Hubungan Efikasi Diri dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Program Studi Ners dalam Proses Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi di Fakultas Keperawatan USU

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efikasi Diri
2.1.1 Pengertian Efikasi Diri
Efikasi merupakan suatu penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan
yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai
dengan yang dipersyaratkan. Efikasi berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena
cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai),
sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri (Bandura 1986
dalam Alwilsol, 2009).
Efikasi

diri

didefinisikan

sebagai

pertimbangan

seseorang


tentang

kemampuan dirinya untuk mencapai tingkatan kinerja yang diinginkan atau
ditentukan, yang akan mempengaruhi tindakan selanjutnya (Bandura, 1997).
Dengan

demikian,

efikasi

diri

adalah

pendapat

seseorang

mengenai


kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Efikasi diri
merefleksikan seberapa yakinnya seseorang tentang kemampuannya melakukan
suatu tugas tertentu dan akan berusaha untuk mencapainya.
2.1.2 Perkembangan Efikasi Diri
Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri berkembang secara teratur
sesuai tumbuh kembang, usia, pengalaman dan perluasan lingkungan. Bayi mulai
mengembangkan efikasi dirinya sebagai usaha untuk melatih pengaruh
lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai
kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial dan kecakapan berbahasa
yang hampir secara konstan digunakan dan ditujukan pada lingkungan. Awal dari

7

Universitas Sumatera Utara

perkembangan efikasi diri dipusatkan pada orang tua kemudian dipengaruhi oleh
saudara kandung, teman sebaya dan orang dewasa lainnya.
Pada usia sekolah, proses pembentukan efikasi diri secara kognitif terbentuk
dan berkembang termasuk pengetahuan, kemampuan berpikir, kompetisi dan

interaksi sosial baik sesama teman maupun guru. Pada usia remaja, efikasi diri
berkembang dari berbagai pengalaman hidup, kemandirian mulai terbentuk dan
individu belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Pada usia dewasa,
efikasi diri meliputi penyesuaian pada masalah perkawinan, menjadi orang tua,
dan pekerjaan. Sedangkan pada masa lanjut usia, efikasi diri berfokus pada
penerimaan dan penolakan terhadap kemampuannya, seiring dengan penurunan
kondisi fisik dan intelektualnya.
2.1.3 Proses Pembentukan Efikasi Diri
Menurut Bandura (1997) efikasi diri terbentuk melalui empat proses, yaitu:
kognitif, motivasi, afektif dan seleksi yang berlangsung sepanjang kehidupan.
Pertama, kognitif merupakan kemampuan untuk memikirkan cara-cara yang
digunakan, dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Salah satu fungsi berpikir adalah untuk memprediksi kejadian
sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Semakin efektif kemampuan
seseorang dalam analisis berpikir dan dalam berlatih, maka akan mendukung
seseorang bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Proses selanjutnya dalam pembentukan efikasi diri adalah motivasi. Motivasi
yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri melalui pikirannya untuk
melakukan tindakan dan membuat keputusan serta mencapai tujuan yang


8

Universitas Sumatera Utara

diharapkan. Motivasi tumbuh dari pemikiran yang optimis dari dalam diri individu
untuk mewujudkan tindakan yang diharapkan. Tiap-tiap individu berusaha
memotivasi diriya dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan
dilakukan, mengantisipasi pikiran sebagai latihan untuk mencapai tujuan, dan
merencanakan tindakan yang akan dilaksanakannya. Motivasi dalam efikasi diri
digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan.
Proses yang ketiga adalah afektif. Afektif merupakan kemampuan individu
untuk mengatasi perasaan emosi yang ditimbulkan dari diri sendiri untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Afektif berperan pada pengaturan diri individu
terhadap pengaruh emosi. Afektif terjadi secara alami dalam diri individu dengan
mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir yang
besar untuk mencapai tujuan.
Proses keempat dalam pembentukan efikasi diri adalah seleksi. Seleksi
adalah kemampuan individu untuk melakukan pertimbangan secara matang dalam
memilih perilaku dan lingkungannya. Individu akan menghindari aktivitas dan
situasi yang diyakini melebihi kemampuan yang mereka miliki, tetapi mereka siap

melakukan ativitas menantang dan situasi yang mereka rasa mampu untuk
mengendalikannya.
2.1.4 Sumber Efikasi Diri
Menurut Bandura (1977), ada empat sumber penting yang digunakan
individu dalam membentuk efikasi diri yakni, pertama mastery experience
(pengalaman keberhasilan). Keberhasilan yang didapatkan akan meningkatkan
efikasi diri yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan

