BAB III PROFIL INFORMAN III.1 Profil Informan - PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK (Studi Deskriptif Pada Keluarga Yang Suaminya Tidak Bekerja) Repository - UNAIR REPOSITORY

BAB III PROFIL INFORMAN III.1 Profil Informan Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai temuan data yang diperoleh dari

  proses wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan. Data yang akan disajikan dalam bab ini di antaranya meliputi identitas dan profil informan.

  Berikut adalah tabel data informan:

  

Informan Usia Pendidikan Lama Tidak Bekerja Pekerjaan Istri

  RA

  28 SMA

  1 Tahun Penjual Kue NP

  30 SMA

  2 Tahun SPG Kosmetik HPP

  30 SD

  2 Tahun Penjual Jus Buah

  SW

  29 SD

  2 Tahun Penjual Nasi Campur

  BS

  30 SMP

  2 Tahun Karyawan Peti Kemas

III.1.1 Informan Pertama

  Sabtu, 25 April 2015. Sekitar pukul 11.30 WIB, saya berada di sebuah rumah yang berlokasi di Jalan Pesapen Kali, Surabaya. Saya segera

  SKRIPSI DONNA AYU A memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan saya datang ke rumahnya. Setelah saya rasa cukup untuk memperkenalkan diri, maka saya segera membuka obrolan dengan dia.

  Informan pertama, berinisial RA. Dia adalah seorang pria yang lahir di Surabaya dua puluh delapan tahun yang lalu. RA merupakan pria lulusan SMA yang berperawakan tinggi dan berisi. Setelah lulus SMA, RA memutuskan untuk segera menikah. Setahun setelah menikah, RA langsung dikaruniai seorang anak berjenis kelamin laki-laki yang sudah memasuki usia enam tahun.

  RA yang lahir di Surabaya 14 Januari 1987 adalah anak kedua dari empat bersaudara. Kedua orang tua RA sampai saat ini masih bekerja di sebuah perkantoran yang terletak di Surabaya. Dari hal tersebut, sewaktu kecil dia selalu diasuh oleh asisten rumah tangganya. Sehingga RA seringkali merasakan kekurangan perhatian dari orang tuanya, meskipun dia telah mempunyai banyak saudara sekalipun. Berikut pernyataan RA:

  “Saya dari kecil sampai sekarang ini selalu ditinggal bekerja terus sama orang tua saya mbak, berangkat pagi pulang malam, begitu terus setiap hari. Dulu waktu masih kecil, saya dan saudara-saudara saya sempat protes sama orang tua. Di lain sisi sebenarnya orang tua juga berat hati mbak, tapi semua balik lagi demi keluarga, karena memang banyak kebutuhan yang harus dikeluarkan. Dan pada akhirnya semua anak- anaknya semakin mengerti tentang kondisi ke luarga yang seperti ini.”

  Meskipun kondisi keluarganya terbilang kurang harmonis karena kesibukan dari kedua orang tuanya yang bekerja setiap hari tanpa mengenal waktu, tetapi keluarga RA ini selalu menyempatkan diri untuk berkumpul jika ada

  SKRIPSI DONNA AYU A waktu luang. Sehingga hal tersebut mampu mengembalikan kehangatan antara orang tua dan anak yang sempat hilang karena kesibukan masing-masing.

  “Meskipun keluarga saya memiliki kesibukan yang sangat luar biasa, tapi jika ada waktu luang, kita selalu menyempatkan diri untuk sekedar makan bersama mbak. Karena menurut orang tua saya, momen seperti itu bisa mengembalikan kehangatan dan keharmonisan keluarga yang sempat

hilang karena kesibukan masing- masing dari keluarga kita mbak.”

Setelah lulus SMA, RA sempat menjadi penjual kaos di salah satu distro.

  Namun pekerjaan itu hanya bertahan selama empat tahun saja, hingga kini RA belum mendapatkan pekerjaan lagi.

  “Urusan pekerjaan saya memang tidak semulus seperti orang tua saya ya mbak, semenjak lulus sekolah saya iseng-iseng jualan baju barengan sama teman-teman. Tapi pekerjaan saya itu hanya bertahan selama empat tahun saja mbak, karena teman saya sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih mapan. Sementara saya belum mendapatkan pekerjaan sampai sekarang, hampir satu ta hun saya menjadi pengangguran mbak.”

  Kondisi ekonomi kedua orang tua yang mampu memberikan segala fasilitas kepada semua anak-anaknya, membuat RA tidak begitu memusingkan masalah pekerjaan yang belum didapatnya sampai saat ini, meskipun dia sekarang sudah memiliki kehidupan sendiri bersama istri dan anaknya. Hal tersebut diungkapkan RA, sebagai berikut:

  “Kedua orang tua saya memang bekerja semuanya mbak, papa kerja di salah satu perusahaan di surabaya, kalau mama kerja di kantor gubernur. Mereka berdua orangnya sangat pekerja keras sekali, yang ada dipikiran mereka hanyalah mencari uang demi mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Bahkan mereka berdua seolah tidak pernah menghiraukan waktu antara pagi, siang, sore, dan malam. Tiap hari mereka berangkat kerja dari pagi hingga larut malam, kesibukan tersebut kadang dirasa anak-anaknya sangat menganggu keharmonisan keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya kami semua dapat menyadarinya bahwa pekerjaan orang tua juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga kami. Dari kecil sampai sekarang ini saya masih dimanjakan dengan berbagai fasilitas-fasilitas yang sangat memadai oleh

  SKRIPSI DONNA AYU A

  orang tua, makanya ketika saya tidak kunjung mendapatkan pekerjaan pun saya tidak begitu ambil pusing mbak. Orang tuaku saja selalu memberikan uang setiap hari untuk kebutuhan saya dan istri beserta anak saya. Memang pada awalnya saya merasa tidak berguna sebagai seorang anak mbak, tapi mama saya merasa kasihan kepada saya karena belum mendapatkan pekerja an, terlebih sama anak saya mbak.”

