Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR
YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN
EKOSISTEMNYA

A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Satwa Liar yang
Dilindungi
Kegiatan perdagangan terhadap satwa liar yang dilindungi tidak terlepas
dari adanya faktor yang mempengaruhi pelaku tindak pidana melakukan kegiatan
tersebut, beberapa faktor yang penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan
satwa liar yang dilindungi adalah sebagai berikut ;
1. Faktor Ekonomi
Di Asia Tenggara banyak spesis satwa liar yang diburu sehingga
mengakibatkan satwa tersebut hampir punah. perburuan yang dilakukan para
pelaku kejahatan terhadap satwa tersebut di dorong oleh adanya permintaan pasar
untuk mengkonsumsi daging satwa liar tersebut. Akses pasar adalah faktor kunci
dalam mendapatkan nilai ekonomi dari produk-produk satwa liar, termasuk
daging satwa liar tersebut. Pendapatan dari perburuan dan perdagangan satwa liar
ini, meskipun banyak diabaikan dalam statistik perdagangan nasional resmi

dipercaya memainkan peran penting dalam ekonomi di banyak negara. 30 Salah
satu sumber permintaan utama produk satwa liar adalah industri pengobatan
tradisional Tiongkok. Praktik ini berakar dari 3.000 tahun silam. Namun

30

http://tatavetblog.blogspot.co.id/2013/03/daging-satwa-liar-faktor-budaya-sosio.html
diakses pada 8 Oktober 2016 pukul 08.00 Wib

Universitas Sumatera Utara

popularitasnya meningkat beberapa tahun terakhir seiring dengan perbaikan
tingkat ekonomi yang dialami oleh Tiongkok dan negara-negara yang
memanfaatkan pengobatan Tiongkok. Namun demikian sumber permintaan lain
juga mendorong perdagangan satwa atau bagian-bagian tubuh satwa untuk
dimanfaatkan sebagai satwa peliharaan, pernak-pernik, cendera mata. 31
2. Maraknya Komunitas Pecinta Satwa
Bermunculan komunitas satwa di berbagai daerah di Indonesia yang
mengatasnamakan penyelamatan menjadi pemicu tingginya angka perburuan di
Indonesia. Komunitas satwa tersebu memberikan kesempatan kepada para pecinta

satwa untuk menjadi anggota, misal komunitas para pecinta elang. Keanggotaan
komunitas tersebut mewajibkan setiap anggotanya untuk memiliki minimal satu
ekor jenis satwa, maka dapat dibayangkan beberapa ekor satwa liar yang
dilindungi yang ada dalam komunitas tersebut. Di komunitas tersebut kerap kali
juga ditemukan satwa liar dilindungi hasil perburuan yang langsung diambil dari
alam, kemudian dibesarkan oleh komunitas tersebut agar dapat dilatih untuk
melakukan atraksi satwa. 32
Maraknya komunitas-komunitas yang mengaku sebagai pecinta satwa
kebanyakan adalah mereka yang dari kalangan orang muda seperti pelajar SMA
(Sekolah Menengah Atas) dan Mahasiswa. Telah terjadi perubahan kolektor satwa
cenderung usia 40 tahun keatas, orang tua atau pensiunan karena mereka tidak
31

https://www.google.co.id/#q=faktor+ekonomi+sebagai+faktor+perdagangan+satwa,
Proyek Perubahan Untuk Keadilan (Changes For Justice) Kejahatan Terhadap Satwa Liar Di
Indonesia : Penilaian Cepat Terhadap Pengetahuan, Tren, dan Prioritas Saat ini, diakses pada 8
Oktober 2016
32
Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, Panduan Penanganan Perkara Terkait Satwa Liar, Jakarta : Kejaksaan Agung RI,

2014, hal.48.

Universitas Sumatera Utara

mempunyai aktivitas. Pada kenyataannya fenomena dewasa ini menunjukkan
bahwa banyak anak muda dengan bangganya membawa satwa liar dilindungi
seperti kukang ke tempat-tempat umum atau tempat para komunitas tersebut
melakukan perkumpulan. 33 Masyarakat yang menyebut dirinya pecinta satwa liar
namun memelihara, justru tidak memahami aturan kepemilikan satwa tersebut.
Para pecinta satwa mengaku menangkarkan satwa yang dimilikinya, faktanya
satwa liar yang mereka miliki atau pelihara kebanyakan diperoleh dari pasar gelap
atau para pemburu saat satwa tersebut masih bayi. 34
3. Pemanfaatan Satwa Liar Mengatasnamakan Adat Isriadat atau
Upacara Kegamaan
Menyediakan daging satwa liar dalam berbagai pesta atau upacara
seringkali menjadi bagian erat adat istiadat atau budaya masyarakat tertentu.
Contohnya dalah budaya dalam masyarakat Hindu Bali yang menggunakan
daging penyu

dalam upacara keagamaan. Penyu dengan berbagai jenisnya


termasuk dalam satwa liar yang dilindungi (CITES Appendix I). Ironisnya, kerap
kali alasan untuk upacara adat atau ritual keagamaan ditunggangi sebagai alasan
pembenar dalam memperdagangkan satwa penyu, karena sebenarnya sebagian
besar perdagangan penyu adalah untuk kepentingan komersil, bukan untuk
kepentingan adat atau agama. Fakta membuktikan bahwa penyu-penyu tersebut

