Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Media Tanam dan Serapannya oleh Tanaman Sawi Pada Penggunaan Kompos Sampah Kota dari TPA Pada Berbagai Perbandingan Dengan Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA
Kompos Sampah Kota
Kompos sampah kota merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan
yang berasal dari pasar yang berbentuk organik, sedangkan kompos residu rumah
tangga adalah hasil pelapukan dari berbagai pembuangan yang berasal dari
pemukiman penduduk. Sedikit banyaknya kompos tersebut mengandung logam
berat seperti Cd, apabila terakumulasi akan memberikan pengaruh bagi tanah
ataupun lingkungan (Sulistyorini, 2005).
Menurut penelitian Ganefati dkk., (2008) mengatakan bahwa di dalam
TPA Piyungan Yogyakarta terdapat jenis sampah diantaranya sampah berbahaya
dan sisa kemasan bahan-bahan berbahaya termasuk pestisida, baterai bekas, dan
accu bekas. Keadaan tersebut mengakibatkan bahan-bahan berbahaya yang
terlindi ke bagian lain yang tidak mengandung bahan berbahaya. Sebagian besar
sampah yang ada di TPA Piyungan merupakan sampah organik yang mengalami
proses dekomposisi dengan hasil akhir berupa humus (pupuk kompos). Adanya
bahan-bahan berbahaya pada TPA mengakibatkan humus/kompos yang terjadi
kemungkinan terdapat bahan berbahaya pula.
Penelitian yang dilakukan oleh Siregar dkk.., (2014) juga menunjukkan
bahwa pemberian kompos sampah kota tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap peningkatan Cd tersedia di dalam tanah. Sedangkan pada pemberian
kompos residu rumah tangga sebanyak 25% dan 75% dari komposisi media,

memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan Cd tersedia di dalam
tanah yaitu menjadi 0,49 ppm dari 0,39 ppm (perlakuan kontrol).

Universitas Sumatera Utara

Menurut penelitian Mulyani dkk., (2007) menyatakan bahwa pemberian
kompos sampah kota berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH tanah dari 6,10
menjadi 6,72, C-organik(%) dari 2,65 menjadi 2,86 , P-tersedia dari 16,95 menjadi
30,22 , hasil jagung manis dari 130,27 gram menjadi 190.65 gram. Hal tersebut
juga sesuai dengan penelitian Sandrawati, dkk,.(2007) yang menyatakan bahwa
pemberian kompos sampah kota berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH
tanah dari 5,4 menjadi 6,2, C-organik(%) dari 2,65 menjadi 2,96 (peningkatan
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran sapi dengan dosis yang sama),
dan juga memberikan pengaruh positif pada produksi tanaman.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat di mana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan, pemindahan / pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA
merupakan tempat sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya.

Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah
dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat,
sementara yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak
berubah sampai puluhan tahun, misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran
bahwa setelah TPA selesai digunakan pun masih ada proses yang berlangsung dan
menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan (Royadi, 2006).
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) selain sebagai upaya untuk mengatasi
sampah, juga memilki dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak dari
pencemaran TPA adalah tercemarnya lingkungan. Adanya perembesan air lindi

Universitas Sumatera Utara

(cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler air dalam tanah
dapat mencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan yang kemudian masuk
ke dalam akar tanaman. Air lindi pada umumnya mengandung senyawa- senyawa
organik dan anorganik seperti kadmium (Mahardika, 2010).
Menurut BPS Kota Medan tahun 2013, jumlah penduduk Kota Medan
sebesar 2.122.804 jiwa. Dan menurut Pemerintah Kota Medan tahun 2013,
diketahui jumlah timbulan sampah sebesar 1.061 ton/hari atau 387.412 ton/tahun .
Perinciannya, 48 persen merupakan sampah organik dan 52 persen lagi sampah

