Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) Chapter III V

BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT KEPOLISIAN DALAM
MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Dalam GBHN 1999 (kondisi umum tentang hukum) dinyatakan bahwa di
bidang hukum terjadi perkembangan yang kontroversial, di satu pihak produk
materi hukum pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan
peningkatan. Namun di pihak lain tidak diimbangi dengan peningkatan integritas
moral dan profesionalisme aparat penegak hukum, kesadaran hukum, mutu
pelayanan, serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum, sehingga supremasi
hukum belum dapat diwujudkan.47
Tekad untuk memberantas segala bentuk penyelewengan sesuai tuntutan
reformasi seperti KKN, serta kejahatan ekonomi keuangan dan penyalahgunaan
kekuasaan belum diikuti dengan langkah-langkah nyata dan kesungguhan
pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menerapkan dan menegakkan
hukum.
Berdasarkan gambaran tentang kondisi umum pada GBHN 1999 di atas
maka

Chairuman Harahap mengidientifikasikan beberapa kelemahan dan


hambatan dalam rangka penegakan hukum menurut antara lain:48
1. Belum sempurnanya perangkat hukum;
2. Masih rendahnya integritas moral aparat penegak hukum;
3. Penegakan hukum yang kurang professional;
                                                            
47
Chairuman Harahap, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum,
Bandung: Cita Pustaka Media, 2003, hal. 32
48
Ibid.

 

60 
Universitas Sumatera Utara

61 

 


4. Masih rendahnya penghasilan aparat penegak hukum;
5. Masih rendahnya tingkat kesadaran hukum;
6. Kurangnya sarana dan Prasarana;
7. Terjadinya campur tangan pemerintah dalam proses peradilan.
Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundangundangan, walaupun dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah
demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada
kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai
pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat
yang

agak

sempit

tersebut

mempunyai

kelemahan-kelemahan,


apabila

pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut
malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.49
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapatlah ditarik kesimpulan
sementara, bahwa masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktorfaktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti
yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktorfaktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:50
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor Penegak hukum;
3. Faktor sarana dan fasilitas;
4. Faktor masyarakat;
5. Faktor kebudayaan.
                                                            
49
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 7-8.
50
Ibid

 

 

Universitas Sumatera Utara

62 

 

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena
merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada
efektifitas penegakan hukum.51
Polisi dalam menjalankan tugasnya adalah untuk menjaga kepentingan
masyarakat, berbangsa dan bernegara demi terjaminnya keamanan dan ketertiban
dan tertegaknya hukum mengenai tindak pidana penucucian uang di Kepolisian
Daerah Sumatera Utara (Poldasu) juga harus menghadapi beberapa kendala yang
dapat mengambat pelaksanaan penegakan hukum.
Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Pencucian Uang antara lain :
3. Faktor internal meliputi Faktor kuantitas penegak hukum,


penegakan

hukum yang kurang professional.
4. Faktor eksternal meliputi Faktor hukumnya sendiri termasuk di dalamnya
belum sempurnanya perangkat hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor
masyarakat termasuk di dalamnya masih rendahnya tingkat kesadaran
hukum, dan faktor kebudayaan. masih rendahnya penghasilan aparat
penegak hukum.
A.

Faktor Internal
1. Faktor Penegak Hukum
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,

hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi
masyrakat.Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari
                                                            
51

Ibid, hal. 9.


 
 

Universitas Sumatera Utara

63 

 

golongan sasaran, disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan
yang dapat diterima oleh mereka.Kecuali dari itu, maka golongan panutan harus
dapat

memanfaatkan

unsur-unsur

pola


tradisonal

tertentu,

sehingga

menggairahkan partisipasi dari golongan sasaran atau masyrakat.52
Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang
seharusnya dari golongan panutan atau penegak hukum , mungkin berasal dari
dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halangan-halangan yang memerlukan
penanggulangan tersebut adalah:53
1) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak
lain dengan siapa dia berinteraksi;
2) Tingkat aspirasi yang relative belum tinggi;
3) Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga
sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi;
4) Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan materiel;
5) Kurangnya daya inovatis yang sebenarnya merupakan pasangan
konservatisme.

Dalam proses penegakan hukum profesionalisme dalam arti kecakapan
dan keterampilan serta kemampuan intelektual dalam bidang tugasnya, sangat
diperlukan bagi setiap aparat penegak hukum, agar ia mampu melaksanakan
tugasnya dengan cepat, tepat, tuntas, dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.54
                                                            
52

Ibid, hal. 34.
Ibid, hal. 35.
54
Chairuman Harahap, Op.Cit, hal. 34
53

 
 

Universitas Sumatera Utara

64 


 

