Perilaku Orangtua dalam Menangani Hambatan Komunikasi pada Anak Autis di Rumah TerapiKudos Kindle Medan Chapter III VI

BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1

Kerangka Konsep
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menjelaskan tentang variabel

yang akan diamati atau diukur melalui penelitian , yaitu perilaku orang tua dalam
menangani hambatan komunikasi pada anak autis.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat digambarkan seperti skema
berikut ini:
Baik
Kognitif

Cukup
Kurang

Perilaku orang tua
dalam menangani
hambatan
komunikasi pada

anak autis

Positif

Afektif

Negatif

Baik
Psikomotor

Cukup
Kurang

Skema 3.1. Kerangka Penelitian Perilaku Orangtua dalam Menangani
Hambatan Komunikasi pada Anak Autis

Universitas Sumatera Utara

31


3.2

Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variable

Definisi
Operasional
Merupakan
kognitif, afektif,
dan psikomotor
orang tua dalam
menangani
hambatan
komunikasi pada
anak autis

Alat Ukur


- Kognitif
orang tua
dalam
menangani
hambatan
komunikasi
pada anak
autis

Segala sesuatu yang
di ketahui oleh
orang tua dalam
menangani
hambatan
komunikasi pada
anak autis

- Afektif
orang tua

dalam
menangani
hambatan
komunikasi
pada anak
autis
- Psikomotor
orang tua
dalam
menangani
hambatan
komunikasi
pada anak
autis

1. Perilaku
orang tua
dalam
menangani
hambatan

komunikasi
pada anak
autis

Hasil Ukur

Skala

Kuesioner
sebanyak 10
pertanyaan.
Terdiri dari 7
pertanyaan
positif dan 3
pertanyaan
negatif

Baik 8-10
Cukup 4-7
Kurang 0-3


Ordinal

Tanggapan orang
tua dalam
menangani
hambatan
komunikasi pada
anak autis

Kuesioner
sebanyak 10
pertanyaan.
Terdiri dari 7
pertanyaan
positif dan 3
pertanyaan
negatif

Positif 26-40

Negatif 10-25

Ordinal

Segala sesuatu yang
dilakukan orang tua
dalam menangani
hambatan
komunikasi pada
anak autis

Kuesioner
sebanyak 10
pertanyaan.
Terdiri dari 7
pertanyaan
positif dan 3
pertanyaan
negatif


Baik 8-10
Cukup 4-7
Kurang 0-3

Ordinal

Kuisioner

Universitas Sumatera Utara

`BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1

Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian ini

bertujuan untuk menggambarkan perilaku orang tua dalam menangani hambatan
komunikasi pada anak autis di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan.
4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

4.2.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau
subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk diteliti (Sujarweni, 2014). Populasi dari penelitian ini adalah jumlah
keseluruhan orang tua yang memiliki anak autis di Rumah Terapi Kudos Kindle
Medan pada tahun 2017. Hasil survey awal yang telah dilakukan pada (8
Desember 2016), di dapat laporan tentang jumlah populasi anak autis yang
mengikuti terapi di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan pada tahun 2016 adalah
sebanyak 32 anak.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013). Sampel dalam penelitian ini
adalah orang tua yang memiliki anak autis di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan
yaitu berjumlah 32 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
teknik non probability sampling yaitusampling jenuh. Sampling jenuh yaitu teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

33


dilakukan jika jumlah populasi relatif kecil kurang dari 30 orang, atau penelitian
yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.
4.3

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Terapi Kudos Kindle kota

Medan. Adapun Tempat Terapi ini dipilih peneliti karena memiliki pelayanan
terapi yang cukup memadai sehingga banyak anak berkebutuhan khusus termasuk
anak autis yang di didik di Kudos Kindle kota Medan, sehingga diperkirakan
lokasi ini memiliki jumlah sampel yang cukup untuk bisa dilakukan penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2016 sampai Juli 2017 dan
pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2017.
4.4

Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti lulus uji etik dari komisi etik

penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, dan kemudian mendapat

persetujuan dari Institusi Pendidikan yaitu program Sarjana Fakultas Keperawatan
USU serta izin pengumpulan data dari pemilik Kudos Kindle Medan.
Objek penelitian ini adalah manusia maka pertimbangan etik sangat
penting dilaksanakan. Peneliti akan menggunakan prinsip autonomy yaitu
responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia bersedia menjadi subjek
atau tanpa ada sanksi apapun dan responden tidak mengalami kerugian, peneliti
harus memberikan penjelasan dan informasi secara lengkap dan rinci serta
bertanggung jawab jika sesuatu yang terjadi kepada responden.
Responden tidak boleh didiskriminasi jika menolak untuk melanjutkan
menjadi subjek penelitian. Kerahasiaan data responden dijaga, untuk itu perlu

