Pelaksanaan Hibah Kepada Anak Dibawah Umur Dan Akibat Hukumnya Setelah Anak Menjadi Dewasa Ditinjau Dari Hukum Perdata

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk sekitar No. 4 di dunia
dengan lebih dari 220 juta jiwa, selain memiliki jumlah penduduk yang besar
Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia.
Dikarenakan mayoritas penduduknya beragama Islam, maka dalam kehidupan sehari
hari meskipun dalam sistem hukum dan ketatanegaraan tidak berlandaskan hukum
Islam namun ajaran Islam dihayati dan diamalkan dalam masyarakat Indonesia yang
tidak hanya menyangkut antar pemeluk agama dengan sang pencipta namun juga
dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Dalam hubungan antar sesama dan pergaulan antar manusia, selain mengacu
kepada hukum adat maupun hukum perdata yang telah dikodifikasikan dan diakui
oleh negara, terdapat pula aturan hukum lainnya yaitu hukum Islam misalnya saja
mengenai harta kekayaan dan hukum peralihan benda. Salah satu ajaran Islam
sebagai agama ialah berkaitan dengan kepemilikan harta benda, pengalihannya dan
hubungan sesama manusia. Dalam Islam dikenal berbagai bentuk peralihan
kepemilikan harta benda yang berbeda dengan hukum-hukum perdata lainnya dimana
dilandaskan atas kasih sayang maupun mengharap pahala sehingga dikenal lembaga
seperti sedekah, wakaf, hibah maupun wasiat dalam Islam yang berbeda dengan


1
Universitas Sumatera Utara

2

kepemilikan benda menurut hukum perdata yang membagi peralihan kepemilikan
dalam warisan, jual beli, hibah, tukar menukar dan sebagainya.
Salah satu bentuk peralihan harta kekayaan yang dikenal selain dalam hukum
perdata maupun hukum islam adalah hibah. Pada awalnya hibah hanya diatur dalam
Burgerlijk Wetboek (BW) yang ketentuannya belum dapat mengakomodir kepuasan
pemeluk semua agama. Setelah ada intruksi Presiden Suharto untuk menyusun suatu
kompilasi hukum Islam sebagai pegangan para Hakim dalam memutuskan perkara
pernikahan, maka lahirlah Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berisi tiga buku.
Buku pertama membahas hukum perkawinan, buku kedua hukum kewarisan dan
buku ketiga hukum perwakafan. 1 Untuk ketentuan mengenai hibah ditentukan dalam
Pasal 210-214 dari Bab ke II KHI. Pembahasan mengenai hibah memang dalam KHI
tidak dijadikan dalam satu buku, dan hingga saat ini belum ada Undang-Undang (UU)
yang mengatur Hibah secara khusus seperti wakaf yang sudah memiliki UU khusus
yaitu UU No. 41 tahun 2004, walaupun secara yurudis KHI tidak dapat mengikat

namun telah menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).
Hibah yang diatur dalam KUH Perdata tidak lepas dari pengaruh hukum
Islam. Meskipun atas pengaruh hukum Islam, tetapi berbeda dengan hukum Islam,
karena dalam KUH Perdata hibah digolongkan perjanjian cuma-cuma yang tidak
mengandung unsur kasih sayang dan tolong menolong, sedangkan dalam hal Islam
perbuatan hukumnya dilihat dari landasan ajaran agama. Hibah dalam KUH Perdata

1

R Subekti dan Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya
Paramita, 2009

2
Universitas Sumatera Utara

3

merupakan bagian dari hukum perjanjian dan digolongkan perjanjian untuk
memberikan atau menyerahkan sesuatu diwaktu hidupnya. 2
Hibah sebagai pemberian kepada sesama memiliki fungsi sosial bertujuan

