Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

(1)

PENGARUH KONSELING KELUARGA BERENCANA TERHADAP PENGETAHUAN DAN NIAT PASANGAN USIA SUBUR

TENTANG KONTRASEPSI IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG MANCUNG

KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

Oleh

HELFI TRIYANSI 117032218/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KONSELING KELUARGA BERENCANA TERHADAP PENGETAHUAN DAN NIAT PASANGAN USIA SUBUR

TENTANG KONTRASEPSI IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG MANCUNG

KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

HELFI TRIYANSI 117032218/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs.Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si 3. Drs. Tukiman, M.K.M


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSELING KELUARGA BERENCANA TERHADAP PENGETAHUAN DAN NIAT PASANGAN USIA SUBUR

TENTANG KONTRASEPSI IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG MANCUNG

KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2013

Helfi Triyansi 117032218/IKM


(5)

Judul Tesis : PENGARUH KONSELING KELUARGA BERENCANA TERHADAP PENGETAHUAN DAN NIAT PASANGAN USIA SUBUR TENTANG KONTRASEPSI IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG MANCUNG KABUPATEN ACEH TENGAH

Nama Mahasiswa : Helfi Triyansi Nomor Induk Mahasiswa : 117032218/IKM

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs.Heru Santosa,M.S,Ph.D Ketua

) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(6)

ABSTRAK

Kontrasepsi IUD merupakan metode kontrasepsi jangka panjang yang tingkat keefektifannya sanggat tinggi yaitu 0,1-1 kehamilan per 100 perempuan, namun cakupan kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung masih rendah bila dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya seperti Pil, dan Suntik. dari Jumlah akseptor KB yaitu 1.157 orang hanya (1%) yang menggunakan kontrasepsi IUD.Hal ini karena kurangnya pengetahuan dan niat PUS akibat dari konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan kurang efektif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur Tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode quasi experiment,Populasi penelitian ini adalah PUS akseptor KB yang datang pada kegiatan posyandu bulanan berjumlah 151 orang, dan sampel sebanyak 96 orangterdiri kelompok perlakuan 48orang, kelompok kontrol 48 orang. Pengambilan sampel dengan tehnik porpusive sampling.Data dikumpulkan melalui kuesioner, dianalisis melalui tahapan Univariat dan Bivariat dilanjutkan dengan uji t-test, dengan derajat kepercayaan 95%

Hasil penelitian menunjukkan Konseling KB berpengaruh terhadap Pengetahuan PUS tentang metode kontrasepsi IUD(p=0.001<0,05). dan konselingKB berpengaruh terhadap Niat PUS tentang kontrasepsi IUD (p= 0,001< 0,05)

Disarankan kepada BkkbN dan Puskesmas agar dapat melakukan kerjasama dengan sekolah pendidikan kesehatan dalam menyebarkan informasi IUD dan konseling sebaiknya diberikan oleh tenaga yang benar-benar terampil dalam KIE.


(7)

ABSTRACT

IUD contraception is a long term contraception method with a very high effectiveness, yet the coverage of IUD contraception in the Working Area of Puskesmas Blang Mancung is still lower if compared to the other contraceptions such as pills and injections that is only 1% of the 1,157 Family Planning acceptors who use IUD contraception.It is due to the less knowledge and intention of the couples because counselling which had given by the health workers less effective.

The purpose of this quantitative study with quasi-experimental method was to analyze the influence of the Counseling KB on the Knowledge and Intention of the Couple in Reproductive Age about IUD Contraception in the Working Area of Puskesmas Blang Mancung, Aceh Tengah District. The population of was 151 people, and 96 of them were selected to be the samples for this study consisting of 48 in control group and the other 48 in treatment group through purposive sampling technique. Collected data through questionnaires, distribution the data were analyzed through Univariate and Bivariate analysis (t-test, with a 95% degree of confidence).

This result also shows Counseling KB have effect on reproductive couples age Knowledge about IUD contraceptive method,andfamily planning counseling affect reproductive couples age intention of IUD contraception.

The management of National Family Planning Coordinaling Board and Community Health Center in order to cooperate with health education to spread the IUD information and counselling is done by the health workers who have skill in communication,information and education.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT.atas berkat dan limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “PengaruhKonseling Keluarga Berencanaterhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan Akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu,pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr.Drs.Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr.Ir.Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Drs. Heru Santosa M.S,Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing Asfriati S.K.M,M.Kesatas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

6. Drs.Tukiman M.K.M,dan Namora Lumongga Lubis M.Sc, Ph.D,selaku Tim Penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

7. Bapak Kepala Puskesmas Blang Mancungyang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda Helmi sukrandan Ibunda Iriansiserta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril, materil, dan doa selama penulis menjalani pendidikan.


(10)

10.Teristimewa buat suami tercinta Arfinsyah S.H. juga anak-anak tersayang Hamdi Syahria dan Nalla Prasetya yang telah banyak berkorban dan menjadi motivator untuk menyelesaikan studi ini.

11.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2013 Penulis

Helfi Triyansi 117032218/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Helfi Triyansi, lahir pada tanggal 15 Maret 1981di Langsa Kabupaten Aceh Timur, beragama Islam, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Helmi Sukran dan Ibunda Iriyansi, bertempat tinggal di Kampung Bale Bawah Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan di SD Negeri 9 Takengon tamat pada tahun 1993, melanjutkan pendidikan SMP Negeri 2 Takengon tamat pada tahun1996 dan melanjutkan pendidikan SMA Negeri 3 takengon tamat pada tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan D-III Kebidanan di Akademi Kebidanan Yayasan Pendidikan Mona Banda Aceh, tamat pada tahun 2002. Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran Universitas Abuliatama Banda Aceh tamat pada tahun 2007.Kemudian pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Yayasan Payung Negeri Aceh Darusalam tamat pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menikah dengan Arfinsyah S.H pada tanggal 17 Februari tahun 2003dan mulai bekerja sebagai PNS di Puskesmas Pintu Rime Gayo Kabupaten Aceh Tengah mulai tahun 2003 sampai 2005, kemudian Puskesmas Bandar Kabupaten Bener Meriah mulai tahun2005 sampai 2006 selanjutnya Puskesmas Pante Raya dari tahun 2006 sampai 2008, kemudian RSUD Bener Meriah 2009 sampai dengan sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan ... 13

1.3Tujuan Penelitian ... 13

1.4Hipotesis ... 13

1.5Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1Pengetahuan ... 14

2.2Niat ... 17

2.3Metode Kontrasepsi ... 21

2.4Metode Kontrasepsi IUD (Intra Uterina Device) ... 23

2.4.1 Jenis-jenis Kontrasepsi IUD ... 23

2.4.2 Mekanisme Kerja Alat Kontrasepsi IUD ... 25

2.4.3 Jangka Waktu Pemakaian Kontrasepsi IUD ... 26

2.4.4 Persyaratan Pemakaian Kontrasepsi IUD ... 28

2.4.5 Waktu Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD ... 39

2.4.6 Teknik Pemasangan IUD ... 30

2.5Pasangan Usia Subur (PUS) ... 31

2.6Konseling KB ... 32

2.6.1 Pengertian Konseling KB ... 32

2.6.2 Tujuan Konseling KB ... 34

2.6.3 Keuntungan Konseling KB ... 35

2.6.4 Tempat Pelayanan Konseling ... 35

2.6.5 Pentingnya Informed Choice ... 36

2.6.6 Fungsi Konseling ... 38

2.6.7 Jenis Konseling KB ... 39

2.6.8 Langkah Langkah dalam Konseling KB ... 40

2.6.9 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling ... 46

2.6.10 Upaya Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi ... 48

2.7Landasan Teori ... 48


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 53

3.1Jenis Penelitian ... 53

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.3Populasi dan Sampel ... 53

3.3.1 Populasi ... 53

3.3.2 Sampel ... 54

3.4Metode Pengumpulan Data ... 57

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 57

3.5Variabel dan Definisi Operasional ... 59

3.5.1 Variabel Penelitian ... 59

3.5.2 Definisi Operasional ... 59

3.6Metode Pengukuran ... 60

3.7Metode Analisis Data ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 62

4.1Gambaran Umum Puskesmas Blang Mancung ... 62

4.1.1 Keadaan Geografis ... 62

4.2Analisis Univariat ... 64

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, dan jenis Metode Kontrasepsi ... 64

4.2.2 Pre Test Pengetahuan dan Niat Responden pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol ... 65

4.2.3 Post Test Pengetahuan dan Niat Responden pada Kelompok Perlakuan dengan Kelompok kontrol ... 66

4.3Analisis Bivariat ... 67

4.3.1 Hasil Uji t pada Pre Test Pengetahuan Responden pada Kelompok Perlakuan dengan Kontrol ... 67

4.3.2 Hasil Uji t Niat pada Pre Test Responden pada Kelompok Perlakuan dengan Kontrol ... 68

4.3.3 Hasil Uji t pada Post Test Pengetahuan Responden pada Kelompok Perlakuan dengan Kontrol ... 69

4.3.4 Hasil Uji t Niat pada Post Test Responden pada Kelompok Perlakuan dengan Kontrol ... 69

BAB 5. PEMBAHASAN ... 71

5.1Pengaruh Koseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan PUS tentang Kontrasepsi IUD ... 71