Universitas Sumatera Utara

34

adanya Informed concent (meminta kesediaan responden untuk menjadi
responden) , anonymity (tanpa nama) dan confidentiality (rahasia), lembar tersebut
hanya diberi nomor dan kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan
responden dijamin oleh peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden
mutlak digunakan untuk keperluan penelitian tidak untuk keperluan yang lain.
4.5

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari responden. Instrumen
dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu data demografi dan kuesioner
perilaku.
A. Data Demografi
Data demografi digunakan untuk menguraikan karakteristik responden.
Meliputi kode responden, jenis kelamin, usia, pendidikan orang tua dan
penghasilan orang tua perbulan.
B. Kuesioner Perilaku
Kuesioner perilaku orang tua yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan tinjauan pustaka menurut Bloom (1993 dalam Sunaryo, 2013).
Kuesioner perilaku dibagi menjadi 3 sesuai domain perilaku yaitu, kognitif,
afektif dan psikomotor.
a. Kuesioner Kognitif
Kuesioner kognitif dalam penelitian ini berisi tentang pengetahuan orang
tua tentang menangani hambatan komunikasi pada anak autis. Kuesioner ini
terdiri dari 10 pertanyaan dengan 7 pertanyaan positif (nomor 1, 3, 4, 5, 7, 8, dan

Universitas Sumatera Utara

35

9) dan 3 pertanyaan negatif (nomor 2, 6, dan 10) . Pengukuran instrumen
berbentuk skala guttman dengan dua pilihan jawaban “benar” dan “salah”.Pada
pernyataan positif,jawaban “benar” diberi skor 1, “salah” diberi skor 0. Pada
pernyataan negatif,jawaban “benar” diberi skor 0, “salah” diberi skor 1.Penilaian
kognitif orang tua ini dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, sedang dan kurang
dengan menggunakan rumus statistik sebagai berikut :
P=

����� �������� −����� ������� ℎ
������ �����

Maka apabila responden mendapat skor 8-10 dikategorikan baik, apabila
responden mendapat skor 4-7 dikategorikan cukup, dan apabila responden
mendapat skor 0-3 dikategorikan kurang.
b. Kuesinoer Afektif
Kuesioner afektif dalam penelitian ini berisi tentang bagaimana sikap
orang tua terhadap menangani hambatan komunikasi pada anak autis. Kuesioner
ini terdiri dari 10 pertanyaan dengan 7 pertanyaan positif (nomor 1, 3, 4, 5, 7, 8,
dan 9) dan 3 pertanyaan negatif (nomor 2, 6, dan 10). Pengukuran instrumen
berbentuk skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif. Pada pernyataan positif,jawaban “sangat setuju” diberi skor 4, “setuju”
diberi skor 3. “kurang setuju” diberi skor 2, dan “tidak setuju” diberi skor 1. Pada
pernyataan negatif, jawaban “sangat setuju” diberi skor 1, “setuju” diberi skor 2.
“kurang setuju” diberi skor 3, dan “tidak setuju” diberi skor 4. Penilaian Afektif
orang tua ini dikategorikan menjadi dua yaitu positif dan negatif dengan
menggunakan rumus statistik sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

36

P=

����� �������� −����� ������� ℎ
������ �����

Maka apabila responden mendapatkan skor 26-40 dikategorikan positif
dan apabila responden mendapatkan skor 10-25 dikategorikan negatif.
c. Kuesioner Psikomotor
Kuesioner

psikomotor diberikan untuk mendapatkan informasi terkait

tindakan yang dilakukan orang tua dalam menangani hambatan komunikasi pada
anak autis. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan dengan 7 pertanyaan positif
(nomor 1, 3, 4, 5, 7, 8, dan 9) dan 3 pertanyaan negatif (nomor 2, 6, dan 10).
Pengukuran instrumen berbentuk skala guttman dengan dua pilihan jawaban
“dilakukan” dan “tidak dilakukan”. Pada pernyataan positif,jawaban “dilakukan”
diberi skor 1, “tidak dilakukan” diberi skor 0. Pada pernyataan negatif,jawaban
“dilakukan” diberi skor 0, “tidak dilakukan” diberi skor 1. Penilaian psikomotor
orang tua ini dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, sedang dan kurang dengan
menggunakan rumus statistik berikut :
P=

����� �������� −����� ������� ℎ
������ �����

Maka apabila responden mendapat skor 8-10 dikategorikan baik, apabila
responden mendapat skor 4-7 dikategorikan cukup, dan apabila responden
mendapat skor 0-3 dikategorikan kurang.