33

http://www.mongabay.co.id/2015/01/29/miris-perdagangan-satwa-liar-online semakinmarak/ diakses pada 4 September 2016 pukul 20.03 Wib.
34
http://www.mongabay.co.id/2015/10/13/ratusan-jenis-burung-di-indonesia-bernasibterancam-punah-apa-penyebabnya/ diakses pada 4 September 2016 pukul 19.00 Wib.

Universitas Sumatera Utara

dimanfaatkan untuk sate penyu yang kemudian dijual bebas setiap hari di Benoa,
Denpasar, Serangan dan Gianyar. 35
4. Penggunaan

Satwa


sebagai

Salah

Satu

Bahan

Obat-Obatan

Tradisional
Bagian-bagian tubuh satwa liar dipercaya oleh sebagian masyarakat
memiliki khasiat-khasiat tertent. Contohnya adalah Beruang Madu, menurut para
pembuat obat-obatan tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine, TCM)
empedu Beruang Madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dan
cakar Beruang Madu dapat menjadi obat kuat bagi kaum laki-laki. Contoh
selanjutnya adalah Trenggiling yang dipercaya dapat menyembuhkan banyak
penyakit, mulai dari sakit jantung, stroke, paru-paru hinga masalah kulit.
Penggunaan bagian-bagian tubuh satwa tersebut menyebakan angka perburuan di

habitat meningkat yang juga mempengaruhi tingkat perdagangannya. 36

B. Perbuatan Yang Termasuk Tindak Pidana Terhadap Satwa Liar Yang
Dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pada dasarnya tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan
yang padanya dilekatkan sanksi pidana. Dengan demikian, dilihat dari istilahnya,
hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana. 37 Para ahli

35

Ibid., hal.49.
Ibid., hal.50-51.
37
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2006, hal.15.
36

Universitas Sumatera Utara


hukum pidana Indonesia seperti

38

Komariah E. Sapardjaja mengatakan tindak

pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik,
melawan hukum dan si pelaku bersalah melaukan perbuatan itu. Di dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati tidak dijelaskan secara terperinci yang dimaksud dengan tindak pidana
terhadap satwa liar yang dilindungi.
Setelah mengetahui istilah tindak pidana dan pengertiannya, maka untuk
melihat apa itu tindak pidana perlu juga dipahami tentang unsur tindak pidana itu
sendiri. Pemahaman ini sangat penting karena akan diketahui apa isi dari
pengertian tindak pidana. Menurut

39

Lamintang secara umum unsur-unsur tindak


pidana dibedakan atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah
unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si
pelaku. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari si
pelaku itu harus dilakukan.
Rumusan mengenai perbuatan pidana yang dilarang dalam tindak pidana
perdagangan satwa liar yang dilindungi pada dasarnya mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya-upaya untuk pelestarian dan
perlindungan satwa-satwa liar yang dilindungi yaitu Undang-Undang nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
yaitu dalam ketentuan ;

38

Ibid., hal.26.
Fuat Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Malang : UMM Press, 2004, hal.33.

39

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1
Tindak Pidana Satwa yang Dilindungi
Terkait Langsung Dengan
Satwa
- Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi dan Sumber Daya
Alam
Hayati
dan
Ekosistemnya 40
(2) Setiap orang dilarang untuk ;
a. Menangkap,
melukai,
membunuh,
menyimpan,
memiliki,
memelihara,
mengangkut,

dan
memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan
hidup;
b. Menyimpan,
memiliki,
memelihara,
mengangkut,
dan memperniagakan satwa
yang
dilindungi
dalam
keadaan mati;
c. Mengeluarkan satwa yang
dilindungi dari suatu tempat
di Indonesia ke tempat lain
di dalam atau di luar
Indonesia;
d. Memperniagakan,
menyimpan atau memiliki

kulit, tubuh, atau bagianbagian lain satwa yang
dilindungi atau barangbarang yang dibuat dari
bagian-bagian tersebut atau
mengeluarkannya dari suatu
tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia;
e. Mengambil,
merusak,
memusnahkan,

Terkait Dengan Ekosistem atau
Habitat Satwa
- Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi dan
Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya 41;
(1) Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan keutuhan kawasan suaka
alam.
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi dan
Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
(1) Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan zona inti
taman nasional.
(2) Perubahan terhadap keutuhan zona
inti taman nasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi
mengurangi, menghilangkan fungsi
dan luas zona inti taman nasional,
serta menambah jenis tumbuhan dan
satwa lain yang tidak asli.
(3) Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan
fungsi zona pemanfaatan dan zona
lain dari taman nasional, taman hutan
raya, dan taman wisata alam.
-

40

Ibid., hal.290.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peraturan Perundang-Undangan
Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta : Kementerian LHK, 2015,,
hal.289.
41

Universitas Sumatera Utara

memperniagakan,
menyimpan atau memiliki
telur dan/atau sarang satwa
yang dilindungi.

