T2 322014010 BAB III

(1)

49

A.

Hasil Penelitian

Pemaparan dalam Bab ini dibagi melalui dua cara penyajian. Penyajian yang pertama adalah akan dikemukakan mengenai kerangka periodisasi yang di lihat dari pengaturan sejak 1973 sampai sekarang. Yang kedua adalah mengenai deskripsi periodisasi yang di dalamnya berbicara bahwa setelah diketahui indikator nya dapat di buat pergolongan berdasarkan periode waktu atas peraturan perundang-undangan yang mengatur lembaga pembiayaan.

Argumen tersebut dimulai dengan menjelaskan lebih dahulu bahwa konsep dari kelembagaan bisa di pilah dalam dua klasifikasi.

Pertama, bila berkaitan dengan proses, maka kelembagaan merujuk

kepada upaya untuk mendesain pola interaksi antarpelaku ekonomi sehingga mereka bisa melakukan kegiatan transaksi. Kedua, jika berhubungan dengan tujuan, maka kelembagaan berkonsentrasi untuk menciptakan efisiensi ekonomi berdasarkan struktur kekuasaan ekonom, politik, dan social antarpelaku.


(2)

PERIODE II 1984-1988 PERIODE III 1989-1991 PERIODE IV 1992-2007 PERIODE V 2008-Sekarang

Kegiatan usaha diarahkan dan digunakan untuk kebijakan pemerintah dalam bidang pembangunan perekonomian dalam bentuk menjalankan kegiatan leasing melalui perizinan usaha leasing. jumlah permodalan dasar masih kecil dan pelaksanaan pendirinya di kuasakan kepada Menteri Keuangan.

Pada periode ini mengatur untuk pengurangan beban administrasi bagi pengusaha kena pajak. Bidang usaha, batasan, pengawasan pembinaan, permodalan (modal setor), kegiatan sewa guna usaha, dan bentuk hukumnya. Dalam permodalan jumlah modal setor nya lebih besar di bandingkan dengan periode I.

Periode untuk peranan lembaga pembiayaan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan perlu lebih di tingkatkan. Bentuk hukum, bidang usaha, batasan, permodalan, kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri merger, konsolidasi, akuisisi dan kantor cabang. Dalam permodalan pun lebih besar dari periode sebelumnya. Dan yang berbeda periode ini dan sebelumnya menjelaskan tentang lampiran ijin menteri, merger, konsolidasi, akuisisi dan kantor cabang yang tidak ada dalam periode sebelumnya.

Periode ini semakin terlihat perkembangannya. Dimana memiliki tujuan mendukung kegiatan dunia usaha yang semakin berkembang pesat. Bentuk hukum, bidang usaha, batasan, permodalan, kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri, merger, konsolidasi, akuisisi dan lembaga pembiayaan syariah. Jumlah modal setorannyapun semakin lebih besar di bandingkan dengan periode sebelumnya. Dan masuknya lembaga pembiayaan syariah dalam rangka memberikan kerangka hukum yang memadai terhadap sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Periode ini cukup terlihat jelas mengalami pergeseran di bandingkan dengan periode sebelumnya. Tujuan periode ini meningkatkan peran perusahaan pembiayaan dalam pembangunan nasional. Bentuk hukum, bidang usaha, batasan, pengawasan dan pembinaan, permodalan (modal setor), kegiatan sewa guna usaha, lampiran ijin menteri, merger, konsolidasi, akuisisi, dan kantor cabang. Periode ini modal setornyan lebih besar dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya dan kegiatan usahanya mulai berkembang.

PERIODE I

1973-1974

1.

Kerangka Periodesasi Tahun 1973-Sekarang


(3)

2.

Isi Substansi Per Periodisasi Kelembagaan

1. PERIODE I S/D 1973-1974

a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

1) Peraturan Pemerintah Nomor 18/1973 Tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan Dalam Bidang Pengembangan Usaha Swasta Nasional Presiden Republik Indonesia.

2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep.649/MK/IV/5/1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.

b. Isi Pengaturan

Dalam periode pertama pengaturan tentang kelembagaan leasing terdapat hal-hal penting yang dapat dicermati yaitu: kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pembangunan perekonomian baru terdapat satu lembaga keuangan yang bergerak disetor pengembangan usaha swasta nasional dengan bentuk Perusahaan Perseroan Terbatas.

c. Usaha Leasing Dapat Dilakukan Oleh 1) Lembaga keuangan;

2) Badan usaha tersendiri baik berbentuk perusahaan nasional maupun perusahaan campuran.