Berdasarkan wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
(Poldasu) bahwa tindak pidana pencucian uang tidak hanya ditangani oleh
Penyidik Kepolisian saja, namun dapat ditangani oleh Penyidik disatuan manapun
yang telah menemukan pidana awalnya. Jadi pencucian uang bukan hanya
ditreskrimsus saja yang tangani, bisa saja ditreksrimum yang tangani apabila
menangani atau menemukan pidana awal diduga telah terjadi transaksi yang
mencurigakan dan patut untuk ditindak lanjuti dan dikoordinasikan kepada
PPATK.55
Berhubung hukum karena di kepolisian pada semua Sub Direktorat dapat
menanganinya tindak pidana pencucian uang. Mengingat tindak pidana pencucian
uang relatif baru di masyarakat, maka tentu saja penanganan tindak pidana
pencucian uang membutuhkan kecakapan dan keterampilan serta kemampuan
intelektual dalam bidang tugasnya, sangat diperlukan bagi setiap aparat penegak.
Berdasarkan

wawancara

dengan


Bapak

Jhonson

bahwa

dalam

menanggulangi tindak pidana pencucian uang sebenarnya membutuhkan kejuruan
khusus mengenai tindak pidana pencucian uang yang harus dimiliki oleh
kepolisian mengingat tindak pidana asal (predicate crime) dapat ditangani oleh
Penyidik disatuan manapun yang telah menemukan pidana asalnya, namun tidak
semua kepolisian memiliki pembelajaran tindak pidana pencucian uang. 56
Dalam kenyataan harus diakui bahwa masih ada aparat penegak hukum
seperti penyidik yang kurang profesional sehingga penanganan kasus yang sering
                                                            
55

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari


2016.
56

Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

65 

 

terlambat dan bahkan karena ketidakcermatan dalam penangan kasus dapat
berakibat kegagalan dalam penuntutan di pengadilan. 57
B.

Faktor Eksternal
1. Faktor hukum
Gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang

disebabkan karena;58
1) Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang;
2) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk
menerapkan undang-undang;
3) Ketidakjelasan

arti

kata-kata

di

dalam

undang-undang

yang

mengakibatkan kesimpang-siuran di dalam penafsiran serta penerapannya;
Dengan lahirnya Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
akan memberikan landasan hukum yang kuat bagi usaha mencegah dan
memberantas terjadinya tindak pidana pencucian uang menjamin kepastian
hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian harta
kekayaan hasil tindak pidana. Indonesia telah melakukan kriminalisasi terhadap
pencucian uang sejak awal tahun 2002 dengan diundangkannya Undang Undang
No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang , dan kemudian pada
Oktober 2003 diamandemen dengan Undang Undang No.25 Tahun 2003.
Meskipun telah berlaku selama lebih 4 tahun, nampaknya implementasi terhadap
ketentuan ini masih jauh dari memuaskan. Sehingga Indonesia mengeluarkan
Undang-undang (UU) Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
                                                            
57
58

 
 

Chairuman Harahap, Op.Cit, hal. 35.
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

66 

 

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang tersebut bisa
menjadi alat bantu tambahan atau bahkan alat utama bagi aparat penegak hukum
untuk menindak pelaku tindak pidana korupsi yang berupaya mengaburkan harta
kekayaan hasil kejahatannya itu. Hanya saja, ternyata masih terdapat sejumlah
kelemahan dalam Undang-Undang tersebut.
Perangkat hukum yang tidak jelas, serta terdapatnya kekosongan atau
rancu, dapat menjadi hambatan dalam proses penegakan hukum. Sistem hukum
harus dapat menampung atau memecahkan permasalahan yang terjadi atau yang
timbul dalam praktek penegakan hukum.59
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
(Poldasu) bahwa penerapan Undang-Undang masih mempunyai kelemahan yaitu
untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang bukan hanya instansi
polri saja, namun penyidikan dapat juga dilakukan oleh Kejaksaan misalnya, hal
ini malah mempersulit dalam melakukan penyidikan apabila satu kasus yang
ditangani dilakukan penyidik kepolisian terlebih dahulu dan ternyata Kejaksaan
juga melakukan penyidikan tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu terhadap
kasus yang sama.60
Dalam wawancara dengan beliau di Poldasu juga mengatakan bahwa
dalam kelemahan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 dalam penerapannya yaitu
masalah pemblokiran dimana dalam Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang No.8 Tahun
2010 ini masa pemblokiran di batasi selama 30 hari, hal ini malah mempersulit
Penyidik

karena dengan adanya pemblokiran sangat memberatkan dan

                                                            
59

Chairuman Harahap, Op.Cit. hal. 32.
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

