Membentuk generasi Islami melalui pembaharuan pendidikan Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu di Surabaya.

(1)

MEMBENTUK GENERASI ISLAMI

MELALUI PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU DI SURABAYA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Mohammad Fatih Azam NIM. F.132.13.166

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Mohammad Fatih Azam. F.132.13.166, Membentuk Generasi Islami melalui Pembaharuan Pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu di Surabaya, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2017. Pembimbing: Drs. H. Nur Kholis, M.Ed., Admin., Ph.D.

Kata Kunci: Generasi Islami, Pembaharuan, Sekolah Dasar Islam Terpadu

Pembaharuan pada sebuah instansi pendidikan adalah sebuah hal yang wajar, tidak terkecuali pembaharuan yang ada pada Sekolah Islam Terpadu, terlebih jika tantangan yang ada pada masyarakat sangat mengharuskan dilakukan adanya pembaharuan, apalagi pembaharuan ini dilakukan untuk membentuk generasi Islami yang keberadaannya semakin hilang ditengah kemajuan zaman dan ditengah maraknya krisis moral pada masyarakat. Penelitian ini difokuskan pada permasalahan: (1) bagaimana generasi Islami dalam perspektif sekolah Islam terpadu; (2) bagaimana pembaharuan pendidikan Islam pada sekolah Islam terpadu; dan (3) bagaimana membentuk generasi Islami melalui pembaharuan pendidikan Islam pada Sekolah Islam terpadu.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi multi kasus, karena penelitian ini berusaha memahami secara detail terkait pembaharuan yang ada pada sekolah Islam terpadu. Data bersumber dari dokumen dan informan yang ditetapkan secara proporsional. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul dipetakan dan dianalisis sehingga terkumpul data yang relevan dengan tema penelitian. Selanjutnya data dilakukan analisis guna menyusun konsep dan gambaran dari temuan penelitian, dan terakhir pengujian kredibilitas data di cek dengan prosedur triangulasi sumber dan waktu serta pengujian transferability

(keteralihan).

Penelitian ini menghasilkan temuan berkaitan dengan pembaharauan pendidikan Islam dalam rangka pembentukan generasi Islami. Pertama, generasi Islami yang diharapkan akan terbentuk memiliki sepuluh karakter, yakni: al-sali>m

al-a>qidah, al-s}ahi>h al-iba>dah, al-mati>n al-khu>luq, qadir> ‘ala kas}bi, al-muthaqqaf al-fiqri, al-qawiyy al-jismi, muja>hid li nafsihi, munazzam fi shu’unihi, ha>ris ‘ala al-waqtihi, na>fi’ li al-ghairihi. Kedua, pembaharuan yang dilakukan oleh Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) hanyalah sebuah modernisasi, yakni menutupi dan melengkapi kekurangan dari konsep pendidikan yang telah berjalan sebelumnya. Ketiga, upaya pembentukan generasi Islami pada SDIT tidak dilakukan memalui adanya pembaharuan, tetapi hanya melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan pada setiap aktivitas siswa dilingkungan sekolah, yang mana pembiasaan-pembiasaan ini semuanya dalam aspek dan berasas Islam sebagai dasarnya, sehingga karakter Islami yang dicita-citakan dapat terbentuk.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PEDOMAN TRANSILITERASI ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Kerangka Teoritik ... 9

G. Penelitian Terdahulu ... 10

H. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18

A. Pembaharuan Pendidikan Islam ... 18


(8)

2. Sejarah dan Latar Belakang Pembaharuan Pendidikan Islam 24

3. Tujuan Pembaharuan Pendidikan Islam ... 27

B. Generasi Islami... 29

1. Pengertian Generasi Islami ... 29

2. Karakteristik Generasi Islami ... 31

3. Pentingnya Pembentukan Generasi Islami ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 42

B. Lokasi Penelitian dan Kehadiran Peneliti ... 43

C. Sumber Data ... 44

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 45

E. Analisis Data ... 50

F. Pengujian Keabsahan Data ... 52

BAB IV DESKRIPSI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU ... 53

A. Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) ... 53

1. Sejarah JSIT ... 53

2. Standar Visi dan Misi SIT ... 55

3. Standar Karakteristik SIT ... 57

B. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian ... 62

1. Sejarah Singkat ... 62

2. Karakteristik SDIT ... 64

a. Ideologi SDIT ... 64


(9)

c. Kurikulum Sekolah ... 68

d. Kondisi Guru dan Siswa ... 69

e. Kondisi Sarana dan Prasarana ... 69

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Karakter Generasi Islami dalam Perpektif Sekolah Islam Terpadu ... 72

B. Pembaharuan Pendidikan Islam pada Sekolah Islam Terpadu 76

C. Strategi Membentuk Generasi Islami Melalui Pembaharuan Pendidikan Islam pada Sekolah Islam Terpadu ... 81

BAB V PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Implikasi ... 88

C. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Life is education and education is life.1 Manusia merupakan unsur terpenting dalam pendidikan, karena ia subjek sekaligus objek dalam pendidikan. Manusia tidak akan bisa berkembang dan tidak bisa mengembangkan kebudayaannya secara sempurna jika tidak ada pendidikan. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa eksistensi pendidikan merupakan salah satu syarat yang mendasar bagi berkembangnya kebudayaan manusia. Di sini fungsi pendidikan adalah menyatukan antara kebudayaan yang lama dengan kebudayaan yang baru secara proposional dan dinamis.2

Pendidikan juga mutlak sifatnya dalam kehidupan bangsa dan negara, sebab maju mundurnya suatu negara sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan di negara itu. 3 Mengingat begitu pentingnya pendidikan dalam suatu negara, sehingga secara yuridis pendidikan di Indonesia diatur dalam undang-undang dasar pasal 31 ayat 1 Tahun 1945 yang berbunyi “Tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Sedangkan pendidikan agama sendiri berada pada posisi yang sangat strategis, baik pada UUSPN No.2 Tahun 1989 maupun dalam UUSPN No.20 Tahun

1

Rupert C. Lodge, 1974. Lihat Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak

Sejarah Era Rosululah Sampai Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2007), v.

2

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rosululah Sampai

Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2007), v.

3

Amier Daen Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), 44.


(11)

2

2003. Pada UUSPN 1989 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”4 Sementara dalam UUSPN 2003 dinyatakan pada Pasal 1 Ayat 5 UUSPN 2003, bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dan perubahannya yang bersumber pada ajaran agama, keanekaragaman budaya Indonesia, serta tanggap terhadap perubahan zaman.” Pasal 4 UUSPN 2003, yaitu “Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlaq mulia, berbudi mulia, sehat, berilmu, kompeten, terampil, kreatif, mandiri, estetis, demokratis, dan memiliki rasa kemasyarakatan dan kebangsaan.”5

Lebih jauh dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

4

Departemen P & K, Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang SISPENAS. Lihat Lihat Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rosululah Sampai

Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2007), ix-x.

5

Undang-undang pendidikan tahun 1989 dan 2003 mengindikasikan pentingnya posisi

pendidikan agama dalam pengembangan generasi bangsa. Keduanya menyebut kata “beriman dan bertakwa… dan berakhlaq mulia.


(12)

3

dan negara. Dalam pernyataan lain, fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 6

Berkaca pada UU yang mengatur pendidikan ini, terlihat jelas bahwa tugas pendidikan adalah membentuk dan membangun karakter bangsa, dan pendidikan agama berperan penting dalam pembangunan karakter bangsa. Fenomena kekinian menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kemunduran dalam hal pembentukan karakter, sehingga akhir-akhir ini pemerintah memfokuskan program pendidikan dalam bidang pembentukan karakter. Namun, pendidikan sendiri juga menghadapi tantangan dalam hal pengembangan karakter bangsa. Perubahan sosial-kultural masyarakat akibat dari berkembangnya zaman telah mengakibatkan terjadinya degradasi moral bangsa. Perubahan sosial-kultural masyarat ini semakin lama semakin mengkhawatirkan. Peristiwa-peristiwa yang merendahkan harkat dan martabat manusia menyebar secara luas, bahkan sudah mulai masuk ke ranah pendidikan. Seperti rusaknya moral, semakin meningkatnya kenakalan remaja, mulai pudarnya sikap hormat kepada guru dan masih banyak lagi permasalahan moral lainnya. Hal-hal ini memberikan tantangan besar bagi

6


(13)

4

peran pendidikan agama khususnya pendidikan Islam dalam menahan dan memperbaiki laju degradasi moral bangsa ini. Permasalahan ini sebenarnya menjadi tanggung jawab dari pendidikan pada umumnya, tetapi pendidikan agama yang memegang tangung jawab dan menjadi pemeran utama dalam pembentukan moral serta karakter siswa. Pendidikan Islam berperan dalam membentuk/mencetak generasi Islami (generasi berakhlaq serta bermoral Islam).

Pendidikan Islam sendiri sebagaimana pendidikan lainnya dihadapkan pada permasalah-permasalahan yang tiada habisnya. Hal ini selain disebabkan karena perubahan orientasi masyarakat yang harus ditampung oleh pendidikan Islam, juga dipengaruhi oleh berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi yang menuntut berkembang pula dunia pendidikan Islam. Menghadapi masalah-masalah tersebut, para pemerhati dan pakar pendidikan turut serta menyumbang dan menawarkan solusi yang dianggap paling tepat guna menangkal melajunya permasalahan tersebut.

Jika melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam khususnya di Indonesia tak terlepas dari kegiatan dakwah Islam itu sendiri. Sebab pendidikan Islam adalah perantara dalam menanamkan nilai-nilai keislaman pada masyarakat. Bermula dengan pendidikan Islam, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan tuntunan yang sudah ada dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Jika ditarik garis besar, maka kualitas pemahaan penghayatan dan pengamalah ajaran Islam pada masyarakat ini tergantung dengan bagaimana kualitas


(14)

5

pendidikan yang diterimanya hingga saat ini. Karena itulah pendidikan Islam terus berkembang dan mengalami pembaharuan hingga sekarang. 7

Sebagai sebuah proses yang terus berjalan, pendidikan Islam tak terlepas dari hadirnya sebuah permasalahan. Berbagai aspek yang terkait dengan kegiatan pendidikan Islam, mulai dari visi, misi, tujuan, dasar dan landasan pendidikan, tujuan kurikulum, tenaga pendidikan, metodologi pembelajaran, sarana dan prasarana, evaluasi dan pembiayaan, secara keseluruhan mengandung permasalahan yang hingga kini belum dapat dipecahkan secara tuntas.8 Berbagai aspek yang terdapat dalam pendidikan ini sering kali berjalan apa adanya, alami dan tradisional, serta dilakukan tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Akibatnya maka mutu pendidikan Islam sering kali menunjukkan keadaan yang kurang menggembirakan. Demikian pula perhatian dan kesungguhan pihak pemerintah dan masyarakat dalam ikut serta mengatasi permasalahan pendidikan masih belum optimal.

Jika melihat keadaan masyarakat yang terus berkembang, pendidikan Islam yang berwatak al-s}alahiyy li al-zama>n wa al-maka>n (sesuai dengan waktu dan tempat) mendasari tujuan pendidikannya dengan kepentingan hidup masa depan anak didik. Tujuan demikian diilhami oleh sabda Nabi yang sangat dianjurkan oleh Khalifah al-Rasyidin ke-4, Ali bin Abi Thalib sebagai berikut: “Ajarilah anak-anakmu (dengan pengetahuan) yang bukan seperti kamu

7

Abudin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengtasi Kelemahan Pendidikan Islam di

Indonesia, (Jakarta: 2008), 1.

8


(15)

6

pelajari, karena mereka itu adalah diciptakan untuk generasi zaman yang berbeda dengan zamannya.” 9

Mengacu pada anjuran khalifah ke-4 ini, dan juga melihat realitas masyarakat yang semakin kacau, perlu kiranya dilakukan perbaikan agar generasi kedepan tidak semakin kacau dan rusak akhlaqnya. Sudah banyak pakar dan praktisi pendidikan yang membuat pernyataan bahwasanya generasi sekarang mengalami bayak sekali kemunduran dalam hal akhlaq, hal ini juga sudah nampak jelas di sekeliling kita, bagaimana kondisi akhlaq pelajar, khususnya pelajar pada sekolah Islam sangat mengkhawatirkan. Upaya untuk mengembalikan akhlaq pelajar ini adalah menjadi tanggung jawab pendidikan dan lebih khusus adalah pendidikan agama. Sedangkan dalam konteks pembentukan generasi Islami, pendidikan Islam yang memegang peran utama. Namun, bukan pendidikan Islam yang stagnan atau pendidikan Islam model klasik, akan tetapi haruslah pendidikan Islam yang telah mengalami dan senantiasa pula melakukan berbagai pembaharuan didalamnya. Namun, seperti apa dan bagaimana pembaharuan pendidikan Islam yang dapat mencetak generasi yang Islami di masa yang akan datang tersebut masih menjadi bahan penelitian yang dilakukan oleh pakar pendidikan Islam yang fokus pada maslah tersebut. Salah satunya adalah para pakar pendidikan Islam yang ada dalam JSIT. JSIT menyadari dan berkaca pada realitas masyarakat Indonesia saat ini, jika tidak diadakan sebuah pembaharuan dalam pendidikan Islam, pasti pendidikan Islam akan

9

Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan


(16)

7

mengalami kemunduran. Berlatar belakang realitas masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi ini, maka lahirlah 5 sekolah Islam terpadu yang menjadi cikal bakal lahirnya Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yang memayungi seluruh sekolah-sekolah Islam terpadu di Indonesia dengan standar khusus yang mencerminkan kekhasan sekolah Islam terpadu. 10 Setalah semakin banyak sekolah Islam terpadu yang bermunculan di Indonesia, maka semakin banyak pula tantangan yang muncul baik dari faktor internal maupun dari faktor eksternal. Hal inilah yang melatar belakangi semakin dipandang penting bahwasanya pembaharuan dalam sekolah Islam terpadu ini perlu dilaksanakan guna memperbaiki kualitas sekolah-sekolah yang bernaung dalam payung JSIT.

Dari uraian diatas maka penulis mengangkat tema tersebut dalam kajian karya ilmiah tesis dengan judul ”Membentuk Generasi Islami Melalui Pembaharuan Pendidikan Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu di Surabaya”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang permasalahan diatas, maka fokus penelitian ini adalah tentang pembaharuan pendidikan Islam yang ada pada sekolah Islam terpadu dalam membentuk generasi Islami sesuai dengan yang di cita-citakan JSIT.

10

http://www.jsit-indonesia.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-category-list/8-beginners. dilihat sabtu 14 November 2015 pukul 09.26.


(17)

8

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana generasi Islami dalam perspektif Sekolah Islam Terpadu? 2. Bagaimana pembaharuan pendidikan Islam yang ada pada Sekolah Islam

Terpadu?

3. Bagaimana membentuk generasi Islami melalui pembaharuan pendidikan Islam yang ada pada Sekolah Islam Terpadu?

D. Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik generasi Islami dalam perspektif Sekolah Islam Terpadu.

2. Untuk mengetahui pembaharuan pendidikan Islam yang ada pada Sekolah Islam Terpadu.

3. Untuk mengetahui strategi membentuk generasi Islami melalui pembaharuan pendidikan Islam yang ada pada Sekolah Islam Terpadu.

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan memperkaya konsep pendidikan Islam agar lebih komprehensif dan


(18)

9

transformatif dan sekurang-kurangnya dapat digunakan untuk dua aspek antara lain:

1. Aspek Teoritis

Karya ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi atau kontribusi baru bagi lembaga pendidikan pada umumnya dan khususnya bagi lembaga pendidikan Islam dalam mengembangkan mutu dan kualitas kelembagaannya.

2. Aspek Praktis

Pertama, karya ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi umat keseluruhan, dan bisa menjadi salah satu alternatif tentang bagaimana seharusnya pendidikan Islam itu dilaksanakan.

Kedua, sebagai syarat dalam menyelesaikan progam studi Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

F. Kerangka Teoritik

Kerangka teoretik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perubahan sosial, dengan menggunakan pendekatan ini akan mendeskrisikan berbagai peristiwa yang berhubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain yang saling berkaitan. Maka dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi yang komprehensif mengenai konsep pendidikan Islam yang diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang tergabung dalam jaringan sekolah Islam terpadu (JSIT) dalam merespon


(19)

10

perubahan-perubahan masyarakat akibat pengaruh globalisasi dan juga kemajuan dalam teknologi yang turut serta dalam menuntut adanya pembaharuan pada pola pendidikan Islam saat ini.11

Menurut pandangan Talcott Parsons dinamika masyarkat terjadi karena adanya faktor yang mendukung. Pertama, orientasi manusia terhadap situasi satu sama yang lain dengan melibatkan orang lain.12 Kedua, pelaku yang mengadakan kegiatan dalam masyarakat. Ketiga, kegiatan sebagai hasil orientasi dan pengokohan/pemikiran pelaku tentang suatu kegiatan yang merupakan realisasi dari motivasi untuk mewujudkan suatu kebutuhan, dan

keempat, lambang yang mewujudkan komunikasi tentang bagaimana manusia ingin mencapai tujuannya.13

Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) selaku induk dari sekolah-sekolah Islam terpadu yang ada di indonesia, dalam mengembangkan konsep pendidikan Islam diasumsika telah mempertimbangkan banyak aspek. Aspek-aspek ini lah yang akan digali dalam penelitian ini, sehingga konsep pendidikan Islam sekolah Islam terpadu dapat diketahui.

G. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang pembentukan generasi melalui pendidikan Islam sebenarnya telah ada yang ditulis dalam bentuk karangan ilmiah. Berikut ini

11

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda, 1999), 335.

12

Ian Craib, Teori – Teori Social Moderen, ( Jakarta: PT Rajawali, 1986),65.

13

Ishomaddin, Sosiologi Agama Pluralisme Agama dan Interpretasi Sosiologis, ( Malang: Universitas Muhammadiyah, 1996),114.


(20)

11

verifikasi tulisan yang berhubungan dengan pembentukan generasi melalui pendidikan Islam dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Pertama, Artikel yang ditulis oleh Muh. Idris, Doktor dalam bidang pendidikan Islam pada program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beliau juga adalah dosen tetap pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Manado yang berjudul “Pembaharuan Pendidikan Islam Dalam Konteks Pendidikan Nasional”.14 Penelitian ini membahas tentang fenomena-fenomena kenegaraan yang memandang bahwa porsi pendidikan dalam arti luas (umum dan Islam) belum terlalu menjadi prioritas, akan tetapi prioritas utama dalam sistem kenegaraan hanya terfokus pada pertumbuhan bidang ekonomi, dan ketahanan dalam militer, sedangkan masalah pendidikan masih sebatas isu tanpa adanya penanganan yang serius, terlebih lagi dalam mencakup pendidikan Islam. Lebih spesifik lagi, dalam karya ilmiah ini menjabarkan tentang masalah yang berkaitan dengan pembaharuan yang ada dalam pendidikan Islam, terlebih dengan sistem kenegaraan yang memandang sebelah mata masalah pendidikan keagamaan. Oleh karananya karya ilmiah ini lebih bertujuan untuk memposisikan pembaharuan dalam pendidikan Islam pada sistem pendidikan nasional.

Kedua, Skripsi yang ditulis oleh Mar’atus Sholihah, Mahasiswa Strata 1 Universitas Islam Negeri Malang Jurusan Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Konsep Pembaharuan Pendidikan Agama Islam Menuju Masyarakat Madani (Analisis Paradigma Pengembangan Kurikulum

14

Muh Idris,“Pembaharuan Pendidikan Islam Dalam Konteks Pendidikan Nasional”, Jurna Lentera Pendidikan Vol.12 No.1 Juni 2009, 13-32.


(21)

12

Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A.)”.15 Penelitian ini menunjukkan bahwa konsep pembaruan PAI menuju masyarakat madani di PTAI adalah dengan menciptakan dan mengembangkan paradigma pengembangan kurikulum. Sehingga diharapkan mampu menjadi salah satu konsep yang tepat dalam upaya memperbarui pendidikan Islam yang menjadi landasan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta berimplikasi pada pengembangan kepribadian, penciptaan budaya akademik yang Islami, dan etos belajar yang tinggi serta membentuk suasana religius dalam lingkungan PTAI yang sesuai dengan tuntutan masyarakat madani, yakni masyarakat yang beradab dan mencintai perbedaan. Dalam penelitian ini ada hal-hal yang perlu dikaji ulang dan perlu dicari solusinya sehingga dapat dilaksanakan sebagai suatu program nyata pada masa yang akan datang, yakni persoalan kurikulum yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang notabene sebagai masyarakat yang multikultural, humanistik, pluralistik dalam rangka mewujudkan masyarakat madani. Dan model pengembangan kurikulum yang harus dikembangkan adalah model pendekatan rekonstruksi sosial yang relevan dengan kebutuhan masyarakat madani. Dan menciptakan arah baru lulusan PTAI yang siap pakai sesuai dengan kebutuhan masyarakat madani.

Ketiga, Skripsi yang ditulis oleh Rohmatul Wakhidah, Mahasiswa Strata 1 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Pembaharuan Pendidikan Islam

15Mar’atus Sholihah,

Konsep Pembaharuan Pendidikan Agama Islam Menuju Masyarakat Madani (Analisis Paradigma Pengembangan Kurikulum Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A.),


(22)

13

Menuju Milenium Baru (Analisis Terhadap Pemikiran Azyumardi ِAzra)”.16 Latar belakang penelitian ini adalah permasalahan sosial-kultural masyarakat yang berkembang akhir-akhir ini semakin menghawatirkan. Berbagai peristiwa yang merendahkan harkat dan martabat manusia berkembang luas dalam masyarakat terutama dalam dunia pendidikan, seperti hancurnya nilai-nilai moral, ketidakadilan yang merajalela, solidaritas yang berkurang, meningkatnya kenakalan remaja, praktek korupsi yang semakin canggih, tindak pidana melaju pesat, sikap tidak etis kepada guru, dan berbagai masalah yang merusak moral bangsa lainnya. Fenomena ini seolah mempertanyakan kembali peranan pendidikan khususnya pendidikan Islam dalam mengembalikan dan membangun etika serta moral masyarakat. Pendidikan Islam sebagaimana halnya pendidikan lainnya senantiasa diwarnai oleh berbagai permasalahan yang tiada habis-habisnya. Hal ini selain disebabkan karena adanya perubahan orientasi dan tuntutan kehidupan umat manusia yang harus dilayani dan direspons oleh pendidikan Islam, juga karena adanya perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang menuntut kerja dunia pendidikan yang harus meningkat dari hari ke hari, terutama memasuki abad XXI atau millennium ketiga. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian tentang pembaharuan pendidikan Islam dalam perjalanan menuju milenium baru.

Keempat, Tesis yang ditulis oleh Machmud Shofi, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Konsentrasi

16

Rohmatul Wakhidah, Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Milenium Baru (Analisis

Terhadap Pemikiran Azyumardi ِAzra), (Skripsi--, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga


(23)

14

Pendidikan Islam yang berjudul “Pembaharuan Pendidikan Islam Pemikiran dan Praksis KH.Ahmad Dahlan”. 17

Penelitian ini membahas tentang pemikiran KH.Ahmad Dahlan tentang bagaimana seyogyanya pendidikan Islam itu dilaksanakan. Hal ini sudah masuk dalam ranah praksis pada pembahasan yang ada dalam tesis ini.

Kelima, Disertasi yang ditulis oleh Achmad Ruslan Efendi, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia”.18

penelitian ini menunjukkan bahwa Harun Nasution adalah seorang pembaharu pendidikan tinggi Islam di Indonesia, yang kontribusinya terhadap perkembangan pemikiran Islam di Indonesia, adalah hasil dari dialog antara dia dengan lingkungan. Kematangan dalam lapangan pemikiran keagamaan, membuat ide-ide dan gagasan pemikirannya diminati dan ia semakin mapan menempatkan dirinya sebagai seorang pembaharu yang objektif dan kritis, meskipun untuk itu ia harus membayar mahal seperti di tuduh Mu’tazilah, mengacaukan bangunan tradisi pemikiran Islam yang sudah mapan, bahkan dituduh keluar dari agama Islam. Harun dengan sangat cemerlang mengantarkan teori pembangunan melalui pembaharuan teologi. Keberhasilan Harun Nasution dalam mengantarkan doktrin perlunya penafsiran kembali kepada ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan keadaan zaman. Berulang kali Harun menegaskan bahwa ajaran Islam

17

Machmud Shofi, Pembaharuan Pendidikan Islam Pemikiran dan Praksis KH.Ahmad

Dahlan, (Tesis--, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014),--.

18

Achmad Ruslan Efendi, Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan Pendidikan Tinggi


(24)

15

itu banyak dan luas maka siapa saja dapat berenang dalam kolam ajaran Islam yang nisbi tersebut, asal jangan keluar dari padanya. Seorang telah dinyatakan keluar dari Islam apabila ia telah melanggar empat hal yang telah disepakati dalam pemikiran Islam, yaitu (1) tidak boleh ada dalam pemikiran Islam yaitu Allah tidak ada, (2) tidak boleh ada kesimpulan dalam Islam bahwa al-Qur’an bukan wahyu, (3) tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa Muhammad bukan Rasul Allah, dan (4) tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa hari akhir itu tidak ada. Dalam konteks ini ukurannya adalah zamannya. Harun Nasution terlihat sangat radikal dan berani, sekaligus sangat toleran. Oleh karena itulah Harun harus ditempatkan sebagai tokoh yang telah berhasil melakukan demokratisasi sikap ilmiah dan independensi berfikir serta mengajarkan bahwa semua orang punya hak suara yang sama, Gagasan-gagasan dan ide-ide pemikiran Harun Nasution mendapat reaksi keras dari sebagian kaum terpelajar Islam di Indonesia, karena dipandang mengacaukan bangunan tradisi pemikiran Islam yang sudah mapan, bahkan dituduh keluar dari Islam. Akan tetapi sebagaimana terbukti dalam penelitian ini bahwa pemikiran Harun Nasution dalam merasionalisasikan pemahaman keagamaan adalah dengan sebuah semangat yang dijiwai nilai-nilai al-Qur’an. Itulah yang kemudian menjiwai obsesi Harun Nasution untuk mengembangkan pemikirannya mengenai pendidikan Islam.

Semua penelitian terdahulu yang sudah peneliti cantumkan diatas, jika dilihat sekilas akan terlihat sama dengan penelitian yang dilakukan peneliti.


(25)

16

Tetapi, jika membaca dan memahami isi yang dikaji, maka akan tampak perbedaan besar yang ada. Penelitian-penelitian diatas membahas pembaharuan pendidikan Islam perspektif tokoh-tokoh pendidikan, sedangkan penelitian ini akan membahas pembaharuan pendidikan Islam dalam kacamata JSIT. Meskipun pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan dalam penelitian ini akan berujung pada output yang sesuai dengan karakter Islam, tetapi dalam penelitian terdahulu tidak begitu nampak bagaimana proses dalam pembentukan karakter Islami yang di inginkan, hal ini juga yang menjadi perbedaan dari penelitian terdahulu degan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Sehingga, peneliti yakin bahwa kajian yang diangkat peneliti ini belum pernah diangkat oleh peneliti sebelum ini.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang tata urutan penulisan tesis dengan judul “Membentuk Generasi Islami Melalui Pembaharuan Pendidikan Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu di Surabaya” ini, maka penulis ketengahkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab Pertama: Merupakan bagian awal dari penelitian ini dan dapat dijadiakn acuan untuk memahami ini, tipe dan kemana arah dari penenitian ini. Bab ini berisi beberapa sub-bab yang meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan penulisan, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoretik dan Penelitian Terdahulu serta Sistematika Pembahasan.


(26)

17

Bab Kedua: Kajian Teori, bagian ini berisi uraian tentang teori-teori yang bersumber langsung dari buku sebagai sumber primer data, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa dalam bab ini sumber datanya adalah melalui hasil wawancara. Bab ini berisi beberapa sub-bab antara lain, konsep dari generasi Islami, pendidikan Islam dan pembaharuannya. Dari kedua sub-bab ini akan diperinci lagi menjadi bagian-bagian kecil sehingga akan lebih menjelaskan secara detail tentang konsep teoritis dari tema yang diangkat oleh peneliti.

Bab Ketiga: Metodologi Penelitian, bagian ini berisi jenis dan pendekatan penelitaian, lokasi penelitian dan kehadiran peneliti, sumber data, prosedur pengumpulan data dan analisis data serta pengujian keabsahan data. Bab Keempat: Deskripsi Sekolah Dasar Islam Terpadu, bagian ini berisi pemaparan semua hasil temuan peneliti dilapangan, baik dari sampel SIT yang diambil ataupun terkait JSIT sebagai induk dari SIT di Indonesia.

Bab Kelima: Fokus Hasil Penelitian dan Pembahasan, bagian ini berisi analisis hasil temuan dilapangan oleh penulis sekaligus pembahasan rumusan masalah yang telah direncanakan oleh penulis pada bab pertama.

Bab Keenam: Kesimpulan, Implikasi, dan Saran, merupakan bagian yang menguraikan temuan dari penelitian. Bagian ini berisi kesimpulan, implikasi beserta saran yang diberikan oleh penulis.


(27)

18

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembaharuan Pendidikan Islam

1. Pengertian pembaharuan pendidikan Islam

Pembaharuan pendidikan Islam tersusun dari beberapa istilah yang saling berkaitan, yakni pembaharuan dan pendidikan Islam. Secara etimoligis pembaharuan adalah orang atau lembaga yang mendorong terciptanya perubahan sosial dan ekonomi secara berencana (seperti penyuluh pertanian dan guru). Sedangkan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. 1

Pembaharuan pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yakni reformasi dan modernisasi. Dalam arti yang pertama, pembaharuan adalah kembali kepada yang asli, sedangkan arti yang kedua pembaharuan bukanlah suatu penggalian kembali, tetapi hanyalah merupakan suatu perubahan yang bersifat kulit atau permukaan dengan tetap merujuk atau berdasar pada pendapat-pendapat dari pakar terdahulu.2

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembaharuan berasal dari kata “baru” yang artinya proses, cara, perbuatan membarui, dan proses mengembangkan kebudayaan terutama di lapangan teknologi dan ekonomi. Sedangkan kata modern diartikan sebagai terbaru, mutakhir, sikap dan cara

1

Lihat http://kbbi.web.id/agen. dan http://kbbi.web.id/didik. (18 Februari 2016).

2

Darul Aqsho, Kiai Haji Mas Mansur (1896-1946) : Perjuangan dan Pemikiran, (Jakarta: Erlangga,2005), 9-10.


(28)

19

berpikir serta cara bertidak sesuai dengan tuntutan zaman.3 Sedangkan dalam bahasa Arab, istilah yang memiliki kesamaan makna dengan pembaharuan adalah kata Tajdi>d, berasal dari kata jaddada–yujaddidu-tajdi>dun yang berarti

al-i’a>dah wa al-ihya> (mengembalikan dan menghidupkan, atau memperbarui).4

Harun Nasution, berpendapat bahwa pembaharuan atau modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh perubahan dan keadaan, terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Selanjutnya kata modern erat kaitannya dengan kata modernisasi yang berarti pembaharuan atau tajdi>d. Menurutnya modernisme dalam Islam lebih diartikan dengan pembaharuan dalam arti memperbarui hal-hal lama yang dianggap menyimpang dari yang sebenarnya. Hal ini disebabkan istilah modernism

sendiri dianggap mengandung arti negatif disamping arti positifnya. Yang dimaksud Harun Nasution dalam arti negatif di sini adalah kecenderungan adanya konotasi Barat yang ada pada kata itu, karena dapat memunculkan kesan bahwa gerakan modernisme diilhami dari modernism yang tumbuh di Barat. 5

3

Lihat http://kbbi.web.id/baru. dan http://kbbi.web.id/modern. (16 Maret 2017).

4

Busahdiar, Pembaharuan Sistem Pendidian Islam (Study Kasus Perguruan Thawalib Padang

Panjang Periode Tahun 1998-2006), (Thesis S2 Konsentrasi Pendidikan Islam, Pascasarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), 20-21.

5

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 11.


(29)

20

Sedangkan, M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa di dalam pembaharuan terdapat syarat pokok tertentu. Pembaruan dapat terlaksana akibat pemahaman dan penghayatan nilai-nilai dalam Al-Qur’an, serta kemampuan memanfaatkan dan menyesuaikan diri dengan hukum-hukum sejarah. Dari Al-Qur’an dapat dipahami bahwa pembaharuan baru dapat terlaksana bila dipenuhi dua syarat pokok: pertama, adanya nilai atau ide, dan

kedua, adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut.6

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembaharuan adalah suatu proses perubahan ke arah perbaikan dalam rangka memperbaiki tatanan atau sistem lama yang dianggap tidak relevan lagi baik berupa fisik maupun mentalitasnya agar dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman sekarang ini.

Pendidikan secara etimologis berasal dari beberapa kata dalam bahasa Arab, yaitu: Pertama, al-ta`li>m yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan.

Kedua, al-tarbiyah yang berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara, dan

ketiga, adalah istilah al-ta'di>b yang berarti proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlaq atau budi pekerti peserta didik.7 Sedangkan menurut istilah pendidikan memiliki banyak definisi, antara lain Muhammad Athiyah Al-Ibrasyi mengatakan bahwasanya pendidikan adalah

6

M. Quraish Shihab,“Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), 245-246.

7

Syamsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), 86-90.


(30)

21

mempersiapkan anak didik agar sempurna akhlaqnya, tajam perasaanya, logis cara berfikirnya, kuat badannya, suka menolong, pandai bekerja, halus tutur katanya serta terpuji amal perbuatannya. 8 Berbeda dengan pendapat sebelumnya, pendidikan menurut Jusuf Amir diartikan sebagai salah satu bentuk usaha untuk mentransfer nilai-nilai kepada generasi yang akan datang.9 Sedangkan menurut Adi Sasono pendidikan adalah suatu usaha secara disengaja untuk mempersiapkan anak didik dengan menumbuhkan kekuatan kepribadiannya baik jasmani maupun rohani dengan menggunakan alat-alat pendidikan yang baik agar kelak menjadi manusia yang bermanfaat.10 Dari tiga pengertian diatas, maka pendidikan dapat diartikan upaya mentransfer nilai-nilai secara sengaja untuk mempersiapkan peserta didik dengan kepribadian yang baik dalam menghadapi tantangan yang akan datang.