  HK adalah istri dari informan pertama ini, ia merupakan seorang wanita yang masih berusia dua puluh enam tahun. HK dilahirkan di sebuah keluarga dengan kondisi ekonomi yang serba pas-pasan, kedua orang tuanya kini harus berpisah dengannya dan lebih memilih untuk tinggal di desa. Pendidikan yang ditempuh pun sama dengan suami, yaitu SMA. Ia sengaja tidak melanjutkan pendidikannya lagi karena merasa kasihan dengan orang tua yang sudah terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk dirinya.

  Sementara itu dalam memikirkan masa depan buah hatinya, mereka berdua selalu bermusyawarah bersama mengenai penentuan lembaga pendidikan yang tepat bagi masa depan sang anak. Meskipun RA merupakan seorang pria muda yang hanya lulusan SMA, tetapi dia cukup mengetahui akan pendidikan yang baik untuk sang anak.

  Sebagai istri yang juga berperan sebagai penjual kue, ia tidak mau lepas tangan dalam menentukan sekolah sang anak. Istri dari RA ini pun selalu ikut andil dalam pemilihan sekolah yang terbaik untuk anaknya, ia berkata bahwa lokasi sekolah harus menjadi penentuan awal sebelum mereka memutuskan untuk melangkah lebih jauh.

  Setiap orang tua tentunya akan menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Karena pendidikan anak akan sangat berpengaruh terhadap masa

  SKRIPSI DONNA AYU A depan mereka. Oleh sebab itu sebelum menentukan sekolah untuk anaknya, RA selalu mengutamakan visi dan misi dari sekolah tersebut. Sebab dari visi misi itulah karakter sang anak akan terbentuk, hal tersebut juga harus diimbangi dengan fasilitas yang memadai pula.

  “Sebenarnya semua sekolah baik negeri maupun swasta itu kan sama ya mbak, kalau menurut saya sih yang membuat beda itu lebih ke fasilitas sekolahnya saja sih. Sebagai ayah pun saya juga lebih memprioritaskan fasilitas yang sangat memadai dan kurikulumnya sih mbak. Sebab saya rasa kedua hal itu akan mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar anak did iknya ya mbak.”

  RA pun menegaskan bahwa pendidikan karakter anak perlu dibangun sejak kecil, sehingga anak-anak akan memiliki kepribadian yang baik bagi kehidupannya kelak. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan yang baik adalah yang mampu menjadikan anak didiknya menjadi manusia yang berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

  “Saya kalau melihat anak-anak sekarang itu suka sedih sendiri mbak. Bagaimana tidak sedih ya mbak, mereka seolah-olah sudah tidak lagi menghiraukan moralnya sendiri. Padahal hal terpenting dalam kehidupan seseorang itu dilihat dari kepribadiannya. Kalau moralnya itu sudah rusak, maka ke depannya juga akan sulit untuk dirubah. Makanya mbak saya mau membekali anak saya tentang pendidikan karakter, apalagi anak saya laki-laki kan mbak. Saya ingin ketika dia sudah dewasa nanti bisa menjaga nama baik dirinya sendiri dan keluarganya, mengingat anak laki- laki gampang sekali terjerumus sama lingkungannya.”

III.1.2 Informan Kedua

  Selasa, 28 April 2015. Pukul 09.30 WIB, saya tiba di sebuah rumah yang berlokasi di Jalan Kalisosok, Surabaya. Informan kedua saya ini berinisial NP. NP merupakan seorang pria kelahiran Surabaya, 20 April 1985. Dia adalah anak bungsu dari dua bersaudara, sehari-hari NP selalu dimanjakan oleh kedua orang

  SKRIPSI DONNA AYU A tuanya, hingga saat ini pun masih sering dianggap seperti anak kecil, meskipun sekarang dia sudah mempunyai keluarga sendiri.

  “Saya dari kecil selalu dimanjakan oleh kedua orang tua saya mbak, terutama mama saya. Mungkin karena saya merupakan anak terakhir kali ya mbak, jadi apa-apa selalu diberikan perhatian yang lebih daripada kedua kakak saya. Kadang saya juga sempat merasa agak risih sih, karena saya kan anak laki-laki, tapi masih saja dimanjain sama orang tua. Sampai saat ini pun mbak saya masih tetap dianggap anak kecil, padahal umur saya sudah tiga puluh tahun.”

  NP merupakan seorang pria yang sangat beruntung. Sebab dia selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya dan kedua kakak perempuannya, karena NP merupakan anak bungsu dan anak laki-laki satu-satunya yang berada di dalam keluarganya tersebut. Di usianya yang masih sangat muda sekitar dua puluh tahunan, NP memberanikan diri untuk membangun bahtera rumah tangga. Semua keperluan rumah tangganya pun sudah diatur oleh kedua orang tuanya, seperti rumah, kendaraan, dll. Dan pada saat ini NP sudah mempunyai satu orang anak laki-laki, yang sudah berusia enam tahun.

  Meskipun selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya, tetapi hal tersebut tidak membuatnya untuk selalu berpangku tangan. NP dulu pernah bekerja di salah satu stasiun radio di Malang yang tidak mau disebutkan namanya, NP bekerja menjadi penyiar radio selama empat tahun. Namun, seiring dengan berjalannya waktu perubahan kondisi terhadap pekerjaan NP pun terjadi dan pada akhirnya dia memutuskan untuk berhenti kerja menjadi seorang penyiar radio.

  Berikut pernyataan NP:

  “Memang saya dilahirkan dari keluarga yang berkecukupanlah mbak, apapun yang saya minta pada orang tua, selalu dituruti. Dulu saya pernah SKRIPSI

  DONNA AYU A

  mencoba bekerja sebagai penyiar radio mbak di salah satu stasiun di malang, tapi pekerjaan saya itu tidak bertahan lama, hanya empat tahun saja mbak. Ya pada waktu itu ada suatu masalah yang tidak terkontrol dengan pihak stasiun radio. Sehingga saya berpikir untuk mengundurkan diri sebagai penyiar radio dan memutuskan pulang kembali ke surabaya.”