5.2Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD ... 75

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.3Kesimpulan ... 81

5.4Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1 Perilaku Konselor yang Efektif ... 44 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian ... 58 4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama, Umur, Jenis Kelamin Suku

dan Keikutsertaan Ber KB Puskesmas Blang Mancung ... 63 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan, Pekerjaan,

Jumlah Anak dan Jenis Metode Kontrasepsi ... 65 4.3 Pres Test Pengetahuan dan Niat pada Kelompok Perlakuan dan

Kontrol ... 66 4.4 Post Test Pengetahuan dan Niat Responden pada Kelompok Perlakuan

dan Kelompok Kontrol ... 67 4.5 Hasil Uji t pada Pre Test Pengetahuan Responden pada Kelompok

Perlakuan dengan Kontrol ... 68 4.6 Hasil Uji t pada Pre Test Niat Responden pada Kelompok Perlakuan

dengan Kontrol ... 68 4.7 Hasil Uji t pada Post Test Pengetahuan Responden pada Kelompok

Perlakuan dengan Kontrol ... 69 4.8 Hasil Uji t pada Post Test Niat Responden pada Kelompok Perlakuan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Skema Teori Stimulus-Organisme-Respons ... 51 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 52


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian ... 86 2. Hasil Pengolahan Data ... 98 3. Master Data Penelitian ... 134 4. Surut Izin Penelitian dari dari Program Studi S2 Ilmu

KesehatanMasyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU... 143 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kepala Puskesmas Blang


(17)

ABSTRAK

Kontrasepsi IUD merupakan metode kontrasepsi jangka panjang yang tingkat keefektifannya sanggat tinggi yaitu 0,1-1 kehamilan per 100 perempuan, namun cakupan kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung masih rendah bila dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya seperti Pil, dan Suntik. dari Jumlah akseptor KB yaitu 1.157 orang hanya (1%) yang menggunakan kontrasepsi IUD.Hal ini karena kurangnya pengetahuan dan niat PUS akibat dari konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan kurang efektif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur Tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode quasi experiment,Populasi penelitian ini adalah PUS akseptor KB yang datang pada kegiatan posyandu bulanan berjumlah 151 orang, dan sampel sebanyak 96 orangterdiri kelompok perlakuan 48orang, kelompok kontrol 48 orang. Pengambilan sampel dengan tehnik porpusive sampling.Data dikumpulkan melalui kuesioner, dianalisis melalui tahapan Univariat dan Bivariat dilanjutkan dengan uji t-test, dengan derajat kepercayaan 95%

Hasil penelitian menunjukkan Konseling KB berpengaruh terhadap Pengetahuan PUS tentang metode kontrasepsi IUD(p=0.001<0,05). dan konselingKB berpengaruh terhadap Niat PUS tentang kontrasepsi IUD (p= 0,001< 0,05)

Disarankan kepada BkkbN dan Puskesmas agar dapat melakukan kerjasama dengan sekolah pendidikan kesehatan dalam menyebarkan informasi IUD dan konseling sebaiknya diberikan oleh tenaga yang benar-benar terampil dalam KIE.


(18)

ABSTRACT

IUD contraception is a long term contraception method with a very high effectiveness, yet the coverage of IUD contraception in the Working Area of Puskesmas Blang Mancung is still lower if compared to the other contraceptions such as pills and injections that is only 1% of the 1,157 Family Planning acceptors who use IUD contraception.It is due to the less knowledge and intention of the couples because counselling which had given by the health workers less effective.

The purpose of this quantitative study with quasi-experimental method was to analyze the influence of the Counseling KB on the Knowledge and Intention of the Couple in Reproductive Age about IUD Contraception in the Working Area of Puskesmas Blang Mancung, Aceh Tengah District. The population of was 151 people, and 96 of them were selected to be the samples for this study consisting of 48 in control group and the other 48 in treatment group through purposive sampling technique. Collected data through questionnaires, distribution the data were analyzed through Univariate and Bivariate analysis (t-test, with a 95% degree of confidence).

This result also shows Counseling KB have effect on reproductive couples age Knowledge about IUD contraceptive method,andfamily planning counseling affect reproductive couples age intention of IUD contraception.

The management of National Family Planning Coordinaling Board and Community Health Center in order to cooperate with health education to spread the IUD information and counselling is done by the health workers who have skill in communication,information and education.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk dunia tahun 2010 telah mencapai 7 miliar jiwa atau bertambah 1 miliar jiwa hanya dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk bertambah 1 miliar jiwa, dunia butuh waktu 130 tahun (1800-1930). Kini dalam 13 tahun, penduduk bertambah 1 miliar jiwa dari 5 miliar jiwa tahun 1987 menjadi 6 miliar jiwa tahun 2000 (Endang, 2002).

Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 diperoleh bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237,2 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan sekitar 3,1% setahun dan tingkat kelahiran 2,6 per wanita. Jumlah penduduk Indonesia makin hari semakin meningkat, padahal pemerintah terus berupaya untuk mencapai 2,1 anak per wanita. Meski demikian, masih saja banyak penduduk yang memiliki jumlah anak banyak (BPS, 2010).

Pada periode tahun 1980-1990 LPP adalah 1,97%, tahun 1990-2000 turun menjadi 1,45% dan tahun 2000-2006 turun lagi menjadi 1,34% dan naik lagi pada tahun 2010 yaitu 1,49%. Total Fertility Rate (TFR) tahun 1971 adalah 5,5 per Pasangan Usia Subur (PUS), tahun 1980-1990 turun menjadi 2,34, dan pada tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 2,28. Angka ini menunjukkan penurunan TFR dari waktu ke waktu tetapi belum mencapai target nasional yaitu 2,1 (BkkbN, 2010). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan peningkatan


(20)

Contraceptive Prevalence Rate (CPR) dari 54,7% padatahun 1994, menjadi 57,4% tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh kesadaran Pasangan Usia Subur (PUS) untuk menggunakan kontrasepsi dalam pengaturan kelahiran sudah semakin baik, namun peningkatan CPR belum mampu mencapai target TFR nasional yaitu 2,1 (BPS, 2011).

Upaya-upaya pengendalian pertumbuhan penduduk ini telah dimulai sejak Repelita I dengan pengembangan program yang disebut Program Keluarga Berencana (KB) yang secara resmi dimulai sejak tahun 1970.Dilanjutkan dengan Millenium Development Summit (MDS) pada bulan September 2000 di New York (Amerika Serikat) dengan kesepakatan yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs) yang menegaskan tentang komitmennya untuk mempromosikan kesehatan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai sasaran yang akan dicapai oleh program KB dalam jangka panjang demi tercapainya Keluarga Berkualitas 2015.

Target Millennium Development Goals (MDG’s) yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini masih belum memenuhi target atau perlu diturunkan lagi, terlebih bila dibandingkan dengan AKI di negara-negara ASEAN, AKI di Indonesia 3-6 kali lipat jumlahnya. Sedangkan bila dibandingkan dengan AKI di negara maju, jumlah AKI di Indonesia 50 kali kelipatannya.

Salah satu program untuk menurunkan angka kematian ibu dan menekan angka pertumbuhan penduduk yakni melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui


(21)

pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, menentukan jarak kelahiran atau menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan Usia Subur (PUS).Pelaksanaan program KB di Indonesia, dikenal beberapa jenis kontrasepsi seperti Pil, Suntik, Implant, Intra Uterine Device (IUD), MOW dimana akseptornya adalah wanita, sedangkan Kondom dan Metode Operatif Pria (MOP) akseptornya adalah pria (Tukiran, 2010).

Untuk meningkatkan cakupan aseptor KB di perlukan konseling yang berkualitas antara klien dan konselor (tenaga medis) karena konseling merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program KB. Sangat mudah dimengerti jika hal itu membuat tingkat keberhasilan KB di Indonesia menurun.Klien yang mendapatkan konseling dengan baik akan cenderung memilih kontrasepsi dengan benar dan tepat. Pada akhirnya hal itu juga akan menurunkan tingkat kegagalan KB dan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta bayi yang dilahirkan (BKKBN,2001).

Kebijakan pemerintah tentang KB saat ini mengarah pada pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterine Device (IUD) merupakan salah satu cara efektif yang sangat diprioritaskan pemakaiannya oleh BKKBN. Hal ini dikarenakan tingkat keefektifannya cukup tinggi yaitu 0,1-1 kehamilan per 100 perempuan (BKKBN, 2008).