60

2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

67 

 

menghambat penyidik mengingat dalam menemuka alat bukti bukanlah hal yang
mudah, jadi undang-undang ini perlu direvisi kembali.61
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
(Poldasu) Bahwa faktor penghambat kepolisian untuk mengungkap tindak pidana
pencucian uang tidak mudah karena menyangkut kerahasiaan bank yang sulit
untuk diterobos.Untuk mengetahui identitas maupun rekening tersebut seseorang
penyidik memerlukan yang dicurigai tersebut, kecuali pidana pokok atau pidana
asal telah diketahui oleh penyidik bahwasanya benar ada tindak pidana pencucian
uangnya maka penyidik boleh langsung kepada pihak bank yang bersangkutan.62
Hal senada dikatakan oleh Bapak Syamsuddin bahwa hambatan yang
dihadapi oleh kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana pencucian uang
ketika harus berbenturan dengan kerahasiaan bank dimana apabila sudah
mengenai kerahasiaan bank birokrasinya akan sangat panjang, yaitu mulai dari
ditreskrimsus lalu Polda setelah itu ke bareskrim atas nama Polri untuk meminta
izin ke Bank Indonesia. Selain birokrasinya sulit, hal ini tentu memakan waktu
yang panjang.63
Undang-undang memang sudah mengatur ada pengecualian mengenai
rahasia bank yang diatur dalam Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun
1998, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah dan simpanannya,
kecuali ada izin membuka rahasia bank dari Gubernur Bank Indonesia, atau ada
                                                            
61

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.
62

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.
63

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15

Maret 2016

 
 

Universitas Sumatera Utara

68 

 

persetujuan dari nasabah penyimpan namun untuk memudahkan pelacakan
terhadap pelaku kejahatan pencucian maka mengenai ketentuan membuka rahasia
bank tidak berlaku ketentuan rahasia bank. Namun tetap saja pada saat di
praktekkan sangat sulit sekali untuk mengungkapkan kejahatan pencucian uang
yang berkaitan dengan kerahaasiaan bank.64
Bapak Jumanto juga menambahkan bahwa apabila Penyidik mendapatkan
laporan adanya dugaan pencucian atas rekening tertentu maka untuk mengungkap
ini harus berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk membuka rekening tersebut,
kecuali pidana pokok atau pidana asal telah diketahui oleh Penyidik maka dapat
langsung berkoordinasi dengan pihak Bank yang bersangkutan untuk membuka
rekening tersebut, namun

karena terbentur Undang-Undang, pihak penyidik

seringkali tidak bisa membuka rekening bank.65
Meskipun terkadang sudah diadakan MoU dengan pihak bank, namun
terkadang apabila kepala bank misalnya sudah ganti atau kepala kepolisian sudah
ganti maka terkadang proses kerjasamanya tidak lagi berlangsung, sehingga hal
ini tentu saja jadi penghambat dalam menanggulangi tindak pidana pencucian
uang, karena itu dibutuhkannya Undang-Undang yang jelas untuk mengatur
tentang ini, karena Undang-Undang lebih tinggi dari pada MoU.66
Sistem dan peraturan perbankan di Indonesia memberikan celah untuk
berkembangnya praktik pencucian uang.Ketentuan yang melindungi kerahasiaan
                                                            
64

Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

65

2016.
66

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

69 

 

bank yaitu pada pasal 41 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Perbankan misalnya
dijadikan alat perlindungan oleh para pelaku pencucian uang. Peraturan itu juga
menyebutkan bahwa untuk pengusutan kasus perbankan, kerahasiaan bank baru
bisa dibuka jika ada surat permohonan resmi dari Menteri Keuangan kepada
Gubernur Bank Indonesia. Setelah disetujui barulah pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000
mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan serta
memperlihatkan bukti-bukti tertulis dan surat-surat mengenai kondisi keuangan
nasabah.
2. Faktor Sarana dan Prasarana
Dalam proses penegakan hukum, sarana dan prasarana hukum mutlak
diperlukan untuk memperlancar dan terciptanya kepastian hukum. Sarana dan
prasarana hukum yang memadai dimaksudkan untuk mengimbangi kemajuan
teknologi dan globalisasi, yang telah mempengaruhi tingkat kecanggihan
kriminalitas, seperti kejahatan pembobolan bank, dengan menggunakan teknologi
computer, kejahatan pemalsuan uang dengan menggunakan peralatan canggih,
dan lain sebagainya.Demikian juga kejahatan pencucian uang.Semua jenis
kejahatan di atas dapat dikatakan sebagai kejahatan kerah putih (white collar
crime), sehingga penanganannya pun memerlukan dukungan sarana dan prasarana
yang memadai.67
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin
penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut
                                                            
67

 
 

Chairuman Harahap, Op.Cit. hal. 37.

Universitas Sumatera Utara

70 

 

antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,
organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu
tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. 68
Tabel 2.
Data Inventaris Subdit II Ditreskrimsus Poldasu
NO
1
2
3
4
5
6
7
8

JENIS INVENTARIS
Senpi Genggam
Ranmor 4
PC Komputer
Laptop
Meja Kerja
Kursi kerja
Lemari File
AC

JUMLAH
6 Unit
2 Unit
10 Unit
4 Unit
14 Unit
21 Unit
3 Unit
8 Unit

KETERANGAN
Inventaris Dinas
Inventaris Dinas
Inventaris Dinas
Inventaris Dinas
Inventaris Dinas
Inventaris Dinas
SDA
Inventaris Dinas

Sumber: Subdit II Ditreskrimsus Poldasu
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
bahwa mengenai sarana dan prasarana dalam menanggulangi tindak pidana
pencucian uang mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
poldasu masih minim69.Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Jumanto
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara bahwa
mengenai sarana dan prasarana dalam menanggulangi tindak pidana pencucian
uang cukup minim namun masih dapat diatasi. Apalagi tindak pidana pencucian
uang biasanya menggunakan teknologi dan informasi yang canggih, maka fasilitas
komputer atau laptop tentu sangat dibutuhkan selain itu karena tindak pencucian

                                                            
68

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 37.
Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.