Universitas Sumatera Utara

37

4.6

Validitas dan Reliabilitas

4.6.1 Uji Validitas
Validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah instrumen
dikatan valid apabila instrumen itu mampu mengukur sesuatu yang seharusnya
diukur menurut situasi dan kondisi tertentu. Sebuah instrumen dianggap valid jika
instrumen itu benar-benar dapat dijadikan alat untuk mengukur apa yang akan
diukur (Setiadi, 2013). Menurut Siregar (2013) kuesioner dinyatakan valid apabila
nilai > 0,6 dengan menggunakan rumus CVI (Content Validity Index) .
Instrumen perilaku dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang perlu
dilakukan uji validitas. Uji validitas telah dilakukan dengan uji content validity
(validitas isi) oleh salah satu dosen ahli keperawatan jiwa Fakultas Keperawatan
USU yang dinyatakan valid dengan nilai CVI kuesioner kognitif adalah 0,835,
kuesioner afektif adalah 0,703, dan kuesioner psikomotor adalah 0,734.
Instrumen ini sudah dapat digunakan karena telah dilakukan perbaikan
kalimat pada beberapa pernyataan yaitu pada instrument kognitif nomor 1, 2, 3, 4,
dan 10. Pernyataan nomor 1 berubah dengan menghilangkan kata penanganan
diawal kalimat dan kata “dilakukan” menjadi “diatasi”. Pernyataan nomor 2 saya
merubah kata “dapat ditangani” menjadi “perlu diatasi”.. Pernyataan nomor 3 saya
menambahkan kalimat, “ yang bisa digunakan untuk membantu anak autis
berkomunikasi” di akhir kalimat. Pernyataan nomor 4, “saat anak autis bermain
dengan temannya dapat mempermudah anak autis dalam belajar berbicara dan
berkomunikasi’ diubah menjadi “dengan bermain anak autis dapat belajar
berbicara dan berkomunikasi”. Pernyataan nomor 10, “mempertahankan kontak

Universitas Sumatera Utara

38

mata saat berbicara dengan anak autis tidak perlu dilakukan” diubah menjadi saat
berbicara dengan anak autis tidak perlu mempertahankan kontak mata.
Pada instrument afektif nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Pernyataan
nomor 1, 6, 8, dan 10, saya menambahkan kata “ orang tua” di awal kalimat.
Pernyataan nomor 2, saya menambahkan kata “orang tua tidak perlu” di awal
kalimat. Pernyataan nomor 3, saya menambahkan kata “orang tua mengajarkan”
di awal kalimat. Pernyataan nomor 4, “mengajak anak autis bermain dengan
teman-temannya” diubah menjadi “orang tua perlu mengajak anak autis bermain”.
Pernyataan nomor 5, “orang tua menggunakan kartu-kartu bergambar untuk
membantu anak autis mengungkapkan keinginan dan mengekspresikan diri”
diubah menjadi “orang tua mengajarkan anak autis mengungkapkan keinginannya
dan mengekspresikan dirinya dengan menggunakan kartu-kartu bergambar.
Pernyataan nomor 7, saya menambahkan kata “orang tua perlu” di awal kalimat.
Pernyataan nomor 9, “memberikan pujian atau hadiah saat anak menceritakan
sesuatu (seperti: menceritakan mainannya)” diubah menjadi “orang tua harusnya
memberikan pujian atau hadiah saat anak menceritakan sesuatu (seperti:
menceritakan mainannya) untuk meningkatkan motivasi anak berkomunikasi.
Pada instrument psikomotor nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Pernyataan nomor
1, saya menambahkan kata “untuk mengatasi hambatan komunikasi anak autis”.
Pernyataan nomor 2, “saya tidak berusaha menangani hambatan komunikasi pada
anak autis” diubah menjadi “saya tidak perlu melakukan apapun untuk menangani
hambatan komunikasi pada anak saya.”. Pernyataan nomor 3, “saya mengajarkan

anak autis bahasa isyarat seperti menggunakan gerakan tangan, badan dan

Universitas Sumatera Utara

39

ekspresi wajah” diubah menjadi “ saya mengajarkan anak autis berkomunikasi
dengan bahasa isyarat seperti menggunkana gerakan tangan, badan, dan ekspresi
wajah”. Pernyataan nomor 4, “saya mengajak anak autis bermain dengan temantemannya” diubah menjadi saya sering mengajak anak autis bermain”. Pernyataan
nomor 5, “saya mengajarkan anak autis menggunakan kartu-kartu bergambar
untuk membantu anak autis mengungkapkan keinginannya dan mengekpresikan
diri” diubah menjadi “saya mengajarkan anak autis mengungkapkan keinginannya
dan mengekspresikan dirinya dengan menggunakan kartu-kartu bergambar”.
Pernyataan nomor 6, “saya tidak mengajak anak autis berbicara dalam situasi
apapun” diubah menjadi “saya tidak pernah berbicara dengan anak saya dalam
situasi apapun.”.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan
oleh orang yang berbeda ataupun dilaksanakan pada waktu yang berbeda (Setiadi,
2013). Uji reabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan kontruk-kontruk
pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu
bentuk kuisioner. Uji reabilitas telah dilakukan pada 15 orangtua di UPT. SLB-E
Negeri Pembina Medan dengan karakteristik yang sama dengan kelompok sampel
yang diteliti. Uji reliabilitas kuesioner kognitif dilakukan dengan menggunakan
KR-21, kuesioner afektif dilakukan dengan menggunakan Cronbach’s Alpha, dan
kuesioner psikomotor dilakukan dengan menggunakan KR-21. Suatu instrumen
dan dikatakan reliabel bila koefisiennya > 0,7 (Siregar, 2013). Setelah dilakukan

