Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bullying
2.1.1.Defenisi Bullying
Istilah bullying berasal dari kata bull (Bahasa Inggris) yang berarti
banteng. Banteng merupakan hewan yang suka menyerang secara agresif terhadap
siapapun yang berada di dekatnya. Sama halnya dengan bullying, suatu tindakan
yang digambarkan seperti banteng yang cenderung bersifat destruktif. Bullying
merupakan sebuah kondisis dimana telah terjadi penyalahgunaan kekuatan dan
kekuasaan yang dilakukan oleh perseorangan ataupun kelompok. Penyalahgunaan
kekuatan/kekuasaan dilakukan pihak yang kuat tidak hanya secara fisik saja tetapi
juga secara mental (Sejiwa, 2008)
Di Jepang perilaku bullying dikenal dengan istilah ijime yang berasal dari
kata kerja ijimeru yang memiliki arti harfiah sebagai tindakan menyiksa,
memarahi, dan mencaci maki (Valentina,2008). Berdasarkan penjelasan diatas
Rigby (2007) menyatakan bahwa bullying terjadi ketika seseorang yang kurang
kuat daripada orang atau kelompok lain secara sengaja dan berulang kali dilukai
tanpa sebab yang pantas atas perlakuan yang di dapatkan.
Selain pendapat diatas masih banyak lagi pendapat tentang defenisi
bullying. Menurut Black dan Jackson (2007, dalam Margaretha 2010) Bullying
merupakan perilau agresif


tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek

kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya
ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik,usia, kemampuan kognitif,

6
Universitas Sumatera Utara

keterampilan maupun status sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh
satu atau beberapa anak kepada anak lain.
Menurut Rigby (2007) dan Alika (2012) bullying yaitu tindakan menekan
atau mengintimidasi anak lain baik secara fisik maupun verbal dan biasanya
terjadi ketidakseimbangan kekuasaan diantara pelaku dan korban bullying.
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bullying
Bullying terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi setiap
bagian yang ada di sekitar anak juga turut memberikan kontribusi baik langsung
maupun tidak langsung dalam munculnya perilaku tersebut. Menurut Andri
Priyatna (2010) mengemukakan bahwa faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor dari Keluarga

Pola asuh dalam suatu keluarga mempunyai peran dalam pembentukan
perilaku anak terutama pada munculnya perilaku bullying. Keluarga yang
menerapkan pola asuh permisif membuat aak terbiasa untuk bebas melakukan
segala sesuatu yang diniginkannya. Anak juga tidak tahu letak kesalahannya
ketika ia melakukan kesalahan sehingga segala sesuatu yang dilakukannya
dianggapnya sebagaisuatu hal yang benar. Begitu pula dengan pola asuh yang
keras, yang cenderung mengekang kebebasan anak. Anak pun terbiasa
mendapatkan

perlakuan

kasar yang nantinya akan dipraktikkan

dalam

pertemanannya bahkan anak akan menganggap hal tersebut sebagai hal yang
wajar.
Anantasari (2006) menyatakan bahwa lingkungan keluarga si anak apabila
cenderung mengarah pada hal-hal negatif seperti terjadi kekerasan (memukul,


7
Universitas Sumatera Utara

menendang meja dan lail-lain), sering memaki-maki dengan menggunakan kata
kotor, sering menonton acara TV yang mana terdapat adegan-adegan kekerasan
dapat berimbas pada perilaku anak.
b. Faktor dari pergaulan
Teman seperminan yang sering melakukan tindakan kekerasan terhadap
orang lain akan berimbas kepada perkembangan si anak. Anak pun akan
melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh teman-temannya.
Selain itu, anak baik dari kalangan sosial rendah hingga atas juga melakukan
bullying dengan maksud untuk mendapatkan pengakuan serta penghargaan dari
teman-temannya.
Menurut Ariesto (2009, dalam Mudjijanti 2011) dan Kholilah (2012),
penyebab terjadinya bullying antara lain :
a) Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang tua
yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang
penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying
ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan

kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang
tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa
“mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan
perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari
sini anak mengembangkan perilaku bullying.

8
Universitas Sumatera Utara

b) Sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak
sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka
untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan
pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada
siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota
sekolah.
c) Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar
rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak

melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk
dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan
perilaku tersebut
2.1.3. Jenis-jenis Bullying
Levianti (2008) menyatakan bahwa bentuk-bentuk bullying yaitu:
a. Kontak fisik langsung
Merupakan gangguan berupa serangan secara fisik yang dilakukan oleh pelaku
pada korban atau sasarannya dimana terlibat kontak langsung. Tindakan ini dapat
berupa memukul, mendorong, menendang, dan lainnya yang berupa kekerasan.