  Dan pada akhirnya NP harus menerima kenyataan pahit karena dia telah berhenti dari pekerjaannya sebagai penyiar radio yang memang dia impikan sejak kecil dan lebih memilih untuk menjadi pengangguran. Menjadi pengangguran selama dua tahun diyakininya tidaklah mudah, banyak omongan negatif dari tetangga, mengingat NP sudah mempunyai istri dan anak. Seiring dengan berjalannya waktu, NP merasa dirinya sudah kebal akan hal itu. Sebab kedua kakaknya dan orang tuanya selalu memberikan motivasi kepada dirinya.

  Sebagai seorang lulusan SMA, NP merasakan kesulitan dalam mencari pekerjaan di sebuah perusahaan. Sebab dapat diketahui bahwa Surabaya merupakan kota yang sangat disiplin dan ketat dalam pemilihan pegawai- pegawainya. Bisa dipastikan bagaimana sulitnya NP mencari pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan keinginannya menjadi pegawai kantoran.

  “Menjadi pengangguran itu sebenarnya tidak enak sama sekali mbak, apalagi dulu saya juga pernah merasakan bagaimana menjalankan pekerjaan. Saya sempat mengalami stres selama beberapa bulan mbak, setiap hari selalu mikir bagaimana nasib keluarga saya nanti. Meskipun begitu, saya juga sempat mencari pekerjaan lagi mbak yang sesuai dengan keinginan saya. Saya ingin mendapatkan pekerjaan yang tetap, tapi kendala ijazah yang mengagalkan semuanya mbak. Dulu saya hanya lulusan SMA saja mbak, orang tua memang mampu buat menyekolahkan saya lagi sampai ke perguruan tinggi. Seperti kedua kakak saya yang saat ini sudah mapan hidupnya mbak. Tapi dulu ketika saya masih muda, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, padahal orang tua sudah memaksa supaya saya mau kuliah. Ya mungkin waktu itu saya sedang terpengaruh sama lingkungan, dan saya dulu sempat berpikir buat apa saya sekolah lagi, toh orang tua saya selalu memanjakan saya terus. Biasalah mbak namanya juga pikiran-pikiran anak muda. Dan pada akhirnya saya yang

  SKRIPSI DONNA AYU A

  menanggung ini semua, saya merasa tidak bisa lagi buat mencari pekerjaan yang baik. Sewaktu muda dulu saya sempat berpikir bahwa menjadi seorang penyiar radio pasti keren, dan memang pekerjaan itu yang sangat saya cita-citakan dari kecil. Namun kenyataannya sekarang saya sudah tidak bekerja disana lagi.”

  Kondisi NP yang menjadi pengangguran hingga saat ini, tidaklah merubah keadaan keluarga kecilnya. Sebab meskipun dia menganggur selama dua tahun.

  Kehidupannya tidak pernah terlepas dari pengawasan orang tua dan kedua kakaknya. NP mengutarakan bahwa setiap hari selalu diberi uang oleh orang tuanya dan kadang kedua kakaknya juga masih suka memberikan kebutuhan untuk anaknya. Berikut pernyataannya:

  “Meskipun saya menganggur ya mbak, memang sih ada beberapa perubahan yang terjadi sama keluarga kecil saya. Tapi kadang-kadang saya juga merasakan suatu hal yang memang saya dapat dari orang tua dan kakak-kakak saya. Setiap hari mereka selalu membantu apa yang saya butuhkan dalam mengurus anak saya, kadang mereka memberikan uang saku sama anak saya ketika mereka sekolah, ya banyaklah mbak yang mereka berikan kepada keluarga kecil saya. Dari situ saya berpikir meskipun saya tidak bekerja, istri dan anak saya masih bisa mendapatkan semua kebutuhannya.”

  Istri dari informan kedua saya ini berinisial TS, ia merupakan perempuan berusia dua puluh delapan tahun yang berpendidikan hingga SMA. TS dilahirkan di Tuban dengan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu.

  Sama halnya dengan informan sebelumnya, diakui NP bahwa sang istri pun selalu ikut terlibat dalam pemilihan sekolah anaknya. Namun menurut pengakuan suami, sang istri telah memberikan kepercayaan yang penuh mengenai hal tersebut kepada dirinya. NP pun juga menuturkan bahwa dirinyalah yang lebih memegang kendali dalam memutuskan setiap masalah yang terjadi pada

  SKRIPSI DONNA AYU A keluarganya, tentunya hal itu juga terjadi dalam pemilihan lembaga pendidikan untuk sang anak.

  “Dalam pemilihan sekolah anak, istri selalu ikut campur mbak. Istri saya itu orangnya lebih kalem dan santai mbak, jadi apapun yang saya katakan pasti dituruti. Istri saya memang mempercayakan kalau saya juga bisa memilihkan sekolah yang terbaik untuk anak kita. Jadi ya meskipun kita berdua sudah mengeluarkan pendapatnya masing-masing, tetap keputusan ada sama saya mbak. Alasan lain sebenarnya ya karena yang memberikan biaya sekolah anak saya itu dari orang tua saya mbak, jadi ya mungkin itu salah satu faktor penyebab keputusan tetap berada di tangan saya. Istri saya sebenarnya juga berpenghasilan sih mbak, tapi saya rasa penghasilannya itu masih belum cukup untuk membiayai segala kebutuhan hidup yang semakin tinggi ini.”

  Menurutnya pendidikan agama merupakan bekal yang sangat penting yang harus diberikan oleh para orang tua kepada anaknya. Selain sekolah yang lebih menekankan ilmu agamanya. NP juga memprioritaskan akreditasi dan fasilitas pada sekolah tersebut. Kedua hal tersebut diyakini NP akan menjadi pertimbangan para orang tua dalam menentukan lembaga pendidikan yang baik untuk anak- anaknya.

  “Tentunya saya juga harus mengetahui akreditasi dan fasilitas sekolah tersebut. Itu sangat penting untuk diketahui mbak, percuma saja kalau akreditasinya bagus tapi fasilitasnya tidak mendukung. Sekarang kan banyak yang seperti itu di sekolah-sekolah manapun. Jadi sebelum saya salah dalam membuat keputusan, lebih baik saya mencari info dulu tentang lembaga pendidikan yang tepat untuk anak saya.”