Dari tabel 1 diatas dijelaskan bahwa yang menjadi Objek tindak pidana
yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah Satwa Liar yang
dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis
Pengawetan Satwa dan Tumbuhan. Jenis kejahatan yang dimuat di dalam undangundang tersebut adalah kejahatan terhadap satwa liar itu sendiri dan kejahatan
terhadap habitat satwa liar tersebut. Tindak pidana terhadap satwa yang dilindungi
itu sendiri dimuat di dalam Pasal 21 ayat (2) yang mempunyai unsur-unsur delik
antara lain ;
1. Menangkap, melukai membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan
hidup.

Secara

jelas

telah

diuraikan

kepemilikan,

memusnahkan,

pemeliharaan, pengangkutan, dan perdagangan terhadap satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup merupakan suatu tindak pidana kejahatan.
2. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan
satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Tidak hanya memperniagakan
satwa dalam keadaan hidup yang merupakan kejahatan terdahap satwa
yang dilindungi tetapi juga meliputi perdagangan terhadap satwa yang
dilndungi dalam keadaan mati.

Universitas Sumatera Utara

3. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana tersebut
merupakan tindak pidana yang dilakukan para pelaku baik ekspor impor
maupun perdagangan satwa yang dilindungi di wilayah yurisdiksi Inonesia
sendiri.
4. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagianbagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari
bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana ini
merupakan kejahatan perdagangan bagian-bagian tubuh satwa yang
dilindungi. Sehingga jelas bahwa seluruh bagian tubuh atau anggota tubuh
dari satwa yang dilindungi tersebut tidak dapat dimiliki, diperdagangkan,
disimpan, atau dikeluarkan dari suatu tempat di Indonesia atau ke luar
Indonesia.
5. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau
memiliki telur dan mengambil atau sarang satwa yang dilindungi. Tindak
pidana ini terkait dengan melakukan pengambilan, pemusnahan, kegiatan
menimpan atau memiliki telur atau sarang satwa yang dilindungi. Seperti
mengambil atau memperniagakan telur penyu.
Larangan pada Pasal 21 ayat (2) di atas tidak berlaku untuk keperluan
penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis satwa. Termasuk
dalam penyelamatan adalah pemberian atau penukaran jenis satwa kepada pihak
lain di luar negeri dengan izin pemerintah. Sedangkan tindak pidana yang

Universitas Sumatera Utara

ditujukan terhadap habitat satwa yang dilindungi tercantum di dalam Pasal 19 dan
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada Pasal 19 dan Pasal 33 tindak pidana yang
dilarang adalah perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya,
perburuan satwa yang berada dalam kawasan dan memasukkan jenis-jenis satwa
yang bukan asli dari suatu kawasan yang ada di Indonesia sehingga berakibat
terjadinya perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam itu sendiri.
Subjek tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tersebut sebagaimana disebutkan di atas hanya ditujukan kepada orang perorangan
atau manusia. Hal itu terlihat pada ketentuan pidananya yang hanya menyebutkan
“setiap orang” di dalam pasal tersebut di atas. Namun melihat perkembangan
sekarang ini para pelaku tindak pidana terhadap satwa liar yang dilindungi juga
telah berkembang, antara lain diakukan juga oleh badan hukum. Hal tersebut
menunjukkan kelemahan dari undang-undang tersebut yang tidak mampu lagi
mengikuti perkembangan peristiwa hukum yang terjadi di tengah masyarakat.
Pelaku yang terdapat dalam ketentuan pasal 21 ayat (2) tersebut di atas
antara lain :
a. Pemilik satwa langka yang dilindungi
b. Pedagang satwa langka yang dilindungi
c. Eksportir (Individu) satwa langka yang dilindungi
d. Importir (Individu) Satwa langka yang dilindungi

Universitas Sumatera Utara

C. Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi Sebagai Salah Satu Tindak
Pidana Terhadap satwa Liar Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya
1. Modus

