T2 092010007 BAB III

B ab T i ga
Kisah Meneliti Dan Tata Penelitian

M eneliti sebagai aktifitas ilmiah, tidak mudah dilakukan dan
karena itu terbatas pada kalangan tertentu dengan tingkah
pengetahuan teoritis-akademik yang mumpuni. Dalam kaitan itu, pada
bagian ini peneliti akan menceritakan pengalaman meneliti, baik sejak
awal mempersiapkan diri hingga ke medan penelitian dengan segala,
suka dan duka yang dialami dan pasca penelitian. Langkah selanjutnya
peneliti menguraikan juga penggunaan metodoligi sebagai acuan tata
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini serta bagaimana proses
pengolahan data hingga penulisan hasil penelitian.

M empersiapkan Penelitian
Setelah melalui perkuliahan semester ketiga dan menyudahi
kuliah metodoligi penelitian, kegelisahan untuk menentukan masalah
yang akan diamati dalam penelitian ke depan, bukanlah persoalan
mudah bagi seorang pemula dalam dunia penelitian, hal ini dirasakan
peneliti.
Sebelum dikeluarkanya SK dosen pengampuh bimbingan tesis,
hal yang dianggap peneliti berpengaruh dalam proses penelitian dan

pembimbingan adalah persoalan, kesesuaian minat dan persoalan
komunikasi. Terkait hal ini peneliti awalnya berminat pada persoalan
indigenous entrepreneurhip (wirausaha pribumi), karena itu peneliti
mengusulkan pa M arthen L. Ndoen, sebagai pembimbing. Selain
karena kepakarannya, kemudahan berkomunikasi dalam alam pikir
dan tutur orang dari Timur Indonesia, menjadi pertimbangan di
samping kesamaan nama yang oleh peneliti memiliki nilai dan makna
tersendiri.

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

Khusus terkait kesamaan nama, pada pendidikan tinggi strata
satu yang peneliti lewati, dipenghujung studi peneliti menemukan
karakter dan cara berpikir yang menginspirasi, tetapi juga kritis pada
figur seorang pengajar yang memiliki kesamaan nama dengan peneliti
ketika itu yakni, Pdt. M arthen Dominggus Boediman. Sejak saat itu
peneliti mencoba membangun spirit dari kesamaan nama, yang
mungkin saja bagi orang dibilang itu suatu kebetulan dan tak bermakna
apa-apa. Tetapi bagi peneliti kesamaan nama bukan suatu kebetulan,

sebaliknya hal itu dijadikan spirit pemacu semangat dikala jenuh dan
bosan untuk melanjutkan penulisan skripsi. Tentu tidak bermaksud
menjadi ‘sama,’ tetapi hanya untuk memacu diri untuk bisa sukses
seperti “senama”.
Nampaknya sejarah berulang mempertemukan peneliti dengan
sosok pembimbing yang lagi-lagi memiliki kesamaan nama, dan cara
berpikir yang benar-benar memprovokasi mahasiswa untuk berpikir
kritis dalam memandang suatu realita. Figur itu peneliti temui pada pa
M arthen L. Ndoen atau yang akrap disapa Om Ten. Tentu tidak
bermaksud merendahkan bapak, ibu dosen lainya. Dalam hal ini, bagi
peneliti merupakan kebanggaan tersendiri bisa membuat garis linear
pembimbingan dimana M arthen ‘sukses’, membimbing M arthen yang
sementara berjuang untuk suatu kesuksesan.
Karena itu sejak dikeluarkannya SK Rektor
No.
0121/Bimb./Rek./1 VII/2011, tertangga, 27 Juli 2011 yang menetapkan
pa M arthen L. Ndoen, sebagai pembimbing untuk penulisan tesis,
konsultasi bimbingan kemudian makin digiatkan. W alau sebenarnya
sudah ada pendekatan dan proses penjejakan kasus jauh sebelum
penetapan dosen ampuh bimbingan penulisan karya ilmiah ini, sudah

kami lakukan.
Tugas awal yang diberikan ada bimbingan pertama adalah
mereview jurnal indigenous entrepreneurship. M asalah yang dipilih ini
merupakan kelanjutan dari tugas penyusunan proposal yang sudah
dipresentasikan pada kelas perkuliahan M etodologi Penlitian.
Pemilihan kasus ini, didasarkan pada kenyataan bahwa di Kabupaten
34

K isahM eneliti D anTataPenelitian

Halmahera Barat pelaku usaha yang menguasai sektor perdagangan
adalah warga pendatang seperti Cina, Bugis, Jawa, Sumatra, Buton
maupun orang Gorontalo. M eskipun ada pengusaha pribumi, tetapi
mereka itu sedikit dan perkembangannya kalah cepat dari wirausaha
pendatang, baik jumlah maupun perkembangan usaha. M ereka
kebanyakan sebagai pedagang sembako di kampung atau desa tempat
tinggalnya, hanya sedikit yang menempati fasilitas publik seperti pasar.
Tugas mereview literatur peneliti lakukan sejak bulan oktober
2011, hingga 9 januari 2012. M elalui proses itu peneliti ditugaskan
untuk memahami apa saja yang menjadi substansi pembahasan, dan

temuan-temuan konseptual dari penelitian-penelitian tersebut. Tugas
ini juga bertujuan untuk menemukan gap penelitian dari suatu kasus
yang belum diteliti orang lain.

Duka, M endesak Ku Pulang Sebelum W aktunya
Setiap mahasiswa tentu memiliki perencanaan studi dan target
capaian yang mesti ia tepati untuk diraih selangkah demi selangkah.
Peneliti dalam hal ini juga melakukan hal yang sama. Untuk
menyelesaikan review literature yang dikerjakan sejak oktober 2011,
akhirnya peneliti memutuskan untuk tidak kembali ke kampung
halaman berkumpul dengan anak - istri dan sanak saudara yang lain
untuk merayakan Natalan dan melepas – sambut tahun baru dengan
segala sukacita dan kemeriahannya.
Dengan harapan hanya untuk bisa menyelesaikan tugas
tersebut, dan masuk dalam proses pemantapan pedoman pertanyaan
penelitian dan menyiapkan segala kelengkapan yang dibutuhkan ketika
nantinya turun meneliti. Konsekuensinya keinginan untuk ‘pulkam’
(pulang kampung) dan rasa rindu harus dipendam. W alau berat untuk
hal itu, teristimewa sebagai orang nasrani yang tumbuh dengan
rutinitas budaya perayaan Natal dan Tahun baru dalam suasana

keakraban dan hangatnya persaudaraan kian menambah rasa rindu,
terhadap orang-orang yang peneliti cintai dan sayang.