(4)

Sebelum dapat melakukan kegiatan leasing, lembaga keuangan dan badan usaha harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha leasing dari menteri keuangan.

Permodalan pada periode ini di tentukan sebesar dengan modal dasar persero berjumlah Rp. 10.000. 000,-(sepuluh milyar rupiah). Modal dasar perusahaan nasional yang harus disetor sedikitnya sebesar Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah). Modal dasar perusahaan campuran yang harus disetor sedikitnya Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

2. PERIODE II 1984-1988

a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 827/KMK.04/1984 Tentang Penangguhan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Atas Perolehan Atau Impor Barang Modal Tertentu.

2) Keputusan Presiden Nomor 61/1988 Tentang Pembiayaan.

3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1988 Tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang


(5)

Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Besar dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Disamping Jasa Yang Di Lakukan Oleh Pemborong.

b. Isi Pengaturan

Periode ini untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat perlu lebih diperluas sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan makin meningkat. Peranan lembaga pembiayaan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan perlu lebih ditingkatkan.

c. Bentuk Hukum Perusahaan Pembiayaan

Perusahaan pembiayaan berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi

d. Bidang Usaha

Adapun bidang usaha dalam periode ini meliputi: 1) Sewa Guna Usaha;

2) Modal Venture;

3) Perdagangan Surat Berharga; 4) Anjak Piutang;

5) Usaha Kartu Kredit; 6) Pembiayaan Konsumen. e. Batasan

Perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk:


(6)

1) Giro; 2) Deposito; 3) Tabungan;

4) Surat sanggup bayar (promissory note). f. Pengawasan dan Pembinaan

Setiap perusahaan pembiayaan, bank dan lembaga keuangan bukan bank yang melakukan usaha di bidang pembiayaan wajib menyampaikan laporan operasional dan laporan keuangan secara tahunan kepada Menteri. Menteri melakukan pengawasan dan pembinaan atas usaha perusahaan pembiayaan.

g. Permodalan (Modal Disetor)

Jumlah modal di setor atau simpanan wajib bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan salah satu dari kegiatan sewa guna usaha dan modal ventura ditetapkan sebagai berikut:

1) Perusahaan swasta nasional sekurang-kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah); 2) Perusahaan patungan Indonesia dan asin

sekurang-kurangnya sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah);

3) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).

h. Kegiatan Sewa Guna Usaha

Kegiatan sewa guna usaha di lakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi penyewa sewa guna


(7)

usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut.

i. Tata Cara Pendirian dan Perizinan

Lembaga pembiayaan dapat di lakukan oleh; 1) Bank;

2) Lembaga keuangan bukan bank; 3) Perusahaan pembiaya.

j. Lampiran Ijin Menteri

1) Akta Pendirian Perusahaan Pembiayaan yang telah disyahkan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

2) Bukti pelunasan modal setor untuk Perseroan Terbatas atau simpanan pokok dan simpanan wajib untuk Koperasi, pada salah satu Bank di Indonesia;

3) Contoh Perjanjian Pembayaran yang akan digunakan;

4) Daftar susunan pengurus perusahaan Pembiayaan; 5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan; 6) Neraca Pembukaan Perusahaan Pembiayaan; 7) Perjanjian Usaha Patungan antara pihak asing dan

pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan Patungan yang di dalamnya tercermin arah Indonesia dalam pemilikan saham.


(8)

3. PERIODE III 1989-1991

a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

1) KEPUTUSAN Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1256/KMK.00/1989 Tentang Perubahan Ketentuan Mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga Dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 577/KMK.00/1989 Penangguhan Pembayaran pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Atau Perolehan Barang Modal Tertentu.

3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 634/KMK.013/1990 Pengadaan Barang modal Berfasilitas Penghasilan Leasing.

4) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 Kegiatan Sewa Guna Usaha.

5) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/KMK.013/1991 Kegiatan Sewa Guna Usaha.


(9)

Pengaturan di periode ini memiliki tujuan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi melalui sumber pembiayaan pembangunan oleh Lembaga Pembiayaan dan perlu di arahkan untuk lebih menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Sehingga kegiatan investasi nasional lebih meningkat melalui perusahaan sewa guna usaha (perusahaan leasing) dan menunjang penanaman modal di Indonesia dan membantu likuiditas Perusahaan. Adapun konsep dari periode ini yang menyatakan bahwa salah satu sumber pembiayaan pembangunan perlu meningkat karena merupakan salah satu bentuk usaha yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan sumber pembangunan. Berhubungan dengan itu perlu untuk menetapkan perubahan peraturan di bidang kegiatan lembaga pembiayaan melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing) dalam Keputusan Menteri.

e. Bentuk Hukum Perusahaan Pembiayaan

Perusahaan pembiayaan Berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.

f. Bidang Usaha

Lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha:

1) Sewa Guna Usaha; 2) Modal Venture;

3) Perdagangan Surat Berharga; 4) Anjak Piutang;


(10)

6) Pembiayaan Konsumen. g. Batasan

Perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk:

1) Giro; 2) Deposito; 3) Tabungan;

4) Surat Sanggup Bayar (Promissory Note).