untuk saling mempererat hubungan antara sesama manusia dan kedekatan kepada
Tuhan karena sifat hibah berkaitan erat juga dengan hubungan kepada pencipta dan
sebagai bukti kecintaan sesama makhluk ciptaannya. Dalam bahasa Belanda hibah
atau hadiah disebut dengan schenking. Istilah hibah berkonotasikan memberikan hak
milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dan jasa
ataupun prestasi. Oleh sebab itu istilah balas jasa dan ganti rugi tidak berlaku dalam
transaksi hibah seperti halnya jual beli. Hibah dalam arti pemberian juga bermakna
bahwa pihak penghibah bersedia melepaskan haknya atas benda yang dihibahkan.
Dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, hibah termasuk salah satu bentuk
pemindahan hak milik. Pihak penghibah dengan sukarela memberikan hak miliknya
kepada pihak penerima hibah tanpa ada kewajiban dari penerima untuk
mengembalikan harta tersebut kepada pihak pemberi hibah. 3
Kesukarelaan atau cuma cuma dalam terminologi hibah dalam bahasa
Belandanya disebut Omniet, yang bermakna hanya adanya prestasi disatu pihak saja
sementara dipihak lainnya tidak diperlukan kontra prestasi, sementara kriteria lain
pemberian hibah berdasarkan hukum perdata adalah dilakukan ketika si pemberi

2

Hibah dan Wasiat dalam

https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumislam/hibah-dan-wasiat/ Tanggal 25 April 2014
3
Dwi Priya, Hibah dan Wasiat dalam http://dwipriyanidessy.blogspot.com/2012/04/hibahdan-wasiat.html Tanggal akses 24 April 2014.

3
Universitas Sumatera Utara

4

hibah masih hidup untuk membedakannya dengan pemberian lain dengan testament
(wasiat). 4 Hibah semata mata dianggap sebagai perjanjian yang memungkinkan untuk
tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh si pemberi hibah.
Kata “hibah” berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti
menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari seseorang yang kepada
tangan orang yang diberi. Adapun Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah akad
yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di
waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. 5 Sedangkan Sulaiman Rasyid mendefinisikan
bahwa hibah adalah memberikan benda atau zat dengan tidak ada alat tukarnya dan
tidak ada karenanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah
merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya)

tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu
dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup. Pengertian inilah yang
membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat
meninggal dunia. Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini dinamakan juga
dengan perjanjian sepihak (perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian
bertimbal balik (perjanjian bilateral). 6
Hibah dilakukan dengan tujuan demi kesejahteraan hidup orang yang mampu
menguasai harta bendanya. Hibah juga merupakan salah satu bentuk tolong menolong
dalam rangka kebajikan diantara sesama manusia tanpa memandang ras, agama, kulit,
4

R Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Ke III Bandung: Citra Aditya, 1995 Hal 94
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 14,Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1988, hal. 167
6
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru, 1990, hal. 305

5

4
Universitas Sumatera Utara


5

dan lain sebagainya. Sebagai perbandingan dalam hukum Islam ajaran Fiqh
Muamalah

menyatakan bahwa hibah adalah memberikan barang yang bisa

diperjualbelikan kepada orang lain secara cuma-cuma tanpa imbalan apapun. 7
Dalam hukum Islam, ada beberapa bentuk perikatan untuk memindahkan hak
milik dari seseorang kepada orang lain, baik pemindahan hak milik yang bersifat
sementara maupun selamanya, seperti jual-beli, waris, wasiat, sadaqah, hadiah, hibah
dan lain-lain. Pemindahan hak milik dari seseorang kepada orang lain itu dilakukan
dengan maksud-maksud tertentu. Adakalanya untuk maksud mendapatkan imbalan
yang bersifat materi, dan adakalanya dengan maksud untuk mendapatkan imbalan
yang tidak bersifat materi.
Sedangkan dalam istilah ada beberapa defenisi yang diberikan mengenai
hibah seperti:
1. Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf g menjelaskan Hibah adalah
pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada

orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
2. Undang-Undang Peradilan Agama No 3 tahun 2006 penjelasan pasal 49 huruf
d: Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pemberian suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau
badan hukum untuk dimiliki.

7

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 5

5
Universitas Sumatera Utara

6

3. BW dalam pasal 1666 menyatakan bahwa Penghibahan adalah suatu persetujuan
dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma,
tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima
penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahanpenghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
Dari tiga pengertian di atas ada beberapa kata kunci yaitu pemberian,

seseorang atau badan hukum, masih hidup dan dimiliki. Hukum perdata dalam
ketentuan BW dikatakan bahwa barang yang telah dihibahkan tidak dapat ditarik
kembali, tanpa pengecualian. Dengan demikian yang dimaksud dengan hibah adalah
pemberian seseorang atau badan hukum kepada orang lain dalam keadaan si pemberi
masih hidup (masih ada) walaupun penerima hibah adalah seorang anak yang masih
kecil, dengan tujuan untuk dimiliki atau dimanfaatkan sesuai dengan keinginannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hibah dapat diberikan oleh
siapapun atau instansi manapun tanpa imbalan, dan diberikan pada saat sipemberi
masih hidup. Inilah yang membedakan antara wasiat yang diberikan pada saat si
pemberi telah wafat dengan hibah yang diberikan pada saat si pemberi hidup. Hibah
disyariatkan bertujuan untuk saling menguatkan ikatan batin antara sesama.
Ketentuan mengenai hibah dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 1666 –
Pasal 1693 KUHPerdata. Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPerdata,
yaitu :
“suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang
secara cuma-cuma,tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang
yang menerima penyerahan barang itu”.
6
Universitas Sumatera Utara


