BAB II YANUAR ARIFRIATUL FARITSA MANAJEMEN'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Sikap Keuangan Sikap keuangan merupakan suatu pola kedisiplinan bagaimana

  seseorang mengelola uangnya. Untuk itu sikap keuangan yang bagus menandakan pengendalian diri yang bagus pula. Demi menjamin terciptanya sikap keuangan yang bagus, kita perlu mendedikasikan kedisiplinan diri dalam mengelola uang seperti setelah membuat rencana keuangan maka ketaatan dalam melaksanakannya sangat penting. Selain itu juga, sikap keuangan akan memberikan suatu pandangan yang benar tentang bagaimana merespon suatu stimuli untuk mengeluarkan uang (Sina, 2016: 59).

  Teori Behavioral Finance oleh (Kahneman dan Tversky 1979), yang mengintegrasikan psikologi dan ekonomi dalam pengambilan keputusan bidang corporate finance. Menurut teori ini, mereka yang berkepribadian agresif akan menggunakan banyak utang dan memegang kas lebih sedikit di neraca. Mereka akan dominan menggerakkan pertumbuhan melalui akusisi. Sedangkan mereka konservatif cenderung menyenangi kas dan bertumbuh dengan kemampuan internal secara organik.

  Sikap atau attitude oleh Kreitner dan Kinicki (2010:160) didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang dipelajari untuk merespon dengan cara menyenangkan atau tidak menyenangkan secara konsisten berkenaan dengan objek tertentu. Apabila kita mempunyai sikap positif tentang pekerjaan kita, maka kita akan bekerja lebih lama dan lebih keras. Sikap mendorong kita untuk bertindak dengan cara spesifik dalam konteks spesifik. Artinya, sikap mempengaruhi perilaku pada berbagai tingkat yang berbeda. Berbeda dengan nilai-nilai yang menunjukan keyakinan menyeluruh bahwa mempengaruhi perilaku di semua situasi.

  Minimol dan Harikumar (2013) menyatakan bahwa sikap keuangan dapat diukur dari kemampuan investor mengelola keuangannya, keinginan untuk menambah wawasan keuangan, dan lain- lain. Sikap keuangan juga merupakan pernyataan evaluatif, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, tentang objek, orang atau kejadian.

2. Pengetahuan Keuangan

  Pengetahuan keuangan adalah faktor penting dalam pengambilan keputusan keuangan, sebagai contoh walaupun banyak konsumen yang peduli akan kesejahteraan keuangan sendiri, namun jika tidak memiliki pengetahuan keuangan yang luas maka akan cenderung membuat keputusan keuangan yang kurang bijak. Memiliki pengetahuan keuangan sangat diperlukan agar individu dapat mengambil keputusan keuangan dengan bijak (Toelle, 2017).

  Teori keagenan Jensen dan Meckling pada tahun 1976, teori ini merupakan hubungan keagenan yaitu hubungan antara atasan (principal) dangan bawahan (agen atau karyawan) yang diberi kekuasaan untuk membuat keputusan. Menurut teori keagenan, konflik antara principal dan agen dapat dikurangi dengan mensejahterakan kepentingan antara

  

principal dan agen. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan

  institusional merupakan dua mekanisme yang mengendalikan terjadinya masalah keagenan.

  Menurut Setiawan dkk, (2016) berasusmsi bahwa manusia berperilaku secara sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang dimiliki untuk menentukan niat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam hal ini pengetahuan merupakan sumber informasi yang akan menentukan niat tersebut. Peningkatan dalam pengetahuan keuangan cenderung menyebabkan semakin baik atau efektifnya perilaku keuangan serta pengambilan keputusan keuangan.

  Menurut (Orton, 2007(dalam Andrew dkk, 2014) menyatakan bahwa pengetahuan keuangan, menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan karena merupakan alat yang berguna untuk membuat keputusan keuangan, namun dari pengalaman-pengalaman di berbagai Negara masih menunjukkan pengetahuan keuangan masyarakat relatif kurang tinggi.

  Tingkat pengetahuan keuangan yang dimiliki oleh seseorang dapat dilihat melalui: a. Sebijak apa orang tersebut mampu memberdayakan gunakan sumber daya keuangan. Dalam hal ini, seseorang yang memiliki pengetahuan keuangan yang baik akan mampu menggunakan sumber daya keuangannya dengan baik dan maksimal pula.

  b. Menentukan sumber pembelanjaan. Orang dengan pengetahuan yang baik dapat menentukan dari mana sumber pembelanjaan yang dimiliknya.

  c. Mengelola risiko jiwa. Sebaik apa seseorang dalam mengelola risiko jiwanya dapat dilihat dari seberapa baik pengetahuan keuangan yang dimilikinya.

  d. Mengelola asset yang dimilikinya. Asset merupakan hal yang sangat penting yang tidak hanya harus dijaga, tetapi juga harus dikelola.