Operandi

Tindak

Pidana

yang

Dilakukan

Pelaku

Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi
Modus oprandi tindak pidana terkait satwa liar merupakan cara atau
metode yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana perdaganagn satwa liar
yang dilindungi melakukan kejahatan, termasuk upaya mengelabui aparat penegak
hukum dalam meloloskan perdagangan satwa liar yang dilindungi 42.
a. Jual beli Online (e-comemerce) dan media sosial
Perdagangan satwa liar berkembang mengikuti tren pada saat ini. Modus
lain yang patut diwaspadai terkait perdagangan satwa liar adalah media online
berbasis internet. Bahkan sistem jual beli putus juga dipakai untuk menyulitkan
petugas Kepolisian maupun Balai Konservasi Sumber Daya Alam. 43 Pola
perdagangan tidak melulu dilakukan melalui proses jual beli konvensional, kini
perdagangan satwa juga memanfaatkan dunia maya. Sejumlah situs internet
dijadikan tempat berdagang satwa liar. Modus jual beli seperti ini disukai oleh
para penjual karena mereka dapat lebih mudah memasarkan satwa, daya jangkau
konsumen yang luas dan memungkinkan tertangkap yang lebih sulit. Komunikasi
para penjual dan calon pembeli dilakukan melalui sarana telekomunikasi, seperti
telepon, pesan singkat (SMS), Blackberry Mesengger (BBM), chat di meda sosial
42

Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia,
Op. Cit., hal.47.
43
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/03/160304_majalah_perdagangan_satwa_
facebook diakses 30 sept 2016 pukul 09.28 wib

Universitas Sumatera Utara

seperti Facebook. Setelah persetujuan antara penjual dan pembeli terjadi,
pembayaran dilakukan dengan sistem transfer perbankan atau pembayaran lunas
pada saat barang diantar. Barang (keseluruhan ataupun sebagian dari satwa) akan
dikirimkan melalui kurir, atau pengiriman dilakukan ke alamat pembeli melalui
jasa ekspedisi yang sering tersedia di sarana transportasi umum seperti bis malam
antar provinsi. 44Adanya internet membuat para pedagang dapat meminimalkan
pengeluaran mereka dalam menjual satwa.mereka dapat berjualan dari rumah dab
berhubungan dengan calon pembeli lewat internet. Internet jugalah yang
sebenarnya terlibat dalam mempromosikan satwa liar segingga semakin banyak
orang yang tertarik untuk membeli, contohnya seperti ketika ada seseorang yang
mengunggah video kukangnya yang lucu di channel Youtube. 45 Perdagangan
satwa liar yang berstatus langka kini semakin mengkhawatirkan dalam beberapa
tahun terakhir. Diduga, satwa-satwa yang berstatus endemik dari berbagai pulau
di Indonesia kini sudah semakin mudah menyebar ke berbagai negara seluruh
dunia. Penyebaran satwa liar tersebut terjadi melalui jaringan sosial media yang
semakin masif perkembangannya dalam 10 tahun terakhir ini. Fakta tersebut kini
sudah semakin mengkhawatirkan, karena kekuatan sosial media dewasa ini sudah
diakui sangat besar oleh semua kalangan di dunia. 46
Dalam perdagangan online satwa liar biasanya para pelaku membuat grup
komunikasi pedagang dalam sosial media seperti Facebook dilengkapi dengan
44

Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, Op. Cit., hal.52.
45
http://www.academia.edu/22077787/MASALAH_PERDAGANGAN_DAN_PENYEL
UNDUPAN_SATWA_LIAR_SECARA_ILEGAL_DARI_TINJAUAN_EKONOMI
diakses
tanggal 6 September 2016 pukul 06.41 Wib
46
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/06/perdagangan-satwa-liar-semakinmengkhawatirkan diakses 30 sept 2016 pukul 09.31 Wib

Universitas Sumatera Utara

sarana transaksi bersama atau sering disebut rekber (rekening bersama) supaya
lebih aman. Cara kerjanya rekber menjadi pihak ketiga dalam tranksaksi,
menjembatani pedagang dan pembeli. Kala pedagang dan pembeli sepakat,
pembeli mengirimkan uang kepada rekber dan penjual mengirimkan satwa kepada
pembeli. Jika pembeli sudah menerima satwa dan sesuai spesifikasi, pembeli akan
melakukan konfirmasi kepada rekber. Rekber akan melakukan pengiriman kepada
rekening penjual. Dalam grup pedagang online ini biasa ada jasa pengiriman
satwa khusus. 47 Sejak Tahun 2011-2015 telah terindentifikasi 52 kasus
perdagangan secara online. 48
b. Menggunakan Kurir Lanjut Usia dan Anak-anak
Perdagangan satwa liar, baik yang dilakukan melalui e-commerce atau
perdagangan konvensional menggunakan jasa kurir untuk mengantarkan satwa
yang diperjualbelikan ke tangan pembelinya. Untuk mengecoh dan menimbulkan
rasa iba, seringkali penjual menggunakan jasa kurir yang sudah lanjut usia atau
anak-anak untuk mengantar satwa liar dilindungi. Kurir yang sudah lanjut usia
atau anak-anak untuk mengantarkan barang tersebut kepada si pembeli di suatu
tempat dengan memberikan upah secukupnya. 49

47

http://www.mongabay.co.id/tag/perdagangan-satwa/ diakses pada 4 September 2016
pukul 18.40 Wib
48
Wild Crime Unit-Wildlife Conservation Society Indonesia Program, Data Kasus
Kejahatan atas Satwa, 2015.
49
Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, Op. Cit., hal.53.