anorganik. Jumlah sampah ini diperkirakan akan terus bertambah, dimana tingkat
pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 4 persen. Menurut kajian Pemerintah Kota
Medan (2013) berdasarkan hasil pengukuran timbulan sampah rata-rata sebesar
2,5 liter/hari/kapita. Sehingga jika TPA akan digunakan untuk menampung
sampah dari 21 kecamatan di Kota Medan maka total volume timbulan sampah
per hari adalah jumlah penduduk 2.122.804 jiwa x 2,5 liter/hari/jiwa yaitu
5.307.010 liter/hari atau 5.307m3. Sehingga luas TPA yang dibutuhkan Kota
Medan untuk 10 tahun ke depan adalah 769 ha.
Menurut kajian Pemerintah Kota Medan (2013) berdasarkan berat sampah
yang dihasilkan, komponen sampah yang paling dominan pada umumnya adalah
sisa makanan yakni 32.63% dan yang terendah adalah kain/tekstil sebesar 0.80 %.
Namun berdasarkan volumenya potensi sampah terbesar adalah jenis kertas dan
plastik masing-masing 38.90 % dan 38.09 %, sementara yang terendah adalah
kain 0.66 %. Jika komponen sampah ini dapat dikelola dengan baik atau didaur
ulang, maka akan memberikan nilai ekonomi yang tinggi. Hal ini jugalah yang
diterapkan oleh Singapura sampai saat ini untuk mengupayakan pencapaian

Universitas Sumatera Utara

kondisi zero landfill. Hal yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura yaitu

memperkenalkan konsep daur ulang rumah tangga dengan dukungan sosialisasi
dan edukasi publik yang memadai (tingkat daur ulang mencapai 58%).
Menurut Sudarwin (2008) menyatakan bahwa kadar Cd pada air lindi dari
TPA Jatibarang Semarang adalah 0,09 mg/L, penelitian tersebut juga menyatakan
bahwa kelas pencemaran tinggi pada sedimen aliran Sungai Kreo yaitu mulai dari
jarak 0 meter sampai 143 meter dari TPA.
Rencana penelitian ini menggunakan TPA sampah Kota Medan yaitu:
TPA Namo Bintang
Tempat pembuangan Akhir Sampah Kotamadya Medan atau lazimnya
disingkat dengan TPA di desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang, terletak di sebelah Utara desa Namo Bintang dan mempunyai luas
areal sekitar 25 hektar. Jarak dari pemukiman ke areal TPA ini sekitar 1,5 km dan
terletak di pinggir jalan arah jalan besar Pancur Batu. Sedangkan jarak dari
Kotamadya Medan ke TPA ini berkisar 17 km (Khairani, 2007).
Areal TPA di desa Namo Bintang ini mempunyai batas-batas sebagai
berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kotamadya Medan. Sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Namo Bintang. Sebelah Timur berbatasan dengan PTP II
Bekala. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Baru (Khairani, 2007).
Areal ini mulai diaktifkan sejak tahun 1987 yang pada mulanya hanya
memiliki lahan 5 hektare. Tetapi lahan yang sedemikian tidak dapat menampung

jumlah sampah, maka areal TPA ini ditambah dengan memilih lahan berupa rawarawa. Sejak tahun 1992, TPA sampah Kotamadya Medan dibagi menjadi 2 bagian

Universitas Sumatera Utara

yang lainnya, yaitu di desa Terjun Kecamatan Belawan terletak di sebelah Utara
Kotamadya Medan dengan luas lahan 10 hektare (Khairani, 2007).
TPA Namo Bintang, pada prinsipnya merupakan suatu landfill yang
menggunakan metode Open dumping dimana seluruh sampah yang dibuang,
dipadatkan dengan alat berat kemudian dibiarkan menumpuk begitu saja tanpa ada
perlakuan khusus (Harahap, 2013).
Frisca (2011) melaporkan bahwa 30 sampel air sumur gali di sekitar TPA
Namo Bintang mengandung Cd melebihi baku mutu yang ditetapkan berdasarkan
PerMenkes No 416/Menkes/Per/IX1990 yaitu 0,005 mg/L. Rata-rata kandungan
pada air sumur gali yang berjarak 200 m dari TPA adalah
0,346 ppm. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Lestari dkk., (2102) yang
menyatakan air sumur gali masyarkat di darah desa Namo Bintang mengandung
logam berat Cd yang melebihi baku mutu yaitu 0,1 ppm.
Logam Berat Kadium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilat,
tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila

dipanaskan. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau
belerang (Cd sulfit). Logam Cd bisa membentuk ion Cd2+ yang bersifat tidak
stabil. Logam Cd merupakan unsur logam yang terletak dalam grup IIB pada tabel
periodik unsur dengan nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol, mencair pada
suhu 3210C dan mendidih pada suhu 76700C . Logam berat Cd bersifat lentur,
tahan terhadap tekanan, serta dapat dimanfaatkan sebagai pencampur logam lain,
seperti nikel (Ni), emas (Au), kuprum (Cu), dan besi (Fe) (Widowati dkk., 2008).