  Pengelolaan asset yang baik akan menunjukkan sebaik apa pula tingkat pengetahuan keuangan yang dimiliki seseorang (Margaretha & Sari, 2015).

3. Pengalaman Positif dengan Penyedia Utang

  Pengalaman keuangan merupakan kejadian tentang hal yang berhubungan dengan keuangan yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung dan sebagainya). Dari pengalaman keuangan dapat digunakan untuk modal dalam mengelola keuangan (Sriwidodo, 2015). Pengalaman hidup sangat penting ketika individu untuk melakukan aktivitas kewirausahaan. Hal tersebut terkait dengan pengetahuan dan pengalaman yang selama ini mereka alami atau orang lain alami. Pengalaman hidup menyediakan akses informasi yang baru dan membantu dalam menemukan peluang ketika individu melakukan kewirausahaan. Individu dengan pengalaman hidup dan pekerjaan yang banyak akan memiliki akses dalam pengalaman yang beranekaragaman (Zusmelia, 2015: 155).

  Pengalaman pribadi sebelumnya dengan pilihan pembiayaan dan perilaku penyedia dana/pinjaman (berdasarkan kondisi kredit, ketersediaan kredit, atau perilaku lembaga keuangan yang umum) cenderung menentukan keyakinan tentang perilaku masa depan penyedia keuangan dan dengan demikian membentuk sikap pemilik atau manajer keuangan (Koropp, et al. 2013).

  Pengembangan sikap adalah hasil dari pengalaman langsung individu, misalnya, karena sekedar paparan. Namun, penelitian ini telah menunjukkan bahwa pembangunan sikap (pembentukan atau perubahan ) dapat dikenakan stimuli kontekstual atau peran sosial (Koropp dkk, 2013). Dengan demikian, sikap juga terbentuk melalui pengalaman langsung yang diperoleh dari kelompok referensi individu (Pangeran, 2016), misalnya, keluarga.

  Pengalaman paling menguntungkan dalam kontek keputusan yang kurang terstruktur dan kompleks, misalnya, seperti pengambilan keputusan keuangan di perusahaan keluarga (Koropp dkk, 2013). Namun, pengambilan keputusan keuangan diperusahaan keluarga yang berpengalaman memiliki kecenderungan untuk menjadi semakin dihubungkan oleh masalah yang membuat sulit bagi mereka untuk mengenali wawasan baru dan perubahan situasional (Koropp dkk, 2013). Dengan demikian, pengalaman pribadi sebelumnya dengan pilihan pembiayaan dan perilaku pemasok (misalnya, berdasarkan ketersediaan kredit, kondisi kredit, dan perilaku lembaga keuangan umum) adalah kemungkinan untuk menentukan keyakinan tentang masa depan perilaku penyedia keuangan dan sikap keuangan manajer/pemilik.

  Pemilik atau manajer perusahaan keluarga dengan pengalaman yang menguntungkan sebelumnya atas pembiayaan utang adalah kurang hati-hati dalam memperoleh utang tambahan (Koropp dkk, 2016). Pengalaman pribadi langsung lebih mungkin akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa pengalaman positif dengan penyedia utang mempengaruhi secara positif sikap pemilik-manajer perusahaan keluarga terhadap utang.

  Dengan demikian, jika tingkat komitmen keluarga untuk bisnis tinggi bertepatan dengan pengalaman negatif sebelumnya dengan penyedia utang, sikap negatif terhadap utang kemungkinan akan menjadi lebih nyata. Pada sisi lainnya, jika komitmen keluarga rendah, seperti pertimbangan keuangan cenderung menguasai dan pengalaman negatif dengan penyedia utang tidak akan sangat mempengaruhi sikap terhadap utang.

4. Orientasi Tujuan Ekonomi

  Orientasi tujuan adalah cara dimana orang termotivasi bekerja untuk memenuhi berbagai tujuan. Satu sisi ekstrem dari kontinum orientasi tujuan adalah perilaku tujuan agresif. Orang yang melakukan perilaku tujuan agresif cenderung menempatkan penghargaan yang tinggi terhadap kepemilikan materi, uang, dan aktualisasi diri. Di lain pihak, orang yang mengadopsi perilaku tujuan pasif menempatkan suatu nilai yang tinggi terhadap hubungan sosial, kualitas kehidupan, dan perhatian terhadap orang lain (Griffin, 2004: 149).