35

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

Pengorbanan itu, dengan suatu harapan semua prasyarat
penelitian dapat terpenuhi di awal tahun, dan dapat turun ke lokasi
penelitian pada bulan Februari 2012. Namun setelah hasil review
literatur dimasukan dan menunggu proses berikutnya, sesuatu yang
diluar dugaan terjadi. Tepatnya pada tanggal 15 Januari 2012 jam 10.00
W IT sampailah berita duka meninggalnya anak laki-laki ku karena
kecelakaan di kamar mandi, dalam usianya yang baru beranjak setahun
delapan bulan.
Berita duka itu, akhirnya berdampak merubah segala rencana
persiapan penelitian yang sudah disepakati dengan Om Ten, begitu
sapaan akrap untuk pa M arthen L. Ndoen. Sedih, bingung merupakan
pergolakan batin yang benar-benar membuat peneliti kehilangan

semangat. Dalam kebingungan itu akhirnya adik Hans Doirebo
bersama Dessy, berinisiatif untuk mengurus tiket pesawat perjalanan
pulang Semarang - Jakarta – Ternate. Sedangkan peneliti menemui pak
M arthen L. Ndoen untuk pamit, sekaligus dalam waktu yang relatif
singkat menyusun garis-garis besar pedoman pertanyaan penelitian. Di
kesempatan konsultasi itu juga masalah penelitian dikerucutkan ke
persoalan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Barat
terhadap pengusaha pribumi (indigenous entrepreneurship) dalam
upaya peningkatan ekonomi daerah.
Dalam kondisi inilah, peneliti harus berjuang untuk melakukan
dua hal secara bersamaan, membangun semangat hidup, dan
melakukan penelitian. M ungkin mudah bagi orang lain melakukannya,
tetapi apa yang peneliti alami tak semudah ucapan orang ketika
memberi motifasi agar tetap tegar, dan mengikhlaskan apa yang telah
terjadi.
Kota tempat dimana peneliti tinggal dan bekerja yakni desa
Loce Kecamatan Sahu Timur Kabupaten Halmahera Barat, adalah
wilayah yang berbatasan dengan kabupaten di mana peristiwa
kecelakaan terjadi, yakni Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Untuk
itu dalam perjalanan pulang melayat dan menghadiri pemakaman

almarhum, peneliti ketika mendarat di Ternate, kemudian menyebrang
36

K isahM eneliti D anTataPenelitian

dengan speed boat ke Sofifi sebelum akhirnya menempuh 3 jam
perjalanan darat menuju Tobelo. Ini suatu perjalanan pulang yang
takan dilupakan selama tubuh ini masih bernafas, betapa tidak sedih,
rasa bersalah semuanya bergelora dalam pikiran ketika itu. Enam jam
waktu transit di bandara Soekarno-Hatta, tak sadar peneliti
menghabiskan dua bungkus rokok M alboro, ketika menunggu waktu
penerbangan ke Ternate dini hari waktu Jakarta.
Suatu hal yang memalukan terjadi, ketika peneliti menyebrang
dengan speed boat ke sofifi, tanpa sadar susu kotak yang ada ditangan
peneliti tak sengaja menyembur ke sekujur wajah dan seragam seorang
pegawai Propinsi yang duduk di samping peneliti. Hal itu terjadi secara
spontan ketika peneliti menekan kotak susu, yang dalam perkiraan
peneliti susunya sudah habis disedot. Insiden itu benar-benar
memalukan peneliti, tentu pak pegawai yang tampan gagah dengan
seragam dinasnya, yang ketika itu asik bercanda ria dengan teman

bicaranya, sepertinya seorang wanita pemandu karaoke yang dari tegur
sapa di antara mereka tidak tampak seperti baru pertama bertemu,
sebab tidak ada kecangguan diantara mereka.
Atas apa yang terjadi, akhirnya peneliti mengeluarkan
saputangan untuk membersihkan seragam dinas pak pegawai itu yang
terkena ceceran susu kotak, tentu terlebih dahulu menyampaikan
permohonan maaf, sebelum sesaat speed boat yang kami tumpangi
merapat di dermaga penyebrangan Sofifi.
Setelah melangsungkan pemakaman jenasah pada 16 Januari
2012, dimana ritual itu sempat ditunda beberapa jam hanya untuk
menunggui peneliti tiba untuk melakukan lawatan dan doa terakhir
bagi almarhum. Berlalunya ritual pemakaman itu, tidak serta-merta
membawa pergi rasa duka, melainkan suasana duka masih kuat terasa
menyelimuti peneliti dan keluarga dekat lainya. Dalam rentang waktuwaktu yang sudah ditetapkan untuk dilakukan ibadah syukur atas
peristiwa kematian itu, aktivitas lain masih dibatasi, sehingga dalam
rentang waktu pertengahan Januari hingga M aret 2012, peneliti belum
dapat melakukan aktivitas penelitian.

37


Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

Selain belum memiliki SK Permohonan Ijin Penelitian, suasana
duka masih kental terasa melingkupi keluarga terdekat, harus diakui
peneliti salah satunya diantara anggota keluarga dekat lainya yang
cukup terpukul, meski berusaha untuk dipendam sedalam-dalamnya.
M engapa tidak sejak dilahirkan dan dalam usianya baru menjelang dua
minggu peneliti meninggalkan Dia (alm). Ia kemudian diangkat dan
diasuh oleh ipar tertua peneliti, namun dalam pengasuhan kami selalu
memberi perhatian bersama, terutama istri dan kakak-kakanya ketika
berlibur mereka menyempatkan waktu untuk bersama adiknya
meskipun harus menempuh jarak ratusan kilo jauhnya.
Sejak itulah peneliti berpisah darinya karena melanjutkan studi
Strata Dua. Atas semua itu peneliti menyadari bahwa dalam waktu
hidupnya selama setahun delapan bulan, mungkin peneliti adalah
orang yang sedikit mempunyai waktu dalam kebersamaan dengan
almarhum putra kami. Tetapi itulah hidup, mungkin peneliti hanya
diberi waktu yang terbatas menemani almarhum, seandainya ada
begitu banyak waktu bersama dengannya, mungkin duka itu akan

menenggelamkan semangat ini ke dasar yang paling dalam.

Awal Penelitian
Penelitian secara resmi baru dilakukan peneliti setelah
mendapatkan ijin penelitian dari Kaprogdi PPs- M SP tertanggal 2
M aret 2012. Yang dikirim melalui post. M emang sebelum mendapat
surat permohonan ijin penelitian, peneliti sudah melakukan observasi
terhadap wirausaha pribumi, yang berada di dua kecamatan yang
berdekatan yakni, Sahu dan Sahu Timur, hal itu dilakukan sematamata untuk mendata secara kasat mata, setelah kembali dari Tobelo
pada pertengahan bulan februari. Setelah menerima surat permohonan
ijin penelitian, barulah peneliti kemudian melapor ke Badan Kesatuan
Bangsa Politik Dan Perlindungan M asyarakat Kabupaten Halmahera
Barat pada 9 April 2012 dan mendapat rekomendasi penelitian baik di
kedua wilayah maupun pada instansi terkait.
38