Menurut Saifuddin (2004), kerugian IUD (Cu T-380A) non hormonal mempunyai efek samping seperti perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, disaat haid lebih sakit, merasa sakit dan


(22)

kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan dan lebih sering menimbulkan perdarahan mid-siklus dan perdarahan bercak (spotting), serta dapat mengalami keputihan.

Hasil pelaksanaan sub sistem pencatatan dan pelaporan BkbN bulan Juni 2012 bahwa Peserta KB Baru secara Nasional sampai dengan bulan Juni 2012 sebanyak 4.587.909 peserta. Apabila dilihat dari persentasenya adalah 355.973 peserta IUD (7,76%), 69.816 peserta MOW (1,52%), 14.030 peserta MOP (0,31%),323.652 peserta Kondom (7,05%), 434.222 peserta Implant (9,46%), 2.186.033 pesertaSuntikan (47,65%), dan 1.204.183 peserta Pil (26,25%). Mayoritas peserta KB baru bulan Juni2012, didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non Metode Kontrasepsi JangkaPanjang (Non MKJP), yaitu sebesar 80,95% dari seluruh peserta KB. Sedangkan peserta KBbaru yang menggunakan metode jangka panjang seperti IUD, MOW, MOP dan Implanthanya sebesar 19,05% (BkkbN, 2012).

Berdasarkan cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Provinsi Aceh dengan jumlah PUS 776.140 orang, peserta KB Baru sebanyak 197.755 (25,48%), peserta KB Aktif sebanyak 593.025 (76,41%). Peserta KB Baru yang menggunakan metode kontrasepsi IUD 2.438 (1,23%), MOW 644 (0,33%), MOP 22 (0,01%), kondom 33.691 (17,04%), Implan 3.496 (1,77%), Suntik 83.222 (42,08%), Pil 74.242 (37,54%). Peserta KB Aktif yang menggunakan metode kontrasepsi IUD 11.993 (2,02%), MOW 4.479 (0,76%), MOP 187 (0,03), Implan 11,746 (1,98%), Kondom 51.698 (8,72%), Suntik 267.195 (45,06%), Pil 245.727 (41,44%). Cakupan KB tersebut menjelaskan peserta KB baru maupun KB aktif dalam penggunaan


(23)

kontrasepsi IUD lebih sedikit dibandingkan dengan Suntik, Pil, Kondom dan Implan (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2012).

Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah terdiri dari 14 Kecamatan dengan jumlah penduduk 175.527 jiwa, mempunyai potensi yang cukup menentukan terhadap keberhasilan program KB di Provinsi Aceh. Penggunaan kontrasepsi berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2012 pencapaian KB dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang IUD 2,73%, MOP/MOW 0,71%, dan Implant 3,9%, sedangkan persentase akseptor KB menggunakan Non Metode Jangka Panjang yaitu Suntik 39,15%, Pil 49,67%, dan Kondom 3,81%. Data ini memperlihatkan kontrasepsi jangka panjang lebih sedikit peminatannya dibandingkan non metode jangka panjang.

Salah satu penyebab turunnya pencapaian penggunaan kontrasepsi IUD antara lain disebabkan oleh fasilitasi terhadap provider yang kurang optimal, belum meratanya promosi dan KIE yang menjangkau keseluruh masyarakat, berkurangnya/terbatasnya tenaga KIE di lapangan, belum optimalnya dalam pengelolaan ketersediaan IUD di layanan kesehatan, jenis IUD yang beredar dimasyarakat masih terbatas dan meningkatnya kampanye penggunaan kontrasepsi hormonal sehingga melemahkan promosi IUD (BkkbN, 2011).

Penyebab lainnya adalah karena kurangnya niat PUS untuk menggunakan kontrasepsi IUD. niat merupakan preditor yang kuat bagaimana seseorang bertingkah laku dalam membuat suatu keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi (Ajzen, 1991).


(24)

Data Profil Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012dijelaskan bahwa dari 25 Desa ditemukan 8 Desa memiliki akseptor KB menggunakan IUD. Jumlah akseptor KB yaitu 1.158orang dan jumlah PUS 1.602. Akseptor yang menggunakan kontrasepsi IUD lebih sedikit dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya. Penggunaan jenis KB didominasi oleh KB Suntik (57,79%), Pil (30,98%), Kondom (1%), Implan (10,21%), MOW (0,82%) dan IUD (1%). Walaupun kontrasepsi IUD memiliki efektivitas yang tinggi, namun penggunaan kontrasepsi jangka panjang (IUD) cenderung sedikit jika dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya. Suku bangsa ibu akseptor di wilayah kerja Puskesmas Blang Mancung mayoritas bersuku Gayo (50%) dan mayoritas penduduknya beragama Islam.

Banyak perempuan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis, kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua. Untuk ini semua, konseling merupakan bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (Saifuddin, dkk. 2004).

Konseling Keluarga Berencana khususnya IUD sangat penting di berikan karena banyaknya wanita yang berusia diatas 35 tahun dengan riwayat kesehatan yang kurang baik, bergonta-ganti metode kontrasepsi, hal ini disebabkan karena efek


(25)

samping yang ditimbulkan oleh metode kontrasepsi hormonal yang digunakannya memperburuk kesehatannya seperti ibu penderita penyakit darah tinggi, DM, dan penyakit degeneratif lainnya.

Ibu dapat menggunakan IUD Cu T-380 A dengan aman dan efektif karena IUD dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya: perokok, pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi, sedang memakai antibiotik atau antikejang, gemuk ataupun yang kurus dan sedang menyusui, penderita tumor jinak payudara, epilepsi, malaria, tekanan darah tinggi, penyakit tiroid, setelah kehamilan ektopik dan penderita DM (Speroff, 2005).

Dalam penelitian ini penulis membahas informasi kesehatan yang disampaikan oleh tenaga kesehatan tentang kontrasepsi IUD dengan metode konseling disebabkan konseling merupakan pendekatan yang lebih kuat dalam komunikasi, informasi, edukasi (KIE) sehingga dapat meninggkatkan pengetahuan dan menumbuhkan niat PUS untuk memilih dan menggunakan metode kontrasepsi IUD, karena konselor langsung bertatap muka dengan klien secara dua arah sehingga klien lebih mudah memahami informasi tersebut dan merubah perilakunya. Kegiatan konseling yang pada dasarnya merupakan kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara peserta dengan petugas konseling yang bertujuan untuk memberikan bantuan mengenai berbagai cara mengambil keputusan sendiri mengenai atau metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya, bisa dilakukan oleh tenaga pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan (bidan puskesmas) atau dilakukan oleh tenaga pelayanan lain di pedesaan.


(26)

Willis (2009) menambahkan keberhasilan konseling sangat terkait dengan sikap/perilaku konselor dalam memberikan informasi seperti; memiliki rasa empati, kehangatan,penghargaan positif (respek), pengendalian kecemasan, dan pola komunikasi. Semuanya tujuannya untuk menambah dan meningkatkan wawasan dan pengetahuan PUS tentangkontrasepsi yang diwujudkan dengan memilih atau menggunakan kontrasepsi sesuai dengan keinginan PUS tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Faktor pengetahuan dan niat masyarakat (akseptor KB) terhadap kontrasepsi juga dapat memengaruhi penggunaan kontrsepsi. Pengetahuan pasangan usia subur tentang kontrasepsi IUD biasanya diperoleh dari tenaga kesehatan, media cetak dan media elektronik. Pemberi informasi tentang KB khususnya IUD oleh tenaga kesehatan harus benar-benar dapat memahami dan menyadari pentingnya pendidikan kesehatan serta mampu menyusun serta menjelaskan materi atau informasi maupun pesan yang hendak disampaikan kepada PUS.

Konseling sebagai sarana dalam menyampaikan informasi kesehatan tentang kontrasepsi KB dapat menimbulkan niat PUS untuk memilih kontrasepsi IUD dalam menjarangkan kehamilan. Menurut Azjen (1988). bahwa niat seseorang dipengaruhi oleh faktor sikap mencakup penilaian PUS tentang keuntungan dan kerugian metode kontrasepsi,norma subyek yang mencakup tekanan lingkungan sosial mendukung atau tidak mendukung, persepsi kontrol perilaku tersedianya sarana dan prasarana.Dimana semuainformasi implisit maupun eksplisit ikut dalam pertimbangan individu sebelum melakukan atau memilih alat kontrasepsi tertentu.