III.1.3 Informan Ketiga

  Kamis, 30 April 2015. Sekitar pukul 18.00 WIB, saya bertemu dengan informan ketiga ini di rumahnya yang berlokasi di Jalan Kembang Jepun, Surabaya. Dia merupakan pria kelahiran Bojonegoro.

  SKRIPSI DONNA AYU A

  Informan ketiga saya kali ini, berinisial HPP. Dia adalah pria kelahiran Bojonegoro, 8 Agustus 1985. HPP merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

  Dia mempunyai seorang istri dan dua orang anak, yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, usia dari mereka adalah delapan tahun dan empat tahun.

  HPP adalah seorang pria yang berbadan pendek, berisi, dan berambut cepak. Informan saya ini terlihat mengalami sedikit gangguan ketika berjalan, hal tersebut dikarenakan HPP mengalami gejala stroke di usianya yang terbilang masih sangat muda. Meski begitu badannya masih terlihat sehat, karena memang hanya kakinya saja yang terserang.

  Pada waktu itu, anak pertama HPP yang berinisial OT sedang berada di rumah. OT terlihat sangat ceria sekali, seolah-olah sudah terbiasa melihat ayahnya dengan kondisi yang seperti ini. Namun, tidak lama kemudian OT menghampiri ayahnya yang sedang berbicara dengan saya. Tanpa berpikir panjang, saya segera bertanya kepada mereka mengenai kondisi ayahnya. Berikut pernyataan OT dan TR:

  “Saya kasihan mbak sama ayah, ayah pernah tidak bisa jalan gara-gara kakinya yang sakit itu. Ya kadang-kadang saya sama adik saya suka mijitin kaki ayah saya mbak, biar cepat sembuh.”

  Sehari-hari HPP hanya berdiam diri di rumah, terkadang dia juga membantu istrinya untuk membereskan rumah. Hal tersebut dilakukannya agar otot-otot di kakinya tidak begitu kaku ketika digerakkan untuk berjalan. HPP juga sering bermain ke rumah tetangganya untuk sekedar bermain catur. Aktivitas

  SKRIPSI DONNA AYU A seperti itulah yang biasa dia lakukan demi membunuh rasa penatnya berada di dalam rumah.

  “Kegiatan saya sehari-hari ya hanya di rumah saja mbak, saya sudah tidak bisa jalan-jalan jauh lagi. Pernah suatu hari anak-anak saya ingin jalan-jalan sama saya dan ibu, tapi saya suruh ibunya saja yang menemani anak-anak. Kadang juga suka sedih mbak kalau ingat kejadian seperti itu, tapi saya selalu memberi pengertian sama anak-anak. Ya memang agak susah sih mbak memberi pengertian sama anak kecil, tapi saya selalu berusaha untuk telaten sama mereka. Penat juga saya berada di dalam rumah terus mbak, tapi kadang-kadang saya berusaha untuk melakukan aktivitas membereskan rumah, meskipun menyapu dan membersihkan jendela-jendela rumah saja. Kalau saya merasa kesepian karena anak-anak belum pulang sekolah, saya ke rumah tetangga saya mbak. Ya sekedar untuk bermain catur saja, biar saya tidak terlalu merasakan kesepian yang berlebih. Semenjak saya sakit ya hanya kegiatan seperti itu yang saya lakukan mbak, dan itu setiap hari.”

  HPP dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu, kondisi ekonomi keluarga yang seperti itulah yang membuatnya hanya mampu menyelesaikan studi hingga SD saja. Di masa mudanya dulu, HPP merupakan anak laki-laki yang mau bekerja keras untuk keluarganya. Hal tersebut diakui oleh HPP, karena di usianya yang masih dua belas tahun, bapaknya meninggal dunia. Kondisi seperti itulah yang pada akhirnya membuat HPP rela menjadi tulang punggung bagi ibu dan kedua adiknya. Hal tersebut dinyatakan oleh HPP, sebagai berikut:

  “Saya dulu menjadi tulang punggung keluarga mbak, saya bekerja serabutan waktu itu. Uangnya saya kasih ibu buat kebutuhan sehari-hari, sisanya ditabung buat bayar sekolah adik-adik saya. Kehidupan saya memang sangat keras mbak, bapak saya meninggal dunia di saat usia saya yang masih dua belas tahun, semenjak kejadian itu saya harus menjadi tulang punggung keluarga.”

  Sebelum menjadi pengangguran seperti sekarang ini, HPP pernah bekerja di salah satu pabrik plastik. HPP bekerja sebagai buruh selama tiga tahun lamanya. Sewaktu bekerja HPP merupakan seseorang yang begitu ulet dalam

  SKRIPSI DONNA AYU A menyelesaikan semua pekerjaannya. HPP begitu menikmati pekerjaannya, meskipun hanya menjadi seorang buruh plastik. Tetapi, hal tersebutlah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Perjalanan hidup HPP dalam menjalankan pekerjaannya tidak begitu lancar, HPP mengalami hambatan ketika sedang bekerja. Berikut pernyataan HPP:

  “Waktu itu saya lagi bekerja mbak, pada saat itu kondisi badan saya memang sedikit agak tidak enak juga. Sewaktu saya sudah sampai pabrik, tiba-tiba kepala saya agak sakit, tapi tidak saya hiraukan. Selang beberapa jam tiba-tiba mata saya gelap, badan terasa sempoyongan. Yang masih saya ingat sampai sekarang, ketika mata saya gelap dan badan sempoyongan itu, saya langsung pingsan, setelah itu saya tidak tahu bagaimana nasib saya pada saat itu. Dan ketika saya sadar dari pingsan, saya sudah berada di rumah sakit, istri dan anak-anak saya juga datang kesana. Tidak lama kemudian saya mendapatkan kabar bahwa saya terkena gejala stroke. Mulut saya mengalami kesulitan untuk berbicara dan kaki kanan saya mati rasa. Setelah saya mendapatkan pemeriksaan laboratorium secara lengkap, dokter pun langsung menyarankan saya untuk tidak boleh bekerja mbak. Saya tidak menyangka bahwa di usia saya yang masih tiga puluh tahun ini sudah terkena stroke, saya mengalami stres yang sangat luar biasa mbak pada waktu itu. Dan pada akhirnya saya memang benar-benar berhenti bekerja dan menjadi pengangguran selama dua tahun ini.”