K isahM eneliti D anTataPenelitian

Karena perjalanan pulang yang mendadak, membuat
kelengkapan penunjang penelitian, seperti kamera, maupun alat

perekam suara tidak sempat diadakan. Sehingga ketika awal memulai
penelitian, semua percakapan peneliti catat dalam catatan harian
sebagai dokumen hasil wawancara.
M eskipun terkesan tidak siap karena mendadak pulang,
peneliti mensiasatinya hal tersebut dengan terus membangun
komunikasi dengan pa M arthen L. Ndoen selaku pembimbing tunggal
penulisan tesis. M elalui handphone peneliti berkomunikasi dan
memberi gambaran kepada Om Ten sapaan akrap bagi mereka yang
berteman dengan beliau. Tentang perkembangan maupun fenomena
lain yang menarik dan teramati dalam penelitian ini, peneliti
sampaikan kepada beliau.
Setelah memperoleh ijin penelitian dari Badan Kesatuan
Bangsa Politik Dan Perlindungan M asyarakat Kabupaten Halmahera
Barat. Peneliti kemudian mengawali penelitian dengan pertemuan dan
wawancara pertama dengan Kepala Bidang Bina Lembaga Dinas
Koperasi dan UKM , pa M atius Dode (alm) tepatnya pada tanggal 11
April 2012, diruang kerjanya. Percakapan berlangsung diseputar
kebijakan pembinaan dan pendanaan oleh Pemerintah Daerah
terhadap Koperasi, pelaku usaha kecil mikro dan menengah yang ada
di Halmahera Barat.
Pada hari selanjutnya, peneliti melanjutkan wawancara dengan
kepala Badan Ekonomi Pemda Halmehara Barat, pa Jusman M oid di
kantornya. Pertemuan ini terjadi pada tanggal 16 M ei 2012, dengan
topik pembicaraan terkait perijinan usaha dan perkembangan pelaku
usaha dan menyasar kebijakan-kebijakan apa saja yang ditempuh
Pemerintah Daerah M elalui Badan ini.
Dalam keterkaitan dengan bidang tugas yang bersentuhan
dengan pelaku usaha, peneliti akhirnya menghampiri Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Halmahera Barat. Dalam kunjungan itu
peneliti hanya berkesempatan mewawancarai Kepala Bidang
Perdagangan Pak Adnan Dj Ibrahim. Di ruang kerja beliau yang
39

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

ditemani salah seorang staf, proses interview berjalan dalam suasanan
yang normatif. Pertanyaan-pertanyaan yang peneliti ajukan masih
terkait dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah terhadap pelaku usaha,
baik sisi perijinan, tempat usaha, maupun pembinaan-pembinaan yang
dilakukan Pemda melalui satuan kerja ini. Percakapan ini berlangsung
pada 19 April 2012.
Karena penelitian ini diarahkan untuk menemukan kebijakan
Pemerintah Daerah terhadap pelaku usaha, membuat peneliti
memutuskan untuk memulai pengambilan data dari kalangan pembuat
kebijakan. Hal itu tentu dengan maksud untuk menemukan informasi
kebijakan apa saja yang dibuat untuk menopang pembinaan dan
pengembangan pelaku usaha di Kabupaten Halmahera Barat.
Dari data yang ada, kemudian peneliti menyasar para
wirausaha pribumi. W awancara dengan wirausaha pertama terjadi
antara peneliti dengan om Kasarus Bassay. Beliau adalah warga desa
Akelamo bersuku bangsa Sahu, sebagai petani yang sukses membangun
usaha, peneliti menggali informasi diseputar aktifitas usaha, baik
historis usaha, modal dan bagaimana pengadaan barang dilakukan
hingga proses pemasaran. Percakapan itu berlangsung diruang tengah
kediamannya yang menyatu dengan toko pada menjelang petang hari,
24 April 2012.
Setelah bertemu dengan om Lasarus Bassay, pertemuan kedua
peneliti menemui ibu Felderina M olle. Ia adalah istri dari seorang
anggota Polisi yang juga menetap dan berdagang di desa Akelamo pasca
kerusuhan Jailolo awal tahun 2000. Percakapan dengan itu Ferdelina
M olle juga tidak berbeda jauh dengan pertanyaan yang peneliti ajukan
kepada om Lasarus. Hal menarik yang peneliti dapat dari ibu Ferdelina
M olle adalah, keberaniannya untuk terjun kedunia usaha, adalah untuk
menopang ekonomi rumah tangganya. Kata beliau, “kalau hanya
mengharapkan gaji dari suami, tentu tidak cukup memenuhi
kebutuhan rumah tangga.”

40

K isahM eneliti D anTataPenelitian

Percakapan ini terjadi dalam rutinitas dagang, artinya peneliti
mewawancarai informan, sambil Ia melayani pembeli, meskipun agak
terganggu karena pembicaraan harus terhenti jika ada yang berbelanja.
Namun hanya diselawaktu seperti itulah Ia bersedia diwawancarai,
untuk alasan itu peneliti memakluminya. W awancara dengan ibu
Ferdelina M olle berlangsung pada tanggal 27 April 2012.
Setelah melewati bulan pertama penelitian, proses ini masi
terus berlanjut hingga bulan berikutnya yakni bulan M ei. Pada tanggal
7 M ei 2012, peneliti kemudian menemui ibu Berci Sulaci, sebagai
pelaku usaha rumahan, ibu Berci mengkoordinir beberapa orang ibu
rumah tangga untuk menjalankan usaha pengolahan miyak gorang
yang terbuat dari kelapa. Dalam percakapan dengan ibu Berci peneliti
menggali informasi baik terkait dengan histori pembangunan usaha ,
pengorganisasian, pendanaan, dan melakukan krosing bepastian
informasi kebijakan pemerintah dalam mendukung pelaku usaha.
Ketika proses pengambilan data sudah berjalan sampai pada
titik ini, ada suatu fenomena yang menarik perhatian peneliti,
meskipun ada upaya untuk tetap fokus pada apa yang sudah dilakukan
sebelumnya.
Fenomena itu adalah kerisauan pedagang di pasar
Akediri terhadap rencana relokasi pedagang dari Akediri ke pasar baru
di Akelamo. Karena peneliti merupakan salah satu langganan dari
pedagang sembako yang ada di Akediri yang sudah terbangun dari
tahun 2003, membuat mereka lebih leluasa menceritakan apa yang
menjadi keresahan.
Seiring berjalannya waktu pada, peneliti masi terus
melanjutkan wawancara dengan wirausaha berikutnya. Kali ini peneliti
mewanwancarai Cima M okalirang, seorang ibu rumah tangga yang
membantu suaminya untuk menjalankan usaha sembako. Seperti
biasanya pertanyaan dasar yang dikemukakan peneliti adalah terkait
latar historis berusaha, baik modal, mekanisme pengadaan barang
hingga proses pemasaran, dan tak lupa juga peneliti melakukan krosing
informasi untuk memfalidasi pernyataan kebijakan yang disampaikan
oleh para pemangku kebijakan yang peneliti dapatkan pada wawancara
sebelumnya.
41

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

Patut diakui bahwa, ketika peneliti memperkenalkan diri
sebagai seorang mahasiswa yang berkepentingan untuk mengambil
data, ada raut keraguan penuh curiga yang tersirat dari raut wajah para
informan. Dalam percakapan dengan ibu Cima M okalirang, kecurigaan
mereka terhadap peneliti yang dicurigai menyamar untuk mencaritau
usaha mereka akhirnya Ia kemukakan. Dengan mendahului
permohonan maaf terhadap peneliti, ibu Cima M okalirang
menyampaikan pertanaan seperti ini :
“maaf pa, data yang bapa ambil ini akan mau diserahkan
kemana?, kami inikan baru memulai usaha, hanya
mengambil keuntungan kecil, karena barang-barang ini
sebagian besar kami ambil dulu, dan kalau sudah laku
terjual baru disetor uangnya” (Percakapan ini terjadi pada
tanggal 15 Mei 2012).