9
Universitas Sumatera Utara

b. Kontak verbal langsung
Merupakan serangan berupa kata-kata yang dilisankan langsung dari pelaku
kepada korban. Tindakan itu dapat berupa ancaman, ejekan, mempermalukan,
menggertak, menyebarkan gosib, sikap negatif terhadap guru, dan memaki.
Antara anak laki-laki dengan perempuan memiliki suatu perbedaan dalam hal
tindakan bullying yang dilakukan. Anak laki-laki umumnya menggunakan katakata kasar, suka menggoda, mengolok-olok teman dan lainnya. Pada anak
perempuan biasanya menjadi pencemburu, egois, pemarah, dam bisa juga

melampiaskannya dengan membanting barang atau benda-benda lainnya.
c. Perilaku non-verbal langsung
Perilaku ini ditunjukkan melalui gerakan tubuh pelaku bullying yang biasa
dikenal dengan bahasa tubuh, yang diperlihtkan secara langsung kepada sasaran
atau korbannya. Anak-anak biasanya melakukan hal seperti pandangan sinis,
menunjukkan pandangan yang merendahkan, memelototi, mangabaikan lawan
bicara, mengalihkan pandagan, dan gerakan-gerakan tubuh yang menghina orang
lain.
d. Perilaku non-verbal tidak langsung
Perilaku ini tidak melibatkan kontak langsung antara pelaku bullying dengan
korban. Perilaku yang dilakukan seperti mendiamkan seseorang, berbuat curang
pada orang lain atau sahabat yang menyebabkan keretakan persahabatan, dengan
sengaja mengucilkan teman, menghasut teman yang lain,yang akan membuat
temannya sendiri merasa tidak nyaman, gelisah, terancam, dan ketakutan.

10
Universitas Sumatera Utara

e. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap

perempuan. Pelecehan seksual dilakukan secara fisik atau lisan menggunakan
ejekan atau kata-kata yang tidak sopan untuk menunjukkan pada sekitar hal yang
sensitif pada seksual. Secara fisik pelecehan seksual bisa dilakukan dengan
sengaja memegang wilayah-wilayah sekitar seksual lawan jenis. Pada tindak
kekerasan seksual bisa juga terjadi dalam bentuk penghinaan-penghinaan
2.1.4.Dampak Bullying
Menurut Juwita (2007), siswa korban bullying akan mengalami
permasalahan kesulitan dalam membina hubungan interpersonal dengan orang
lain dan dan jarang datang ke sekolah. Akibatnya, mereka (korban bulying)
ketinggalan pelajaran dan sulit berkonsentrasi dalam belajar sehingga hal tersebut
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
Beberapa hal yang bisa menjadi indikasi awal bahwa anak mungkin
mengalami bullying di sekolah yaitu: kesulitan untuk tidur,luka lecet, mengeluh
sakit kepala atau perut,tidak nafsu makan dan muntah-muntah, takut pergi ke
sekolah (bolos),seing pergi ke UKS, menangis sebelum atau sesudah sekolah,
tidak berminat pada aktivitas sosial yang melibatkan murid lain, harga diri rendah,
ingin di jemput orang tua pulang sekolah, perubahan drastis pada sikap, cara
berpakaian dan kebiasaan


11
Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Karakter Pelaku Bullying
Dalam setiap aksi kekerasan tentu saja terdapat pelaku aksi kekerarasan
serta korban aksi kekerasan. Dimana keduanya memiliki karakteristik tersendiri
yang dapat diamati. Pelaku bullying biasanya anak-anak yang secara fisiknya
berukuran besar dan kuat. Tidak menutup kemungkinan apabila pelaku bullying
memiliki ukuran tubuh yang kecil atau sedang dengan dominasi kekuatan serta
kekuasaan ynag besar di kalangan teman-temannya. Pelaku bullying juga
memiliki tempramen yang tinngi. Mereka akan melakukan bullying terhadap
temannya sebagai wujud kekecewaan, bahkan kekesalan mereka (Sejiwa, 2008).
Ciri pelaku bullying abtara lain menurut Astuti (2008) yaitu: hidup
berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah, menempatkan diri
di tempat tetentu,di sekolah/sekitarnya, merupakan tokoh populer di sekolah,
gerak-geriknya sering kali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja
menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/melecehkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik pelaku bullying antara lain;
memiliki kekuatan dan kekuasaan yang lebih diantara teman-temannya,
mendominasi, temperamen tinngi, kurangnya rasa empati, serta susah mengikuti

aturan.
2.1.6. Karakter Korban Bullying
Menurut Dake (2003), korban bullying merasa kesepian, memiliki harga
diri yang rendah, cemas, kurang populer daripada anak-anak lain, susah dalam
menjalin hubungan pertemanan sehinnga cenderung menghabiskan waktu
ssendirian. Selain itu, korban bullying memiliki orang tua yang kurang sentitif dan

12
Universitas Sumatera Utara

kurang mendukug si anak, orang tua sering terlibat dalam kegiatan sekolah si
anak, sehingga menjadikan anak yang penurut dan cenderung tidak dapat
mengambil sikap atau bahkan orng tua yang bersikap kepada anak.
Anak-anak yang menjadi korban bullying juga biasanya lebih sentitif, hatihati dan merasa cemas. Mereka akan menarik diri untuk menghindri sebuah
bentrokan atau perkelahian dengan temannya, dan ketika berhadapan dengan
sebuah konflik mereka akan dilingkupi rasa takut.
2.2. Pengetahuan
2.2.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental
yang menggambarkan objek dengan tepat merepresentasikannya dalam aksi yang

dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman, 1998 dalam Kusrini, 2006).
Pengetahuan sering disebut dengan kebenaran ilmiah, atau scientifict truth
(Kursini,2006). Pengetahuan adalah pembelajaran fakta atau informasi baru dan
mampu mengingatnya (Potter,2009:204).
Sementara menurut Notoatmojo melalui Wawan (2011), pengetahuan
merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca
indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan
sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