Pendidikan Islam menurut beberapa pakar memiliki perbedaan. M. Arifin adalah salah satunya, ia berpendapat bahwasanya pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. 11 Berbeda dengan M.Arifin, Ahmad D Marimba mendefinisikan pendidikan agama Islam sebagai bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya

8

Adi Sasono, et al.,Solusi Islam Atas Problematika Umat : Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), 123.

9

Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 146.

10

Adi Sasono, Solusi Islam, 122-123.

11


(31)

22

kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.12 Sedangkan menurut Omar, pendidikan Islam adalah sebuah proses pengubahan tingkah laku individu pada kehidupan pribadinya atau masyarakat serta alam sekitar melalui proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan proporsi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.13 Berbeda dengan ketiga pendapat diatas, Fadhil menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.14 Sedangkan Zakiah mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pendidikan individu dan masyarakat yang berisikan ajaran tentang sikap dan tingkah laku menuju kesejahteraan hidup.15

Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional (KPPN) menyatakan bahwa pendidikan agama perlu diketahui, dipahami dan diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat menjadi dasar kepribadian sehingga ia dapat menjadi manusia yang taat. Tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam GBHN sesuai dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri yakni meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka pendidikan Islam pun dapat terselenggara di Indonesia.16 Secara mikro, peranan pendidikan dalam pengembangan kualitas sumber daya insani adalah proses belajar-mengajar, alih pengetahuan

12

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT. Al-Ma'arif, 1987), 23.

13

Omar Mohammad Al-Toumy Al- Syaibany Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 399.

14

Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana, Cet.2, 2008), 26.

15

Zakiah Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet.7, 2008), 28.

16


(32)

23

(transfer of knowledge), alih metode (transfer of methodology), dan alih nilai (transfer of value).17

Dari beberapa pengertian diatas, maka pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai usaha individu dan masyarakat muslim secara sadar untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian anak didik (tingkah laku yang Islami pada kehidupan pribadinya dan bermasyarakat serta kepada alam sekitar) kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan Islam juga merupakan langkah memperbaiki moral manusia dengan membina nilai-nilai humanitas yang berkorelasi positif dengan proses modernisasi dalam kehidupan sosial masyarakat.

Dari uraian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa pembaharuan pendidikan Islam adalah suatu proses modernisasi sistem pendidikan Islam dalam rangka memperbaiki tatanan atau sistem lama yang dianggap tidak relevan lagi baik berupa fisik maupun mentalitasnya, dengan berdasar pada pemikian tokoh-tokoh pendidikan Islam terdahulu dengan tujuan menanamkan nilai-nilai Islam agar terbentuk kepribadian yang Islami pada kehidupan dan agar terjadi perubahan tingkah laku yang lebih signifkan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman sekarang ini.

17

Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam,


(33)

24

2. Sejarah dan latar belakang pembaharuan pendidikan Islam

Perjalanan Sejarah pendidikan Islam dimulai dari pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat hingga berabad-abad kemudian di wilayah-wilayah asal datangnya Islam, mulai dari Timur Tengah, Afrika Utara, Persia, Andalus (Spanyol Islam), hingga ke Asia tenggara. Sepanjang sejarah Islam, tercatat beberapa madrasah yang dianggap sebagai tempat pendidikan Islam awal.18 Fakta sejarah menyatakan bahwa umat Islam pernah mengalami zaman keemasan dan pada zaman inilah kaum muslimin mampu menguasai dunia. Peradapan Islam masa itu menjadi peradapan dunia di saat bangsa Eropa masih melihat pengobatan ada di tangan dukun dan para rohaniawannya.19 Salah satu faktor penyebab umat Islam pada masa ini mampu mencapai kejayaan adalah terletak pada semangat dan kecintaan mereka terhadap ilmu pengetahuan dan semangat dalam pemikiran serta karya ilmiah yang sangat tinggi.20

Disatu sisi, kebangkitan intelektual di Eropa mampu memberikan kontribusi untuk kemajuan Eropa. Semangat rasionalisme membuat negara-negara Eropa menjadi kuat baik dalam banyak hal, termasuk militer, ekonomi maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Seketika itu keadaan menjadi berbalik, jika sebelumnya Islam memiliki kekuatan yang besar baik politik, ekonomi maupun ilmu pengetahuan sehingga dapat mengalahkan dan

18

Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Logos Wacana Ilmu: Jakarta, 1999), 1-24.

19Syamsul Ma’arif

, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 18.

20


(34)

25

menguasai beberapa wilayah Eropa, maka sekarang Eropa yang maju sedangkan Islam tidak lagi memiliki kekuatan yang dapat dibanggakan.21

Eropa dengan kemajuannya dalam ilmu pengetahuan, berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Islam. Mesir, sebagai salah satu pusat kebudayaan Islam juga tidak luput dari usaha penaklukan bangsa Eropa terhadap kawasan Muslim. Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M berhasil menaklukkan Mesir. Ekspedisi Napoleon tersebut disamping membawa sepasukan tentara yang kuat, juga membawa sepasukan ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah, untuk mengadakan penelitian di Mesir.22

Perkembangan teknologi industri merupakan perwujudan dari kemajuan keilmuan mereka. Untuk mendukung kegiatan perindustrian tersebut, bangsa Eropa memerlukan bahan mentah. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan bahan mentah bangsa Eropa melakukan intervensi terhadap negara-negara yang menghasilkan bahan mentah. Kawasan-kawasan yang selama ini masuk dalam kekuasaan Islam juga tidak luput dari intervensi bangsa Eropa. Mereka melakukan eksploitasi secara besar-besaran di daerah jajahan dan juga melakukan kerja paksa terhadap rakyat. Eksploitasi dan intervensi Eropa terhadap daerah-daerah Islam ini menggugah dan menyadarkan akan keterbelakangan umat Islam. Mereka tergugah untuk melawan dan membebaskan diri dari kekuasaan bangsa Eropa. Mereka beranggapan bahwa kekuatan bangsa Eropa disebabkan karena kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Sedangkan di pihak Islam, kemunduran umat Islam adalah karena merosotnya

21

Hanun, Sejarah, 127.

22


(35)

26

kualitas pendidikan Islam. Untuk itu, perlu mengembalikan kekuatan pedidikan Islam sebagai penyangga kemajuan umat Islam.23

Sehingga konsep tentang pembaharuan pendidikan Islam akhir-akhir ini menjadi suatu wacana intelektual yang sedang dicari formulasi idealnya seiring dengan derasnya perkembangan iptek, metodologi, dan permasalahan-permasalahan sosial budaya yang perlu mendapatkan pencerahan dari dunia pendidikan Islam.24 Salah satu persoalan serius yang masih menghantui sistem pendidikan Islam hingga kini adalah orang-orang muslim lebih memprioritaskan ilmu-ilmu agama dari pada ilmu-ilmu umum. Mereka belum dapat mengintegralkan antara agama dan ilmu. Akibatnya, banyak umat muslim yang bisanya hanya tahlilan, membaca manakib dan berjanji, akan tetapi ditanya persoalan yang berhubungan dengan sains dan tehnologi mereka tidak faham.25

Masyarakat muslim sekarang ini, sadar atau tidak sadar telah dihadapkan pada problem besar ketika harus berhadapan dengan peradapan dan kebudayaan Barat. Apalagi dalam kenyataannya kebudayaan dan peradapan Barat melalui ilmu pengetahuannya telah menjadi model dan panutan yang tercermin dalam seluruh segi kehidupan masyarakat muslim.26 Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi umat muslim terutama para pemikir pendidikannya untuk merumuskan tujuan dan fungsi pendidikan berdasarkan

23

Hanun, Sejarah, 128.

24

Abdurrahman Assegaf. et al., Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Suka Press, 2007), 25.

25

Ibid.

26


(36)

27

agama Islam, agar mampu menyelamatkan dan memerdekakan umat Islam dari derasnya arus perkembangan zaman.27

3. Tujuan pembaharuan pendidikan Islam

Tujuan dari dilakukannya pembaharuan dalam pendidikan Islam secara garis besar adalah untuk memudahkan lembaga pendidikan Islam dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. Sedangkan pendidikan Islam sendiri menurut Moh. Fadhil Al-Jamaly memiliki tujuan menanamkan kesadaran dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah, dan kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya serta menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola, memanfaatkan alam sekitar ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia dan kegiatan ibadahnya kepada khalik pencipta alam itu sendiri.28 Dan menurut hasil rumusan konferensi dunia pertama tentang pendidikan Islam yang diadakan di Makkah tahun 1977: “Pendidikan Islam seharusnya mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui latihan semangat, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan rasa tubuh. Karena itu, pendidikan Islam seharusnya memberikan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya secara spiritual, intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, linguistik baik secara individual maupun secara kolektif disamping memotivasi semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan kesempurnaan.”29

27

Syamsul, Revitalisasi Pendidikan, 60-61.

28

M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993 ), 133.

29


(37)

28

Dalam artikel A Vision of Effective Islamic Education30yang ditulis oleh Dawud Tauhidi31 Pendidikan Islam harus bisa mencetak lulusan yang mampu mengenali, memahami lalu kemudian bisa bekerja sama menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan erat dengan kehidupan yang telah diamanahkan. Permasalahannya adalah visi pengajaran yakni Islam sebagai materi ajar yang dengan sendirinya diharapkan berpengaruh dan mempunyai dampak positif terhadap perilaku-perilaku, tapi pada kenyataannya masih dibutuhkan proses penjadian perilaku-perilaku itu sendiri. Solusinya adalah bahwa tarbiyah wa al-ta’li>m perlu diikuti dengan ta’di>b.

Jadi, tujuan dari dilakukannya pembaharuan dalam pendidikan Islam ini adalah untuk memodernisasikan lembaga pendidikan Islam, sehingga tujuan-tujuan pendidikan Islam dapat tercapai dan krisis-krisis moral yang ada dapat berkurang atau bisa berakhir.

30

http://www.islamic-world.net/parenting/parenting_page/a_vision_of_effective_islamic_ed.htm (03 Maret 2016).

31

Dawud Tauhidi ialah seorang tokoh pembaharuan pendidikan Islam modern, karya beliau antara lain The Tarbiyah Project An Overview, The Tarbiyah Project A Holistic Vision of Islamic

Education. Karya-karya beliau ini fokus pada pembaharuan pendidikan Islam, yang mana

pemikiran beliau adalah tentang bagaimana pendidikan Islam itu dilaksanakan dan juga output

yang diinginkan. Menurut beliau Pendidikan Islam harusnya lebih menekankan kepada praktik bukan hanya sekedar pemahaman teori, karena tujuan akhir dalam pendidikan Islam selain interaksi dengan Allah Swt (ibadah) juga interaksi dengan sesama makhluk (akhlaq). pemikiran beliau inilah yang menjadi landasan bagaimana konsep pembaharuan dalam penulisan karya ilmiah ini.


(38)

29

B. Generasi Islami

1. Pengertian generasi Islami

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia generasi berarti sekalian orang yang kira-kira sama waktu hidupnya, angkatan dan turunan atau masa orang-orang satu angkatan hidup.32 Islami sendiri berasal dari kata Islam yang secara etimologi berasal dari bahasa arab aslama-yuslimu (Q.S. Ali Imran:83 dan Q.S. Al-Nisa’:125) yang mempunya arti berserah diri, tunduk, taat dan patuh. Selain itu, kata Islam juga berasal dari al-silm (Q.S. Al-Anfa>l:61 dan Q.S. Muhammad:35) yang berarti kedamaian, kerukunan, dan keamanan. Maksudnya adalah agama Islam mengajurkan kepada pemeluknya untuk selalu hidup dalam kedamaian, rukun dan selalu menjaga keamanan baik pribadi maupun bermasyarakat. Islam juga diambil dari kata al-sala>m (Q.S. Al-Zumar:73 dan Q.S. Yasin:58) yang artinya selamat, sejahtera dan bahagia. Kemudian yang terakhir Islam juga diambil dari kata sali>mun (Q.S. Al-Syu’aro:89 dan Q.S. Al-Shoffat:84) yang berarti suci dan bersih.33 Sedagakan Islam secara terminologi berarti agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia melalui Rasul-Nya, yang berisi hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhanya, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam semesta.34 Kemudian dalam KBBI Islam diartikan sebagai agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. berpedoman pada kitab suci

32

http://kbbi.web.id/generasi (18 Februari 2016).

33

Wahyuddin. et al, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (-, Grasindo, -), 15-16.

34


(39)

30

Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.35 Sedangkan kata Islami sendiri memiliki arti bersifat keislaman (akhlaq).36

Dalam kaidah bahasa Indonesia akhiran –i memiliki memiliki dua fungsi pembentukan, yakni membentuk kata kerja dan membentuk kata sifat. Sedangkan akhiran –i dalam kata Islami memiliki fungsi untuk membentuk kata sifat yakni bersifat Islam.37

Menurut Yusuf al-Qaradhawi 38, Islam memiliki ciri-ciri khusus: Pertama Rabbaniyah, yaitu agama yang tujuan akhirnya adalah hubungan baik dengan Allah SWT. dan untuk mengharapka ridho-Nya (Q.S. Ali Imran:79). Kedua Insaniyah, yaitu Agama yang sesuai dengan jiwa manusia, yang mana semua perintah dan larangannya bermanfaat bagi manusia itu sendiri (Q.S. Al-Ankabut:45). Ketiga s}umuliyah, yaitu agama berlaku secara universal (untuk seluruh umat manusia) dengan kata lain Islam adalah agama yang rahmat li al-„a>lami>n (Q.S. Al-Anbiya’:107). Kemudian yang keempat adalah Wasat}iyah,

yakni agama Islam bersifat moderat (pertengahan), artinya agama Islam tidak hanya memerintahkan pemeluknya untuk beribadah saja, akan tetapi juga

35

http://kbbi.web.id/Islam (18 Februari 2016).

36

http://kbbi.web.id/Islami (18 Februari 2016).

37

Zaenal Arifin, et al., Morfologi; Bentuk, Makna dan Fungsi, (Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia, ---), Edisi kedua, 60-65. Lihat

https://books.google.co.id/books?isbn=9790255861.

38

Dr. Yusuf al-Qaradhawi lahir di Desa Shafat at-Turab, Mahallah al-Kubra, Gharbiah, Mesir, pada 9 September 1926. Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf. Sedangkan al-Qaradhawi merupakan nama keluarga yang diambil dari nama daerah tempat mereka berasal, yakni al-Qardhah. Ketika usianya belum genap 10 tahun, ia telah mampu menghafal

Al-Qur'an. Beliau adalah seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Beliau dikenal

sebagai seorang Mujtahid pada era modern ini. Selain sebagai seorang Mujtahid Beliau juga dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan sebagai bahan Referensi atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak pula yang mengkritik fatwa-fatwanya.


(40)

31

memerintahkan untuk menyelaraskan antara kepentingan dunia dan akhiratnya.39

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa generasi Islami adalah segolongan atau sekelompok manusia yang hidup bersama dalam satu waktu atau zaman yang memiliki karakteristik serupa dengan ciri-ciri agama Islam, yang mana ciri-ciri tersebut sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. dengan petunjuk langsung dari Allah Swt. melalui Al-Qur’an dan hadith

sebagai pedoman.

2. Karakteristik generasi Islami

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT. telah menyinggung bahwasanya setiap orang yang beriman diperintahkan untuk masuk kedalam Islam secara menyeluruh/sempurna, bukan hanya sebagian saja. Hal Ini tersampaikan dalam firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah ayat 208 yang berbunyi:

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. Al-Baqarah:208)40

Sebagai ukuran bagaimana Islam yang meyeluruh/sempurna tersebut, Allah SWT. telah memberikan karakteristik bagaimana generasi Islami yang disebutkan dalam Al-Qur’an, begitu juga Nabi Muhammad Saw. telah menggambarkannya dalam hadith-hadith beliau. Aisyah r.a pernah ditanya

39

Wahyuddin, Pendidikan Agama, 18-19.

40


(41)

32

oleh seorang Arab Badui tentang bagaimana akhlaq Rasulullah saat beliau telah wafat, dan jawaban Aisyah adalah: “Akhlaq Rasulullah adalah Al-Qur’an”,

Merasa kurang puas dengan jawaban itu, akhirnya Arab Badui tersebut bertanya lagi, kemudian Aisyah r.a memerintahkannya untuk membaca Surat

al-Mu’minun ayat 1-11.41

Artinya; Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1), (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya (2), dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (3), dan orang-orang yang menunaikan zakat (4), dan orang-orang yang menjaga kemaluannya (5), kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa (6), Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (7), Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (8), dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya (9), Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi (10), (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (11). (Q.S. Al-Mu’minun:1-11)42

Dalam Hadith diatas disebutkan bahwasanya akhlaq Rasulullah Saw sebagaimana yang disebutkan pada Surat diatas.

41

Sahih Muslim.

42


(42)

33

Dalam buku modul tarbiyah berikut ini adalah karakter generasi Islami sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadith Nabi:43

a. Berinfaq, menahan marah, memaafkan orang lain meskipun kita mampu membalasnya.