  LM adalah istri dari HPP, usianya masih sangat muda yaitu dua puluh enam tahun. Ia merupakan seorang perempuan yang hanya berpendidikan hingga SMP, dikarenakan kedua orang tua yang tidak mampu untuk membiayai sekolahnya lagi. Yang kini harus menjadi seorang penjual jus buah guna mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

  Dalam pemilihan sekolah untuk anaknya sang istrilah yang lebih berperan dalam rumah tangganya. Meski mereka berdua masih saling membicarakan semua masalah yang sedang terjadi, termasuk urusan pendidikan sang anak. Tetapi HPP merasa tidak terlalu ikut campur dalam penentuan pendidikan anak-anaknya.

  SKRIPSI DONNA AYU A

  “Kalau untuk urusan sekolah anak, memang kita berdua masih saling berdiskusi mbak. Tapi semua keputusan lebih dipegang sama istri saya mbak, ya mungkin karena istri saya yang mengeluarkan biaya untuk anak- anak dan saya juga harus tahu dirilah mbak. Memang mencari nafkah itu juga tidak gampang.”

  Dalam menentukan masa depan anaknya, HPP lebih memikirkan mengenai biaya yang nantinya akan dikeluarkan. Meski dia tidak ikut membiayai sekolah anak-anaknya, setidaknya agar beban yang ditanggung oleh istrinya tidak terlalu berat.

  “Bagian yang paling utama dalam menyekolahkan anak itu ya dari segi biayanya dulu mbak kalau menurut saya, mengingat saat ini pendidikan sangat mahal. Saya sendiri tidak terlalu mengutamakan fasilitas sekolah, yang terpenting anak saya bisa merasakan bangku sekolah saja sudah cukup mbak.”

  Pendapat sang istri pun berbeda dengan HPP, menurut sang istri selain biaya pendidikan, fasilitas sekolah juga merupakan salah satu kriteria yang harus diperhatikan sebelum sang anak masuk ke dalam sekolah tersebut. Tanpa adanya fasilitas belajar yang mampu mendukung, maka kegiatan belajar mengajar tidak akan bisa berjalan dengan baik. Berikut pernyataan sang istri:

  “Ya memang biaya itu sangat perlu sih mbak buat menentukan sekolah anak-anak saya, tapi fasilitas sekolah juga sangat penting untuk diperhatikan. Insya Allah saya masih bisa membiayai sekolah kedua anak saya.”

III.1.4 Informan Keempat

  Sabtu, 2 Mei 2015. Pukul 13.00 WIB, saya berkunjung ke rumah informan keempat yang berlokasi di Jalan Kalimas Barat, Surabaya. Informan keempat saya berinisial SW. SW merupakan pria kelahiran Surabaya, 11 Juli 1986. SW sudah

  SKRIPSI DONNA AYU A mempunyai seorang istri dan seorang anak berjenis kelamin perempuan yang berusia lima tahun.

  SW dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu, bapak SW yang bekerja sebagai tukang becak dan ibunya sebagai buruh cuci di daerah sekitar rumahnya.

  Menjadikannya hanya mampu menyelesaikan sekolahnya sampai dengan SD saja. Hal tersebut semakin terasa sulit karena SW harus ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang meninggal dunia karena kecelakaan di saat usianya yang masih berusia sembilan belas tahun. Sehingga SW harus hidup seorang diri, sebab mengingat SW merupakan anak tunggal.

  “Saya ini hanya lulusan SD mbak, memang saya ini lahir dari keluarga yang kurang mampu. Bapak saya dulu hanya jadi tukang becak dan ibu saya jadi buruh cuci di daerah sekitar rumah saya ini. Saya dulu hidup seorang diri mbak disini, semenjak orang tua saya meninggal dunia karena kecelakaan. Usia saya pada saat itu masih sembilan belas tahun dan saya harus mengurus rumah peninggalan orang tua saya ini sendiri, karena memang saya tidak punya saudara mbak. Dan kebetulan rumah yang saya tinggali sampai sekarang ini merupakan rumah milik orang tua saya mbak, Alhamdulillah orang tua punya rumah sendiri walaupun kecil.”

  Sebelum menganggur seperti sekarang ini, ternyata SW pernah bekerja sebagai penjual hewan ternak burung. Dia memperdagangkan hewannya tersebut di pasar hewan yang berlokasi di Jalan Kupang, Surabaya. Berikut pernyataan dari SW:

  “Dulu saya pernah berjualan burung mbak di pasar kupang sana, kebetulan saya bekerja bareng teman pada saat itu. Jadi modalnya tidak terlalu banyak, kalau burung kita laku banyak, hasilnya suka kita bagi rata. Ya memang tidak seberapa sih mbak untungnya, tapi ya saya jalani saja. Toh mau kerja apa lagi kalau ti dak seperti itu.”

  SKRIPSI DONNA AYU A

  SW hanya bertahan selama tiga tahun saja sebagai penjual burung, hal itu terjadi karena dia dan teman-temannya merasakan perubahan yang sangat drastis terhadap masyarakat yang memang pada waktu itu peminat burung semakin sedikit, bahkan pernah tidak ada satupun pembeli yang minat terhadap jualannya.

  Masalah tersebut dirasakan SW akan membuatnya semakin rugi karena tidak mendapatkan keuntungan, dan pada akhirnya dia memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai penjual burung. Kini SW menjadi pengangguran, padahal usianya masih sangat muda yaitu dua sembilan tahun.