9

Universitas Sumatera Utara

efikasi dirinya. Apabila keberhasilan yang dicapai oleh individu tersebut berasal
dari faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya, biasanya kurang atau bahkan
tidak membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila
keberhasilan itu didapat melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil
perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan
efikasi diri.
Kedua,


vicarious

atau

experience

modeling

(meniru)

pengalaman

keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam
mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang
dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat melalui sosial
model yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang
kemampuan dirinya sehingga melakukan modeling. Namun efikasi diri yang
didapat tidak akan berpengaruh

bila model yang diamati tidak memiliki


kemiripan atau berbeda dengan model.
Ketiga, social persuassion, yaitu informasi tentang kemampuan yang
disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh. Biasanya seseorang
yang berpengaruh tersebut digunakan untuk menyakinkan seseorang bahwa ia
cukup mampu melakukan tugas.
Keempat, physiological and emotion state yaitu kecemasan dan stres yang
terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu
kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan
dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegahan dan tidak merasakan adanya
keluhan atau gangguan somatic lainnya. Efikasi diri yang tinggi biasanya ditandai

10

Universitas Sumatera Utara

oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan sebaliknya efikasi diri yang rendah
ditandai pula dengan tingginya tingkat stres dan kecemasan (Bandura, 1997).
2.1.5 Dimensi Efikasi Diri
Menurut Bandura (1997 dalam Sulistiyawati, 2010) terdapat tiga dimensi dari

efikasi diri pada diri manusia, yaitu: Pertama, dimensi tingkat ( level) merupakan
dimensi yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa
mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang
disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan
terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas
yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk
memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat.
Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa
mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas
kemampuan yang di rasakannya.
Kedua, dimensi kekuatan (strength) merupakan dimensi yang berkaitan
dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai
kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalamanpengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap
mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin
ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan
langsung dengan dimensi level, yaitu makin tiggi level taraf kesulitan tugas,
makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

11


Universitas Sumatera Utara

Ketiga, dimensi generalisasi (generality) merupakan dimensi yang berkaitan
dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan
kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya,
apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain
aktivitas dan situasi yang bervariasi.
2.1.6 Mekanisme Efikasi Diri
Menurut teori kognitif sosial Bandura (1997), setiap individu memiliki sistem
diri yang memungkinkan mereka melakukan langkah pengawasan atas pikiran,
perasaan, motivasi, dan aktivitas mereka sendiri. Sistem ini memberikan
mekanisme referensi dan susunan subfungsi untuk merasa, mengatur, dan
mengevaluasi perilaku, sebagai hasil dari saling keterikatan antara sistem dan
sumber-sumber lingkungan pengaruh tersebut. Hal ini memberikan sebuah fungsi
pengaturan diri dengan memberikan kemampuan mempengaruhi proses kognitif
dan aksi kepada setiap idividu, dan kemudian merubah lingkungannya.
Melalui proses refleksi diri, seseorang mampu mengevaluasi pengalaman dan
proses berpikirnya. Menurut pandangan ini, apa yang manusia tahu, kemampuan
apa yang mereka miliki, atau apa yang telah mereka capai tidak selalu menjadi
prediktor untuk pencapaian-pencapaian berikutnya.


Hal

tersebut

karena

kepercayaan yang mereka pegang mempengaruhi secara luas cara bertindak
mereka. Akhirnya perilaku seseorang di mediasi oleh kepercayaan tentang
kemampuan mereka dan sering kali dapat diprediksi dengan usaha ini. Hal ini
tidak berarti seseorang dapat menyelesaikan tugas diluar kemampuannya sematamata dengan keyakinan bahwa mereka mampu. Untuk berfungsi secara kompeten,

12

Universitas Sumatera Utara

seseorang membutuhkan keserasian antara kepercayaan diri pada satu sisi, dan
kemampuan serta pengetahuan di sisi lain. Sehingga, efikasi diri menjadi faktor
penting pada tahap pertama bagaimana pengetahuan dan kemampuan yang baik
dibutuhkan (Bandura, 1997).