Universitas Sumatera Utara

c. Pemalsuan jenis satwa dalam dokumen SATSDN/LN (Surat Angkut
Tumbuhan/ Satwa Dalam Negeri atau Luar Negeri)
Modus yang biasa terjadi adalah adanya perbedaan antara jenis satwa yang
tertulis dalam dokumen dengan jenis satwa yang diangkut. Biasanya jenis satwa
yang tertulis adalah jenis satwa yang tidak dlindungi dan satwa yang diangkut
adalah jenis satwa yang dilindungi. Berikut adalah gambar pemberitaan di media
terkait modus pemalsuan surat angkut. 50 Seperti yang terjadi di Tanjung Perak
Surabaya, Petugas Direktorat Jenderal Bea Cukai menggalkan penyelundupan tiga
kontainer berisi tanaman dan satwa liar yang dilindungi. Tiga kontainer itu berisi
Tanduk Rusa asal Papua (Cervus Timorensis) sebanyak 200 Kg tersimpan dalam
5 karton seberat masing-masing 40 kg. Tanduk rusa itu disembunyikan bercampur
dengan 234 karung berisi daun cincau kering. Modus dilakukan dengan dengan
menggunakan dokumen Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri
(SATS-LN) yang tidak sesuai dengan peruntukan. Serta tidak memberitahukan
jenis barang sebenarnya dimana dalam dokumen pengiriman hanya tertulis daun
cincau kering. 51
d. Mencampurkan dengan Spesies Yang Mirip
Agar satwa liar yang diperdagangkan dapat dikirimkan pada sang pembeli,
seringkali pelaku mencampurkan spesies yang mirip antar spesies yang mirip
antara spesies yang dilindungi dengan yang tidak dilindungi. Contonhya adalah
jual beli daging Trenggiling. Dimana yang sudah dibersihkan dan dikemas
bersama-sama dengan daging ikan dengan tujuan untuk mengelabui pemeriksa
50

Ibid., hal.54.
http://microsite.viva.co.id/print_detail/printing/97698-penyelundupan-tanduk-rusaberkedok-cincau diakses pada 3 September 2016 pukul 15.30 Wib
51

Universitas Sumatera Utara

barang dan Bea Cukai. Modus ini juga sering digunakan padajenis burung,
biasanya si penjual mencampur antar jenis burung yang dilindungi didalam
sangkar burung bersama-sama jenis burung yang tidak dilindungi. 52
e. Keterlibatan Lembaga Konsevasi/Penangkaran
Lembaga konservasi atau penagkaran merupakan institusi yang memiliki
kewenangan untuk melakukan konservasi, mengembangbiakkan dan/atau
menyelamatkan dengan tetap mempertahankan kemurnian jenis satwa. Namun
sayangnya, institusi ini justru diduga memperjualbelikan satwa liar dilindungi
yang berada dibawah penguasaannya. Di Lembaga Konservasi, biasanya satwa
yang diperjual belikan adalah satwa yang baru lahir, bayi satwa tersebut
dilaporkan mati, atau tidak melaporkan jumlah bayi satwa yang sebenarnya, bayi
satwa tersebut diperjual belikan. Sedangkan di Lembaga Penagkaran Satwa,
biasanya dalam hal penyediaan induk satwa yang akan dikembangbiakkan, asal
induk penangkaran tidak diperoleh melalui prosedur resmi. Selain itu mereka juga
melakukan klaim sebagai hasil penangakaran padahal satwa tersebut diambil
langsung dari habitatnya. 53
f. Dengan Menggunakan Ambulance
Modus yang terbaru yang digunakan para pelaku perdagangan satwa liar
yang dilindungi adalah dengan menggunakan ambulance sebagai transportasi
pengiriman satwa. Ambulance dipilih karena aman dan kecilnya kemungkinan
dilakukannya pemeriksaan oleh aparat penegak hukum. Kasus ini telah terjadi di
Jawa Timur, bahkan pengiriman satwa ke Tanjung Perak, Surabaya, Malang, dan
52

Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, Op. Cit., hal.57.
53
Ibid, hal.59.