Karakter yang pertama ini berdasar pada Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 134 yang berbunyi:

Artinya; (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S. Ali Imran:134)44

Berhubungan dengan hal ini, Nabi Muhammad saw. juga bersabda:

Artinya; seseorang berkata kepada Nabi Muhammad saw. nasihati aku! Beliau bersabda, jangan marah! Belau mengulanginya beberapa kali, jangan marah! (H.R. Bukhori)45

b. Mengajak kepada kebaikan (ma’ruf)

Artinya; Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Q.S. Al-A’raf:199)46

43

Tim Penyusun Modul, Modul Tarbiyah Islamiyah buku kedua, (---, Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, ---), cet 2, 219-233.

44

al-Qur’an, 3: 134.

45

Shahih Bukhori, 277. Lihat maktabah syamilah.

46


(43)

34

c. Bersabar

Artinya; Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.(Q.S. As-Syura:43)47

d. Sopan (santun) dan cermat

Artinya; Rasulullah saw. berkata kepada Asyaj Abdul Qais, “Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah Swt. yaitu sopan (santun) dan cermat.” (H.R. Muslim)48

e. Memepermudah dan tidak mempersulit

Artinya; Barangsiapa yang tidak memiliki kelembutan maka ia diharamkan bagi kebaikan. (H.R. Muslim)49

f. Berbuat ihsan dalam segala hal

Artinya; Sesungguhnya Allah Swt memerintahkan untuk berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan ihsan. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya slah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan membuat binatang sembelihannya nyaman. (H.R. Muslim)50

47

al-Qur’an, 42: 43.

48

Shahih Muslim, Juz 1, 36. Lihat maktabah syamilah.

49

Ibid, Juz 8, 22. Lihat maktabah syamilah.

50


(44)

35

Sedangkan menurut Hassan Al-banna51, karakter generasi Islami ada 10, antara lain:52

a. Aqidah yang bersih (al-sali>m al-a>qidah)

Aqidah secara bahasa diartikan sebagai mengikatkan hati pada sesuatu dan melekatkannya.53Sedangkan secara istilah diartikan sebagai kekokohan, keteguhan dan kemantapan serta telah mengakar dan menancap kuat pada hati seseorang pilar-pilar agama Islam. Pokok-pokok dalam aqidah Islam telah tercermin dalam rukun iman, dan sebagai ukuran telah terwujudnya aqidah yang bersih pada diri seseorang adalah telah melekatnya pokok-pokok aqidah itu sendiri pada hatinya. Sebagai contoh meyakini Allah SWT sebagai pencipta, pemilik, pemelihara dan penguasa alam semesta dan menjauhkan diri dari segala pikiran, sikap dan perilaku bid’ah, khurofat dan syirik. Hal ini adalah perwujudan dari melekatnya iman kepada Allah dalam hati seseorang.

b. Ibadah yang benar (al-s}ahi>h al-iba>dah)

Dalam Lisan Al-Arab, Ibnu Manzhur mengatakan bahwa kata ibadah memiliki mana tunduk dan patuh, dimana Allah SWT yang berhak disembah sebagai Tuhan oleh seluruh makhluk. Menurutnya ibadah adalah ketaatan, dan beribadah adalah menunjukkan kepatuhan. Dalam kitab Syar

51

Hassan Al-Banna adalah tokoh pendiri gerakan Ihwanul Muslimin (IM), gerakan ini adalah gerakan yang berskala internasional. Didirikan pertama kali di Mesir. Sampai sekarang ideologi IM masih terus tumbuh, di Indonesia ideologi IM diadopsi oleh salah satu partai politik. Karya-karya beliau antara lain: Tarbiyah Politik, Al-Ma’tsurot (dzikir pagi dan petang) dan masih banyak lagi.

52

Muhamad Husain Isa, Syarah 10 Muwashafat (penjeasan lengkap 10 karakter muslim), (Solo; Era Adi Citra, 2016), ---.

53


(45)

36

Fatiha al-Kitab, Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa ibadah adalah menghimpun dua faktor, yaitu puncak rasa cinta dan puncak ketundukan. 54 Wujud dari ibadah yang benar ini dapat terlihat pada kebiasaan dan gemar melaksanakan ibadah yang meliputi: sholat, puasa, tilawah, dzikir dan do’a sesuai petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

c. Pribadi yang matang (al-mati>n al-khu>luq)

Akhlaq adalah kepribadian manusia, entah itu baik maupun buruk. Ibnu Manzhur mengatakan bahwa hakikat akhlaq adalah karakter bathin manusia, substansi dan sifat khusus manusia sebagai makhluq lahiriyah yang tampak dari luar. Sedangkan kata Mati>n sendiri memiliki arti tangguh. Jadi, pribadi yang matang (al-mati>n al-khu>luq) dapat diartikan sebagai sifat dan kepribadian baik manusia yang tangguh dan kuat yang tdak akan goyah karena kejadian apapun. 55 Wujud dari sudah tertanamnya sifat ini adalah selalu ditampilkan dalam hidupnya perilaku santun, tertib dan disiplin, peduli terhadap sesama dan lingkungan serta sabar, ulet dan pemberani dalam menghadapi permasalahan hidup sehari-hari.

d. Mandiri (qadi>r ‘ala al-kas}bi)

Manusia diciptakan Allah SWT dengan memiliki keunggulan dibandingkan dengan makhluq lain. Sikap mandiri ini akan tertanam pada manusia melalui praktik dan latihan dalam kehidupannya sehari-hari dalam berbagai usaha, pekerjaan dan profesi. Sifat ini mengharuskan seseorang untuk mengetahui informasi dan pengetahuan yang wajib ia pelajari, serta

54

Ibid, 153-154.

55


(46)

37

mengharuskan ia untuk memahami tentang pentingnya kerja, memperoleh berbagai macam keterampilan, mencintai usaha serta berkeyakinan bahwasanya Allah SWT telah memerintahan itu semua dan akan memberikan pahala kepadanya karena pekerjaannya serta balasan karena kemanfaatannya terhadap rang lain. 56 Implementasi sifat ini adalah mandiri dalam memenuhi segala keperluan hidupnya dan memiliki bekal yang cukup dalam pengetahuan, kecakapan dan keterampilan dalam usaha memenuhi kebutuhan nafkahnya.

e. Cerdas dan berpengetahuan (al-muthaqqaf al-fiqri)

Kata Thaqafa dalam bahasa arab memiliki makna keterampilan dalam segala pekerjaan. Sedangakan Thiqfun berarti seseorang yang memiliki pemahaman yang cerdas dan cermat terhadap apa yang tela dipahaminya dan juga melaksanakan apa yang sudah ia pahami. Kata al-Fikru

maksudnya adalah berfikir, yakni memfungsikan akal pikirannya dalam memahami sesuatu. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpula bahwasanya al-muthaqqaf al-fiqri adalah kecakapan yang dimiliki seseorang sehingga mampu memperoleh informasi dan ketemapilan yang menjadikannya mengetahui kebenaran segala sesuatu serta memanfaatkannya. 57 Wujudnya adalah memiliki kemampuan berpikir yang kritis, logis, sistematis dan kreatif yang menjadikan dirinya berpengetahuan luas dan menguasai bahan ajar dengan sebaik-baiknya dan cermat serta cerdik dalam mengatasi segala problem yang dihadapi.

56

Ibid, 253-256.

57


(47)

38

f. Sehat dan kuat (al-qawiyy al-jismi)

al-Qawiyy al-jismi bukan hanya dilihat dari fisik yang kuat dan menarik serta perawakan yang baik karena tidak semua manusia mamiliki semua itu, dan hal yang dimiliki semua manusia adalah kekukatan yang sudah sejak awal tersembunyi dalam dirinya, tetapi al-qawiyy al-jismi disini adalah selain memiliki fisik yang sehat, mereka yang bisa menggali potensi terpendam dalam dirinya dan menggunaka petensi tersebut untuk untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan untuk mewujudkan tujuan hidup yang lurus. 58 Contoh implementasinya adalah memiliki badan dan jiwa yang sehat dan bugar, stamina dan daya tahan tubuh yang kuat serta keterampilan beladiri yang cukup untuk menjaga diri dari kejahatan pihak lain.

g. Bersungguh-sungguh dan disiplin (muja>hid li nafsihi)

Kata muja>hid li nafsihi ini memiliki maksud pengendalian jiwa, yang mana pribadi yang bersungguh-sungguh dan disiplin adalah buah dari jiwa yang telah terkendali. 59 Contoh pribadi ini dapat tercermin melalui dimilikinya kesungguhan dan motivasi yang tinggi dalam memperbaiki diri dan lingkungannya yang ditujukan dengan etos dan kedisiplinan kerja yang baik.

h. Tertib dan cermat (munazzam fi shu’unihi)

an-Nazmu bermakna penyusun dan Al-Sha’nu adalah permasalahan atau urusan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwasanya munazzam

58

Ibid, 204-208.

59


(48)

39

fi shu’unihi adalah seseorang yang memiliki kecakapan dalam memenejemen permasalahan-permasalaha yang ia hadapi serta dapat mengambil jalan keluar sendiri dari permasalahan-permasalahan tersebut. 60 Wujud implementasinya adalah tertib dalam menata segala pekerjaan, tugas dan kewajiban, berani dalam mengambil keputusan serta resikonya namun tetap cermat dan penuh perhitungan dalam melangkah.

i. Efisien (ha>ris ‘ala al-waqtihi)

Kata al-Hirsu bermakna kehendak yang kuat dan kerakusan pada apa yang dicari, sedangkan al-Waqtu memiliki arti ukuran atau zaman. Dari pengertin tersebut ha>ris ‘ala al-waqtihi dapat diartikan sebagai seseorang yang pandai dalam mengatur waktu yang ia gunakan, sehingga dalam bekerja ia tidak akan membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanya. 61 Wujud implementasinya adalah seseorang yang selalu memanfaatkan waktu dengan pekerjaan yang bermanfaat, mampu mengatur jadwal kegiatan sesuai dengan skala prioritas. j. Bermanfaat (na>fi’ li al-ghairihi)

Kata al-Na>fi’ berarti manfaat. Maksudnya adalah orang bermanfaat atau memberikan kemanfaatan. Artinya ia memberikan manfaat kepada orang lain dan tidak memberikan bahaya kepada orang lain pula. Kata ini merupakan salah satu dari nama Allah SWT. yang artinya Dzat yang memberikan manfaat kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Dengan demikian, pribadi na>fi’ li al-ghairihi seakan-akan disifati dengan

60

Ibid, 273-274.

61


(49)

40

sifat ketuhanan. 62Wujud implementasi pribadi ini adalah sikap peduli kepada sesama dan memiliki kepekaan dan keterampilan untuk membantu orang lain yang memerlukan pertolongan.

3. Pentingnya pembentukan generasi Islami

Generasi Islami adalah sekelompok manusia yang memiliki sifat yang mencerminkan eksistensi dari agama Islam. Jika mengacu pada pengertian ini, manusia yang memiliki sifat yang mencerminkan Islam dapat juga diartikan sebagai manusia yang memiliki karakter Islam. Bagaimana karakter Islam tersebut sudah peneliti uraikan pada pembahasan sebelumnya.

Dewasa ini Indonesia sedang mengalami krisis moral, tawuran pelajar (anak-anak usia sekolah), seks bebas dikalangan pelajar dan masih banyak lagi.63 Hal ini dikarenakan moralitas yang mulai menurun dan juga pendidikan karakter yang belum berhasil. Dalam buku membentuk karakter cara Islam, Anis Matta64 mengungkapkan penyebab terjadinya krisis moral di Indonesia ini adalah:65

a. Adanya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran manusia yang menyebabkan paradoks antar nilai, misalnya etika dan estetika.

b. Hilangnya model kepribadian yang integral, yang memadukan kesalihan dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, dan seterusnya.

62

Ibid, 295-298.

63

Ahmad Fikri, slide Motivasi SIT, (Jombang: 2015), 48-52.

64

Anis Matta merupakan salah satu politisi muda berpengaruh dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sekjen DPP PKS dan Wakil Ketua DPR (2009-2014) yang kutu buku ini aktif menulis di berbagai media Islam dan sudah menghasilkan sejumlah buku. Pria bernama lengkap Muhammad Anis Matta, LC ini sangat mencintai buku. Hobi membaca sudah dilakoninya sejak kecil. Pada musim liburan sekolah misalnya, jika anak-anak seusianya asyik bermain, pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini justru lebih suka menghabiskan waktunya dari pagi hingga malam dengan membaca. http://www.anismatta.net/profil/ (03 Maret 2016).

65


(50)

41

c. Munculnya antagonisme dalam pendidikan moral. Dan,

d. Lemahnya peranan lembaga sosial yang menjadi basis pendidikan moral. Krisis moral inilah yang menimbulkan begitu banyak ketidakseimbangan di dalam masyarakat yang tentunya tidak membuat masyarakat bahagia. Maka solusi yang sangat tepat bagi masalah ini hanya satu yaitu kembali menempuh jalan Allah Swt, kembali kepada jalan Islam.

Artinya; ... maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Al-Baqarah: 38)66

Krisis moral inilah yang membuat semakin pentingnya pembentukan karakter Islami dalam masrayakat Indonesia sekarang.

66


(51)

42

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode berasal dari bahasa Yunani “Metodos, meta” yang artinya menuju, melalui, sesudah, mengikuti, dan “Hodos” artinya jalan, carat atau arah.1 Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang akan dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran. Oleh karena itu, disini akan dijelaskan beberapa perihal mengenai:

1. Jenis dan pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi multi kasus. Yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang ditujukan untuk mendiskripsikan dan menganalisis fonomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok dan data yang dihasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.2 Sedangkan studi kasus sendiri adalah inkuiri empiri yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata. Studi kasus lebih

1

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 41.

2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), 3.


(52)

43

banyak berkutat pada atau berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan how

(bagaimana) dan why (mengapa) dalam penelitian.3

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang berusaha mendiskripsikan atau menggambarkan suatu gejala, peristiwa atau fonomena-fonomena yang terjadi, baik fonomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia4 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fonomena yang diselidiki sehingga menghasilkan banyak temuan-temuan penting.5

2. Lokasi Penelitian dan Kehadiran Peneliti

Penelitian tentang pembaharuan pendidikan Islam pada sekolah Islam terpadu ini dilakukan di dua tempat, yakni SDIT Permata yang selanjutnya disebut SDIT.1 yang beralamat di perum Cacad Veteran Pakal Surabaya dan SDIT Utsman bin Affan yang selanjutnya disebut SDIT.2 yang beralamat di Jl.Lakarsantri Selatan 33 Surabaya. Pengambilan lokasi penelitian ini dilakukan setelah diadakannya komunikasi saat mengajukan izin penelitain dengan beberapa SDIT yang ada di Surabaya. Setelah semua informasi awal terkait sampel ini terkumpul, akhirnya peneliti mengambil keputusan bahwa yang sesuai dengan kategori objek yang

3

Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 192-197.

4

Nana Sujana Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru, 1989), 64.

5


(53)

44

dijadikan sampel hanya dua SDIT, yakni SDIT.1 dan SDIT.2. Kedua SDIT yang tidak masuk dalam kategori dikarenakan pertama adanya merger

(menjadi satu menejemen) dalam hal manajemen pengelolan pendidikannya dan yang kedua adalah belum terdafrat dengan resmi menjadi anggota jaringan sekolah Islam terpadu (JSIT).

Dalam penelitaian ini, peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data. Hal ini sesuai dengan Nasution, maka manusia sebagai instrumen utama sangat diperlukan dan sesuai dengan penelitian kualitatif.6 Bahkan Nasution menyebutkan bahwa manusia merupakan satu-satunya pilihan yang tepat untuk difungsikan sebagai instrumen utama karena memiliki “daya sesuai” yang memadai guna memburu informasi kualitatif.7

3. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.8 Sumber data bisa berupa benda, perilaku manusia, tempat dan sebagainya.9 Data dalam penelitian ini bersumber dari:

a. Data primer

Yaitu sumber yang langsung memberikan data kepada peneliti yaitu informan yang mengetahui secara jelas dan rinci mengenai masalah yang sedang diteliti. Informan adalah orang yang dapat

6

Moleong, Metodologi Penelitian, 17.

7

Ibid.

8

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), 129.

9


(54)

45

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi dalam penelitian.

Sumber data primer dalam penelitian ini antara lain; 1) Buku induk JSIT.

2) Kepala sekolah anggota JSIT.

3) Rekaman Ketua JSIT terkait konsep SIT.

b. Data Sekunder

Yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti.10 Tetapi berupa dokumen-dokumen yang didapat di lapangan. Sumber data primer dalam penelitian ini antara lain;

1) Informasi dari website resmi dan media pemasaran SIT. 2) Stake holder yang berinteraksi dengan SIT.

3) Buku, jurnal, serta artikel terkait SIT.

4. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara didefinisikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee).11 Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang sifatnya mendalam terhadap masalah-masalah yang diajukan.

10

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantiatif, Kualitatif, Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), 308-309.

11


(55)

46

Teknik ini digunakan dalam menggali data tentang sekolah Islam terpadu. Peneliti akan melakukan wawancara langsung dengan pihak yang mengerti seluk beluk JSIT. Rencana Informan yang akan diwawancarai antara lain: pertama, ketua JSIT Indonesia dan kedua, ketua JSIT Jawa Timur, serta ketiga adalah ketua JSIT Surabaya, ketiga Informan ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi mengenai eksistensi sekolah Islam terpadu dalam pendidika Islam di Indonesia, dan lebih khusus di Surabaya.