2.1.7 Fungsi Efikasi Diri
Teori efikasi diri menyatakan bahwa persepsi mengenai kemampuam
seseorang mempengaruhi pikiran, motivasi dan tindakannya. Bandura (1997)
menjelaskan ketika perasaan efikasi telah terbentuk, maka akan sulit untuk
berubah. Kepercayaan menngenai efikasi diri merupakan penentu yang kuat
dalam tingkah laku.
Efikasi diri memiliki beberapa fungsi. Fungsi pertama yaitu untuk
menentukan pemilihan tingkah laku. Orang cenderung akan melakukan tugas
tertentu

dimana

ia

merasa

memiliki

kemampuan

yang

baik

untuk

menyelesaikannya. Jika seseorang memiliki keyakinan diri yang besar bahwa ia
mampu mengerjakan tugas tertentu, maka ia akan lebih memilih mengerjakan
tugas tersebut daripada mengerjakan tugas yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa
efikasi diri juga menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku. Fungsi kedua
adalah sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam menghadapai
hambatan, atau pengalaman aversif, efikasi diri menentukan berapa lama
seseorang dapat bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang
menyenangkan. Efikasi diri yang tinggi akan menurunkan kecemasan yang
menghambat penyelesaian tugas, sehingga mempengaruhi daya tahan individu.

13

Universitas Sumatera Utara

Orang yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung akan melakukan usaha yang
lebih keras daripada individu dengan tingkat efikasi diri yang rendah.
Fungsi yang ketiga adalah mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional.
Efikasi diri mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu, baik dalam
situasi saat ini maupun dalam mengantisipasi situasi yang akan datang. Individu
dengan efikasi diri yang rendah selalu menganggap diri mereka kurang mampu
menangani situasi yang dihadapinya. Dalam mengantisipasi keadaan, mereka juga
cenderung mempersepsikan masalah-masalah yang akan timbul jauh lebih berat
daripada kenyataan. Bandura menyatakan bahwa efikasi diri yang dipersepsikan
membentuk cara berfikir kausal. Dalam mencari pemecahan masalah yang rumit,
individu dengan efikasi diri yang tinggi akan mempersepsikan dirinya sebagai
orang yang berkompetensi tinggi. Hal ini terjadi karena ia merasa tertantang jika
dihadapkan pada tugas-tugas dengan derajat kesulitan dan resiko yang tinggi.
Sebaliknya, individu dengan efikasi diri yang rendah akan menganggap dirinya
tidak mampu atau kompeten dan menganggap kegagalan akibat dari
kemampuannya. Individu seperti ini akan lebih sering merasa pesimis terhadap
hasil yang akan diperoleh, mudah mengalami stress dan mudah putus asa.
Fungsi keempat yaitu sebagai peramal tingkah laku selanjutnya. Individu
dengan efikasi diri yang tinggi memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi dan
lebih baik dengan lingkungan. Sebaliknya individu dengan efikasi diri yang
rendah cenderung pemalu dan kurang terlibat dalam tugas yang dihadapi. Selain
itu mereka lebih bnayak pasrah dalam menerima hasil dan situasi yang dihadapi
daripada berusaha merubah keadaan (Bandura, 1997).

14

Universitas Sumatera Utara

2.2 Prestasi Belajar
2.2.1 Pengertian Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003).
Menurut W.S Winkel (2000 dalam Yatim Riyanto, 2009) belajar adalah suatu
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang

mengahasilkan

perubahan-perubahan

dan

pengetahuan

pemahaman

keterampilan nilai dan sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa belajar merupakan
suatu atau seluruh kegiatan yang berproses serta berinteraksi terhadap pengalaman
diri atau bahkan lingkungan untuk dapat menghasilkan suatu perubahan. Belajar
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis
dan jenjang pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu
amat bergantung pada proses belajar
2.2.2 Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Winkel (2000), prestasi belajar merupakan hasil suatu penilaian
dibidang pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil belajar yang
dinyatakan dalam bentuk nilai. Winkel (2000) juga mengemukakan bahwa
prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang
setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dan kemudian