7

Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orangorang yang masih hidup. Akan tetapi, orang tua tersebut sebelumnya dapat
memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil benda-benda yang telah
dihibahkannya, dalam hal penerima hibah maupun penerima hibah beserta
keturunannya meninggal dunia terlebih dahulu daripada si pemberi hibah, demi
kepentingan si pemberi hibah (Pasal 1672 KUHPerdata).
Pada dasarnya hibah tidak dapat dicabut dan tidak dapat dibatalkan, akan
tetapi hal yang berbeda apabila hibah tersebut dilakukan oleh orang tua terhadap
anaknya. Orang tua (si pemberi hibah) dapat mengambil kembali benda yang
dihibahkan apabila sebelumnya memang telah diperjanjikan bahwa apabila anaknya
(sebagai penerima hibah) meninggal dunia sebelum dirinya, benda hibah akan
kembali kepadanya (akan diambil kembali oleh pemberi hibah). 8 Ada beberapa
kondisi dimana hibah dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 1688 KUH Perdata, yaitu :
1. karena tidak dipenuhi syarat – syarat dengan mana penghibahan telah
dilakukan,
2. jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan
kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan
lain terhadap si penghibah.
3. bila si penghibah jatuh miskin.


8

Hukum Online, “Bisakah orang tua menarik kembali hibah untuk anaknya”
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5107c78c01013/bisakah-orangtua-menarik-kembalihibah-untuk-anaknya. Tanggal akses 25 April 2014

7
Universitas Sumatera Utara

8

Pasal 1669 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa
“Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap
memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik bendabenda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat
memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal
mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab
undang-undang ini”. Bab Kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, yang dimaksud adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau Hak
Nikmat Hasil. Namun ketentuan-ketentuan itu telah dicabut, terutama


mengenai

tanah, dengan adanya Undang- undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960), tetapi
ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.
Hibah termasuk hukum perjanjian cuma-cuma, karena hanya ada prestasi dari
satu pihak saja (Penghibah), sedangkan penerima hibah tidak ada kewajiban untuk
memberikan kontra prestasi kepada penghibah. Dikatakan diwaktu hidupnya untuk
membedakan hibah dengan testamen atau hibah antara suami istri dalam Islam
diperbolehkan. Hibah dalam KUH perdata tidak boleh ditarik kembali, sedang dalam
Islam

dapat

ditarik

kembali,

khusus

hibah

orangtua

kandung

kepada

anak kandungnya.
Materi hukum tentang Hibah dan Wasiat dalam KUH Perdata sendiri bukan
diambil dari codex justinianus carpus juris civilis yang menurut para sejarah sebagai
sumber hukum modern namun pada dasarnya dalam aplikasinya terdapat perbedaan
yang mendasar antara hibah dan wasiat dalam KUH Perdata dengan hibah dan wasiat
8
Universitas Sumatera Utara

9

dalam hukum Islam. Hibah sebagai suatu hubungan hukum tentunya akan
menimbulkan suatu akibat hukum. Sebagaimana diketahui bahwa akibat hukum
adalah akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu perbuatan sesuai dengan
aturan-aturan yang berlaku. Akibat hukum dapat terjadi pula karena terjadinya
pembatalan suatu perbuatan hukum, misalnya pembatalan hibah.
Bagaimanakah tentang pemberian hibah dari orang tua kepada anak-anaknya?,
mengenai hibah yang dilakukan dari orang tua terhadap anak-anaknya, berbagai
literatur menyatakan bahwa hibah tersebut dilakukan atas dasar dorongan kasih
sayang kepada anak-anaknya. Apabila pewaris pada waktu hidupnya telah melakukan
hibah atau hibah wasiat maka untuk para ahli waris harus menghormati keinginan
pewaris tersebut selama tidak merugikan hak (bagian) dari para ahli waris yang lain.
Menurut KUHPerdata (BW), tidak sama antara anak angkat dan anak kandung.
Namun yang membedakan penggunaan lembaga hibah kepada anak-anaknya dengan
sistem hukum waris pada dasarnya adalah adanya keinginan orang tua untuk
membagi hartanya sama rata setiap bagian kepada anak-anak mereka.
Dasar dari penghibahan adalah demi kebaikan dari keluarga ataupun anakanak dari si pemberi hibah, dimana harta tersebut dapat digunakan untuk kehidupan
penerima hibah selanjutnya. 9 Hanya saja dalam ketentuan pemberian hibah terhadap
anak terdapat beberapa masalah hukum dan perbedaan mendasar terutama berkaitan
dengan bisakah orangtua menarik kembali hibah yang diberikan, dan kedua bisakah
9