Universitas Sumatera Utara

40

proses perhitungan menggunakan bantuan komputer diperoleh hasil uji reliabilitas
kuesioner kognitif adalah 0,78, uji reliabilitas kuesioner afektif adalah 0,78, dan
uji reliabilitas kuesioner psikomotor adalah 0,77. Instrumen perilaku adalah
reliabel.
4.7

Metode Pengumpulan Data
Prosedur pertama yang dilakukan untuk pengumpulan data yaitu

mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara kemudian mengirimkan permohonan
izin pengambilan data yang diperoleh dari fakultas ke tempat penelitian (Rumah
Terapi Kudos Kindle Medan). Setelah mendapat persetujuan dari Rumah Terapi
Kudos Kindle Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian dengan
menunggu di suatu ruangan, ketika orang tua datang mengantar ataupun
menjemput

anaknya,

peneliti

mendatangi

orang

tua.

Pertama

peneliti

memperkenalkan diri terlebih dahulu lalu menjelaskan bahwa peneliti sedang
melakukan penelitian tentang perilaku orang tua dalam menangani hambatan
komunikasi pada anak autis dengan menjelaskan mengenai maksud, tujuan, dan
proses pengisian kuesioner dan meminta kesediaan orang tua untuk berpartisipasi
dalam proses penelitian. Kemudian peneliti meminta responden untuk
menandatangani informed consent sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi
responden dan peneliti memberi kuesioner kepada responden untuk diisi dengan
memberikan tanda checklist pada tabel kuesioner sesuai dengan jawaban
responden. Selama melakukan pengisian kuesioner responden diberi kesempatan

Universitas Sumatera Utara

41

untuk bertanya kepada peneliti bila ada pernyataan yang tidak dipahami.
Selanjutnya data yang diperoleh akan dikumpulkan untuk di analisa.
4.8

Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data

melalui beberapa tahap, dimulai dengan editing untuk mengecek nama,
kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua
jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk. Coding yaitu memberi kode atau
angka tertentu untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa data.
Entry yaitu memasukkan secara komputerisasi dan dilakukan pengolahan data.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan komputerisasi
untuk mengetahui frekuensi dan persentase data. Hasil analisa data demografi dan
data perilaku orangtua disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang perilaku
orangtua dalam menangani hambatan komunikasi pada anak autis di Rumah
Terapi Kudos Kindle Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 10
Mei sampai 29 Mei 2017 dengan jumlah responden sebanyak 32orang tua.
5.1

Hasil Penelitian
Hasil penelitian meliputi karakteristik orangtua dan perilaku orangtua

dalam menangani hambatan komunikasi pada anak autis.
5.1.1 Karakteristik Orangtua yang Memiliki Anak Autis di Rumah Terapi
Kudos Kindle Medan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, didapatkan
karakteristik orangtua yang memiliki anak di Rumah Terapi Kudos Kindle
Medan berdasarkan jenis kelamin orangtua yaitu perempuan sebanyak 25
orang (78,1%). Orangtua berusia 36-45 tahun sebanyak 19 orang (59.4%).
Pendidikan ayah SMA S1 sebanyak 27 orang (84,4%). Pendidikan ibuS1
sebanyak 17 orang (53,1%). Berdasarkan penghasilan orangtua / bulan
mayoritas >Rp.2.037.000 sebanyak 32 orang (100%).

Universitas Sumatera Utara

43

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Orangtua yang
Memiliki Anak di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan(n=32)
Karakteristik

Frekuensi(f)

Persentase(%)

Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan

7
25

21.9
78.1

Usia
- 26-35 tahun
- 36-45 tahun
- 46-55 tahun

12
19
1

37.5
59.4
3.1

Pendidikan Ayah
- SMA
- S1
- S2

2
27
3

6.2
84.4
9.4

Pendidikan Ibu
- SMA
- S1

15
17

46.9
53.1

Penghasilan Orang Tua/ Bulan
- < Rp.2,037.000
- > Rp.2.037.000

0
32

0
100

5.1.2 PerilakuOrangtuadalam menangani hambatan komunikasi pada anak autis
Perilaku Orangtua dalam menangani hambatan komunikasi pada anak
autis dalam penelitian ini dinilai berdasarkan kuesioner yang meliputi kognitif
orangtua, afektif orangtua, dan psikomotor orangtua.