Selain wawancara dengan Informan diatas, peneliti juga akan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang masih masuk dalam kepengurusan JSIT, mantan ketua JSIT Jawa Timur dan juga sekaligus akan mewawancarai kepala sekolah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.

Akan tetapi dalam realitas dilapangan, penggunaan metode ini hanya dilakukan pada informan: pertama, kepala sekolah SDIT yang diambil sebagai sampel penelitian. Kedua, guru SDIT dan yang terakhir adalah stake holder yang berhubungan dengan SDIT atau penerima manfaat (konsumen) SDIT. Hal ini dikarenakan semua surat, baik hard dan juga soft (email) dari peneliti kepada ketua JSIT Indonesia sampai JSIT Surabaya, serta lembaga JSIT sendiri tidak mendapat respon dari pihak-pihak tersebut. Berikut data Informan yang telah diwawancarai beserta pengkodean pada penulisan kutipan:


(56)

47

Tabel 1. Daftar Informan interview

No Informan Kode

1 Waka sekolah SDIT.1 Int.1/SDIT.1

2 Kasek SDIT.2 Int.2/SDIT.2

3 Guru SDIT.1 (1) Int.3/SDIT.1

4 Guru SDIT.1 (2) Int.4/SDIT.1

5 Humas YPIP Int.5/YPIP

6 Kasek SDIT.1 Int.6/SDIT.1

7 Mantan Kasek SDIT.1 Int.7/SDIT.1

8 Guru SDIT.2 (1) Int.8/SDIT.2

9 Orang tua siswa (1) Int.9/WM-Pur

10 Orang tua siswa (2) Int.10/WM-Pur

Tabel 2. Informan berdasar jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 5 Orang

2 Perempuan 5 Orang

Tabel 3. Informan berdasar tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Strata 2 2 Orang

2 Strata 1 5 Orang

3 SMA 1 Orang

4 Tidak diketahui 2 Orang

Interview pada penelitian ini menggunakan pedoman yang peneliti lampirkan (lampiran 1). Penulis juga memberikan sampel hasil interview yang telah peneliti lakukan dan telah peneliti buat transkripnya. (lampiran 2)

b. Observasi

Metode observasi menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, aktifitas atau perilaku terhadap obyek yang akan diteliti. Dalam


(57)

48

penelitian ini, peneliti langsung kelapangan untuk mengamati tempat, pelaku, kegiatan, perbuatan, kejadian atau peristiwa, dan waktu.12 Hasil observasi atau pengamatan ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan. Cara demikian dilakukan supaya dapat mengenal lebih dekat kondisi dan situasi obyek penelitian. Dengan observasi, data yang dikumpulkan cenderung memiliki keandalan yang tinggi. Hal-hal yang diobservasi dalam penelitian tentunya tidak terlepas dari tema pokok pembahasan.

Metode ini digunakan untuk melihat secara nyata bagaimana sekolah Islam terpadu menerapakan konsep pendidikan yang dipakai guna membentuk generasi Islami yang di cita-citakan. Metode ini dilakukan saat peneliti melakukan penelitian langsung pada objek yang menjadi sampel dalam penelitian ini dengan mengambil foto kegiatan serta video yang akan digunakan sebagai bahan pendukung keabsahan penelitian.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu metode atau cara pengambilan data yang diperoleh di tempat penyimpanan dokumen. Dalam melaksanakan metode ini peneliti menyelidiki benda-benda, data yang tidak mungkin diperoleh dengan menggunakan interview dan observasi.

12


(58)

49

Metode dokumentasi adalah model penelitian dengan mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal pembahasan atau variabel, yang berupa catatan, transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah-majalah, prasasti, notulen, rapat, leger, agenda dan lain-lainnya. Dari pencarian data model dokumentasi ini, diharapkan terkumpulnya dokumen atau berkas untuk melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa lebih lanjut. Dari metode ini, peneliti mengumpulkan data-data tentang draft-draft hasil sosialisasi JSIT pusat tentang konsep pendidikan Islam pada sekolah Islam terpadu dan juga artikel-artikel yang berhubungan tentang pentingnya konsep pendidikan Islam terpadu serta hal-hal yang sedianya akan didapatkan pada wawancara yang di dapat dari website resmi dan juga surat kabar yang ada. Sebagai sampel dokumentasi, peneliti melampirkan salah satu profile sekolah yang dijadikan sebagai objek penelitian ini (lampiran 3). Berikut daftar data dari hasil dokumentasi yang didapat peneliti:

Tabel 4. Daftar temuan dokumentasi

No Jenis Dokumen

1 Profil SDIT.1 Tahun 2016 2 Profil SDIT.2 Tahun 2016 3 Profil SDIT.1 Tahun 2013 4 Brosur SDIT.1 Tahun 2016 5 Brosur SDIT.2 Tahun 2016 6 Video Profile JSIT Indonesia 7 Buku Induk JSIT Tahun 2010 8 Website Resmi JSIT Indonesia


(59)

50

5. Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola atau kategori dan uraian satuan dasar sehingga lebih mudah untuk dibaca dan diinterprestasikan.13 Tujuan analisis data adalah untuk menelaah data secara sistematika yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang antara lain: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpulkan tahap selanjutnya adalah data diklasifikasikan sesuai dengan kerangka penelitian kualitatif diskriptif yang berupaya menggambarkan kondisi, latar belakang penelitian secara menyeluruh dan data tersebut ditarik suatu temuan penelitian.

Analisis data yang dilakukan melibatkan semua data yang didapatkan. Analisis data yang mengandung makna yang berguna dan menjelaskan permalahan yang diteliti guna memecahkan masalah yang ditelitinya. Data yang diproleh kemudian dikumpulkan, dicermati semikian rupa, sehingga data tersebut dapat menjawab permaslahan yang dibahas oleh peneliti.14 Pengolah data mengobah data menjadi informasi. Data yang diproleh akan memudahkan kualitas data yang akan dianalisis.15

Analisis data sebagai proses penyedarhanaan data dan penyajian data dengan mengelompokkan dalam suatu bentuk yang mudah dibaca dan interrpretasi. Analisis ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan peneliti, agar dapat menjawab pertanyaan dengan jelas dan sesuai dengan dengan yang diinginkan.

13

Ibid, 103.

14

Dadang Khahmad, Metode Penelitian Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 3.

15


(60)

51

a. Reduksi data

Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Data yang diperoleh dari lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan terinci. Data dalam bentuk laporan tersebut peru direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema atau polanya. Data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hasil pengamatan juga mempermuda peneliti mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan.16

b. Display data

Yaitu rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis atau menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan ketika dibaca akan mudah dipahami tentang berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk membuat suatu analisis atau tindakan lain berdasarkan pemahamannya tersebut.17

c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Yaitu suatu upaya untuk berusaha mencari kesimpulan dari permasalahan yang diteliti. Dari data penelitian yang sudah dianalisis dapat diambil kesimpulan serta menverifikasi data tersebut dengan cara menelusuri kembali data yang telah diperoleh.18

16

Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 192-197.

17

Ibid.

18


(61)

52

6. Pengujian keabsahan data

Untuk mendapatkan data yang kredibel, dalam peneitian ini, peneliti melakukannya dengan beberapa cara, yakni:

a. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini adalah sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

b. Pengujian Transferability (keteralihan)

Transferability atau keteralihan dalam penelitian kualitatif dapat diperoleh dengan cara “uraian rinci”. Untuk kepentingan ini, peneliti berusaha melaporkan hasil penelitiannya secara rinci. Uraian lapran diusahakan dapat mengungkapkan secara khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca, agar para pembaca dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh.


(62)

53

BAB IV

DESKRIPSI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU

A. Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) 1. Sejarah JSIT

Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) berdiri berawal pada keprihatinan kepada sekolah-sekolah yang ada, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta yang sudah tidak memenuhi harapan yang mana pendidikan didalamnya sudah tidak sesuai dengan pesan-pesan Islam. Atas dasar inilah pada 1993 dengan bermodalkan semangat beberapa tokoh pendiri JSIT ini berfikir dan juga berkunjung ke beberapa sekolah yang dianggap bagus di Singapura dan juga Malaysia. Dari hasil pemikiran dan kunjungan ini, maka didirikan lima Sekolah Islam Terpadu (SIT), yang kemudian menginspirasi berdirinya sekolah-sekolah Islam terpadu yang lain.1 Kelima sekolah yang menjadi cikal bakal model penyelengaraan SIT itu, yakni SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT Al-Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, SDIT Ummul Quro Bogor, dan SDIT Al Khayrot Jakarta Timur. Sejak saat itu, SIT terus bermunculan dan berkembang. Hingga 2013, jumlah sekolah yang berada dalam JSIT Indonesia mencapai 1.926 unit sekolah. Yakni terdiri atas 879 unit TK, 723 unit SD, 256 unit SMP, dan 68 unit SMA. Pembentukan JSIT ini didorong akan keinginan yang kuat untuk mendirikan sekolah-sekolah yang bebas dari pengaruh

1


(63)

54

budaya sekuler, sehingga proses pembelajarannya bisa mengintegrasikan segala aspek dalam nuansa yang Islami. Hal ini senada dengan pernyataan Sukro Muhab selaku ketua JSIT Indonesia saat ini: “Inspirasi membangun sekolah Islam bermutu didorong keinginan mendirikan sekolah yang bebas dari sekularisme. Yakni, sekolah yang mengintegrasikan pendidikan umum dan agama dalam suatu jalinan kurikulum, pembelajaran, dan lingkungan terpadu. Selain itu, ada semangat mendirikan sekolah bermutu layaknya sekolah-sekolah berstandar dunia.” 2

Sampai sekarang minat masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di SIT semakin tinggi. Hal ini tak lepas dari tiga kunci utama keberhasilan proses pendidikan di SIT. Pertama, niat dan dedikasi pendidik di SIT berpijak pada motif menggapai ridha Allah SWT semata.

Kedua, kepercayaan dan harapan yang tinggi dari orang tua kepada SIT.

Ketiga, dukungan masyarakat, pemerintah, dan pihak lain untuk kebangkitan sekolah Islam yang bermutu. Kini perkembangan sekolah Islam terpadu menjadi tren yang fenomenal di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal itu ditandai dengan munculnya semangat menolak fenomena sekularisme dalam filosofi pendidikan. Seorang peneliti dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura,

mengungkapkan, SIT menolak dikotomi antara pendidikan agama dan

2

---, “---”, dalam http://www.jsit-indonesia.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-category-list/8-beginners (14 November 2015).


(64)

55

sekuler. Peneliti itu menambahkan, SIT berkembang di kota-kota besar dan diminati kalangan menengah ke atas.3

2. Standar Visi dan Misi SIT

Sebagai sebuah induk organisasi, tentulah JSIT memili standar dalam penetapan visi dan misi semua SIT yang menjadi mitranya. Visi dari JSIT Indonesia adalah: “menjadi pusat penggerak dan pemberdaya sekolah Islam terpadu di Indonesia menuju sekoah efektif dan bermutu.”4

Adapun standar yang ditetapkan JSIT sebagai acuan SIT untuk menentukan visi antara lain:5

a. Visi SIT dirumuskan dan ditetapkan dengan merujuk pada visi JSIT. b. Visi SIT dikembangkan dengan nilai dasar dan cita-cita yang

mendasari pendirian sekolah.

c. Visi SIT dapat menggambarkan dan mendorong cita-cita bersama warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang.

d. Visi SIT memuat semangat nilai-nilai Islam sebagai landasan ideal dan operasional.

e. Visi SIT dapat diarahkan untuk memberikan inspirasi, motivasi dan kekuatan pada warga sekolah/ madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan cita-cita peradaban Islam.

3 …, “

10 Tahun JSIT Indonesia Bangun Pendidikan Lewat SIT “, dalam http://Www.Republika.Co.Id/Berita/Pendidikan/Eduaction/14/01/31/N08dcm-10-Tahun-Jsit-Indonesia-Bangun-Pendidikan-Lewat-Sit (16 Februari 2016).

4

Sukro Muhab, et al,. Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu : Jaringan Sekolah Islam Terpadu, (---,---,2010), 41-45.

5


(65)

56

f. Visi SIT dirumuskan selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional.

g. Visi SIT dapat disosialisaikan dan bisa menjadi acuan warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan.

h. Visi SIT diwujudkan dalam kurun waktu yang terukur, tegas dan jelas serta dapat ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.

Sedangkan misi JSIT Indonesia adalah:6

a. Membangun jaringan efektif antar Sekolah Islam Terpadu di Indonesia.

b. Meningkatkan efektifitas pengelolaan Sekolah Islam Terpadu di Indonesia.

c. Melakukan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan.

d. Melakukan pengembangan kurikulum Sekolah Islam Terpadu di Indonesia.

e. Melakukan aksi dan advokasi bidang pendidikan.

f. Menjalin kemitraan strategis dengan institusi nasional dan internasional.

g. Menggalang sumber-sumber pembiayaan pendidikan.

Adapun standar yang ditetapkan JSIT sebagai acuan SIT untuk menentukan misi antara lain:7

6

Ibid.

7


(66)

57

a. Misi SIT diarahkan untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan SIT yang bermutu bagi seluruh umat Islam khususnya di Indonesia.

b. Misi SIT ditekankan pada pelayanan pendidikan di berbagai jenis dan jenjang untuk membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi generasi Islam secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat.

c. Misi SIT diarahkan untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang membentuk pembetukan generasi Islam yang beriman, bertaqwa, bermoral, cerdas, kreatif dan berkepribadian Islami.

d. Misi SIT mengutamakan budaya professional dan akuntabel dalam lembaga pendidikan dan pengelolanya sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan Al-Qur’an, Al-Sunnah dan standar nasional pendidikan, dan.

e. Misi SIT diupayakan dapat memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan SIT berdasarkan prinsip ibadah dan dakwah Islamiyah.

3. Standar karakteristik SIT

SIT adalah sekolah Islam yang diselenggarakan dengan memadukan secara integratif nilai dan ajaran Islam dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif antara guru dan orangtua serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetensi peserta didik. Dengan pengertian ini, maka SIT


(67)

58

memiliki karakteristik utama yang menegaskan akan keberadaannya. Karakteristik yang tersebut antara lain: 8

a. Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis

Sekolah hendaknya menjadikan Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebagai rujukan dan pedoman dasar bagi penyelenggaraannya dan proses pendidikan di dalamnya. Proses pendidikan yang dijalankan harus mampu memberdayakan potensi alamiah manusia yang lebih condong pada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai khalifah dimuka bumi. Oleh karena itu, pendidikan berarti merupakan suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai makhluq yang beriman dan bertaqwa, berfikir dan berkarya, sehat, kuat dan berketerampilan tinggi untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya.

b. Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum

Seluruh bidang ajar dalam bangunan kurikulum dikembangkan melalui perpaduan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan umum yang diajarkan. Artinya, ketika guru hendak mengajarkan ilmu pengetahuan umum semestinya ilmu pengetauan tersebut sudah dikemas dengan perspektif sebagaimana Al-Qur’an dan Al-Sunnah membahasnya. c. Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk

mencapai optimalisasi proses belajar mengajar

8


(68)

59

Mencapai sekolah Islam yang efektif dan bermutu sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengembangkan proses belajar mengajar yang metodologis, efektif dan strategis. Pendekatan pembelajaran mestilah mengacu kepada prinsip-prinsip belajar, azas-azas psikologi pendidikan serta perkembangan kemajuan teknologi instruksional. SIT pun harus mampu memicu dan memacu peserta didik menjadi pembelajar yang produktif, kreatif dan inovatif.

d. Megedepankan al-qudwat al-h}asanah dalam membentuk karakter peserta didik

Seluruh tenaga kependidikan baik guru maupun karyawan sekolah mesti menjadi figure contoh bagi peserta didik. Keteladanan akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar dan kualitas hasil belajar sangat dpengaruhi kualitas keteladanan yang ditunjukkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan. Sebagaimana pernyataan yang selalu ditekankan K.H Imam Zarkasyi9 pada setiap perkumpulan dan juga pengarahan bahwa ”al- t}ari>qah ahammu min al-ma>dah, bal al-mudarris

ahammu min at-t}ari>qah, wa lakin ruh al-mudarris ahammu min al-mudarris an-nafsih(metode yang tepat lebih utama daripada materi yang ada, tetapi seorang guru itu masih lebih utama daripada metode yang

9

K.H. Imam Zarkasyi adalah salah satu dari Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) ponorogo bersama dua orang lainnya, K.H. Ahmad Sahal dan K.H. Zainuddin Fanani.


(69)

60

digunakan, akan tetapi ruh/jiwa seorang guru itu masih lebih utama daripada guru itu sendiri).10

e. Menumbuhkan bi’ah s}ali>hah dalam iklim dan lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran

Seluruh dimensi kegiatan sekolah, hendaknya senantiasa bernafaskan semangat nilai-nilai dan pesan-pesan Islam. Adab dan etika pergaulan seluruh warga sekolah dan lingkungannya, tata tertib dan aturan, penataan lingkungan, penggunaan masjid, aktivitas belajar dan mengajar, berbagai kegiatan sekolah baik regular ataupun non regular semua mencerminkan realisasi dari ajaran Islam.

f. Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan

Ada kerjasama yang sistematis dan efektif antara guru dan orangtua dalam mengembangkan dan memperkaya kegiatan pendidikan dalam berbagai aneka program. Guru dan orangtua haruslah bahu-membahu dalam memajukan kualitas sekolah. Orangtua juga harus ikut secara aktif memberikan dorongan dan bantuan, baik secara individual kepada anak-anaknya maupun kesertaan mereka terlibat di dalam sekolah dalam serangkaian program yang sistematis.