http://fh.unpad.ac.id/repo/2014/03/penarikan-kembali-hibah-oleh-orang-tua-terhadap-anakyang-telah-meninggal-dunia-berdasarkan-hukum-islam-dikaitkan-dengan-hukum-positif-indonesia/
Tanggal Akses 23 April 2014

9
Universitas Sumatera Utara

10

hibah bertentangan dengan hukum waris manakala orangtua memberikan porsi hibah
yang berbeda beda kepada setiap anak anaknya.
Hubungan hibah dengan waris tergambar dalam KHI pasal 211 yaitu, Hibah
dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pengertian
“dapat “ dalam pasal tersebut bukan berarti imperatif (keharusan), tetapi merupakan
salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa warisan.
Hibah sebagai salah satu jalan keluar pembagian harta peninggalan untuk
menghindari dari konflik yang terjadi dikebanyakan pembagian warisan disebabkan
oleh ada kalangan yang terhalangi menerima harta warisan disebabkan beda agama,
anak angkat, atau disebabkan perbedaan bagian dari masing-masing ahli waris yang
dipandang oleh sebagian masyarakat itu melambangkan ketidakadilan. Walaupun
beberapa pakar memiliki pandangan berbeda dalam hal menghadapi warisan. 10
Ketentuan dalam Pasal 211 KHI mengenai hibah menyatakan bahwa Hibah
dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pengertiannya
adalah apabila sebelum almarhum orang tua tersebut meninggal dunia telah
membagi-bagikan hartanya kepada anak-anaknya dan salah satu ahli waris merasa
keberatan maka dia dapat menuntut haknya sebagaimana hukum waris Islam atau
hukum waris perdata. Berbeda halnya, apabila harta tanah tersebut dibagi-bagikan
kepada anak-anaknya sebelum almarhum meninggal dunia dengan ditandatanganiya
“Akta Hibah” dan seluruh anak-anaknya beserta ahli warisnya menandatangani akta

10

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet
3, hlm. 473.

10
Universitas Sumatera Utara

11

hibah yang menandakan persetujuan atas hibah tersebut, maka atas hibah tersebut
tidak dapat dituntut untuk dijadikan harta warisan pewaris yang harus dibagi,
sehingga pengalihan hak atas tanah tersebut tidak memerlukan persetujuan dari
seluruh ahli waris. 11
Tidaklah terdapat persyaratan tertentu bagi pihak yang akan menerima hibah,
sehingga hibah dapat saja diberikan kepada siapapun dengan beberapa pengecualian
sebagai berikut :
1. Bila hibah terhadap anak di bawah umur atau orang yang tidak waras akal
pikirannya, maka harus diserahkan kepada wali atau pengampu yang sah dari
anak di bawah umur atau orang yang tidak waras itu;
2. Bila hibah dilakukan terhadap anak di bawah umur yang diwakili oleh
saudaranya yang laki-laki atau oleh ibunya, hibah menjadi batal;
3. Hibah kepada seseorang yang belum lahir juga batal.
Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah kekuasaan
orang tua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orang tua itu,
sedangkan hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian
atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau
pengampunya yang telah diberi kuasa oleh pengadilan negeri. Jika pengadilan itu
memberi kuasa termaksud, maka hibah itu tetap sah, meskipun penghibah telah
meninggal dunia sebelum terjadi pemberian kuasa itu.