  “Mau bagaimana lagi mbak, cari pekerjaan sekarang susahnya minta ampun. Sebelumnya saya juga pernah melamar pekerjaan di salah satu pabrik pipa, tapi pihak sana bilang kalau minimal harus lulusan SMA. Ya saya langsung mundur mbak, saya sudah kemana-mana cari pekerjaan, tapi tetap saja tidak ada yang mau menerima lulusan SD. Dan pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak mencari pekerjaan, sampai akhirnya saya harus menjadi pengangguran selama dua tahun.”

  RD adalah istri dari informan keempat saya ini yang merupakan seorang penjual nasi campur, usianya lebih tua setahun dari sang suami yaitu tiga puluh tahun. Menjadi orang Madura dan masih mengikuti budaya tradisional yang menurut pengakuannya bahwa perempuan itu tidak perlu berpendidikan tinggi- tinggi, sehingga ia hanyalah seorang perempuan dengan status pendidikan sebagai lulusan SMP saja.

  Menurut pengakuan dari keluarga SW, ketika mereka sedang mendapatkan suatu masalah yang akan dihadapinya. Mereka akan menyelesaikannya secara bersama-sama, termasuk urusan pendidikan sang anak. SW menegaskan bahwa masalah tersebut selalu diserahkan kepada istrinya, sebab dia mengakui apabila kemampuannya dalam menentukan pendidikan sang anak yang harus dilakukan

  SKRIPSI DONNA AYU A secara tepat memang dirasa sangat kurang. Mengingat SW merupakan seorang pria yang hanya menyelesaikan studinya hingga SD saja.

  “Semua keputusan rumah tangga saya, istri mbak yang menentukan. Ya saya yakin saja sama keputusan yang diambil oleh istri, toh istri saya juga pasti memikirkan yang terbaik untuk anak dan keluarganya.”

  Ruang lingkup yang terbatas membuat SW kurang mengetahui perkembangan pendidikan pada saat ini, dia tidak mengetahui kriteria-kriteria apa saja yang akan diperlukan dalam menentukan sekolah yang terbaik untuk sang anak. SW pun mengakui bahwa jenjang pendidikan yang ditempuh hanya sampai pada SD saja, oleh sebab itulah SW kurang berpengalaman dalam mengenal dunia pendidikan.

  “Begini mbak, saya ini kurang mengerti tentang apa saja yang harus dilakukan dalam memilih sekolah untuk anak. Tidak pernah saya ini mendapatkan info- info tentang pendidikan.”

  Sehingga sang istrilah yang pada akhirnya mengambil peran suami dalam menentukan masa depan anaknya. Sebagai seorang ibu, ia tidak akan membiarkan sang anak berkembang dalam lingkungan sekolah yang salah. Maka ia memutuskan untuk mencari-cari info melalui tetangganya mengenai sekolah yang tepat bagi sang anak. Berikut pernyataan sang istri:

  “Iya mbak, melihat suami saya yang kurang mengerti tentang dunia pendidikan membuat saya harus sering-sering bertanya sama tetangga, demi mendapatkan info sekolah yang baik untuk anak saya. Setidaknya saya mengetahui lembaga pendidikan yang baiklah mbak, karena kan ini juga menyangkut akan masa depan anak saya. Tapi saya juga tetap memperhatikan biayanya ya mbak, saya sesuaikan dulu dengan penghasilan saya sehari- hari.”

  SKRIPSI DONNA AYU A

III.1.5 Informan Kelima

  Kamis, 7 Mei 2015. Sekitar pukul 15.00 WIB, saya bertemu dengan informan kelima ini di sebuah rumah, tepatnya di Jalan Kalimati, Surabaya.

  Setelah menjelaskan tujuan dari kedatangan saya, segeralah saya membuka obrolan ini.

  Informan kelima saya ini berinisial BS. Dia adalah pria kelahiran Kalimantan, 24 Desember 1985. BS yang berawakan tinggi dan berambut cepak ini merupakan seorang pria yang terbilang rajin membersihkan rumahnya, hal itu terbukti ketika saya menemui di rumahnya, dia terlihat begitu cekatan dalam membersihkan lantai rumahnya yang kotor.

  BS merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Dia merantau ke Surabaya bersama kedua orang tuanya di saat berusia tiga belas tahun. Keluarga BS merantau dari Kalimantan ke Surabaya bukan tanpa alasan, orang tuanya memiliki keinginan membuka usaha toko baju dan kini usaha tersebut berada di Jembatan Merah Plasa (JMP). BS mengaku bahwa rumah yang ditinggali bersama istri dan anak perempuan yang masih berusia enam tahun sekarang ini merupakan rumah kontrakan.

  BS dilahirkan dari keluarga yang sangat pas-pasan, orang tuanya merantau ke Surabaya pun karena ingin merubah nasibnya agar menjadi lebih baik lagi. BS sendiri hanya mampu menyelesaikan studinya sampai SMP, sebab memang kondisi ekonomi orang tuanya pada saat itu tidak mampu untuk menyekolahkannya lagi, mengingat anak-anaknya memang cukup banyak.

  SKRIPSI DONNA AYU A

  “Kondisi ekonomi orang tua saya dulu memang sangat pas-pasan sih mbak, sehingga orang tua saya memutuskan untuk merantau ke Surabaya untuk berjualan. Saya ingat sama masa kecil saya mbak, saya dulu kalau mau minta sesuatu sama orang tua itu nunggunya lama banget. Saya suka sedih kalau lihat teman-teman saya pada saat itu sudah memiliki handphone baru, sedangkan saya tidak punya sendiri. Kadang orang tua juga sempat bingung mau cari uang kemana lagi, mengingat saudara saya ada empat mbak.”