  Menurut teori normatif oleh (Myers dan Majluf, 1984), manajer memilih sumber keuangan perusahaan berdasarkan biaya modal dengan demikian perilaku keuangan mereka ditentukan oleh motivasi ekonomi murni, semua didedikasikan untuk tujuan tunggal: peningkatan nilai pemegang saham. Persepsi dan evaluasi selanjutnya tentang karakteristik lingkungan dan dengan demikian pembentukan sikap dipengaruhi oleh orientasi tujuan individu (Pangeran, 2016). Oleh karena itu, orientasi tujuan manajer atau pemilik perusahaan keluarga dapat berfungsi sebagai kerangka tertentu.

  Pemilik atau manajer yang berusaha untuk meningkatkan keuntungan secara terus-menerus, maka mereka dengan orientasi tujuan ekonomi yang tinggi, lebih beringinan untuk menggunakan sumber- sumber keuangan eksternal. Sebaliknya, manajer atau pemilik yang memiliki orientasi tujuan ekonomi agak rendah (misalnya, untuk mempertahankan nilai emosional pribadi bisnis) lebih mungkin untuk melupakan peluang pertumbuhan yang tidak dapat dibiayai oleh dana internal. Penelitian menunjukkan bahwa tujuan ekonomi pemilik atau manajer perusahaan keluarga berpengaruh positif terhadap perolehan utang (Pangeran, 2016), karena perolehan utang sebagai alat pembiayaan bertujuan untuk meningkatkan kinerja (misalnya, dengan memfasilitasi proyek-proyek pertumbuhan) (Koropp dkk, 2013). Dengan demikian, tingginya tingkat orientasi tujuan ekonomi akan mempengaruhi secara positif sikap keuangan pemilik atau manajer pada utang.

  Pemilik-manajer cenderung mendukung dan mengembangkan strategi yang lebih beresiko terhadap keuntungan dan pertumbuhan, yang difasilitasi oleh penggunaan hutang pembiayaan. Namun, dengan komitmen keluarga yang lebih tinggi, sikap positif terhadap utang kemungkinan akan dimitigasi oleh keinginan untuk mempertahankan tidak hanya penciptaan kekayaan ekonomi tetapi juga sosiemosional kekayaan, pekerjaan keluarga, tingkat yang lebih tinggi komitmen, yang berhubungan dengan keinginan untuk mengerahkan usaha diskresioner dalam organisasi (Koropp dkk, 2013), harus meredam sikap terhadap utang, sebagai utang yang lebih rendah, misalnya, memungkinkan untuk memperkuat kontrol keluarga dimasa depan (Koropp dkk, 2013). Selain itu, sebagai komitmen cenderung meningkatkan akses survivability modal (Pangeran, 2016) dan dengan demikian memfasilitasi ketersediaan dan pemanfaatan dana keluarga sebagai pengganti utang kepada penyedia utang eksternal.

5. Komitmen Keluarga

  Menurut hasil dari penelitian yang telah dilakukan di PT Continental, diketahui bahwa PT Continental telah mengeksplor komitmen keluarga dimana setiap anggota keluarga telah memiliki komitmen yaitu saling percaya, saling menghargai dan saling mendukung, tanpa adanya komitmen maka rasa saling mencurigai antara saudara akan muncul dan pasti akan berdampak pada perusahaan keluarga. Mengeksplor komitmen keluarga menjadi isu penting sebagai kedewasaan keluarga dan anggota keluarga yang baru masuk dalam perusahaan. Dengan adanya perluasan keluarga menyebabkan hal ini berguna untuk bekerja bersama, dimana seluruh anggota keluaraga termasuk saudara ipar dan generasi selanjutnya dapat menghargai apa yang menjadi komitmen keluarga yang ada dalam bisnis (Winarwan dkk, 2016).