Setiap perusahaan pembiayaan dilakukan pengawasan dan pembinaan oleh Menteri yang melakukan pengawasan dan pembinaan atas usaha Perusahaan Pembiayaan.

h. Permodalan (Modal Disetor)

Berkaitan dengan jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan salah satu dari kegiatan Sewa Guna Usaha dan Modal Venture di tetapkan sebagai berikut:

1) Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah); 2) Perusahaan Patungan Indonesia san Asing

sekurang-kurangnya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh milyar rupiah);

3) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000,-(tiga milyar rupiah).

i. Kegiatan Sewa Guna Usaha

Berkaitan dengan kegiatan sewa guna usahanya dilakukan secara:


(11)

1) Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut;

2) Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease); 3) Sewa Guna Usaha tanpa hak Opsi (Operating Lease). j. Lampiran Ijin Menteri meliputi:

1) Akta Pendirian Perusahaan Pembiayaan yang telah disahkan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

2) Bukti pelunasan modal setor untuk Perseroan Terbatas atau simpanan pokok dan simpanan wajib untuk Koperasi, pada salah satu Bank di Indonesia; 3) Contoh Perjanjian Pembayaran yang akan digunakan; 4) Daftar susunan pengurus perusahaan Pembiayaan; 5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan; 6) Neraca Pembukaan Perusahaan Pembiayaan;

7) Perjanjian Usaha Patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan Patungan yang di dalamnya tercermin arah Indonesia dalam pemilikan saham.

k. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

Adapun merger, konsolidasi dan akuisisi yaitu kegiatan usaha pembiayaan tetap dapat melanjutkan kegiatannya dengan mengadakan penyesuaian terhadap ketentuan yang di tetapkan oleh Menteri.


(12)

Yang mempunyai kantor cabang perusahaan sewa guna usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan sewa guna usaha, dapat membuka kantor cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing setelah memperoleh izin/persetujuan, dan rekomendasi dari Menteri Keuangan.

4. PERIODE IV 1992-2007

a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

1) Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE- 29/PJ.42/1992 Tentang Perlakukan Pajak Penghasilan Sewa Guna Usaha (Leasing). 2) Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 perubahan KMK 2251 dan 1256 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 398/KMK.05/1999 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 298/KMK.01/1997 Tentang Ketentuan Pemindah Tanganan Barang Modal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Non PMA/PMDN.


(13)

4) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000 Perusahaan Pembiayaan.

5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Perusahaan Pembiayaan. 6) Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal

Dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.

b. Isi Pengaturan

Periode ini untuk meningkatkan peran Perusahaan Pembiayaan dalam pembangunan nasional, perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan di bidang Perusahaan Pembiayaan sehingga perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan Pembiayaan. Untuk mendukung kegiatan dunia usaha yang makin berkembang pesat, maka kemampuan dan kualitas pengelola lembaga pembiayaan perlu lebih ditingkatkan sehingga keuangan lainnya dapat menunjang peningkatan efisiensi kegiatan perekonomian nasional secara sehat. Berhubungan dengan hal itu perlu mengubah beberapa ketentuan mengenai tata cara pendirian dan perizinan serta pengawasan lembaga pembiayaan.


(14)

Perusahaan pembiayaan didirikan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

d. Bidang Usaha

Perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan usaha: 1) Sewa Guna Usaha;

2) Anjak Piutang; 3) Usaha Kartu Kredit; 4) Pembiayaan Konsumen. e. Batasan

Periode ini mempunyai batasan yaitu apabila perusahaan pembiayaan tidak melakukan kegiatan usaha, Menteri mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan yang bersangkutan. Berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan di lakukan oleh Menteri. Pelaksanaan pengawasan lembaga pembiayaan kecuali Perusahaan Modal Venture dilakukan oleh Departemen Keuangan dengan di bantu oleh Bank Indonesia.

f. Pengawasan dan Pembinaan

Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan.

g. Permodalan (Modal Disetor)

Jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib Perusahaan Pembiayaan yang melakukan satu atau lebih kegiatan sewa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen ditetapkan sebagai berikut:


(15)

1) Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah);

2) Perusahaan Patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah);

3) Koperasi sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).

h. Kegiatan Sewa Guna Usaha

Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut.

i. Tata Cara Pendirian

1) Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;

2) Badan usaha asing dan warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia (usaha patungan). j. Lampiran Ijin Menteri

Untuk memperoleh izin usaha harus ada lampiran ijin menteri antara lain:

1) Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; 2) Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus

dan pengawas;


(16)

4) Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia;

5) Bukti pelunasan modal disetor minimum dalam bentuk deposit berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran;

6) Rencana kerja untuk 2 (dua tahun pertama); 7) Bukti kesiapan operasional;

8) Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan patungan.

k. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

Berkaitan dengan merger, konsolidasi dan akuisisi perusahaan pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha untuk melakukan lebih dari satu kegiatan termasuk kegiatan modal venture sebelum keputusan ini ditetapkan, wajib memilih untuk menjadi Perusahaan Pembiayaan atau perusahaan Modal Venture. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perusahaan Pembiayaan dapat melalukan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah yang di atur dalam Keputusan Menteri tersendiri.

l. Kantor Cabang

Pembukaan kantor cabang perusahaan pembiayaan hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

m. Lembaga Pembiayaan Syariah

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan


(17)

Prinsip Syariah. Ketentuan tentang kegiatan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah di atur dalam Keputusan Menteri sendiri.

5. Periode V 2008-Sekarang

a. Dasar Hukum Lembaga Leasing

1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 255/PMK.03/2008 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Di Harus kan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

2) Prepares No. 9 tahun 2009 Lembaga Pembiayaan.

3) Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Pr-03/BL/2010 bentuk, susunan, dan penyampaian laporan keuangan Triwulan dan laporan kegiatan usaha.

4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.011/2014 Tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna


(18)

Kepentingan Umum dan Peningkatan Untuk Tahun Anggaran 2014.

5) Peraturan OJK No. 29/POJK.05/2014 Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

b. Isi Peraturan

Periode ini untuk meningkatkan peran lembaga pembiayaan dalam proses pembangunan nasional, perlu didukung oleh ketentuan mengenai lembaga pembiayaan yang memadai. Berdasarkan dengan hal itu maka perlu menetapkan peraturan ketua badan susunan, dan penyampaian laporan keuangan triwulan dan laporan kegiatan usaha sementara perusahaan pembiayaan infrastruktur. Dalam rangka memberikan kerangka hukum yang memadai terhadap sumber pendanaan bagi perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, maka dipandang perlu untuk menetapkan peraturan bapepam dan lembaga keuangan tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

c. Bentuk Hukum Lembaga Pembiayaan

Berkaitan dengan bentuk hukum lembaga pembiayaan dimana perusahaan pembiayaan didirikan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

d. Bidang Usaha

1) Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi: 2) Sewa Guna Usaha;


(19)

3) Anjak piutang;

4) Usaha Kartu Kredit; dan/ atau 5) Pembiayaan Konsumen. e. Batasan

Dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk:

1) Giro; 2) Deposito; 3) Tabungan;

4) Bentuk lainnya yang dipersamakan. f. Pengawasan dan Pembinaan

Menteri melakukan pengawasan dan pembinaan atas Lembaga Pembiayaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

g. Permodalan (Modal Disetor)

Berkaitan dengan modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib dalam rangka pendirian Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut: 1) Perusahaan swasta nasional atau perusahaan

patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00;- (seratus miliar rupiah);

2) Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp. 50.000.000,00;- (lima puluh miliar rupiah).

h. Kegiatan Sewa Guna Usaha

Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha,


(20)

baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut.

i. Lampiran Ijin Menteri

Adapun lampiran ijin menteri antara lain:

1) Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang;

2) Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas;

3) Data pemegang saham atau anggota;

4) Sistem dan prosedur kerja, struktur, organisasi, dan personalia;

5) Fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha;

6) Rencana kerja 2 (dua) tahun pertama; 7) Bukti kesiapan operasional;

8) Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan patungan; 9) Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip

Mengenal Nasabah (P4MN). j. Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

Berkaitan dengan merger, konsolidasi dan akuisisi, merger, konsolidasi dan akuisisi wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari


(21)

setelah merger, akuisisi, dan konsolidasi dilakukan. Merger, konsolidasi dan akuisisi di lakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. k. Kantor Cabang

Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri. Untuk dapat membuka Kantor Cabang, Perusahaan Pembiayaan harus memiliki ekuitas sekurang-kurangnya 50% (lima puluh per seratus) dari modal disetor berdasarkan laporan keuangan bulanan terakhir. Kantor Pusat dan Kantor Cabang dari Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri atau konsolidasi dapat diberlakukan sebagai Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan hasil Merger atau hasil Konsolidasi.