Universitas Sumatera Utara

Probolinggo. Ambulance dengan sangat mudah akan membantu pelaku
pengiriman satwa liar yang dilindungi karena sesuai Pasal 134 dan Pasal 135
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai prioritas dan hak kedaraan
gawat darurat saat lalu lintas. Sehingga apabila satwa liar yang dilindungi
diangkut menggunakan ambulance kecil kemungkinan akan diberhentikan oleh
petugas pengatur lalu lintas. 54
g. Modus dengan menggunakan bus antar kota
Para

pelaku

biasanya

melakukan

penyelundupan

satwa

dengan

memasukkan satwa-satwa tersebut kedalam kardus. 55Satwa-satwa tersebu
disembunyikan di dalam bagasi mobil dengan menggunakan kendaraan umum
yang disamarkan, diangkut dengan bus eksekutif. Satu dus atau dalam satu
kemasan bisa memuat 80 ekor satwa burung yang dilindungi. Satu kendaraan bisa
mengangkut lebih dari 1.000 satwa liar yang dilindungi. 56 Para pelaku dalam
mengelabui petugas juga

57

sering melakukan bius terhadap satwa-satwa tersebut

supaya tidak terdengar suaranya oleh para petugas ketika dilakukan pemeriksaan.

54

http://www.mongabay.co.id/2016/04/13/modus-baru-perdagangan-satwa-liar-pakaiambulance-agar-aman-melenggang/ diakses pada 4 September 2016 pukul 08.12 Wib
55
https://m.tempo.co/read/news/2014/03/15/206562528/ini-modus-baru-penyelundupansatwa-liar diakses pada 9 Oktober 2016 pukul 12.25 Wib
56
http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=&idBerita=3624 diakses
pada 9 Oktober 2016 pukl 13.09 Wib
57
http://www.siwalimanews.com/post/hentikan_perdagangan_satwa_liar diakses pada 8
Oktober 2016 pukul 09.06 Wib

Universitas Sumatera Utara

2. Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi merupakan Tindak Pidana
menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Perdagangan satwa liar adalah kegiatan penjualan dan tukar-menukar
satwa liar oleh manusia. Satwa liar yang diperdagangkan dapat dalam keadaan
hidup atau mati, berbentuk utuh, bagian-bagian tertentu, atau dalam bentuk
barang-barang yang dibuat dari bagian tubuh satwa. Kegiatan ini merupakan
aktivitas ekonomi yang dilakukan dalam skal lokal, nasionla maupun internsional.
Biasanya satwa liar yang diperdagangkan digunakan sebagai cinderamata, hiasan,
obat tradisional cina, hewan peliharaan dan akuarium, makanan, riset biomedis
dan pembuatan vaksin, pelengkap bahan industri, salah satu bahan ritual
agama/kepercayaan atau tradisi, dan pakaian.
Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
bahwa semua perbuatan diatas merupaka perbuatan pidana yang dilarang dalam
undang-undang tersebut. Sebagaimana tercantum dalam pasal 21 ayat (2)yang
telah disebutkan di atas.
Dari ketentuan diatas juga menjelaskan bahwa kejahatan terhadap satwa
liar yang dilindungi baik menangkap, melukai, memperdagangkan satwa liar
dalam keadaan hidup ataupun mati meskipun dilakukan masyarakat secara turun
temurun tetap dikategorikan sebagai kejahatan. Karena di dalam pasal tersebut
berlaku bagi setiap orang.

Universitas Sumatera Utara

Konsekuensi hukuman atas tindak pidana sesuai pasal tersebut adalah
sama, sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat (2), yaitu 58 :
“Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat 21 ayat (2) serta
Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah”.
Melihat rumusan pidana Undang-Undang tersebut diatas, terlihat bahwa
konsep pemidanaan yang dianut oleh undang-undang tersebut adalah teori
pembalasan. Teori absolut berpendapat bahwa bahwa hukuman adalah suatu
pembalasan, sehingga penjatuhan hukuman merupakan konsekuensi logis dari
suatu kejahatan. 59 Jenis sanksi yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tersebut adalah berupa pidana penjara dan pidana denda, pidana
kurungan dan pidana denda, ditambah penyitaan terhadap keseluruhan benda yang
diperoleh dan semua alat atau benda yang dipergunakan untu melakukan
perbuatan pidana, dengan pernyataan dirampas untuk negara.