10

---, “Interpretasi Makna al- t}ari>qah ahammu min al-ma>dah” , dalam https://www.gontor.ac.id/berita/interpretasi-makna-at-toriqoh-ahammu-min-al-maddah , (21 Maret 2017).


(70)

61

g. Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua interaksi antara warga sekolah

Kekerabatan dan persaudaraan diantara para guru dan karyawan sekolah dibangun atas prinsip nilai-nilai Islam. Saling mengenal satu sama lain, saling memahami karakter, gaya dan tabiat, persoalah dan kebutuhan, kekurangan dan kelebihan, dan saling membantu adalah pilar ukhuwah yang harus ditegakkan.

h. Membagun budaya rawat, resik, rapi, runut, ringkas dan asri

Kebersihan adalah sebagian dari iman, kebersihan pangkal kesehatan. Slogan yang sering didengar dan menjadi budaya SIT. Sejalan dengan itu kebiasaan rapi, tertib, teratur akan mengantarkan kita pada lingkungan yang sehat dan asri.

i. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu

Ada sistem manajemen mutu terpadu yang mampu menjamin kepastian kualitas penyelenggaraan sekolah. Sistem dibangun berdasarkan standar mutu yang dikenal, diterima dan diakui oleh masyarakat.

j. Menumbuhkan budaya profesionalisme yang tinggi di kalangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan

Sekolah membuat program dan fasilitas yang menunjang munculnya kebiasaan profesional di kalangan kepala sekolah, guru dan karyawan profesi dalam bentuk kegiatan ilmiah, budaya membaca,


(71)

62

diskusi, seminar, pelatihan dan studi banding. Budaya profesionalisme ditandai dengan adanya peningkatan idealisme, motivasi, kreativitas dan produktivitas dari kepala sekolah, para guru ataupun karyawan dalam konteks profesi masing-masing.

Kesepuluh ciri atau karakteristik tersebut menjadi acuan bagi SIT untuk mengembangkan dirinya menjadi sekolah yang diinginkan dan dimaksudkan oleh gerakan pemberdayaan SIT yang digelorakan oleh pengurus JSIT yang merupakan suatu gerakan dakwah berbasis pendidikan.

B. Kondisi objektif lokasi penelitian 1. Sejarah singkat

Pada penelitian ini, peneliti mengambil dua sampel SIT yang ada di Surabaya. Sampel pertama yakni Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Permata yang selanjutnya disebut dengan SDIT.1. Kedua adalah SDIT Utsman bin Affan yang selanjutnya disebut dengan SDIT.2. Dari dua sampel SIT ini, terdapat sebuah kesamaan arah metode pendekatan pembelajarannya pada awal pendirian sekolah. Keduanya berasal dari sebuah TK yang mana keduanya menerapkan metode pendekatan pendidikan berbasis multiple intelligence (MI), hal ini sesuai dengan pernyataan kedua informan dari kedua sekolah tersebut, yakni:

“SDIT.2 itu berangkat dari TK. TK itu sebenarnya tesis, bukan tesis tapi skripsi tugas dari istri saya. Istri saya itu jurusan psikologi membahas tentang bagaimana pengelolan multiple intelligence di pendidikan anak-anak. karena dia harus butuh objek, kyaknya akhirnya dia kesulitan menemukan objek, maka dia membentuk itu, membentuk objek sekolah. Nah, ketika terbentuklah objek sekolah


(72)

63

yang konsen kearah multiple intelligence, sampai selesai skripsi ternyata itu menarik bagi wali murid, dan wali murid itu ingin setiap tahun ada, maka dibangunlah sekolah...”11

Dan juga;

“SDIT.1 dulu hanya sebuah KBIT/TKIT yang berdiri pada tahun 2005 dan menerapkan multiple intelligence dalam proses pendidikannya. Setelah angkatan pertama TK lulus baru didirikan SD karena permintaan wali murid.”12

Meskipun memiliki kesamaan arah pada metode pendekatan pembelajarannya, namun keduanya memiliki perbedaan yang mendasar pada ranah filosofi pendirian sekolah. SDIT.2 awalnya hanyalah sebuah project untuk menyelesaikan tugas akhir (skripsi) dari pendirinya.13 Sedangkan SDIT.1 terlahir dari kebingungan kelompok kajian yang akan menyekolahkan anak-anak mereka. Hal ini seperti apa yang telah disampaikan informan 1;

“Latar belakang berdirinya sekolah ini adalah berasal dari kelompok pengajian pak Arif, pada saat membahas tentang dakwah di Surabaya, mereka kelompok pengajian ini merasa bahwa sudah menjadi kebutuhan adanya sekolah Islam terpadu terutama untuk anak-anak mereka sendiri. Hal ini yang membuat mereka akhirnya patungan dan kemudian menyewa sebuah rumah di daerah Asem Mulya yang kemudian dijadikan sebagai KBIT/TKIT. Setelah berjalan beberapa tahun, mulailah terjadi kebingungan dari orang tua wali dalam menentukan sekolah dasar yang tepat setelah anak mereka lulus dari TK.”14

Namun, meskipun secara historis kedua sekolah ini berbeda asal-muasal pendiriannya, akan tetapi pada dasarnya kedua sekolah ini terlahir karena merespon adanya kebutuhan pada masyarakat akan adanya sekolah

11

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

12

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

13

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

14


(73)

64

yang memiliki dan menerapkan nilai Islam dalam kesehariannya, sehingga akan terbenuk pribadi yang Islami.

2. Karakteristik SDIT a. Ideologi SDIT

Sekolah Islam Terpadu (SIT) merupakan model sekolah yang menerapkan konsep pendidikan berbasis Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan utama paradigma pendidikannya. Sedangkan kata “terpadu” sendiri adalah istilah yang mewakili Islam itu sendiri, yakni Islam yang menyeluruh, bukan Islam yang fanatik pada sebuah golongan. Konsep terpadu sendiri selain dimaksudkan sebagai Islam yang menyeluruh, terpadu pada SIT juga dimaksudkan dalam penyelenggaraan pendidikannya. SIT juga menerapkan konsep integrated kurikulum, yakni kurikulum yang menghubungkan baik ilmu umum dan juga ilmu agama, atau dengan kata lain kurikulum yang tidak ada dikotomi dalam penyelenggaraan pendidikannya.15

Materi pendidikan Islam khas SIT bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah serta sejarah sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. Karena sumber utama pendidikan Islam SIT hal-hal tersebut, maka proses pembelajarannya pun sesui dengan apa yang telah dilaksanakan oleh ulama-ulama Islam di zaman kejayaan. SIT melihat bahwasanya tokoh-tokoh Islam zaman dulu berhasil menorehakan namanya dalam

15


(74)

65

sejarah karena kesuksesannya. Sebagai contoh Muhammad Al-Fatih dan Imam Shafi’i, sejak usia dini mereka sudah menjadi hafidz Al-Qur’an, dan masih banyak lagi. Karenanya, di SIT pendidikan awal yang ditanamkan adalah konsep bagaimana menyayangi Al-Qur’an, sehingga diharapkan pada usia dini peserta didik mereka sudah hafal dan kelak mereka akan menjadi tokoh dalam masyarakat dengan pribadi sebagaimana Al-Qur’an.16

b. Visi sekolah

Sebuah lembaga, eksistensinya akan diperhitungkan masyarakat jika memiliki tujuan dan arah yang jelas kemana akan melangkah dan hasil akhir yang diinginkan. Tujuan ini akan tercermin dari visi lembaga tersebut. SDIT.1 pun sama. Sejak awal berdiri telah melakukan perubahan visi kelembagaannya. Dulu visi SDIT.1 adalah: ”mencetak generasi yang berkarakter, pembelajar sejati dan berketrampilan hidup guna menempuh jenjang pendidikan selanjutnya”.17Kemudian berubah menjadi “mencetak generasi yang berkarakter pembelajar sejati dan berketrampilan hidup”.18 Masing-masing visi ini diperinci kedalam misi kelembagaan yakni:

a) Menyelenggarakan pendidikan dasar Islam terpadu dengan proses belajar mengajar sesuai minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik.

16

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

17

Profil SDIT.1 Tahun 2013, Dokumentasi, Surabaya, 2016.

18


(75)

66

b) Mengoptimalkan potensi ruhani, jasmani dan akal peserta didik dengan seimbang.

c) Membangun akhlaq atau karakter peserta didik sesuai dengan usia perkembangannya dan dilandasi oleh nilai-nilai agama.

d) Menumbuhkan rasa ingin tahu dan keinginan belajar dalam berbagai bidang agar peserta didik dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

e) Mengajarkan tentang ketrampilan hidup sehari-hari dan membimbing peserta didik untuk mengamalkannya dalam kehidupan, dan.

f) Membina kerja sama dengan berbagai elemen pendidikan lain (orang tua, masyarakat, lembaga pemerintah maupun swasta) secara nasional ataupun internasional guna memberikan daya dukungnya.19

Dengan berubahnya visi, misi SDIT.1 juga mengalami perubahan, yakni:

a) Membimbing siswa berakhlaq Islami dan senang berinteraksi dengan Al-Qur’an.

b) Membimbing siswa berprestasi akademik dan non akdemik. c) Membimbing siswa memiliki keterampilan hidup dan

mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.20

19

Profil SDIT.1 Tahun 2013, Dokumentasi, Surabaya, 2016.

20


(76)

67

Perubahan visi dan misi SDIT.1 ini dikarenakan terjadinya pergantian kepala sekolah yang berimbas pada arah kebijakan yang juga berubah. Akan tetapi, pergantian kepala sekolah ini adalah imbas dari kebijakan yayasan yang baru. 21 Perlu diketahui, bahwasanya di SDIT.1 terjadi pergantian yayasan. Pada awal berdiri yayasan yang diikuti adalah yayasan Amal Cendikia kemudian setelah terjadi penggabungan manajemen tatakelola pendidikannya dengan mengikuti yayasan Ukhuwah Islamiyah, akhirnya sekarang SDIT.1 berpisah dengan yayasan awal dan mendirikan yayasan baru yakni yayasan Pendidikan Islam Permata (YPIP). 22

Berbeda dengan SDIT.1, SDIT.2 sejak awal berdiri visi pendidikannya tidak ada perubahan. hanya saja terjadi perubahan pada strategi pencapaian visi sekolah. Visi SDIT.2 adalah: ”Terwujudnya Generasi Sholeh, Cinta Al-Qur’an dan Berprestasi”.23 Sedangkan misinya adalah:

a) Terselenggaranya proses pendidikan berkarakter Islami. b) Menyiapkan lulusan berkarakter Qur’ani.

c) Pembelajaran akademik dan non-akademik berdaya saing d) Menyelenggarakan pendidikan Islam secara prifesional,

inovatif dan akuntabel.

21

Int.6/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

22

Int.5/YPIP, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

23


(77)

68

e) Menjalin kerjasama dengan lembaga terbaik dalam dan luar negeri untuk mewujudkan sekolah unggul.24

c. Kurikulum sekolah

Meskipun kedua sampel sekolah ini dalam perjalanannya masih ada hubungannya dengan yayasan pendidikan Al-Hikmah Surabaya. SDIT.2 hubungannya terlihat dari sejarah kepala sekolahnya. Kepala sekolah SDIT.2 ini sebelum menjabat sampai sekarang, dulunya adalah guru di SMP Al-Hikmah Surabaya.25 Kemudian, SDIT.1 dalam perjalannya saat awal berdiri masih mendapatkan sumbangan sarana dan prasarana (sarpras) dari Al-Hikmah Surabaya. 26 Tetapi, dalam pemberlakuan kurikulum pendidikannya, kedua sekolah ini ada perbedaan pada kurikulum khas sekolah, namun untuk kurikulum standar Negara dan standar SIT, keduanya menggunakan kurikulum yang sama, yakni Kurikulum 2013 dan kurikulum JSIT tingkat SD.

Kurikulum khas yang ada pada SDIT.1 terdiri dari: karakter building, pembiasaan ibadah, hafalan qur’an, hadits dan doa, tilawatil qur’an, bahasa arab / inggris, komputer aplikatif dan internet serta pembelajaran life skill.27 Sedangkan kurikulum khas pada SDIT.2 adalah menerapkan pembalajaran life skill.28 Pola pembelajaran ini membekali siswa dengan keterampilan hidup

24

Ibid.

25

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

26

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

27

Brosur SDIT.1 Tahun 2016, Dokumentasi, Surabaya, 2016.

28


(78)

69

yang membuat mereka mampu menyesuaikan dengan lingkungan sekitar serta dapat bertahan hidup di alam. Kemudian, SDIT ini juga dalam proses pembelajaran masih mempertimbangkan potensi anak. Hal ini sebagai interpretasi dari penerapan pola multiple intelligence pada awal pendirian sekolah ini.29

d. Kondisi guru dan siswa

Sebagai sekolah yang masih dalam tahap perkembangan, Sumber Daya Manusia (SDM) baik guru, tanaga pendidik dan siswa haruslah orang-oang yang memang bisa diikut sertakan untuk membangun pondasi sekolah. Guru SDIT.2 berjumlah 18 orang serta jumlah siswa sekolah ini mencapai 223 siswa. Sedangkan pada SDIT.1, jumlah siswanya mencapai 111 siswa dengan guru berjumlah 8 orang serta 5 orang guru Al-Qur’an. Jika meihat rasio perbandingan guru dan siswa, maka jumlah guru yang ada sudah sesuai dengan jumlah siswa, yang mana satu rombongan belajar rasio guru dan siswa perbandingannya adalah 1:28.

e. Kondisi sarana dan prasarana

Dari kedua sampel dalam penelitian ini, kedua sekolah ini berangkat dari kondisi sarpras yang sangat belum sesuai dengan standar sarpras yang ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan Indonesia. SDIT.1 pada awal mula berdiri, bangunan sekolahnya masih menyewa sebuah rumah yang kemudian dipetak-petakkan

29


(79)

70

menjadi ruangan kelas dengan sarpras pemberian dari sekolah lain. Namun, setelah berjalan enam tahun akhirnya SDIT.1 memiliki banguan sendiri meskipun dari segi sarpras masih lebih baik dari pada saat awal pendirian. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 1:

“…Kemudian untuk properti-propertinya juga dibantu sama temen-temen pengajiannya ustadz Arif itu. Salah satunya ustadz Zahri yang di al-Hikmah, beliau cerita properti yang di al-Hikmah, peoperti bekas-bekas yang sudah tidak dipakai diboyong kesini. Kemudian berkembang ngontrak rumah untuk SD setelah berjalan enam tahun, karena mau gak mau harus berkembang, kalau ngontrak terus kan enggak memungkinkan kan tempat dan sarana prasarananya, akhirnya pindahlah ke Pakal ini. Walaupun jauh ya.. tapi ehm... untuk kondisi sekarang sarana dan prasarananya memenuhi syarat lah untuk pendidikan, terutama untuk ukuran indikator dinas itu sudah layak.”30

Hal ini sangat berbeda dengan SDIT.2 yang memang sejak awal pendirian SDIT sudah memiliki bangunan sendiri untuk keberlangsungan pendidikannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 2, yakni: “…awalnya memang konsen ke TK, lokasinya ada dirumah, ternyata wali murid minta ada SD, maka dari itu dibangunlah disini (lakarsantri)…”31

Sejak awal pendirian, SDIT.2 memang lebih matang dan mantap secara finansial daripada SDIT.1, dari pembangunan gedung serta pemenuhan sarana dan prasarana. sehingga SDIT.2

30

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

31


(80)

71

lebih cepat berkembang meskipun kedua sekolah ini berdiri pada tahun yang sama, yakni tahun 2008.