B.

Analisis Kelembagaan

Leasing

Sebelum Tahun 1973

Sampai Sekarang

Analisis ini dimulai dengan melihat persamaan dan perbedaan bentuk-bentuk bidang usaha leasing pada table berikut ini.

Tabel: Persamaan dan Perbedaan

Periodisasi Persamaan Perbedaan

Periodisasi I - Bidang permodalan


(22)

dan II lebih kecil dibandingkan dengan periode II. - Masuknya bidang

usaha dalam periode II yang berbeda dengan periode I. - Batasan-batasan

yang berbeda dengan periode I. - Masuknya kegiatan

sewa guna usaha dalam periode II.

Periode II dan III

- Sistem pengawasannya sama-sama dilakukan oleh menteri. - Jumlah modal setor nya sama

dengan periode II dan periode III. - Kegiatan sewa guna usahanya

sama dengan periode II dan III.

- Dalam bidang usahanya berbeda dengan periode II dan III.

- Batasan-batasan berbeda dengan periode II dan III. - Munculnya Merger,

konsolidasi dan akuisisi dalam periode III. - munculnya kantor

cabang dalam periode III.

Periode III dan IV

- Sama-sama mendukung kegiatan yang semakin berkembang pesat. - Bentuk hukum perusahaan

- Bidang usahanya berbeda dengan periode III dan IV.


(23)

pembiayaan sama dengan periode III dan IV.

- Pengawasan dan pembinaan sama dengan periode III dan IV. - Kegiatan sewa guna usaha sama

dengan periode III dan IV.

- Jumlah modal setor periode IV lebih besar di bandingkan dengan periode III. - Masuknya lembaga pembiayaan syariah.

Periode IV dan V

- Bentuk hukumnya sama dengan periode IV dan V.

- Dalam bidang usaha sama dengan periode IV dan V.

- Pengawasan dan pembinaan sama dengan periode IV dan V. - Kegiatan sewa guna usaha sama

dengan periode IV dan V. - Lampiran dn ijin menteri sama

dengan periode IV dan V. - Masuknya lembaga pembiayaan

syariah.

- Modal setor dalam periode IV

perusahaan patungan memberikan wajib setor. Sedangkan dalam periode V tidak ada perusahaan patungan dalam wajib setor. - Batasan dalam

periode IV tidak melakukan kegiatan usaha dan menteri mencabut usaha perusahaan pembiayaan yang bersangkutan. Sedangkan periode V dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan bentuk lainnya


(24)

yang di persamaan. - Kantor cabang

berbeda dengan periode IV dan V.

Di lihat dari kelembagaanya dalam periode I,II,II,IV dan V perkembangan kelembagaan leasing pada tahun 1974 kegiatan leasing secara resmi diperbolehkan beroperasi di Indonesia setelah keluar surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Diketahui untuk industri leasing ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama.

Berkaitan dengan perubahan peraturan leasing dari tahun ke tahun merupakan terjadi pergeseran. Pada tahun 1974 sampai dengan tahun 1983. Dengan keluarnya beberapa peraturan pada tahun 1974, yang khusus mengatur tentang hukum leasing tersebut. Leasing belum begitu dikenal dalam masyarakat, dan perkembangannya tidak begitu pesat. Berkaitan dengan perkembangan bisnis leasing yang sudah mulai terasa di Indonesia, banyak pihak yang mengatakan bahwa perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan


(25)

karena bisnis leasing masih terbilang relatif baru dimana masih kurang promosi dan lemahnya aturan hukum hal ini masyarakat masih lebih terfokus pada barang -barang primer, dan belum terhadap barang- barang lainnya.

Leasing baru mulai diatur secara khusus untuk pertama kalinya

dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia pada tahun 1974. Beberapa peraturan di tahun 1974 tersebut merupakan sejarah perkembangan hukum leasing di Indonesia, peraturan-peraturan

leasing sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang bisnis

pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian maupun perundang-undangan.

Berkaitan dengan keluarnya kebijaksanaan Deregulasi yang mengatur tentang usaha leasing di Indonesia dan dengan keluarnya kebijaksanaan ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing sebelumnya tidak berlaku lagi. Kemudian diperkenalkan kembali adanya istilah pembiayaan yaitu kegiatan dalam bentuk dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat yang luas. Pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal

ventura dan kartu kredit. Sebagai sesama industri keuangan,

perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang lain, misalnya perbankan. Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkembang dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya berfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada


(26)

keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional. Yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke permukaan, sebagai bagian resmi sektor jasa keuangan.