  Kondisi keluarga yang seperti itu, membuat BS yang masih berusia dua puluh tahun memutuskan untuk bekerja di salah satu rumah makan yang terdapat di salah satu mall di Surabaya. Namun pekerjaan tersebut hanya mampu bertahan selama empat tahun. BS memutuskan berhenti bekerja karena sudah tidak nyaman lagi. Meski sempat berhenti bekerja, tetapi BS masih berusaha untuk mencari pengganti pekerjaannya tersebut. BS mencari lowongan pekerjaan yang berada di sekitar rumahnya dan membuahkan hasil, BS diterima bekerja di salah satu pabrik dengan syarat dia hanya dikontrak selama tiga tahun saja. Seperi inilah pernyataan BS:

  “Saya dulu bekerja dari umur dua puluh tahun mbak, keinginan itu muncul secara tiba-tiba. Mungkin karena saya juga merasa kasihan sama orang tua yang mempunyai beban untuk membiayai adik-adik saya. Pada saat itu saya mencoba melamar kerja di salah satu rumah makan mbak dan Alhamdulillah diterima, saya bekerja di sana selama empat tahun mbak. Saya keluar dari kerjaan saya itu, karena sudah tidak nyaman lagi. Pekerjaan saya itu cukup membuahkan hasil mbak, saya bisa ngontrak rumah, sampai sekarang pun masih saya tinggali bersama istri dan anak. Setelah saya sempat berhenti kerja dari rumah makan itu, saya coba buat cari pekerjaan lagi mbak. Saat itu saya punya teman yang membantu saya agar bisa bekerja di salah satu pabrik, yang lokasinya memang lumayan dekat dengan kontrakan saya mbak. Dan pada akhirnya saya diterima untuk bekerja di sana mbak, tapi pihak pabriknya hanya mengontrak saya selama tiga tahun saja.”

  Setelah BS berhenti dari semua pekerjaannya itu, dia memutuskan untuk tidak mencari pekerjaan lagi dengan alasan susah mencari pekerjaan yang tetap

  SKRIPSI DONNA AYU A

  SKRIPSI DONNA AYU A

  dengan ijazah yang hanya lulusan SMP. Dan akhirnya pun BS menjalani hidup dengan status pengangguran muda yang sudah berjalan selama dua tahun.

  “Ya setelah bekerja di pabrik itu, saya merasakan begitu kerasnya cari pekerjaan tetap di Surabaya ini. Sehingga pada akhirnya saya memutuska n untuk tidak mencari pekerjaan lagi mbak sampai sekarang.”

  Istri dari BS ini berinisial UH, UH adalah seorang perempuan yang memiliki status pendidikan lebih tinggi dari suami yaitu SMA. UH merupakan warga asli Surabaya yang masih berusia dua puluh sembilan tahun dan kini ia harus menjadi tulang punggung keluarganya sebagai karyawan di salah satu perusahaan peti kemas.

  BS menuturkan bahwa ketika rumah tangganya sedang dihadapkan pada suatu permasalahan, peran mereka berdua memang sama-sama digunakan. Salah satunya adalah dalam menentukan masa depan sang anak, BS bersama istri memang saling membantu dalam hal pendidikan anak.

  Namun kondisi istri yang selalu berada di lingkungan pekerjaan setiap hari, memudahkannya untuk mendapatkan info-info mengenai pendidikan yang terbaik untuk sang anak. Sehingga ia lebih mudah dalam mengambil keputusan, di mana sang istri yang merupakan tulang punggung keluarga juga merupakan salah satu bentuk kekuasaannya dalam menentukan masa depan sang anak.

  “Yang menentukan sekolah anak, istri saya mbak. Memang pada awalnya kita berdua sudah membicarakannya, tapi saya lebih menyerahkan semua urusan pendidikan anak sama istri saya mbak. Pikiran saya, ya karena istri saya yang lebih berada di luar rumah, sehingga hal tersebut juga akan mempengaruhinya untuk mendapatkan info-info mengenai dunia pendidikan.”

  Dalam menentukan masa depan sang anak, informan BS lebih memprioritaskan kurikulum agama yang berkualitas. Dia mengatakan bahwa kualitas sekolah yang bagus akan menghasilkan putra-putri yang bagus pula untuk ke depannya. Karena moral anak juga perlu dibangun dengan baik, mengingat pada saat ini keadaan anak-anak sudah sangat mengkhawatirkan. Tetapi peran orang tua juga harus tetap memantau perkembangan anak setiap harinya. Sebab, meskipun orang tua sudah memberikan pendidikan yang terbaik untuk sang anak, tapi hal tersebut belum menjadi jaminan bahwa sang anak akan bersikap baik juga.

  Meski BS sudah menentukan sekolah yang terbaik untuk anaknya, namun keputusan justru berada pada sang istri. Menjadi tulang punggung keluarga yang menjadi alasannya untuk mengambil peranan sang suami dalam menentukan masa depan anaknya. Berikut pernyataan dari sang istri:

  “Saya memang sependapat sama suami saya mbak mengenai kurikulum dan kualitas sekolah, karena kan ya memang itu yang perlu diperhatikan setiap orang tua sebelum menentukan pendidikan untuk anak-anaknya. Tapi menurut saya, saya yang lebih punya hak dalam menentukan sekolah untuk anak saya, karena biaya juga saya yang menanggung semua. Jadi ya pendidikan anak saya berada pada tangan saya mbak.”

  III.2 Temuan Data

  III.2.1 Kondisi Sosial Ekonomi Suami

  Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang. Namun, sudah bukan rahasia lagi jika pekerjaan di negeri ini merupakan sebuah masalah yang sangat krusial. Mengingat masih banyak para masyarakat yang kesulitan dalam mencari pekerjaan, terlebih bagi mereka dengan kelas ekonomi menengah

  SKRIPSI DONNA AYU A ke bawah. Telah kita ketahui bahwa pekerjaan merupakan salah satu sebuah bentuk tanggung jawab kita kepada keluarga yang harus dijalankan. Oleh karena itu, kondisi sosial ekonomi sebuah keluarga tentu menjadi salah satu faktor penting terhadap masa depan sang anak, mengingat biaya pendidikan sekolah yang semakin mahal.

  Informan RA merupakan pria muda lulusan SMA, pernah bekerja sebagai penjual baju di salah satu distro yang hanya bertahan selama empat tahun.

  “Iya mbak, cari kerjaan sekarang susah banget. Apalagi buat orang- orang yang hanya lulusan SMA seperti saya ini. Yang jadi Sarjana saja kadang- kadang masih kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan.”