69

 
 

Universitas Sumatera Utara

71 

 

uang di Poldasu di tangani oleh subdit II maka kemampuan untuk menelusuri
transaksi dan akun-akun masih dapat teratasi.70
Hal ini sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto dalam hal peranan
sarana dan prasana bahwa penegak hukum sebaiknya menganut jalan pikiran
sebagai berikut:71
1)
2)
3)
4)
5)

Yang tidak ada- diadakan yang baru betul;
Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan;
Yang Kurang-ditambah;
Yang macet-dilancarkan;
Yang mundur atau merosot- dimajukan atau ditingkatkan.
3. Faktor Masyarakat
Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah dapat menjadi hambatan

bagi proses penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya rasa enggan
masyarakat untuk menyampaikan laporan atau menjadi saksi atas terjadinya suatu
proses penegakan hukum. Memang diakui bahwa hal tersebut di atas tidak
semata-mata menggambarkan rendahnya kesadaran hukum masyarakat, karena
masih ada faktor lain, seperti belum adanya jaminan perlindungan terhadap
saksi.72
Berdasarkan wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
(Poldasu) bahwa hal yang menjadi penghambat Kepolisian dalam menanggulangi
tindak pidana pencucian uang adalah pada umumnya kesadaran masyarakat umum
tentang tindak pidana pencucian uang masih sangat rendah.Hanya sedikit orang
yang memahami bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana. Sebagian
                                                            
70

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.
71
72

 
 

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 44
Chairuman Harahap, Op.Cit, hal. 36.

Universitas Sumatera Utara

72 

 

menganggap tindak pidana pencucian hanya korupsi saja, padahal ada banyak
tindak pidana lain yang merupakan tindak pidana asalnya. Terkadang masyarakat
tidak peduli atau tidak mau tahu dengan apa yang dilakukan oleh orang lain atau
tetangganya mengenai harta kekayaan yang dimiliki oleh tetangga mereka, dari
mana diperoleh harta kekayaan tersebut , kelihatan tidak bekerja sehari-hari tetapi
kekayaan sangat melimpah namun karena sikap apatis tentang

apa yang

dilakukan oleh tetangganya menyebabkan sulit untuk memberantas tindak pidana
pencucian uang.73
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
(Poldasu) bahwa Tingkat kesadaran masyarakat umum untuk penegakan hukum
sangat kurang karena kebanyakan masyarakat berpikirian masih takut, enggan
atau malas berurusan dengan hukum, hal ini semakin mempersulit Kepolisian
dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang karena Polri tidak dapat
bekerja sendiri untuk melakukan pengungkapan “rekening gendut” yang diduga
rekening mencurigakan dari setiap warga Negara. Tentu Polri butuh informasi
keterangan dari masyarakat maupun instansi terkait yang berwenang untuk dapat
memberi penjelasan tentang orang/nomor rekening/ harta benda milik seseorang
yang dicurigai maka masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberi informasi
maupun keterangannya untuk diambil menjadi saksi.74
Berdasarkan wawancara dengan beliau juga menambahkan bahwa
masyarakat pada umumnya tidak akan mau berurusan dengan kepolisian dalam
                                                            
73

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.
74

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

73 

 

hal ini untuk melaporkan atau mengungkap adanya dugaan tindak pidana
pencucian uang misalnya tentang tetangga yang memiliki harta kekayaan tetapi
pekerjaan tetangganya tidak jelas karena nanti masyarakat tersebut jadi pelapor
tentu saja masyarakat itu akan dipanggil sebagai Saksi, padahal apabila sudah
menjadi saksi bisa dipanggil tiga kali sampai empat kali. Masyarakat tidak mau
lah menghabiskan waktu untuk dipanggil terus sebagai saksi waktu dan tenaga
habis, mungkin apabila Negara mengongkosi biaya sebagai Saksi mungkin akan
lebih mudah.75
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Syamsuddin mengatakan bahwa
pemahaman masyarakat mengenai pencucian uang tergantung masyarakatnya,
apabila masyarakat yang dimaksud adalah pelaku tindak pidana pencucian uang,
mereka sebenarnya “masyarakat elit” maka masyarakat tersebut paham dengan
pencucian uang sehingga kalau masyarakat seperti itu melakukan perbuatan
pencucian uang maka tingkat kesulitan untuk pembuktian pun semakin sangatsangat sulit, karena pada umumnya mereka lebih pintar dengan menggunakan
berbagai macam modus yang selalu berubah mengikuti perkembangan teknologi
dan informasi, namun apabila pemahaman dengan masyarakat awam maka
kebanyakan masyarakat tidak terlalu mengetahui apa itu pencucian uang,
pemahaman tentang pencucian uang masih sangat minim, kalau pun mereka
mengetahui tentang pencucian uang kebanyakan masyarakat pasti hanya berpikir
kalau pencucian uang itu berasal dari korupsi padahal kalau berdasarkan undang-