Perkembangan kelembagaan leasing yang di lihat dalam periodesasinya, perkembangan kelembagaannya semakin pesat. Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing), kegiatan pembiayaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun

leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha (operating lease) untuk

digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Yang dimaksud finance lease adalah kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah kegiatan

leasing dimana lessee pada akhir kontrak tidak memiliki hak opsi untuk

membeli objek leasing.

Mengenai tentang Perusahaan Pembiayaan, memberikan pengertian lembaga pembiayaan sebagai suatu kegiatan pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen. Berdasarkan periode tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi dengan pembiayaan konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi kreditnya yang berbeda. Pembiayaan konsumen sebagai salah satu lembaga pembiayaan lebih banyak diminati oleh konsumen ketika mereka memerlukan barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran/cicilan. Barang yang


(27)

menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah barang-barang seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer dan alat-alat kepentingan rumah tangga yang menjadi kebutuhan konsumen. Besarnya pembiayaan yang diberikan kepada konsumen umumnya relatif kecil, sehingga kandungan risiko yang mesti harus dipikul oleh perusahaan pembiayaan konsumen juga relatif kecil.

Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Perusahaan pembiayaan dalam periode ini merupakan dasar bagi pengembangan perusahaan pembiayaan. Selain itu sekarang ada yang namanya usaha pembiayaan Syariah, dimana dalam hal ini juga memiliki kegiatan usahanya yaitu meliputi Sewa guna usaha, yang berbeda dengan periode sebelumnya. Dengan hal ini pemerintah diharapkan selalu memberi bimbingan dan pengarahan terhadap masyarakat tentang perekonomian, sehingga dapat memberikan kontribusi yang baik dan pembangunan hukum yang memadai dengan meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat akan kebutuhan dana.

Berkaitan dengan Teori perkembangan hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa perubahan hukum akan mengikuti perkembangan dan bergantung pada perubahan sosial.1 Demikian bahwa hukum berkembang sejalan dengan perkembangan kondisi di masyarakat juga. Demikian bahwa hukum berkembang

1 Lawrence M. Friedman, Terjemahan oleh M. Khozim, Nusa Media,2009, h.


(28)

sejalan dengan perkembangan kondisi di masyarakat juga. Selanjutnya

Friedman menjelaskan bahwa secara teoritis perubahan hukum dapat dilihat dari empat tipe perubahan, menurut titik awal perubahannya dan titik dampak akhirnya.

1. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, yakni, dari masyarakat, tetapi mempengaruhi sistem hukum saja dan berakhir di sana seperti sebuah peluru yang ditembakkan dan sampai ke sasarannya.

2. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum dan melewati sistem hukum tersebut (dengan atau tanpa proses internal tertentu) kemudian sampai ke titik dampak di luar sistem hukum, yakni, di masyarakat. 3. Perubahan yang berawal dari sistem hukum dengan

menghasilkan dampak di dalam sistem hukum juga. 4. Perubahan yang berawal dari dalam sistem hukum,

kemudian menebus sistem hukum tersebut dengan dampak akhir di luarnya, yakni, di masyarakat.2

Kelembagaan adalah sebagai aturan main (rule of the game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia melalui penciptaan pola prilaku.3 Demikian bahwa lembaga hukum dapat diartikan sebagai aturan hukum atau hukum positif yang lahir untuk mengatur perilaku tertentu dalam kehidupan masyarakat.

2Ibid, 353-354.


(29)

Dalam setiap kehidupan, hukum menjadi pegangan setiap orang agar hidup mereka aman dan nyaman tanpa gangguan dari orang lain, Oleh karena itu, lembaga-lembaga ekonomi juga harus di atur oleh hukum atau ada lembaga hukum yang melindungi baik pelaku ekonomi maupun kegiatan ekonomi itu sendiri agar pada prosesnya lembaga-lembaga tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sehingga tuntutan yang terjadi dalam bidang ekonomi akan menghasilkan perubahan di bidang (lembaga) hukum.4

Keberadaan lembaga perbankan tidak mencukupi kebutuhan akan dana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya alternatif pembiayaan lainnya selain bank. Adanya alternatif pembiayaan lainnya dimaksud dibutuhkan mengingat akses untuk mendapatkan dana dari bank sangat terbatas. Mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah pada tahun 1988 melalui Kepres Nomor 61 Tahun 1988 membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk menyediakan dana guna menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berusaha dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Pada Tahun 1989, misalnya, industri di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. Dengan asset tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar. Dengan asset dan skala usaha yang besar,


(30)

muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Banyak perusahaan leasing yang melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif. Selain modal dan asset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.

Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya Tahun 1990, industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebetulnya, berubahnya orientasi ini dipicu oleh kian sengit nya persaingan di industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak terabaikan. Indikasi nya, persyaratan untuk memperoleh sewa guna usaha menjadi semakin longgar. Bahkan, orang bisa mendapatkan sewa guna usaha hanya dengan menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP). Pada tahun 1991, kembali terjadi perubahan besar-besaran pada perusahaan pembiayaan. Akibatnya, banyak kredit yang sudah disetujui terpaksa ditunda pencariannya. Itulah sebabnya banyak di antara perusahaan yang menggabungkan usahanya. Dengan bergabung, mereka lebih mudah dalam memperoleh kredit, termasuk dari luar negeri.

Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga yang namanya lembaga pembiayaan. Melalui lembaga pembiayaan dimaksud para pelaku bisnis bisa mendapatkan dana atau modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat penting, karena fungsinya hampir mirip dengan bank. Dalam


(31)

prakteknya sekarang ini lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau barang modal untuk kepentingan perusahaan. Sejalan dengan itu pemerintah sejak tahun 1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan, diantaranya lembaga pembiayaan, dengan tujuan memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha.5

Menyikapi perkembangan lembaga pembiayaan saat ini sudah tiba saatnya tersedia peraturan yang lebih memadai dan tidak hanya sekedar berbentuk Kepres dan Surat Keputusan Menteri. Sektor hukum diharapkan lebih berperan dalam mengantisipasi perkembangan di bidang ekonomi dan bisnis, termasuk perkembangan dalam bisnis lembaga pembiayaan, yang diharapkan. Sehingga dengan adanya peraturan hukum yang berbentuk Undang-Undang mengatur lembaga pembiayaan, guna lebih menjamin kepastian hukum. Perkembangan di bidang bisnis menuntut secara cepat agar bidang hukum juga dapat mengimbanginya, bahwa perkembangan sektor hukum bisnis yang begitu cepat menyertai perkembangan di bidang bisnis, membawa konsekuensi terhadap perlunya sektor hukum di bidang itu ditelaah ulang, dengan perkembangan masa. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hukum yang mengatur tentang lembaga pembiayaan atau hukum Lembaga Pembiayaan merupakan hal urgen harus ada dalam konteks perkembangan di bidang bisnis, yang nantinya diharapkan dapat

5

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. II, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, h. 28


(32)

mengatur aktivitas bisnis lembaga pembiayaan tersebut dan yang akan datang.


(1)

menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah barang-barang seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer dan alat-alat kepentingan rumah tangga yang menjadi kebutuhan konsumen. Besarnya pembiayaan yang diberikan kepada konsumen umumnya relatif kecil, sehingga kandungan risiko yang mesti harus dipikul oleh perusahaan pembiayaan konsumen juga relatif kecil.

Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Perusahaan pembiayaan dalam periode ini merupakan dasar bagi pengembangan perusahaan pembiayaan. Selain itu sekarang ada yang namanya usaha pembiayaan Syariah, dimana dalam hal ini juga memiliki kegiatan usahanya yaitu meliputi Sewa guna usaha, yang berbeda dengan periode sebelumnya. Dengan hal ini pemerintah diharapkan selalu memberi bimbingan dan pengarahan terhadap masyarakat tentang perekonomian, sehingga dapat memberikan kontribusi yang baik dan pembangunan hukum yang memadai dengan meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat akan kebutuhan dana.

Berkaitan dengan Teori perkembangan hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa perubahan hukum akan mengikuti perkembangan dan bergantung pada perubahan sosial.1 Demikian bahwa hukum berkembang sejalan dengan perkembangan kondisi di masyarakat juga. Demikian bahwa hukum berkembang

1 Lawrence M. Friedman, Terjemahan oleh M. Khozim, Nusa Media,2009, h. 353.


(2)

sejalan dengan perkembangan kondisi di masyarakat juga. Selanjutnya Friedman menjelaskan bahwa secara teoritis perubahan hukum dapat dilihat dari empat tipe perubahan, menurut titik awal perubahannya dan titik dampak akhirnya.

1. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, yakni, dari masyarakat, tetapi mempengaruhi sistem hukum saja dan berakhir di sana seperti sebuah peluru yang ditembakkan dan sampai ke sasarannya.

2. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum dan melewati sistem hukum tersebut (dengan atau tanpa proses internal tertentu) kemudian sampai ke titik dampak di luar sistem hukum, yakni, di masyarakat. 3. Perubahan yang berawal dari sistem hukum dengan

menghasilkan dampak di dalam sistem hukum juga. 4. Perubahan yang berawal dari dalam sistem hukum,

kemudian menebus sistem hukum tersebut dengan dampak akhir di luarnya, yakni, di masyarakat.2

Kelembagaan adalah sebagai aturan main (rule of the game) dalam masyarakat. Aturan main tersebut mencakup regulasi yang memaparkan masyarakat untuk melakukan interaksi. Kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi manusia melalui penciptaan pola prilaku.3 Demikian bahwa lembaga hukum

dapat diartikan sebagai aturan hukum atau hukum positif yang lahir untuk mengatur perilaku tertentu dalam kehidupan masyarakat.

2Ibid, 353-354.


(3)

Dalam setiap kehidupan, hukum menjadi pegangan setiap orang agar hidup mereka aman dan nyaman tanpa gangguan dari orang lain, Oleh karena itu, lembaga-lembaga ekonomi juga harus di atur oleh hukum atau ada lembaga hukum yang melindungi baik pelaku ekonomi maupun kegiatan ekonomi itu sendiri agar pada prosesnya lembaga-lembaga tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sehingga tuntutan yang terjadi dalam bidang ekonomi akan menghasilkan perubahan di bidang (lembaga) hukum.4

Keberadaan lembaga perbankan tidak mencukupi kebutuhan akan dana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya alternatif pembiayaan lainnya selain bank. Adanya alternatif pembiayaan lainnya dimaksud dibutuhkan mengingat akses untuk mendapatkan dana dari bank sangat terbatas. Mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah pada tahun 1988 melalui Kepres Nomor 61 Tahun 1988 membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk menyediakan dana guna menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berusaha dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Pada Tahun 1989, misalnya, industri di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. Dengan asset tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar. Dengan asset dan skala usaha yang besar,


(4)

muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Banyak perusahaan leasing yang melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif. Selain modal dan asset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.

Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya Tahun 1990, industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebetulnya, berubahnya orientasi ini dipicu oleh kian sengit nya persaingan di industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak terabaikan. Indikasi nya, persyaratan untuk memperoleh sewa guna usaha menjadi semakin longgar. Bahkan, orang bisa mendapatkan sewa guna usaha hanya dengan menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP). Pada tahun 1991, kembali terjadi perubahan besar-besaran pada perusahaan pembiayaan. Akibatnya, banyak kredit yang sudah disetujui terpaksa ditunda pencariannya. Itulah sebabnya banyak di antara perusahaan yang menggabungkan usahanya. Dengan bergabung, mereka lebih mudah dalam memperoleh kredit, termasuk dari luar negeri.

Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga yang namanya lembaga pembiayaan. Melalui lembaga pembiayaan dimaksud para pelaku bisnis bisa mendapatkan dana atau modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat penting, karena fungsinya hampir mirip dengan bank. Dalam


(5)

prakteknya sekarang ini lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau barang modal untuk kepentingan perusahaan. Sejalan dengan itu pemerintah sejak tahun 1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan, diantaranya lembaga pembiayaan, dengan tujuan memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha.5

Menyikapi perkembangan lembaga pembiayaan saat ini sudah tiba saatnya tersedia peraturan yang lebih memadai dan tidak hanya sekedar berbentuk Kepres dan Surat Keputusan Menteri. Sektor hukum diharapkan lebih berperan dalam mengantisipasi perkembangan di bidang ekonomi dan bisnis, termasuk perkembangan dalam bisnis lembaga pembiayaan, yang diharapkan. Sehingga dengan adanya peraturan hukum yang berbentuk Undang-Undang mengatur lembaga pembiayaan, guna lebih menjamin kepastian hukum. Perkembangan di bidang bisnis menuntut secara cepat agar bidang hukum juga dapat mengimbanginya, bahwa perkembangan sektor hukum bisnis yang begitu cepat menyertai perkembangan di bidang bisnis, membawa konsekuensi terhadap perlunya sektor hukum di bidang itu ditelaah ulang, dengan perkembangan masa. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hukum yang mengatur tentang lembaga pembiayaan atau hukum Lembaga Pembiayaan merupakan hal urgen harus ada dalam konteks perkembangan di bidang bisnis, yang nantinya diharapkan dapat

5

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. II, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, h. 28


(6)

mengatur aktivitas bisnis lembaga pembiayaan tersebut dan yang akan datang.