Di tengah kesibukan mengorganisir hasil-hasil penelitian,
fenomena yang sempat teramati, sekalipun sepintas, ngiangnya makin
kuat terdengar, setiap kali peneliti berbelanja dan menyempatkan diri
untuk mendengar percakapan para pedagang pasar Akediri. Karena
makin menggalaukan hati dan makin hari, perlahan namun pasti
mencuri perhatian peneliti untuk memikirkan hal tersebut.
M enghadapi pergolakan itu, akhirnya peneliti memutuskan
untuk menyampaikan fenomena ini kepada pa M arthen L. Ndoen.
Peneliti kemudian menghubungi pa M arthen pada tanggal 18 M ei
2012. M endengan cerita peneliti, dengan spontan pa Ten
menganjurkan untuk sebisa mungkin menelusuri fenomena tersebut,
singkat kata om Ten mengeluarkan kata kuncinya,’itu menarik’ perlu
diambil.
M endengar anjuran Pak TEN, akhirnya peneliti menyusun
kembali pertanyaan dasar terkait historis keberadaan pasar dan aktifitas
berdagang di Akediri. Untuk mendapatkan informasi tentang pasar dan
keberadaan pedagang di Akediri, peneliti akhirnya memutuskan untuk
mewawancarai bu Damis Pasuma bersama istrinya usi Teker, dimana
mereka merupakan berlangganan peneliti untuk mengambil bahan
42

K isahM eneliti D anTataPenelitian

sembako. Sengga peneliti dengan muda mewawancarai mereka, proses
interview terhadap mereka berdua dilakukan pada tanggal 21 M ei
2012.
Selain itu peneliti juga melakukan wawancara, dengan
M arthen Tuli, kepala desa Akediri, terkait rencana kebijakan, relokasi
pasar dan pedagang dari desa mereka. Untuk memastikan kebijakan
tersebut, peneliti pun melakukan wawancara dengan pa Adnan Dj
Ibrahim, kepala bidang perdagangan, Dinas Perindustrian dan
Perdaganagan, terkait kepastian kebijakan relokasi tersebut. Peneliti
melakukan wawancara ke dua ini pada tanggal 25 M ai 2012. Setelah
mendapatkan informasi yang dirasa cukup, akhirnya peneliti
memutuskan untuk mengakhiri penelitian, dan bersiap-siap kembali ke
Salatiga.
Pada tanggal 1 Juni 2012, peneliti akhirnya meninggalkan Desa
Loce Kecamatan Sahu Timur, menuju Ternate dengan menumpangi
speed boat dengan waktu tempu 45-60 menit. Perjalanan selanjutnya
peneliti menggunakan kapal terbang untuk kembali ke Salatiga yang
dapat ditempuh kurang dari 12 jam penerbangan dikurang waktu
transit, jika melalui semarang atau Yogyakarta sebagai bandara
terakhir.
Setelah tiba di Salatiga, keesokan harinya tanggal 2 Juni 2012
peneliti menemui Pak TEN untuk pekerjaan selanjutnya. Dari
pertemuan itu peneliti diarahkan agar segera melakukan transkip hasil
wawancara, membuat tematik dan mengelompokan tema-tema
tersebut ke dalam tabelaris, untuk selanjutnya menentukan bab dan
sub bab empirik. Untuk pekerjaan ini peneliti melakukan pengolahan
terhadap dua data yang peneliti ambil di lapangan. Setelah data
mentah diolah seperti diarahkan pembimbing, peneliti kemudian
menemui pa M arthen L.Ndoen untuk mengkonsultasikan hasil dua
data kasus yang peneliti dalami di lapangan.
Berdasarkan diskusi mendalam dengan pa M arthen L. Ndoen,
baik untuk masalah indigenous entrepreneurship, maupun masalah
kedua yakni pedagang pasar Akediri. Akhirnya kesepakatan yang
43

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

diambil adalah merubah masalah dan fokus penelitian dari indigenous
entrepreneurship
ke persoalan pedagang pasar Akediri.
Data
penelitian indigenous entrepreneuship setelah di olah masi belum
ditemukan keunikan kasus tersebut, jika dibandingkan dengan kasus
pedagang pasar Akediri. Karena itu alternatif yang ditempu adalah
merubah masalah dan fokus penelitian, sebab terlihat kasus pedagang
pasar Akediri memiliki keunikan dan menarik dan menyimpan sejuta
informasi untuk diteliti lebih dalam lagi.
Setelah pilihan kasus untuk penelitian lanjutan jatuh pada,
pedagang pasar Akediri, akhirnya peneliti harus menyusun kembali
pedoman penelitian, dan menyiapakan kelengkapan atministrasi
seperti SK Permohonan Ijin Penelitian maupun hal teknis lainya.

M engapa Pedagang Pasar Akediri
Kalau locus penelitian diukur adari tempat dimana peneliti
studi, jelasa terlihat bahwa itu sama sekali tidak feasibility karena
terlalu jauh, membutuhkan waktu dan juga dana yang tidak sedikit.
Tetapi kalau ukuranya adalah tempat tinggal peneliti di Halmahera
Barat, itu sangat feasibility mengapa? Karena Loce, desa tempat tinggal
peneliti hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 6 menit untuk
sampai ke Akediri walau berlainan kecamatan. Inilah yang menjadi
alasan mengapa peneliti memilih Akediri, fisibilitas baik dilihat dari
segi penggunaan waktu tempu/akses, biaya dan tenaga yang diperlukan
masi dapat dijangkau peneliti.
Selain pertimbangan ekonomis dan geografis, locus yang dipilih
juga dimaksudkan agar peneliti berada ditengah keluarga, sehingga
makan-minum dan pakaian dapat terjamin, dan tidak menyita waktu
untuk memenuhinya, dan yang tidak kalah penting ialah penelitian
dapat berjalan tanpa harus kehilangan momen kebersamaan bersama
anak-istri.
Pertimbangan nonekonomis inilah yang dalam pandangan
peneliti dapat mentoleransikan aspek ekonomi, artinya bahwa walau
44

K isahM eneliti D anTataPenelitian

membutuhkan biaya tetapi keterpenuhan aspek non ekonomi jauh
mahal harganya, dan ini adalah soal pilihan, mana yang didahulukan
dan mana yang kemudian atau tidak sama sekali.
Selain itu hal yang terpenting lainya adalah keberadaan para
pedagang di Akediri, mereka banyak 1, mandiri, tidak lahir dari
kebijakan pemerintah, tetapi dampak ‘positif’ konflik, dan sudah lebih
dari 4 kali upaya relokasi gagal dilakukan oleh pemerintah. Dilain
pihak peneliti merupakan bagian dari relasi antara pedagang yakni
sebagai konsumen, yang sudah terbangun dari tahun 2003 hingga
peneliti melakukan penelitian ini, dan kalau ditarik jauh kebelakang,
peneliti juga memiliki hubungan emosional dengan desa ini.
Betapa tidak, sejak tahun 1981 hingga pertengahan 1982 ketika
orang tua peneliti pindah dari kesatuan Linud 733 Ambon, ke Batalion
Infantri 732 Banau, tempat tingga pertama di Jailolo ketika itu adalah
di Asrama tentara Kompi A 732 yang berada di Akediri. Ketika
kemudian beralih domisili ke Asrama baru Kompi A di Akelamo desa
bertetangga dengan Akediri pada menjelang akhir tahun 1982, peneliti
masi tetapi menjalani pendidikan dasar di SD Advent Akediri dari
tahun 1982-1989, meskipun terlalu kecil untuk jalan kaki dua setengah
kilo jaraknya peneliti tetap jalani dengan suka-duka tanpa diantar atau
dijemput bapa atau ibu.
Jika cermat mengitung waktunya ada
kelebihan setahun studi, itu karena peneliti tinggal kelas di kelas satu
SD. Jadi dengan memilih pedagang pasar Akediri sama artinya peneliti
kembali mereview ulang masa-masa kecil di desa ini, karena peneliti
berjumpa dengan teman-teman sebaya semasa sekolah dulu, atau kakak
dan orang-orang yang peneliti kenal ketika tinggal dan bersekolah di
Akediri.