15

Universitas Sumatera Utara

dinilai dari apa yang sudah dikerjakan atau apa yang sudah diusahakan dalam
aktivitas belajar dalam bentuk nilai.
2.2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Belajar bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri, menurut H.C.
Witherington dan Lee J Cronbach Bapemsi (dalam Mustaqim, 2004), kondisi
yang mempengaruhi prestasi belajar individu yaitu pertama, keadaan fisik yakni
kekurangan gizi biasanya mempunyai pengaruh terhadap keadaan jasmani, mudah
mengantuk, lekas lelah, lesu dan sejenisnya. Selain kadar makanan juga
pengaturan waktu istirahat yang tidak baik dan kurang, biasanya tidak
menguntungkan. Akibat lebih jauh adalah daya tahan badan menurun, yang berarti
memberi daerah kemungkinan lebih luas lagi berbagai jenis macam penyakit
seperti influenza, batuk, gangguan pencernaan, dan lainnya. Badan yang kurang
sehat sudah cukup menganggu aktivitas belajar, apabila sampai jatuh sakit maka
dapat dikatakan kegiatan belajar individu berhenti.
Faktor berikutnya yang mempengaruhi prestasi belajar adalah keadaan psikis
yakni proses belajar banyak berhubungan dengan aktivitas jiwa dengan kata lain
faktor-faktor psikis memiliki peran yang sangat menentukan di dalam belajar.
Faktor-faktor tersebut yaitu: a) Perhatian yaitu pemusatan tenaga psikis tertuju
pada suatu obyek atau banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai aktivitas yang
dilakukan dinamakan perhatian. Dilihat banyak sedikitnya kesadaran yang
menyertai suatu aktivitas, perhatian bisa dibedakan menjadi dua yaitu perhatian
intensif dan tidak intensif. Makin intensif perhatian belajar maka makin
berhasillah belajar, oleh karenanya materi dan penyampaian sebaiknya mampu

16

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan perhatian yang intensif. Dilihat dari cara timbulnya, perhatian bisa
dibedakan menjadi perhatian spontan dan perhatian reflektif. Perhatian spontan
timbul seakan-akan tanpa sengaja serta berlangsung lebih lama dan intensif,
sedangkan perhatian reflektif timbul karena usaha. Bila dipandang dari luas
obyeknya, perhatian bisa dibagi menjadi perhatian konsentratif dan perhatian
distributif.
Pengajar mempunyai tugas mengatur lingkungan atau kelas sedemikian rupa
sehingga memungkinkan meningkatnya perhatian konsentratif dalam setiap proses
belajar mengajar berlangsung. Satu hal penting lainnya dan mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan aktivitas belajar adalah hal-hal yang menarik perhatian
yaitu hal-hal yang keluar dari konteks dan hal-hal yang berhubungan dengan
kebutuhan individu, kegemaran, pekerjaan, keahlian dan sejarah hidup serta
kelompoknya; b) Kognitif yaitu faktor kognitif dipengaruhi oleh daya
pengamatan, tanggapan dan fantasi, ingatan dan berpikir individu. Melalui
pengamatan, individu dapat melihat, mendengar, membau, mencecap dan meraba
untuk mengenal dunia seperti dalam teori aliran Gestalt yang menyatakan bahwa
panca indera adalah gerbang ilmu pengetahuan yang penting dan mutlak
mempunyai pengaruh terhadap belajar. Kemudian daya tanggap dan fantasi
individu. Daya tanggap merupakan bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah
melakukan pengamatan. Sedangkan fantasi merupakan daya untuk membentuk
tanggapan-tanggapan baru berdasarkan tanggapan-tanggapan yang sudah ada.
Fantasi memungkinkan orang menempatkan diri dalam hidup kepribadian orang
lain, memungkinkan manusia melepaskan diri dari waktu dan tempat serta