(81)

72

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakeristik Generasi Islami dalam Perspektif Sekolah Islam terpadu

Berbicara tentang generasi Islami, tentu akan ada banyak pengertian mengenai hal tersebut. Islami sendiri memiliki substansi atau bersifat keislaman, sehingga yang dinamakan generasi Islami adalah sekelompok yang memiliki karakter Islam yang telah tertanam pada dirinya. Senada dengan pengetian diatas, informan 1 berpendapat bahwa generai Islami adalah generasi yang semua aspek dalam hidupnya sesuai dengan ajaran Islam, dan lebih rinci lagi informan 1 menjabarkan bahwa yang dinamakan Islami adalah yang 100% memiliki aqidah sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah, kemudian dalam aspek ibadah juga telah sesuai dengan tuntunan yang benar, terakhir adalah memiliki akhlaq atau adab yang sesuai dengan ajaran Islam. 1

Hal ini sedikit berbeda dengan pendapat informan 2 dalam memahami sosok generasi Islami. Menurutnya generasi Islami adalah perwujudan dari generasi robbani sesuai dengan pendapat imam Al-T}abari dalam menafsirkan surat Ali-Imran ayat 79, yakni generasi yang seluruh aspek hidupnya berlandaskan Islam, selain itu mereka juga harus bisa menularkan kehidupan Islami mereka kepada teman-teman mereka baik disekolah ataupun dilingkungan rumah mereka.2

Kemudian, jika berbicara tentang karakter dari generasi Islami yang dicita-citakan oleh SIT, hal ini sudah terperinci dalam buku induk JSIT. Didalam buku

1

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

2


(82)

73

tersebut sudah dengan detail menjabarkan tetang karakter generasi Islami yang mereka cita-citakan, karakter-karakter tersebut terbagi menjadi 10 macam yang biasa mereka sebut dengan 10 muwas}s}afat.3 Hal ini sejalan dengan bagaimana karakter masyarakat yang dicita-citakan oleh Hassan Al-Banna yang tertuang dalam modul-modul Tarbiyah Islamiyah yang menjadi patokan oleh beberapa aliran Islam dalam proses pengkaderan yang mereka lakukan. Karakter yang menjadi cita-cita mereka yakni: Aqidah yang bersih (al-sali>m al-a>qidah), Ibadah yang benar (al-s}ahi>h al-iba>dah), Pribadi yang matang (al-mati>n al-khu>luq), Mandiri (qadi>r ‘ala al-kas}bi), Cerdas dan berpengetahuan (al-muthaqqaf al-fiqri), Sehat dan kuat (al-qawiyy al-jismi), Bersungguh-sungguh dan disiplin (muja>hid li

nafsihi), Tertib dan cermat (munazzam fi shu’unihi), Efisien (ha>ris ‘ala

al-waqtihi), dan Bermanfaat (na>fi’ li al-ghairihi). Kesepuluh inilah yang menjadi cita-cita besar JSIT pada semua jenjang pendidikannya, baik itu TKIT, SDIT, SMPIT maupun SMAIT. 4

Sejalan dengan karakter yang dicita-citakan JSIT diatas, maka sebagai sekolah yang berafiliasi dengan JSIT mau tidak mau harus menjadikan kesepuluh karakter tersebut sebagai tujuan dari penyelenggaraan proses pendidikan yang mereka jalankan. Hal ini senada dengan penyataan informan 1 yakni: “generasi Islami adalah generasi yang dalam dirinya memiliki kesepuluh karakter tersebut.”5 pernyataan diatas sedikit berbeda dengan pernyataan informan 2 yang menyatakan bahwa “karakter generasi Islami adalah generasi yang robbani sesuai dengan

3

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

4

Sukro Muhab, et al,. Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu : Jaringan Sekolah Islam Terpadu, (---,---,2010), ---.

5


(83)

74

pendapat imam Al-T}abari dalam menafsirkan surat ali-Imran ayat 79. Kemudian lebih rinci lagi informan 2 menyatakan bahwa generasi Islami yang mereka ingikan adalah generasi yang Qowwiyy al-Amin, yakni “qowwiyy” sendiri bermakna unggul dari segi fisik dan keilmuannya sedangkan “amin” adalah faqih.”6 Meskipun pendapat informan 2 memiliki perbedaan dengan karakteristik yang diinginkan oleh JSIT, tetapi dari segi output yang diinginkan tetap memiliki ruh yang sama dengan SIT pada umumnya yakni terperinci dalam 10 muwas}s}afat

diatas. Hanya saja dalam istilah pemberian nama memiliki perbedaan yakni generasi Islami dan generasi robbani meskipun secara substansi memiliki maksud yang sama, kemudian perbedaannya selanjutnya terlihat pada sifat dari kedua macam istilah penamaan tersebut, yakni pada generasi Islami mereka dituntut untuk memiliki seluruh karakter tersebut, sedangkan generasi robbani selain dituntut untuk memiliki kesepuluh karakter tersebut, mereka juga dituntut untuk menularkan karakter-karakter tersebut kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya. 7

Berlanjut pada proses pembentukan karakter-karakter diatas menurut Informan 1 dan 2 memiliki kesamaan. Informan 1 menyatakan bahwa dari 10 karakter itu, semua jenjang SIT baik dari TKIT sampai SMAIT memiliki target yang sama hanya saja dalam kriteria capaian yang diinginan memiliki perbedaan pada masing-masing jenjang. Untuk jenjang SDIT seluruh karakter itu tetap diusahakan untuk dicapai, akan tetapi tetap ada prioritas mana yang terlebih dahulu harus dibentuk. Hal itu dikarenakan target sekolah yang memang belum

6

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

7


(84)

75

bisa untuk mewakili semua dari karakter tersebut.8 sedangkan menurut informan 2 yakni SDIT kami juga memiliki prioritas tersendiri mana dari 10 karakter itu yang akan ditanamkan terlebih dahulu. Tetapi, meskipun belum bisa menanamkan seluruhnya, sekolah juga masih tetap memperkenalkan karakter yang lain (yang belum prioritas) kepada siswa mereka.9

Adapun karakter yang menjadi prioritas keduanya adalah tiga karakter awal yakni siswa harus memiliki aqidah yang bersih (al-sali>m al-a>qidah), mampu beribadah dengan benar sesuai tuntunan agama (al-s}ahi>h al-iba>dah) dan selanjutnya adalah siswa haruslah memiliki pribadi (akhlaq) yang matang dalam artian siswa harus bisa menunjukkan bagaimana wajah Islam itu sendiri dalam segala aspek ehidupannya (al-mati>n al-khu>luq). Dan untuk tujuh karakter yang lain hanya sebagai pelengkap. Namun, pada pola penanaman karakter ini di SDIT.2 sedikit berbeda dengan SDIT.1. Mereka relatif memiliki waktu yang lebih panjang jika dibandingkan dengan SDIT.1, hal ini dikarenaka SDIT.2 pada sekolahnya telah terintergarasi, yakni telah ada SMPIT.10 Sedangkan pada SDIT.1 untuk membangun SMPIT masih sebatas visi kedepannya. Hal ini kembali lagi pada hasil temuan dilapangan, bahwasanya SDIT.2 masih lebih unggul dalam finansial dibandingkan dengan SDIT.1 meskipun keduanya berdiri pada tahun yang sama.

8

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

9

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

10


(85)

76

B. Pembaharuan Pendidikan Islam pada Sekolah Islam Terpadu

Seperti yang telah peneliti uraikan pada pembahasan sebelumnya, bahwasanya terdapat dua macam tipe pembaharuan, yang pertama yakni

reformasi, maksudnya kembali kepada asal semula. Sedangkan pembaharuan yang kedua adalah modernisasi, yakni penambahan-penambahan yang dilakukan untuk menutup dan melengkapi kekurangan, bisa juga diartikan sebagai sebuah inovasi.11 Penelitian ini sendiri mengutip konsep tetang pembaharuan berdasar pada pemikiran Dawud Tauhidi, yang mana pemikirannya tentang pembaharuan pendidikan adalah sebuah pemodernisasian.12

Menurut informan 1 pembaharuan diartikan sebagai inovasi untuk lebih meningkatkan kualitas.13 sedangkan menurut informan 2 pembaharuan dipandang sebagai transformasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara terus menerus melalui perbaikan-perbaikan yang dilakukan setiap ada kelemahan dalam penerapan konsep pendidikan yang telah dijalankan 14, dan yang terakhir pembaharuan menurut informan 5 dalam penelitian ini diartikan sebagai perubahan menjadi lebih baik.15

Jika mengacu pada pendapat informan tentang pembaharuan, maka kedua sampel dalam penelitian ini dapat dikatakan telah melakukan pembaharuan. Hal ini dapat terlihat dari adanya perubahan-perubahan pada pola pembelajaran dan pada kurikulum serta target dalam pembelajaran mereka. Meskipun keduanya

11

Darul Aqsho, Kiai Haji Mas Mansur (1896-1946) : Perjuangan dan Pemikiran, (Jakarta: Erlangga,---), 9-10.

12 Dawud Tuhidi, “

A Vision of Effective Islamic Education “, dalam

http://www.islamic-world.net/parenting/parenting_page/a_vision_of_effective_islamic_ed.htm (03 Maret 2016).

13

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

14

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

15


(86)

77

berawal dengan multiple intelligence-nya Howard Gardner dan juga masih ada pengaruh serta hubungan dengan yayasan pendidikan Al-Hikmah Surabaya, namun sekarang fokus mereka sudah tidak seperti awal mula berdirinya sekolah.

Pembaharuan yang dilakukan SDIT diatas adalah dalam upaya untuk menyelaraskan dengan cita-cita besar yang diinginan oleh JSIT. Hal ini dikarenakan sejak awal kelahiran JSIT dalam dunia pendidikan Indonesia, konsep pendidikan sekolah Islam terpadu adalah sebuah konsep yang baru dalam dunia pendidikan itu sendiri. Akan tetapi setelah berjalannya waktu dan bertambahnya antusiasme masyarakat terhadap sekolah-sekolah Islam terpadu ini, maka mau tidak mau mereka harus beradaptasi dengan kemajuan zaman sehingga pembaharuan didalamnya menjadi sebuah hal yang wajib bagi mereka. Salah satu bentuk pembaharuan yang dilakukan JSIT adalah pembaharuan simbolik pada beberapa kegiatan siswa yang mana pembaharuan ini dimaksudkan untuk mengembalikan ruh Islam dalam dunia pendidikan yang sudah mulai hilang tergerus dengan konsep-konsep pendidikan Barat.16 Hal ini dikuatkan lagi oleh pernyataan informan 7 yang menyatakan bahwa istilah-istilah yang umum (bukan Islam) harus sesuai dengan hasil pelatihan menejemen SIT yang menyingung bahwa istilah yang dipakai kurang tepat untuk menumbuhkan budaya Islami pada diri siswa, istilah-istiah tersebut antara lain: “istirahat dan juga morning class serta

ending day”, kemudian pada SIT penyebutan istilah-istilah tersebut dirubah menjadi istilah-istilah yang lebih Islami, hal ini adalah salah satu bentuk dari pembaharuan pada SIT. Istilah morning class dirubah menjadi “halaqoh pagi”,

16


(87)

78

kemudian istirahat menjadi “pendampingan dan pengawalan akhlaq”, dan yang terakhir adalah istilah ending day pada SIT dirubah menjadi “muhasabah”.17

Pembaharuan yang telah dilakukan pada SDIT 1 antara lain: pada kurikulum yang digunakan terlihat pada porsi pembelajaran Al-Qur’an yang mengalami penambahan jam tatap mukanya menjadi 60 menit, kemudian Tahfidz juga dinaikkan menjadi 60 menit serta ada jam khusus untuk mereview hafalah siswa yakni 25 menit. kemudian dari sisi pendidikan karakter juga banyak terjadi perubahan, misalnya guru sengaja duduk diteras ruang guru supaya anak-anak terbiasa untuk menunduk dan mengucapkan permisi. kemudian dalam aspek ibadah, misalnya saat siswa sholat sudah terbentuk kelompok-kelompoknya sehingga sampai pada posisi anak berdiri untuk sholat shof sudah rapi sesuai dengan kelompok siswa tersebut. 18

Kemudian pembaharuan yang juga telah dilakukan SDIT 2 setelah sembilan tahun sekolah ini berjalan, mereka telah mengalami dua kali pembaharuan. Pertama, sekolah yang berdiri dalam ranah multiple intelligence ini setelah lima tahun berdiri telah berubah dan bertransformasi menjadi sekolah Islam Terpadu. Hal ini tidak lepas dari kondisi masyarakat yang lebih memandang dan tertarik dengan sekolah-sekolah Islam. Kemudian kedua pembaharuan yang dilakukan SDIT ini sedikit banyak juga telah mengadopsi konsep pendidikan yang digunakan oleh sekolah Al-Hikmah Surabaya, hal ini karena adanya kedekatan emosional kepala sekolah dengan sekolah Al-Hikmah. Konsep yang diadopsi tesebut menjadikan SDIT ini terkesan menjadi sedikit lebih ekslusif dibandingkan

17

Int.7/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, ---.

18


(88)

79

sekolah Islam pada umumnya, hal ini terlihat dari sistem pembiayaan mengalami peningkatan, yakni lima tahun pertama lebih pada kelas menengah kebawah, tetapi sekarang juga membidik kelas menegah keatas. Sekolah ini juga telah membuat konsep yang akan dilakukan setelah sekolah berumur lebih dari 10 tahun. Konsep tersebut adalah yang lebih mengarah kepada output, yakni bagaimana output itu hidup ditengah masyarakat yang modern, akan tetapi konsep ini porsinya lebih besar pada masyarakat kelas menengah ke atas saja.19

Pembaharuan pada SDIT 1, mereka sekarang lebih memfokuskan pada pembenahan kerohanian siswanya, yakni dengan memperkuat target hafalan siswa mereka.20 Mereka berpedoman bahwasanya pendidikan yang mencetak ulama’ ternama zaman kejayaan Islam adalah pendidikan yang mengedepankan Al-Qur’an dalam proses pendidikannya. Sehingga mereka melakukan perubahan pola pendidikan berdasar dan sesuai dengan pendidikan Islam terdahulu.21 Dengan

tagline “sekolah penghafal Al-Qur’an” ini, selama dua tahun belakangan berhasil memikat masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah ini. 22

Sedangkan di SDIT 2, sekarang lebih memfokuskan dengan pembelajaran berbasis life skill (keterampilan hidup) meskipun corak Al-Hikmah dan konsep

multiple intelligence masih ada yang diadopsi oleh sekolah ini. Dengan tagline “star school” yang berarti Sholeh, cinta Al-Qur’an dan berprestasi.23 kemudian, meskipun sekolah ini dalam proses pembelajarannya berbasis life skill, sekolah ini tetap memposisikan dirinya sebagai sekolah yang unggul pada Al-Qur’an, baik itu

19

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

20

Int.6/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

21

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

22

Brosur SDIT.1 Tahun 2016, Dokumentasi, Surabaya, 2016.

23


(89)

80

membaca dan juga menghafal sebagaimana ciri khas SIT yang mengedepankan Al-Qur’an sebagai kriteria utama pendidikannya. 24

Sementara itu, pembaharuan dari aspek tujuan sekolah yang tercermin dari visi sekolah sekarang, secara eksplisit visi SDIT 1 memiliki maksud ingin “melahirkan generasi masa depan itu yang kuat, Islami dan punya karya besar dimasa depan”.25 Sedangkan visi SDIT 2 memiliki maksud ingin “membentuk generasi yang robbaniyyah”.26

Jika melihat makna yang tersirat tersebut, maka tujuan sekolah ini telah sesuai dengan kriteria utama visi sekolah SIT yang telah ditetapkan JSIT, yakni: visi yang dirumuskan harus memuat semangat nilai-nilai Islam.27

Pembaharuan-pembaharuan ini, jika ditelisik dengan berdasar pada kerangka teoritik penelitian ini, maka dinamika perubahan pada sekolah-sekolah Islam terpadu ini adalah respon atas terjadinya perubahan situasi pada masyarakat (social movement). Hal ini lah yang menjadikan kedua SIT yang menjadi sampel pada penelitian ini melakukan perubahan guna merespon dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Perubahan pola kehidupan masyarakat yang semakin komplek, mau tidak mau akan membutuhkan sebuah lembaga pendidikan untuk anak-anak mereka yang telah siap dengan berbagai tantangan yang menyertai perubahan dinamika masyarakat ini. Hal ini sebenarnya hanyalah strategi sekolah yang melihat celah pada pendidikan yang telah ada di sekitar masyarakat,

24

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

25

Profile SDIT.1 Tahun 2016, Dokumentasi, Surabaya, 2016.

26

Int.2/SDIT.2, Wawancara, Surabaya, 23 Februari 2016.

27

Sukro Muhab, et al,. Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu : Jaringan Sekolah Islam Terpadu, (---,---,2010), ---.


(90)

81

sehingga membuat SIT ini berinovasi dan memberikan solusi yang berbeda dan tergolong unik yang menjadi fokus pada pendidikan mereka.

C. Strategi Membentuk Generasi Islami Melalui Pembaharuan Pendidikan Islam pada Sekolah Islam Terpadu

Dilakukannya pembaharuan dalam pendidikan, tidak lain tujuannya adalah untuk memudahkan sekolah dalam mencapai target-target yang telah dicanangkan. Salah satu target tersebut adalah terbentuknya generasi yang Islami setelah melalui proses pendidikan dalam sekolah tersebut. Generasi Islami yang telah SIT cita-citakan adalah generasi yang memiliki karakter-karakter yang telah mereka targetkan pada semua lulusannya. pembentukan karakter Islami ini dilakukan secara menyeluruh dalam segala aspek kegiatan siswa disekolah. Merubah istilah-istilah yang masih umum dalam pendidikan menjadi istilah-istilah-istilah-istilah yang bernuansa Islam adalah salah satu cara yang ditempuh untuk membiasakan siswa dengan pola hidup yang Islami sehingga lama-kelamaan karakter Islami yang dicita-citakan ini terbentuk pada diri siswa.