Jumlah pedagang di pasar Akediri berdasarkan pendataan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan tahun 2013, berjumlah 155 wirausaha dengan berbagai jenis usaha. Lihat
Tabel 3 Bab Empirik tentang pengalaman kebijakan pedagang pasar Akediri (data
DI SPERINDAK Kab. Halmahera Barat, diolah 2013)

1

45

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

Seperti M arthen Tuli sebagai kepala desa Akediri, beliau adalah
kakak kelas di SD walau beda sekolah namun masi berdekatan dan
baru satu sekolah ketika di SM U, begitu juga dengan pa Sekertaris
Desa bu Roy Bermula, Om Atus Sandiang sebagai perangkat desa,
mereka adalah orang-orang yang tak asing bagi peneliti, dan dalam
proses penelitian ini mereka sangat kooperatif menceritakan apa yang
mereka alami dan ketahui tentang desa, kisah-kisah kerusuhan
maupun kebijakan pemerintah terhadap pasar dan pedagang yang ada
di desanya.
Dalam keterkaitan inilah pedagang, pasar dan desa Akediri
ahirnya menarik minat peneliti untuk menyelisik apa yang tampak
dipermukaan dalam fenomena-fenomena yang teramati.

Pengalaman M eneliti Di Episode Ke Dua
Perlu dipertegas bahwa, penelitian yang dilakukan peneliti
pada episode pertama akhirnya disepakati sebagai penelitian
pendahuluan, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya
perubahan kasus dan topik penelitian. Justru dari penelitian pertama
itulah fenomena lain yang tak termasuk dalam skop penelitian, justru
menjadi kasus yang menyimpan kekayaan data dan informasi untuk
dilakukan suatu penelitian.
Atas pertimbangan itulah, fenomena pedagang pasar Akediri,
oleh peneliti dan pembimbing akhirnya menyepakati untuk dijadikan
sebagai kasus yang menjadi fokus di episode kedua penilitian ini.
Setelah semua kelengkapan penelitian sudah terpenuhi, yakni
pedoman pertanyaan penelitian dan Surat Keputusan permohonan ijin
penelitian dikeluarkan, akhirnya peneliti memutuskan untuk kembali
secepatnya ke Halmahera Barat untuk melakukan penelitian kedua
dengan kasus dan fokus yang baru. Pada tanggal 7 September 2012
peneliti meninggalkan Salatiga menuju Yogyakata untuk selanjutnya
melakukan penerbangan ke Jakarta dan kemudian melanjutkan
penerbangan ke Ternate dengan waktu tempuh 4 jam penerbangan.
46

K isahM eneliti D anTataPenelitian

Setelah mendarat di bandara Sultan Babulah Ternate pada jam
07. 35 wit, peneliti kemudian bergegas menuju pelabuhan speed boat
Dufa-Dufa untuk melanjutkan perjalanan lagi melalui jalur laut yang
membutuhkan waktu tempu 45-60 menit ke Jailolo, pusat Ibu Kota
Halmahera Barat tempat dimana peneliti tinggal dan bekerja. Tentu
merupakan suatu kebahagian tersendiri, peneliti memilih lokasi
penelitian di Halmahera Barat, salah satu alasan di balik pilihan itu
adalah untuk dapat bertemu dengan keluarga, disamping melati diri
mengenal persoalan-persoalan di wilayah tempat peneliti mengabdi.
M emang harus diakui juga bahwa, untuk memenuhi kedua hal
tersebut, konsekuensi yang tak mungkin dihindari adalah persoalan
biaya, tetapi dalam hal ini oleh peneliti, biaya dapat ditoleransikan.
Setelah tiba di dermaga Jailolo, peneliti sudah dijemput oleh
istri tercinta, bersama denganya kami bergoncengan menuju kediaman
kami di desa Loce Kecamatan Sahu Timur, yang berjarak kurang lebih
12 kilometer jauhnya. Sebagai seorang pegawai sipil daerah, tentu
peneliti mengikuti prosedur penelitian dan pengambilan data baik pada
instansi terkait maupun dilingkup wilayah pemerintahan daerah
Halmahera Barat.
Adalah wajib mengajukan permohonan ijin
penelitian, karena itu dengan berbekal Surat Keputusan Permohonan
Ijin Penelitian yang dikeluarkan Direktur Program Pasca Sarjana Studi
Pembangunan No : 0037/PPs/M SP/VIII/2012 tertanggal 30 Agustus
2012.
Peneliti baru mengajukan permohonan ijin penelitian ke Badan
Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan M asyarakat Kabupaten Halmahera
Barat pada tanggal 25 September 2012.
Setelah memperoleh ijin
penelitian barulah peneliti menentukan peta jalan dimulainya
penelitian. Pada penelitian pendahuluan, informasi awal suda peneliti
dapatkan dari wawancara dengan bu Damis Pasuma pada tanggal 10
M ei 2012 dari beliaulah peneliti mendapat gambaran historis
keberadaan pedagang dan terbentuknya pasar di Akediri, dari iformasi
awal itulah peneliti kemudian menyambangi Kadis Perindustrian dan
Perdagangan Halmahera Barat, namun karena tidak berada ditempat,

47

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

peneliti dipertemukan
perdagangan.

dengan

pa Adnan

Dj. Ibrahim

Kabid

M elalui percakapan dengan beliau, gambaran kebijakan
terhadap pedagang dan status pasar Akediri mendapat titik terang dari
sisi pemerintah sebagai penentu kebijakan pembangunan, peñata dan
pembina pelaku usaha. Dari kedua informasi awal itulah, pada episode
kedua penelitian ini informasi itu dipakai sebagai acuan untuk
menelusuri jejak informan lain yang peneliti anggap sebagai informan
kunci.
Apapun bentuk penelitian dan metode yang dipakai, posisi
peneliti memiliki peran penting, maju tidaknya suatu penelitian
sepenuhnya bergantung pada peneliti. M engapa demikian, karena
peneliti mengalami saat-saat dimana tidak ada gairah untuk meneliti.
Kondisi duka yang masi menghantui, dalam rentang waktu tertentu
menyita perhatian kearah itu, pada titik itu menjaga keseimbangan
dalam mengayuh biduk rumah tangga mesti dijaga sebaik mungkin.
Hal-hal seperti inilah yang membuat waktu untuk penelitian
mengalami penurunan porsinya bahkan terhenti sesaat.
Penelitian yang runut dan padat baru dapat berjalan pada bulan
November 2012. Dari data awal yang peneliti peroleh, dan ketika di
petakan persoalan pedagang di pasar Akediri, ternyata memeiliki
histori yang terkait dengan beberapa peristiwa sebagai penyebabnya.
Konflik,
kebutuhan
pangan,
persoalan
keamanan
dan
kenyamanan,persoalan pendapatan maupun tempat tinggal dan yang
tak kalah pentingnnya adalah persoalan keyakinan.
Untuk mengurai semua ini akhirnya peneliti melakukan
interview menurut peristiwa dan keterlibatan aktor didalamnya.
Karena keterkaitan antara pedagang dan pasar yang ada di Akediri
begitu erat dengan konflik yang terjadi di Jailolo, atas dasar itulah
akhirnya peneliti memutuskan untuk menghampiri pa M arthen Tuli
sebagai kepala desa Akediri. Pertemuan dengan pa kades, pertamatama ini sebagai semacam bentuk laporan terhadap beliau kalau
48