5.1.2.1. Kognitif orangtua dalam menangani hambatan komunikasi anak autis

Universitas Sumatera Utara

44

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh orangtua yang memiliki
kognitif yang baik tentang menangani hambatan komunikasi pada anak autis
sebanyak 30 orang (93,8%) dan orangtua yang mempunyai kognitif yang
cukup sebanyak 2 orang (6,2%).
Tabel 5.2 Kognitif orangtua dalam menangani hambatan komunikasi
pada anak autis (n=32)
Karakteristik

Frekuensi(f)

Baik

30

Cukup

2

6.2

Kurang

0

0

Persentase(%)
93.8

5.1.2.2. Afektif orangtua dalam menangani hambatan komunikasi anak autis
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh orangtua yang memiliki afektif
yang positif tentang menangani hambatan komunikasi pada anak autis
sebanyak 32 orangtua (100%).
Tabel 5.3 Afektif orangtua dalam menangani hambatan komunikasi
pada anak autis (n=32)
Karakteristik
Positif

Frekuensi(f)
32

Negatif

0

Persentase(%)
100
0

Universitas Sumatera Utara

45

5.1.2.3 Psikomotor orangtua dalam menangani hambatan komunikasi anak
autis
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh orangtua yang memiliki
psikomotor yang baik tentang menangani hambatan komunikasi pada anak
autis sebanyak 30 orang (93,8%) dan responden yang mempunyai psikomotor
yang cukup sebanyak 2 orang (6,2%).
Tabel 5.4 Psikomotor orangtua dalam menangani hambatan komunikasi
pada anak autis (n=32)
Karakteristik

5.2

Baik

Frekuensi(f)
30

Cukup

2

6.2

Kurang

0

0

Pembahasan

Perilaku

Orangtua

dalam

Persentase(%)
93.8

Menangani

Hambatan

Komunikasi pada Anak Autis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan
untuk menjawab pertanyaan tentang perilaku orangtua dalam menangani
hambatan komunikasi pada anak autis di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan.

Universitas Sumatera Utara

46

5.2.1 Kognitif Orangtua dalam Menangani Hambatan Komunikasi pada Anak
Autis
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kognitif orangtua dalam
menangani hambatan komunikasi pada anak autis sebanyak 30 orangtua (93,8%)
memiliki kognitif dalam kategori baik dan 2 orangtua (6,2%) memiliki kognitif
dalam kategori cukup. Penelitian ini menunjukan bahwa orangtua di rumah terapi
Kudos Kindle Medan memiliki kognitif dalam kategori baik. Hal ini dikarenakan
Rumah Terapi Kudos Kindle mengadakan pertemuan dengan orangtua anak autis
untuk saling berbagi informasi dengan orangtua dalam hal menangani anak autis
dengan baik.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Lubis (2009) yang
menyatakan mayoritas orangtua yang memiliki anak autis berusaha mempelajari
kognitif yang dapat dipergunakan untuk menangani anak autis, orangtua berupaya
mencari informasi melaui teman dekat dan melalui internet. Erwin (2010)
menyatakan bahwa 40 dari 50 mayoritas keluarga mempunyai pengetahuan yang
baik dalam merawat anak autisme di rumah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Imti (2015) di Taman
Pelatihan Harapan Kota Makassar didapat bahwa dari 95 orangtua didapatkan hasil
yang memiliki kognitif cukup sebanyak 74 ibu dan yang memiliki kognitif kurang
sebanyak 21 ibu. Perbedaan ini disebabkan karena peneliti sebelumnya
menggunakan kuesioner yang tidak hanya berisi tentang kognitif penanganan saja
tetapi juga tentang kognitif pengertian anak autis. Peneliti sebelumnya berpendapat

Universitas Sumatera Utara

47

bahwa pemahaman orangtua tentang pengertian anak autis mempengaruhi
bagaimana cara orangtua menangani anak autis.
Berdasarkan hasil pernyataan kuesioner penelitian kognitif menangani
hambatan komunikasi pada anak autis dalam hal hambatan komunikasi pada anak
autis dapat diatasi dengan menggunakan terapi menunjukan bahwa orangtua
menjawab benar sebanyak 32 orangtua (100%) dan orangtua yang menyatakan
hambatan komunikasi anak autis tidak perlu ditangani sebanyak 0 orangtua (0%),
yang berarti orangtua mengetahui perlu untuk menangani hambatan komunikasi
anak autis.
Orangtua menyatakan benar untuk memberikan pujian atau hadiah saat
anak