11

http://skrria.wordpress.com/2014/03/06/harta-warisan-mencangkup-hibah-kepada-anak/

11
Universitas Sumatera Utara

12

Dalam hal mengenai pelaksanaan hibah kepada anak dibawah dibawah
umurdan akibat hukumnya setelah dewasa, maka berdasarkan latar belakang diatas,
maka tesis ini akan membahas tentang Pelaksanaan Hibah Kepada Anak di Bawah
Umur Dan Akibat Hukumnya Setelah Anak Menjadi Dewasa Di Tinjau Dari
Hukum Perdata.

B. Perumusan Permasalahan
Adapun penelitian tesis utama di atas mengambil beberapa permasalahan
yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai Hibah baik dari hukum perdata dan
hukum Positif lainnya di Indonesia?
2. Bagaimanakah akibat hukum jika hibah merugikan para legetemaris?
3. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian hibah kepada anak dibawah umur dan
akibat hukumnya bila anak tersebut dewasa?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan
dengan metode ilmiah serta bertujuan untuk mendapatkan data baru. Pengertian dari
penelitian itu sendiri adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh manusia untuk
menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf ilmiah yang disertai dengan
suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab

12
Universitas Sumatera Utara

13

akibatnya atau kecenderungan yang timbul. 12 Tujuan penelitian lainnya secara praktis
merupakan usaha untuk menjawab berbagai pertanyaan ilmiah seputar permasalahan
hukum.
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah pengertian hibah yang tercantum dalam
hukum perdata di Indonesia
2. Untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan pelaksanaan hibah menurut
hukum positip di Indonesia dan apa akibat hukumnya bagi para hibah yang
merugikan para legetemaris,
3. Untuk mengetahui bagaimanakah pemberian hibah kepada anak dibawah umur
serta apa akibatnya bila anak tersebut telah menjadi dewasa

D. Manfaat Penelitian
Adapun Penelitian ini memiliki kegunaan/manfaat yang terdiri atas kegunaan
teoritis dan praktis, adapun kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi dibidang
ilmu hukum khususnya hukum bisnis bagi kalangan akademisi maupun praktisi
hukum maupun notaris yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai hukum
perdata dan hukum Islam khususnya dalam hal pemberian hibah, penelitian ini
12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986 Hal 5.

13
Universitas Sumatera Utara

14

juga diharapkan dapat memberikan masukan mengenai dinamika masyarakat dan
penyempurnaan pranata-pranata hukum khusunya mengenai hukum

perdata

berkaitan dengan hibah tersebut.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan
bagi aparat penegak hukum dan para praktisi hukum lainnya, notaris dan
pengacara termasuk konsultan hukum perdata serta masyarakat yang ingin
menggunakan lembaga hibah dalam peralihan kepemilikan harta bendanya di
Indonesia.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan Universitas
Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang “Pelaksanaan Hibah Kepada
Anak di Bawah Umur dan Akibat Hukumnya Setelah Anak Menjadi Dewasa Ditinjau
Dari Hukum Perdata ” ini belum pernah dilakukan dengan pendekatan dan perumusan
masalah yang sama. Walaupun ada beberapa topik mengenai hukum hibah maupun
waris seperti tesis yang ditulis oleh Agustina Darmawati (2009) dari Magister
Kenotariatan USU, yang berjudul “Analisis Yuridis atas Harta Gono-Gini yang
Dihibahkan Ayah Kepada Anak: Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama medan
NO.691/Pdt.G/2007/PA.MEDAN“,

dan

Prastowo

Hendarsanto

(2006)

dari

Universitas Diponegoro yang berjudul “Studi Perbandingan mengenai Hibah dan
Hukum Waris menurut Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum
14
Universitas Sumatera Utara

15

Perdata”, namun jelas berbeda dengan penelitian ini karena penelitian ini mengangkat
permasalahan bagaimana akibat hukum hibah kepada anak terutama setelah dewasa.
Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang
jujur,

rasional,

objektif

dan

terbuka,

sehingga

penelitian

ini

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan saran-saran yang
membangun. Apabila dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama persis yang
telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan bertanggungjawab sepenuhnya.
Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang
sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang hibah dan juga
pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal tersebut
diatas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dengan topik dan pembahasan
yang sama dilingkungan Fakultas Hukum maupun Magister Ilmu Hukum dan
Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam pergaulan masyarakat, terdapat aneka macam hubungan antar
anggotanya. Salah satu hubungan hukum yang terjadi adalah di bidang keperdataan
yaitu hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan anggota masyarakat untuk
menjamin kelangsungan keseimbangan dengan hubungan antar anggota masyarakat
itu, maka diperlukan adanya hukum.