K isahM eneliti D anTataPenelitian

peneliti akan melakukan penelitian di desanya, dan tentu akan
mendatangi pihak-pihak yang dipandang memiliki keterkaitan dengan
penelitian ini. Pertemuan dan wawancara itu terjadi pada tanggal 1
Desember 2012 di kediaman pa Kades yang juga dihadiri oleh om Atus
Sandiang Kaur Pemerintahan desa Akediri, percaapan denga kedua
orang tersebut berlangsung dari sore hingga malam hari.
Setelah mengevaluasi pertemuan dengan pa Kades, peneliti
kemudian menemui pa Urbanus Balatjai pada tanggal 7 Desember 2012
di kediamanya di desa Porniti kecamatan Jailolo. Sebagai tokoh adat
suku W ayoli dimana pada saat rekonsiliasi pasca konflik Ia termasuk
salah satu anggota Tim rekonsiliasi perwakilan orang nasrani Jailolo.
Dari beliau diperoleh informasi terkait keberadaan pedagang
dan pasar yang terbentuk atas prakarsa masyarakat pasca konflik
sebagai upaya untuk menyediakan kebutuhan pangan. Diakui juga
bahwa dengan adanya pasar itu rekonsiliasi menemui jalanya yang
alamiah. Pada sore hari ditanggal yang sama, peneliti juga menemui
M elkias Baura di desa Bukumatiti, kecamatan Jailolo, dari beliau cerita
yang sama juga peneliti terima dari seorang saksi sejarah kerusuhan
Jailolo. Ketika mereka tergusur dari kampung halaman, akhirnya Ia
dengan beberapa warga memilih mengungsi dan menetap di Akediri
ketika itu.
Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2012, peneliti menemui
Roni M uluwere dalam kapasitas sebagai sekretaris tim rekonsiliasi, dan
jauh sebelum itu sebagai ketua posko pengungsi di Akediri ketika
konflik terjadi di Jailolo. Dari beliau, banyak informasi yang peneliti
peroleh, baik sejarah terbentuknya pasar Akediri, dan proses
rekonsiliasi, Ia juga menegaskan bahwa rekonsiliasi bisa terjadi karena
sudah ada pembauran antara orang nasrani dan muslim di pasar
Akediri.
Selain data primer, peneliti juga diberi data sekunder berupa
dokumen rekonsiliasi yang ditanda tangani oleh kedua perwakilan
komunitas agama yang bertikai di Jailolo. Untuk memastikan
49

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

informasi-informasi yang peneliti peroleh dari informan-informan
sebelumnya, peneliti kemudian menemui Sekertaris desa Akediri bu
Roy Bermula.
Pertemuan dengan Pak Sekdes dilakukan di rumahnya pada
petang hingga sore hari. Percakapan dilakukan pada tanggal 10
Desember 2012. Sebagai orang yang dilahirkan dari keluarga angkatan
udara, dan kini menetap dan menjadi Sekertaris desa, peneliti berupaya
untuk mengorek informasi terkait rencana penggunaan lahan milik
AURI (TNI-AU) untuk membangun pasar yang ada di desanya. Dari
beliau umum terdapat kesamaan mengenai sejarah terbentuknya pasar
dan keberadaan pedagang di Akediri, sedangakan terkait kebijakan
relokasi yang coba peneliti telusuri, Ia terkesan membatasi percakapan
kearah itu, untuk hal ini peneliti dapat maklumi karena Ia memikirkan
nasibnya sebagai seorang aparatur sipil negara.
Perjalanan selanjutnya peneliti menemui om Amus Titirlobi,
beliau adalah purnawirawan TNI-AD yang tinggal di desa Akediri,
ketika konflik dan pasca konflik Ia juga memiliki peran ketika
diakomodir dalam Tim rekonsiliasi. Dari beliau peneliti mendapatkan
informasi bagaimana mereka melakukan penataan pasar yang sudah
terbentuk di Akediri agar teratur. Ia juga menyampaikan bagaimana
mereka meyakinkan pihak nasrani dari kecamatan tetangga yakni
kecamatan Ibu, untuk tidak menutup pasar Akediri, selain itu ia juga
menceritakan bagaimana oknum militer terlibat dalam bisnis-bisnis
ketika itu. Peneliti mewawancarai beliau tanggal 11 Desember 2012
di rumahnya pada malam hari. Kedekatan emosional peneliti sebagai
anak tentara dengan informan yang adalah purnawirawan tentara,
nampaknya tercipta komunikasi berjalan lebih alami, dan tak terkesan
ada yang ditutup-tutupi.
Jika informan lain enggan untuk mengatakan keterlibatan
oknum militer dalam bisnis-bisnis ketika itu, justru melalui percakapan
dengan om Amus Titirlobi, Ia mengiakan hal tersebut benar terjadi.
Setelah peneliti melakukan interview dengan tokoh- tokoh masyarakat
50

K isahM eneliti D anTataPenelitian

sebagai pelaku dan saksi sejarah yang terkait dengan keberadaan
pedagang, pasar maupun konflik dan rekonsiliasi, langkah selanjutnya
peneliti mewawancarai pedagang yang peneliti tetapkan sebagai
informan kunci.
Interview pertama terhadap pelaku usaha di pasar Akediri,
adalah dengan bu Damis Pasuma bersama istrinya, ini terjadi pada
tanggal 10 M ei 2012. Kedua orang ini tidak asing bagi peneliti, begitu
sebaliknya peneliti dimata mereka, sebab kami sudah lama
berlangganan kebutuhan sembilan bahan pokok dengan mereka.
Ketika peneliti kembali pada penelitian kedua, pada tanggal 09
Desember 2012, wawancara terhadap mereka berdua juga kembali
dilangsungkan pada malam hari di rumah mereka yang tak jauh dari
pasar Akediri. Saat itu rencana kebijakan relokasi pasar Akediri ke
pasar baru di Akelamo kian gencar disosialisasikan kepada pedagang,
melalui pertemuan itu terlihat kerisauan mereka jika pasar harus
direlokasi pada bulan Desember tahun itu, sementara pada bulan itulah
waktu panen bagi mereka.
Pada hari selanjutnya tepatnya pada tanggal 27 Desember 2012,
peneliti menemui pa Ismail Arifin, kepala Dinas Perindustrian Dan
Perdagangan. Kali ini peneliti baru berhasil bertemu dengan pimpinan
instansi tersebut, sebab pada kali pertama peneliti menghampiri kantor
ini, beliau tidak berhasil ditemui Karen suatu urusan. Pada pertemuan
kedua itulah peneliti benar-benar memanfaatkan waktu yang ada,
apalagi beliau pernah memegang jabatan sebagai kepala Bapeda
sebelum akhirnya dimutasikan ke Disperindag.
M elalui beliau, peneliti menggali apa saja kebijakan pemerintah
daerah terhadap pedagang dan keberadaan pasar di Akediri. Semua
yang menyangkut dengan pelaku usaha dan status pasar, perijinan,
relokasi, pajak, maupun insentif atau disinsentif apa saja yang menjadi
kebijakan pemerintah daerah, satu persatu peneliti pertanyakan kepada
beliau secara sistematis. M elalui beliau peneliti menemukan banyak