                                                            
75

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

74 

 

undang tindak pidana asalnya bukan korupsi saja, ada banyak tindak pidana
asalnya seperti dari perjudian, penipuan, prostitusi dan lain-lain.76
Jika kesadaran hukum masyarakat tinggi, maka disatu pihak diharapkan
akan timbul kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan di lain pihak akan ada
peran serta masyarakat untuk membantu aparat penegak hukum dalam
menegakkan hukum.77 Peran masyarakat sebagai subyek pencegahan dalam
komunitas

sangat

penting

karena

diharapkan

masyarakat

mampu

mengidentifikasi, mencegah, memberantas dan melakukan penjangkauan terhadap
tindak pidana pencucian uang
4. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan
yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan,
karena di dalam pembahasannya diketengahkan masalah spiritual atau non
materiel.Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan).78
Mengenai faktor kebudayan hal ini berkaitan dengan perkembangan
teknologi dan informasi yang mengubah gaya hidup masyarakat. Maraknya
pencucian uang sangat dipengaruhi perkembangan teknologi informasi, terutama
kemunculan internet yang menghilangkan batas-batas Negara. Dengan internet,
dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Akibatnya, kejahatan-kejahatan

                                                            
76

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15
Maret 2016.
77
Chairuman Harahap, Op.Cit. hal. 37.
78
Soerjono Soekanto, Op,Cit. hal. 59.

 
 

Universitas Sumatera Utara

75 

 

terorganisasi (organized crime) oleh organisasi-organisasi kejahatan (criminal
organizations) menjadi mudah dilakukan dan bersifat transnasional.79
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
mengatakan Sistem komunikasi dan jaringan sosial media yang bebas membuat
masyarakat mudah untuk membuka akun ataupun website baru. Bahkan satu
orang bisa memiliki lebih dari lima nomor rekening, selain itu yang menjadi
penghambat kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang ini
karena begitu banyaknya identitas palsu seperti KTP dimana satu orang bisa
memiliki banyak KTP dan tempat tinggal yang berbeda. Jadi pada saat ditangani
dan kepolisian ingin melakukan penangkapan sesuai dengan alamat yang tertera
ternyata pelaku tidak ada di alamat tersebut.80
Dalam wawancara beliau juga mengatakan bahwa setelah didatangi ke
alamat sesuai KTP tidak dapat ditemui, pihak Kepolisian menanyakan kepada
masyarakat di situ atau kepada Kepala Desa/Lurah tentang keberadaan orang
tersebut, juga nanti mereka akan menjawab tidak tahu atau tidak mengenal orang
tersebut. Kembali lagi menjadi hambatan dimana masyarakat tidak mau atau
malas berurusan

dengan kepolisian dengan alasan klasik seperti mengatakan

“kami gak mengenal dia, saya pun kerjanya bertani pulang malam langsung ke
rumah jadi mana ku kenal dia” atau masih banyak alasan lain asal tidak berurusan
dengan kepolisian. Hal ini bermula karena pembuatan KTP yang tidak tertib.81

                                                            
79

Philips Darwin, Op.Cit. hal. 22.
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

80

2016.
81

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

76 

 

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan Bapak Syamsuddin yang
mengatakan bahwa terkadang di dalam kerahasiaan bank terdapat rekening
anonim atau rekening dengan nomor dan nama palsu, jadi pemilik rekening
menandatangi perjanjian yang dibuat oleh oleh pihak Bank dan menyetujui syarat
dan ketentuan yang ditetapkan oleh kedua pihak, kemudian mendapat nomor dan
nama samaran, terkadang bank tetap membuka rekening tanpa menerapkan asas
Know Your Costumer.82

 
                                                            
82
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15
Maret 2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG

A.

Tugas Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencucian
uang
Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya staatsrecht

Overzee, halaman 270 yang dirumuskan oleh R. Wahjudi B. Wiriodiharjo sebagai
berikut:83
1. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban-kewajiban publik
warga Negara;
2. Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajibankewajiban publik para warga Negara;
3. Memaksa warga Negara dengan bantuan peradilan agar kewajibankewajiban publiknya dilaksanakan;
4. Melakukan paksaan wajar kepada warga Negara agar melaksanakan
kewajiban-kewajiban publiknya, tanpa bantuan peradilan;
5. Mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak
dilakukannya.
Tugas pokok Kepolisian sebenarnya sebenarnya paling besar terletak di
luar kebijakan hukum pidana (non penal) dimana tugas Polisi lebih ke aspek
pelayanan dan pengabdian dibandingkan tugas sebagai Penegak hukum dalam
bidang peradilan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang
No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:
“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
masyarakat.”