58

Ibid., hal.172.
Raynaldo Sembiring dan Wenni Adzkia, Memberantas Kejahatan Atas Satwa Liar :
Refleksi Atas Penegakan Hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Jurnal Hukum
Lingkungan Indonesia. Vol. 02 Issue 02, (2015), hal.57.
59

Universitas Sumatera Utara

D. PertanggungJawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana dan Sanksi Pidana
Perdagangan Satwa Liar yang dilindungi menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Dalam menjelaskan arti kesalahan, kemampuan bertanggung jawab
dengan singkat diterangkan sebagai keadaan batin orang yang normal, yang sehat.
Dalam KUHP tidak dak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung
jawab. Menurut para ahli bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab
harus ada :
(1) Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan
yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum,
(2) Kemampuan untuk menentukan kehendak menurut keinsafan tentang baik
dan buruknya perbuatan. 60
Bertanggung jawab atas suatu tindak pidana berarti bahwa yang
bersangkutan secara sah dapat dikenakan pidana karena tindakan yang dilakukan
nya itu. Suatu tindak pidana dapat dikenakan secara sah apabila untuk tindakan
tersebut telah ada aturannya dalam suatu undang-undang, dan undang-undang itu
berlaku atas tindakan yang telah dilakukannya. 61
Ada tiga macam sistem pertanggung jawaban pidana yang dapat
dikategorikan sebagai pertanggung jawaban secara pidana : 62

60

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, hal.178-179.
Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta : Djambatan, 2007, hal.170.
62
Ibid., hal.171.

61

Universitas Sumatera Utara

a. Rumusan yang menyebutkan, bahwa yang dapat melakukan tindak
pidana dan yang dapat dipertanggung jawabkan adalah orang.
b. Rumusan yang menyebutkan bahwa yang dapat melakukan tindak
pidana adalah orang dan/atau badan hukum, artinya ialah apabila yang
melakukan tindak pidana itu adalah badan hukum
c. Rumusan yang menyebutkan bahwa yang melakukan tindak pidana
adalah badan hukum sendiri, artinya badan hukum itu sendiri yang
harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Di dalam ketentuan Pasal 55 KUHP secara eksplisit menentukan siapa
yang disebut sebagai pelaku, yaitu : 63
a. Orang yang melakukan (dader) sendiri, yaitu adalah orang yang
melakukan sendiri suatu tindak pidana. Sedangkan pelakunya adalah
tunggal. Dalam tindak pidana yang pelakukanya tunggal orang yang
melakukan adalah setiap orang yang memenuhi semua unsur dari yang
terdapat dalam perumusan delik.
b. Orang yang menuruh melakukan (doen plegen), yaitu seseorang yang
berkehendak melakuka suatu tindak pidana, tetapi ia tidak melakukannya
sendiri dengan menyuruh orang lain untuk melakukannya.
c. Orang yang turut melakukan (medeplegen), yaitu beberapa orang yang
dengan kesadarannya sendiri melakukan suatu perbuatan pidana secara
bersama-sama.
d. Orang yang membujuk/menggunakan orang lain (vitlokhing), yaitu orang
yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan meyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, kesempatan sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan pidana.
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konsevasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang juga mengatur perlindungan
terhadap satwa liar bila dilihat dari sudut kesalahnnya membagi perbuatan pidana
terhadap satwa liar berdasarkan unsur kesalahan yaitu :

63

Fuat Usfa dan Tongat, Op. Cit. hal.116-117.

Universitas Sumatera Utara

a) Unsur Kesengajaan
-

Sengaja

melakukan

kegiatan

yang

dapat

mengakibatkan

perubahan-perubahan terhadap keutuhan suaka alam meliputi :
mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam
serta menambah jenis satwa lain yang tidak asli (Pasal 40 ayat (1)
Jo Pasal 19 ayat (1) dan (3) UU No. 5 Tahun 1990)
-

Sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan Zona inti Taman Nasional, serta menambah
jenis satwa lain yang tidka asli (Pasal 40 ayat (1) Jo Pasal 33 ayat
(1) dan (2) UU No. 5 Tahun 1990)

-

Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup

-

Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan mati

-

Sengaja mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia

-

Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh
atau bagian-bagian lain satwa tersebut atau mengeluarkannya dari
suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar
Indonesia (Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a, b, c dan d

Universitas Sumatera Utara

UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya)
-

Sengaja melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona
pemanfaatan sdan zona lain dari Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam (Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 33 ayat
(3) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya)

b) Bentuk Kelalaian
-

Karena kelalaiannya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut
pada Pasal 40 ayat (3) Jo Pasal 19 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,

-

Karena kelalaiannya melakukan pelanggaran sebagaiamana pada
Pasal 40 ayat (3) Jo Pasal 33 ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.

2. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan
Satwa Liar Yang Dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana satwa liar yang dilindungi
tercantum di dalam pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2
Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Satwa Liar Yang Dilindungi
Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Kejahatan Satwa

Pelanggaran Satwa

Pasal 40 ayat (1) “Barang siapa
dengan
sengaja
melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda
palingbanyak
Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah)”.
Pasal 40 ayat (2) “Barang siapa
dengan
sengaja
melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal
33 ayat (3) dipidana dengan pidana
paling lama 5 (lima) tahun dan
denda
paling
banyak
Rp.
100.000.00,00
(seratus
juta
rupiah)”.