Dalam proses pembelajaran juga ada perubahan dalam istilah keseharian pada SIT. Seperti yang sudah peneliti uraikan pada pembahasan pion sebelumnya yakni istilah yang biasanya terdengar akrab di masyarakat antara lain istilah: “istirahat dan juga morning class dan ending day” pada SIT penyebutan istilah -istilah tersebut dirubah menjadi -istilah--istilah yang lebih Islami, hal ini adalah salah satu bentuk strategi SIT dalam membiasakan siswanya untuk berinteraksi dengan dunia Islam sekaligus strategi dalam membentuk generasi Islami yang SIT


(91)

82

cita-citakan. Istilah morning class dirubah menjadi “halaqoh pagi”, kemudian

istirahat menjadi “pendampingan dan pengawalan akhlaq”, dan yang terakhir adalah istilah ending day pada SIT dirubah menjadi “muhasabah”. Itulah beberapa

bentuk pembaharuan yang ada pada SIT sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.28

Pada SDIT.2 strategi membentuk generasi Islami yang mereka cita-citakan dengan menanamkan qowwiyy al-amin kepada seluruh siswa. Sebab, mereka beranggapan bahwa jika qowwiyy al-amin ini sudah melekat pada diri siswa, maka menanamkan 10 muwas}s}afat akan menjadi lebih mudah. Membentuk jiwa yang

qowwiyy al-amin ini, mereka menggunakan beberapa strategi, pertama dengan mendefinisikan qowwiyy al-amin itu sendiri sebelum diapliksikan dalam program pembelajaran siswa. Kedua siswa harus jadi dirinya sendiri, kalau dia laki-laki maka dia harus menunjukkan jiwa seorang laki-laki sesuai dirinya sendiri. Srategi yang mereka gunakan untuk mencapai kedua hal tersebut adalah pada setiap pelajaran harus memunculkan kedua hal diatas, contohnya pada pelajaran matematika maka guru juga harus mampu memasukkan nilai-nilai Islam pada pelajaran tersebut. Kemudian membuat program-program disekolah, pada SDIT.2 ini sudah ada 3 program, yakni: tahfidz dan tahsin Al-Qur’an serta program akademik seperti sekolah-sekolah pada umumnya.29

Strategi yang digunakan SDIT.2 ini berbeda dengan strategi yang digunakan oleh SDIT.1 dalam menanamkan dan membentuk karakter yang Islami pada siswanya. SDIT.1 menggunakan strategi pembiasaan pada segala aktivitas

28

Int.7/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, ---.

29


(92)

83

siswa disekolah. Sebagai contoh guru sengaja duduk diselasar-selasar sekolah supaya anak-anak terbiasa untuk menunduk dan mengucapkan permisi jika mereka lewat. kemudian mereka juga beranggapan bahwasanya jika siswa telah menguasai Al-Qur’an (hafal) sesuai dengan metode pembelajaran pada masa kejayaan Islam yang mana kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang mengedepankan Al-Qur’an, meskipun sesuai target minimal lulusan SDIT.1 harus sudah hafal juz 30, maka mereka akan mudah dalam menerima pelajaran dan juga menerima nilai-nilai spiritual yang sedang diajarkan oleh guru. Hal ini yang menjadikan selain pembiasaan akhlaq yakni menanamkan rasa cinta kepada Al-Qur’an sebagai dasar sebelum memulai proses pendidikan pada SDIT.1. 30

Kemudian proses penanaman nilai-nilai keislaman pada kedua SDIT ini memunculkan permasalahan-permasalahan yang harus mereka hadapi untuk ketercapaian apa yang mereka cita-citakan. Pada SDIT.1 permasalahan yang muncul yakni: kualitas guru dan kerjasama dengan orang tua.31 kemudian pada SDIT.2 permasalahan yang dihadapi tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi oleh SDIT.1, informan 2 menyatakan bahwa problem yang dihadapi lembaga pendidikan yang satu dengan lainnya hampir sama yakni pada SDM dan stake holder yang berhubungan dengan sekolah.32

Dari problem yang muncul diatas, kedua SDIT ini juga telah melakukan beberapa hal sebagai solusi dari problem yang muncul. Pertama adalah diadakannya upgrading untuk seluruh SDM dan juga memberikan motivasi untuk menumbuhkan inisiatif untuk selalu mengupgrade dirinya sendiri. Sedangkan

30

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

31

Ibid.

32


(93)

84

untuk problem yang berhubungan dengan orang tua, mereka mengadakan

parenting-parenting, baik yang dilakukan di sekolah ataupun hanya lewat grup media sosial untuk mengingatkan sekaligus menitipkan konsep pendidikan yang harus dilakukan pembiasaa dirumah. 33

Indikator tercapai atau tidaknya pembentukan karakter Islami ini, instrumen-instrumen pendukung harus tersedia, misalnya standar minimal yang harus sudah tercapai pada kelas satu dan juga kelas-kelas seterusnya sudah harus

real dan dapat terukur dengan tepat. Misalnya ketercapaian karakter mandiri yang ada pada jenjang siswa kelas satu adalah “setelah anak naik ke kelas dua, maka budaya bersih diri sudah tercapai dan anak-anak sudah bisa dengan mandiri melakukannya, untuk buang air kecil dan air besar mereka sudah bisa melakukan dikamar mandi dan juga sudah tidak dengan pendampingan seorang guru, sehingga pada saat anak sudah ada di jenjang lebih tinggi sudah bisa ditanamkan karater mandiri yang lainnya.”34

Kemudian kalau untuk karakter yang lain, misalnya pribadi yang matang, tolok ukurnya juga haruslah sudah ada. Untuk anak kelas tiga misalnya, pribadi yang matang yang ditargetkan adalah sudah semakin pudarnya sikap egois, dan tolok ukurnya adalah siswa mampu bekerja secara kelompok, menghargai pendapat dan menerima pendapat teman sekelasnya. Dan untuk karakter-karakter yang lain, semua pola penanaman karakter Islami yang dilakukan di SIT

33

Int.1/SDIT.1, Wawancara, Surabaya, 09 Februari 2016.

34


(94)

85

bentuknya adalah pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari disekolah.35

35


(95)

86

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal berikut ini: Pertama, bahwasanya karakterskik generasi Islami yang dicita-citakan oleh seluruh SIT di Indonesia sama, yakni diharapkan setelah proses pembelajaran berakhir, siswa memiliki 10 karakter Islami yang dicita-citakan JSIT, antara lain: memiliki aqidah yang bersih (al-sali>m al-a>qidah), mampu beribadah dengan benar

(al-s}ahi>h al-iba>dah), memiliki pribadi (akhlaq) yang matang (al-mati>n al-khu>luq), mandiri (qadi>r ‘ala al-kas}bi), cerdas dan berpengetahuan (al-muthaqqaf al-fiqri), sehat dan kuat (al-qawiyy al-jismi), bersungguh-sungguh dan disiplin (muja>hid li

nafsihi), tertib dan cermat (munazzam fi shu’unihi), efisien (ha>ris ‘ala al-waqtihi), dan bermanfaat (na>fi’ li al-ghairihi).

Kedua, pada SIT telah dilakukan beberapa pembaharuan untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan yang mereka jalankan. Akan tetapi, pembaharuan yang dilakukan SIT sekarang hanyalah sebatas inovasi atau tambal sulam atas kekurangan dan kelemahan yang ada pada sekolah, bukan pembaharauan yang membawa konsep baru dalam sebuah pendidikan (tidak ada menjadi ada). Hal ini dikarenakan pemahaman pemberi arahan dan penyusun rencana strategis SIT mengenai pembaharuan adalah sebuah peningkatan kualitas. Selain sebagai sarana meningkatkan kualitas, pembaharuan ini juga bertujuan sebagai sarana menguatkan eksistensi sekolah ditengah banyaknya


(96)

87

sekolah Islam lainnya, dengan kata lain yakni sebagai sarana marketing

(memenuhi kebutuhan pasar), yang mana mayoritas wali murid dengan kelas ekonomi menengah keatas dan juga dengan kualitas intelektual yang menengah keatas pula (orang tua yang terpelajar) lebih memilih menyekolahkan anak mereka di sekolah berbasis agama yang memiliki keunggulan dan karakteristik yang khusus.

Ketiga, pola pembentukan generasi Islami yang ada pada SIT adalah dengan menerapkan ajaran agama dalam ativitas keseharian siswa. Hal ini tercermin dalam bentuk pembiasaan-pembiasaan dan pengawalan-pengawalan berperilaku dan beribadah. Selain itu, sebagai pondasinya SIT menerapkan pola pendidikan Islam yang telah dilakukan pada zaman kejayaan Islam yang telah terbukti berhasil mencetak nama-nama besar, pondasi itu adalah kembali menerapkan pentingnya Al-Qur’an dalam pendidikan. Dengan kata lain sebelum mengajari siswa dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, terlebih dahulu siswa ditanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an dan diutamakannya menghafal Al -Qur’an. SIT beranggapan, jika siswa sudah sejak dini ditanamkan rasa cinta bahkan sampai menjadi Hafidz Al-Qur’an, maka akan dengan mudah mereka menerima ilmu dan akan sangat mudah bagi mereka untuk menjadi sosok yang Islami. Kemudian juga dilakukannya perubahan-perubahan istilah dalam pendidikan yang bersifat umum menjadi istilah yang bercorak Islam, hal ini dilakukan karena untuk membiasakan siswa hidup dalam suasana yang Islami. Pola pembentukan karakter Islami ini memunculkan beberapa problem, yang pertama adalah problem yang berhubungan dengan SDM sekolah. Berkaitan


(97)

88

dengan problem ini, SIT telah menangkal problem tersebut dengan diadakannya

upgrading-upgrading untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut. Kemudian problem selajutnya adalah yang berhubungan dengan seluruh konsumen sekolah, problem ini muncul karena tidak sedikit orang tua yang hanya memasrahkan anaknya disekolah untuk dibentuk kepribadiannya, akan tetapi di lingkungan keluarga proses-proses yang berjalan disekolah belum ada dukungan dari orang tua siswa. Solusi dari problem ini adalah diadakannya parenting-parenting untuk lebih meningkatkan pemahaman orang tua siswa akan tugasnya mendidik anak dirumah.

B. Implikasi

Dampak yang diinginkan muncul dari tulisan ini adalah adanya penambahan khazanah keilmuan dan pengetahuan terkait konsep-konsep yang ada pada SIT, sehingga dapat menginspirasi dan menjadi rujukan sekolah-sekolah lain dalam pengembagan kualitas pendidikan yang ada pada lembaganya. Selain itu, dampak lain yang diinginkan adalah dengan adanya penelitian ini dapat memberikan solusi kepada masyarakat yang masih memiliki kebingungan untuk menempatkan anak mereka pada sebuah lembaga pendidikan Islam yang dalam perjalanannya mampu menerapkan dan membiasakan nilai-nilai keislaman, sehingga krisis moral yang muncul akibat perkembangan dan kemajuan zaman dapat terkikis dengan munculnya generasi-generasi penerus yang memiliki karakter Islam yang tangguh dan juga teguh.


(98)

89

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran penelitian yang akan diuraikan sebagai berikut: Pertama, saran bagi SIT, bahwasanya SIT adalah sebuah solusi dari model pendidikan-pendidikan yang telah ada sekarang, tetapi mayoritas konsumen SIT sekarang hanya terbatas pada kaum dengan kekuatan ekonomi yang sudah stabil (menengah keatas) dan kebanyakan masih untuk kalangan-kalangan dengan dasar keilmuan orang tuanya yang sudah kuat (terpelajar). Sehingga, masyarakat selain golongan diatas sedikit tersisihkan dan tersingkir dalam persaingan memasukkan anak-anak mereka ke SIT. Sehingga saran

pertama, untuk SIT dari penulis adalah disediakannya porsi yang seimbang dalam penerimaan siswa dengan tetap melihat kualitas siswa serta untuk siswa yang dengan kualitas ekonomi lemah tetap disediakan pelayanan yg berbeda dengan mereka yang sudah kuat dari segi ekonomi. Kemudian yang kedua, adalah adanya keterbukaan informasi bagi sekolah lain yang ingin melakukan study banding, sehingga konsep-konsep yang sekiranya dapat bermanfaat untuk perkembangan kualitas pendidikan dapat ditularkan.

Kedua, peneliti berikutnya hendaknya dapat memperbaiki kekurangan dalam pelaksanaan penelitian ini. Dengan demikian, informasi yang didapat terkait SIT akan lebih melengkapi penelitian ini, sehingga akan lebih banyak menghasilkan manfaat baik bagi peneliti sendiri serta SIT dan masyarakat umum.


(99)

90

DAFTAR PUSTAKA

Al Munawar. Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press, Cet. II, 2005.

Al Syaibany. Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Aqsho. Darul, Kiai Haji Mas Mansur (1896-1946) : Perjuangan dan Pemikiran, Jakarta: Erlangga, 2005.

Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Arifin. M, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1993. _______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,1993.

Arifin. Zaenal, Morfologi; Bentuk, Makna dan Fungsi, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007.

Ashraf. Ali, Horison Baru Pendidikan Islam Jakarta: Firdaus, 1989.

Asrohah. Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Assegaf. Abdurrahman, Pendidikan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Suka Press,

2007.

Busahdiar, Pembaharuan Sistem Pendidian Islam (Study Kasus Perguruan Thawalib Padang Panjang Periode Tahun 1998-2006), Thesis S2 Konsentrasi Pendidikan Islam, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Craib. Ian, Teori – Teori Social Moderen, Jakarta: PT Rajawali, 1986.

Daradjat. Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.7, 2008. Efendi. Achmad Ruslan, Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan

Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia, Disertasi--, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2010.

Feisal. Jusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.


(100)

91

Ibrahim. Nana Sujana, Penelitian dan Penelitian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989.

Mujib. Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, Cet.2, 2008.

Idris. Muh, Pembaharuan Pendidikan Islam Dalam Konteks Pendidikan Nasional,

Jurna Lentera Pendidikan Vol.12 No.1 Juni 2009.

Isa. Muhamad Husain, Syarah 10 Muwashafat (penjeasan lengkap 10 karakter muslim), Solo; Era Adi Citra, 2016.

Ishomaddin, Sosiologi Agama Pluralisme Agama dan Interpretasi Sosiologis,

Malang: Universitas Muhammadiyah, 1996.

Khahmad. Dadang, Metode Penelitian Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2009. Kusuma. Amier Daen Indra, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha

Nasional, 1973.

Mardiyah, Kepemimpinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi, Yogyakarta, Aditya Media Publishing, 2012.

Marimba. Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : PT. Al-Ma'arif, 1987.

Matta. M Anis, Membentuk Karakter Cara Islam, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2002.

Ma’arif. Syamsul, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. Moleong. Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, Bandung:

Remaja Rosda Karya, 2005.

Muhab. Sukro. Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu : Jaringan Sekolah Islam Terpadu, 2010.

Mulyana. Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Nasution. Harun, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Nata. Abudin, Manajemen Pendidikan: Mengtasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: 2008.


(101)

92

Nazir. Moh, Metode Penelitian Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Nizar. Syamsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001.

____________, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rosululah Sampai Indonesia, Jakarta:Kencana, 2007.

Sasono. Adi, Solusi Islam Atas Problematika Umat : Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah, Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

Silalahi. Ulber, Metode Penelitian Sosial, Bandung, PT Refika Aditama, 2010. Shahih Bukhori. Maktabah syamilah.

Shahih Muslim. Maktabah syamilah.

Shihab. M. Quraish,“Membumikan” Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.

Shofi. Machmud, Pembaharuan Pendidikan Islam Pemikiran dan Praksis KH.Ahmad Dahlan, Thesis--, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014.

Sholihah. Mar’atus, Konsep Pembaharuan Pendidikan Agama Islam Menuju Masyarakat Madani (Analisis Paradigma Pengembangan Kurikulum Menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A.), Skripsi--, Universitas Islam Negeri Malang, 2007.

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Sudirman, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Mutiara, 1986.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantiatif, Kualitatif, Dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2007.

Sukmadinata. Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Suprayogo. Imam, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Tim Penyusun Modul, Modul Tarbiyah Islamiyah buku kedua, Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah.


(102)

93

Wahyuddin, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi.

Wakhidah. Rohmatul, Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Milenium Baru (Analisis Terhadap Pemikiran Azyumardi ِAzra), Skripsi--, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Wawancara dengan Ibu kepala sekolah ke-1 SDIT Permata Surabaya pada tanggal 20 Desember 2012.

Wawancara dengan WAKA SDIT Permata Surabaya pada tanggal 09 Februari 2016 pukul 09.25-10.30.

Wawancara dengan Kepala Sekolah SDIT Utsman bin Affan Surabaya pada tanggal 23 Februari 2016 pukul 14.02-15.00.

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2006. Referensi lain:

Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Jaringan_Sekolah_Islam_Terpadu (16 Februari 2016).

Http://Media.Shafira.Com/News/Bahasa-10-Karakteristik-Pribadi-Seorang-Muslim-Sejati (02 Maret 2016).

Http://Www.Jsit-Indonesia.Com/Index.Php/Using- Joomla/Extensions/Components/Content-Component/Article-Category-List/8-Beginners (14 November 2015).

Http://Www.Republika.Co.Id/Berita/Pendidikan/Eduaction/14/01/31/N08dcm-10-Tahun-Jsit-Indonesia-Bangun-Pendidikan-Lewat-Sit (16 Februari 2016). Http://Jsit.Web.Id/Index.Php/Visi-Misi/ (16 Februari 2016).

https://www.gontor.ac.id/berita/interpretasi-makna-at-toriqoh-ahammu-min-al-maddah , diakses tanggal 21 Maret 2017, pukul 08.35 am.

http://www.jsit-indonesia.com/index.php/using- joomla/extensions/components/content-component/article-category-list/8-beginners. dilihat sabtu 14 November 2015 pukul 09.26.

http://www.islamic-world.net/parenting/parenting_page/a_vision_of_effective_islamic_ed.htm (03 Maret 2016).


(103)

94