13
Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan adalah mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya,
(fakta, konsep, teori), mengetahui istilah-istilah umum, fakta-fakta khusus,
metode-metode dan prosedur, konsep-konsep dasar, serta prinsip (Susilo,
2011:69).
Pada umumnya, pengetahuan sendiri dipengaruhioleh faktor pendidikan

formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, yang
diharapkan bahwa dengan pedidikan yang tinggi maka orang tersebut akan
semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti
seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini
mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak dipengaruhi oleh
pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non
formal pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek
yaitu aspek positif dan aspek ngatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap
seseorang. Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan
menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek tertentu.
Menurut teori WHO yang dikutip oleh Notoatmojo (2007), salah satu
bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman sendiri.
Dari beberapa pengertian pengetahuan diatas, dapat diambil titik temu ,
bahwa ranah kognitif atau ranah pengetahuan adalah ranah yang mencakup
kegiatan mental(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas
otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berpikir, termasuk didalamnya emampuan menghafal, memahami,

14
Universitas Sumatera Utara

mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi
(Notoatmojo, 2010).
2.2.2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (oventbehavior). Dari pengalaman dan
penelitianternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
(abadi/berlangsung lama sekali) daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut Wawan, A (2010) pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkat, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/Ingatan (Knowledge)
Knowledge adalah kemapuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali
(recall) atau mengenali kembali nama, istilah, ide, rumus, dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau
ingatan merupakan proses berfikir yang paling rendah.
2. Pemahaman (Comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatau
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentag sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang
peserta didik diakatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberikan uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan

kata-katanya

sendiri.

Pemahaman

merupakan

jenjang

kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinngi dari ingatan atau hafalan.

15
Universitas Sumatera Utara

3. Penerapan (Application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
4. Analisis (Analysis)
Adalah kemampuan seeorang untuk merinci atau mengguraikan suatu bahan
atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami
hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan yang
lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang
aplikasi.
5. Sintesis (Syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir
analisis. Sintesis merupakan suatu proses memadukaan bagian-bagian atau
unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu yang berstruktur
atau berbntuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi
daripada jenjang analisis.
6. Penilaian/Penghargaan/Evaluasi (Evaluation)
Adalah merupakan jenjang berfikir paling tinngi dalam ranah kognitif dala
taksonomi Bloom. Penilain/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang
untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan
jika seseoarang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu
memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria
yang ada.

16
Universitas Sumatera Utara

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai
pada kemampuan memecahkan masalah yang menutut seseorang untuk
menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau
prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian
aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan
mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai tingkat yang paling
tinngi yaitu evaluasi.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Beberpa faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai
keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat
informasi misalnya hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Dikutip dari Notoatmojo (2003), pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan
pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah menerima informasi.

17
Universitas Sumatera Utara

b. Pekerjaan
Menurut Thomas (1993 dalam Wawan, A & Dewi (2010),

pekejaan

adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menjelang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja
umumnya meupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibi-ibu
akan mempuyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
c. Umur
Menurut Elisabeth BH (1995 dalam Wawan, A & Dewi (2010), usia
adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Sedangkan menurut Hurclok (2004) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih dewasa
dipercayai dari orang yang beum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai
dari pengalaman dan kematangan jiwa.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan
Menurut Ann. Mariner (1989 dalam Wawan, A & Dewi 2010), lingkungan
merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya
yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.

18
Universitas Sumatera Utara

b. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi (Wawan, A & Dewi, 2010).
2.2.4. Cara Memperoleh Pengetahuan
1. Cara Kuno untuk Memperoleh Pengetahuan
a. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara ini diperoleh sebelum kebudayaaan, bahkan mungkin belum ada
peradaban. Cara coba salah ini menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka
dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat
dipecahkan.
b. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Cara ini berupa pimpinan-pimpinan masyarakaat baik formal attaua non
formal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan berbagai prinsip orang
lain yang menerima yang dikemukakan orang yang mempunyai
otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenaran
baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Cara ini digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi di masa lalu.

19
Universitas Sumatera Utara

2. Cara Modern untuk Memperoleh Pengetahuan
Metode ini penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metode penelitian.
Mula-mula dikembangkan Francis Bacon (1561-1626), kemudian di
kembangkan oleh Deoblod Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk
melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

20
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

5 21 74

KARAKTERISTIK PENDUDUK MIGRAN DI KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA.

0 1 24

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Batita di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 18

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Batita di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Batita di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 6

Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 10

Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 2

Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 5

Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 2

Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 24