15
Universitas Sumatera Utara

16

Hukum merupakan seperangkat norma-norma yang menunjukkan apa yang
harus dilakukan atau yang harus terjadi, dengan demikian bila dilihat dari proses
bekerjanya, maka akan terjadi regenerasi norma-norma hukum. Masyarakat
merupakan pasangan yang mutlak yang harus ada dalam kajian hukum, karena tanpa
masyarakat hukum tidak akan pernah ada. Masyarakat merupakan tempat dimana
hukum tumbuh dan berkembang.
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala Spesifik proses
tertentu terjadi, 13 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 14
M. Solly Lubis, yang menyebutkan: Bahwa landasan teori adalah suatu
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau
permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang
mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat
kerangka berpikir dalam penelitian. 15
Adapun teori menurut Maria S. W. Sumardjono adalah seperangkat proposisi
yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling
berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari

13

J.J.J M. Wuisman dengan penyunting M. Hisma, Penelitian ilmu-ilmu sosial, Jilid 1,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203
14
Ibid hal 206
15
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hal. 80.

16
Universitas Sumatera Utara

17

fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan
menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut. 16
Sedangkan fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistematiskan
penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau predeksi atas dasar
penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab
pertanyaan, Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian
dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat
dinyatakan benar. 17
“Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Ia memberikan
sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita
bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri
sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara
bermakna. Teori, dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara
mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.
Teori bisa juga mengandung subjektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu
fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini”. 18
Secara teori dibedakan tiga (3) macam hal berlakunya hukum, yaitu : 19
a.

Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuan didasarkan pada kaidah
yang lebih tinggi tingkatnya, atau apabila berbentuk menurut cara yang telah
ditetapkan atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antar suatu kondisi
dan akibatnya.

16

Maria S. W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogjakarta, Gramedia,
1989, hal. 12
17
M. Solly Lubis, loc.it
18
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum cetakan ke enam 2006, Penerbit PT. Citra Adtya Bakti,
Bandung, 2006, hal. 259.
19
Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum Terjemahan Mohammad Radjab. Jakarta
Bharata. 1992, Hal 272.

17
Universitas Sumatera Utara

18

b.

Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya
kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak dapat
diterima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku karena diterima dan
diakui oleh masyarakat.

c.

Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita
hukum sebagai nilai positif yang tertinggi
Adapun kerangka teori dan pisau analisis yang dipakai dalam penelitian

ilmiah ini adalah teori kepastian hukum dimana teori ini mengandung dua pengertian
yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan yang kedua adalah berupa
keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya
aturan hukum yang bersifat umum itu individu mengetahui apa saja yang dibebankan
atau dilakukan oleh negara terhadap individu, kepastian hukum bukan hanya pasalpasal dalam undang-undang melainkan juga konsistensi dalam putusan hakim antara
putusan hakim yang satu dengan lainnya untuk kasus seerupa yang telah
diputuskan. 20
Sebagai perbandingan dapat dilihat dari teori hukum dari Roscoe Pound yaitu
Law as a tool of social engineering atau hukum adalah sebagai pembuat rekayasa
sosial dan mengatur kehidupan masyarakat dimana regulasi hukum yang dibuat

20

Piter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,Kencana Prenada Media Grup. Jakarta.
2008 Hal 158

18
Universitas Sumatera Utara

19

pemerintah bertujuan memberikan sarana rekayasa sosial yang baru. 21 Dalam
pelaksanaan pemberian hibah secara perdata, hukum harus mampu melihat sosial
budaya masyarakat khususnya masyarakat Indonesia yang memegang teguh
kekerabatan dan religius serta tidak pernah mendasarkan segala sesuatunya sematamata karena materi.
Pound menyatakan bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana untuk
melakukan rekayasa sosial (social engineering). 22 Keadilan bukanlah hubungan sosial
yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Keadilan merupakan suatu hal dari
penyesuaian-penyesuaian hubungan dan penataan perilaku sehingga tercipta
kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki dan mengerjakan
sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya
terletak pada konsep "kepentingan". Pound mengatakan bahwa sistem hukum
mencapai tujuan ketertiban hukum dengan mengakui kepentingan-kepentingan itu,
dengan menentukan batasan-batasan pengakuan atas kepentingan-kepentingan
tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta diterapkan oleh proses peradilan
memiliki dampak positif serta dilaksanakan melalui prosedur yang berwibawa, juga
berusaha menghormati berbagai kepentingan sesuai dengan batas-batas yang diakui
dan ditetapkan. Hukum dengan kata lain sebagai sarana kontrol sosial. 23

21

Ibid,.Hal 274.
Ibid,.
23
Sardjono Soekanto Pengantar Sosiologi Hukum. Edisi Revisi. Jakarta. Bharata. 1973 Hal,
22

58.