menceritakan

sesuatu

dapat

meningkatkan

motivasi

anak

untuk

berkomunikasi sebanyak 24 orangtua (75%). Boham (2013) berpendapat bahwa
orangtua sebaiknya memberi apresiasi atas apa yang diceritakan anak autis
sehingga anak autis termotivasi untuk bercerita kembali lain kali. Orangtua harus
menghindari sikap mengabaikan atau berkomentar yang membuat anak autis
merasa enggan untuk berbicara. Apresiasi secara positif kemauan anak autis untuk
bercerita dan pancing dengan berbagai pertanyaan yang membuat anak bercerita
lebih banyak.
Orangtua menyatakan benar saat berbicara dengan anak autis tidak perlu
mempertahankan kontak mata hanya sebanyak 8 orangtua (25%) yang berarti
orangtua merasa penting mempertehankan kontak mata saat berbicara dengan
anak autis. Boham (2013) berpendapat bahwa dasar yang pertama dilakukan pada
umunnya ketika seseorang berbicara dengan orang lain adalah melihat wajah

Universitas Sumatera Utara

48

lawan bicaranya. Kontak mata sangat penting dilakukan saat kita berkomunikasi
dengan seseorang. Kontak mata akan menciptakan kehangatan dan kedekatan
hubungan antara dua individu.
Kognitif sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, tingkat
pendidikan dan penghasilan. Semakin cukup usia maka seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja (Huclock 1998 dalam Wawan dan Dewi,2011).
Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, dimana sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh dari mata dan telinga (Kholid, 2012). Hal ini sesuai
dengan hasil data karakteristik yang diperoleh untuk usia orangtua mayoritas
masih berusia yang berada pada rentang 26-35 tahun berjumlah 12 orangtua
(37,5%) dan 36-45 tahun berjumlah 19 orangtua (59,4%).
Dilihat dari tingkat pendidikan, pendidikan adalah suatu proses belajar
untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian seseorang didalam
maupun diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada
akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Sebaliknya, jika
seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat
perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai
yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil data yang
diperoleh yaitu ayah yang memiliki pendidikan terakhir S1 yaitu sebanyak 27 orang
(84,4%) dan Ibu yang memiliki pendidikan terakhir S1 yaitu sebanyak 17 orang
(53,1%).

Universitas Sumatera Utara

49

Dilihat dari tingkat penghasilan keluarga, semakin tinggi tingkat
pendapatan maka semakin tinggi keinginan untuk dapat memperoleh informasi
melalui berbagai media. Orangtua perlu mempersiapkan tenaga, pikiran dan
biaya untuk dapat memberikan penanganan yang terbaik dan sesuai dengan
kondisi anak autis (Rachmah, 2016). Hal ini sesuai dengan hasil data
karakteristik yang diperoleh yaitu mayoritas orangtua memiliki penghasilan
>Rp.2.037.000 yaitu sebanyak 32 orangtua (100%).
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa orangtua yang
memiliki anak autis di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan yang menjadi responden
memiliki kognitif baik dengan presentase 93,8% berjumlah 30 orang. Kognitif yang
baik ini disebabkan karena orangtua mengetahui terapi dan cara yang tepat dalam
menangani hambatan komunikasi pada anak autis, yang ditujukan dengan orangtua
menjawab sebanyak 8-10 pernyataan dengan benar.
5.2.2 Afektif Orangtua dalam Menangani Hambatan Komunikasi pada Anak
Autis
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa afektif orangtua dalam
menangani hambatan komunikasi pada anak autis sebanyak 32 orangtua (100%)
mempunyai afektif positif.Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Lubis
(2009) yang menyatakan mayoritas orangtua yang memiliki anak autis memiliki
afektif yang realistis dan objektif yang baik sehingga orangtua mampu memberikan
penanganan terhadap anak autis. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Imti (2015) di Taman Pelatihan Harapan Kota Makassar didapat bahwa dari 95
orangtua didapatkan hasil yang memiliki afektif cukup sebanyak 69 ibu dan yang