kepada

                                                            
83

R. Wahyudi & B. Wiridioharjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Sukabumi:Akabri, Pol,
1975, hal. 12.

 

77 
Universitas Sumatera Utara

78 

 

Mengenai tugas pokok Kepolisian yang lebih berorientasi pada pelayanan
masyarakat dibandingkan tugas penegakan hukum sejalan dengan salah satu
laporan Kongres PBB Ke V tentang The Prevention of Crime the Treatment of
Offenders, khususnya dalam laporan agenda masalah mengenai “The Emerging
Roles of the Police and Other Law Enforcement Agencies”, yakni:
“The Police were a part of and not separate from the community and that
the majority of policeman’s time was spent on “service oriented” task
rather than on law enforcement duties”
Terjemahan bebas:
“Polisi merupakan bagian dari masyarakat dan tidak terpisahkan dari
masyarakat, dan sebagian besar waktu Polisi dihabiskan guna tugas yang
berorientasi pada pelayanan bukan pada tugass-tugas penegakan hukum.”
Adapun wujud dari upaya Penal (represif) dan upaya non-penal (preventif)
yang dapat dilakukan Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucian
uang, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat Negara yang
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana diatur dalam
Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;

 
 

Universitas Sumatera Utara

79 

 

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran Kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas
Kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas Kepolisian; serta
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kepolisian merupakan bagian dari sistem peradilan pidana yang pada
dasarnya merupakan sistem penegakan hukum pidana yang bertujuan untuk
menanggulangi kejahatan. Kedua sistem hukum tersebut merupakan bagian dari
kebijakan hukum pidana, yang bertujuan menanggulangi kejahatan dan
merupakan implementasi dari kebijakan kriminal dengan menggunakan Sistem
Peradilan Pidana, yaitu:84
1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;
2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat puas
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana;
3. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak
mengulangi lagi kejahatannya.
Dalam pasal 1 KUHAP, pada ayat 1 dan 4, menyatakan bahwa kedudukan
Kepolisian dalam sistem peradilan pidana adalah penyelidik dan penyidik. Pada
Pasal 1 ayat 4 KUHAP dinyatakan bahwa Penyelidik adalah pejabat polisi negara
                                                            
84

R Abdussalam, Evaluasi Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Dinas
Hukum Polri, 1997, hal. 3.

 
 

Universitas Sumatera Utara

80 

 

Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penyelidikan. Pengertian penyelidikan dalam pasal ini adalah
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan.
Penyelidikan bukan tindakan berdiri sendiri yang terpisah dari fungsi penyidikan
penyelidikan merupakan bagian tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan.
Penyelidikan merupakan sub dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan
lain berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan
surat, pemanggilan, pemeriksaan dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut
Umum (PU).85
Menurut Pasal 1 angka (1) KUHAP dinyatakan bahwa Penyidik adalah
pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Penyidikan yang dimaksud dalam Pasal 1 angka (2) KUHAP adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Terhadap suatu peristiwa yang telah dinyatakan sebagai suatu tindak
pidana oleh Penyelidik, maka tahap selanjutnya adalah melakukan Penyidikan

                                                            
85

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, Jakarta:Sinar Grafika, 2010, hal 101.

 
 

Universitas Sumatera Utara

81 

 

untuk mencari tahu siapa pelaku tindak pidana tersebut. Berdasarkan Pasal 7
KUHAP, Penyidik mempunyai wewenang diantaranya adalah:86
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana; Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
2. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
3. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
4. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
5. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
7. Menandatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
8. Mengadakan penghentian penyidikan;
9. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Adapun wujud dari upaya Penal (represif) dan upaya non-penal (preventif)
yang dapat dilakukan Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucian
uang, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat Negara yang
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana diatur dalam
Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
                                                            
86

Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai),
Bandung: P.T. Alumni, 2006, hal. 42.

 
 

Universitas Sumatera Utara

82 

 

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran Kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas
Kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas Kepolisian; serta
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jadi, untuk mencari jalan keluar dalam rangka mencegah dan
menanggulangi tindak pidana pencucian uang oleh Kepolisian terdapat upayaupaya yang dapat dilakukan antara lain:
d. Upaya Pre-entif
e. Upaya Preventif
f. Upaya Represif
1. Upaya Pre-entif
Meskipun hukum pidana digunakan sebagai ultimatum remedium atau alat
terakhir apabila bidang hukum lain tidak dapat mengatasinya, tetapi harus disadari
bahwa hukum yang lain tidak dapat mengatasinya, tetapi harus disadari bahwa
hukum pidana memiliki keterbatasan kemampuan dalam menanggulangi
kejahatan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
Barda Nawawi Arief adalah sebagai berikut:87

                                                            
87

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal. 46-47.