  Model konseptual penelitian ini juga menjelaskan konteks sosial tertentu, yaitu komitmen keluarga yang mungkin memiliki pengaruh moderasi pada pembentukan sikap keuangan individual ini. Alasannya, karena komitmen keluarga, yaitu dengan cara komitmen keluarga, loyalitas, dan kebanggaan dalam bisnis, merupakan bagian dari budaya keluarga, adalah memiliki pengaruh penting pada bisnis (Koropp et al, 2013) dan pada kinerja keuangan. Elemen efektif komitmen terkait erat dengan identifikasi pribadi dengan perusahaan (Pangeran 2016), yang merupakan bentuk keterlibatan psikologis. Dengan demikian, komitmen keluarga yang tinggi dapat menghasilkan sikap positif pada anggota keluarga terhadap perusahaan. Oleh karena itu, komitmen keluarga cenderung meningkatkan minat dan partisipasi aktif dalam bisnis. Komitmen keluarga yang lebih tinggi karena dapat menyebabkan peningkatan interaksi sosial antara keluarga dan pemilik-manajer perusahaan keluarga yang mempengaruhi pengambilan keputusan.

B. Penelitian Terdahulu

  Dari penelitian terdahulu yang telah dijelaskan, dapat disajikan ke tabel sebagai berikut ini:

  Tabel 2.1

  Penelitian Terdahulu

  No Nama Judul Variabel Metode Hasil

  1 Koropp,

  Grichnik, dan Kellermanns (2013) Attitudes in family firms: the moderating role of family commitment Jurnal of Small Business Management 51, no. 1 (2013): 114- 137

  Pengetahuan keuangan,

pengalaman positif

dengan penyedia

utang, orientasi

ekonomi, komitmen

keluarga, sikap

keuangan

  Survey Pengetahuan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap keuangan. Pengalaman positif penyedia utang berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap keuangan. Orientasi ekonomi berpengaruh negatif terhadap sikap keuangan.

  2 Pangeran P

  (2016) Sikap keuangan pada perusahaan keluarga: peran moderasi komitmen keluarga Jurnal Manajemen 20, no. 1 (2016): 82-101 Pengetahuan keuangan,

pengalaman positif

dengan penyedia

utang, orientasi

ekonomi, komitmen

keluarga, sikap keuangan Survey Koefisien interaksi pengalaman positif dengan penyedia utang dan komitmen keluarga terhadap bisnis adalah positif dan signifikan, Koefisien interaksi orientasi tujuan ekonomi dan komitmen keluarga No Nama Judul Variabel Metode Hasil terhadap binis adalah negatif dan tidak signifikan, Koefisien interaksi pengetahuan keuangan keluarga terhadap bisnis adalah positif dan tidak signifikan.

  3 Andrew dan

  Linawati (2014) Hubungan faktor demografi dan pengetahuan keuangan dengan perilaku keuangan karyawan swasta di Surabaya Finesta 2, no. 2 (2014): 35-39

Faktor demografi,

pengetahuan

keuangan dan

perilaku keuangan Survey Terdapat hubungan yang signifikan antara factor demografi dengan perilaku keuangan karyawan swasta di Surabaya. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan keuangan dengan perilaku keuangan karyawan swasta di Surabaya.

  4 Hatak,

  Kautonen, Fink, dan Kansikas (2015)

  Innovativeness and family-firm performance: The moderating effect of family commitment Technological forecasting and social change 102 (2016): 120-131

Kinerja perusahaan,

inovasi perusahaan,

kewirausahaan,

komitmen keluarga

Survey Inovasi perusahaan keluarga secara positif mempengaruhi kinerja perusahaan, Komitmen keluarga membuat hubungan antara inovasi dan kinerja perusahaan sehingga pengaruh inovasi terhadap kinerja perusahaan akan semakin kuat bila tingkat komitmen keluarga tinggi, Komitmen keluarga membuat hubungan antara inovasi dan kinerja perusahaan sehingga pengaruh inovasi terhadap kinerja perusahaan akan semakin kuat bila tingkat komitmen keluarga rendah.

  5 Setiawan,

  Wahyudi, dan Mawardi (2016) Pengaruh sosial demografi, Pengetahuan keuangan dan Sikap keuangan terhadap Perilaku investasi keuangan individu Studi Kasus Pada Karyawan Swasta di Kabupaten Kudus. PhD diss., Diponegoro Univesity, 2016

Perilaku investasi,

sosial demografi,

pengetahuan

keuangan, sikap

keuangan

  Survey Terdapat pengaruh signifikan positif antara variabel sosial demografi terhadap perilaku investasi keuangan individu, Terdapat pengaruh positif antara variabel pengetahuan keuangan terhadap perilaku investasi keuangan individu pada tingkat signifikan, Terdapat pengaruh signifikan positif antara variabel sikap keuangan terhadap perilaku investasi

C. Kerangka Pemikiran

  Penelitian ini mengungkapkan beberapa faktor yang diduga berpengaruh pada sikap keuangan, antara lain: Pengetahuan Keuangan, Pengalaman Positif Dengan Penyedia Utang, Orientasi Ekonomi, Komitmen Keluarga, Sikap Keuangan.