51

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

informasi penting terkait kebijakan pemerintah terhadap pedagang di
pasar Akediri.
Percakapan dengan pa Ismail Arifin, berlangsung tidak lebih
dari satu jam, kemudian peneliti mengakhiri wawancara itu, dan
melanjutkan interview dengan Kabid Perdagangan pa Adnan Dj.
Ibrahim. Di tengah percakapan dengan pa Adnan, beliau kemudian
kedatangan tamu, salah seorang ibu rumah tangga dari wilayah Sahu.
Dari percakapan diketahui bahwa Ia hendak bermaksud mengurus ijin
usaha, namun percakapan itu hanya sebentar saja, karena untuk semua
pengurusan perijinan usaha semuanya sudah disatukan dalam
pelayanan satu pintu. Sahut Pak Adnan katanya semua urusan
perijinan sudah di serahkan ke badan penenaman modal, tetapi kalau
ibu mempercayakan kami mengurusnya, hal itu bisa kami bantu.
Namun tawaran itu tidak disambut oleh ibu tersebut, Ia malah
memutuskan untuk mengurusnya sendiri, demikian penggalan kisah
yang sempat peneliti potret ketika itu.
Lanjut cerita percakapan dengan Pak Adnan peneliti hanya
mengkonfirmasikan rencana relokasi pasar Akediri, dan kriteria
mereka yang direlokasi. Itulah percakapan terakhir sebagai penutup
kegiatan peneliti di akhir tahun 2012, dan berencana untuk dilanjutkan
pada Januari tahun 2013.
Dari percakapan dengan Pak Kadis Perindag dan Pak Kabid
Perdagangan, diketahui bahwa batas waktu berjualan di pasar Akediri
yang di keluarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sampai pada tanggal
28 Januari 2013. Karena itu ketika memasuki tahun 2013, peneliti
baru dapat melanjutkan penelitian pada tanggal 23 Januari 2013, hal
itu di sebabkan karena peneliti harus ke Tobelo pada awal tahun untuk
mempersiapkan ibadah syukur setahun meninggalnya anak kami yakni
pada tanggal 15 Januari 2013.
Setelah kembali dari Tobelo itulah peneliti kemudian menyusul
rencana lanjutan interview dengan pedagang lainya. Tepatnya pada
tanggal 23 Januari 2013 peneliti menghampiri om Samuel Flory, atau
52

K isahM eneliti D anTataPenelitian

akrapnya dipangil om Yon. Sebagai penduduk desa Tedeng Ia memilih
berdagang di Akediri dan menjadi warga gereja di salah satu gereja
GM IH yang ada di Akediri, tetapi Ia mempertahankan status
penduduknya sebagai warga desa Tedeng. Dari beliau peneliti
mendapat banyak informasi tentang kerusuhan, bagaimana mereka
membangun kemitraan dengan oknum tentara untuk mendapatkan
bahan pangan, sampai pada terbentuknya pasar Akediri. Lewat beliau
juga peneliti mendapat informasi, bagaimana upaya pemerintah untuk
merelokasi pasar tersebut namun hal itu tidak berhasil. Singkat kata om
Yon memberi banyak informasi berharga untuk ditelusuri lebih jauh
dan dalam lagi.
Setelah melewati percakapan dengan om Yon, dan kemudian
peneliti mereview kembali, akhirnya peneliti memutuskan untuk
mewawancarai pedagang lainya, kali ini adalah seorang istri tentara
yakni ibu Rohani M . Ahmad. Peneliti mewawancarai beliau pada pagi
hari di tokonya, tepat pada tanggal 25 Januari 2013. Untuk membawa
informan pada suasana rileks, peneliti awalnya memperkenalkan
identitas peneliti, tujuan kedatangan, sambil perlahan beranjak ke
pertanyaan diseputar historis pembangunan usaha, motivasi, modal,
bagaimana pengadaan barang, hingga masalah pemasaran dan
kemitraan yang mereka bangun.
Semua pertanyaan yang peneliti sampaikan, selalu direspon
dengan baik. Dari beliau peneliti direkomendasikan untuk menemui
ibu Safiani Ode, yang tempat jualannya berhadapan dengan beliau,
menurutnya ibu Safiani ode juga merupakan orang yang pernah ikut
dalam upaya relokasi pasar pada tahun 2007, namun akhirnya memilih
kembali ke Akediri. Berdasarkan informasi itulah akhirnya, peneliti
kemudian melanjutkan wawancara terhadap ibu Safiani Ode, setelah
terlebih dahulu mengakhiri percakapan dengan ibu Rohani.
Ibu Safiani Ode adalah seorang istri tentara, sebelum menikah
Ia pernah tinggal di Akediri, ketika rusuh mereka mengungsi ke
Ternate dan kemudian ke Tidore. Ketika peneliti menghampirinya,
terkesan diraut wajahnya Ia terasa canggung, maklum kondisi saat itu
rencana relokasi lagi hangat-hangatnya berhembus, jadi para pedagang
53

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

juga diperhadapkan pada situasi yang tak menentu. Namun ketika
peneliti memperkenalkan identitas, dan maksud kedatangan, Ia terlihat
lega. Sejak itu setiap pertanyaan yang peneliti sampaikan Ia merespon
dengan baik. Kisah memulai usaha, modal, bagaimana mengakses
tempat, perijinan, maupun membangun kemitraan untuk mendapatkan
bahan jualan, terdengar runut diceritakan dengan baik, walau sesekali
menyesali rencana relokasi pasar, dimana usahanya hampir terhenti
ketika direlokasi ke pasar Akelamo pada tahun 2007.
Dari percakapan dengan ibu Safiani peneliti makin diperkaya
tentang informasi diseputar relokasi pasar, dan perijinan usaha,
bagaimana Ia bisa memperoleh ijin usaha, walau tempat usaha belum
menjadi miliknya. Dari percakapan denga ibu Safiani Ode, peneliti
diberitahu kalau ada pedagang yang benar-benar menutup usaha
karena usahanya tidak dapat bertahan di pasar Akelamo, ketika di
relokasi. Selain itu juga ada juga yang usahanya makin hari makin
menurun, meskipun mereka sudah kembali ke pasar Akediri.
Berbekal informasi itulah peneliti mendatangi pedagangpedagang yang disebutkan ibu Safiani. Untuk itu pada sore menjelang
malam pada tanggal 25 Jauari 2013, peneliti mendatangi rumah tante
Ratna di desa Akediri, yang masih satu lingkungan dengan pasar
Akediri. Peneliti di mata tante Ratna tidak asing lagi, begitu
sebaliknya. Ia adalah janda dari seorang purnawirawan tentara, yang
seangkatan dengan orang tua peneliti. Dalam perjumpaan itu peneliti
menyampaikan maksud kedatangan, untuk meyakinkan mereka bahwa
peneliti tidak memiliki kepentingan lain kecuali hanya meneliti di
pasar Akediri.
Awalnya tante Ratna begitu antusias menceritakan kisah-kisah
awal mereka membangun usaha, bagaimana mereka mengolah modal
yang kecil dan terbatas hingga bisa meningkatkan usahanya. Namun
suasana menjadi dingin, ketika peneliti menanyakan rencana relokasi.
M elalui pertemuan itu akhirnya tanter Ratna menceritakan kisah sulit
yang mereka alami ketika direlokasi ke pasar Akelamo pada tahun
2007. Usaha yang sudah terbilang baik di Akediri, dalam waktu
54