 
 

Universitas Sumatera Utara

83 

 

1. Sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan
hukum pidana;
2. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana
kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai
masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai
masalah sosio-psikologi, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural, dan
sebagainya);
3. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya
merupakan “kurieren am symptom”, oleh karena itu hukum pidana hanya
merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan “pengobatan kausatif”;
4. Sanksi hukum pidana merupakan “remedium” yang mengandung unsur
kontradiktif/paradoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek
sampingan yang negatif;
5. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal, tidak
bersifat structural/fungsional.
6. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang
bersifat kaku dan imperatif ;
7. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung
yang lebih bervariasi dan lebih menuntut “biaya tinggi”.
Keterbatasan hukum pidana inilah yang tampaknya dialami oleh Polri
yang menggunakan hukum pidana sebagai landasan kerjanya. Sebab kejahatan
yang kompleks ini terlambat diantisipasi oleh Polri sehingga ketika terjadi kasus
yang berdimensi baru mereka tidak secara tanggap menanganinya. Untuk itu,
pencegahan kejahatan tidak melulu harus mengunakan hukum pidana.88Agar
penanggulangan tindak pidana pencucian uang ini dapat dilakukan secara
menyeluruh maka tidak hanya pendekatan yuridis atau penal yang dilakukan,
tetapi dapat juga dilakukan dengan pendekatan non-penal.
Berbicara penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh Kepolisian salah
satunya dengan cara pre-entif, maka berbicara tentang upaya yang dilakukan oleh
Kepolisian dengan cara pembinaan masyarakat.

89

Upaya Pre-Entif disini adalah

                                                            
88

Agus Raharjo, Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002, hal.246.
89
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Kebijakan Integral Penanggulangan Kejahatan
Kekerasan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 313.

 
 

Universitas Sumatera Utara

84 

 

upaya-upaya awal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-entif
adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma
tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk
melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal
tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-entif faktor niat
menjadi hilang meskipun ada kesempatan.90
Upaya pre-entif kepolisian yaitu membimbing masyarakat bagi terciptanya
kondisi yang menunjang terselenggaranya keamanan dan ketertiban masyarakat,
dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:91
a. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang pentingnya keamanan
dan ketertiban masyarakat bagi kelancaran jalannya pembangunan
nasional;
b. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang sistem keamanan.
Penegak hukum selaku alat Negara berkewajiban memelihara dan
meningkatkan tertib hukum yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:92
a. Menjaga tegaknya hukum yaitu agar tidak terjadi pelanggaran hukum;
b. Memberikan bimbingan kepada masyarakat agar terwujud kesadaran
hukum dan kepatuhan hukum masyarakat (law abiding citizen).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara
(Poldasu) mengatakan bahwa upaya pre-entif yang dilakukan oleh Poldasu dalam
                                                            
90

http://digilib.unila.ac.id/6264/13/BAB%20I.pdf diakses pada 29 Februari 2016
M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 1991, hal. 75.
92
Ibid, hal. 73.
91

 
 

Universitas Sumatera Utara

85 

 

menanggulangi tindak pidana pencucian uang yaitu Penyidik Poldasu melalui
penyuluhan atau pembinaan dengan membuat himbauan untuk setiap masyarakat
agar memberikan informasi kepada pihak polri. Himbauan tersebut disampaikan
secara langsung melalui media massa, media cetak maupun televisi.93
Hal senada disampaikan Bapak Jhonson M.S bahwa upaya pre-entif yang
dilakukan oleh kepolisian dalam melakukan pencegahan terhadap tindak pidana
pencucian uang yaitu mensosisialisasikan tentang tindak pidana pencucian uang
kepada masyarakat, mengajak peran serta masyarakat dan lembaga terkait untuk
saling memberikan informasi tentang terjadinya tindak pidana pencucian uang,
dan membina kesadaran hukum masyarakat.94
Wawancara dengan bapak Syamsuddin menambahkan bahwa pada
umumnya upaya pre-entif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara
adalah yaitu melakukan pencegahan secara dini terhadap tindak pidana asal atau
predicate crimenya terlebih dahulu karena pencucian uang tidak akan ada apabila
tindak pidana asal dapat dicegah secara dini. Pencegahan secara dini itu biasanya
dapat dilakukan melalui

pendidikan berkarakter dengan menanamkan dan

mengamalkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral Pancasila dan juga
pendidikan mengenai pencucian uang baik di lingkungan masyarakat melalui
penyuluhan hukum yang pada intinya adalah agar masyarakat tahu hukum, paham
hukum, sadar hukum, untuk kemudian patuh pada hukum tanpa paksaan, tetapi
menjadikannya sebagai suatu kebutuhan. Pemahaman seseorang tentang hukum
                                                            
93

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

94

Hasil wawancara dengan AKP Jhonson MS di Poldasu pada tanggal 15 Maret 2016.