(27)

Buku Panduan Konseling KB yang diterbitkan oleh BKKBNmelaporkan hasil pemantauan di lapangan sertaberdasarkan studi analisis yang dilakukan di 9Propinsi menunjukkan bahwa salah satupenyebab terjadinya kegagalan dan efek sampingserta ketidakpuasan peserta adalah karenapeserta KB tidak mendapat konseling secaralengkap. Kalaupun diberikan harus sesuai denganketentuan tetapi kebanyakan petugas cenderungmemberikan konseling sekedarnya pada saatpelayanan. Penyebab lainnya adalah mutupelayanan yang belum optimal, antara lain karenatenaga kesehatan yang melayani di lapangankurang profesional atau memang belum mendapatlatihan sehingga kurang memiliki pengetahuan danketerampilan yang cukup untuk melakukannya.Pemikiran secara umum mengatakan bahwaseharusnya pemberian konseling yang baik akanmenimbulkan rasa puas atau kepuasan pada diripeserta karena ia merasa didengarkan dandiperhatikan(BKKBN, 2003)

Sejalan dengan penelitian Banjarnahor (2012) bahwa konseling efektif terhadap peningkatan pengetahuan PUS tentang kontrasepsi IUD (p=0.017) dan konseling efektif terhadap perubahan sikap PUS tentangkontrasepsi IUD (p=0,004) di Desa Batu Melenggang Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat.Penelitian senada juga dilakukan Yusrani (2012) bahwa materi penyuluhan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3%, media penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3% dan metoda penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu.


(28)

Survei pendahuluan pada bulan November 2012 di Puskesmas Blang Mancung dari 15 PUS yang diwawancaraiterdapat10 orang PUS kurang memahami metode kontrasepsi IUD tentang jenis, mekanisme kerja, jangka waktu pemakaian, keuntungan dan kerugian, persyaratan, waktu penggunaan dan teknik pemasangan, sehingga melemahkan niat PUS dalam memilih dan menggunakan kontrasepsi IUD. Hal ini disebabkankonseling yang diberikan petugas kesehatan kurang efektif. Hasil pengamatan penulis bahwa konselor kurang terampilan dalam memberikan informasi kesehatan disebabkan waktu yang terbatas dalam penyampaikan materi konseling dan penjelasan yang kurang dapat dipahami serta konseling belum disertai dengan pemberian media-media brosur/ leaflet. Selain itu jumlah PUS yang ditangani tidak sebanding dengan jumlah petugas kesehatan, teknik dan cara penyampaian informasi kurang ramah atau terkesan terburu-buru, sikap petugas kurang merespon pertanyaan PUS, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam menyampaikan pesan serta komunikasi yang diterapkan satu arah. Sedangkan di unit pelayanan lainnya seperti klinik/balai pengobatan dan posyandu metode konseling kurang diterapkan karena keterbatasan waktu dan tenaga kesehatan. Kondisi ini menyebabkan PUS belum memahami dengan baik tentang kontrasepsi IUD berupa jenis, mekanisme kerja, jangka waktu pemakaian, keuntungan dan kerugian, persyaratan, waktu penggunaan dan teknik pemasangan. Keadaan ini mengindikasikan bahwa pengetahuan PUS yang kurang baik disebabkan pemberian konseling yang kurang efektif.

Informasi lanjutan diperoleh penulis bahwa PUS kurang berniat menggunakan kontrasepsi IUD karena merasa malu apabila harus membuka aurat pada


(29)

saatmemasangan dan pencabutan, kebiasaan keluarga (orang tua/mertua/saudara) tidak menggunakan IUD, tetapi menggunakan kontrasepsi lain seperti pil dan suntik sehingga PUS juga terbiasa menggunakan metode yang digunakan keluarga, PUS juga lebih memilih kontrasepsi harmonal disebabkan karena maraknya periklanan kontrasepsi hormonal sehingga melemahkan kontrasepsi IUD. adanya informasi miring tentang kontrasepsi IUD yang bersumber dari kerabat atau teman dekat bahwa kontrasepsi IUD dapat menimbulkan keluhan seperti mengganggu hubungan suami istri, ketersediaan kontrasepsi IUD sulit dijangkau di desa-desa dan memerlukan dana yang cukup besar dalam pemasangan.karena IUD hanya tersedia di puskesmas. Selain itu PUS juga khawatir terhadap teknik pemasangan/pencabutan karena memerlukan petugas kesehatan yang terlatih dan prosudur pemasangan yang rumit.

Menurut WHO (dalam Notoatmodjo, 2007) bahwa perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, fasilitas dan sosial budaya meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi dan niat. Perilaku ibu terhadap kesehatan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi menyebabkan jumlah anak dalam keluarga tidak sesuai dengan anjuran program KB.

Minimnya pengetahuan dan niat PUS mengenai metode kontrasepsi menyebabkan penggunaan kontrasepsi yang tidak teratur. Hal ini secara tidak langsung akan berdampak terhadap peningkatan angka kematian ibu hamil, bersalin, angka kehamilan yang tidak diinginkanakibat tingkat keefektifan kontrasepsi, bertambahnya jumlah keluarga yang menyebabkan beban ekonomi juga bertambah, dan memungkinkan terjadi gangguan kesehatan ibu atau bayi dengan kelahiran yang


(30)

terlalu dekat serta keterlambatan kesuburan ibuserta gangguan kesehatan akibat efek samping kontrasepsi. (Saifuddin, dkk. 2004).

Pencapaian peserta KB 50% PUS merupakan masa transisi, sedangkan bila mencapai 70-75% baru akan berarti dalam upaya pengaturan kelahiran dan jumlah yang dapat diatasi oleh pertumbuhan ekonomi (Manuaba, 2001).

Program KB dapat dioptimalkan apabila PUS mengetahui dan memahami manfaat KB khusus IUD untuk menjaga kesehatan reproduksinya. Dalam pemberian konseling kepada PUS mengandung nilai-nilai yang dianjurkan pemerintah dengan 2 anak baik laki-laki maupun perempuanmerupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan angka proporsi penduduk, kesehatan ibu dan anak serta meningkatkan kesejahteraan keluarga kecil dan bahagia.

Berdasarkan fenomena dan pendapat di atas, penulis ingin meneliti tentang ”Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tenggah”.

1.2. Permasahan Penelitian

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh konseling keluarga berencana terhadap pengetahuan dan niat pasangan usia subur tentang kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah.


(31)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh konseling keluarga berencana terhadap pengetahuan dan niat pasangan usia subur tentang kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah.

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh konseling keluarga berencana terhadap pengetahuan dan niat pasangan usia subur tentang kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Aceh Tengah dalam mengambil kebijakan tentang program KB khusus kontrasepsi IUD melalui konseling. 2. Bahan masukan bagi Puskesmas Blang Mancung untuk melaksanakan

program kesehatan reproduksi yaitu program KB melalui konseling.

3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam penelitian ini sebagai bahan kajian dalam menerapkan program kesehatan reproduksi khususnya Keluarga Berencana.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Davenport and Prusak (2001) mendefinisikan pengetahuan sebagai kombinasi dari kerangka pengalaman, informasi,kontekstual, nilai-nilai dan pandangan ahli yang memberikan kerangka kerja untuk mengevaluasi dan memadukan pengalaman dan informasi. Dengan kata lain, pengetahuan adalah kombinasi dari informasi dan pengalaman.

Achterbergh & Vriens (2002) lebih jauh menuliskan bahwa pengetahuan memiliki 2 fungsi yakni: pertama, berfungsi sebagai latar belakang untuk pengkajian gejala, yang sebaliknya akan memungkinkan pelaksanaan tindakan.Fungsi kedua adalah untuk menilai apakahbentuk tindakan akan memberikan hasil yang diharapkan dan untukmenggunakan penilaian dalam memutuskan cara mengimplementasikan tindakan-tindakan tersebut.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehaviour). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden (Azwar, 2003).


(33)

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang I pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu”ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan-penghitungan hasil penelitian dapat menggunakan


(34)

prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja ,dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.

e. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.


(35)

Indikator-indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang dapat diukur berdasarkan pengetahuan tentang kesehatan meliputi gejala-gejala yang timbul akibat menggunakan alat kontrsepsi IUD, manfaat yang dirasakan, dan cara pemeliharaan kesehatan yaitu penggunaan alat kontrasepsi (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Niat

Niat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat diasumsikan sebagai faktor pemotivasi yang ada di dalam diri individu yang memengaruhi perilaku. Niat ini tercermin dari seberapa besar keinginan untuk mencoba dan seberapa kuat usaha yang dialokasikan untuk mewujudkan perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Niat ditentukan sejauh mana individu memiliki sikap positif terhadap perilaku tertentu dan sejauh mana individu mendapat dukungan dari orang lain.

Niat perilaku (behavioral intention) adalah suatu keinginan (niat) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Seseorang akan melakukan suatu perilaku (behavior) jika mempunyai suatu keinginan atau niat untuk melakukannya (Jogiyanto, 2007).