Universitas Sumatera Utara

50

memiliki afektif kurang sebanyak 26 ibu. Perbedaan ini disebabkan karena peneliti
sebelumnya menggunakan kuesioner yang tidak hanya berisi tentang kognitif
penanganan saja tetapi juga tentang kognitif pengertian anak autis. Peneliti
sebelumnya berpendapat bahwa pemahaman orangtua tentang pengertian anak autis
mempengaruhi bagaimana cara orangtua menangani anak autis.
Berdasarkan hasil pernyataan kuesioner penelitian afektif menangani
hambatan komunikasi pada anak autis dalam hal orangtua memasukan anak autis
ke tempat terapi anak autis sebanyak 26 orangtua (81,2%) menyatakan sangat
setuju dan 6 orangtua (18,8%) menyatakan setuju. Orangtua yang menyatakan
orangtua tidak perlu menangani hambatan komunikasi pada anak autis sebanyak
31 orangtua (96,9%) menyatakan tidak setuju dan 1 orangtua menyatakan kurang
setuju (3,1%), yang berarti orangtua setuju perlu untuk menangani hambatan
komunikasi anak autis.
Orangtua yang menyatakan orangtua harusnya memberikan pujian atau
hadiah saat anak menceritakan sesuatu dapat meningkatkan motivasi anak untuk
berkomunikasi sebanyak 16 orangtua (50%) menyatakan sangat setuju dan 9
orangtua menyatakan setuju (28,1%). Orangtua yang menyatakan orang tidak
perlu mempertahakan kontak mata saat berbicara dengan anak autis sebanyak 17
orangtua (53,1%) menyatakan tidak setuju dan 6 orangtua (18,8%) menyatakan
kurang setuju yang berarti orangtua setuju perlu untuk mempertahakan kontak
mata saat berbicara dengan anak autis. Pernyataan ini menunjukkan bahwa
orangtuamemiliki afektif yang baik dalam menangani hambatan komunikasi pada
anak autis.

Universitas Sumatera Utara

51

Afektif adalah perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai,
minat, motivasi, dan sikap. Afektif memiliki 4 jenjang yaitu: menerima,
merespon, menghargai dan bertanggung jawab (Bloom, 1993 dalam Sunaryo,
2013).Salah seorang ahli psikologi sosial New Comb mengatakan bahwa afektif itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Afektif belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas
akan tetapi merupakan predisposisi tindak suatu prilaku, afektif itu masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka,
afektif merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek-objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi afektif yaitu pengalaman pribadi,
pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa,
lembaga pendidikan dan lembaga agama dan pengaruh faktor emosional (Kristina,
2007). Hal ini sesuai dengan penelitian dimana afektif orangtua dalam menangani
hambatan komunikasi anak autis di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang lain,
dan pendidikan, dimana sebagian pendidikan orang tua yang menjadi responden
dalam penelitian adalah S-1 sehingga memiliki pemahaman yang baik tentang
menangani hambatan komunikasi pada Anak autis.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa orangtua
yang memiliki anak autis di Rumah Terapi Kudos Kinlde Medan seluruhnya
memiliki afektif yang baik. Afektif yang baik dapat terjadi dikarenakan orangtua
di Rumah Terapi Kudos Kindle telah memiliki kognitif yang baik sehingga orang

Universitas Sumatera Utara

52

tua tersebut dapat memiliki respon batin yang baik dalam menangani hambatan
komunikasi anak autis. Afektif seseorang juga dapat berubah menjadi lebih baik
dikarenakan banyak pengalaman yang dimilikinya, sehingga seseorang tersebut
dapat menyikapi lebih baik kejadian yang sama dikemudian hari.
5.2.3Psikomotor Orangtua dalam Menangani Hambatan Komunikasi pada
Anak Autis
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa psikomotor orangtua
dalam menangani hambatan komunikasi pada anak autis sebanyak 30 orangtua
(93,8%) memiliki psikomotor dalam kategori baik dan 2 orangtua (6,2%)
memiliki psikomotor dalam kategori cukup. Hal ini berarti orang tua di rumah
terapi Kudos Kindle Medan memiliki psikomotor dalam kategori baik.. Hal ini
dikarenakan orangtua di Rumah Terapi Kudos Kindle menggunakan buku
komunikasi yang diisi oleh guru pendamping mengenai apa saja kegiatan anak autis
seharian di tempat terapi , apa saja yang terjadi, dan apa yang perludipelajari oleh
orangtua di rumah. Buku Komunikasi ini diisi oleh guru pendamping setiap terapi
dan dibawa pulang oleh anak untuk dibaca dan dilakukan oleh orangtua di rumah.
Berdasarkan hasil pernyataan kuesioner penelitian psikomotor orangtua
menangani hambatan komunikasi pada anak autis dalam hal saya memasukan
anak autis ke tempat terapi anak autis sebanyak 32 orangtua (100%) menyatakan
melakukannya. Orangtua yang menyatakan saya tidak perlu melakukan apapaun
untuk menangani hambatan komunikasi pada anak autis sebanyak 32 orangtua