2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara

86 

 

beranekaragam dan sangat tergantung pada apa yang diketahui dari pengalaman
yang dialaminya tentang hukum. 95
Penyuluhan atau pembinaan yang dilakukan oleh Kepolsiain Daerah
Sumatera Utara (Poldasu) kepada setiap masyarakat sangat diperlukan karena
kesadaran hukum pada dasarnya ada pada diri setiap manusia karena seperti ada
asas hukum yang berbunyi "setiap orang dianggap tahu akan undang-undang"
dan "ketidak-tahuan akan undang-undang tidak merupakan alasan pema’af". Jadi
dengan adanya penyuluhan atau pembinaan selain untuk menambah pengetahuan
masyarakat tentang tindak pidana pencucian uang maka dengan adanya kesadaran
hukum maka

muncul ketaatan hukum. Kesadaran hukum yang baik adalah

ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan.
Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari
kesadaran dan ketaatan hukum.
Di Kepolisian tindakan pembinaan ini dilakukan dengan menerjunkan
Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (selanjutnya disebut
dengan Babinkamtibmas) di setiap kelurahan di kabupaten/kota yang jumlahnya
disesuaikan dengan jumlah person kepolisian.96 Tahap ini merupakan suatu upaya
oleh Kepolisian untuk mencegah secara dini agar tindak pidana pencucian uang
tidak terjadi.
Pendekatan yang dipakai oleh Babinkamtibmas adalah pendekatan
persuasif kepada masyarakat dengan tujuan melakukan pencegahan terjadinya
                                                            
95
Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Syamsuddin di Poldasu pada tanggal 15
Maret 2016.
96
Mahmud Mulyadi, Op,Cit. hal. 313.

 
 

Universitas Sumatera Utara

87 

 

kejahatan

di

tengah-tengah

masyarakat.

Adapun

tugas

pokok

dari

Babinkamtibmas ini adalah:97
1. Membina kesadaran hukum masyarakat desa/kelurahan;
2. Membina kesadaran keamanan dan ketertiban masyarakat desa/kelurahan;
3. Membina partisipasi masyarakat dalam rangka pembinaan kamtibmas
secara swakarsa di desa/kelurahan;
4. Mengumpulkan bahan keterangan;
5. Mengamankan kegiatan-kegiatan masyarakat;
6. Menerima laporan dan pengaduan masyarakat;
7. Memberikan bantuan pengawalan, pencarian, dan pertolongan kepada
masyarakat;
8. Membina tata tertib lalu lintas;
9. Penanganan tingkat pertama kejahatan, pelanggaran atau kecelakaan di
TKP.
10. Melaksanakan tugas-tugas di bidang pembangunan dan kegiatan
kemasyarakatan berdasarakan permintaan instansi yang berwenang dan
masyarakat setempat.
Dalam wawancara dengan Bapak Jumanto di Poldasu mengatakan bahwa
upaya pre-entif melalui himbauan atau penyuluhan kepada masyarakat yang
dilakukan oleh Poldasu sangat penting sekali dimana Polri tidak dapat bekerja
sendiri untuk melakukan pengungkapan rekening gendut yang diduga rekening
mencurigakan dari setiap warga Negara. Tentu Polri butuh informasi keterangan
                                                            
97

Ibid.

 
 

Universitas Sumatera Utara

88 

 

dari masyarakat maupun instansi terkait yang berwenang untuk dapat memberi
penjelasan tentang orang/nomor rekening/ harta benda milik seseorang yang
dicurigai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang.98
Upaya-upaya kepolisian untuk mencegah dan mengendalikan kejahatan
kembali kepada masyarakat itu sendiri dan pihak polisi tidak lagi memandang
masyarakat sebagai pihak yang bersifat pasif dan memiliki sumber informasi yang
terbatas, tetapi dipandang sebagai mitra dalam upaya mencegah dan menangani
kejahatan.99
2. Upaya Preventif
Berbicara tentang kebijakan non penal (non-penal policy)maka berbicara
tentang tindakan-tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan dan sasaran
utamanya adalah menangani faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya
kejahatan. Faktor-faktor itu antara lain berpusat pada masalah-masalah sosial yang
secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menyebabkan
kejahatan.100
Preventif diartikan secara luas maka banyak badan atau pihak yang terlibat
di dalamnya, ialah pembentuk Undang-Undang, Polisi, Kejaksaan, Pengadilan,
Pamong-praja dan Aparatur eksekusi pidana serta orang-orang biasa. Proses
pemberian pidana di mana badan-badan itu masing-masing mempunyai
peranannya dapat dipandang sebagai upaya untuk menjaga agar orang yang
bersangkutan serta masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana.
                                                            
98

Hasil wawancara dengan Komisaris Polisi Jumanto di Poldasu pada tanggal 16 Februari

2016.
99
Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan: USU Press,
2009. hal. 38.
100
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal. 49.

 
 

Universitas Sumatera Utara

89 

 

Namun badan yang langsung mempunyai wewenang dan kewajiban dalam
pencegahan ini adalah Kepolisian.101
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya PreEntif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam
upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk
dilakuk

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65