatif Pria (MOP) akseptornya
adalah pria (Tukiran, 2010).
Untuk meningkatkan cakupan aseptor KB di perlukan konseling yang
berkualitas antara klien dan konselor (tenaga medis) karena konseling merupakan
salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program KB. Sangat
mudah dimengerti jika hal itu membuat tingkat keberhasilan KB di Indonesia
menurun.Klien yang mendapatkan konseling dengan baik akan cenderung memilih
kontrasepsi dengan benar dan tepat. Pada akhirnya hal itu juga akan menurunkan
tingkat kegagalan KB dan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
serta bayi yang dilahirkan (BKKBN, 2001).
Kebijakan pemerintah tentang KB saat ini mengarah pada pemakaian Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra
Uterine Device (IUD) merupakan salah satu cara efektif yang sangat diprioritaskan

pemakaiannya oleh BKKBN. Hal ini dikarenakan tingkat keefektifannya cukup tinggi
yaitu 0,1-1 kehamilan per 100 perempuan (BKKBN, 2008).

`


Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), pola
penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh metode kontrasepsi
hormonal dan bersifat jangka pendek. Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
seperti IUD cenderung mengalami penurunan dari 8,1 persen (SDKI 1997) menjadi
6,2 persen (SDKI 2002-2003) dan turun lagi menjadi 4,9 persen (SDKI 2007) serta
turun menjadi 3,9 persen (SDKI 2012). Penggunaan alat kontrasepsi secara
keseluruhan berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.1. Mixed Contraceptive Prevalence
No

Metode

1997
1. Pil
15,4
2. IUD
8,1
3. Suntik

21,1
4. Kondom
0,7
5. Implant
6
6. MOW
3
7. MOP
0,4
8. MAL
Sumber : Survey Demografi dan
dan 2012

Tahun
2012
2002/2003
2007
13,2
13,2
13,6

6,2
4,9
3,9
27,8
31,8
31,9
0.9
1,3
1,8
4,3
2,8
3,3
3,7
3
3,2
0.4
0,2
0,2
0.1
0

0
Kesehatan Indonesia Tahun 1997, 2002/03, 2007

Pencatatan dan Pelaporan dari Perwakilan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Provinsi Aceh Tahun 2014 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)
sebanyak 839.048 orang, dan yang menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 155.861
orang, dengan rincian yang menggunakan kontrasepsi suntik 70278 (83,8%), pil
58811 (70,1%), kondom 14952 (17,8%), implant 5274 (6,3%) , IUD 4935 (5,9%),
MOW 1577 (1,9%) dan MOP 34 (0,04%) (Perwakilan BKKBN Aceh, 2014).

`

Data di Kabupaten Aceh Tamiang dengan jumlah PUS sebanyak 48.739
orang, dan yang menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 37.433 (76,8 %) orang
dengan rincian kontrasepsi suntik 15960 (42,6 %), pil 16815 (44,9 %), kondom 1866
(4,98 %), implant 953 (2,5%), IUD 1389 (3,7 %), MOW 450 (1,2 %). Sedangkan di
Kecamatan Sekerak dari 1056 PUS yang menjadi, akseptor KB 754 (71,4 %) orang
dengan rincian suntik 170 (16,1%), pil 434 (41,1%), kondom 115 (10,9 %), implant
34 (3,2%), IUD 18 (1,7%), MOW 1 (0,1%) (KPPKS,2014).
Salah satu penyebab turunnya pencapaian penggunaan kontrasepsi IUD

antara lain disebabkan oleh fasilitasi terhadap provider yang kurang optimal, belum
meratannya promosi

dan KIE yang menjangkau ke seluruh masyarakat,

berkurangnya/terbatasnya tenaga KIE di lapangan belum optimalnya dalam
pengelolaan ketersediaan IUD di fasilitas pelayanan kesehatan, jenis IUD yang
beredar dimasyarakat masih terbatas dan meningkatnya kampanye penggunaan
kontrasepsi hormonal sehingga melemahkan promosi IUD (BKKBN, 2011).
Banyak perempuan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis
kontasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia,tetapi juga
ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi
tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbnagkan, termasuk status kesehatan, efek
samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan,
besar keluarga yang direncanakan,persetujuan pasangan,bahkan norma budaya
lingkungan dan orang tua. Untuk itu semua,konseling merupakan bagian integral
yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (Saifudin,dkk. 2004).

`


Konseling Keluarga Berencana merupakan aspek yang sangat penting dalam
pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan
melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan
memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya.
Konseling yang baik akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsi yang
lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling juga akan mempengaruhi
interaksi antara petugas dan klien karena dapat meningkatkan hubungan dan
kepercayaan yang sudah ada. (BKKBN, 2013)
Berdasarkan penelitian Banjarnahor (2012) bahwa konseling efektif terhadap
peningkatan pengetahuan PUS IUD (p=0.017) dan perubahan sikap PUS tentang
kontrasepsi IUD (p=0,004). Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh penelitian
Triyansi tahun 2013 menunjukkan Konseling KB berpengaruh terhadap Pengetahuan
PUS tentang metode kontrasepsi IUD (p=0.001

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi Kondom dan Dukungan Sosial Terhadap Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan

1 68 145

Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1 62 79

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

3 81 103

Pengaruh Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi Kondom dan Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan

0 47 145

Respon Pasangan Usia Subur Terhadap Program Keluarga Berencana Gratis Di Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

1 30 90

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 17

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 34

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 4

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 36