Niat untuk melakukan suatu perilaku yang dalam hal ini adalah penggunaan kontrasepsi KB terbentuk dari kombinasi sikap terhadap perilaku tersebut, norma subyektif tentang perilaku tersebut dan persepsi kontrol perilaku yang berkaitan dengan perilaku itu. Hasil akhirnya adalah ketika derajat kekuatan niat mencapai level tertentu yang dirasa cukup, seseorang dimungkinkan dapat mewujudkan niat


(36)

tersebut menjadi perilaku itu dengan catatan bahwa sepanjang terdapat peluang (Ajzen, 2005). Niat menggunakan kontrasepsi KB sebagaimana yang diungkap Ajzen (2005) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal,faktor eksternaldan kontrol.Faktor internal merupakan keyakinan individu mengenai perilaku yang menentukan sikap dan faktor eksternal merupakan keyakinan normatif yang menentukan norma subjektif, sedangkan faktor kontrol merupakan keyakinan individu untuk mengontrol berbagai faktor yang menjadi penentu dilakukannya perilaku tersebut.

Ajzen dan martin fishbein 1975 mendefinisikan intens atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif (subjektif probability) untuk berperilaku tertentu, mengukur niat berarti mengukur kemungkinan seseorang tentang akan berperilaku tertentu atau tidak. Anwar dkk (2005),niat merupakan akumulasi tiga faktor yakni:

a. Sikap

Sikap didefinisikan sebagai perasaan umum seseorang terhadap suatu objek, yakni tentang evaluasinya apakah menyenangi atau tidak pada objek tersebut.Objek dalam sikap adalah perilaku itu sendiri. Sikap terhadap perilaku adalah penilaian subjektif dari individu menyangkut pengetahuan dan keyakinan tentang perilaku tertentu, baik buruknya, keuntungan dan manfaatnya. Berdasarkan theory of planned behavior, sikap ditentukan oleh adanya keyakinan tentang konsekuensi dari tingkah laku atau disebut dengan keyakinan bertingkah laku (behavioral belefs). Sikap juga ditentukan oleh evaluation toward objek, yakni penilaian seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan di dalam suatu perilakuatau mengarah pada penilaian positif


(37)

atau negatif dari individu terhadap perilaku tertentu yang ingin dilakukannya.Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan. Fishbein dan Ajzen (1975) menggungkapkan keyakinan merujuk kepada penilaian subjektif PUS berkaitan dengan berbagai aspek dari dunianya dan pemahaman PUS mengenai diri dan lingkungannya. Keyakinan diperoleh dengan menghubungkan manfaat dan atau kerugian yang akan diperoleh. Keyakinan dapat memperkuat sikap terhadap perilaku apabila penilaian yang dilakukan dapat memberikan keuntungan.

b. Norma Subyektif

Norma subjektif adalah persepsi individu mengenai tekanan sosial atau lingkungan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Persepsi ini sifatnya subjektif sehingga faktor lingkungan disebut juga norma subjektif. Norma subjektif dipengaruhi oleh keyakinan individu yang diperoleh atas pandangan orang lain disekitarnya seperti: orang tua, suami/istri, teman kantor dan orang–orang yang terdekat dengan individu tersebut.

Ajzen (2005) mengemukakan bahwa individu meyakini bahwa sebahagian besar orang lain berpengaruh dalam kehidupannya berfikir bahwa ia harus melakukan suatu perilaku tertentu akan merasakan tekanan bahwa ia harus melakukan perilaku tersebut, sebaliknya apabila individu meyakini bahwa sebahagian besar orang lain yang berpengaruh baginya tidak mendukungnya melakukan perilaku tersebut, maka ia akan memiliki keyakinan untuk menolak melakukan perilaku tersebut. Norma subjektif juga ditentukan oleh keinginan individu untuk memenuhi tuntutan yang dikenalkan padanya.


(38)

Dalam model theory of reasoned action dan theory of planned behavior, normasubjektif adalah fungsi dari normative beliefs, yang mewakili persepsi mengenai preferensi signficant others mengenai apakah perilaku tersebut harus dilakukan. Model ini mengkuantifikasi beliefs dengan mengalihkan kemungkinan subjektif seorang significant other (disebut referent) berpikir bahwa seseorang harus melaksanakan perilaku tersebut dengan motivasi seseorang untuk mengikuti (motivation to comply) apa yang ingin dilakukan oleh referent.

Presentasi dari tuntutan atau tekanan lingkungan yang dihayati individu menunjukan keyakinan individu atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-figur sosial jika ia melakukan suatu perbuatan. Figure sosial yang penting bisa saja termasuk didalamnyaorang tua, teman dekat, suami, atau istri rekan kantor, semuanya tergantung pada jenis tingkah lakunya. Norma subjektif dibentuk dari 2 aspek yakni keyakinan normative dan keinginan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan

c. Persepsi Kontrol Perilaku

Persepsi kontrol perilaku merupakan perasaan mampu yang dimiliki PUS sebagai individu untuk menggunakan kontrasepsi berdasarkan persepsinya tentang ketersediaan sumber daya dan kesempatan yang dibutuhkan untuk mewujudkan perilaku yang dimaksud. Persepsi seseorang mengenai mudah atau sulitnya menampilkan perilaku tertentu, keyakinan yang mendasari biasanya berupa pengalaman, rasa malu atau perilaku-perilaku tertentu. Ajzen (1991) menyatakan kontrol perilaku dan niat berhubungan erat dengan dilakukan atau tidak dilakukanya


(39)

sebuahperilaku. Persepsi kontrol memengaruhi niat terhadap perilaku sehingga persepsi kontrol mempunyai dua fungsi, yaitu: (1) sebagai motivator yang secara tidak langsung memengaruhi perilaku melalui niat; (2) mencerminkan kontrol perilaku nyata dan berhubungan langsung dengan perilaku tanpa melalui niat. Kontrol perilaku nyata dapat berupa ketersediaan sarana yang dibutuhkan untuk mewujudkan perilaku misalnya ketersediaan metode KB, Sumber Daya Manusia (SDM) petugas kesehatan,fasilitas kesehatandapat digunakan untuk mempermudah PUS dalam menggunakan kontrasepsi KB.

Penggunakan kontrasepsi IUD untuk mencegah kehamilan dapat diperbaiki dengan mengintervensi faktor keyakinan PUS, keyakinan normatif dan kekuatan keyakinan kontrol.Intervensi yang dilakukan dapat berupa penyebaran informasi melalui surat kabar, penyebaran pamflet, iklan di televisi, diskusi interpersonal dan lain-lain yang mendorong ibu untuk memiliki keyakinan prilaku, normatif dan kontrol yang mengarah kepada penggunaan kontrasepsi IUD (Fishbein dan Ajzen, 2006).

2.3 Metode Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’ dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma (Saifuddin, 2004).


(40)

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen, penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memenuhi fertilitas (Prawirohardjo, 2005). Pembagian metode kontrasepsi menjadi dua, yaitu dengan cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif).

a. Kontrasepsi sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan Kondom, Diafragma atau Cup, Cream, jelly atau Tablet berbusa (vaginal tablet).

b. Cara kontrasepsi modern/metode efektif

Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan Pil, IUD, Suntikan dan Implant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap yaitu dengan Operasi Tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan Vasektomi (sterilisasi pada pria).

Hal penting dalam pelayanan keluarga berencana yang perlu diperhatikan adalah prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada PUS yang isterinya mempunyai keadaan 4T, yaitu:


(41)

Wanita dibawah umur 17 tahun lebih sering mengalami kematian karena persalinan dan tubuh belum cukup matang untuk melahirkan. Bayi-bayi mereka lebih sering meninggal sebelum mencapai umur 1 tahun.

b. Terlalu Tua

Wanita usia subur yang sudah tua akan mengalami bahaya, terutama bila mereka mempunyai masalah kesehatan lain atau sudah terlalu banyak melahirkan.

c. Terlalu Dekat

Tubuh wanita memerlukan waktu untuk memulihkan tenaga dan kekuatan diantara kehamilan.

d. Terlalu Banyak

Seorang wanita dengan anak lebih dari 4 akan lebih sering mengalami kematian karena perdarahan setelah persalinan dan penyebab lain (BKKBN, 2008).

2.4Metode Kontrasepsi IUD (Intra Uterina Device)

IUD adalah suatu alat plastik atau logam kecil yang dimasukan kedalam uterus melalui karnalis servikalis dengan cara kerja utamanya adalah mencegah pembuahan dengan pemakaian alat khusus oleh dokter, bidan, para medis lain yang sudah dilatih (Penditdkk,2006).

2.4.1 Jenis-jenis Kontrasepsi IUD

Adapun jenis-jenis kontrasepsi IUD yang diungkapkan Saifuddin (2004) yaitu:


(42)

a. Bentuk terbuka (oven device), misalnya : LippesLoop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.

b. Bentuk tertutup (closed device). misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.

2. Menurut tambahan atau metal:

a. Medicated IUD, misalnya: Cu T 200, Cu T 220, Cu T 300, Cu T 380 A, Cu-7, Nova T, ML-Cu 375.

b. Un Medicated IUD, misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon. IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.

Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera dibelakang IUD menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 200 mm2.