K isahM eneliti D anTataPenelitian

setahun lebih merosot drastis, bahkan menurut tante Ratna, jika
mereka tidak kembali ke Akediri mungkin usahanya benar-benar
tutup. Sampai peneliti mewawancarai tante Ratna, usaha di Akediri
saat itu makin hari makin menurun, hal itu sebagai dampak adanya
rencana relokasi kembali ke Akelamo.
Kesan terakhir dari percakapan dengan tante Ratna adalah,
bahwa kisah Pemerintah tetap merealisasikan rencana relokasi pasar, Ia
lebih baik menutup usaha, dari pada harus menanggung kerugian yang
pernah Ia alami di tempat yang sama. Dari percakapan dengan tante
Ratna, peneliti juga direkomendasikan untuk menemui salah seorang
pedagang pakaian asal Gorontalo, menurut informasi bukan saja
usahanya tutup, tetapi Ia juga akhirnya berpisah dengan anak dan istri,
ketika usaha mereka di relokasi ke pasar Akelamo.
Sabtu 26 Januari 2013, pagi-pagi benar peneliti berburu waktu
dengan om Aba, nama panggilan dari Ibrahim untuk menghadangnya,
sebelum Ia keluar meninggalkan gubuk kecil dibawa dusun kelapa
milik orang, yang Ia dan istri dan seorang anak laki-laki. M endengar
cerita orang sebelum bertemu orangnya perasaan prihatin itupun sudah
muncul dengan sendirinya. Hal yang mengharukan lagi ketika peneliti
menjumpainya di gubuk kecil yang beratapkan terpal dan sedikit daun
rumbia (sagu). Setelah tegur sapa dan memperkenalkan diri, peneliti
kemudian menghantar beliau pada pemandangan di sekitar tempat
tinggalnya, dimana terdapat sisa-sisa tanaman cabai yang gagal I a
budidayakan. Sebelum akhirnya peneliti memintanya menceritakan
kisah dan perjalanannya membangun usaha.
Dengan penuh keyakinan om Aba menceritakan perjalanan
berusahanya baik ketika di Ternate hingga akhirnya hijrah ke Jailolo,
secara khusus ke Akediri. Singkat cerita, om Aba mengaku bahwa
ketika masih berjualan di Akediri usahanya baik-baik saja, namun
ketika direlokasi ke Akelamo, kemunduran usaha menjadi kenyataan
pahit yang Ia alami, karena tidak mampu bertahan akhirnya Ia terjun
ke duania pertanian, namun hal itu tidak hanya gagal menopang
usahanya, malah memporak-porandakan rumah tangganya.

55

Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang
Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat

Usaha yang Ia bangun akhirnya tidak dapat bertahan dan
benar-benar tutup. Dari beliau, ada banyak informasi yang peneliti
dapatkan, baik terkait kebijakan pemerintah, maupun keterbatasan
modal menjadi masalah serius yang di hadapi om Aba, disamping
strategi pengadaan barang yang Ia lakukan.
Setelah menyambangi om Aba, peneliti akhirnya melanjutkan
interview dengan salah seorang pedagang asal Gorontalo, yang
berusaha di pasar Akediri. Sore hari sabtu 26 Jauari 2013, peneliti
mendatangi Alimin Sabri, yang lagi sibuk melayani pembeli, baik
penjualan pulsa handphone, bedak, bando, dan keperluan aksesoris
kecantikan lainya, sambil sesekali melayani pengunjung yang
menanyakan keperluan peralatan dapur di kios yang bersebelahan
dengan tempat jualannya.
Ketika peneliti menyambanginya, dan meminta kesediaannya
untuk di wawancarai, nampaknya Ia masih ragu, meskipun peneliti
sudah memperkenalkan identitas dan keperluan mewawancarai yang
bersangkutan. Untuk mencairkan suasana, peneliti kemudian membeli
pulsa handphone seharga Rp 10.000, sambil menunggu transfer
pulsanya, peneliti kemudian mengarahkan percakapan diseputar usaha
yang Ia jalani. W aktu berjalan dan akhirnya percakapan pun menemui
alur yang alamiah, tidak tegang ketika Pak Sekdes Akediri
menghampiri peneliti dan kemudian bergabung dalam percakapan itu.
Kondisi yang tercipta itulah akhirnya Alimin Sabri menceritakan
histori perjalanan berusahanya, modal, kemitraan yang Ia bangun
untuk menopang usahanya.
Percakapan dengan Alimin Sabri, dalam ingatan peneliti
berjalan tak lebih dari dua jam percakapan. Dari percakapan dengan
Alimin, terpotret bahwa ketidak pastian kebijakan menciptakan
kepanikan diaras pengusaha, terutama mereka pengusaha kecil seperti
Alimin Sabri. Ketika semua pertanyaan sudah disampaikan dan
mendapat respon yang dirasa cukup, akhirnya peneliti mengakhiri
percakapan tersebut, sambil menyampaikan ucapan terimakasih dan
memohon diri untuk kembali pulang.
56

K isahM eneliti D anTataPenelitian

Karena rencana relokasi pasar Akediri oleh Pemerintah
Daerah, direncanakan pada tanggal 28 Januari 2013, peneliti
memutuskan untuk bertahan hingga tanggal tersebut, untuk melihat
secara langsung momen tersebut. Namun ketika hari yang sudah
ditetapkan rencana tersebut tidak jadi direalisasikan, akhirnya peneliti
menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Dinas Perindustrian Dan
Perdagangan, sebagai instansi teknis yang menangani kegiatan relokasi
pasar dan pedagang pasar Akediri ke pasar baru Akelamo.
Ketika berjumpa denga Pak Adnan Kabid Perdagangan, barulah
peneliti mendapat informasi, kalau rencana itu ditunda sampai
menunggu M USPIDA kembali dari Jakarta mengkuti kegiatan promosi
budaya dan pariwisata di Taman M ini Indonesia Indah. Setelah
mendapatkkan kepastian tersebut, peneliti akhirnya menuju pasar
Akelamo, tetapi sebelumnya singgah di pasar Akediri untuk memantau
perkembangan di pasar tersebut. Ketidak jelasan dan simpang siurnya
informasi akhirnya menciptakan kepanikan terhadap pedagang,
sehingga ada yang menutup pondok dan lapak jualanya, untuk
menghindari penggusuran.
Hal yang berbeda juga peneliti jumpai di pasar baru Akelamo,
dimana ada salah satu pedagang sembako, asal desa Todowongi, secara
swadaya Ia sudah mengangkut sebagian bahan jualanya dan menempati
lapak yang menjadi miliknya pada pengundian beberapa hari
sebelumnya. Di pasar baru itu juga peneliti berjumpa dengan Pak
Adnan Dj Ibrahim dan dua orang stafnya yang turun memantau
perkembangan di pasar Akelamo. Dalam kesempatan itu peneliti juga
sempat menyaksikan beberapa pedagang mempertanyaka