Pasal 40 ayat (3) “Barang siapa
karena
karena
kelalaiannya
melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33
ayat (1) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
Pasal 40 ayat (4) “Barang siapa karena
kelalaiannya melakukan pelanggaran
terhadap
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 serta Pasal
33 ayat (3) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)”.

Didalam ketentuan pidana undang-undang tersebut, tindak pidana terhadap
satwa dibagi menjadi dua yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana
kelalaian. Tindak pidana kejahatan tercantum di dalam Pasal 40 ayat 1 dan (2),
sedangkan tindak pidana kelalaian tercantum di dalam Pasal 40 ayat (3) dan (4).
Pada ketentuan pidana undang-undang tersebut subjek tindak pidana adalah orang
perorangan. Kata “Barang siapa” di dalam undang-undang tersebut mengacu
kepada subjek hukum pidana yaitu hanya orang perorangan. Hal tersebut terlihat

Universitas Sumatera Utara

dari sanksi yang di berikan terhadap pelaku tindak pidana kejahatan satwa dan
pelaku tindak pidana kelalaian tersebut antara lain penggunaan sanksi pidana
pidana pokok (penjara, kurungan, dan denda). Pidana yang disebutkan dalam
ketentuan di atas juga hanyalah menyebutkan pidana maksimal. Sehingga
memungkinkan para pelaku tindak pidana tersebut mendapatkan pidana yang
ringan. Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) merupakan tindak pidana yang dilakukan
dengan sengaja, yang dimaksud “dengan sengaja”

64

(opzettelijk) adalah sama

dengan “willens en wetwn” (dikehendaki dan diketahui). Ini berarti pada waktu
melakukan perbuatan pelaku mengkehendaki perbuatan dan atau akibat dari
perbuatannya. Sedangkan pasal 40 ayat (3) dan ayat (4) adalah tindak pidana yang
dilakukan karena kelalaian.

65

Menurut H.B Vos, unsur yang tidak dapat

dilepaskan satu sama lain untuk membentuk kealpaan yaitu pelaku dapat menduga
(voorzienbaarheid) akan akibat dan pelaku tidak berhati-hati.
Berdasarkan ketentuan pidana dalam Pasal 40 tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa formulasi sanksi pidana/kebijakan penal dalam undangundang tersebut adalah :
a. Sanksi pidana dalam ketentuan undang-undang tersebut adalah single
tracksistem dimana hanya mengandung sanksi pidana saja, tanpa adanya
sanksi atau tindakan perbaikan lainnya.
b. Penggunaan sanksi pidana juga menyebut pidana pokok (penjara,
kurungan, dan denda) yang dikenakan dan adanya pidana tambahan berupa
perampasan tumbuhan maupun satwa langka tersebut untuk diserahkan
64

Frans Maramis, Op. Cit., hal.119.
Ibid., hal.125.

65

Universitas Sumatera Utara

kepada negara agar dilepas liarkan kehabitatnya semula. Dalam hal
penggunaan pidana pokoknya bersifat gabungan (penjara dan denda) yang
dijatuhan sekaligus terhadap masing-masing tindak pidananya
c. Penjatuhan sanksi pidana hanya dilakukan terhadap orang perorangan dan
tidak mencantumkan korporasi sebagai pelaku tindak pidana tersebut.
d.

Penjatuha sanksi pidana juga tidak menyebutkan pidana minimum khusus,
dan hanya pidana maksimum yang diancamkan.

e. Penjatuhan sanksi pidana di dalam undang-undang ini dirumuskan dengan
penyebutan kualifikasi deliknya yaitu kejahatan dan pelanggaran yang
tercantum dalam pasal 40 ayat (5).
Tujuan dari ketentuan Pidana di atas adalah cara untuk menciptakan efek
jera bagi para pelaku tindak pidana satwa. Efek jera ini diharapkan berlaku pula
bagi orang-orang yang berpotensi menjadi pelaku tindak kejahatan terhadap
satwa, sehingga mereka membatalkan niat dan kesempatan melakukan kegiatan
ilegal. Hal tersebut merupakan cara berpikir logis yaitu dengan menggunakan
ancaman hukuman berat sebagai cara untuk menimbulkan efek jera dari pelaku
yang terlibat di dalam tindak pidana kejahatan terhadap satwa. 66

66

Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, Op. Cit., hal.153-154.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA YANG DILINDUNGI (Studi Putusan Perkara No. 331/Pid.Sus/2011/PN.TK.)

2 15 53

Penerapan Diversi dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam (Analisis Kasus Putusan Perkara Nomor 15/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Tng)

1 6 95

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731/Pid.Sus/2015/PN.Medan dan Nomor 124/Pid.Sus/2016/PN.Mdn)

3 47 124

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 8

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 1

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 26

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi ( Studi Putusan Nomor 1731 Pid.Sus 2015 PN.Medan dan Nomor 124 Pid.Sus 2016 PN.Mdn)

0 0 3