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Cd yang lainnya adalah bila dimasukkan ke dalam larutan
yang mengandung ion OH-, ion-ion Cd2+ akan mengalami pengendapan. Endapan
yang terbentuk biasanya dalam bentuk senyawa terhidratasi yang berwarna putih.
Bila logam Cd digabungkan dengan senyawa karbonat, posfat, arsenat dan
oksalat- ferro sianat maka akan terbentuk senyawa berwarna kuning (Palar, 2008).
Kadmium
kegunaannya,

merupakan


khususnya

logam

untuk

yang

sangat

electroplating

penting

(pelapisan

dan

banyak


elektrik)

serta

galvanisasi karena kadmium memiliki keistimewaan nonkorosif. Logam Cd
banyak digunakan dalam pembuatan alloy, pigmen warna pada cat, keramik,
plastik, stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi,
pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen
untuk gelas dan email gigi (Widowati dkk., 2008).
Pemupukan SP-36 memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan
Cd tersedia di dalam tanah. Kadar Cd di dalam pupuk SP-36 adalah sebesar 5,1
ppm. Oleh karena itu pemberian pupuk SP-36 meningkatkan nilai Cd tersedia di
dalam tanah, peningkatan tersebut seiring dengan peningkatan dosis pupuk SP-36
yang diberikan (Adria, 2012).
Kadmium akan mengalami biotransformasi dan bioakumulasi dalam
organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan
jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan
adanya proses biomagnifikasi di badan perairan. Disamping itu, tingkatan biota
dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi. Di
mana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi Cd yang

lebih banyak, sedangkan pada biota top level merupakan tempat akumulasi paling

Universitas Sumatera Utara

besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai baku mutu maka
biota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami kematian dan bahkan
kemusnahan (Palar, 2008).
Kadmium memiliki banyak efek diantaranya kerusakan ginjal dan
karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam
Cd dalam ginjal membentuk kompleks dengan protein. Waktu paruh dari Cd
dalam lingkungan adalah 10-30 tahun sedangkan waktu paruh Cd dalam tubuh 730 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan (Azmir, 2009).
Pengaruh Logam Berat terhadap Tanaman
Menurut Subowo dkk. (1999) adanya logam berat dalam pertanian dapat
menurunkan produktifitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat
membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari
tanah yang tercemar logam berat tersebut.
Kadar logam berat tinggi di dalam tanah belum tentu menandakan
fitoksisitas tinggi pula, karena laju serapannya oleh tumbuuhan tidak berhubungan
langsung dengan


laju peningkatan kadarnya di dalam tanah. Dengan

menggunakan besaran koefisien pengalihan (trasnfer coefficient). Ambang gawat
unsur logam berat bagi tanaman secara umum sebagai berikut:
Tabel 1 . Ambang Gawat Unsur Logam Berat Bagi Tanaman
Logam berat Kadar gawat (µg/g) bahan kering dalam tanaman
Cr
1-2
Hg
2-5
Cd
5-10
Pb
10-20
Cu
15-20
Ni
20-30
Zn
150-200

Sumber : Mengel dan Krikby (1987)

Universitas Sumatera Utara

Penambahan kontaminan Cd pada kisaran 2 mg/kg sampai dengan 32 g/kg
menghasilkan Cd-tersedia sebesar 0,1477 mg/kg - 2,8459 mg/kg pada kisaran pH
tanah gambut 4,42 – 5,10, serta mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi putih
dan sawi hijau tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhan kailan. Kailan lebih
toleran terhadap paparan Cd pada dosis tinggi dibandingkan sawi hijau dan sawi
putih dengan tidak menunjukkan gejala toksisitas. Gejala toksisitas Cd pada sawi
hijau dan sawi putih adalah tanaman tumbuh kerdil (stunting) dan khlorosis pada
daun (Susana dan Denah, 2011).
Tabel 2. Kisaran Logam Berat Sebagai Pencemar Dalam Tanah Dan Tanaman
Kisaran Kadar Logam Berat (ppm)
Unsur
Tanah
Tanaman
As
0,1-40
0,1-5
B
2-100
30-75
F
30-300
2-20
Cd
0,1-7
0,2-0,8
Mn
100-4000
15-200
Ni
10-1000
1
Zn
10-300
15-200
Cu
2-100
4-15
Pb
2-200
0,1-10
Sumber: Soepardi (1983)