Universitas Sumatera Utara

53

(96,9%) menyatakan tidak melakukannya, yang berarti orangtua melakukan
apapun untuk menangani hambatan komunikasi anak autis.
Orangtua yang menyatakan saya memberikan pujian atau hadiah saat anak
menceritakan sesuatu sebanyak 24 orangtua (75%) menyatakan melakukannya,
yang

berarti

orangtua

menyadari

dengan

memberikan

apresiasi

dapat

meningkatkan motivasi anak autis untuk bercerita kembali. Orangtua yang
menyatakan saya tidak mempertahakan kontak mata saat berbicara dengan anak
autis sebanyak 5 orangtua (53,1%) menyatakan melakukannya, yang berarti
orangtua mempertahakan kontak mata saat berbicara dengan anak autis karena
menyadari pentingnya mempertahankan kontak mata saat berbicara dengan anak
autis yang akanmenciptakan kehangatan dan kedekatan hubungan antara dua
individu. Pernyataan ini menunjukkan bahwa orangtuamemiliki psikomotor yang
baik dalam menangani hambatan komunikasi pada anak autis.
Dilihat dari tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka
lebih cenderung untuk bertindak lebih baik karena mereka memiliki pengalaman
dan wawasan yang lebih luas.Dalam penelitian ini mayoritas pengahasilan
responden >Rp.2.037.000. Hal ini menunjukkan dari penghasilan yang besar
banyak responden yang dapat memfasilitasi pendidikan dan kesehatan anak autis
terkhusus untuk menangani hambatan komunikasinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010) bahwa ranah
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk psikomotor
atau tindakan seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa psikomotor
orangtua dalam menangani hambatan komunikasi anak autis secara keseluruhan

Universitas Sumatera Utara

54

baik karena orangtua mayoritas memiliki kognitif yang baik dan afektif yang
positif dalam menangani hambatan komunikasi anak autis.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa orang tua
yang memiliki anak autis di Rumah Terapi Kudos Kinlde Medan seluruhnya
memiliki psikomotor yang baik yang artinya seluruh

orangtua berusaha

menangani hambatan komunikasi Anak Autis di Kudos Kindle Medan
seperti, memasukan anak autis ke rumah terapi, mengajarkan anak autis
bernyanyi dan menyebutkan nama benda serta tetap mempertahankan kontak
mata saat berkomunikasi dengan anak autis.
5.3

Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini yaitu instrumen pengumpulan data dibuat

sendiri oleh peneliti dan baru pertama kali digunakan sehingga belum sempurna
serta adanya kemungkinan data dari hasil penelitian ini tidak menggambarkan
jawaban yang sebenarnya dari pendapat responden, karena bisa terdapat
kemungkinan tidak semua responden menjawab jujur sesuai apa yang dirasakan
dengan pernyataan-pernyataan yang ada pada kuesioner. Keterbatasan lainnya
yaitu, penelitian ini tidak melakukan wawancara secara lebih mendalam terhadap
responden, karena penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang pilihan
jawabannya sudah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan
saran mengenai perilaku orangtua dalam menangani hambatan komunikasi pada
anak autis di Rumah Terapi Kudos Kindle Medan.
6.1

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kognitif, afektif dan

psikomotor orangtua dalam menangani hambatan komunikasi pada anak autis di
Rumah Terapi Kudos Kindle Medan. Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 32 orangtua. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas orangtua dalam penelitian ini memiliki kognitif
yang baik

sebanyak 30 orangtua (93.8%), memiliki kognitif yang cukup

sebanyak 2 orangtua (6.2%), memiliki afektif yang positif sebanyak 32 orangtua
(100%), memiliki afektif yang negative sebanyak 0 orangtua (0%), memiliki
psikomotor yang baik

sebanyak 30 orangtua (93.8%), dan memiliki

psikomotor yang cukup sebanyak 2 orangtua (6.2%).
6.2

Saran

6.2.1 Praktek Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perilaku orangtua dalam
menangani hambatan komunikasi pada anak autis adalah baik, oleh karena itu
petugas kesehatan diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan peran

Universitas Sumatera Utara

sertanya di masyarakat dalam memberikan informasi berupa penyuluhan kepada
orangtua maupun keluarga mengenai faktor dan kegiatan yang mendukung anak
autis untuk bisa berkomuniksi dengan baik dan memberikan motivasi kepada anak
dan keluarga sehingga keluarga dapat memberikan pendidikan dan terapi untuk
anak autis.
6.2.2 Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi mahasiswa
keperawatan tentang pentingnya meningkatkan dan mempertahankan perilaku
orangtua dalam menangani hambatan komuniksi pada anak autis, serta dalam
melakukan asuhan keperawatan dapat lebih optimal, komprehensif dan lebih peka
terhadap keadaan anak autis sehingga anak dapat berkomunikasi dengan baik.
6.2.3 Penelitian Keperawatan Selanjutnya
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi pada anak autis
dengan jumlah sampel yang representatif, sehingga memudahkan bagi petugas
kesehatan untuk menumbuhkan dan mempertahankan kemampuan komunikasi
yang baik pada anak autis.

Universitas Sumatera Utara