Menurut Hartanto (2004), IUD mengandung hormonal : 1. Progestasert-T = Alza T

a. Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam. b. Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 mcg

progesteron per hari.

c. Tabung insersinya berbentuk lengkung. d. Daya kerja :18 bulan.


(43)

a. Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan 20 mcg per hari. b. Sedang diteliti di Finlandia.

c. Angka kegagalan kehamilan sangat rendah yaitu<0,5 per 100 wanita per tahun.

d. Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya, karena 25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat sedikit.

2.4.2. Mekanisme Kerja Alat Kontrasepsi IUD

Mekanisme kerja IUD yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus juga menghambat khasiat anhidrase karbon dan fosfatase alkali. IUD yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir sehingga menghalangi pasasi sperma (Prawirohardjo, 2005).

Lebih lanjut Saifuddin (2004) menjelaskan bahwa mekanisme kerja IUD adalah:

a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi. b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

c. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu walaupun IUD membuat sperma sulit ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.


(44)

2.4.3. Jangka Waktu Pemakaian Kontrasepsi IUD

Badan Pengawasan obat Federal Amerika (USFDA) baru-baru ini telah menyetujui pemakaian IUD Copper T-380A secara efektif sebagai kontrasepsi selama maksimum 8 tahun (Saifuddin, 2004). Tiap kemasan IUD Copper T-380A mempunyai jangka waktu penyimpanan selama 7 tahun. Hal ini berarti bahwa setiap kemasan yang masih utuh (tidak robek) dijamin akan tetap steril sampai tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label kemasan. Setelah lewat tanggal kadaluwarsa, IUD dalam kemasan yang belum terpakai harus dibuang/dimusnahkan (Speroff, 2005).

2.4.4 .Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Kontrasepsi IUD 1. Keuntungan Penggunaan IUD

Menurut Saifuddin (2004), keuntungan IUD Non hormonal (Cu T-380A) adalah:

a. Sebagai kontrasepsi efektivitasnya tinggi.

b. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (satu kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

c. IUD dapat efektif segera setelah pemasangan. d. Metode jangka panjang.

e. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. f. Tidak mempengaruhi hubungan sexual.

g. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. h. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD (Cu T-380A)


(45)

i. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

j. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus. k. Dapat digunakan sampai menopause.

l. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

Hartanto (2004) menambahkan keuntungan IUD hormonal adalah: a. Mengurangi volume darah haid dan mengurangi disminorrhoe.

b. Untuk mencegah adhesi dinding-dinding uterus oleh synechiae (Asherman’s Syndrome).

2. Kerugian Penggunaan IUD

Menurut Saifuddin (2004), kerugian IUD (Cu T-380A) Non hormonal: a. Efek samping yang umum terjadi :

1) Perubahan siklus haid. 2) Haid lebih lama dan banyak.

3) Perdarahan (spotting) antar menstruasi. 4) Di saat haid lebih sakit.

b. Komplikasi lain:

1) Merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. 2) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar). c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.

d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.


(46)

f. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD untuk mencegah kehamilan normal.

2.4.5 Persyaratan Pemakaian Kontrasepsi IUD

Ibu yang mengunakan alat kontrasepsi IUD harus mematahui persyaratan agar terhindari dari gangguan efek samping dan kesehatan lainnya yang dapat meningkatkan kesakitan atau kematian. Menurut Saifuddin (2004) peryaratan pemakaian alat kontrasepsi IUD, yaitu:

1. Usia reproduktif

2. Telah mendapat persetujuan dari suami.

3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang dari 5 cm.

4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi. 5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun.

6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur di atas 30 tahun.

7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi. 9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.

10.Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. 11.Resiko rendah dari IMS.

12.Tidak menghendaki metode hormonal. 13.Tidak ada kontraindikasi.


(47)

Pada umumnya ibu dapat menggunakan IUD Cu T-380A dengan aman dan efektif dengan segala kemungkinan keadaan misalnya: perokok, pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi, sedang memakai antibiotik atau antikejang, gemuk ataupun yang kurus dan sedang menyusui, begitu juga dengan keadaan ibu seperti berikut ini penderita tumor jinak payudara, epilepsi malaria, tekanan darah tinggi, penyakit tiroid, setelah kehamilan ektopik dan penderita DM (Speroff, 2005).

Sedangkan keadaan ibu yang tidak diperkenankan menggunakan IUD atau progestasert antara lain: diketahui atau dicurigai adanya kehamilan, infeksi panggul (pelvis) yang terus menerus, lecet (erosi) atau peradangan di leher rahim, dicurigai adanya kanker rahim, perdarahan yang tidak normal yang belum diketahui penyebabnya, perdarahan haid yang hebat, alergi terhadap logam, kelainan rahim (misalnya rahim kecil, endometriosis, polipendometrium) dan kelainan jaringan perut yang menyulitkan pemasangan dan pernah mempunyai riwayat kehamilan di luar kandungan (Prawirohardjo, 2005).

2.4.6. Waktu Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD

Waktu penggunaan alat kontrasepsi IUD yang dianjurkan:

1. Pemasangan dilakukan pada waktu haid yaitu pada akhir haid atau pada hari sebelum berakhirnya haid karena serviks lembut dan sedikit terbuka.

2. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 40 hari pascapersalinan. Perlu diingat angka eksplusi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pascapersalinan.


(48)

3. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi (Saifuddin, 2004).

2.4.7Teknik Pemasangan IUD

Metode 10 langkah yang merupakan suatu pendekatan sistematik untuk pemasangan yang aman dan nyaman dari Copper T 380 A IUD adalah berdasarkan teknik tanpa sentuh yang menekankan pentingnya:

1. Muatan IUD dalam kemasan steril.

2. Mengoleskan larutan antiseptik, seperti povidone iodine, sebanyak dua atau tiga kali ke serviks uteri dan vagina.

3. Hindari terjadinya kontaminasi terhadap sonde uterus yang telah di DTT atau yang telah disteril dan selanjutnya isi IUD tanpa menyentuh dinding vagina atau bibir speculum.

4. Sonde uterus dan inserter IUD keduanya dilewatkan hanya sekali melalui kanalis servikalis (BKKBN, 2005).

Dengan cara aseptik dan teknik tanpa sentuh akan meminimalkan resiko terjadinya infeksi pascapemasangan.

Instruksi kepada klien:

1. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan IUD.

2. Selama bulan pertama mempergunakan IUD, periksalah benang IUD secara rutin terutama setelah haid.

3. Setelah bulan pertama pemasangan hanya perlu memeriksa keberadaan benang setelah haid apabila mengalami:


(49)

a. Kram/kejang di perut bagian bawah.

b. Perdarahan (spotting) di antara haid atau setelah senggama.

c. Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual.

4. Kembali ke klinik apabila :

a. Tidak dapat meraba benang IUD. b. Merasakan bagian yang keras dari IUD. c. IUD terlepas.

d. Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan. e. Adanya infeksi (Speroff, 2005).

Untuk mengeluarkan atau mencabut IUD, ibu harus kembali ke klinik/ puskesmas. Pengeluaran atau mencabutan IUD dapat dilakukan apabila ibu menginginkannya, ibu ingin hamil, terdapat efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya, pada akhir masa efektif dari IUD, misalnya TCu 380A harus dikeluarkan sesudah 8 tahun terpasang. Kesuburan atau fertilitas normal segera kembali sesudah IUD dicabut. Jika ibu tidak ingin hamil, maka IUD yang baru dapat segera dipasang (Saifuddin, 2004).

2.5.Pasangan Usia Subur (PUS)

Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan perempuan usia


(50)

subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan reproduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang.

PUS dalam menjalani kehidupan berkeluarga sangat mudah dalam memperoleh keturunan karena keadaan kedua pasangan tersebut normal. Hal inilah yang menjadi masalah bagi PUS yaitu perlunya pengaturan fertilitas (kesuburan), perawatan kehamilan dan persalinan aman. Dalam penyelesaian masalah tersebut diperlukan tindakan dari tenaga kesehatan dalam penyampaian penggunaan metode kontrasepsi rasional untuk menekan angka kelahiran dan mengatur kesuburan dari pasangan tersebut. Maka dari itu, petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan yang benar dan dimengerti oleh masyarakat luas (Indeks artikel compas.com, 2009).

2.6.Konseling KB

2.6.1. Pengertian Konseling

Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 2004).


(51)

Konseling merupakan upaya untuk klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Konseling ditandai dengan pendekatan:

1. Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik.

2. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment (perlakuan). 3. Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus. 4. Penilaian objektif mengenai hasil konseling (Willis, 2009).

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dimana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar untuk membantu memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseling merupakan proses belajar,bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang (Prayitno 2004).

Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan tehnik konseling yang baik, dan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan keleluasaan pada klien dalam memutuskan untuk memilih metode kontrasepsi (informed choise) yang akan digunakan (BKKBN 2006).