  Meski RA menjadi pengangguran, namun kondisi ekonomi RA terbilang masih cukup baik dalam menghidupi keluarga kecilnya. Sebab kedua orang tua RA selalu memberikan semua kebutuhan yang diperlukan oleh anak dan istrinya, meskipun sang istri telah mempunyai pekerjaan sendiri.

  “Setiap hari orang tua selalu mengirim semua kebutuhan yang saya perlukan bersama keluarga saya mbak. Jadi ya meskipun saya tidak bekerja, tapi saya masih bisa menghidupi keluarga kecil saya mbak. Toh istri saya pun juga punya penghasilan.”

  Berbeda dengan NP, informan kedua saya ini pernah memulai hidupnya menjadi seorang penyiar radio di Malang. Hal tersebut merupakan impian NP sejak kecil, tetapi NP harus berhenti di tengah jalan setelah berhasil menjadi penyiar radio selama empat tahun. NP juga dibesarkan oleh keluarga yang berkecukupan, hal tersebut diakui oleh NP semenjak dia berhenti menjadi seorang penyiar radio. NP yang hingga kini masih menjadi pengangguran selama dua

  SKRIPSI DONNA AYU A tahun, memang lebih menggantungkan masa depan keluarganya kepada kedua orang tua dan istrinya.

  “Awal karir saya dulu sebelum menjadi pengangguran seperti sekarang ini, saya pernah menjadi penyiar radio mbak di Malang. Ya meskipun pekerjaan itu hanya bertahan selama empat tahun saja. Awalnya ya berat mbak untuk memulai perubahan hidup, mengingat saya dulu juga pernah menjalani hidup dengan bekerja setiap hari dan sekarang harus berdiam diri menjadi bapak rumah tangga. Saya sekarang menggantungkan semua kebutuhan rumah tangga saya kepada orang tua dan istri mbak, awalnya saya memang tidak mau merepotkan mereka lagi. Ya tapi namanya orang tua mbak, tidak ingin melihat anaknya susah. Apalagi dari kecil saya ini merupakan anak yang paling dimanja sama orang tua, karena saya anak bungsu dan laki-laki sendirian mbak di antara kakak-kakak saya yang perempuan. Dari situlah mbak orang tua selalu memberikan uang kepada saya untuk menafkahi anak saya, bahkan kedua kakak perempuan saya pun juga sering membelikan semua kebutuhan-kebutuhan yang anak saya perlukan mbak. Istri saya pun juga bekerja mbak, tetapi ya penghasilannya bisa dikatakan masih kuranglah mbak. Lambat laun saya merasa keenakan dengan kehidupan yang seperti ini, kedua orang tua dan kedua kakak serta istri saya yang mau menerima semua kekurangan saya dan mau menafkahi saya meski saya sudah menginjak usia tiga puluh tahun.”

  Informan HPP merupakan seorang buruh pabrik plastik, namun hanya berjalan selama tiga tahun. Penyakit stroke yang HPP alami, mengharuskannya untuk berhenti bekerja hingga saat ini. Kini HPP sudah menjalani masa-masa pengangguran selama empat tahun lamanya.

  “Sejak saya sakit ini mbak, saya sudah tidak diperbolehkan lagi untuk bekerja. Saya mengalami gejala stroke yang menyerang kaki saya dan efeknya saya mengalami kesulitan untuk b erjalan sampai saat ini.”

  Kini HPP membebankan seluruh hidupnya kepada sang istri, sehari-hari HPP menjadi bapak rumah tangga yang mengasuh kedua anaknya. Sesekali HPP membantu istri membersihkan rumah. Kadangkala HPP juga menyempatkan diri

  SKRIPSI DONNA AYU A untuk pergi ke rumah tetangganya, hanya sekedar bermain catur. Hal tersebut HPP lakukan untuk membunuh rasa penatnya ketika berada di dalam rumah.

  “Kondisi saya yang seperti ini memaksa saya untuk membebankan semua kebutuhan keluarga kepada istri mbak. Sebenarnya saya juga kasihan mbak sama istri saya, apalagi anak-anak juga masih kecil. Biaya yang dikeluarkan juga cukup banyak. Tapi ya saya jalani saja mbak, toh ini juga sudah kehendak Allah.”

  SW yang pernah menjadi penjual burung, kini harus rela kehilangan pekerjaannya karena sepi peminat. SW merupakan seorang pria yang terlahir dari keluarga kurang mampu, orang tuanya meninggal dan meninggalkan sebuah rumah. Yang kini SW tempati bersama istri dan anaknya, dia menjadi pengangguran selama empat tahun.

  Hingga kini, SW tidak bekerja lagi. Dia menggantungkan hidupnya kepada sang istri yang membuka warung nasi di depan rumahnya. Dari hasil berjualan itulah, istri membiayai semua kebutuhan keluarganya.

  “Iya mbak, saya sudah menjadi pengangguran selama empat tahun belakang ini. Saya dulu sempat berjualan burung, pada awalnya memang ramai peminat mbak. Tapi makin kesini kok makin sepi peminat. Pada waktu itu, saya masih mencoba untuk bertahan beberapa bulan mbak. Tapi ya tetap saja sepi, sehingga saya berpikir kalau seperti ini terus tidak akan mendapatkan keuntungan. Sampai pada akhirnya saya benar-benar memutuskan untuk tidak bekerja sebagai penjual burung lagi. Meski begitu mbak, saya masih mempunyai keinginan untuk bekerja lagi. Saya sempat mencari pekerjaan lagi yang lebih bisa menguntungkan mbak. Tapi saya kesulitan mbak untuk mendapatkan pekerjaan lagi, ya itu semua karena saya yang hanya lulusan SD. Mungkin orang lain melihat orang yang lulusan SD tidak bisa apa-apa ya mbak. Jadi sekarang yang membiayai kebutuhan keluarga ya istri saya mbak, istri saya berjualan nasi di depan rumah. Ya Alhamdulillah cukup buat makan dan kebutuhan anak sekolah. Harapan saya ya semoga warung nasi istri saya ini bisa bertahan lama, karena memang sudah tidak ada pekerjaan lagi mbak selain berjualan nasi.”

  SKRIPSI DONNA AYU A