Tabel 3. Batas Kritis Logam Berat Dalam Tanah, Air Dan Tanaman
Kisaran Kadar Logam Berat (ppm)
Logam
berat
Tanah
Air
Tanaman
Pb
100
0,03
50
Cd
0,50
0,05-0,10
5-30
Co
10
0,4-0,6
15-30
Cr
2,5
0,5-0,1
5-30
Ni
50
0,2-0,5
5-30
Cu
60-125
2-3
20-100
Mn
1500
Zn
70
5-10
100-400
Sumber: Ministry of State for Population and Enviromental of Indonesia and
Dalhosie, University Canada (1992)

Universitas Sumatera Utara

Tanaman Indikator
Menurut Adria (2012) tanaman sawi ditanam sebagai tanaman indikator
memperlihatkan pertumbuhan yang tidak normal.

Hal ini dapat dilihat dari

pertumbuhan daun sawi yang menunjukkan gejala klorosis, nekrotis, dan daun
menggulung in diakibatkan karena sawi termasuk tanaman dikotil yang menyerap
logam berat dalam konsentrasi yang tinggi.
Menurut penelitian Susana dan Denah (2011) yang menyatakan bahawa
pada kadar Cd tersedia pada tanah yaitu sebesar 2,7 mg/kg menyebabkan berat
basah pucuk tanaman sawi putih dan sawi hijau turun hingga 50%. Sedangkan
pada tanaman kailan pada ketersedian Cd yang sama tidak terlihat penurunan
berat basah pucuk tanaman tersebut.
Kabata- Pendias dan Pendias (2001) yang menyatakan kapasitas tanaman
dalam mengakumulasikan logam berat bergantung pada spesies, kultivar, bagian
tanaman dan umur atau fase fisiologisnya. Sensitivitas tanaman terhadap logam
berat juga ditentukan oleh jenis logam beratnya. Sebagian besar logam berat
diakumulasikan tanaman di akar. Kandungan logam berat oleh tanaman dikotil
umumnya lebih tinggi daripada monokotil.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

6 114 95

Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk NPK Mutiara Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guneeensis. Jacg)di Pembibitan Utama

1 64 96

Kandungan Logam Berat Kadmium Pada Tanaman Sawi (Brassica Juncea L. ) Akibat Pemupukan Fosfat

1 47 65

Pengaruh Penambahan Amelioran Terhadap Kelarutan Kadmium dalam Tanah Inceptisol dan Serapannya pada Tanaman Bawang Merah

0 4 5

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Media Tanam dan Serapannya oleh Tanaman Sawi Pada Penggunaan Kompos Sampah Kota dari TPA Pada Berbagai Perbandingan Dengan Inceptisol

1 7 74

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Media Tanam dan Serapannya oleh Tanaman Sawi Pada Penggunaan Kompos Sampah Kota dari TPA Pada Berbagai Perbandingan Dengan Inceptisol

0 0 12

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Media Tanam dan Serapannya oleh Tanaman Sawi Pada Penggunaan Kompos Sampah Kota dari TPA Pada Berbagai Perbandingan Dengan Inceptisol

0 0 2

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Media Tanam dan Serapannya oleh Tanaman Sawi Pada Penggunaan Kompos Sampah Kota dari TPA Pada Berbagai Perbandingan Dengan Inceptisol

0 0 4

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Media Tanam dan Serapannya oleh Tanaman Sawi Pada Penggunaan Kompos Sampah Kota dari TPA Pada Berbagai Perbandingan Dengan Inceptisol

0 1 4

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Media Tanam dan Serapannya oleh Tanaman Sawi Pada Penggunaan Kompos Sampah Kota dari TPA Pada Berbagai Perbandingan Dengan Inceptisol

0 1 12