(52)

Pada awalnya pelaksanaan konseling hanya dilakukuan secara perorangan/individu dimana seorang konselor berhadapan dengan seorang klien di setiap sesi konseling untuk bersama-sama mengatasi masalah klien. Perkembangan dan kemajuan konseling yang terus menerus akhirnya melahirkan konsep terbaru yang inovatif dan mendorong ahli konseling untuk menciptakan metode lain yang lebih efektif. Salah satunya adalah mengembangkan konseling kelompok.

Sesuai dengan pengunaan kata kelompok tersebut maka konseling kelompok terdapat beberapa orang klien yang ditangani oleh konselor dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing anggota kelompok ini diharapkan dapat saling memberikan umpan balik berupa stimulasi dan pilihan baru atas tingkah laku yang ditawarkan oleh anggota dalam menangani masalahnya. Selain itu, melalui kelompok, konselor dapat menciptakan kebersamaan yang hangat sehingga masing-masing anggota kelompok termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya (Lubis 2011).

Konseling kelompok adalah: suatu proses antar-pribadi yang dinamis dan terfokus pada pikiran dan tingkah laku yang disadari serta dibina dalam satu kelompok yang dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri menuju prilaku yang lebih baik dari sebelumnya.

2.6.2 Tujuan Konseling KB

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal: a. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi. b. Memilih metode KB yang diyakini.


(53)

d. Memulai dan melanjutkan KB.

e. Mempelajari tujuan, ketidak jelasan informasi tentang metode KB yang tersedia. 4.6.3 Keuntungan Konseling KB

Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah: 1. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya. 2. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.

3. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif. 4. Membangun rasa saling percaya.

5. Mengormati hak klien dan petugas.

6. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB. 7. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah. 4.6.4 Tempat Pelayanan Konseling

Dua jenis tempat pelayanan konseling, yaitu: 1. Konseling KB di lapangan (non klinik)

Petugas pelaksana KB lapangan yaitu PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub PPKBD dan kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar. Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perseorangan.Adapun informasi yang diberikan mencakup:

a. Pengertian manfaat perencanaan keluarga. b. Proses terjadinya kehamilan/reproduksi sehat.


(54)

c. Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap (cara kerja, manfaat, Kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan serta biaya).

2. Konseling KB di klinik dilaksanakan oleh

Petugas medis dan para medis terlatih di klinik diupayakan agar diberikan secara perseorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling di lapangan, mencakup hal-hal berikut:

a. Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien.

b. Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatannya.

c. Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya.

d. Merujuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain.

e. Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya.

4.6.5 Pentingnya Informed Choice

Klien yang informed choice akan lebih baik dalam menggunakan KB, karena:

a. Informed choice adalah suatu kondisi peserta /calon peserta KB yang memilih kontrasepsi didasari oleh pengetahuan yang cukup setelah mendapat informasi yang lengkap melalui KIP/K.


(55)

b. Memberdayakan para klien untuk melakukan informedchoice adalah kunci yang baik menuju pelayanan KB yang berkualitas.

c. Bagi calon peserta KB baru, informed choice merupakan proses memahami kontrasepsi yang akan dipakainya.

d. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek samping, komplikasi dan kegagalan tidak terkejut karena sudah mengerti tentang kontrasepsi yang akan dipilihnya.

e. Bagi peserta KB tidak akan terpengaruh oleh rumor yang timbul di kalangan masyarakat.

f. Bagi peserta KB apa bila mengalami gangguan efek samping, komplikasi akan cepat berobat ke tempat pelayanan.

g. Bagi peserta KB yang infomed choice berarti akan terjaga kelansungan pemakaian kontrasepsinya (BKKBN, 2006).

Untuk mencapai konseling yang baik tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien. Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti yang diinginkan klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan waktu dan biaya.

Hasil penelitianMenne (1975) dalam Willis (2009) bahwa karakteristik konselor yang menunjang kualitas pribadi konselor yaitu 1) memahami dan melaksanakan etika profesional, 2) mempunyai rasa kesadaran diri mengenai


(56)

kompetensi, nilai dan sikap, 3) memiliki karakteristik diri yaitu respek terhadap orang lain, kematangan pribadi, kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil dan 4) kemampuan kesabaran untuk mendengarkan orang lain dan kemampuan berkomunikasi.

Kualitas konselor merupakan kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor, baik yang diperoleh dari pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan latihan-latihan. Menurut Willis (2009) kriteria kualitas konselor antara lain; memiliki rasa empati, kehangatan, penghargaan positif (respek), pengendalian kecemasan, dan pola komunikasi.

2.6.6 Fungsi Konseling

a. Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya masalah kesehatan.

b. Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, sosial, kultural, dan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.

c. Konseling dengan fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan terjadi masalah kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan konseling. d. Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat (Uripni, 2003).


(57)

2.6.7Jenis Konseling KB

Komponen penting dalam pelayanan KB dibagi 3 tahapan yaitu: 1. Konseling Awal

a. Bertujuan menentukan metode apa yang diambil.

b. Bila dilakukan dengan objektif langkah ini akan membentu klien untuk memilih jenis KB yang cocok untuknya.

c. Perlu diperhatikan dalam langkah ini: 1. Menanyakan langkah yg disukai klien

2. Apa yang diketahui tentang cara kerjanya, kelebihan dan kekurangannya. 2. Konseling Khusus

a. Memberi kesempatan k/ untuk bertanya tentang cara KB dan membicarakan pengalamannya

b. Mendapatkan informasi lebih rinci tentang KB yg diinginkannya

c. Mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang cocok dan mendapatkan penerangan lebih jauh tentang penggunaannya.

3. Konseling tindak Lanjut

a. Konseling lebih bervariasi dari konseling awal

b. Pemberi pelayanan harus dapat membedakan masalah yg serius yang memerlukan rujukan dan masalah yang ringan yang dapat diatasi di tempat (Uripni, 2003).


(58)

2.6.8 Langkah Langkah dalam Konseling KB

Menurut Uripni (2003) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi: a. Pendahuluan

Langkah pendahuluan atau langkah pembuka merupakan kegiatan untuk menciptakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalan keluar

b. Bagian Inti/Pokok

Bagian inti/pokok dalam konseling mencakup kegiatan mencari jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi klien, dan melaksanakan jalan keluar tersebut.

c. Bagian Akhir

Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan keluar. Langkah tersebut merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk pertemuan berikutnya.

Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan satu tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut:

SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta


(59)

terjamin privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperoleh.

T : Tanyakan pada klien informasi entang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengenai pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan Kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita di dalam hati klien.

U : Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan kontrasepsi. Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang di ingini.

TU : Ban TUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.

J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan

klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan konterasepsi jika dibutuhkan (Saifuddin, 2004).

Aspek-aspek konseling KB dalam memberikan pesan kepada calon akseptor KB, antara lain:

1. Materi Konseling

Materi konseling KB berisikan pesan penjelasan spesifik tentang alat-alat kontrasepsi yang diinginkan calon atau akseptor KB. Materi konseling biasanya bersifat mudah dipahami, ringkas, padat atau memiliki muatan pesan.

2. Media Konseling

Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran (Djamarah, 2002). Media merupakan segala sesuatu


(60)

yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat seseorang sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar (Purnamawati dan Eldarni, 2001). Media konseling dapat berupa gambar-gambar yang disampaikan oleh konselor untuk mempermudah pemahaman calon/akseptor KB (BKKBN, 2001).

Menurut Purnamawati dan Eldarni (2001), ada beberapa prinsip media yang perlu diperhatikan dalam memberikan pesan antara lain:

a. Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kesehatan). b. Karakteristik media pembelajaran. Setiap media mempunyai karakteristik

tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki konselor dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada konselor untuk menggunakan berbagai media secara bervariasi.

c. Alternatif pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian konselor bisa menentukan pilihan media mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan.


(61)

3. Pola Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi antara satu individu dengan individu yang lain, untuk itu dari masing-masing individu diharapkan memiliki kamampuan serta keterampilan yang dibutuhkan dalam proses komunikasi (Rakhmat, 2000).

Terdapat dua pola komunikasi dalam proses konseling yaitu komunikasi bentuk ritual dan bentuk responsif atau interaktif. Pola komunikasi bentuk ritual ditunjukan dengan perilaku rutin yang ditunjukan oleh konselor atau klien. Sedangkan pola komunikasi responsif ditunjukan dengan negosiasi antara konselor dengan klien, dengan maksud menyelesaikan beberapa permasalahan (Nurihsan, 2005).

Menurut Effendy (2007), variabel-variabel yang berpengaruh pada kualitas hubungan (komunikasi) antara dua adalah:

a. Penyingkapan diri (self disclosure) adalah membeberkan informasi tentang diri sendiri. Penyingkapan diri merupakan suatu usaha untuk membiarkan keotetikan memasuki hubungan sosial seseorang dan berkaitan dengan kesehatan mental dan dengan pengembangan konsep diri.

b. Kepercayaan dan keberbalasan. c. Keakraban.

d. Kebersamaan.

e. Kesalingbergantungan yang berkaitan dengan rasa percaya, komitmen dan perhatian/kepedulian.