  1. Pengetahuan keuangan berpengaruh terhadap peran moderasi komitmen keluarga dan sikap keuangan

  Tingkat pengetahuan keuangan adalah hal yang paling penting, karena memungkinkan individu untuk memahami pengelola keuangan keluarga serta memiliki perilaku penghematan. Kurangnya pengetahuan keuangan mungkin kurang diperlukan, jika individu bergantung pada bantuan orang lain untuk membuat keputusan pengelola keuangan maupun perencanaan investasi (Yulianti dan silvy, 2013).

  Penelitian yang dilakukan oleh Pangeran (2016) menunjukkan bahwa secara parsial komitmen keluarga yang tinggi pada bisnis akan melemahkan efek positif dari pengetahuan keuangan manajer atau pemilik pada sikap keuangan pemilik atau manajer terhadap utang. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Koropp (2013).

  2. Pengalaman positif dengan penyedia utang berpengaruh terhadap peran moderasi komitmen keluarga dan sikap keuangan

  Ketika komitmen berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya dengan pemberi pinjaman, umpan balik yang diterima dari keluarga, sebagai kelompok referensi sosial pembuat keputusan, akan memainkan peranan penting dalam menjelaskan proses pembentukkan sikap (Koropp et al, 2013). Sumber pendanaan alternatif (seperti dana keluarga) cenderung akan tersedia atau dianggap sebagai pendanaan alternative yang diinginkan, dan pemberi pinjaman mungkin tidak dianggap sebagai hambatan bagi kontrol keluarga dan kekayaan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Pangeran (2016) menunjukkan bahwa secara parsial komitmen keluarga yang tinggi pada bisnis akan memperkuat pengaruh positif manajer atau pemilik dengan penyedia utang terhadap sikap keuangan pemilik atau manajer pada utang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Koropp (2013).

3. Orientasi tujuan ekonomi berpengaruh terhadap peran moderasi komitmen keluarga dan sikap keuangan

  Orientasi tujuan manajer atau pemilik perusahaan keluarga dapat berfungsi sebagai kerangka kerja untuk pengambilan keputusan keuangan yang menciptakan sikap keuangan tertentu. Pemilik atau manajer perusahaan keluarga mungkin menunjukkan orientasi tujuan ekonomi yang tinggi mengenai dimensi yang terkait dengan bisnis dan pada saat yang sama, menunjukkan orientasi tujuan sosial (non-ekonomi) yang tinggi dalam hal dimensi yang terkait dengan keluarga. Pemilik atau manajer perusahaan keluarga akan memfasilitasi pemikiran yang lebih kolektif ketika komitmen keluarga tinggi. Dengan demikian, memfasilitasi ketersediaan dan pemanfaatan dana keluarga sebagai pengganti utang kepada penyedia utang luar. Sikap menurun terhadap utang seharusnya terjadi pada komitmen yang tinggi.

  Penelitian yang dilakukan oleh Pangeran (2016) menunjukkan secara parsial komitmen keluarga yang tinggi dengan bisnis akan melemahkan pengaruh positif dari orientasi tujuan ekonomi manajer atau pemilik terhadap sikap keuangan pemilik atau manajer pada utang. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Koropp (2013).

  Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun sebelumnya, maka kerangka pemikiran yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  H1 + Pengetahuan Keuangan

  H2 + Sikap Keuangan

  Pengalaman positif pada Utang dengan penyedia utang

  H3 - H5 H6

  Orientasi Tujuan H4 Ekonomi

  Komitmen Keluarga Pada Bisnis

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hipotesis

D. Hipotesis

  Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara dan masih harus dibuktikan kebenarannya (Sugiyono, 2009:64). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut : H1 : pengetahuan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap sikap keuangan pada utang.

  H2 : pengalaman positif dengan penyedia utang berpengaruh positif signifikan terhadap sikap keuangan pada utang.

  H3 : orientasi tujuan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap sikap keuangan pada utang.

  H4 : komitmen keluarga memoderasi hubungan antara pengetahuan keuangan terhadap sikap keuangan pada utang.

  H5 : komitmen keluarga memoderasi hubungan antara pengalaman positif dengan penyedia utang terhadap sikap keuangan pada utang.

  H6 : komitmen keluarga memoderasi hubungan antara orientasi ekonomi terhadap sikap keuangan pada utang.