17

Universitas Sumatera Utara

memungkinkan manusia untuk menciptakan sesuatu yang dituju. Dengan fantasi
manusia bisa belajar kebudayaan orang dan bangsa lain, bisa belajar sejarah dan
bisa belajar mengarang, mencipta, merancang dan sebagainya.
Faktor yang mempengaruhi kognitif lainnya yaitu ingatan. Ingatan sangat
membantu belajar, manusia hampir tidak pernah belajar tanpa bantuan ingatan
bahan yang mendahuluinya. Perencanaan ingatan yang baik dapat sangat terbantu
dengan pembagian waktu yang tepat, metode yang cocok, pemakaian titian,
bagan, ikhtisar dan tabel-tabel. Selanjutnya yaitu berpikir. Berpikir adalah
aktivitas jiwa dengan arah yang ditentukan oleh masalah yang dihadapi. Prosesnya
adalah diawali dengan pembentukan pengertian, diteruskan pembentukan
pendapat dan diakhiri oleh penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan.
Cepat dan lambatnya berpikir bagi individu sangat besar pengaruhnya terhadap
belajar terutama belajar jenis pemecahan masalah; c) Faktor Afektif yaitu meliputi
perasaan, emosi, dan suasana hati. Dalam keadaan stabil dan normal, perasaan
sangat menolong individu melakukan perbuatan belajar, tetapi perasaan dengan
intensitas sedemikian tinggi sehingga pribadi kehilangan kontrol yang normal
terhadap dirinya, misalnya takut, bingung, cemas, putus asa atau sangat gembira dapat
sangat menghambat proses belajar. Sedangkan keadaan afektif individu yang lebih
bersifat tetap bisa disebut sebagai suasana hati yaitu perasaan riang dan perasaan
murung. Perasaan riang dapat membantu belajar, sedangkan perasaan murung sangat
mengganggu belajar; d) Faktor Motivasi yakni keadaan jiwa individu yang

mendorong untuk melakukan suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan disebut
sebagai motivasi. Motivasi dikatakan murni bila diri individu ada keinginan yang

18

Universitas Sumatera Utara

kuat untuk mencapai hasil belajar itu sendiri.Faktor ketiga yang mempengaruhi
prestasi belajar adalah pengalaman dasar individu.
Pengalaman dasar individu

yakni pendidikan dasar yang mendahului

pendidikan tahap tertentu saling terkait. Pendidikan dasar menjadi dasar
pendidikan lanjut, serta sekolah dasar dan lanjut menjadi dasar sekolah menengah
atas dan sekolah menengah atas menjadi dasar di perguruan tinggi. Meskipun
individu secara umum memiliki kesehatan fisik yang baik, panca indera
mendukung keadaan psikis mulai dari perhatian, ingatan, pikiran dengan
dilengkapi motivasi yang murni, namun pengalaman yang mendahuluinya kurang
memadai atau tidak mempunyai hubungan yang sejalan maka aktivitas belajar
akan membawa hasil yang kurang baik.
2.3 Indeks Prestasi
2.3.1 Indeks Prestasi Semester
Indeks Prestasi Semester adalah indeks prestasi yang dihitung berdasarkan
jumlah beban kredit yang diambil dalam satu semester dikalikan dengan bobot
prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan jumlah beban kredit yang
diambil ( Buku Panduan Akademik S1 Universitas Sumatera Utara 2014).
Rumus Perhitungan:
IPS =
Keterangan:
K : Jumlah SKS mata kuliah yang diambil dalam satu semester
N : Nilai masing-masing matakuliah

19

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Indeks Prestasi Komulatif
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) adalah indeks prestasi yang dihitung
berdasarkan jumlah keseluruhan beban kredit yang diambil mulai dari semester I
sampai semester yang terakhir, dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata
kuliah kemudian dibagi dengan beban kredit yang diambil (Buku Peraturan
Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor: 701/UN5.1.R/SK/SPB/2013 tentang
Pearturan Akademik Program Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2014).
Rumus Perhitungan:
IPK =

Keterangan:
K : Jumlah SKS mata kuliah yang diambil dari semester I sampai
terakhir
N : Nilai masing-masing mata kuliah

Penggolongan IPK menurut Peraturan Rektor Universitas Sumatera Utara
Nomor: 701/UN5.1.R/SK/SPB/2013 tentang Pearturan Akademik

Program

Sarjana Universitas Sumatera Utara yakni sebagai berikut:
IPK 0.00-1.99

: tidak memuaskan

IPK 2.00-2.75

: memuaskan

IPK 2.76-3.50

: sangat memuaskan

IPK > 3.51

: cumlaude

20

Universitas Sumatera Utara