(62)

f. Afiliasi yang berkaitan dengan sikap bersahabat, suka berkumpul/bersama dengan orang lain serta ramah. Ciri-ciri perilaku berafiliasi tinggi adalah memberi nasehat, mengkoordinasikan, mengarahkan, memulai dan memimpin.

4. Sikap petugas

Untuk mencapai tujuan konseling, perilaku atau sikap konselor merupakan faktor yang menentukan apakah pesan yang disampaikan berhasil atau tidak. Okun (1987) menyatakan bahwa rentang perilaku konselor yang efektif seperti pada Tabel 2.1. berikut.

Tabel 2.1 Perilaku Konselor yang Efektif Perilaku Verval Perilaku Non Verval -Menggunakan kata-kata yang dapat

dipahami klien

-Memberikan refleksi dan penjelasan

terhadap pernyataan klien

-Penafsiran yang baik/sesuai -Membuat kesimpulan-kesimpuan -Merespon pesan utama klien -Memberi dorongan minimal -Memanggil klien dengan nama

penggilan atau ”anda”

-Memberi informasi sesuai keadaan -Menjawab pertanyaan tentang diri

konselor

-Tidak menilai klien

-Menggunakan humor secara tepat

-Membuat pemahanan yang tepat

tentang pernyataan klien

-Penafsiran yang sesuai dengan

situasi

-Nada suara disesuaikan dengan klien -Memelihara kontak mata yang baik -Sesekali menganggukkan kepala -Wajah yang bersemangat

-Ucapan tidak terlalu cepat/lambat

-Sentuhan disesuaikan dengan usia

klien

-Air muka ramah dan senyum

Sumber: Okun, 1987

Sikap petugas kesehatan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi calon klien KB antara lain:


(1)

kontrasepsi IUD. karena tujuan konseling adalah merubah tingkah laku dari yang buruk menjadi kearah yang lebih baik. Dimana hal tersebut tentunya memerlukan tehnik-tehnik penyampaian materi agar dapat diingat dan diwujudkan di dalam suatu perilaku.Terbukti pada kelompok perlakuan yang diberikan konseling oleh tenaga kesehatan memiliki pengetahuan dan niat yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ini tercermin dari adanya dua orang PUS dari kelompok perlakuan yang langsung memasang kontrasepsi IUD setelah mendapatkan konseling dari tenaga tenaga kesehatan.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Konseling keluarga berencana berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan PUS tentang metode kontrasepsi IUD karena konseling berisikan

penjelasan metode kontrasepsi IUD.Hal ini mengindikasikan bahwa konseling Keluarga Berencana khususnya metode kontrasepsi IUD sanggat di perlukan untuk meningkatkan pengetahuan PUS tentang metode Kontrasepsi IUD

2. Konseling keluarga berencana berpengaruh terhaap perubahan niat PUS tentang metode kontrasepsi IUD. Hal ini dapat diartikan bahwa konseling KB khususnya metode Kontrasepsi IUD di butuhkan untuk menimbulkan niat PUS untuk memilih dan menggunakan metode kontrasepsi IUD

6.2. Saran

1. Bagi BkkbN dan Puskesmas

Diharapkan agar mengadakan kerjasama dengan sekolah kesehatan yang ada di Kabupaten Aceh Tenggah dalam menyebarkan informasi Keluarga Berencana Khususnya kontrasepsi IUD melalui mahasiswapraktek lapangan Ssehingga mempermudah tenaga kesehatan dan PLKB dalam memberikan konseling keseluruh lapisan hingga pengetahuan PUS tentang metode kontrasepsi IUD meningkat dan menumbuhkan niat PUS untuk memilih dan menggunakan metode kontrasepsi.


(3)

2. Bagi tenaga kesehatan dan PLKB

Pemberian konseling sebaiknya di berikan oleh orang yang benar-benar terampil dalam Komunikasi, Informasi dan Edukasi agar pesan yang disampaikan dapat di terima dan di fahami PUS agar dapat meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan niat PUS tentang kontrasepsi IUD menjadi lebih baik, sehingga cakupan kontrasepsi IUD meningkat.

3. Bagi responden

Agar dapat lebih meningkatkan pengetahuan mengenai metode kontrasepsidengan cara mengakses media cetak maupun elektronik atau berkunjung kepusat pelayanan KB terdekat agar tidak salah dalam memilih metode kontrasepsi yang akan digunakan.

4. Bagi peneliti selanjutnya

agar dapat melanjutkan penelitian dengan mengkaji variabel lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat PUS tentang kontrasepsi IUD seperti umur, pendidikan, pekerjaan, budaya yang ada di masyarakat serta tehnik komunikasi yang di terapkan oleh petugas pelayanan KB dalam memberikan konseling


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achterbergh, Jan & Vriens, Dirk. 2002. Managing Viable Knowledge.Systems Research and Behavioral Science. V19 i3 p223(19).

Ajzen, I 1975. Belief, Attitude, intention and behavior. Addison-wesley series in social Psychology

_______, 1988. Attitudes, personality and behavior.Milton Keynes ;OUP

_______, 1991. The theory of planned behavior. Organizational Behaviour end Human Decision Processes, 50, 179-211

_______, 2006. Attitudes, personality and behavior. Open Huuniversity Pres

Azwar, 2003.SikapManusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Banjarnahor, SN, 2012. Efektivitas Konseling Terhadap Pengetahuan dan Sikap PUS

tentang Alat Kontrasepsi IUD di Desa Batu Melenggang Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012. FKM-USU.

BKKBN, 2001. Pelayanan KB dan Kesehatan Reprodiksi Berwawasan Gender. Jakarta.

______, 2003. Panduan Konseling KB untuk Dokter Praktek Swasta. Jakarta.

______, 2005. Kebijakan Nasional Penyediaan Alat dan Obat Kontrasepsi Dalam Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta.

_______, 2006. Kependudukan dan Pembangunan.http://www.bkkbn.go.id/news-detail.php?nid790. Diakses tanggal 12 Januari 2013.

______, 2008. Program KB di Indonesia. http://www..bkkbn..go.iddiakses tanggal 5 Januari 2013.

______, 2010. Fakta, Data dan Informasi Keluarga Berencana dan Kesenjangan Gender di Indonesia.BKKBN. Jakarta.

______, 2011.Kajian Implementasi Kebijakan Penggunaan Kontrasepsi. Pusat Penelitian dan Pengembangan KB-KS, Jakarta.

______,2012.Laporan Umpan Balik: Hasil Pelaksanaan Subsistem Pencatatan dan Laporan Pelayanan Konstrasepsi Juni 2012, Jakarta.


(5)

Badan Pusat Statistik. 2011. Sensus Penduduk Tahun 2010. Jakarta.

Cangara, 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Effendy, O. U., 2007. Ilmu Komunikasi (teori dan Praktek). Remaja Rosdakarya, Bandung.

Endang. 2002. Buku Sumber Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi, Gender, dan Pembangunan Kependudukan. BKKBN & UNFPA. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2011. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Aceh.

Hartanto, H., 2004. Keluarga berencana dan Kontrasepsi. Penerbit: Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Hidayat, 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika. Jakarta.

Lukman Saraswati, 2002. Pelatihan Ketrampilan Komunikasi Interpersonal/Konseling (KIP/K), Jakarta.

Manuaba, 2001. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. EGC, Jakarta.

Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta. Nurihsan, A.J. 2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Refika Aditama,

Bandung.

Okun, Barbara F., 1987. Effective Helping Interviewing and Counseling Techiques.

Brooks/Cole Publishing Company, Monterey, California..

Prawirohardjo, 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Prayitno 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta.. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah, 2011

Profil Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011 Purnamawati dan Eldarni, 2001. Media Pembelajaran, Jakarta.


(6)

Rakhmat, J., 2000. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung. Ridwan, 2005. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alpabet. Bandung.

Saifuddin, 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Singarimbun, 1985. Metode Penelitian Survey. Penerbit: Pustaka LP3ES, Jakarta. Speroff, L., Darney, P., 2005. Pedoman Klinis Kontrasepsi, Edisi 2, Jakarta : EGC Sukardi, 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta. Bumi

aksara.

Tukiran, 2010. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Uripni C. L., 2003. Komunikasi Kebidanan. EGC, Jakarta.

Wiknjosastro, H. 2005, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo, Jakarta.

Willis, 2009. S. S., 2009. Konseling Individu: Teori dan Praktek. Alfabeta Bandung. Yusrani, 2012. Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap

Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. FKM-USU.


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1 62 79

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 17

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 9

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 34

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 4

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 36

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

0 0 39

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

0 1 13

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

0 0 16