19
Universitas Sumatera Utara

20

Pound juga menyatakan bahwa kebutuhan akan adanya kontrol sosial
bersumber dari fakta mengenai kelangkaan. 24 Kelangkaan mendorong kebutuhan
untuk menciptakan sebuah sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan berbagai
kepentingan serta menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan itu. Hukum
tidak

melahirkan

kepentingan,

melainkan

menemukannya

dan

menjamin

keamanannya. Hukum memilih untuk berbagai kepentingan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan dan mengembangan peradaban. Pound mengakui adanya tumpang
tindih dari berbagai kelompok kepentingan, yaitu antara kepentingan individual atau
personal dengan kepentingan publik atau sosial. Semua itu diamankan melalui dan
ditetapkan dengan status “hak hukum”. Pernyataan Roscoe Pound tentang hukum.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum itu
merubah masyarakat. 25
Dalam perspektif politik hukum, menurut Roscoe Pound hukum itu berasal
dari atas ke bawah (top down) maksudnya disini adalah hukum itu berasal dari
pemerintah untuk dijalankan oleh masyarakat karena hukum butuh regulasi dari
pemerintah. Pembentukan hukum di Indonesia selalu dipengaruhi oleh suatu
kepentingan-kepentingan.

Kekuasaan

politiklah

yang

memiliki

kepentingan

tersebut 26. Kekuasaan politik tersebut duduk di dalam institusi untuk melakukan
legislasi kepentingan. Jadi, kekuasaan politik dapat mempengaruhi hukum. Tapi,
pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang
24

Roscou Pound Loc.Cit
Ibid,.
26
Ibid,
25

20
Universitas Sumatera Utara

21

geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan check and balances
seperti yang dianut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 setelah perubahan.
2. Kerangka Konsepsi
a. Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPer, yaitu suatu persetujuan
dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cumacuma,tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang
menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahanpenghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
b. Dewasa dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ialah seseorang yang
telah berumur 21 Tahun. Dalam undang-undang perkawinan secara tegas dalam
pasal 6 dinyatakan bahwa ukuran kedewasaan seseorang yaitu ketika ia berusia 21
tahun. Hal ini terlihat ketika seseorang akan melakukan perkawinan, jika belum
berusia 21 tahun maka ia haruslah mendapat izin dari orang tuanya. Ketika telah
berusia 21 tahun seseorang dianggap telah mampu untuk melakukan hubungan
hukum perkawinan, sehingga ia tidak perlu meminta izin lagi kepada orang
tuanya. Konsep ini tidak jauh berbeda dengan konsep hukum perdata.
c. Dalam hukum Perdata, belum dewasa adalah belum berumur umur 21 tahun dan
belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur 21 tahun itu
bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Perkawinan
membawa serta bahwa yang kawin itu menjadi dewasa dan kedewasaan itu
berlangsung seterusnya walaupun perkawinan putus sebelum yang kawin itu
mencapai umur 21 tahun (pasal 330 KUHPerdata).
21
Universitas Sumatera Utara

22

d. Pemberi hibah hendaklah seorang yang dewasa seperti sempurna akal, baligh.
Pemberi hibah juga harus orang yang mempunyai barang yang dihibahkan. Oleh
kerana pemilik harta mempunyai kuasa penuh ke atas hartanya, hibah boleh
dibuat tanpa ukuran serta kepada sesiapa yang disukainya termasuk kepada orang
bukan Islam, asalkan maksudnya tidak melanggar hukum
e. Penerima hibah boleh terdiri daripada siapa saja asalkan mempunyai kemampuan
memiliki harta sama ada mukallaf atau bukan mukallaf. Sekiranya penerima hibah
bukan mukallaf seperti masih belum akil baligh atau kurang akal, hibah boleh
diberikan kepada walinya atau pemegang amanah bagi pihaknya. Penerima hibah
mesti menerima harta yang dihibahkan dan berkuasa memegangnya. Dengan kata
lain, penguasaan dan kepemilikan terhadap harta mestilah diberikan kepada
penerima hibah

G. Metode Penelitian
Menurut pendapat Koentjaraningrat, yang dinamakan metode penelitian
adalah dalam arti katanya yang sesungguhnya, maka metode (Yunani : "methods")
adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut
masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek dari sasaran yang bersangkutan.
Untuk memenuhi kriteria penulisan yang bersifat ilmiah, maka harus didukung

22
Universitas Sumatera Utara

23

dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu berpikir yang obyektif, dan hasilnya
harus dapat dibuktikan dan di uji secara benar. 27
Metodologi penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian
ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir
yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian
ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian normatif tersebut
disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian
yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in
books) maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui putusan pengadilan (law
is decided by the judge through the judicial process) 28. Analisis hukum yang tertulis
dalam kajian penelitian ini pada dasarnya adalah berupa kajian yuridis yang mencoba
menemukan atau mencari tahu mengenai konsep hibah, pengertian dan pelaksanaan
pemberian hibah terutama yang dilakukan terhadap anak yang belum dewasa serta
apa akibat hukumnya bila anak tersebut telah menjadi dewasa secara hukum perdata.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan bahanbahan hukum primer yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan
berbagai literatur ilmu hukum berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku

27

Danang Ari. Study Tentang Perlindungan Dagang. Surakarta, Universitas Muhammadiyah
Malang 1998 Hal .9.
28
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:Gratifi
Press,2006 Hal.118.

23
Universitas Sumatera Utara

24

hukum, karya ilmiah, bahan-bahan kuliah maupun putusan pengadilan yang
kemudian dianalisis dengan pendekatan yuridis normatif yaitu menemukan hubungan
antara peraturan yang satu dengan lainnya.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian

ini

bersifat

deskriptif

analistis

yang

bertujuan

untuk

menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok
tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu
peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta
menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan
mengenai perlindungan dan pertanggung-jawaban hukum perdata
Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis. Pendekatan yuridis merupakan pendekatan yang mengkonsepsikan hukum
sebagai norma, kaidah maupun azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan
pendekatan dari berbagai literatur. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) karena penelitian ini
mengambil fokus berbagai aturan hukum yang menjadi tema sentral penelitian.
Pendekatan perundang-undangan yang dimaksudkan disebut juga pendekatan yuridis
normatif atau socio legal research.
Menurut Sunaryati Hartono untuk penelitian dalam rangka penulisan tesis,
penggunaan socio legal research disamping metode penelitian akan memberikan

24
Universitas Sumatera Utara

25

bobot lebih pada penelitian yang bersangkutan. 29 Dalam penelitian hukum normatif
ini dilakukan penelaahan terhadap peraturan-peraturan yang ada relevansinya
Pendekatan socio legal research dimaksudkan untuk menjelaskan secara internal dan
eksternal permasalahan yang diteliti beserta hasil yang diperoleh dalam hubungannya
dengan aspek-aspek hukumnya serta mencoba menjelajahi relitas empirik dalam
masyarakat.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder.
a.

Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat yang
memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan perundang-undangan,
catatan-catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang.

b.

Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, atau pertemuan ilmiah lainnya,
bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang
relevan dengan objek telaahan penelitian ini. 30

c.

Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, pada dasarnya mencakup: (1)
bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan
29

Ibid,Halaman 119.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1982, hal. 24.
30

25
Universitas Sumatera Utara

26

bahan hukum sekunder, yang telah dikenal dengan nama bahan acuan bidang
hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya, adalah misalnya, abstrak
perundang undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia
hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan seterusnya; dan (2) bahanbahan primer, sekunder dan penunjang (tersier) di luar bidang hukum, misalnya,
yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan lain
sebagainya, yang oleh para peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi
ataupun menunjang data penelitiannya.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi
kepustakaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder
melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur, tulisan,
maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan datadata tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.
4. Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal kedalam kategori-kategori
atas pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang berasal dari studi
kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kulitatif dengan cara :

26
Universitas Sumatera Utara

27

a.

Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum
(konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap
bahan hukum tersebut.

b.

Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam
hal ini ialah yang berhubungan dengan.

c.

Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian
diolah

d.

Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau peraturan
perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga
mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.

27
Universitas Sumatera Utara